Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

”DEKOMPENSASI CORDIS”

Disusun dalam rangka memenuhi tugas


stase keperawatan Bedah

DISUSUN OLEH:
NAMA : Marya Frans Siska Paputungan
NIM : 14420202125

PRODI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2020
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal jantung termasuk salah satu dari penyakit kardiovaskuler yang menempati
urutan tertinggi penyebab kematian di rumah sakit. Penderita penyakit gagal jantung
sudah tidak dialami oleh orang usia 50 tahun keatas atau lansia, sekarang usia
kisaran 30 tahun juga banyak yang terkena gagal jantung (Kasron, 2014). Gagal
jantung telah menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia dan juga menjadi
penyebab kenaikan jumlah perawatan di rumah sakit dengan menghabiskan biaya
cukup tinggi. Akibatnya terjadi peningkatan angka perawatan di rumah sakit karena
penyakit gagal jantung. Gagal Jantung menyebabkan beban preload dan afterload
meningkat yang mengakibatkan beban kinerja jantung bertambah, dalam
menghadapi peningkatan beban kinerjanya, jantung berkompensasi. Akan tetapi bila
beban lebih yang dihadapi berkelanjutan, maka mekanisme kompensasi akan
melampaui batas dan hal ini akan menimbulkan keadaan merugikan yaitu kongesti
paru, lalu akan terjadi penimbunan cairan dalam alveoli dan mengakibatkan
gangguan pertukaran gas.
Menurut data WHO 2015, 17,3 juta orang meninggal akibat gangguan
kardiovaskular dan lebih dari 23 juta orang akan meninggal setiap tahun dengan
gangguan kadiovaskular. Prevalensi gagal jantung berdasarkan pernah didiagnosis
dokter di Indonesia sebesar 0,13% atau sekitar 229.696 orang, dan berdasarkan
diagnosis dokter atau gejala sebesar sekitar 530.028 orang. Berdasarkan data
Riskesdas tahun 2016, di provinsi Jawa Timur jumlah penderita gagal jantung pada
usia lebih dari 15 tahun sebanyak 0,25% atau 97.125 orang, dan meningkat setiap
tahunnya. Di kabupaten Pasuruan, pada tahun 2016 penderita penyakit gagal
jantung dengan kasus kearah gangguan pertukaran gas dalam setiap tahunnya
mengalami peningkatan, mencapai 193.000 orang.
Gagal jantung merupakan suatu keadaan yang terjadi saat jantung gagal
memompakan darah dalam jumlah yang memadai untuk mencukupi kebutuhan
metabolisme (supply unequal with demand), atau jantung dapat bekerja dengan baik
hanya bila tekanan pengisian (ventricular filling) dinaikkan. Penyebab pemicu
kardiovaskular ini dapat digunakan untuk menilai kemungkinan morbiditas
kardiovaskuar (Aaronson & Ward, 2014). Adanya tekanan kapiler dan vena paru-
paru. Tekanan yang meningkat berkelanjutan akan menyebabkan cairan merembes
kedalam alveoli dan terjadilah edema paru, yang mengakibatkan gangguan
pertukaran gas akibat bendungan di berbagai organ dan low output (Andra & Yessie,
2013). Mortalitas 1 tahun pada pasien dengan gagal jantung cukup tinggi (20-60%)
dan berkaitan dengan gangguan pertukaran gas yang tidak segera ditangani,
sehingga mengakibatkan masuknya oksigen ke organ-organ vital seperti otak dan
jantung berkurang yang berujung pada kematian.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pada Klien Decompensasi Cordis?
C. Tujuan Umum
Melakukan Asuhan Keperawatan Pada Klien Decompensasi Cordis?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Decompensasi Cordis
1. DEFINISI
Gagal jantung merupakan sindrom klinis kompleks yang disebabkan oleh adanya
gangguan baik fungsional maupun struktural jantung sehingga mengurangi
kemampuan ventrikel untuk menerima dan memompa darah (Kusmatuti, 2014).
Kondisi dimana jantung tidak mampu mempertahankan cardiac output/
memompa darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan tubuh begitu juga
dengan venous return. Cardiac output tidak bisa mencukupi kebutuhan metabolik
tubuh(kegagalan pemompaan), sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung
masih cukup tinggi, instrumen yang mendasar tentang gagal jantung termasuk
kerusakan sifat kontraktilitas jantung yang berkurang dan vetrikel tidak mampu
memompa keluar darah sebanyak yang masuk selama diastole. Hal ini
menyebabkan volume pada saat diastolic akhir ventrikel secara progresif bertambah
(Nurarif, 2015).
2. Klasifikasi Decompensasi Cordis
Klasisfikasi fungsional gagal jantungmenurut New York Heart Association
(NYHA), yaitu:
1. Derajat 1: Tanpa keluhan, masih bisa melakukan aktivitas fisik sehari- hari tanpa
disertai kelelahan ataupun sesak napas.
2. Derajat 2 : Ringan, aktivitas fisik sedang menyebabkan kelelahan atau sesak
napas, tetapi jika aktivitas ini dihentikan maka keluhan pun hilang.
3. Derajat 3: Sedang, aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan atau sesak napas.
4. Derajat 4: Berat, tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari, bahkan pada saat
istirahat keluhan tetap ada dan semakin berat jika melakukan aktivitas
aktivitas ringan.
3. Etiologi
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah
keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan
kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti
regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan
dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat
menurun pada infark miokard atau kardiomiopati. Faktor lain yang dapat
menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel
(stenosis katup atrioventrikuler), gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel
(perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut
diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut
mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di
dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil.
Menurut (Smeltzer, 2009) penyebab gagal jantung meliputi :
1. Kelainan otot jantung menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung. Penyebab
yang mendasari kelainan fungsi otot misalnya aterosklerosis koroner (keadaan
patologis dimana terjadi penebalan arteri koronoris oleh lemak), hipertensi arterial
dan degeneratif atau inflamasi.
2. Penyakit arteri koroner yang menimbulkan infark miokard dan tidak berfungsinya
miokardium (kardiomiopati iskemik) karena terganggunya aliran darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis akibat penumpukan asam laktat. Infark
miokard biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Penyebab paling sering
adalah kardiomiopati alkoholik, miokarditis viral (termasuk infeksi HIV) dan
kardiomiopati dilatasi tanpa penyebab pasti (kardiomiopatiidiopatik).
3. Hipertensi Sistemik/pulmonal (peningkatan afterload), meningkatkan beban kerja
jantung mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertropi
miokard) dianggap sebagai kompensasi karena meningkatkan kontraktilitas jantung,
karena alasan yg tidak jelas hipertropi otot jantung dapat berfungsi secara normal,
akhirnya terjadi gagal jantung.
4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain, misalnya pada mekanisme gangguan aliran darah melalui
jantung (stenosis atau penyempitan katup semilunar dan katup alveonar), pada
peningkatan afterload mendadak hipertensi maligna (peningkatan tekanan darah
berat disertai kelainan pada retina, ginjal dan kelainan serebal).
6. Faktor sistemik : demam, tirotoksikosis, hipoksia, anemia ini memerlukan
peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia
dan anemia dapat menurunkan suplai oksigen kejantung. Asidosis (respiratorik /
metabolic) dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
Disritmia jantung akan terjadi dengan sendirinya secara sekunder akibat gagal
jantung menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi jantung.
4. Patofisologi
Penyebab decompensasi cordis atau gagal jantung menurut smeltzer (2009)
yaitu mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah
jantung normal, bila curah jantung berkurang sistem saraf simpatis akan
mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan perfusi jaringan yang
memadai maka volume sekuncup harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan
curah jantung.
Tetapi pada gagal jantung masalah utamanya adalah kerusakan dan kekakuan
serabut otot jantung dan volume sekuncup itu dipengaruhi tiga faktor yaitu preload,
kontraktilitas dan afterload, jika salah satu dari ketiga faktor tersebut terganggu maka
curah jantungnya akan berkurang.
Curah jantung yang menurun menyebabkan kongesti jaringan yang terjadi
akibat peningkatan tekanan arteri atau vena kongesti paru terjadi karena ventrikel
kiri gagal memompa darah dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru
menyebabkan cairan terdorong ke paru, manifestasinya meliputi dispnea, batuk,
mudah lelah, takikardi, bunyi jantung S3, kecemasan dan kegelisahan. Bila
ventrikel kanan gagal mengakibatkan kongesti visera dan jaringan perifer, sebagai
akibat sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan darah secara adekuat.
5. Pathway
WOC Decompensasi Cordis
(Nanda, 2015)

Faktor Resiko

Kontraktilitas menurun Hipertensi


Infeksi

Afterload Menurun Abnormal Otot


Emboli paru
Jantung
Preload Meningkat
Infrak Miokard
Anemia

Gagal Jantung

Difunsi Ventrikel Kiri Respon Kenaikan Frekuensi


Jantung

Backward failur
Peningkatan kebutuhan oksigen

LVED Naik
Asisdosis tingkat jaringan
Tek vena pulmonalis

Penurunan perfusi jaringan


Tek vena kapiler

Ronchi basah Pengaruh Jaringan Lanjut


Penurunan aliran darah ke
ginjal,usu,dan kulit
Iritasi mukosa paru Iskemi Miokard

Penurunan keluaran urin,


Penumpukkan sekret kenaikkan letargi, kulit dingin,
Penurunan curah jantung sianosisi

Refleks batuk
Menahan Na+H2O (Oedem

Ketidak efektifan
Kelebihan Volume Cairan
bersihan jalan nafas
6. Manifestasi Klinis
Berikut adalah manifestasi klinis gagal jantung, (Majid, 2013):
1. Tanda dominan : Meningkatnya volume intravaskuler. Kongestif jaringan akibat
tekanan arteri dan vena meningkat karena penurunan curah jantung. Manifestasi
kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan yang terjadi di ventrikel.
2. Gagal jantung kiri : Kongesti paru menonjol, hal ini disebabkan ketidak mampuan
ventrikel kiri memompa darah yang datang dari paru.
Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
a) Dispnea : Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan
mengganggu pertukaran gas, bisa juga terjadi ortopnea. Beberapa pasien
bisa mengalami kondisi ortopnea pada malam hari yang sering disebut
Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND).
b) Batuk.
c) Mudah lelah : Terjadi karena curah jantung berkurang dan menghambat
jaringan dari sirkulasi normal, serta terjadi penurunan pada pembuangan
sisa dari hasil katabolisme yang diakibatkan karena meningkatnya energi
yang digunakan saat bernafas dan terjadinya insomnia karena distress
pernafasan.
d) Kegelisahan dan kecemasan. Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan,
stress akibat kesakitan saat bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak
berfungsi bagaimana semestinya.
3. Gagal jantung kanan
a. Kongestif pada jaringan perifer dan jaringan viseral.
b. Edema ekstrimitas bawah, biasanya edema pitting, penambahan berat
badan.
c. Hepatomegali dan nyeri tekan pada abdomen di kuadran kanan atas,
terjadi karena adanya pembesaran vena di hepar.
d. Anoreksia dan mual. Terjadi karena adanya pembesaran vena dan statis
vena di dalam rongga abdomen.
e. Nokturia (sering kencing malam hari).
f. Kelemahan.
8. Komplikasi Decompensasi Cordis
Berikut komplikasi dari gagal jantung menurut (Wijaya & Putri 2013) antara lain:
1) Adema paru akut dapat terjadi akibat gagal jantung kiri.
2) Syok kardiogenik.
Akibat penurunan dari curah jantung dan perfusi jaringan yang
tidak adekuat ke organ vital (jantung dan otak).
3) Episode trombolik.
Thrombus terbentuk akibat imobilitas pasien dan gangguan
sirkulasi, trombus dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh
darah.
4) Efusi pericardial dan tamponade jantung.
Masuknya cairan ke kantung pericardium, cairan dapat
meregangkan pericardium sampai ukuran maksimal. Cardiac
output menurun dan aliran balik vena ke jantung.
9. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG: digunakan untuk mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler,
penyimpangan aksis, iskemia, dan disritmia (takikardi, fibrilasiatrial).
Ekokardiografi, gelombang suara untuk menggambarkan jantung, dapat
memperlihatkan dilatasi abnormal ruang-ruang jantung dan kelainan
kontraktilitas
2. Kateterisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan dengan sisi kiri dan stenosis katup
atau insufisiensi, juga mengkaji potensi arteri kororner Zat kontras
disuntikkan ke dalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan ejeksi
fraksi/perubahan kontraktilitas.
3. Rontgen dada: dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertropi ventrikel, perubahan pembuluh darah
mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal.
4. Sonogram (ekokardiogram-ekokardiogram Doppler): dapat menunjukkan
dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup, atau area
penurunan kontraktilitas ventrikular..
10. Penatalaksanaan
Ada beberapa penatalaksanaan decompensasi cordis. Tidak ada pengobatan
secara spesifik untuk proses penyembuhan penyakit gagal jantung, akan tetapi
secara umum ada beberapa penatalaksanaan pengobatan untuk gagal jantung
adalah sebagai berikut (Nurarif, 2015) :
1) Perawatan
a) Tirah baring/bedrest
Kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus benar-benar dikurangi,
mengingat kebutuhan oksigen yang relatif meningkat.
b) Pemberian oksigen
Pemberian oksigen secara rumat biasanya diperlukan 2 liter/menit dalam
keadaan sianosis sekali dapat lebih tinggi.
c) Diet
Umumnya diberikan makanan lunak dengan rendah (pembatasan) garam.
Jumlah kalori sesuai kebutuhan, pasien dengan gizi kurang diberi makanan
tinggi kalori tinggi protein. Cairan diberikan 80-100 ml/kgBB/hari.
2. Pengobatan medik
1. Digitalisasi
Digitalis akan memperbaiki kerja jantung dengan memperlambat dan
memperkuat kontraksi jantung serta meninggikan curah jantung.
2. Diuretik
Diuresis dapat mengurangi beban awal (preload), tekanan pengisian yang
berlebihan dan secara umum untuk mengatasi retensi cairan yang
3. Vasodidator
Obat vasodilator menurunkan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri dan
menghilangkan bendungan paru serta beban kerja jantung jadi berkurang.
3. Operatif
Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah antara lain :
a) Revaskularisasi (perkutan, bedah).
b) Operasi katup mitral.
c) Aneurismektomi.
d) Kardiomioplasti.
e) External cardiac support.
f) Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventricular.
g) Implantable cardioverter defibrillators (ICD).
Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1. Identitas pasien
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat penyakit sekarang
2. Pemeriksaan fisik
1. Airway
Obstruksi total disebabkan oleh tertelannya benda asing yang menyumbat
dipangkal laring. Obstruksi parsial disebabkan oleh cairan (darah, sekret,
aspirasi lambung, lidah jatuh kebelakang, penyrmpitan dilaring dan trakea).
Hal yang paling penting dilakukan pada pasien tidak sadar adalah membuka
jalan napas.
2. Breathing
Dispnea pada saat beraktivitas, tidak sambil duduk/ dengan beberapa bantal.
Batuk dengan atau tanpa pembentukan sputum, penggunanan bantuan
pernapasan misal: oksigen. Batuk: kering/ nyaring/ non produktif/ mungkin
tanpa sputum terus menerus.
3. Circulation
1. Warna kulit: pucat/ sianosis
2. Tekanan darah mungkin rendah
3. Nadi mungkin lemah menunjukan penuruna volume sekuncup
4. Frekuensi jantung: disritmia
5. Nadi apical mungkin menyebar dan merubah posisi secara inferior ke kiri
6. Bunyi jantung S3 (Gallop), S4 dapat terjadi S1 dan S2 mungkin melemah
7. Murmur sistolik dan diastolik dapat menandakan adanya stenosis katup
atau insufisiensi
8. Nadi: perifer berkurang, nadi sentral mungkin kuat (nadi jugularis dan
karotis)
9. Pengisian kapiler (Capillery Refill Time) lambat
4. Makanan dan Cairan
1. Kehilangan nafsu makan: mual/ muntah
2. Penambahan berat badan secara signifikan
3. Pembengkakan pada ekstremitas bawah
4. Pakaian/ sepatu terasa sesak
5. Diit tinggi garam/makanan yang telah diproses: lemak, gula, dan kafein
6. Distensi abdomen (asites)
7. Edema
5. Aktivitas/ Istirahat
1. Keletihan/ kelelahan terus menerus sepanjang hari
2. Insomnia
3. Nyeri dada dengan aktivitas
4. Dispnea saat istirahat/beraktivitas
5. Gelisah, perubahan status mental misal, letargi
6. Tanda vital berubah saat aktivitas
2. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sekret akibat reflek batuk menurun.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dnegan perubahan kontraktilitas
miokard.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan berkurangnya curah jantung
akibat retensi cairan dan natrium oleh ginjal.
4. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Rencana Tindakan
Dan Rasional
1 Ketidakefektifan bersihan jalan NOC NIC
napas berhubungan dengan
- Respiratory status: ventilation 1) Auskultasi paru akan ronkhi atau mengi.
penumpukan sekret akibat reflek
- Respiratory status: airway
Rasional : melihat adekuatnya pertukaran gas
batuk menurun
patency
dan adanya sekret
Kriteria Hasil:
2) Berikan posisi kepala klien lebih tinggi
- mendemonstrasikan batuk Rasional : Peninggian kepala memungkinkan
efektif diafragma untuk berkonstraksi
- tidak sianosis dan dyspneu
3) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
(mampu bernafas dengan
Rasional: memudahkan pengeluaran sekret
mudah, tidak ada pursued lips)
4) Ajarkan pasien batuk efektif
- Menunjukkan jalan nafas yang
Rasional : Mengajari pasien cara mengeluarkan
paten (klien tidak merasa
sputum melalui batuk efektif
tercekik, frekuensi pernafasan,
5) Kolaborasi pemberian terapi O2
irama nafas dalam rentang
normas, tidak terdapat suara Rasional : menyuplai O2 dan meringankan kerja
nafas tambahan) pernafasan
6) Monitor respirasi dan status O2

Rasional: deteksi dini apabila terjadi


ketidakpatenan status oksigenasi
7) Kolaborasikan pemberian bronkodilator jika
perlu

Rasional : untuk memudahkan pengeluaran sekret


2 Penurunan curah jantung NOC NIC
berhubungan dnegan perubahan
- Cardiac Pump effectiveness 1) monitor tanda-tanda vital
kontraktilitas miokard
- Circulation Status
Rasional : mengetahui keadaan umum pasien
- Vital Sign Status
2) evaluasi adanya nyeri dada(intensitas,
lokasi, durasi)
Rasional : mendeteksi secara cepat tanda-tanda
gagal jantung
Kriteria Hasil: 3) monitor status pernapasan yang menandakan
- Tanda Vital dalam rentang normal gagal jantung
(Tekanan darah, Nadi, respirasi) Rasional : respirasi yang tidak adekuat
- Dapat mentoleransi aktivitas, merupakan tanda awal gagal jantung

tidak ada kelelahan (kebutuhan oksigen tidak terpenuhi)

- Tidak ada edema paru, perifer, 4) monitor aktivitas pasien

dan tidak ada asites


- Tidak ada penurunan kesadaran
Rasional: mengetahui tingkat/klasifikasi gagal
antung pasien
5) anjurkan pasien untuk mengurangi aktivitas
yang berlebihan
Rasional : aktivitas berlebihan dapat

meningkatkan sesak napas dan kelelahan


3 Kelebihan volume cairan NOC NIC
berhubungan dengan
2. electrolit and acid base balance 1) pantau intake dan output cairan selama 24
berkurangnya curah jantung,
3. fluid balance jam
retensi cairan dan natrium oleh
4. hydration Rasional : meningkatkan keseimbangan cairan
ginjal
Kriteria Hasil: pasien
- terbebas dari edema, efusi 2) pertahankan posisi duduk atau semifowler
- bunyi napas bersih, tidak ada selama masa akut
Rasional : meningkatkan filtrasi ginjal dan
dispneu/ortopneu
menurunkan produksi ADH sehingga
- terbebas dari distensi vena
meningkatkan diuresis
jugularis, reflek hepatojugular (+)
3) timbang perubahan berat badan tiap hari
- melihara tekanan vena sentral,
Rasional : peningkatan berat badan mengetahui
tekanan kapiler paru, output
edema pasien akibat gagal jantung
jantung dan vital sign dalam batas
normal
- Terbebas dari kelelahan,
kecemasan atau kebingungan 4) pantau hasil pemeriksaan laboratorium Rasional :
- Menjelaskan indikator kelebihan mengetahui perkembangan penyakit
cairan 5) pertahankan diet pembatasan natrium sesuai
dengan indikasi
Rasional : natrium berlebih mengakibatkan volume
cairan tubuh meningkat akibat retensi
Urine
5. Implementasi Keperawatan
Implementasi Keperawatan merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai tindakan
keperawatan yang telah direncanakan.
6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak
untuk mengatasi suatu masalah. Pada tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan, dan pelaksanaan telah tercapai
DAFTAR PUSTAKA
Abdul majid, S.Kep., Ns, M. K. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular. In Pustaka Baru Press.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnósticos enfermeros NANDA. Mycological
Research.
Kusmatuti, N 2014, ‘Asuhan Keperawatan Pada Tn.G dengan Decompensasi Cordis
di Instalasi Gawat Darurat RSUD Solo’, Naskah Publikasi, Universitas
Muhammadiyah, Surakarta
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & Nanda NIC- NOC. In Medication Jogja.
Raphael, C., Briscoe, C., Davies, J., Whinnett, Z. I., Manisty, C., Sutton, R., Mayet, J., &
Francis, D. P. (2007). Limitations of the New York Heart Association functional
classification system and self-reported walking distances in chronic heart failure. Heart.
https://doi.org/10.1136/hrt.2006.089656
Kasron. 2014, Buku Ajar Gangguan Sistem Kardivaskuler. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Smeltzer, S. C. & B. B. G. (2009). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
&Suddarth Edisi 8. Jakarta : EGCrt
Wijaya, A. S., & Yessie Mariza Putri. (2013). KMB2 Keperawatan Medikal Bedah. In KMB
2 Keperawatan Medikal Bedah

Anda mungkin juga menyukai