Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA PASIEN AN.

S DENGAN
PNEUMONIA DI RUANG FLAMBOYAN C

RSUD DR KANUDJOSO DJATIWIBOWO BALIKPAPAN


TAHUN 2019

Dosen Pembimbing : Nurhayati, S.ST., M.Pd

Disusun oleh :

Ratu Alkhar Sahbana Putri (P07220117068)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR

PRODI D-III KEPERAWATAN BALIKPAPAN

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pneumonia merupakan penyakit yang sering terjadi dan setiaptahunnya menyerang


sekitar 1% dari seluruh penduduk Amerika.Meskipunsudah ada kemajuan dalam bidang
antibiotic, pneumonia tetap merupakan penyebab keatian keenam di Amerika
Serikat.Mnculnya orhanismenosokomial, yang resisten terhadap antibiotic, ditemukannya
organism-organisme baru (seperti Legionella), bertambahnya jumlah pejamu yanglemah daya
tahan tubuhnya dan adanya penyakit seperti AIDS semakinmemperluas spectrum dan derajat
kemungkinan penyebab-penyebab pneumonia, dan ini juga menjelaskan mengapa pneumonia
masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok.

Bayi dan anak kecil lebihrentan terhadap penyakit ini karena respon imunitas mererka
masih belumberkembang dengan baik.Pneumonia pada orang tua dan orang yang
lemahakibat penyakit kronik tertentu.Pasien peminum alcohol, pasca bedah danpenderita
penyakit pernapasan kronik atau infeksi virus juga mudahterserang penyakit ini. Hampir 60%
dari pasien-pasien yang kritis di ICU dapat mendeerita pneumonia, dan setengah dari pasien-
pasien tersebutakan meninggal.

B. Tujuan Umum

1. Untuk lebih memahami apa itu Pneumonia serta bagaimanapengobatannya


2. Untuk memenuhi tugas mata kuliah konsep dasar asuhan keperawatan pada anak
dengan pneumonia

C. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Pneumonia


2. Untuk mengetahui bagaimana etiologi dari Pneumonia
3. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi dari Pneumonia
4.Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari Pneumonia
5. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis dai Pneumonia
6. Untuk mengetahui apa saja komplikasi dari Pneumonia
7. Untuk mengetahui apasaja pemeriksaan penunjang dari Pneumonia
8. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari Pneumonia
9. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dari Pneumonia

D. Sistematika Penulisan

Penulis membagi laporan penulisan asuhan keperawaan ini menjadi 5 bab, yaitu terdiri dari :
BAB I :PENDAHULUAN
Terdiri dari Latar belakang, Tujuan penulisan dan sistematika penulisan

BAB II :TINJAUAN TEORITIS


Terdiri dari pengertian, fisiologi, etiologi, patofisiologi, pathway, manifestasi klinis,
pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medis, komplikasi, konsep asuhan
keperawatan.

BAB III :TINJAUAN KASUS


Terdiri dari pengkajian, analisa data, diagnose keperawatan, perencanaan, tindakan,
dan evaluasi.

BAB IV :PEMBAHASAN KASUS


Terdiri dari pengkajian, analisa data, diagnose keperawatan, perencanaan, tindakan
dan evaluasi.

BAB V :PENUTUP
Terdiri dari kesimpulan
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT PNEUMONIA

a. Definisi/Pengertian
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh
agen infeksisus (Smeltzer & Bare, 2001: 571). Pneumonia adalah peradangan paru yang
disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, maupun jamur (Medicastore).

Pneumonia adalah penyakit infeksius yang sering menyebabkan kematian.


Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantong-kantong
udara dalam paru yang disebut alveoli dipenuhi nanah dan cairan sehingga kemampuan
menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak
bisa bekerja. Karena inilah, selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita
pneumonia bisa meninggal.

b. Epidemiologi/Insiden Kasus
Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus tipe 8
menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%, sedangkan pada anak
ditemukan tipe 14,1,6,dan 9. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari
4 tahun dan berkurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu
disebabkan oleh pneumokokus dan ditemukan pada orang dewasa dan anak besar,
sedangkan bronchopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.

Pneumonia sebenarnya bukan peyakit baru. Tahun 1936 pneumonia menjadi


penyebab kematian nomor satu di Amerika. Penggunaan antibiotik, membuat penyakit
ini bisa dikontrol beberapa tahun kemudian. Namun tahun 2000, kombinasi pneumonia
dan influenza kembali merajalela. Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab
kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan TBC. Faktor sosial ekonomi yang
rendah mempertinggi angka kematian. Kasus pneumonia ditemukan paling banyak
menyerang anak balita. Menurut laporan WHO, sekitar 800.000 hingga 1 juta anak
meninggal dunia tiap tahun akibat pneumonia. Bahkan UNICEF dan WHO
menyebutkan pneumonia sebagai penyebab kematian anak balita tertinggi, melebihi
penyakit penyakit lain seperti campak, malaria, serta AIDS

c. Etiologi
Sebenarnya pada diri manusia sudah ada kuman yang dapat menimbulkan pneumonia
dan penyakit ini baru akan timbul apabila ada faktor- faktor prsesipitasi, namun
pneumonia juga sebagai komplikasi dari penyakit yang lain ataupun sebagai penyakit
yang terjadi karena etiologi di bawah ini :

1. Bakteri
Bakteri yang dapat menyebabkan pneumonia adalah : Diplococus pneumonia,
Pneumococcus, Streptococcus Hemoliticus aureus, Haemophilus influenza, Basilus
friendlander (Klebsial pneumonia), Mycobacterium tuberculosis. Bakteri gram positif
yang menyebabkan pneumonia bakteri adalah steprokokus pneumonia, streptococcus
aureus dan streptococcus pyogenis

2. Virus
Pneumonia virus merupakan tipe pneumonia yang paling umum disebabkan oleh virus
influenza yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus merupakan
penyebab utama pneumonia virus. Virus lain yang dapat menyebabkan pneumonia
adalah Respiratory syntical virus dan virus stinomegalik.

3. Jamur
Infeksi yang disebabkan oleh jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran
burung. Jamur yang dapat menyebabkan pneumonia adalah : Citoplasma Capsulatum,
Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp,
Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia.

4. Protozoa
Ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imunosupresi seperti pada penderita
AIDS.
5. Faktor lain yang mempengaruhi
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya pneumonia adalah daya tahan tubuh yang
menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun,
pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.

Faktor-faktor yang meningkatkan resiko kematian akibat Pnemonia


• Umur dibawah 2 bulan
• Tingkat sosio ekonomi rendah
• Gizi kurang
• Berat badan lahir rendah
• Tingkat pendidikan rendah
• Tingkat pelayanan (jangkauan) pelayanan kesehatan rendah
• Kepadatan tempat tinggal
• Imunisasi yang tidak memadai
• Menderita penyakit kronis

d. Patofisiologi

Pneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh bakteri


yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan paru. Bakteri
pneumokok ini dapat masuk melalui infeksi pada daerah mulut dan tenggorokkan,
menembus jaringan mukosa lalu masuk ke pembuluh darah mengikuti aliran darah
sampai ke paru-paru dan selaput otak. Akibatnya timbul peradangan pada paru dan
daerah selaput otak. Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan sekret sehingga
terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah
mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis,
emfisema dan atelektasis.Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas,
sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan
penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berfungsi untuk melembabkan
rongga pleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah
tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi nafas,
hipoksemia, asidosis respiratorik, sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan
mengakibatkan terjadinya gagal napas. Pathway terlampir.
e. Klasifikasi

Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di


Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia tahun 2003
menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia, yaitu:
Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
1. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
2. Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial pneumonia)
3. Pneumonia aspirasi
4. Pneumonia pada penderita immunocompromised.

Berdasarkan bakteri penyebab:

1. Pneumonia bakteri/tipikal.
Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial sering diistilahkan dengan
pneumonia akibat kuman. Pneumonia jenis itu bisa menyerang siapa saja, dari bayi
hingga mereka yang telah lanjut usia. Para peminum alkohol, pasien yang
terkebelakangan mental, pasien pascaoperasi, orang yang menderita penyakit
pernapasan lain atau infeksi virus adalah yang mempunyai sistem kekebalan tubuh
rendah dan menjadi sangat rentan terhadap penyakit itu. Pada saat pertahanan tubuh
menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia
akan dengan cepat berkembang biak dan merusak paru-paru.

Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus,
bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di
paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat
menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri Pneumokokus adalah
kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia bakteri tersebut. Biasanya
pneumonia bakteri itu didahului dengan infeksi saluran napas yang ringan satu minggu
sebelumnya. Misalnya, karena infeksi virus (flu). Infeksi virus pada saluran pernapasan
dapat mengakibatkan pneumonia disebabkan mukus (cairan/lendir) yang mengandung
pneumokokus dapat terisap masuk ke dalam paru-paru. Beberapa bakteri mempunyai
tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik,
staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal disebabkan
mycoplasma, legionella, dan chalamydia.

2. Pneumonia Akibat virus.


Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza (bedakan dengan bakteri
hemofilus influenza yang bukan penyebab penyakit influenza, tetapi bisa menyebabkan
pneumonia juga). Gejala awal dari pneumonia akibat virus sama seperti gejala
influenza, yaitu demam, batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam
12 hingga 36 jam penderita menjadi sesak, batuk lebih parah, dan berlendir sedikit.
Terdapat panas tinggi disertai membirunya bibir. Tipe pneumonia itu bisa ditumpangi
dengan infeksi pneumonia karena bakteri. Hal itu yang disebut dengan superinfeksi
bakterial. Salah satu tanda terjadi superinfeksi bakterial adalah keluarnya lendir yang
kental dan berwarna hijau atau merah tua.

3. Pneumonia jamur,
Sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan
daya tahan lemah (immunocompromised).

Berdasarkan predileksi infeksi:

1. Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar dari
pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.

2. Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi


pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau
bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua. Pada penderita pneumonia, kantong
udara paru-paru penuh dengan nanah dan cairan yang lain. Dengan demikian, fungsi
paru-paru, yaitu menyerap udara bersih (oksigen) dan mengeluarkan udara kotor
menjadi terganggu. Akibatnya, tubuh menderita kekurangan oksigen dengan segala
konsekuensinya, misalnya menjadi lebih mudah terinfeksi oleh bakteri lain (super
infeksi) dan sebagainya. Jika demikian keadaannya, tentu tambah sulit
penyembuhannya. Penyebab penyakit pada kondisi demikian sudah beraneka macam
dan bisa terjadi infeksi yang seluruh tubuh.

f. Pathway
g. Pemeriksaan Diagnostik
1. Sinar X
Mengidentifikasikan distribusi strukstural (misal: Lobar, bronchial); dapat juga
menyatakan abses luas/infiltrat, empiema (stapilococcus); infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bacterial); atau penyebaran/perluasan infiltrat nodul (lebih sering virus).
Pada pneumonia mikroplasma, sinar x dada mungkin bersih.

2. GDA (Gas Darah Arteri)


Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit
paru yang ada

3. Pemeriksaan darah.
Pada kasus pneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis (meningkatnya jumlah
leukosit) (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000-40.000/m dengan pergeseran
LED meninggi.

4. LED meningkat.
Fungsi paru hipoksemia, volume menurun, tekanan jalan nafas meningkat dan
komplain menurun, elektrolit Na dan Cl mungkin rendah, bilirubin meningkat, aspirasi
biopsi jaringan paru

5. Rontegen dada
Ketidak normalan mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan
penyakit paru yang ada. Foto thorax bronkopeumonia terdapat bercak-bercak infiltrat
pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi
pada satu atau beberapa lobus.

6. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah


Dapat diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal,bronskoskopi fiberoptik, atau
biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab, seperti bakteri dan
virus. Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi
langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi
cara ini tidak rutin dilakukan karena sulit.
7. Tes fungsi paru
Volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar), tekanan jalan nafas mungkin
meningkat dan complain menurun. Mungkin terjadi perembesan (hipokemia).

8. Elektrolit
Natrium dan klorida mungkin rendah.

9. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka


Dapat menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMV),
karakteristik sel raksasa (rubella)..

h. Penatalaksanaan
1. Pemberian antibiotik per-oral/melalui infus.
2. Pemberian oksigen tambahan
3. Pemberian cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.
4. Antibiotik sesuai dengan program
5. Pemeriksaan sensitivitas untuk pemberian antibiotik
6. Cairan, kalori dan elektrolit glukosa 10 % : NaCl 0,9 % = 3 : 1 ditambah larutan
KCl 10 mEq/500 ml cairan infuse.
7. Obat-obatan :
- Antibiotika berdasarkan etiologi.
- Kortikosteroid bila banyak lender.
8. Kemotherapi untuk mycoplasma pneumonia, dapat diberikan Eritromicin 4 X
500 mg sehari atau Tetrasiklin 3-4 hari mg sehari. Obat-obatan ini meringankan
dan mempercepat penyembuhan terutama pada kasus yang berat. Obat-obat
penghambat sintesis SNA (Sintosin Antapinosin dan Indoksi Urudin) dan
interperon inducer seperti polinosimle, poliudikocid pengobatan simptomatik
seperti :
- Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat di rumah.
- Simptomatik terhadap batuk.
- Batuk yang produktif jangan di tekan dengan antitusif
- Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan
broncodilator.
- Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat.
Antibiotik yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebab
yang mempunyai spektrum sempit.

i. Diagnosa keperawatan menurut SDKI


1. Gangguan pertukaran gas
2. Pola napas tidak efektif
3. Bersihan jalan napas tidak efektif
5. Nyeri akut
6. Hiperthermi
7. Resiko defisit nutrisi

j. Komplikasi

Bila tidak ditangani secara tepat, akan mengakibatkan komplikasi. Komplikasi


dari pneumonia / bronchopneumonia adalah :

1. Otitis media akut (OMA) terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang berlebihan
akan masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi masuknya udara ke
telinga tengah dan mengakibatkan hampa udara, kemudian gendang telinga akan
tertarik ke dalam dan timbul efusi.
2. Efusi pleura
3. Abses otak
4. Endokarditis
5. Osteomielitis
6. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
7. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
8. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
9. Infeksi sitemik.
10. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
11. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

k. Prognosis
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan
sampai 1%. Pasien dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat
menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi (Q_key `0094

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PNEUMONIA

a. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan pasien,
Lyer et al(1996, dalam Setiadi, 2012).

Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan


menganalisanya
(Manurung, 2011).

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi,
mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan pasien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan,
Effendy (1995, dalam Dermawan, 2012).

1. Pengkajian
2. Biodata Identitas Klien, meliputi :
- Nama/Nama panggilan
- Tempat tgl lahir/usia
- Jenis kelamin
- Agama
- Alamat
- Tgl/jam masuk
- Tgl pengkajian
- Diagnosa medic

3. Identitas Orang tua


- Ayah
- Ibu
- Umur ayah
- Umur ibu
- Pekerjaan Ayah
- Pekerjaan Ibu
- Pendidikan Ayah
- Pendidikan Ibu

4. Keluhan utama
- sesak napas

5. Riwayat kesehatan
- Riwayat Penyakit sekarang, tanyakan :
1. Apakah masih ada batuk, berapa lama?
2. Apakah masih ada panas badan?
3, Apakah nyeri dada kalau batuk?
4. Apakah ada suara napas tambahan?
5. Apakah batuk disertai dengan dahak berlendir?
6. Apakah anak mengalami sesak napas?

6. Riwayat kesehatan yang lalu, tanyakan :


1. Apakah pernah mengalami penyakit infeksi saluran pernapasan?

7. Riwayat Alergi
1.Kebiasaan merokok
2.Pengguaan obat-obatan

8. Imunisasi

9. Riwayat penyakit keturunan


Riwayat Keluarga, tannyakan:
1. Apakah ada keluarga yang menderita batuk?
2. Apakah ada keluarga yang menderita alergi?
3. Apakah ada keluarga yang menderita TBC, Cancer paru?

10. Pemeriksaan fisik

Inspeksi :
- Amati bentuk thorax
- Amati Frekuensi napas, irama, kedalamannya
- Amati tipe pernapasan : Pursed lip breathing, pernapasan diapragma, penggunaan
otot Bantu pernapasan
- Tanda tanda reteraksi intercostalis , retraksi suprastenal
- Gerakan dada
- Adakah tarikan didinding dada , cuping hidung, tachipnea
- Apakah ada tanda tanda kesadaran meenurun

Palpasi :
- Kaji vocal premitus
- Penurunan ekspansi dada

Auskultasi :
- Adakah terdengar stridor
- Adakah terdengar wheezing
- Evaluasi bunyi napas, prekuensi,kualitas, tipe dan suara tambahan

Perkusi :
- Suara Sonor/Resonans merupakan karakteristik jaringan paru normal
- Hipersonor , adanya tahanan udara
- Pekak/flatness, adanya cairan dalan rongga pleura
- Redup/Dullnes, adanya jaringan padat
- Tympani, terisi udara.

12. Data Fokus

a. Data Subjektif
Data subjektif adalah data yang didapat berdasarkan persepsi klien
tentang masalah kesehatan mereka. Pada klien anak atau bayi, data subjektif
didapat dari orangtua atau sumber lainnya. (Potter&Perry, 2005).

- Klien mengatakan badan demam


- Klien mengatakan merasa nyeri di daerah dada yang terasa tertusuk-tusuk,
terutama saat bernafas atau batuk
- Klien mengatakan tenggorokan terasa sakit, sakit kepala, dan mialgia
- Klien mengatakan sering mengeluarkan dahak yang kental, berbusa dan
berwarna kehijauan atau bercampur darah.
- Klien mengatakan lebih merasakan nyaman saat duduk tegak di tempat tidur
dengan condong ke arah depan tanpa mencoba untuk batuk atau nafas dalam.
- Klien mengatakan sering berkeringat banyak.
- Klien mengatakan dada terasa sangat sesak dan sulit bernafas.

b. Data Objektif
Data objektif adalah data yang didapat
dari pengamatan, observasi, dan pengukuran atau pemeriksaan fisik dengan
beberapa metode (inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi, (Potter&Perry, 2005).

- Suhu tubuh klien teraba panas, lebih dari 37,5 0C dan klien tampak menggigil.
- Wajah klien tampak meringis.
- Takipnea (25-45x/menit), dyspnea
- Terdengar pernafasan mendengkur, rhonchi saat auskultasi.
- Tampak penggunaan pernafasan cuping hidung atau otot-otot aksesori
pernafasan.
- Klien tampak lemah dan pucat.
- Tampak area solid (konsolidasi) pada lobus-lobus paru dalam hasil rontgen
dada.
- Terjadi peningkatan taktil fremitus saat dilakukan palpasi.
- Suara pekak pada saat perkusi di daerah dada
- Terdengar bunyi nafas bronkovesikuler atau bronkial, egofoni (bunyi
mengembik yang terauskultasi), dan bisikan pektoriloquy (bunyi bisikan yang
terauskultasi melalui dinding dada).
- Ditemukannya ketidaknormalan pada hasil AGD.
- Terdapat perubahan pada frekuensi, ritme, dan kedalaman pernafasan.
- Kesadaran dapat menurun akibat perluasan infeksi menjadi sepsis

13. Diagnosis Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon individu,


keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, dimana
berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan,
membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan klien (Herdman, 2012).

- Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas
- Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
- Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus
capiler
- Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi)
- Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi
- Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
- Resiko Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan

14. Intervensi Keperawatan

Perencanaan keperawatan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang


merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan, bagaimana
dilakukan, kapan dilakukan, dan siapa yang melakukan dari semua tindakan
keperawatan (Dermawan, 2012).

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya hipersekresi


jalan napas
Tujuan:
Setelah diberikan askep selama ... x ... jam, diharapkan bersihan jalan nafas klien
kembali efektif dengan kriteria hasil:
Respiratory status: airway patency (status pernapasan: kepatenan jalan napas)
- Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/mnt)
- Irama pernapasn normal
- Kedalaman pernapasan normal
- Klien mampu mengeluarkan sputum secara efektif
- Tidak ada akumulasi sputum
Intervensi:
Respiratory monitoring
1) Pantau rate, irama, kedalaman, dan usaha respirasi
Rasional: mengetahui tingkat gangguan yang terjadi dan membantu dalam
menetukan intervensi yang akan diberikan.
2) Perhatikan gerakan dada, amati simetris, penggunaan otot aksesori, retraksi otot
supraclavicular dan interkostal
Rasional: menunjukkan keparahan dari gangguan respirasi yang terjadi dan
menetukan intervensi yang akan diberikan.
3) Monitor suara napas tambahan
Rasional: suara napas tambahan dapat menjadi indikator gangguan kepatenan jalan
napas yang tentunya akan berpengaruh terhadap kecukupan pertukaran udara.
4) Monitor pola napas : bradypnea, tachypnea, hyperventilasi, napas kussmaul, napas
cheyne-stokes, apnea, napas biot’s dan pola ataxic
Rasional: mengetahui permasalahan jalan napas yang dialami dan keefektifan pola
napas klien untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
Airway suctioning
5) Putuskan kapan dibutuhkan oral dan/atau trakea suction
Rasional: waktu tindakan suction yang tepat membantu melapangan jalan nafas
pasien
6) Auskultasi sura nafas sebelum dan sesudah suction
Rasional : Mengetahui adanya suara nafas tambahan dan kefektifan jalan nafas
untuk memenuhi O2 pasien
7) Informasikan kepada keluarga mengenai tindakan suction
Rasional : memberikan pemahaman kepada keluarga mengenai indikasi kenapa
dilakukan tindakan suction
8) Gunakan universal precaution, sarung tangan, goggle, masker sesuai kebutuhan
Rasional : untuk melindungai tenaga kesehatan dan pasien dari penyebaran infeksi
dan memberikan pasien safety
9) Gunakan alat disposible steril setiap melakukan tindakan suction trakea
Rasional: jalan nafas merupakn area steril sehingga alat digunkan juga steril untuk
mencegah penularan infeksi.
10) Pilihlah selang suction dengan ukuran setengah dari diameter endotrakeal,
trakheostomy, atau saluran nafas pasien
Rasional: penggunaan dimater yang lebih kecil agar tidak menyumbat jalan nafas
dan memberikan ruang agar pasien mampu melakukan respirasi
11) Gunakan aliran rendah untuk menghilangkan sekret (80-100 mmHg pada dewasa)
Rasional : aliran tinggi bisa mencederai jalan nafas
12) Monitor status oksigen pasien (SaO2 dan SvO2) dan status hemodinamik (MAP
dan irama jantung) sebelum, saat, dan setelah suction
Rasional : Mengetahui adanya perubahan nilai SaO2 dan satus hemodinamik, jika
terjadi perburukan suction bisa dihentikan.
13) Lakukan suction pada oropharing setelah selesai suction pada trakea
Rasional : melancarkan jalan nafas sehingga SaO2 menjadi optimal

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas


Tujuan:
Setelah diberikan askep selama ... x ... jam diharapkan pola napas klien efektif dengan
kriteria hasil:
Status pernapasan: ventilasi
- Kedalaman pernapasan normal
- Tidak tampak penggunaan otot bantu pernapasan
- Tidak tampak retraksi dinding dada
Tanda-tanda vital
- Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/mnt)

Intervensi :
Monitoring respirasi
a) Pantau RR, irama dan kedalaman pernapasan klien.
Rasional : Ketidakefektifan pola napas dapat dilihat dari peningkatan atau
penurunan RR, serta perubahan dalam irama dan kedalaman pernapasan
b) Pantau adanya penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi dinding dada
pada klien
Rasional : Penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi dinding dada
menunjukkan terjadi gangguan ekspansi paru
Memfasilitasi ventilasi
a) Berikan posisi semifowler pada klien.
Rasional : Posisi semifowler dapat membantu meningkatkan toleransi tubuh
untuk inspirasi dan ekspirasi.
b) Pantau status pernapasan dan oksigen klien.
Rasional : Kelainan status pernapasan dan perubahan saturasi O2 dapat
menentukan indikasi terapi untuk klien
c) Berikan dan pertahankan masukan oksigen pada klien sesuai indikasi
Rasional : Pemberian oksigen sesuai indikasi diperlukan untuk
mempertahankan masukan O2 saat klien mengalami perubahan status respirasi.

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus


kapiler
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x ...jam diharapkan gangguan
pertukaran gas dapat diatasi dengan kriteria hasil:
- Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
- Tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu bernafas dengan mudah)
- RR= 16-20 x/menit
- AGD klien dalam batas normal (Ph = 7,35-7,45 ; PCO2 = 35-45 ; HCO3 = 22-26 ;
BE = -2 - +2 ; PO2 = 80-100 ; SpO2 = 95-100%)

Intervensi :
Airway Management
a) Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu.
Rasional :Untuk memperlancar jalan napas klien.
b) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
Rasional : Memaksimalkan posisi untuk meningkatkan ventilasi klien.
c) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction.
Rasional : Menghilangkan obstruksi jalan napas klien.
d) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.
Rasional : Memantau kondisi jalan napas klien.
Respiratory Monitoring
a) Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi.
Rasional : Mengetahui karakteristik napas klien.
b) Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi
otot supraclavicular dan intercostal
Rasional : Penggunaan otot bantu pernapasan menandakan perburukan kondisi
klien.
c) Lakukan pemeriksaan AGD pada klien.
Rasional : Pemantauan AGD dapat menunjukkan status respirasi dan adanya
kerusakan ventilasi klien.

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi)


Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x ... jam diharapkan nyeri terkontrol
dengan kriteria hasil :
- Klien melaporkan nyeri terkontrol
- Klien mampu mengenali onset nyeri
- Dapat mengggunakan tekni non analgesik untuk mengurangi nyeri
Intervensi :
Pain Management :
1. Kaji intervensi nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, onset,
frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
Rasional : Mengetahui karakteristik unutk menentukan intervensi yang sesuai.

2. Observasi ketidaknyamanan secara non verbal


Rasional : Mengetahui nyeri yang tidak dikeluhkan dan menentukan intervensi
yang sesuai.
3. Diskusikan dengan klien faktor-faktor yang dapat mengurangi nyeri klien.
Rasional : Membantu dalam mengurangi nyeri klien.
4. Kolaboratif pemberian analgetik
Rasional : Untuk mengurangi nyeri yang dirasakan klien
Progressive Muscle Relaxation :
5. Setting tempat yang nyaman
Rasional : Untuk mendukung terapi yang akan dilakukan
6. Bantu klien mencari posisi yang nyaman
Rasional : Meningkatkan efek relaksasi
7. Ajarkan gerakan relaksasi otot progresif
Rasional : Menyebabkan relaksasi pada otot-otot dan mengurangi nyeri yang
dirasakan
8. Evaluasi respon relaksasi klien setelah diberikan terapi
Rasional : Mengetahui efektifitas terapi yang diberikan dalam mengurangi nyeri.

5. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit


Tujuan :
Setelah diberikan askep selama ... x ... jam, klien diharapkan panas badan klien
berkurang dengan kriteria hasil:
- Suhu badan pasien normal
- Pasien tidak mengalami komplikasi yang berhubungan.
Intervensi :
1) Pantau suhu pasien (derajat dan pola); perhatikan menggigil/ diaphoresis
Rasional : Suhu 38,90 – 41,10 menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Pola
demam dapat membantu dalam diagnosis, misalnya kurva demam lanjut berakhir
lebih dari 24 jam menunjukkan pneumonia pneumotokal, demam scarlet atau
tifoid; demam remiten menunjukkan infeksi paru; kurva intermiten atau demam
yang kembali normal sekali dalam periode 24 jam menunjukkan episode septic,
22ndocarditis septic, atau TB. Menggigil sering mendahului puncak suhu.

2) Pantau suhu lingkungan, batasi/ tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi
Rasional : Suhu ruangan/ jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan
suhu mendekati normal.
3) Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alcohol
Rasional : Dapat membantu mengurangi demam.
4) Kolaborasi pemberian antipiretik, misalnya ASA (aspirin), asetaminofen (Tylenol).
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada
hipotelamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi
pertumbuhan organism dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang
terinfeksi.

6. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan


makanan
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama .... x ... jam diharapkan kebutuhan nutrisi
klien terpenuhi dengan kriteria hasil :
a. Status nutrisi:
- Masukan nutrisi adekuat
b. Masukan makanan dalam batas normal Status nutrisi : masukan nutrisi:
- Masukan kalori dalam batas normal
- Nutrisi dalam makanan cukup mengandung protein, lemak, karbohidrat, serat,
vitamin, mineral, ion, kalsium, sodium
c. Status nutrisi : hitung biokimia
- Serum albumin dalam batas normal (3,4-4,8 gr/dl)
- Berat badan dapat dipertahankan / Tidak terjadi penurunan berat badan
Intervensi :
Nutrition therapy
a. Mengindikasikan pemberian terapi nutrisi parenteral (NGT).
Rasional : Membantu pemenuhan asupan nutrisi yang adekuat.
b. Monitor makanan/cairan yang dimakan dan hitung asupan kalori tiap hari dengan
tepat.
Rasional : Mengetahui perkembangan makan/minum klien sesuai kebutuhan.

c. Monitor ketepatan diet order yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi klien.
Rasional : Mencegah klien mendapat asupan yang tidak sesuai dengan prosedur.
d. Jaga kebersihan mulut.
Rasional : Menjaga kebersihan mulut dapat meningkatkan nafsu makan
e. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi
yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Rasional :Untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang sesuai dengan
kebutuhan klien
Fluid/ electrolyte management
a. Monitor abnormal serum elektrolit klien.
Rasional : Membantu memberikan terapi yang tepat sesuai kebutuhan.
b. Berikan intravenous infusion sesuai indikasi.
Rasional : Membantu menambah cairan/elektrolit tubuh bila asupan oral tidak
memenuhi kebutuhan.
Penanganan berat badan:
a. Timbang berat badan klien secara teratur.
Rasional : Dengan memantau berat badan klien dengan teratur dapat mengetahui
kenaikan ataupun penurunan status gizi.
b. Pantau konsumsi kalori harian.
Rasional : membantu mengetahui masukan kalori harian klien disesuaikan
dengan kebutuhan kalori sesuai usia.
c. Pantau hasil laboratorium, seperti kadar serum albumin, dan elektrolit.
Rasional : kadar albumin dan elektrolit yang normal menunjukkan status nutrisi
baik. Sajikan makanan dengan menarik.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan dalam ....x.... jam,diharapkan masalah intoleransi
aktivitas dapat teratasi dengan kriteria hasil :
- Mampu melakukan aktivitas sehari hari secara mandiri
- Tanda tanda vital dalam batas normal
- Mampu berpindah: dengan atau tanpa bantuan alat

Intervensi :
a. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
Rasional : untuk mengetahui penyebab dari kelelahan fisik
b. Monitor kelelahan fisik dan emosional
Rasional : untuk memantau kondisi fisik dan emosional pasien
c. Monitor pola dan jam tidur
Rasional : untuk mengetahui pola istirahat pasien
d. Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus
Rasional : Agar pasien dapat melakukan aktivitas dengan nyaman dan aman
e. Lakukan latihan rentang gerak pasif atau aktif
Rasional : untuk melatih gerakan pasien agar tidak terjadi kekakuan otot
f. Berikan aktifitas distraksi yang menyenangkan
Rasional : agar pasien dapat melatih otot dengan perasaan nyaman dan senang
g. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Rasional : agar pasien berlatih secara perlahan lahan untuk menyesuaikan
rentang geraknya

8. Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh


perawat dan pasien. (Riyadi, 2010).

Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana


keperawatan yang telah disusun pada
tahap perencanaan (Setiadi, 2012).

15. Evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah dilakukan


intervensi keperawatan dan mengkaji ulang asuhan keperawatan yang telah
diberikan (Deswani, 2009).

Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk


menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana
keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana
keperawatan (Manurung, 2011).
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada kasus di ruangan Flamboyan C RSKD Balikpapan pada An. S dengan


pneumonia, telah dilakukan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian yang dari
pengkajian itu ditemukannya 3 diagnosa yaitu, Pola nafas tidak efektif, bersihan
jalan nafas tidak efektif, resiko aspirasi. Pada perencanaan telah di buat sesuai
kebutuahan, sarana, dan prasarana An. S dan melaksanakan tindakan sesuai
perencanaan serta tindakan sesuai SOP. Pada evaluasi di hari kedua perkembangan
dan respon klien membaik namun pasien meminta untuk pulang paksa pada tanggal
08/05/2019 .
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC, 2002

Doenges, E. Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3. EGC : Jakarta.

Khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/03/askep-bronchopneumonia

Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima Medika : Jakarta

Nursecerdas.wordpress.com/2009/05/02/askep-anak-dengan-pneumonia/)

http://medicastore.com/penyakit/441/Pneumonia_radang_paru.html

http://repository.unimus.ac.id/2026/6/BAB%20II.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/65999/Chapter%20II.pdf?

sequence=4&isAllowed=y

Anda mungkin juga menyukai