DISUSUN OLEH:
ADELLIA PUTRI
201910461011069
2020
BAB I
KONSEP TEORI
Pelvis dibentuk oleh tulang coxae, sacrum, dan coccygis, yang masing-masing
tulang dihubungkan oleh ligamentum. Dinding pelvis dibentuk oleh tulang dan
ligament yang sebagian diantaranya dilapisi oleh otot beserta fascia dan peritoneum
parietal. Pelvis memiliki dinding anterior, posterior, lateral, dan juga mempunyai
dinding inferior atau dasar pelvis. Dinding anterior pelvis adalah dinding yang paling
dangkal, dan dibentuk oleh permukaan posterior korpus os pubis, rami pubicum, dan
sympisis pubis. Dinding posterior pelvis luas dan dibentuk oleh os.sacrum, dan os.
Coccygis serta musculus piriformis dan fasia pelvis parietalis yang meliputinya.
Dinding lateralis pelvis dibentuk oleh sebagian os.coxae dibawah aperture pelvis
Os.coxae (tulang panggul) terdiri atas os ilium yang terletak di superior, os ischium
yang terletak di posterior dan inferior, dan os pubis yang terletak di anterior dan
inferior. Pada permukaan luar os coxae terdapat lekukan dalam, acetabulum, yang
dipisahkan dari incisura ischiadica minor oleh spina ischiadica. Os ilium yang
merupakan bagian atas os coxae yang rata, mempunyai crista iliaca yang berjalan
diantara spina iliaka anterior superior dan spina iliaka posterior superior. Dibawah
kedua spina ini terdapat spina iliaca anterior inferior, dan spina iliaca posterior
inferior. Os ischii merupakan bagian inferior dan posterior os coxae dan mempunyai
spina ischiadica dan tuber ishiadicum. Os pubis merupakan bagian anterior os coxae
dan mempunyai corpus ossis pubis, ramus superior ossis pubis, dan ramus inferior
ossis pubis. Pada bagian bawah coxae terdapat lubang besar, foramen obturatorum
ditutupi oleh membrane obturatoria. Fascia pelvis dibentuk oleh jaringan ikat dan
dilanjutkan ke atas sebagai fascia yang membatasi dinding abdomen. Dibawah, fascia
melanjut sebagai fascia perinea. Fascia pelvis dibagi menjadi fascia pelvis parietalis,
dan fascia pelvis visceralis. Fascia pelvis parietalis membatasi dinding-dinding pelvis
dan diberi nama sesuai dengan otot yang dilapisinya (Sjamsuhidayat & Jong. 2015).
Fascia pelvis viseralis merupakan jaringan ikat longgar yang meliputi dan
menyokong semua visceral pelvis. 3 Plexus sacralis terletak pada dinding posterior
pelvis di depan musculus piriformis.plexus ini dibentuk dari rami anterior nervi
lumbales IV dan V serta nervi anterior nervi sacrales I, II, III, IV. Sebagian nervus
nervus ischiadicus, nervus gluteus superior, nervus gluteus inferior, saraf untuk
visceral pelvis, dan perineum antara lain : nervus pudendus, saraf untuk musculus
4 yang muncul dari sisi medial musculus psoas major dan bergabung dengan ramus
anterior nervus lumbalis 5. Nervus obturatorius yang merupakan cabang dari plexus
lumbalis ini muncul dari sisi medial musculus psoas major didalam abdomen dan
obturatorius ini terbagi 2 menjadi cabang anterior dan posterior yang berjalan melalui
canalis obturatorius dan masuk ke regio aduktor tungkai atas (Sjamsuhidayat & Jong.
2015).
ruda paksa. Sehingga fraktur pelvis dapat dikatakan sebagai trauma tulang rawan
pada pelvis yang disebabkan oleh ruda paksa, misal : kecelakaan, benturan hebat
yang ditandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, dan lain-lain. Fraktur
pelvis merupakan 5 % dari seluruh fraktur. 2/3 trauma pelvis terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas. 10% diantaranya disertai trauma pada alat-alat dalam rongga
panggul seperti uretra, buli-buli, rektum serta pembuluh darah (Khair, 2014)
bagian bawah, uterus, testis, anorektal dinding abdomen, dan tulang belakang.
dan umumnya timbul manifestasi klinis seperti hipotensi, nyeri dengan penekanan
sehubungan dengan fraktur pelvis relatif umum namun terutama lazim dengan
penyebab utama kematian pada pasien dengan fraktur pelvis, dengan keseluruhan
tempat tersebut.
fraktur berjauhan.
5. Muscle (otot): akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang kuat sehingga
Fraktur panggul sering merupakan bagian dari salah satu trauma multipel
yang dapat mengenai organ-organ lain dalam panggul. Keluhan berupa gejala
datang dalam keadaan anemia dan syok karena perdarahan yang hebat (Khair, 2014).
pengkajian yang perlu dilakukan adalah posisi masuknya dan kedalaman. Klien dapat
menunjukkan trauma abdomen akut. Pada kedua tipe trauma terjadi hemoragi baik
baik internal maupun eksternal. Jika terjadi rupture perineum, manifestasi peritonitis
berisiko muncul,seluruh drainase abdomen perlu dikaji untuk mengetahui isi drainase
diseluruh abdomen yang mengalami luka, dengan cara memasukkan cairan kristaloid
1.5 Klasifikasi
Dalam menilai klasifikasi maka hal yang paling penting adalah stabilitas
panggul, apakah bersifat stabil atau tidak stabil, karena hal ini penting dalam
posterior
Tipe B mengalami rotasi eksterna yang mengenai satu sisi panggul (open
book), atau rotasi interna atau kompresi lateral yang dapat menyebabkan
fraktur pada ramus isiopubis pada satu atau kedua sisi disertai trauma
3) Tipe C : Fraktur tidak stabil, akibat adanya trauma yang terjadi secara
b. Tipe C2 : bilateral
Terdapat disrupsi ligament posterior pada satu atau kedua sisi disertai
pergeseran dari salah satu sisi panggul secara vertical, mungkin juga
a. Fraktur avulsi
c) Tuberositas isium
d. Fraktur sacrum
a. Tanpa pergeseran
b. Dengan pergeseran
kombinasi.
4. Klasifikasi lain.
1) Fraktur isolasi dan fraktur tulang ischium dan tulang pubis tanpa
1) Fraktur avulsi
2) Faktur stabil
1.6 Patofisologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya. Trauma biasanya terjadi secara langsung pada
panggul karena tekanan yang besar atau karena jatuh dari ketinggian. Pada orang tua
dengan osteoporosis dan osteomalasia dapat terjadi fraktur stress pada ramus pubis
(Khair, 2014).
1.7 Patway
Kurang terpapar
Trauma Deformitas informasi mengenai
Menembus Pelepasan mediator
kulit inflamasi arteri/ vena prosedur pembedahan
Gangguan
vasodilatasi Perdarahan Ancaman kematian
luka fungsi
tidak
terkontrol
Peningkatan aliran
Gangguan Gangguan Krisis situasional
darah
integritas kulit/ mobilitas fisik
Kehilangan
jaringan volume cairan
Peningkatan Ansietas
tekanan kalpiler
Resiko
Kebocoran cairan ke Hipovolemia
intersitial
Edema
Menekan pembuluh
darah perifer
Perfusi perifer
tidak efektif
1.8 Komplikasi
Dalam Khair (2014), disebutkan bahwa komplikasi fraktur pelvis antara lain:
1. Komplikasi segera
2) Robekan kandung kemih : terjadi apabila ada disrupsi simfisis pubis atau
a. Lesi saraf skiatik : dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat
2. Komplikasi lanjut
jaringan lunak yang hebat atau setelah suatu diseksi operasi. Berikan
setelah trauma.
3) Gangguan pergerakan sendi serta osteoartritis sekunder : apabila terjadi
fraktur pada daerah asetabulum dan tidak dilakukan reduksi yang akurat,
4) Skoliosis kompensator
1. Pemeriksaan laboratorium
mikroskopik.
abrupsio plasenta).
2. Pemeriksaan Imaging
dapat menegaskan adanya dislokasi hip yang terkait dengan fraktur acetabular.
3) MRI, pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi lebih jelas adanya fraktur pelvis
bila dibandingkan dengan radiografi polos (foto polos pelvis). Dalam satu
penelitian retrospektif, sejumlah besar positif palsu dan negatif palsu itu
karena itu, perlu diingat bahwa, meskipun nilai prediksi positif mencatat
mungkin terbatas.
urethra utuh.
1.10 Penatalaksanaan
sebagai berikut:
1. Tindakan operatif bila ditemukan kerusakan alat – alat dalam rongga panggul
2. Stabilisasi fraktur panggul, misalnya:
2) Fraktur tidak stabil diatasi dengan fiksasi eksterna atau dengan operasi
dikombinasikan dengan traksi tungkai bawah. Dalam 4-6 minggu pasien akan
2. Fraktur Tipe B:
Jika celah kurang dari 2.5cm, diterapi dengan cara beristirahat ditempat
tidur, kain gendongan posterior atau korset elastis. Jika celah lebih dari
dan menekan ala ossis ilii menggunakan fiksasi luar dengan pen pada
bisa dilakukan, akan tetapi bila ada perbedaan panjang kaki melebihi
1.5cm atau terdapat deformitas pelvis yang nyata maka perlu dilakukan
3. Fraktur Tipe C
Sangat berbahaya dan sulit diterapi. Dapat dilakukan reduksi dengan traksi
kerangka yang dikombinasikan fiksator luar dan perlu istirahat ditempat tidur
kompresi dinamis.
BAB II
informasi dan membuat data dasar klien. Metode utama yang dapat digunakan
dalam pengumpulan data adalah wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik serta
diagnostic.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Nyeri yang luar biasa pada daerah panggul, serta tidak bisa digerakkan.
Pasien mengatakan nyeri pada daerah perut bagian bawah yaitu pelvis
Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya jika itu pasien lansia
Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit yang sama.
3. Pola fungsi kesehatan menurut Gordon
c. Pola Eliminasi
kemih, rasa nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat tidur akan
d. Pola aktifitas
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri,
h. Pola hubungan
beberapa waktu.
anemis.
terdahulu
c. Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris,
ada tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung,
tidak terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing, stridor apabila tidak
pinggang serta tidak bisa mengeluarkan urin secara lancar karena adanya
trauma.
saraf.
5. Pemeriksaan diagnostik
pelvis.
dengan fraktur pelvis. Oleh karena itu, perlu diingat bahwa, meskipun
6. Diagnosa Keperawatan
4. Perfusi perifer tidak efektif b/d penurunan aliraj arteri dan/ vena
Pemberian analgesik
(1.08243)
Observasi
1. Identifikasi
karakteristik nyeri (mis.
Pencetus, pereda,
kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi,
durasi)
2. Identifikasi riwayatt
alergi obat
3. Monitor tanda-tanda
vital sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik
4. Monitor efektifitas
analgesik
Terapeutik
1. Tetapkan target
efektifitas analgesik
untuk mengoptimalkan
respon pasien
2. Dokumentasikan
respon terhadap efek
analgesik dan efek
yang tidak diinginkan
Edukasi
1. Jelaskan efek terapi
dan efek samping
obat, jika perlu
Kolaborasi
1. Kolaborasikan
pemberian dosis dan
jenis analgesik, jika
perlu
3.1.1 Identitas
Nama : Ny. C
Usia : 64 Tahun
Agama : islam
Pekerjaan : pensiunan
Alamat : pande
Pasien mengeluh nyeri pada perut bagian bawah atau sekitar panggul
Pasien mengeluh nyeri pada perut bagian bawah terutama pada panggul,
dengan skala 8, ada luka aberasi di sekitar tonjolan tulang panggul. Pada saat
dilakukan pemeriksaan palpasi pada sias kanan kiri, teraba krepitasi dan
pasien terlihat meringis saat dilakukan pemeriksaan pada area nyeri. Respirasi
Fraktur pelvis
Pasien riwayat KLL pada 03 juni 2019 pagi, kemudian langsung dibawa ke
pinggiran pagar selokan. Mengeluh nyeri pada perut bagian bawah terutama
mengerang kesakitan.
(-), Asma (-), Alergi (-) dan belum pernah menjalani operasi sebelumnya.
Hipertensi (-), Penyakit jantung (-), DM (-), Asma (-), Alergi (-)
1) Pola makan :
sehari
b. Di rumah sakit : saat ini pola eliminasi BAB dan BAK pasien
3) Pola tidur :
a. Di rumah : pasien biasanya tidur siang 1-2 jam dan untuk tidur
malam biasa tidur selama 8 jam. Setelah sholat isya atau sekitar
sangat mengganggu.
Yasinan, dls
2. Konsep diri
Pasien merasa khawatir dan hanya tau jika keadaan yang dialaminya
biasanya.
2) Pola persepsi diri atau konsep diri
cemas dan khawatir jika dirinya nanti tidak bisa berjalan dengan baik
lagi.
3) Pola peran
Saat ini pasien tidak dapat menjalankan perannya sebagai ibu rumah
sudah meninggal.
gerak.
4. Pemeriksaan wajah :
1) Mata : simetris (+), oedem (-), peradangan (-), luka (-), benjolan (-),
konjungtiva (anemis)
3) Mulut : lesi (-), bibir pecah (-), caries (-), pendarahan (-), abses (-), gigi
serumen (-)
trepanasi(-).
1) Pemeriksaan paru
tambahan (-)
2) Pemeriksaan jantung
120x/menit
Perkusi : batas jantung atas ( ICS II) batas bawah (ICS V) batas
sinistra dextra)
7. Pemeriksaan Abdomen
Palpasi apendik: nyeri tekan (+), nyeri lepas (+), nyeri menjalar
kebelakang pinggul.
Perkusi : tympani
Inspeksi : rambut pubis (besrih), lesi (-), benjolan (-), penymbatan (-),
Inspeksi : simetris (+), deformitas (+), fraktur (+), terpasang gips (-),
traksi (+).
5 5
Palpasi odem kekuatan otot 0 2
mentis)
1. Labolaturium
P : 12-16
P : 36-47
3. Penatalaksanaan:
c. Terapi konservatif:
YOUTUBE
Mary London.
dilepas.
keluar dari matriks sinovial. Bila tekanan berhenti maka air yang
bawah)
(https:// youtu.be/H2xq5A7rhwA
Analisa tindakan:
c) Jaga posisi kaki pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8 cm dari
atas
lainnya (infersi)
e) Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang
lain (efersi)
dan satu tangan yang lain di atas pergelangan kaki. Jaga kaki lurus
dan rilek.
(dorso fleksi).
m) Lakukan
a. Journal: Holo, Ervatamia H., Batubarab, Sakti O., dan Bina, Maria Y. 2017.
Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Fraktur Di Ruangan Bedah Rsud Prof. Dr.
author ervatamiaholo@gmail.com
dilakukan teknik relaksasi dan distraksi. Akan tetapi teknik ini hanya
(https:// youtu.be/qlq0GgEkddo
Analisatindakan:
1. Ucapkan salam
http://doi.org/10.22216/jen.v3i2.3116
bivariat dengan uji T-test. Hasil uji T-test menunjukkan bahwa terdapat
(https://youtu.be/MFwdi3_K9ag)
Analisatindakan:
Qur’an, salah satu nya yaitu dengan mendengarkan Asmaul Husna yang
b) Ucapkan salam
dengan pasien
e) Dekatkan alat
menutup mata
j) Jika dirasa sudah cukup, ukur atau kaji nyeri pasien kembali
l) Merapikan alat
m) Ucapkan salam
n) Mencuci tangan
4) Pelvic binder
pelvic binder O: pelvic binder sebaiknya diberikan dengan cepat pada pasien
fraktur pelvis
(https:// youtu.be/RYWxoysL4mM)
Analisatindakan:
terutama pada trauma dengan fraktur yang open book. Walaupun ada
Mazandaran, Iran
mereka menghirup napas atau tarik napas dalam lewat hidung, dan
kecemasan pada pasien. Oleh karena itu, teknik relaksaso ini dapat
angiografi.
test and post test control group design. Pasien yang bed rest total diberikan
diberikan perlakuan berupa pengolesan nigella sativa oil sekitar 20 ml pada bagian
Nigela Sativa Oil untuk mencegah terjadinya luka dekubitus pada pasien
(https://youtu.be/ H2xq5A7rhwA)
Tindakan:
d. Merapikan pasien
DAFTAR PUSTAKA
Kurniawan, Boby. 2012. Laporan Tugas Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Trauma
Pelvis. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Gajah Mada Yogyakarta.
Permata, Adinda Dian. 2011. Makalah Kasus: Fraktur Pelvis. Program Studi Pendidikan
Dokter. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Smeltzer, S.C. 2013 Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC.