Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)

OLEH

NUR ANDANI
(14420191045)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN IX


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2019

1
LAPORAN PENDAHULUAN
CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)

A. KONSEP DASARMEDIS
1. Defenisi
Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) adalah
kondisi dimana fungsi jantung sebagai pompa untuk mengantarkan darah yang
kaya oksigen ke tubuh tidak cukup untuk memenuhi keperluan-keperluan tubuh
(J.Charles reeves dkk, 2001 dikutip dalam Wijaya & Putri, 2013).
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan terhadap oksigen dan nutrien. (Diane C. Baughman dan Jo Ann C.
Hockley, 2000 dikutip dalam Wijaya & Putri, 2013)
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa
darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrien.
(Brunner and Suddarth, 2001 dikutip dalam Wijaya & Putri, 2013).
Gagal jantung adalah sindrome klinis (sekumpulan tanda dan gejala),
ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang
disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung dapat
disebabkan oleh gangguan yang mengakibatkan terjadinya pengurangan
pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) dan/atau kontraktilitas miokardial
(disfungsi sistolik) (Nurarif & Kusuma, 2015)

2. Etiologi
Menurut Kasron (2012) ada beberapa penyebab dari gagal jantung :
1. Kelainan Otot Jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner,
hipertensi arterial, dan penyakit degenerative atau inflamasi.
2. Aterosklerosis Koroner
Aterosklerosis Koroner mengkibatkan disfungsi miokardium
karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan

1
asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian
sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan
dan penyakit miokardium degenerative, berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
3. Hipertensi Sistemik atau Pulmonal
Meningkatnya beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrophi serabut otot jantung.
4. Peradangan dan Penyakit Miokardium Degeneratif
Sangat berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit Jantung Lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi
darah (tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis
AV), peningkatan mendadak after load.
6. Faktor Sistemik

Terdapat sejumlah factor yang berperan dalam perkembangan dan


beratnya gagal ginjal. Meningkatnya laju metabolisme, hipoksia dan
anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat
menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau
metabolic dan abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas
jantung.

3. Klasifikasi
a. Klasifikasi menurut gejala dan intensitas gejala (Kasron, 2012):
1) Gagal jantung akut terjadinya secara tiba – tiba, ditandai dengan
penurunan kardiak output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Ini
dapat mengakibatkan edema paru dan kolaps pembuluh darah.

2
2) gagal jantung kronik terjadinya secara perlahan ditandai dengan
penyakit jantung iskemik, penyakit paru kronis. Pada gagal jantung
kronik terjadi retensi air dan sodium pada ventrikel sehingga
menyebabkan hipervolemia, akibatnya ventrikel dilatasi dan
hipertrofi.
b. Klasifikasi gagal jantung menurut letaknya (Kasron, 2012):
1) Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa
darah secara adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal,
hipertensi, dan kelainan pada katup aorta / mitral.
2) Gagal jantung kanan, disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat
gagal jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan yang
terbendung akan berakumulasi secara sistemik di kaki, ascites,
hepatomegali, efusi pleura dan lain – lain.
c. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik (Kasron, 2012):
1) Sistolik terjadi karena penurunan kontraklititas ventrikel kiri sehingga
ventrikel kiri tidak mampu memompa darah akibatnya kardiak output
menurun dan ventrikel hipertrofi.
2) Diastolik karena ketidakmampuan ventrikel dalam pengisian darah
akibatnya stroke volume cardiac output turun.
d. Klasifikasi fungsional gagal jantung menurut New York Heart
Association (NYHA) dikutip dalam Nurarif dan Kusuma (2015) yaitu:
1) Kelas I : Tidak ada keterbatasan aktivitas fisik.aktivitas fisik biasa
tidak menyebabkan keletihan atau dispnea.
2) Kelas II : sedikit keterbatasan fisik. Merasa nyaman saat istirahat,
tetapi aktivitas fisik biasa menyebabkan keletihan atau dispnea.
3) Kelas III : keterbatasan nyata aktivitas fisik tanpa gejala. Gejala
terjadi bahkan saat istirahat. Jika aktivitas fisik dilakukan, gejala
meningkat.
4) Kelas IV : tidak mampu melaksanakan aktivitas fisik tanpa gejala.
Gejala terjadi bahkan pada saat istirahat, jika aktivitas fisik dilakukan,
gejala meningkat.

3
4. Patofisiologi
Fungsi jantung sebagai sebuah pompa diindikasikan oleh
kemampuannya untuk memenuhi suplai darah yang adekuat keseluruh
bagian tubuh, baik dalam keadaan istirahat maupun saat mengalami stress
fisiologis.
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi
keadaan-keadaan :
1. Preload (Beban Awal)
Jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan
tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
2. Kontraklititas
Perubahan kekuatan kontriksi berkaitan dengan panjangnya regangan
serabut jantung.
3. Afterload (beban akhir)
Besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa
darah melawan tekanan yang diperlukan oleh tekanan arteri.
Pada keadaan gagal jantung, bila salah satu / lebih dari keadaan
diatas terganggu, menyebabkan curah jantung menurun, meliputi keadaan
yang menyebabkan preload meningkat contoh regurgitasi aorta, cacat
septum ventrikel. Menyebabkan afterload meningkat yaitu pada keadaan
stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat
menurun pada infark miokardium dan kelainan otot jantung.
Adapun mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi
menurunnya kemampuan kontraktilitas jantung, sehingga darah yang
dipompa pada setiap kontriksi menurun dan menyebabkan penurunan
darah keseluruh tubuh. Apabila suplai darah kurang ke ginjal akan
mempengaruhi mekanisme pelepasan renin-angiotensin dan akhirnya
terbentuk angiotensin II mengakibatkan terangsangnya sekresi aldosteron
dan menyebabkan retensi natrium dan air, perubahan tersebut
meningkatkan cairan ekstra-intravaskuler sehingga terjadi
ketidakseimbangan volume cairan dan tekanan selanjutnya terjadi edema.
Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial.

4
Proses ini timbul masalah seperti nokturia dimana berkurangnya
vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat dan juga redistribusi cairan dan
absorpsi pada waktu berbaring. Gagal jantung berlanjut dapat
menimbulkan ascites, dimana ascites dapat menimbulkan gejala-gejala
gastrointestinal seperti mual, muntah, anoreksia.
Apabila suplai darah tidak lancar di paru-paru (darah tidak masuk
ke jantung), menyebabkan penimbunan cairan dparu-paru yang dapat
menurunkan pertukaran O2 dan CO2 antara udara dan darah diparu-paru.
Sehingga oksigenisasi arteri berkurang dan terjadi peningkatan CO 2, yang
akan membentuk asam didalam tubuh. Situasi ini akan memberikan suatu
gejala sesak napas (dyspnea), ortopnea (dyspnea saat berbaring) terjadi
apabila aliran darah dari ekstermitas meningkatkan aliran balik vena ke
jantung dan paru-paru.

Apabila terjadi pembesaran vena dihepar mengakibatkan


hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan. Suplai darah yang
kurang didaerah otot dan kulit, menyebabkan kulit menjadi pucat dan
dingin serta timbuk gejala letih, lemah, lesu (Brunner & Suddarth, 2002
dikutip dalam Kasron, 2012).

5. Manifestasi Klinik
Menurut Ardiansyah (2012) manifestasi klinis gagal jantung secara
keseluruhan sangat bergantung pada etiologinya. Namun, manifestasi
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Meningkatnya volume intravaskuler.
b. Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat.
c. Edema paru akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis, sehingga
cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli, yang dimanifestasikan
dengan batuk dan napas pendek.
d. Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat tekan sistemik.
e. Turunnya curah jantung akibat darah tidak dapat mencapai jaringan dan
organ.

5
f. Tekanan perfusi ginjal menurun sehingga mengakibatkan terjadinya
pelepasan renin dari ginjal, yang pada gilirannya akan menyebabkan
sekresi aldostoron, retensi natrium, dan cairan, serta peningkatan volume
intravaskuler.
g. Tempat kongestif tergantung dari ventrikel yang terlibat, misalnya
disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri.
h. Dispnea, yang terjadi akibat penimbuhan cairan dalam alveoli yang
mengganggu pertukaran gas. Gangguan ini dapat terjadi saat istirahat
ataupun beraktivitas (gejalanya bisa dipicu oleh aktivitas gerak yang
minimal atau sedang).
i. Ortopnea, yakni kesulitan bernapas saat penderita berbaring.
j. Paroximal, yakni nokturna dispnea. Gejala ini biasanya terjadi setelah
pasien duduk lama dengan posisi kaki dan tangan di bawah atau setelah
pergi berbaring ke tempat tidur.
k. Batuk, baik kering maupun basah sehingga menghasilkan dahak/ lendir
(sputum) berbusa dalam jumlah banyak, kadang disertai darah dalam
jumlah banyak.
l. Mudah lelah, di mana gejala ini muncul akibat cairan jantung yang
kurang sehingga menghambat sirkulasi cairan dan sirkulasi oksigen yang
normal, di samping menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme.
m. Kegelisahan akibat gangguan oksigenasi jaringan, stres akibat munculnya
rasa sesak saat bernapas, dan karena si penderita mengetahui bahwa
jantungnya tidak berfungsi dengan baik.
n. Disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan, dengan tanda dan
gejala berikut:
1) Edema ekstremitas bawah atau edema dependen
2) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas abdomen.
3) Anoreksia dan mual, yang terjadi akibat pembesaran vena dan status
vena di dalam rongga abdomen
4) Rasa ingin kencing pada malam hari, yang terjadi karena perfusi renal
dan didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring, serte

6
5) Badan lemah, yang diakibatkan oleh menurunnya curah jantung,
gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk sampah katabolisme
yang tidak adekuat dari jaringan.
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) manifestasi klinis gagal jantung
meliputi:
a. Kriteria major
Paroksimal nocturnal dispnea, distensia vena leher, ronki paru,
kardiomegali, edema paru akut, gallop S3, peninggian vena jugularis,
refluks hepatojugular
b. Kriteria minor
Edema ekstremitas, batuk malam hari, dipnea d’effort, hepatomegali,
efusi pleura, penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal, takikardia
(.>120/menit).
c. Major atau minor
Penurunan BB ≥ 4.5 kg dalam 5 hari pengobatan
Diagnosa gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2
kriteria minor
6. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan menurut
Nurarif & Kusuma (2015) yaitu:
a. EKG (Elektrokardiogram)
Hipertropi atrial atau ventrikular, penyimpangan aksis, iskemia, dan
kerusakan pola mungkin terlihat. Distrimia, misalkan takikardia,
fibrilasi atrial, mungkin sering terdapat KVP, kenaikan segmen ST/T
persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard menunjukkan
adanya aneurisme ventrikular (dapat menyebebabkan gagal/disfungsi
jantung).
b. Uji Stress
Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan untuk menetukan
kemungkinan iskemia atau infark yang terjadi sebelumnya
c. Ekokardiografi

7
1) Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi volume balik
dan kelainan regional, model M paling sering dipakai dan di
tayangkan bersama EKG)
2) Ekokardiografi dua dimensi (CT-Scan)
3) Ekokardiografi Doppler (memberikan pencitraan dan pendekatan
transesofageal terhadap jantung).
d. Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan
gagal jantung sisi kanan versus sisi kiri, dan stenosis katup atau
insufisiensi. Juga mengkaji potensi arteri koroner. Zat kontras disuntikan
ke dalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan ejeksi
fraksi/perubahan kontraktilitas.
e. Radiografi dada
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan
dilatasi/hipetrofi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah
mencerminkan peningkatan peningkatan tekanan pulmonal. Kontur
abnormal misalkan bulging pada perbatasan jantung kiri, dapat
menunjukkan aneurisme ventrikel.
f. Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretik.
g. Oksimetri nadi
Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika Gagal Jantung Kongestif
akut memperburuk PPOM atau Gagal Jantung Kongestif Kronik.
h. Analisa Gas Darah (AGD)
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan (dini)
atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).
i. Blood Ureum Nitrogen (BUN) dan Kreatinin
Pengkatan BUN menandakan penurunan perfusi ginjal. Kenaikan baik
BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.
j. Pemeriksaan Tiroid

8
Peningkatan aktivitas tiroid menunjukkan hiperaktivitas tiroid sebagai
pre-pencetus Gagal Jantung Kongestif.

7. Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan penyakit gagal jantung menurut Kasron
(2012) yaitu meliputi:
a. Non Farmakologi
1) CHF Kronik
a) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan
menurunkan konsumsi oksigen melalui istirahat atau pembatasan
aktivitas. Pemberian oksigen sangat dibutuhkan, terutama pada
pasien gagal jantung yang disertai dengan edema paru. Pemenuhan
oksigen akan mengurangi kebutuhan miokardium dan membantu
memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
b) Diet pembatasan natrium (< 4 gr / hari) untuk menurunkan edema.
Pembatasan natrium ditunjukan untuk mencegah, mengatur, atau
megurangi edema, seperti pada hipertensi atau gagal jantung.
Hindari penggunaan kata - kata makanan “rendah garam” atau
“bebas garam”. Kesalahan yang terjadi biasanya disebabkan akibat
penerjemahan yang tidak konsisten dari garam ke natrium. Harus
selalu diingat bahwa garam kini tidak 100% natrium. Terdapat 393
mg atau sekitar 400 mg natrium dalam 1 gram (1.000 mg) garam.
c) Pembatasan cairan (kurang lebih 1200 – 1500 cc / hari)
d) Menghentikan obat – obatan yang memperparah seperti NSAID
karena efek prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan
natrium.
e) Olahraga secara teratur
f) Terapi nitrat dan vasodilator

Penggunaan nitrat, baik secara akut maupun kronis, dalam


penatalaksanaan gagal jantung telah banyak mendapatkan
dukungan dari para pakar kesehatan, dengan menyebabkan
vasodilatasi perifer, jantung di unloaded (penurunan afterload),
pada peningkatan curah jantung lanjut, penurunan pulmonary artery

9
wedge pressure (pengukuran derajat kongestif dan beratnya gagal
ventrikel kiri), serta penurunan pada konsumsi oksigen mokard.
Bentuk terapi ini telah diketahui bermanfaat pada gagal ginjal
ringan sampai sedang, serta pada kasus gagal edema pulmonal akut
yang berhubungan dengan infark miokard, gagal ventrikel kiri yang
sulit sembuh kronis, dam kegagalan yang berhubungan dengan
regurgitasi mitral berat.
2) CHF Akut
a) Oksigenasi (ventilasi mekanik)
b) Pembatasan cairan (<1,5 liter / hari).

b. Farmakologi
Tujuan : untuk mengurangi afterload dan preload
1) First Line Drugs ; Diuretic
Selain tirah baring (bedrest), pembatasan garam dan air serta diuretik-
baik oral maupun parenteral akan menurunkan preload dan kerja
jantung. Dieuretik memiliki efek antihipertensi denganmeningkatkan
pelepasan air dan garam natrium. Hal ini menyebabkan pelepasan air
dan garam natrium. Hal ini menyebabkan penurunan volume cairan
dan merendahkan tekanan darah.Tujuan untuk mengurangi afterload
pada disfungsi sistolik mdan mengurangi kongesti pulmonal pada
disfungsi diastolic.Obatnya adalah Thiazide Diuretics untuk CHF
sedang, Loop Diuretic, Metolazon (kombinasi dari Loop Diuretic
untuk meningkatkan pengeluaran cairan), Kalium Sparing Diuretic.
2) Second Line Drugs ; ACE Inhibitor
Tujuan untuk membantu meningkatkan COP dan menurunkan kerja
jantung, obatnya adalah :
a) Digoxin, untuk meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak
digunakan untuk kegagalan diastolik yang mana dibutuhkan
pengembangan ventrikel untuk relaksasi.
b) Hidralazin, untuk menurunkan afterload pada disfungsi sistolik.
c) Isobarbide dinitrat, untuk mengurangi preload dan afterload untuk
disfungsi sistolik, hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.

10
d) Calsium Channel Blocker, untuk kegagalan diastolik,
meningkatkan relaksasi dan pengisian ventrikel (jangan dipakai
pada CHF Kronik).
e) Beta Blocker, sering dikontraindikasikan karena menekan respon
miokard. Digunakan pada disfungsi diastolik untuk mengurangi
HR, mencegah iskemi miokard, menurunkan TD, Hipertrofi
ventrikel kiri.
c. Pendidikan Kesehatan
1) Informasikan pada klien, keluarga dan pemberi perawatan tentang
penyakit dan penanganannya.
2) Informasi difokuskan pada monitoring BB setiap hari dan intake
menurun.
3) Diet yang sesuai untuk lansia CHF : pemberian makanan tambahan
yang banyak mengandung kalium seperti pisang, jeruk dan lain – lain.
4) Teknik konservasi energy dan latihan aktivitas yang dapat ditoleransi
dengan bantuan terapis.
d. Penatalaksanaan berdasarkan kelas NYHA :
1) Kelas I : Non farmakologi meliputi diet rendah garam, batasi cairan,
menurunkan berat badan, menghindari alcohol dan rokok, aktifitas
fisik, manajemen stress.
2) Kelas II, III : Terapi pengobatan meliputi diuretic, vasodilator, ACE
inhibitor, digitalis, dopamineroik, oksigen.
3) Kelas IV : Kombinasi diuretic, digitalis, ACE inhibitor seumur hidup.

8. Komplikasi
a. Shock kardiogenik
Shock kardiogenik ditandai dengan adanya gangguan fungsi
ventrikel kiri. Dampaknya adalah terjadi gangguan berat pada perfusi
jaringan dan penghantaran berat pada perfusi jaringan dan penghantaran
oksigen ke jaringan. Gejala ini merupakan gejalayang khas terjafi pada
kasus shock kardigenik yang disebabkan oleh infark miokardium akut.
Gangguan ini disebabkan oleh hilangnya 40% atau lebih jaringan otot
pada ventrikel kiri dan nekrosis vokal di seluruh ventrikel, karena

11
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan persediaan oksigen
miokardium (Ardiansyah, 2012)
b. Edema paru-paru
Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema yang
muncul di bagian tubuh mana saja, termasuk faktor apa pun yang
menyebabkan cairan interstitial paru-paru meningkat dari batas negatif
menjadi batas positif. Penyebab kelainan paru-paru yang paling umum
adalah:
1) Gagal jantung sisi kiri (penyakit katup mitral) yang mengakibatkan
peningkatan tekanan kapiler paru-paru, sehingga membanjiri ruang
interstitial dan alveoli.
2) Kerusakan pada membran kapiler paru-paru yang disebabkan oleh
infeksi seperti pneumonia atau terhirupnya bahan-bahan yang
berbahaya (misalnya gas klorin atau gas sulfur dioksida). Masing-
masing infeksi tersebut menyebabkan kebocoran protein plasma,
sehingga dengan cepat cairan keluar dari kapiler (Ardiansyah, 2012)
c. Episode trombolitik
Trombus terbentuk karena imobilitas pasien dan gangguan sirkulasi
dengan aktivitas trombus dapat menyumbat pembuluh darah (Wijaya &
Putri, 2013).
d. Efusi perikardia dan tamponade jantung
Masuknya cairan kekantung perikardium, cairan dapat
meregangkan perikardium sampai ukuran maksimal. COP menurun dan
aliran balik vena kejantung mengakibatkan tamponade jantung (Wijaya
& Putri, 2013).

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan
menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut.
(Santosa. NI, 1989, 154). Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi
pengumpulan data, analisa dan sintesa data serta perumusan diagnosa
keperawatan.Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan dan masalah

12
kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial
danlingkungan pasien.
Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, tim – tim
kesehatan lain, catatan / data pasien dan hasil pemeriksaan
laboratorium.Metode pengumpulan data melalui observasi (yaitu dengan
cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa
percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa
catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur (mencakup
semua materi, buku-buku, masalah dan surat kabar).
a. IdentitasKliendanPenanggungJawabKlien
b. RiwayatKesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan yang paling sering menjadi alasan pasien untuk
meminta pertolongan pada tenaga kesehatan adalah:
a) Dispnea
Keluhan dispnea atau sesak napas merupakan menifestasi kongesti
pulmonalis sekunder akibat kegagalan ventrikel kiri dalam
melakuakn kontraktilitsa, sehingga akan mengurangi curah jantung
(cardiac output atau banyaknya darah yang dikeluarkan ventrikel
kiri ke dalam aorta setiap menit).
b) Kelemahan fisik
Manifestasi utama dari penurunan curah jantung adalah kelemahan
dan kelelahan dalam melakukan aktivitas.
c) Edema sistemik. Tekanan arteri paru dapat meningkat sebagai
respons terhadap peningkatan kronis terhadap tekanan vena paru.
Hipertensi pulmonary meningkatkan tahapan terhadap ejeksi
ventrikel kanan. Mekanisme kejadian seperti yang terjadi pada
jantung kiri juga akan terjadi pada jantung kanan, yang akhirnya
akan terjadi kongestif sistemik dan edema sistemik.
2) Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama diakukan dengan
memberikan serangkaian pertanyaan tentang kronologis keluhan

13
utama. Pengkajian yang didapat dengan adanya gejala-gejala kongesti
vascular pulmonal, yakni munculnya dispnea, ortopnea, dispnea
nocturnal paroksimal, batuk, dan edema pulmonal akut. Pada
pengkajian dispnea (yang ditandai oleh pernapasan cepat, dangkal.
Dan sensasi sulit dalam mendapatkan udara yang cukup menekan
pasien), tanyakan apakah gejala-gejala itu mengganggu aktivitas
penderita. Tanyakan juga jika sekiranya muncul keluhan-keluhan lain,
seperti insomnia, gelisah, atau kelemahan yang disebabkan oleh
dispnea.
3) Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengatahui riwayat penyakit dahulu, tanyakan apakah
sebelumnya pasien pernah menderita nyeri dada khas infark
miokardium, hipertensi, DM, atau hiperlipidemia. Tanyakan juga
mengenai obat-obatan apa yang biasanya diminum oleh pasien pada
masa lalu, yang mungkin masih relevan. Catat jika ada efek samping
yang terjadi di masa lalu. Selain itu, tanyakan pula sekiranya ada
alergi terhadap suatu jenis obat dan tanyakan reaksi alergi apa yang
mungkin timbul.
4) Riwayat keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh
keluarga. Bila ada anggota keluarga yang meninggal, maka penyebab
kematian juga perlu ditanyakan. Penyakit jantung iskemik pada orang
tua yang timbulnya pada usia muda merupakan faktor risiko utama
untuk penyakit jantung iskemik bagi keturunannya.
5) Psikososial
Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi
jaringan, stres akibat kesakitan bernapas, dan pengetahuan bahwa
jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan lebih lanjut dari curah
jantung dapat disertai insomnia atau kebingungan.
c. PemeriksaanFisik
Pada pemeriksaan umum terhadap pasien gagal jantung, biasanya
pasien memiliki kesadaran yang baik (compos mentis). Namun,

14
kesadaran ini akan berubah seiring dengan tingkat gangguan yang
melibatkan perfusi sistem saraf pusat.
1) B1 (Breathing)
Pengkajian yang didapat dengan adanya tanda kongesti vaskular
pulmonal adalah dispnea, ortopnea, batuk, dan edema pulmonal akut.
Crakles adalah suara yang basah halus, yang secara umum terdengar
pada dasar posterior paru saat penderita bernapas. Gejala ini dikenali
sebagai bukti gagal ventrikel kiri. Sebelum crakles dianggap sebagai
suatu kegagalan pompa, pasien harus diinstruksikan untuk batuk guna
membuka alveoli basilaris yang mungkin dikompresi dari bawah
diafragma.
2) B2 (Bleeding)
a) Inspeksi
Inspeksi (pemeriksaan) adanya parut pasca pembedahan jantung
dilakukan untuk melihat adanya dampak penurunan curah jantung.
Selain gejala-gejala yang diakibatkan kongesti vascular pulmonal,
kegagalan ventrikel kiri juga dihubungkan dengan gejala tidak
spesifik yang berhubungan dengan penurunan curah jantung.
b) Palpasi
Karena peningkatan frekuensi jantung merupakan respons awal
jantung terhadap stress, dokter bisa mencurigai adanya sinus
takikardia yang memang sering ditemukan pada pemeriksaan
pasien dengan kegagalan pompa jantung. Irama lain yang
berhubungan dengan kegagalan pompa meliputi kontraksi atrium
premature, takikardia atrium paroksimal, dan denyut ventrikel
prematur. Perubahan nadi selama gagal jantung menunjukkan
denyut yang cepat dan lemah. Denyut nadi yang cepat atau
takikardia ini mencerminkan respons terhadap perangsangan saraf
simpatis. Penurunan yang bermakna dari curah sekuncup dan
adanya vasokonstriksi perifer dapat mengurangi tekanan nadi,
sehingga menghasilkan denyut yang lemah
c) Auskultasi

15
Tanda fisik yang berkaitan degan kegagalan ventrikel kiri dapat
dikenali dengan mudah dengan dua cara. Pertama, bunyi jantung
ketiga dan keempat (S3, S4) serta bunyi crakles pada paru-paru. S4
atau gallop atrium mengikuti kontraksi atrium dan terdengar paling
baik dengan menggunakan bel stetoskop yang ditempelkan tepat
pada apeks jantung. Kedua, S1 tidak selalu tanda pasti kegagalan
kongestif, tetapi dapat menurunkan komplain (peningkatan
kekakuan) miokard.
d) Perkusi
Batas jantung terjadi pergeseran, dimana hal ini menandakan
adanya hipertrofi jantung (kardiomegali).
3) B3 (Brain)
Kesadaran penderita biasanya agak terganggu apabila terjadi
gangguan perfusi jaringan dalam skala berat. Pengkajian objektif
terhadap pasien ditandai dengan wajah pasien yang terlihat meringis,
menangis, atau merintih.
4) B4 (Bladder)
Pengukuran volume keluaran urine berhubungan dengan asupan
cairan, karena itu perawat perlu memantau adanya oliguria sebagai
tanda awal dari terjadinya shock kardiogenik. Adanya edema
ekstremitas menandakan terjadinya retensi cairan yang parah.
5) B5 (Bowel)
Pasien biasanya merasakan mual dan muntah, penurunan nafsu makan
akibat pembesaran vena dan statis vena di dalam rongga abdomen,
seta penurunan berat badan
6) B6 (Bone)
Hal-hal yang biasanya terjadi dan ditemukan pada pengkajian B6
adalah sebagai berikut:
a) Kulit dingin. Kulit yang dingin dan pucat diakibatkan oleh
vasokontriksi perifer, penurunan lebih lanjut dari curah jantung,
dan meningkatnya kadar homoglobin tereduksi, sehingga
mengakibatkan sianosis. Vasokontriksi kulit menghambat

16
kemampuan tubuh untuk melepaskan panas, karena itu pada
penderita sering dijumpai demam ringan dan keringat yang
berlebihan.
b) Mudah lelah. Mudah lelah diakibatkan oleh curah jantung yang
kurang, sehingga menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan
oksigen, serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme.
d. KebutuhanDasar
1) Aktivitas dan Istirahat
Kelemahan, kelelahan, ketidakmampuan untuk tidur (mungkin
didapatkan tachycardia dan dispnea pada saat beristirahat atau pada
saat beraktivitas).
2) Sirkulasi
a) Mempunyai riwayat IMA, Penyakit jantung koroner, CHF,
Tekanan darah tinggi, Diabetes Mellitus.
b) Tekanan darah mungkin normal atau meningkat, nadi mungkin
normal atau terlambatnya capillary refill time, disritmia.
c) Suara jantung, suara jantung tambahan S3 atau S4 mungkin
mencerminkan terjandinya kegagalan jantung / ventrikel
kehilangan kontraktilitasnya.
d) Murmur jika ada merupakan akibat dari insufisensi katub atau
muskulus papilaris yang tidak berfungsi.
e) Heart rate mungkin meningkat atau mengalami penurunan (tachy
atau bradi cardia).
f) Irama jantung mungkin iregular atau juga normal.
g) Edema : jugular vena distension, odema anasarka, crackles
mungkin juga timbul dengan gagal jantung.
h) Warna kulit mungkin pucat baik dibibir dan di kuku.
3) Eliminasi
Bising usus mungkin meningkat atau juga normal.
4) Nutrisi
Mual, kehilangan nafsu makan, penurunan turgor kulit, berkeringat
banyak, muntah dan perubahan berat badan.

17
5) Hygiene perseorangan
Dispnea atau nyeri dada atau dada berdebar – debar pada saat
melakukan aktivitas.
6) Neurosensori
Nyeri kepala yang hebat, Changes mentation.
7) Kenyamanan
Timbulnya nyeri dada yang tiba – tiba yang tidak hilang dengan
beristirahat atau dengan nitrogliserin. Lokasi nyeri dada bagian depan
substerbnal yang mungkin menyebar sampai ke lengan, rahang dan
wajah. Karakteristik nyeri dada dapat di katakan sebagai rasa nyeri
yang sangat yang pernah dialami. Sebagai akibat nyeri tersebut
mungkin didapatkan wajah yang menyeringai, perubahan pustur
tubuh, menangis, penurunan kontak mata, perubahan irama jantung,
ECG, tekanan darah, respirasi dan warna kulit serta tingkat kesadaran.
8) Respirasi
Dispnea dengan atau tanpa akitivitas, batuk produktif, riwayat
perokok dengan penyakit pernafasan kronis. Pada pemeriksaan
mungkin didapatkan peningkatan respirasi, pucat atau sianosis, suara
nafas crackles atau wheezes atau juga vesikuler. Sputum jernih atau
juga merah muda / pink tinged.
9) Interaksi sosial
Stress, kesulitan dalam beradaptasi dengan stresor, emosi yang tak
terkontrol.
10) Pengetahuan
Riwayat didalam keluarga ada yang menderita penyakit jantung,
diabetes, stroke, hipertensi, perokok.
e. Pemeriksaan Penunjang
1) ECG menunjukkan adanya S – T elevasi yang merupakan tanda dari
iskemi, gelombang T inversi atau hilang yang merupakan tanda dari
injuri, dan gelombang Q yang mencerminkan adanya nekrosis.

18
2) Enzym dan isoenzym pada jantung : CPK – MB meningkat dalam 4 –
12 jam, dan mencapai puncak pada 24 jam. Peningkatan SGOT dalam
6 – 12 jam dan mencapai puncak pada 36 jam.
3) Elektrolit : Ketidakseimbangan yang memungkinkan terjadinya
penurunan konduksi jantung dan kontraktilitas jantung seperti hipo
atau hiperkalemia.
4) Whole blood cell : Leukositosis mungkin timbul pada keesokan hari
setelah serangan.
5) Analisa gas darah menunjukkan terjadinya hipoksia atau proses
penyakit paru yang kronis atau akut
6) Kolesterol atau trigliseid, mungkin mengalami peningkatan yang
mengakibatkan terjadinya arteriosklerosis.
7) Chest X Ray, mungkin normal atau adanya cardiomegali, CHF, atau
aneurisma ventrikuler.
8) Echocardiogram, mungkin harus dilakukan guna menggambarkan
fungsi atau kapasitas masing – masing ruang pada jantung.
9) Exercise stress testmenunjukkan kemampuan jantung beradaptasi
terhadap suatu stress / aktivitas.
10) Urine : Lebih pekat, BJ meningkat, Na meningkat
11) Fungsi hati : Pemanjangan masa protombin, Peningkatan bilirubin
dan enzime hati ( SGOT dan GPPT meningkat).

19
2. Penyimpanan KDM

Beban tekan Beban systole Kontralitas Hambatan


bertambah meningkat meningkat pengosongan
ventrikel

Atrofi serabut Beban jantung


COP Menurun
Gagal jantung otot meningkat

Penurunan curah jantung


Gagal pompa ventrikel Gagal pompa ventrikel
kanan Back failure
kiri

LVED Naik
Tekanan diastole Forward failure
meningkat
Tekanan vena
Suplai darah jaringan
pulmonalis
Bendungan atrium menurun meningkat
kanan
Metabolisme anaerob
Tekanan kapiler paru
Bendungan vena meningkat
sistemik ATP Menurun
Edema Paru
fatigue
Hepar
Gangguan
Intoleransi Pertukaran Gas
Hepatomegali Aktivitas

Ronkhi basah
Nyeri

Lien Iritasi mukosa paru

Splenomegali Reflek batuk


menurun

Mendesak Diafragma
Penumpukan sekret

Sesak napas
Bersihan Jalan
Napas Tidak Efektif
Pola Napas Tidak
efektif

20
3. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI
(2017) yaitu sebagai berikut:
a. Bersihan jalan napas tidak efektif.
b. Pola napas tidak efektif
c. Gangguan pertukaran gas
d. Nyeri akut
e. Intoleransi aktivitas
4. Intervensi Keperawatan
Adapun intervensi keperawatan menurut Tim Pokja SIKI DPP PPNI
(2018) yaitu sebagai berikut:

a. Bersihan jalan napas tidak efektif


Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Keperawatan hasil
Bersihan Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
jalan napas intervensi
tidak efektif selama .... jam Observasi
maka bersihan 1) Monitor pola napas
jalan napas (frekuensi, kedalaman, usaha
meningkat dengan napas)
kriteria hasil: 2) Monitor bunyi napas
1) Produksi tambahan (mis, gurlig, mengi,
sputum (5) wheezing, ronkhi kering)
2) Mengi (5) 3) Monitor sputum (jumlah,
3) Wheezing (5) warna, aroma)

Keterangan Terapeutik
1 : meningkat 1) Pertahankan kepatenan jalan
2 : cukup napas drngan head-tilt dan
meningkat chin-lift (jaw-thrust jika
3: sedang curiga trauma servikal.
4 : cukup menurun 2) Posisikan semi-fowler atau
5 : menurun flowler
(Tim Pokja SLKI 3) Berikan minum hangat
DPP PPNI,2019) 4) Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
5) Lakukan penghisapan lender
kurang dari 15 detik
6) Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal

21
7) Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
8) Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi
1) Anjurkan asupan cairan 2000
ml/ hari, jika tidak
kontraindikasi
2) Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

b. Pola napas tidak efektif

Diagnosa Tujuan dan Intervensi Keperawatan


Keperawatan Kriteria hasil
Pola napas Setelah dilakukan Dukungan Ventilasi
tidak efektif intervensi .......
maka diharapkan Observasi
pola napas 1) Identifikasi adanya kelelahan
membaik dengan otot bantu napas
kriteria hasil: 2) Identifikasi efek perubahan
1) Frekuensi posisi terhadap status
napas (5) pernapasan
2) Dispnea (5) 3) Monitor status respirasi dan
3) Penggunaan oksigenasi (mis. frekuensi dan
otot bantu (5) kedalaman napas, penggunaan
otot bantu napas, bunyi napas
Keterangan tambahan, saturasi oksigen)
1 : memburuk
2 : cukup Terapeutik
memburuk 1) Pertahankan kepatenan jalan
3: sedang napas
4 : cukup 2) Berikan posisi semi fowler
membaik atau fowler
5: 3) Fasilitasi mengubah posisi
membaik/menurun senyaman mungkin
(Tim Pokja SLKI 4) Berikan oksigen sesuai
DPP PPNI,2019) kebutuhan (mis. nasal kanul,
masker wajah, masker
rebreathing atau non
rebreathing)
5) Gunakan bag-valve mask, jika
perlu

22
Edukasi
1) Anjurkan melakukan teknik
relaksasi napas dalam
2) Ajarkan mengubah posisi
secara mandiri
3) Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
bronkodilator, jika perlu

c. Gangguan pertukaran gas

Diagnosa Tujuan dan Intervensi Keperawatan


Keperawatan Kriteria hasil
Gangguan Setelah dilakukan Terapi Oksigen
pertukaran intervensi ....... Tindakan
gas maka diharapkan Observasi
pertukaran gas 1) Monitor kecepatan aliran
meningkatdengan oksigen
kriteria hasil: 2) Monitor posisi alat terapi
1) Dispnea (5) oksigen
2) Bunyi napas 3) Monitor aliran oksigen secara
tambahan (5) periodek dan pastikan fraksi
yang diberikan cukup
Keterangan 4) Monitor efektifitas terapi
1 : meningkat oksigen (mis. Oksimetri,
2 : cukup analisa gas darah ), jika perlu
meningkat 5) Monitor kemampuan
3: sedang melepskan oksigen saat makan
4 : cukup 6) Monitor tanda-tanda
menurun hipoventilasi
5 : menurun (Tim 7) Monitor tanda dan gejala
Pokja SLKI DPP toksikasi oksigen dan
PPNI,2019) atelectasis
8) Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi oksigen
9) Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemanasan
oksigen

Terapeutik
1) Tetap berikan oksigen saat
pasien ditransportasi
2) Gunakan perangkat oksigen

23
yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien
Edukasi
1) Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen
dirumah kolaborasi
2) Bersihkan secret pada mulut,
hidung dan trakea, jika perlu
3) Pertahankan kepatenan jalan
napas
4) Siapakan dan atur peralatan
pemberian oksigen
5) Berikan oksigen tambahan, jika
perlu
6) Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
7) Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas dan/atau
tidur

d. Penurunan Curah Jantung

Diagnosa Tujuan dan Intervensi Keperawatan


Keperawatan Kriteria hasil
Penurunan Setelah Perawatan Jantung
curah jantung dilakukan
intervensi selama Observasi
.... jam maka 1) Identifikasi tanda/gejala primer
curah jantung penurunan curah jantung
meningkat (meliputi dispnea, kelelahan,
dengan kriteria edema, ortopnea, paroxysmal
hasil: noctumal dyspnea, peningkatan
1) Palpitasi (5) CVP)
2) Bradikardia 2) Identifikasi tanda/gejala sekundr
(5) penurunan curah jantung
3) Takikardia (5) (meliputi peningkatan berat
4) Lelah (5) badan, hepatomegali, distensi
5) Edema (5) vena jugularis, palpitasi, rokhi
6) Dispnea (5) basah, oliguria, batuk, kulit
7) Pucat (5) pucat)
8) Ortopnea (5) 3) Monitor tekanan darah
9) Batuk (5) (termasuk tekanan darah
10) Tekanan ortostatik, jika perlu)
darah 4) Monitor intake dan output
(5/membaik) cairan
5) Monitor berat badan setiap hari
Keterangan pada waktu yang sama

24
1 : meningkat 6) Monitor saturasi oksigen
2 : cukup 7) Monitor keluahn nyeri dada
meningkat (mis. intensitas, lokasi, radiasi,
3: sedang durasi, presivitasi yang
4 : cukup mengurangi nyeri)
menurun 8) Monitor RKG 12 sadapan
5 : menurun(Tim 9) Monitor aritmia (kelainan irama
Pokja SLKI DPP dan frekuensi)
PPNI,2019) 10) Monitor nilai laboraterium
jantung
11) Monitor fungsi alat pacu
jantung
12) Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum dan
sesudah aktivitas
13) Periksa tekanan darah daan
frekuensi nadi sebelum
pemberian obat.

Terapeutik
1) Posisikan pasien semi fowler
atau fowler dengan kaki ke
bawah atau posisi nyaman
2) Berikan diet jantung yang
sesuai (mis. batasi asupan
kafein, natrium, kolesterol, dan
makanan tinggi lemak).
3) Gunakan stocking elastis atau
pneumatik intermiten, sesuai
indikasi
4) Fasilitasi pasien dan keluarga
untuk modifikasi gaya hidup
sehat
5) Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stres, jika perlu
6) Berikan dukungan emosional
dan spiritual
7) Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%

Edukasi
1) Anjurkanberaktivitas fisik
sesuai toleransi
2) Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
3) Anjurkan berhenti merokok
4) Ajarkan pasien dan keluarga

25
mengukur berat badan harian
5) Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output
cairan harian

Kolaborasi
1) Kolaborasipemberian
antiaritmia, jika perlu
2) Rujuk ke program rehabilitasi
jantung

e. Nyeri Akut

Diagnosa Tujuan dan Intervensi Keperawatan


Keperawatan Kriteria hasil
Nyeri akut Setelah Manajemen Nyeri
dilakukan
intervensi Observasi
selama 3 jam 1) Identifikasi lokasi,
maka tingkat karakteristik, durasi, frekuensi,
nyeri menurun kualitas, intensitas nyeri
dengan kriteria 2) Identifikasi skala nyeri
hasil: 3) Identifikasi respons nyeri non
1) Keluhan verbal
nyeri (5) 4) Identifikasi faktor yang
2) Meringis (5) memperberat dan
3) Gelisah (5) memperingan nyeri
4) Kesulitan 5) Identifikasi pengetahuan dan
tidur (5) keyakinan tentang nyeri
6) Identifikasi pengaruh budaya
Keterangan terhadap respon nyeri
1 : meningkat 7) Identifikasi pengaruh nyeri
2 : cukup pada kualitas hidup
meningkat 8) Monitor keberhasilan terapi
3: sedang komplementer yang sudah
4 : cukup diberikan
menurun 9) Monitor efek samping
5 : menurun penggunaan analgetik
(Tim Pokja
SLKI DPP Terapeutik
PPNI,2019) 1) Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hipnotis, akupresur,
terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres

26
hangat/ dingin, terapi bermain)
2) Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Pertimbangan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri.

Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu
2) Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1)Kolaborasi pemberian analgetik,
(jika perlu)

f. Intoleransi aktivitas

Diagnosa Tujuan dan Intervensi Keperawatan


Keperawatan Kriteria hasil
Intoleransi Setelah Manajemen Energi
AKtivitas dilakukan
intervensi ....... Observasi
maka 1) Identifikasikan gangguan fungsi
diharapkan tubuh yang mengakibatkan
toleransi kelelahan
aktivitas 2) Monitor kelelahan fisk dan
meningkat emosional
dengan kriteria 3) Monitor pola dan jam tidur
hasil: 4) Monitor lokasi dan
1) Keluhan ketidaknyamanan selama
lelah (5) melakukan aktivitas
2) Dispnea saat
aktivitas (5) Terapeutik
3) Dispnea 1) Sediakan lingkungan nyaman
setelah dan rendah stimulus (mis.
aktivitas (5) Cahaya, suara, kunjungan)
2) Lkukan latihan rentang gerak

27
Keterangan pasif dan/atau aktif
1 : meningkat 3) Berikan aktivitas distraksi yang
2 : cukup menenangkan
meningkat 4) Fasilitasi duduk di sisi tempat
3: sedang tidur, jika tidak dapat berpindah
4 : cukup atau berjalan
menurun
5 : menurun Edukasi
(Tim Pokja 1) Anjurkan tirah baring
SLKI DPP 2) Anjurkan melakukan aktivitas
PPNI,2019) secara bertahap
3) Anjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
4) Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelalahan

Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan

5. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tahap pelaksanaan semua rencana yang telah


disusun sebelumnya dan disesuaikan dengan kondisi klien. Desain
perencanaan menggambarkan sejauh mana perawat mampu menetapkan
cara menyelesaikan masalah dengan efektif dan efisien (Rohmah & Wahid,
2012)

6. Evaluasi Keperawatan
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon
pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil
yang diharapkan telah dicapai. Evaluasi merupakan proses yang interaktif
dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan
dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian
berdasarkan respon pasien, intervensi keperawatan/ hasil pasien yang
mungkin diperlukan. (Wahid, & Suprapto, 2013)

28
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, Muhammad. 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jogjakarta:
Diva Press

Kasron. 2012. Kelainan dan Penyakit Jantun: Pencegahan serta Pengobatannya.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis Dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 2.
Jogjakarta: MediAction.

Rohmah, Nikmatur & Saiful Wahid. 2012. Proses Keperawatan: Teori & Aplikasi.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Defenisi dan Indikator Diagnostik Edisi I cetakan III. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan Edisi I Cetakan II. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Defenisi dan Kriteria Hasil Keperawatan Edisi I cetakan II. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI

Wahid & Imam Suprapto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Asuhan


Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta: CV. Trans Info
Media.

Wijaya, Andra Saferi & Yessie Mariza Putri. 2013. KMB I Keperawatan Medikal
Bedah Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta:
Nuha Medika.

29

Anda mungkin juga menyukai