Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR PELVIS (SIMPHISIS PUBIS)

DISUSUN OLEH :
1. Junia Tri Astuti P27220015 104
2. Melati Sekar P27220015 108
3. Suranto Aji Saputro P27220015 125
4. Tri Ratna Murtiyanti P27220015 126
5. Widi Katon Tatag Prabowo P27220015 129

DIV KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
2016 / 2017
KONSEP TEORI

A. Pengertian
Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut,
keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan
apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price &
Wilson, 2006). Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas
tulang, baik yang bersifat total maupun sebagian, biasanya
disebabkan oleh trauma. Terjadinya suatu fraktur lengkap atau tidak
lengkap ditentukan oleh kekuatan, sudut dan tenaga, keadaan tulang,
serta jaringan lunak di sekitar tulang (Helmi, 2011).
Pelvis adalah cincin tulang di bagian bawah tubuh. Terdiri
dari tiga bagian (ilium, iskium dan pubis) dan empat tulang (dua
tulang inominata atau tulang panggul, sakrum dan koksigis) (Stright,
2004).
Tulang sakrum, ilium dan pubis yang membentuk tulang pelvis,
yang merupakan cincin tulang stabil dan menyatu pada orang
dewasa. Fraktur pelvis dapat disebabkan karena jatuh, kecelakaan
kendaraan bermotor, atau cedera remuk (Smeltzer, 2001). Tulang
kemaluan (pubis) terdiri atas sebuah badan dan dua ramus. Badannya
berbentuk persegi empat dan di atasnya menjulang krista pubis. Tulang
pubis bersatu di depan pada simfisis pubis (Pearce, 2009).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
Fraktur pelvis adalah retak atau patah tulang pada bagian pelvis dan
dapat mengakibatkan ketidakstabilan. Derajat ketidakstabilan
tergantung dari cincin bagian mana yang terputus (Tulang sakrum,
ilium dan pubis). Ketidakstabilan secara mekanik dapat
mengakibatkan ketidakstabilan hemodinamik bila disertai dengan
kerusakan vaskuler dalam rongga pelvis.

2
B. Etiologi
1. Trauma atau benturan
Adanya 2 trauma atau benturan yang dapat mengakibatkan
fraktur, yaitu:
a. Benturan langsung karena adanya suatu benda yang terjatuh.
b. Benturan tidak langsung (benda metal).
2. Tekanan atau stress yang terus menerus dan berlangsung lama
Tekanan kronis berulang dalam jangka waktu yang lama akan
mengakibatkan fraktur yang kebanyakan
3. Adanya keadaan yang tidak normal pada tulang
Kelemahan tulang yang abnormal karena proses patologis seperti
tumor maka dengan energi kekerasan yang minimal akan
mengakibatkan fraktur yang pada orang normal belum dapat
menimbulkan fraktur.

C. Patofisiologi
Ketika tulang patah, sel tulang mati. Perdarahan biasanya
terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak di sekitar
tulang tersebut. jaringan lunak biasanya mengalami kerusakan akibat
cedera. Reaksi inflamasi yang intens terjadi setelah patah tulang. Sel
darah putih dan sel mast terakumulasi sehingga menyebabkan
peningkatan aliran darah ke area tersebut. fagositosis dan
pembersihan sel dan jaringan mati dimulai. Bekuan fibrin (hematoma
fraktur) terbentuk di tempat patah dan berfungsi sebagai jala untuk
melekatnya sel-sel baru. Aktivitas osteoblas akan segera terstimulasi
dan terbentuk tulang baru imatur, disebut kalus. Bekuan fibrin segera
direabsorpsi dan sel tulang baru secara perlahan mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati. Tulang sejati
menggantikan kalus dan secara perlahan mengalami kalsifikasi.
Penyembuhan memerlukan waktu beberapa minggu sampai beberapa
bulan (fraktur pada anak sembuh lebih cepat). Penyembuhan dapat
terganggu atau terhambat apabila hematoma fraktur atau kalus rusak
sebelum tulang sejati terbentuk, atau apabila sel tulang baru rusak
selama kalsifikasi dan pengerasan. (Elizabeth J. Corwin, 2009; 337)

D. Manifestasi Klinis

3
Umumnya fraktur tulang dan pelvis disertai pendarahan hebat
sehingga tidak jarang penderita datang dalam keadaan anemik bahkan
sampai shok. Pada abdomen bagian bawah tampak jelas atau hematom
dan terdapat nyeri tekan pada daerah supra publik ditempat hematom.
Pada ruptur buli-buli intraperitonial urine yang seriong masuk ke
rongga peritonial sehingga memberi tanda cairan intra abdomen dan
rangsangan peritonial. Lesi ekstra peritonial memberikan gejala dan
tanda infitrat urine dirongga peritonial yang sering menyebabkan
septisema (Sjamsuhidajat, 1998). Manifestasi klinis pada fraktur
diantaranya:
1. Nyeri hebat pada daerah fraktur , terus menerus dan bertambah
beratnya sampai fragmen tulang dimobilisasikan dan nyeri
bertambah bila ditekan/diraba.
2. Nyeri Krepitus yaitu saat ekstremitas diperiksa dengan tangan,
teraba adanya derik tulang.
3. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi
sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
4. Tak mampu menggerakkan kaki karena adanya perubahan bentuk/
posisi berlebihan bila dibandingkan dengan keadaan normal.
5. Deformitas
Merupakan abnormalnya posisi tulang sebagai hasil dari
kecelakaan yang mendorong fragmen tulang.
6. Spasme otot.
7. Ada/tidak adanya luka pada daerah fraktur.
8. Kehilangan sensasi pada daerah distal karena terjadi jepitan syarat
oleh fragmen tulang.

4
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen: menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.
2. Darah lengkap: menunjukan tingkat kehilangan darah
(pemeriksaan Ht, Hb. Peningkatan sel darah putih sebagai respons
normal terhadap respon stress setelah trauma.
3. Masa pembekuan dan perdarahan : Persiapan pre operasi, biasanya
normal jika tidak ada gangguan perdarahan.
4. Pemeriksaan urine Sebagai evaluasi fungsi ginjal.
5. EKG: mendeteksi ada tidaknya kelainan pada jantung dan sebagai
persiapan operasi.

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk fraktur menurut Kneale (2011) yaitu:
1. Jika klien mengalami patah tulang karena kecelakaan , hal pertama
yang harus diperhatikan adalah posisi lurus dan sejajarkan seperti
bentuk tubuh yang seharusnya.
2. Hampir sama pada setiap fraktur, jika terjadi nyeri berikan obat-
obatan yang dapat diberikan untuk meringankan rasa sakit. Pasien
mungkin perlu obat antibiotic atau suntikan tetanus jika terdapat
luka robek di kulit.
3. Pertahankan gerakan lengan seminimal mungkin. Untuk
mengurangi adanya inflamasi .Pemberian analgesic seperti
Aspirin , ibuprofen (Motrin, Advil), dan acetaminophen (Tylenol)
efektif menghilangkan rasa nyeri pada orang dewasa, hindari
penggunaan aspirin pada anak-anak.
4. Penanganan lanjutan dilakukan dengan cara pembedahan .
Penanganan tergantung pada derajat pergeseran. Fraktur sederhana
memerlukan mitela lebar untuk jangka pendek sebelum mobilisasi.
Fraktur lainnya mebutuhkan manipulasi tertutup, dilanjutkan
dengan pemakaian mitela. Pada fraktur displaced lebih berat, yang
melibatkan permukaan artikular, diperlukan reduksi terbuka dan
fiksasi internal.

5
5. Setelah dilakukan penanganan lanjutan, klien dengan fraktur untuk
memeriksa kemajuan penyembuhannya dan menentukan adanya
komplikasi atau tidak.
6. Manajemen Keperawatan (ROM)
Latihan ROM dapat dibedakan antara pasif dan aktif. Latihan
ROM pasif adalah latihan ROM yang di lakukan pasien dengan
bantuan perawat pada setiap-setiap gerakan. Indikasi latihan pasif
adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan
keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau
semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring
total atau pasien dengan paralisis ekstermitas total ,sedangkan
latihan ROM aktif adalah perawat memberikan motivasi, dan
membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara
mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal. (Suratun
2008).

6
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
2. Identitas penanggung jawab
3. Catatan masuk RS, diagnose medis
4. Keluhan Utama
Apa yang menjadi alasan pasien datang ke RS atau tempat
pelayanan kesehatan. Biasanya pasien dengan fraktur mengeluh
nyeri didaerah yang mengalami fraktur.
5. Riwayat penyakit:
a. Riwayat penyakit sekarang
Nyeri pada daerah Fraktur, Kondisi fisik yang lemah, tidak
bisa melakukan banyak aktivitas, mual, muntah, dan nafsu
makan menurun, (Brunner & suddarth, 2002)
b. Riwayat penyakit dahulu
Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan
mempengaruhi proses perawatan post operasi, (Sjamsuhidayat
& Wim Dejong)
c. Riwayat penyakit keluarga
Fraktur bukan merupakan penyakit keturunan akan tetapi
adanya riwayat keluarga dengan DM perlu di perhatikan
karena dapat mempengaruhi perawatan post operasi
6. Pola pengkajian fungsional
a. Pola Nutrisi : Tidak mengalami perubahan, namun beberapa
kondisi dapat menyebabkan pola nutrisi berubah, seperti nyeri
yang hebat, dampak hospitalisasi
b. Pola Eliminasi : Pasien dapat mengalami gangguan eliminasi
BAB seperti konstipasi dan gangguan eliminasi urine akibat
adanya program eliminasi
c. Pola Istirahat : Kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak
mengalami perubahan yang berarti, namun ada beberapa
kondisi dapat menyebabkan pola istirahat terganggu atau
berubah seperti timbulnya rasa nyeri yang hebat dan dampak
hospitali
d. Pola Aktivitas : Hampir seluruh aktivitas dilakukan ditempat
tidur sehingga aktivitas pasien harus dibantu oleh orang lain,

7
namun untuk aktivitas yang sifatnya ringan pasien masih
dapat melakukannya sendiri, (Doenges, 2000)
e. Personal Hygiene : Pasien masih mampu melakukan personal
hygienenya, namun harus ada bantuan dari orang lain,
aktivitas ini sering dilakukan pasien ditempat tidur.
f. Riwayat Psikologis : Biasanya dapat timbul rasa takut dan
cemas, selain itu dapat juga terjadi ganggguan konsep diri
body image, psikologis ini dapat muncul pada pasien yang
masih dalam perawatan dirumah sakit.
g. Riwayat Spiritual : Pada pasien post operasi fraktur tibia
riwayat spiritualnya tidak mengalami gangguan yang berarti
h. Riwayat Sosial : Adanya ketergantungan pada orang lain dan
sebaliknya pasien dapat juga menarik diri dari lingkungannya
karena merasa dirinya tidak berguna
7. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat dilihat dengan
a. Look
Melihat apakah ada edema, kemerahan , seperti ada
tonjolan, kaku,apakah terdapat perdarahan, apakah ada
jejas.
b. Feel
Melakukan pemeriksaan pada area fraktur, apakah ada
bunyi krepitasi, apa yang dirasakan klien saat di lakukan
palpasi pada area yang fraktur, apakah teraba seperti ada
pergeseran fragmen tulang.
c. Move
Kebanyakan kasus pada pasien yang mengalami fraktur
pelvis tidak dapat duduk maupun berdiri karena nyeri yang
cukup hebat apabila pasien tersebut bergeser maupun
bepindah.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik
dibuktikan dengan (gelisah, meringis kesakitan)
2. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan

8
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik
dibuktikan dengan (gelisah, meringis kesakitan)
1 Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan nyeri yang
dirasakan pasien dapat berkurang.
Kriteria Hasil:
a. Pasien mampu mengontrol nyeri
b. Skala nyeri pada pasien berkurang
c. Pasien mampu mengatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Intervensi Rasionalisasi

a. Observasi skala nyeri secara a. Untuk mengetahui keefektifan


berkala terapi yang telah diberikan
dengan rasa nyeri pasien
b. Kaji faktor pencetus nyeri
b. Untuk mengetahui faktor apa
saja yang menimbulkan nyeri
c. Kurangi pasien terpapar
pada pasien
faktor perncetus nyeri c. Mencegah peningkatan skala
d. Ajarkan pada pasien untuk
nyeri
melakukan nafas dalam d. Untuk mengurangi rasa nyeri
e. Kolaborasikan dengan
yang dirasakan pasien
dokter dalam pemberian e. Untuk mengurangi rasa nyeri
analgetik pada pasien dengan terapi obat

D. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan mengacu pada kriteria hasil yang telah
dibuat. Metode dalam melakukan evaluasi adalah dengan metode
SOAP, yakni:
a. Subjektif
Merupakan data subjektif yang dikatakan yang berasal dari
pasien maupun keluarga pasien.
b. Objektif
Merupakan data hasil observasi atau tinjauan ke pasien maupun
pemeriksaan yang dilakukan kepada pasien.
c. Analisa
Adalah analisa kembali terhadap masalah yang timbul
berdasarkan data subjektif dan objektif yag telah diperoleh.

9
d. Perencanaan
Merupakan perencanaan lanjutan terhadap masalah baru yan
telah ditegakkan (hasil analisa).

10
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif,Amin Huda.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC-


NOC.Yogyakarta: Mediaction Publishing
Pribadi,2009. Penatalaksanaan terapi latihan pada kondisi post operasi close
fraktur pubis dekstra & Sinistra. https://www.google.co.id/url?
sa&source=web&rct=j&url=http://eprints.ums.ac.id/4387/1/ diakses pada
tanggal 15 November 2017 pukul 10.00

https://www.google.co.id/url?
sa&source=web&rct=j&url=http://repository.usu.ac.id/bitsream/handle kandung
Kemih, vesika Urinaria - Universitas Sumatera Utara PDF repository.usu.ac.id
bitstream handle. diakses pada tanggal 15 November 2017 pukul 11.30

11

Anda mungkin juga menyukai