Anda di halaman 1dari 100

i

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S


DENGAN PNEUMONIA

di Ruang Instalasi Rawat Inap 25 – RSUD DR. Saiful Anwar Malang

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Disusun Oleh:

MOH. LUTFILLAH
(NIM: 201910461011026)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
TAHUN 2020

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S


i
ii

DENGAN PNEUMONIA

di Ruang Instalasi Rawat Inap 25 – RSUD DR. Saiful Anwar Malang

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang Untuk Memenuhi Salah


Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Studi Profesi Ners

MOH. LUTFILLAH
(NIM: 201910461011026)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
TAHUN 2020
LEMBAR PERSETUJUAN

ii
iii

Judul Karya Ilmiah Akhir Nurse : Asuhan Keperawatan Pada Tn. S dengan
Pneumonia
Nama Lengkap : Moh. Lutfillah
NIM : 201910461011026
Jurusan : Program Studi Profesi Ners
Universitas/Institusi/Politeknik : Universitas Muhammadiyah Malang
Alamat Rumah dan No. Telp/HP : Dsn. Sabu’uk, DS. Junuk, Kec. Sreseh,
Kab. Sampang
081233329743
Alamat Email : moh.lutfillah995@gmail.com

Dosen Pembimbing
Nama Lengkap dan Gelar : Titik Agustiyaningsih, M. Kep
NIP UMM/ NIDN : 11205010415
Alamat Rumah dan No. Telp/HP : 081 7964 3332

Menyetujui, Malang,
Ketua Program Studi Profesi Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Malang Dosen Pembimbing I

Ririn Harini, S.Kep., Ns, M.Kep Titik Agustiyaningsih, M.Kep


NIP. UMM 11205080425 NIP. UMM 11205010415

LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S


DENGAN PNEUMONIA

di Ruang Instalasi Rawat Inap 25 – RSUD DR. Saiful Anwar Malang

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

iii
iv

Disusun Oleh:
MOH. LUTFILLAH
(NIM:201910461011026)
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dalam Ujian Sidang
tanggal: 17 Juni 2020 dan telah diterima sebagai bagian persyaratan yang
diperlukan untuk meraih gelar NERS pada Program Studi Profesi Ners,
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang

DEWAN PENGUJI

Penguji 1 : Indah Dwi Pratiwi, M.Ng ( )


NIP. UMM

Penguji 2 : Ollyvia Freeska Dwi Marta, S.Kep., Ns., M.Sc ( )


NIP. UMM 140309031989

Penguji 3 : Titik Agustiyaningsih, M.Kep


( )
NIP. UMM 11205010415
Ditetapkan di Malang, Tanggal:17 Juni 2020

Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Malang

Ns. Faqih Ruhyanudin, M.Kep., Sp.Kep.MB


NIP. UMM. 11203090391
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, puji dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan KIAN dengan judul
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN PNEUMONIA”. KIAN
ini disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar NERS Keperawatan

iv
v

(Ns) pada Program Studi Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Malang.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini dapat terselesaikan berkat
bantuan, arahan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu tidak
lupa penulis menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada yang
terhormat:
1. Faqih Ruhyanuddin, M.Kep., Sp. KMB selaku Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.
2. Ririn Harini, S.Kep., Ns, M.Kep selaku ketua Program Studi Ilmu Profesi
Ners Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.
3. Titik Agustiyaningsih, M.Kep selaku dosen Pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, arahan, doa, dan motivasi dalam penyusunan
skripsi ini.
4. Kedua orang tua yang selalu memberikan doa terbaik, serta memberikan

dukungan untuk menyelesaikan KIAN ini.

5. Teman – teman : Kelompok 11 Muhammad Efendi, Nuke Yolanda J C N,

Fithri Maulina Kumairah yang sudah memabatu dalam proses penelitian.

6. Teman-teman Ners 20, serta semua pihak yang telah memberikan

semangat dan membantu penyelesaian KIAN ini.

Penulis hanya mampu berdoa semoga amal kebaikannya mendapatkan

imbalan dan diterima sebagai ibadah oleh Allah SWT. Penulis menyadari terdapat

banyak kekurangan dalam penyelesaian tugas akhir ini, dikarenakan keterbatasan

kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran

yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

Malang, 17 Juni 2020


v Penulis,

Moh. Lutfillah
vi

ABSTRAK

Asuhan Keperawatan Pada Tn. S dengan Pneumonia di Ruang Instalasi


Rawat Inap (IRNA) 25 – RSUD DR. Saiful Anwar Malang

Moh. Lutfillah1, Titik Agustiyaningsih2

vi
vii

Latar Belakang : Pneumonia kondisi peradangan akut parenkim paru yang


disebabkan oleh virus, bakteri, mycoplasma, dan substansi asing, disertai eksudasi
dan konsolidasi yang terlihat melalui gambaran radiologi. Pneumonia di Indonesia
diperkiraan pada tahun 2050 akan terjadi lonjakan angka kematian sampai 10 juta
jiwa. Karya Ilmiah Akhir ini mengangkat kasus Tn. S yang telah menderita
Pneumonia. Karya ilmiah akhir ini bertujuan memaparkan proses Asuhan
keperawatan pada Tn. S dengan Pneumonia yang menjalani perawatan di IRNA 25
RSUD DR. Saiful Anwar Malang.

Metode : Metode penelitian ini menggunakan metode penyusunan Karya Ilmiah


Akhir Ners, dengan penyusunan laporan berupa studi kasus. Penulis mengikuti
metode ilmiah sesuai kaidah proses keperawatan yang meliputi : pengkajian,
analisis data, intervensi keperawatan, implementasi, dan evaluasi keperawatan.

Hasil : Didapatkan tiga prioritas masalah pada Tn. S, diantaranya bersihan jalan
napas tidak efektif, gangguan petukaran gas dan intoleransi aktivitas. Dari tiga
tersebut yang sudah teratasi adalah intoleransi aktivitas sedangkan bersihan jalan
napas dan gangguan pertukaran gas teratasi sebagian dengan Manajemen jalan
napas yaitu nebul, postural drainase, fisioterapi dada, dan batuk efektif.

Kesimpulan : Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif terhadap penggunaan


manajemen jalan napas kondisi pasien membaik dengan keluhan batuk dan sesak
napas menurun saturasi oksigen 99%, dahak berkurang, pola napas cukup
membaik, penggunaan otot bantu napas dan cuping hidung tidak ada.

Kata Kunci: Asuhan Keperawatan, Pneumonia


1
Mahasiswa Program Studi Ners, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Malang
2
Dosen Program Studi Ilmu Ners, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Malang

ABSTRAK

Nursing Care for Mr. S with Pneumonia in the Inpatient Installation Room
(IRNA) 25 - RSUD DR. Saiful Anwar Malang

Moh. Lutfillah1, Titik Agustiyaningsih2

vii
viii

Background : Pneumonia is an acute inflammatory condition of lung parenchyma


caused by viruses, bacteria, mycoplasma, and other substances, accompanied by
exudation and consolidation seen byradiology. Pneumonia will be a surge in
mortality until 10 million on 2050. This Final Paper raises the case of Mr. S with
Pneumonia. This final paper aims to describe the process of nursing care for Mr. S
with Pneumonia who has treatment at IRNA 25 RSUD DR. Saiful Anwar Malang.
Method: Method forthis Final Paper is case studies. The author adjusts this paper
according to the rules of the nursing process which includes: assessment, data
analysis, nursing intervention, implementation, and evaluation of nursing.
Results: The three priority problems were found in Mr. S, there are ineffective
airway clearance, gas exchange disturbance and activity intolerance. Nursing
problem has been resolved is activity intolerance, but the airway clearance and gas
exchange disturbance is partially resolved.
Conclusion: The ineffective airway clearance problem against of airway
management. The patient's condition improves with coughing and shortness of
breath was decreases, has oxygen saturation 99%, sputum is reduced,
breathingpatterns are quite improved, and didn’t use of airway muscles and nasal
lobes.

Keywords: Nursing care, Pneumonia


1
Student of Nursing Study Program, Faculty of Health Sciences, University of
Muhammadiyah Malang
2
Lecturer of Nursing Science Study Program, Faculty of Health Sciences,
University of Muhammadiyah Malang

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
HALAMAN SAMPUL...................................................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN...........................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................iv
KATA PENGANTAR....................................................................................v
ABSTRAK .....................................................................................................vii

viii
ix

ABSTRACT.....................................................................................................viii
DAFTAR ISI...................................................................................................ix
DAFTAR TABEL...........................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah.............................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1Tujuan Umum.............................................................................4
1.3.2Tujuan Khusus.............................................................................4
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1Manfaat Pelayanan Keparawatan dan Kesehatan........................5
1.4.2 Manfaat Keilmuan......................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Pneumonia
2.1.1 Definisi Pneumonia....................................................................6
2.2 Etiologi Pneumonia.............................................................................6
2.3 Klasifikasi Pneumonia.........................................................................8
2.4 Faktor Risiko Pneumonia....................................................................10
2.5 Patofisiologi Pneumonia.....................................................................11
2.6 Manifestasi Klinis Pneumonia............................................................11
2.7 Pemeriksaan Penunjang Pneumonia....................................................12
2.8 Komplikasi Pneumonia.......................................................................13
2.9 Penatalaksanaan Pneumonia...............................................................13
2.9.1 Konsep Oksigenasi
2.9.1.1 Definisi Oksigenasi.............................................................15
2.9.1.2 Proses Oksigenasi...............................................................17
2.9.1.3 Indikasi Terapi Oksigen......................................................19
2.9.1.4 Pedoman Pemberian Terapi Oksigenasi.............................19
2.9.2 Konsep Antibiotik......................................................................20
2.9.2.1 Definisi Antibiotik
2.9.2.2 Klasifikasi Antibiotik..........................................................20
2.10 Asuhan Keperawatan Menggunakan SDKI, SLKI, dan SIKI.............23

BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA


3.1 Pengkajian...........................................................................................26
3.2 Analisis Data........................................................................................31
3.3 Diagnosis keperawatan........................................................................32
3.4 Rencana Keperawatan
3.4.1 Implementasi Masalah Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif......34
3.4.2 Implementasi Masalah Gangguan Pertukaran Gas.....................35
3.4.3 Implementasi Masalah Intoleransi Aktivitas..............................36
3.5 Evaluasi...............................................................................................37

BAB IV ANALISIS SITUASI


4.1 Analisis Profil Pelayanan dan Gambaran Umum Rumah Sakit..........39
4.1.1 Sejarah Singkat...........................................................................39
4.1.2 Jenis Pelayanan Di Rumah Sakit................................................40
ix
x

4.1.3 Identifikasi Ruangan (Jenis Ruangan)........................................42


4.1.4 Visi, Misi, Motto, dan Nilai Dasar Rumah Sakit.......................42
4.2 Analisis Masalah Keperawatan Dengan Konsep Terkait Dan
Konsep Kasus Terkait.........................................................................43
4.3 Analisis Intervensi Inovasi Dengan Konsep Dan Penelitian Terkait. .45
4.4 Analisis Pemecahan Yang Dapat Dilakukan.......................................47

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan..........................................................................................50
5.2 Saran....................................................................................................51

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................52
LAMPIRAN....................................................................................................55

x
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit infeksi merupakan penyebab paling utama tingginya angka
kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) terutama pada
Negara – negara berkembang salah satunya di Indonesia. Penyakit infeksi
yang sering terjadi yaitu Pneumonia, Pneumonia merupakan penyakit
infeksi yang menyerang jaringan paru (alveoli), disebabkan oleh bakteri
Streptococcus Pneumonia (Depkes RI, 2015). Menurut Petty (2016)
menjelaskan bahwa Pneumonia adalah suatu penyakit infeksi akut saluran
pernapasan yang menyerang parenkim paru. Penyebab Pneumonia yang
paling sering yaitu Streptococcus Pneumonia, Haemophilus influenzae,
Staphylococcus aureus, Klebsiella Pneumoniae, Legionella sp.,
Pseudomonas aeruginosa, dan Acinobacter sp (Kementerian Kesehatan RI,
2016). Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan salah satu bakteri
Gram positif yang seringkali menjadi penyebab Pneumonia. Pada penelitian
oleh Jinghua et al. (2017) S. aureus menduduki peringkat pertama
penyebab Pneumonia yaitu sebesar 51 dari 119 sampel yang terdeteksi
sebagai Gram positif.
Prevalensi kejadian Pneumonia di Indonesia mengalami kenaikan
dari 2,1% pada tahun 2007 menjadi 2,7% pada tahun 2013 (Kementerian
Kesehatan RI, 2013). Bahkan diperkiraan pada tahun 2050 akan terjadi
lonjakan angka kematian sampai 10 juta jiwa akibat Pneumonia yang
disebabkan oleh bakteri yang tidak dapat diatasi (Kementerian Kesehatan
RI, 2016). Profil Kesehatan Indonesia (2017) Pneumonia menempati urutan
ke-2 sebagai penyebab kematian pada anak terutama pada umur < 5 tahun.
Insiden Pneumonia terbesar di Indonesia berada pada provinsi Nusa
Tenggara Barat yaitu sebanyak 6,38%. Anak – anak < 5 tahun lebih rentan
terserang infeksi karena sistem imunnya yang belum matang dibandingkan
dengan orang dewasa.

1
2

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur (2013) berdasarkan hasil –


hasil laporan program Pneumonia, cakupan penemuan Pneumonia di Jawa
Timur belum mencapai target Nasional yang ditentukan. Hal ini perlu
mendapatkan perhatian dari semua pihak, baik pelaksana program maupun
pengambil kebijakan serta masyarakat. Proporsi Pneumonia berdasarkan
klasifikasi adalah : Pneumonia (8,6 %), Pneumonia Berat (0,4 %) dan
Batuk bukan Pneumonia (91 %). Hal ini menunjukkan masih rendahnya
standar tatalaksana penemuan kasus berdasarkan klasifikasi. Perlu adanya
fokus perhatian pada kabupaten/kota yang cakupan penemuan kasusnya
rendah, tetapi proporsi batuk bukan Pneumonia lebih besar daripada 90 %,
untuk memotivasi pelaksana program agar lebih meningkatkan penemuan
kasus Pneumonia sehingga mampu menekan angka kematian balita karena
Pneumonia. Sedangkan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur (2018)
menjelaskan bahwa pada tahun 2018 terjadi peningkatan cakupan
Pneumonia di atas 50% walaupun belum mencapai target nasional yang
telah ditentukan. Dengan mengevaluasi cakupan penemuan kasus
Pneumonia selama beberapa tahun sebelumnya, Kementerian Kesehatan RI
(Subdit ISPA/Pneumonia) mengadakan revisi target cakupan penemuan
kasus Pneumonia dari target 100% diturunkan menjadi 70% pada tahun
2018. Target ini akan dinaikan secara berkala untuk tahun berikutnya.
Target penemuan kasus Pneumonia tahun 2018 ditetapkan sebesar 70%,
dengan angka cakupan penemuan Pneumonia tahun 2018 sebesar 80%.
Sehingga cakupan penemuan kasus Pneumonia Provinsi Jawa Timur sudah
diatas target yang ditetapkan. Namun demikian capaian penemuan
Pneumonia ini perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak, baik
pelaksana program disemua tingkatan, difasilitas pelayanan kesehatan baik
pemerintah maupun swasta dan pengambil kebijakan masyarakat, hal ini
salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya cakupan Pneumonia.
Pneumonia adalah infeksi pernapasan akut yang berakibat buruk
terhadap paru – paru yang disebabkan oleh virus, bateri dan jamur. Infeksi
ini umunya tersebar dari seseorang yang terpapar di lingkungan tempat
tinggal dan melakukan kontak langsung dengan orang – orang yang

2
3

terinfeksi, biasanya melalui tangan dan menghirup tetesan air di udara


(droplet) akibat batuk dan bersin (WHO, 2016 & Jones et al., 2016).
Tn. S (43 tahun) salah satu penderita Pneumonia yang ada di RSUD
DR. Saiful Anwar Malang. Saat ini dilakukan pengkajian didapatkan klien
berbaring lemah (bedrest), kekuatan otot 4/4/4/4, kesadaran compos mentis
dengan GCS E4V5M6, tampak sesak napas dan batuk produktif. Hasil
observasi didapatkan klien terpasang O2 nasal kanul 4 lpm dan terpasang
infus. Untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan tindakan invasive
seperti terapi farmakologi atau obat – obatan dengan resep dan pemberian
terapi sesuai dengan masalah yang ada pada klien, dan juga pemberian KIE
atau penjelasan singkat kepada keluarga klien mengenai perawatan klien
dengan Pneumonia.
Berdasarkan kompleknya masalah yang dialami Klien dengan
Pneumonia perawat perlu memberikan perawatan secara komprehensif.
Perawat merupakan tenaga profesional yang mempunyai pendidikan dalam
sistem pelayanan kesehatan terutama pada Klien dengan Pneumonia,
peranan yang dapat dilakukan kepada Klien dengan Pneumonia adalah
sebagai pelaksana, pelayanan keperawatan, pendidik, pengamat kesehatan,
role model, fasilitator ataupun pengorganisasi pelayanan kesehatan. Hal ini
peneliti tertarik melakukan studi kasus pada asuhan keperawatan yang
mengalami Pneumonia dengan diagnosis keperawatan Bersihan Jalan
Napas Tidak Efektif dan Gangguan Pertukaran Gas di RSUD DR. Saiful
Anwar Malang.

1.2 Perumusan Masalah


Bagaimanakah asuhan keperawatan pada Tn. S dengan
Pneumonia di RSUD DR. Saiful Anwar Malang ?.

3
4

1.3 Tujuan Penelitan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan laporan ini adalah menganalisis
asuhan keperawatan pada pasien Tn. S (43 tahun) dengan masalah
Pneumonia selama satu minggu praktik di RSUD DR. Saiful Anwar
Malang.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Gambaran pengkajian pada pasien Tn. S (43 tahun) dengan masalah
kesehatan Pneumonia dengan diagnosis keperawatan Bersihan Jalan
Napas Tidak Efektif dan Gangguan Pertukaran Gas selama 3 hari
praktik di RSUD DR. Saiful Anwar Malang.
2. Rencana asuhan keperawatan yang diberikan pada klien dengan
masalah Pneumonia dengan diagnosis keperawatan Bersihan Jalan
Napas Tidak Efektif b.d Hipersekresi Jalan Napas dan Gangguan
Pertukaran Gas dengan kondisi terkait Pneumonia.
3. Implementasi yang telah dilakukan pada klien yang mengalami
masalah Pneumonia dengan diagnosis keperawatan Bersihan Jalan
Napas Tidak Efektif b.d Hipersekresi Jalan Napas dan Gangguan
Pertukaran Gas dengan kondisi terkait Pneumonia.
4. Mengevaluasi hasil implementasi yang telah dilakukan pada klien
dengan masalah Pneumonia dengan diagnosis keperawatan
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d Hipersekresi Jalan Napas
dan Gangguan Pertukaran Gas dengan kondisi terkait Pneumonia.
5. Hasil analisis dengan penilaian Keadaan umum dan GCS sebagai
intervensi masalah Pneumonia dengan diagnosis keperawatan
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d Hipersekresi Jalan Napas
dan Gangguan Pertukaran Gas dengan kondisi terkait Pneumonia.

4
5

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Pelayanan Keperawatan dan Kesehatan
Hasil penulisan pada laporan ini diharapkan dapat menjadi
informasi bagi bidang keperawatan dan pelayanan kesehatan di RSUD
DR. Saiful Anwar Malang terkait dengan intervensi keperawatan yang
dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah penyakit Pneumonia
yang dialami oleh Tn. S. Selain itu, diharapkan pada laporan supaya
menjadi masukan bagi bidang keperawatan dan pelayanan kesehatan
untuk dapat menerapkan intervensi yang telah dilakukan menjadi
tambahan ilmu dan wawasan mengenai perawatan pada klien dengan
Pneumonia.
1.4.2 Manfaat Keilmuan
Hasil karya penulisan laporan ini diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi bidang pendidikan keperawatan dan bagi penelitian
selanjutnya. Bagi pendidikan hasil laporan ini dapat dijadikan sebagai
data dasar untuk pengembangan ilmu pengetahuan mengenai intervensi
keperawatan pada penyakit Pneumonia dengan Bersihan Jalan Napas
Tidak Efektif dan Gangguan Pertukaran Gas. Bagi penelitian
selanjutnya diharapkan dapat menjadi masukan atau ide untuk meneliti
lebih jauh terkait dengan manfaat intervensi pada Klien Pneumonia
dengan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif dan Gangguan Pertukaran
Gas.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pneumonia


2.1.1 Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim
paru yang biasanya dari suatu infeksi saluran pernapasan bawah akut dan di
tandai dengan gejala batuk disertai dengan sesak napas yang disebabkan
oleh agen infeksi seperti virus, bakteri, mycoplasma, dan substansi asing,
mengakibatkan peradangan paru – paru yang disertai eksudasi dan
konsolidasi yang dapat dilihat melalui gambaran radiologi (Nurarif, 2015).
Infeksi akut parenkim paru yang dikaitkan dengan setidaknya beberapa
gejala infeksi akut dan disertai oleh adanya infiltrat akut pada radiografi
dada atau temuan auskultasi yang konsisten dengan Pneumonia seperti
napas yang berubah, bunyi rales yang dilokalisasi dan terjadi pada pasien
yang tidak dirawat di rumah sakit atau tinggal di fasilitas perawatan jangka
panjang selama > 14 hari sebelum timbulnya gejala merupakan pengertian
dari Pneumonia (Akter et al., 2015).
Sependapat dengan yang dikemukakan oleh (WHO, 2019)
Pneumonia adalah infeksi pernapasan akut yang menyerang paru –paru.
Paru – paru terdiri dari kantung – kantung kecil yang disebut alveoli, yang
terisi udara ketika orang sehat bernafas. Ketika seseorang menderita
Pneumonia, alveoli dipenuhi dengan nanah dan cairan, yang membuat
pernapasan terasa sakit dan membatasi asupan oksigen. Peradangan paru
yang menyebabkan nyeri saat bernapas dan keterbatasan pemasukan
oksigen. Pneumonia dapat menyebar dengan berbagai cara antara lain pada
saat batuk dan bersin (WHO, 2014).

2.2 Etiologi Pneumonia


Pneumonia dapat disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur.
Sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Bakteri penyebab Pneumonia

6
13

terbagi menjadi Gram positif dan Gram negatif seperti: Streptococcus


Pneumonia. Bakteri penyebab Pneumonia terbagi menjadi Gram positif dan
Gram negatif seperti: Streptococcus Pneumoniae (pneumococus),
Staphylococcus aureus, Enterococcus, Streptococus piogenes,
Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella Pneumoniae, dan Haemophillus
influenza (Farida et al., 2017).
Bakteri Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan salah satu
bakteri Gram positif yang seringkali menjadi penyebab Pneumonia. S.
aureus menduduki peringkat pertama penyebab Pneumonia yaitu sebesar
51 dari 119 sampel yang terdeteksi sebagai Gram positif Sependapat
dengan yang di kemukakan oleh (Jinghua et al. 2017).
Berdasarkan tempat terjadinya infeksi, dikenal dua bentuk
Pneumonia, yaitu: Pneumonia – komunitas (Community-Acquired
Pneumonia), bila infeksinya terjadi di masyarakat, dan Pneumonia
nosokomial (Hospital-Acquired Pneumonia), bila infeksi terjadi di rumah
sakit. Selain berbeda dalam lokasi tempat terjadinya infeksi, kedua bentuk
Pneumonia ini juga berbeda dalam spektrum etiologi, gambaran klinis,
penyakit dasar atau penyakit penyerta dan prognosisnya. (Said M, 2015).
Menurut Dahlan Z (2015) menjelaskan bahwa penyebab Pneumonia
dikelompokan menjadi dua yaitu;
1. Pneumonia komunitas
Pada Pneumonia komunitas jenis patogen tidak diketahui pada
40% kasus. Dilaporkan adanya Str. Pneumoniae pada (9-20%), M.
Pneumoniae (13-37%), Clamydia Pneumoniae (17%). Patogen pada
Pneumonia komunitas rawat inap. Pada 20-70% tidak diketahui
penyebabnya, 20-60% disebabkan oleh Str. Pneumoniae dan 3-10%
disebabkan oleh H. influezae. 10% disebabkan oleh S. aureus, gram
negatif, M. Pneumoniae, C. Pneumoniae dan virus. Kejadian infeksi
kuman atipikal mencapai 40-60%. Infeksi patogen Gram negatif bisa
mencapai 10% terutama pada pasien dengan komorbiditas penyakit lain
seperti disebut di atas. Ps, Aeruginosa dilaporkan sebesar 4%.
Penelitian Pneumonia komunitas rawat di Asia misalnya Indonesia atau
Malaysia mendapatkan patogen yang bukan Str. Pneumoniae sebagai
penyebab tersering Pneumonia komunitas, antara lain KI. Pneumoniae.
2. Pneumonia nosokomial
Pada kelompok Pneumonia nosokomial etiologi tergantung pada
3 faktor yaitu: tingkat berat sakit, adanya risiko untuk jenis patogen
tertentu, dan masa menjelang timbul onset Pneumonia. Patogen Str.
Pneumoniae memiliki faktor risiko koma, cedera kepala, influenza,
pemakaian obat IV, DM, gagal ginjal dan patogen Ps, Aeruginosa
memiliki faktor risiko pernah dapat antibiotik, ventilator >2 hari, lama
dirawat di ICU, terapi steroid/antibiotik, kelainan struktur paru-paru,
malnutrisi.

2.3 Klasfikasi Pneumonia


Terdapat 3 klasifikasi Pneumonia berdasarkan letak terjadinya atau
cara didapatnya, yaitu
1. Community Acquired Pneumonia (CAP)
Pneumonia komunitas (lebih dikenal sebagai Community
Acquaired Pneumonia / CAP) merupakan salah satu penyakit yang
disebabkan oleh bakteri Streptococcus Pneumonia, Haemophilus
influenza dan Moraxella catarrhalis. Ketiga bakteri tersebut dijumpai
hampir 85% kasus CAP. CAP biasanya menular karena masuk melalui
inhalasi atau aspirasi organisme patogen ke segmen paru atau lobus
paru – paru.
2. Hospital Acquired Pneumonia (HAP)
Pneumonia nosokomial (lebih dikenal sebagai Hospital
Acquired Pneumonia (HAP) atau Health Care Associated Pneumonia
(HCAP)) didefinisikan sebagai Pneumonia yang muncul setelah lebih
dari 48 jam di rawat di rumah sakit tanpa pemberian intubasi
endotrakeal. Terjadinya Pneumonia nosokomial akibat tidak
seimbangnya pertahanan inang dan kemampuan kolonisasi bakteri
sehingga menginvasi traktus respiratorius bagian bawah. Bakteri yang
berperan dalam Pneumonia nosokomial adalah P. Aeruginosa ,
Klebsiella sp, S. Aureus, S. Pneumonia.
3. Ventilator Acquired Pneumonia (VAP)
Pneumonia berhubungan dengan ventilator merupakan Pneumonia yang
terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi trakea. Ventilator
adalah alat yang dimasukan melalui mulut atau hidung,atau melalui
lubang di depan leher. Infeksi dapat muncul jika bakteri masuk melalui
lubang intubasi dan masuk ke paru – paru.
(Cunha dkk, 2013 ; Said M, 2008)

Sedangkan menurut Riyadi, (2011) “klasifikasi Pneumonia adalah


sebagai berikut”:
1. Berdasarkan klinis dan epidemologi.
a) Pneumonia yang didapatkan dimasyarakat (CAP) disebabkan
pneumokokus.
b) Pneumonia yang di dapat di RS (Hospital Acquaired Pneumonia
atau Nosokomial Pneumonia) biasanya disebabkan bakteri Gram
negatif dan angka kematian lebih tinggi.
c) Pneumonia aspirasi, sering pada bayi dan anak.
d) Pneumonia berulang, terjadi bila punya penyakit penyerta.
2. Berdasarkan kuman penyebab.
a) Pneumonia bakterialis atau topikal, dapat terjadi pada semua usia,
beberapa kuman menyerang seseorang misalnya:
1) Klebsiela pada orang alkoholik
2) Stapilokokus pada influenza.
b) Pneumonia atipikal, sering mengenai anak dan dewasa muda dan
disebabkan oleh mycoplasma, clamidia dan coxlella.
c) Pneumonia karena virus, sering pada bayi dan anak
d) Pneumonia karena jamur, sering disertai infeksi sekunder terutama
pada orang dengan daya tahan lemah dan pengobatan lebih sulit.

3. Berdasarkan prediksi infeksi.


a) Pneumonia lobaris mengenal satu lobus atau lebih, disebabkan
karena obstruksi bronkus, misalnya aspirasi benda asing, proses
keganasan.
b) Bronko Pneumonia, adanya bercak – bercak infiltrat pada paru –
paru dan disebabkan virus dan bakteri.

2.4 Faktor Risiko Pneumonia


Menurut (Akter et al., 2015) menjelaskan Faktor – faktor yang
meningkatkan risiko Pneumonia yaitu;
1) Penyakit paru obstruktif kronis
2) Demensia
3) Gagal jantung
4) Imunosupresi
5) Usia di atas 50 tahun
6) Asma
7) Alkoholisme
8) Latar belakang adat
9) Gangguan kejang (Neurologis)
10) Merokok
11) Stroke
Sedangkan Faktor – faktor yang memprediksi peningkatan risiko
kematian akibat Pneumonia yaitu;
1) Hipotermia
2) Hipotensi (tekanan darah sistolik <100 mmHg)
3) Penyakit neurologis
4) Takipnea
5) Penyakit neoplastik
6) Leukopenia
7) Diabetes mellitus

2.5 Patofisiologis Pneumonia


Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian
perifer melalui saluran respiratori. Mula – mula terjadi edema akibat reaksi
jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan
sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi
serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman
di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya,
deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di
alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut
stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meninkat di
alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris
menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner
jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal. (Said M, 2015).
13

PATOFISIOLOGI PNEUMONIA

vv
Virus, bakteri,
B1 jamur, protozoa, Inhalasi dropletB2pada Bakteri/virus
B3masuk saluran B5 B6 B8
teraspirasi saluran nafas bagian atas nafas bawah

Daya tahan tubuh lemah

Radang pada parenkim paru

(Pneumonia)

hiperplasia sel Respon inflamasi Pelepasan


pada alveolar Pelepasan mediator Akumulasi sekret Pe suplai O2 Psikologik
goblet dan disfungsi pirogen
paru kimia: prostaglandin, pada saluran ke otot
silia endogen histamine, bradikinin pernapasan

Cairan masuk Kurang


Pe produksi Terganggunya proses informasi
ke alveoli Masuk Berikatan dengan
mukus Bau dan rasa metabolisme di
hipotalamus reseptor IP3
melalui sirkulasi sputum di mulut tubuh
Eksudasi Defisit
Akumulasi mucus dalam alveoli Impuls nyeri diantar ke pengetahuan
pada saluran Nafsu makan Energi yang
Metabolisme SSP melalui serabut
pernapasan dihasilkan
menjadi saraf
Mengganggu prostaglandin
difus 02 dan CO2 Defisit Nutrisi
Bersihan jalan nafas Medula spinalis
tidak efektif Kelemahan
Perubahan
Terjadi hipoksia, termostatis fisik
hiperkarbioksida hipotalamus Thalamus
Intoleran
Gangguan Rasa Aktivitas
Metabolisme Hipertermia Korteks serebri Nyaman (nyeri)
anaerob

Kekurangan volume
Pola Napas tidak Peningkatan Asupan cairan
cairan
efektif metabolisme berkurang
13

2.6 Manifestasi klinis Pneumonia


Beberapa tanda gelaja infeksi saluran pernapasan bagian bawah
akut yaitu;
1. Hipertermia
2. Kekakuan
3. Keringat dingin
4. Batuk dengan atau tanpa produksi dahak dan perubahan warna sekresi
pernapasan pada pasien dengan batuk kronis
5. Rasa tidak nyaman di dada atau timbulnya sesak nafas
6. Kelelahan
7. Mialgia
8. Sakit perut
9. Anoreksia
10. Sakit kepala
(Akter et al., 2015).

2.7 Pemeriksaan Penunjang Pneumonia


1. Rontgen dada
Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan
pemeriksaan penunjang utama (gold standard) untuk menegakkan
diagnosis Pneumonia. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat
sampai konsoludasi dengan air bronchogram, penyebaran bronkogenik
dan intertisial serta gambaran kavitas.
2. Mikroskopi dan Kultur Dahak
Pemeriksaan mikrobiologi diantaranya biakan sputum dan
kultur darah untuk mengetahui adanya S. Pneumonia dengan
pemeriksaan koagulasi antigen polisakarida pneumokokkus.
3. Kimia darah dan hematologi
Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada beberapa kasus,
tekanan parsial karbondioksida (PCO2) menurun dan pada stadium
lanjut menunjukkan asidosis respiratorik
Tabel 2.1 Batasan Normal Analisis Gas darah
No Indikator Batas Normal
1 Titik jenuh O2 (SaO2) 97%
2 Tekanan Oksigen (PaO2) 85-100 mmHg
3 Tekanan CO2 (PaCO2) 36-44 mmHg
4 PH darah 7,35-7,45
5 HCO3 22-26 mEq/L
Sumber: Mohammad A & Kusnadi (2013)

4. Kultur darah
Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 - 40.000 /ul,
Leukosit polimorfonuklear dengan banyak bentuk. Meskipun dapat pula
ditemukanleukopenia. Hitung jenis menunjukkan shift to the left, dan
LED meningkat
5. Tes Serologi: Membantu dalam membedakan diagnosis pada organisme
secara spesifik.
6. LED (laju endapan darah): meningkat
7. Pemeriksaan Fisik Paru:Volume mungkin menurun (kongesti dan
kolaps alveolar): tekanan saluran udara meningkat dan kapasitas
pemenuhan udara menurun, hipoksemia (Akter et al., 2015).

2.8 Komplikasi Pneumonia


Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa menimbulkan
komplikasi. Akan tetapi, beberapa pasien, khususnya kelompok pasien
risiko tinggi, mungkin mengalami beberapa komplikasi seperti
1. Bakteremia (sepsis)
2. Abses paru
3. Efusi pleura
4. Kesulitan bernapas (Djojodibroto, 2013)
Bakteremia dapat terjadi pada pasien jika bakteri yang menginfeksi
paru masuk ke dalam aliran darah dan menyebarkan infeksi ke organ lain,
yang berpotensi menyebabkan kegagalan organ. Pada 10% Pneumonia
pneumokokkus dengan bakteremia dijumpai terdapat komplikasi yaitu;

1. Ektrapulmoner
2. Meningitis
3. Arthritis
4. Endokarditis
5. Perikarditis
6. Peritonitis
7. Empiema
(Dahlan, 2009 & Djojodibroto, 2013)
Pneumonia juga dapat menyebabkan akumulasi cairan pada rongga
pleura atau biasa disebut dengan efusi pleura. Efusi pleura pada Pneumonia
umumnya bersifat eksudatif. Pada klinis sekitar 5% kasus efusi pleura yang
disebabkan oleh P. Pneumoniae dengan jumlah cairan yang sedikit dan
sifatnya sesaat (efusi parapneumonik). Efusi pleura eksudatif yang
mengandung mikroorganisme dalam jumlah banyak beserta dengan nanah
disebut empiema. Jika sudah terjadi empiema maka cairan perlu di drainage
menggunakan chest tube atau dengan pembedahan (Djojodibroto, 2013).

2.9 Penatalaksanaan Pneumonia


Penatalaksanaan pada klien dengan Pnemonia yaitu;
1. Antibiotik diresepkan berdasarkan hasil pewarnaan Gram dan pedoman
antibiotik (pola resistensi, faktor risiko, etiologi harus
dipertimbangkan). Memberikan antibiotik seperti macrolides
(azithomycin, clarithomicyn), fluoroquinolones (levofloxacin,
moxifloxacin), beta-lactams (amoxilin atau clavulanate, cefotaxime,
ceftriaxone, cefuroxime axetil, cefpodoxime, ampicillin atau
sulbactam), atau ketolide (telithromycin).
2. Perawatan suportif meliputi hidrasi dengan cara menambah asupan
cairan untuk membantu menghilangkan sekresi dan mencegah
dehidrasi, antipiretik jika demam agar klien lebih nyaman seperti
Acitaminophen, ibuprofen, obat antitusif, antihistamin, atau
dekongestan hidung.
3. Dianjurkan istirahat di tempat tidur sampai infeksi menunjukkan tanda
– tanda Pneumonia tidak ada.
4. Terapi oksigen diberikan untuk hipoksemia.
5. Dukungan pernapasan meliputi konsentrasi oksigen inspirasi tinggi,
intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis.
6. Terapi atelektasis, efusi pleura, syok, pernapasan kegagalan, atau super
infeksi, jika perlu.
7. Bronkodilator untuk membantu membuka jalan udara, jika perlu.
Seperti Albuterol, metaproteranol, levabuterol via nebulizer atau
metered dose inhaler
8. Untuk kelompok berisiko tinggi untuk CAP, vaksinasi pneumokokus
disarankan.
(Brunner & Suddarth’s, 2010) (Digiulio et al., 2014)

Menurut Digiulio, Jackson, dan Keogh (2014) menyatakan


penatalaksanaan utama pada pasien Pneumonia adalah pemberian bantuan
oksigen dan antibiotik, penulis setuju dengan pendapat yang dikemukakan
DiGiulio, Jackson, dan Keogh karena menurut penulis pemberian oksigen
merupakan penyelamatan awal nyawa pasien mengingat oksigen
merupakan kebutuhan dasar manusia yang utama. Sedangkan antibiotik
untuk terapi farmakologis Pneumonia komunitas. Hal ini dikarenakan data
epidemiologis pada penelitian – penelitian sebelumnya menyatakan bahwa
bakteri merupakan patogen yang sering ditemukan dan menjadi penyebab
utama Pneumonia komunitas. Terapi antibiotik pada Pneumonia komunitas
dapat diberikan secara empiris maupun menyesuaikan berdasarkan patogen
penyebabnya (Blasi dkk, 2013). Pemilihan antibiotik pada Pneumonia
adalah eritromisin, ampisilin, amoksisilin dan ciprofloksasin (Dahlan,
2014).
2.9.1 Konsep Oksigenasi
2.9.1.1 Definisi Oksigenasi
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling
mendasar yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh,
mempertahankan hidup dan aktifitas berbagai organ dan sel tubuh.
Keberadaan oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur
vital dalam proses metabolisme dan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup seluruh sel – sel tubuh. Secara normal elemen ini
diperoleh dengan cara menghirup O2 setiap kali bernafas dari atmosfir.
Oksigen (O2) untuk kemudian diedarkan ke seluruh jaringan tubuh
(Andarmoyo, 2012).
Faktor – faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi
sebagai berikut:
1) Saraf Otonomik
Rangsangan simpatis dan parasimpatis dari saraf otonomik
dapat memengaruhi kemampuan untuk dilatasi dan kontriksi, hal ini
dapat terlihat simpatis maupun parasimpatis. Ketika terjadi
rangsangan, ujung saraf dapat mengeluarkan neurotransmiter (untuk
simpatis dapat mengeluarkan noradrenalin yang berpengaruh pada
bronkodilatasi dan untuk parasimpatis mengeluarkan asetilkolin
yang berpengaruh pada bronkokontriksi) karena pada saluran
pernapsan terdapat reseptor adrenergik dan kolinergik.
2) Hormon dan Obat
Semua hormon termasuk derivat katekolamin dapat
melebarkan saluran pernapasan. Obat yang tergolong parasimpatis,
seperti sulfas atropin dan ekstrak belladona, dapat melebarkan
saluran napas, sedangkan obat yang menghambat adrenergik tipe
beta (khususnya beta-2), seperti obat yang tergolong penyekat beta
nonselektif, dapat mempersempit saluran napas (bronkokontriksi).
3) Alergi pada Saluran Napas
Banyak faktor yang dapat menimbulkan alergi, antara lain debu
yang terdapat dalam hawa pernapasan, bulu binatang, serbuk
benang sari bunga, kapuk, makanan, dan lain-lain. Faktor-faktor ini
menyebabkan bersin bila terdapat rangsangan dari nasal, batuk bila
di saluran pernapasan bagian atas, bronkokontriksi pada asma
bronkial, dan rinitis bila terdapat di saluran pernapasan bagian
bawah.
4) Perkembangan
Tahap perkembangan anak dapat memengaruhi jumlah kebutuhan
oksigenasi, karena usia organ dalam tubuh berkembang sesuai usia
perkembangan. Hal ini dapat terlihat pada bayi usia prematur, yaitu
adanya kecenderungan kekurangan pembentukan surfaktan. Setelah
anak tumbuh dewasa, kemampuan kematangan organ juga
berkembang seiring bertambahnya usia.
5) Lingkungan
Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi,
seperti faktor alergi, ketinggian tanah, dan suhu. Kondisi tersebut
mempengaruhi kemampuan adaptasi.
6) Perilaku
Faktor perilaku yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi adalah
perilaku dalam mengonsumsi makanan (status nutrisi). Sebagai
contoh, obesitas dapat memengaruhi proses perkembangan paru,
aktivitas dapat menyebabkan proses penyempitan pada pembuluh
darah dan lain-lain.
(Alimul & Uliah, 2015)

2.9.1.2 Proses Oksigenasi


Menurut Alimul & Uliah (2015) “proses pemenuhan kebutuhan
oksigenasi tubuh terdiri atas tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi gas,
dan transportasi gas”.
1) Ventilasi
Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen
dari atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer.
Proses ventilasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu adanya
perbedaan tekanan antar atmosfer dengan paru, semakin tinggi
tempat maka tekanan udara semakin rendah. Demikian
sebaliknya, semakin rendah tempat, tekanan udara semakin
tinggi, adanya kemampuan toraks dan paru pada alveoli dalam
melaksanakan ekspansi atau kembang-kempis, adanya jalan
napas yang dimulai dari hidung hinngga alveoli yang terdiri atas
berbagai otot polos yang kerjanya sangat dipengaruhi oleh sistem
saraf otonom (terjadi rangsangan simpatis dapat menyebabkan
relaksasi sehingga vasokontriksi dapat terjadi, kerja saraf
parasimpatis dapat menyebabkan kontraksi sehingga
vasokontriksi atau proses penyempitan dapat terjadi), reflek
batuk atau muntah, dan adanya peran mukus siliarissebagai
barier atau penangkal benda asing yang mengandung intrerveron
dan dapat mengikat virus. Pengaruh proses ventilai selanjutnya
adalah compliance dan recoil. Compliance merupakan
kemampuan paruuntuk mengembang. Kemampuan ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu adanya surfaktan yang
terdapat pada lapisan alveoli yang berfungsi menurunkan
tegangan permukaan dan adanya sisa udara yang menyebabkn
tidak terjadinya kolaps serta gangguan toraks. Surfaktan
diproduksi saat terjadi peregangan sel alveoli dan disekresi saat
kita menarik napas, sedangakan recoil adaalah kemampuan
mengeluarkan CO2 atau kontraksi menyempitnya paru. Apabila
compliance baik namun recoil terganggu maka CO tidak dapat
keluar secara maksimal. Pusat pernpasan, yaitu medula oblongata
dan pons, dapat memengaruhi proses ventilasi, karena CO2
memiliki kemampuan merangsang pusat pernapasan.
Peningkatan CO2 dalam batasan 60 mmHg dapat merangsang
pusat pernapasan dan bila pCO2 kurang dari sama dengan 80
mmHg dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan
2) Difusi gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli
dengan kapiler paru dan CO2 di kapiler dan alveoli. Proses
pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luasnya
permukaan paru, tebalmembran respirasi/permeabelitas yang
terdiri atas epitel alveoli dan interstisial (keduanya dapat
mempengaruhi proses difusi apabila terjadi penebalan),
perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 (hal ini sebagaimana O2
dari alveoli masuk ke dalam darah karena tekanan O2 dalam
rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam darahvena
pulmonalis, masuk dalam darah secara difusi), pCO2 dalam arteri
pulmonalis akan berdifusi ke dalam alveoli, dan afinitas gas
(kemampuan menembus dan saling mengikat hemoglobin-Hb).
3) Transportasi gas
Transpotasi gas merupakan proses pendistribusian O2
kapiler ke jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler.
Pada proses transportasi, O2 akan berikatan dengan Hb
membentuk Oksihemoglobin (97%) dan larut dalam plasma
(3%), sedangkan CO2 akan berikatan dengan Hb membentuk
karbominohemoglobin (30%), larut dalam plasma (5%), dan
sebagian menjadi HCO3 yang berada dalam darah (65%).
Transportasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
curah jantung (cardiac output), kondisi pembuluh darah, latihan
(exercise), perbandingan sel darah dengan darah secara
keseluruhan (hematokrit), serta eritrosit dan kadar Hb.
Berdasarkan penulis Alimul & Uliah proses transportasi oksigen
di dalam tubuh manusia meliputi ventilasi, difusi, dan transport
gas.
2.9.1.3 Indikasi Terapi Oksigen
Terapi oksigen (O2) juga diberikan pada kondisi-kondisi
yang menyebabkan peningkatan kebutuhan jaringan terhadap
oksigen seperti pada luka bakar, trauma, infeksi berat, penyakit
keganasan, kejang demam dan lainnya (Mangku, 2017).

Tabel 2.2. Indikasi Terapi Oksigen Jangka Pendek


Indikasi yang sudah di rekomendasi
Hipoksemia akut (PaO2 < 60 mmHg; SaO2 < 90%)
Henti jantung dan henti napas
Hipotensi (tekanan darah sistolik < 100 mmHg)
Curah jantung yang rendah dan asidosis metabolik
(Bikarbonat < 18 mmol/ L)
Distress pernapasan (frekuensi pernapasan > 24 kali/ menit)

Tabel 2.3 Indikasi Terapi Oksigen Jangka Panjang


Pemberian oksigen secara kontinyu
PaO2 istirahat < 55 mmHg atau SaO2< 88%
PaO2 istirahat 56-59 mmHg atau SaO2 89% pada salah satu
keadaan: Edema yang disebabkan karena CHF P pulmonal pada
pemeriksaan EKG (gelombang P > 3 mm pada lead II, III dan
aVF)
Polisitemia (hematokrit > 56%)
Pemberian oksigen (O2) secara tidak kontinyu:
Selama latihan PaO2 < 55 mmHg atau SaO2< 88%
Selama tidur: PaO2< 55 mmHg atau SaO2< 88% dengan
komplikasi seperti hipertensi pulmoner, somnolen dan aritmia

2.9.1.4 Pedoman Pemberian Terapi Oksigen


Adapun pemberian terapi oksigen hendaknya mengikuti
langkah – langkah sebagai berikut sehingga tetap berada dalam
batas aman dan efektif, di antaranya:
1) Tentukan status oksigenasi pasien dengan pemeriksaan klinis,
analisis gas darah dan oksimetri.
2) Pilih sistem yang akan digunakan untuk memberikan terapi
oksigen.
3) Tentukan konsentrasi oksigen yang dikehendaki: rendah (di
bawah 35%), sedang (35 sampai dengan 60%) atau tinggi (di
atas 60%).
4) Pantau keberhasilan terapi oksigen dengan pemeriksaan fisik
pada sistem respirasi dan kardiovaskuler.
5) Lakukan pemeriksaan analisis gas darah secara periodik dengan
selang waktu minimal 30 menit.
6) Apabila dianggap perlu maka dapat dilakukan perubahan
terhadap cara pemberian terapi oksigen.
7) Selalu perhatikan terjadinya efek samping dari terapi oksigen
yang diberikan.
(Mangku, 2017).

2.9.2 Konsep Antibiotik


2.9.2.1 Definisi Antibiotik
Antibiotik adalah agen yang digunakan untuk mencegah dan
mengobati suatu infeksi karena bakteri (American Heritage, 2011).
Akan tetapi, istilah antibiotik yang sesungguhnya mengacu pada suatu
zat kimia yang dihasilkan oleh satu macam organisme yang berperan
dalam menghambat pertumbuhan atau membunuh organisme yang lain
(Setiabudy, 2009).
2.9.2.2 Klasifikasi Antibiotik
Penggolongan antibiotik dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Struktur Kimia
Berdasarkan struktur kimianya, antibiotik dikelompokkan
sebagai berikut:
a) Golongan Aminoglikosida; antara lain amikasin, dibekasin,
gentamisin, kanamisin, neomisin, netilmisin, paromomisin,
sisomisin, streptomisin, tobramisin.
b) Golongan Beta-Laktam; antara lain golongan karbapenem
(ertapenem, imipenem, meropenem), golongan sefalosporin
(sefaleksin, sefazolin, sefuroksim, sefadroksil, seftazidim),
golongan beta-laktam monosiklik, dan golongan penisilin
(penisilin, amoksisilin). Penisilin adalah suatu agen antibakterial
alami yang dihasilkan dari jamur jenis Penicilliumchrysognum.
c) Golongan Glikopeptida; antara lain vankomisin, teikoplanin,
ramoplanin dan dekaplanin.
d) Golongan polipertida; antara lain golongan makrolida
(eritromisin, azitromisin, klaritromisin, roksitromisin), golongan
ketolida (telitromisin), golongan tetrasiklin (doksisiklin,
oksitetrasiklin, klortetrasiklin).
e) Golongan Polimiksin; antara lain polimiksin dan kolistin.
f) Golongan Kinolon (fluorokinolon); antara lain asam nalidiksat,
siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin, levofloksasin, dan
trovafloksasin.
g) Golongan Streptogamin; antara lain pristinamycin,
virginiamycin, mikamycin, dan kinupristin-dalfopristin.
h) Golongan Oksazolidinon; anatara lain linezolid.
i) Golongan Sulfonamida; antara lain kotrimoksazol dan
trimetoprim
j) Antibiotik lain yang penting; seperti kloramfenikol, klindamisin
dan asam fusidat
(Jawetz dkk, 2013).

2. Berdasarkan mekanisme kerja antibiotik


Berdasarkan mekanisme kerjanya terhadap bakteri, antibiotic
dikelompokkan sebagai berikut:
1. Penghambat Sintesis Dinding Sel
Dinding sel terdiri dari suatu polimer peptidoglikan yang
mengandung unit glikan dan saling bergabung satu sama lain
melalui ikatan-silang peptida. Antibiotik ini kemudian memecah
enzim pada dinding sel dan menghambat enzim dalam sintesis
dindig sel, kemudian memberikan efek bakterisidal. Contohnya
yaitu β-Lactam seperti penicillin, cephalosporin; carbapenem;
monobactam, dan antibiotik lainnya yaitu bacitracin; vancomycin;
daptomycin.
2. Penghambat Sinteis Protein
Memiliki efek bakterisidal atau bakteriostatik, dengan cara
membidik ribosom suatu bakteri dan mengganggu sintesisprotein.
Contohnya yaitu tetrasiklin, glisisiklin, aminoglikosida,
macrolide/ketolide, kloramfenikol, klindamisin, quinupristin, dan
linezolide.
3. Penghambat Sintesa Folat
Mekanisme kerja ini terdapat pada obat-obat seperti
sulfonamida dan trimetoprim. Bakteri tidak dapat mengabsorbsi
asam folat, tetapi harus membuat asam folat dari PABA (asam
paraaminobenzoat), pteridin, dan glutamat. Sedangkan pada
manusia, asam folat merupakan vitamin dan kita tidak dapat
menyintesis asam folat. Hal ini menjadi suatu target yang baik dan
selektif untuk senyawa – senyawa antimikroba.
4. Mengubah Permeabilitas Dinding Sel
Memiliki efek bakteriostatik dan bakteriolisis dengan
menghilangkan permeabilitas membran dan oleh karena hilangnya
substansi seluler menyebabkan sel menjadi lisis. Obat-obat yang
memiliki aktivitas ini antara lain polimiksin, amfoterisin B,
gramisidin, nistatin, kolistin.
5. Mengganggu Sintesis DNA
Mekanisme kerja ini terdapat pada obat-obat seperti
metronidazol, kuinolon, novobiosin. Obat-obat ini menghambat
asam deoksiribonukleat (DNA) girase sehingga mengahambat
sintesis DNA. DNA girase adalah enzim yang terdapat pada bakteri
yang menyebabkanerbukanya dan terbentuknya superheliks pada
DNA sehingga menghambat replikasi DNA.
(Harvey RA, 2013).
2.10 Asuhan Keperawatan Menggunakan SDKI, SLKI dan SIKI
No. Standar Diagnosis Keperawatan Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SDKI) Indonesia (SLKI) Indonesia (SIKI)
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d Bersihan Jalan Napas(L.01001) Manajemen Jalan Napas (I.01011)
Hipersekresi jalan napas dibuktikan dengan Definisi : Kemampuan membersihkan Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan
batuk tidak efektif, sputum berlebih, ronkhi, sekret atau obstruksi jalan napas untuk jalan napas
dispnea, sianosis, dan pola napas berubah mempertahankan jalan napas tetap paten. Tindakan :
(D.0001) Observasi
Setelah dilakukan intervensi 1. Monitor pola napas (frekuensi,
Definisi :Ketidakmampuan membersihkan keperawatan selama 1x24 jam maka kedalaman, usaha napas)
sekret atau obstruksi jalan napas untuk Bersihan Jalan Napas Meningkat dengan 2. Monitor bunti naaps tambahan (mis.
mempertahankan jalan napas tetap paten kriteria hasil : Gugling, mengi, wheezing, ronkhi
1. Batuk efektif (meningkat) kering)
Penyebab : 2. Produksi sputum (menurun) 3. Monitor sputum (jumlah, warna,
1. Fisiologis 3. Sulit bicara (menurun) aroma)
1. Spasme jalan napas 4. Sianosis (menurun)
2. Hipersekresi jalan napas 5. Pola napas (membaik) Terapeutik
3. Disfungsi neuromuskuler 1. Posisikan semi-fowler atau fowler
4. Benda asing dalam jalan napas 2. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Adanya jalan napas buatan 3. Berikan minum hangat
6. Sekresi yang tertahan 4. Berikan oksigen, jika perlu
7. Hiperplasia dinding jalan napas 5.
8. Proses infeksi
9. Respon alergi’ Edukasi
10. Efek agen farmakologis (mis. 1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,
Anastesi) jika tidak kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
2. Situasional
1. Merokok aktif Kolaborasi
2. Merokok pasif 1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
3. Terpajan polutan ekspektoran, mukolitik, jika perlu

Gejala dan Tanda Mayor


3. Subjektif : Tidak tersedia
4. Objektif
1. Batuk tidak efektif
2. Tidak mampu batuk
3. Sputum berlebih
4. Mengi, wheezing dan/atau ronkhi
kering
5. Mekonium di jalan napas (pada
neonates)
Gejala dan Tanda Minor
5. Subjektif :
1. Dispnea’
2. Sulit bericara
3. ortopnea
6. Objektif
1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi napas menurun
4. Frekuensi napas berubah
5. Pola napas berubah

Kondisi Klinis Terkait


1. Gullian barre syndrome
2. Sklerosis multiple
3. Myasthenia gravis
4. Prosedur diagnostic (mis. Bronkoskopi,
transesophageal
echocardiography[TEE]
5. Depresi sistem saraf pusat
6. Cedera kepala
7. Stroke
8. Kuadriplegia
9. Sindrom aspirasi mekonium
10. Infeksi saluran napas
BAB III
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

3.1 Pengkajian
Pasien bernama Tn. S berusia 43 tahun, bertempat tinggal di
Karang Besuki Malang, beragama Islam dan bersuku jawa. Latar belakang
pendidikan terakhir klien adalah sekolah dasar (SD) dengan pekerjaan
terakhir tukang kebersihan taman. Keluarga klien mengatakan bahwa klien
sebelum dibawa ke RSUD DR. Saiful Anwar Malang klien dirawat 3 hari
di RS Umum Univesitas Muhammadiyah Malang, dengan keluhan batuk
satu bulan yang lalu, keluhan sesak pada saat klien melakukan aktivitas
sedang. Keluarga klien beranggapan bahwa batuk dan sesak yang dirasakan
oleh klien biasa saja, tetapi pada beberapa hari kemudian batuk bertambah
sering, sesak napas bertambah berat dan berat badan bertambah menurun,
akhirnya klien dan keluarga mencurigai adanya masalah kesehatan pada
klien. Sehingga klien di bawa ke RS Umum Universitas Muhammadiyah
Malang dengan masuk melalui IGD dan ditempatkan di ruangan rawat inap
kelas 2 pada tanggal 05 – 08 Maret 2020 dan di rujuk ke RSUD DR. Saiful
Anwar Malang (RSSA) 08 Maret 2020.
Hasil pengkajian didapatkan bahwa Tn. S datang atas rujukan dari
RS Umum Universitas Muhammadiyah Malang untuk dilakukan
pemeriksaan penunjang yang terdapat di RSSA. Kesadaran klien compos
mentis dengan GSC E4V5M6, batuk produktif terdapat dahak bewarna putih
kehijauan, konsitensi dahak kental, sesak napas dan adanya nyeri pada dada
kanan. Pasien berbaring di atas berangkat dengan terpasang O 2 Nasal kanul
4 lpm dan terpasang infus. Diagnosis yang telah ditetapkan adalah
Pneumonia.

22
23

Pola aktivitas klien sehari – hari berada di rumah dan biasanya


bekerja sebagai buruh yang membersihkan taman yang ada di pinggir
trotoar. Klien bekerja dari jam 07.00 – 09.00 WIB, setelah itu klien pulang
kembali dan beristirahat. Menurut keluarga semua aktivitas klien selama di
rumah dilakukan secara mandiri, hanya biasanya pasien meminta untuk
ditemani atau dibantu untuk melakukan aktivitas yang sedikit berat.
Menurut keluarga klien selama dirumah klien mempunyai kebiasaan tidur
siang dari jam 13.00 – 14.30 WIB dan setiap harinya tidur malam dari jam
21.00 – 03.00 WIB. Pada saat tidur klien merasa terganggu dan sering
bangun karena batuk dan sesak napas, tindakan yang dilakukan klien untuk
meredakan keluhanya dengan cara mengoleskan balsem pada dada, leher
dan minum air. Saat di Rumah Sakit tidur klien terganggu hanya bisa tidur
2 – 3 jam, terbangun ketika batuk dan sesak, sehingga upaya untuk
mengatasi gangguan tidur klien mengatur posisi tidur dan duduk jika
keluhanya tidak teratasi.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh perawat status mental
klien adalah Compos mentis dengan nilai GCS E4V5M6. Klien terlihat
lemah. Kekuatan otot pasien adalah 4/4/4/4.
a. Pola nutrisi
Pola pemenuhan kebutuhan nutrisi klien selama di rumah adalah makan
dan minum 3 – 4 kali dengan porsi banyak, dengan jenis makanan nasi
putih, berbagai macam lauk, klien sangat suka dengan makanan bersantan
dan ayam, sayur mayur dan minum air putih sekitar >3 L/hari. Sebelum
pasien masuk rumah sakit terakhir yang dimakan klien adalah nasi
sebanyak 4 sendok dan lauk tempe. Ketika di rumah sakit klien makan
3x/hari dengan jenis makanan bubur tanpa lauk dan sayur. Klien
menghabiskan air mineral >3 L/hari dan infuse 1.500 ml/hari.
b. Pola eliminasi/kebersihan diri
Klien selama dirumah tidak mengalami masalah BAK dan BAB rutin setiap
2 hari sekali. Di Rumah Sakit terkadang saat BAK di tampung dengan
urinal karena ketidakmampuan klien untuk ke kamar mandi, tetapi
terkadang klien mampu BAK dan BAB ke kamar mandi dengan bantuan
keluarganya. Produksi urine 500cc/4jam dengan karakteristik urine, warna
24

kuning pekat, bau sedikit menyengat. Pola kebersihan diri pasien selama
dirumah mandi rutin 2x sehari secara mandiri, rutin memotong kuku setiap
minggu dan mencuci rambut 1 hari sekali. Selama di rumah sakit pasien
mandi diseka 2x/ hari setiap pagi dan sore oleh keluarganya.
Pemeriksaan yang dilakukan kepada klien mulai dari pemeriksaan
kesadaran, fisik dan pemeriksaan penunjang yang menggunakan X-Ray,
dan USG. Pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh. Pada bagian
kepala pemeriksaan yang dilakukan adalah bagian rambut, mata, hidung,
mulut, telinga. Didapatkan hasil kepala bulat simetris (normocephalic).
Rambut klien tipis, terdistribusi merata pada kulit kepala, tidak ada nyeri
tekan, tidak ada lesi pada kulit kepala. Pergerakan bola mata simetris,
konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, penglihatan normal, tidak terdapat
kotoran mata, tidak ada edema di sekitar mata, dan tidak ada kantung mata.
Posisi hidung simetris, tidak ada sekresi, polip atau hambatan dalam
bernapas. Selanjutnya pemeriksaan mulut, dari mulut klien tercium aroma
tidak sedap. Gigi terlihat tampak kotor, tidak terdapat stomatitis, terdapat
karies gigi, bibir kering dan pecah – pecah , serta membrane mukosa
kering. Pemeriksaan pada telingan didapatkan bahwa telinga klien bersih,
posisi kedua telinga simetris, dan tidak terdapat benjolan pada telinga serta
klien tidak mengalami gangguan pendengaran. Pemeriksaan pada bagian
leher. Didapatkan bahwa leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak
terdapat gangguan proses menelan, dan tidak ada lesi.
Pada pemeriksaan dada/thoraks. Inspeksi: Bentuk thorak barrel
chest, bentuk dada asimetris (tampak lebih besar pada bagian dada kanan),
adanya retraksi intercostae otot bantu napas, pernapasan cuping hidung,
pola napas takipnea, tampak sianosis. Pada saat palpasi bagian thorax
pemeriksaan taktil/vocal fremitus getaran antara kanan dan kiri tidak sama
lebih bergetar sisi kiri. Saat perkusi dada terdapat suara dullness pada
daerah dada kanan bawah. Pemeriksaan auskultasi dada suara napas area
paru, bronchial dan bronkovesikuler yaitu kasar, suara paru terdengar
ronkhi dan adanya keluhan nyeri pada dada kanan. Auskultasi jantung juga
didapatkan suara jantung S1 dan S2 normal, reguler. Tidak terdapat adanya
bunyi jantung murmur ataupun gallop. Pada pemeriksaan abdomen, bentuk
25

abdomen cekung, tidak terdapat adanya lesi dan benjolan pada perut dan
tidak ada nyeri tekan.
Pemeriksaan musculoskeletal pada klien didapatkan adanya oedem
pada telapak tangan kanan akibat plebitis, adanya kelemahan pada otot
4/4/4/4. Tidak ada fraktur dan dislokasi. Pada pemeriksaan integumen
terlihat tidak ada lesi, warna kulit sawo matang, mukosa bibir kering, kulit
tipis dan kering, turgor kulit tidak lambat. CRT pada ujung kuku >2 detik
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum terlihat lemah. Ketika
di rumah sakit pasien pada awal masuk dengan keluhan batuk produktif
terdapat dahak bewarna putih kehijauan, konsitensi dahak kental, sesak
napas dan adanya nyeri pada dada kanan. Pada saat pasien mendapat
perawatan petama dengan memeriksa TTV dan anamnesis dari dokter dan
dianjurkan untuk pemeriksaan X-Ray dan USG dengan hasil X-Ray
opasitas lapang bawah paru kanan suspek massa paru dd Pneumonia dan
efusi pleura, sedangkan hasil USG tidak tampak echo cairan cavum pleura
kanan dan kiri tidak di berikan marker, tampak hepatisasi pada cavum
thorak kanan, klien terpasang O2 Nasal kanul 4 lpmdan infuse. Pada
pengukuran tanda-tanda vital didapatkan Tekanan Darah: 100/60 mmHg,
Nadi : 129 x/menit, RR: 26 x/menit, S : 38,2 oC dan hasil penilain GCS
E4V5M6 dengan kesadaran Compos mentis.
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dilakukan pada tgl 09 Maret
2020 adalah pemeriksaan LAB Darah lengkap, Kimia klinik dan Elektrolit
dengan hasil :

A. Darah Lengkap
Leukosit : 6,850 ( N : 3.500 – 10.000 / µL )
Eosinofil : 0,6 (N:0–4)
26

Basofil : 0,3 (N:0–1)


Neutrofil : 58,1 ( N : 51 – 67 )
Limfosit : 25,1 ( N : 25 – 33 )
Monosit : 15,9 (N:2–5)
Eritrosit : 3,6 ( N : 1.2 juta – 1.5 juta µL )
MCV : 7,8 ( N : 80 – 93 )
MCH : 26,7 ( N : 27 – 31 )
MCHC : 34,2 ( N : 32 – 36 )
RDW : 13,9 ( N : 11,5 – 14,5 )
PDW : 13,3 ( N : 9 - 13 )
MPV : 11,4 ( N : 7,2 – 11,1 )

Trombosit : 201.000 ( N : 150.000 – 350.000 / µL )


Haemoglobin : 10,3 ( N : 11.0 – 16.3 gr/dl )
Haematokrit : 28,1 ( N : 35.0 – 50 gr / dl )
B. Kimia Darah
Ureum : 32,4 ( N : 10 – 50 mg / dl )
Creatinin : - ( N : 07 – 1.5 mg / dl )
SGOT : 45 ( N : 2 – 17 )
SGPT : 19 ( N : 3 – 19 )
BUN - ( N : 20 – 40 / 10 – 20 mg / dl )
Bilirubin : 1,18 ( N : 1,0 mg / dl )
Total Protein : ............................. ( N : 6.7 – 8.7 mg /dl )
GD puasa : ............................ ( N : 100 mg/dl )
GD 2 jpp :133 ( N : 140 – 180 mg / dl )
C. ANALISIS ELEKTROLIT
Natrium : 128 ( N : 136 – 145 mmol / l )
Kalium : 2,79 ( N ; 3,5 – 5,0 mmol / l )
Clorida : 94 ( N : 98 – 106 mmol / l )
Calsium : ( N : 7.6 – 11.0 mg / dl )
Phospor : ............................. ( N : 2.5 – 7.07 mg / dl )
Kreatinin ……………….. (N : 62-106)
Sodium : …………… (N : 135 – 145)
D.PEMERIKSAAN LAB LAIN
Analisis Gas Darah
PH : 7,50 (N : 7,35 – 4,45)
PCO2 : 36,2 (N : 35 – 45 )
PO2 : 50,0 (N : 80 – 100 )
HCO3 :28,7 (N : 21 -28 )
SPO2 : 88,4% (N : >95)

3.2 Analisis Data


Hasil pengkajian yang telah dipaparkan diatas menunjukkan
masalah keperawatan berdasarkan klasifikasi SDKI menurut (PPNI, 2016)
27

Masalah keperawatan klien (1) adalah Bersihan jalan napas tidak efektif,
yaitu ketidakmampuan membersihkan sekret dan obstruksi jalan napas
untuk mempertahankan jalan napas tetap paten. Berdasarkan hasil Pada
pengukuran tanda – tanda vital didapatkan Tekanan Darah: 100/60 mmHg,
Nadi : 129 x/menit, RR: 26 x/menit, S: 38,2 oC dan hasil dari penilain GCS
yang dilakukan di ruangan rawat inap 25 RSSA E4V5M6 dengan kesadaran
Compos mentis. Sedangkan dari hasil pengkajian sesuai dengan masalah
keperawatan pada klien didapatkan data yaitu, batuk produktif, tidak
mampu mengeluarkan dahak, ketika klien mampu mengeluarkan dahak
banyak bewarna putih kehijauan, adanya kesulitan untuk bernapas
(dispnea), kedalaman napas dangkal, saat bernapas klien menggunakan otot
bantu napas intercostae, berbicara tidak jelas, klien tampak sianosis, adanya
suara ronkhi pada lapang paru kanan dan saat diperkusi bunyi dullness pada
lapang paru bagian kanan bawah.
Masalah keperawatan (2) yang terjadi adalah Gangguan pertukaran
gas yaitu kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan eleminasi
karbondiakosida pada membrane alveolus – kapiler. Data pendukung dari
hasil pemeriksaan analisis gas darah (BGA) didapatkan hasil, PH : 7,50
meningkat, PCO2: 36,2 normal, PO2: 50,0 menurun, SPO2 : 88,4 menurun
dan HCO3: 28,7 meningkat. Sedangkan data pendukung lainya yaitu, Nadi :
129 x/menit, adanya bunyi napas tambahan Ronkhi, klien tampak sianosis,
keringat dingin (diaphoresis) dan dipsnea. Pola napas cepat 26 x/menit,
dangkal dan napas cuping hidung.
Masalah keperawatan (3) yang terjadi adalah Intoleransi aktivitas
yaitu ketidakmampuan energi untuk melakukan aktivitas sehari – hari. Data
pendukung yang didapatkan dari keluarga yaitu, keluarga klien mengatakan
klien tidak mampu untuk berjalan ke kamar mandi dan bertambah sesak
serta keluar keringat dingin. Sedangkan dari hasil pemeriksaan klien lemah,
tampak sianosis, tanda – tanda vital Tekanan Darah: 100/60 mmHg, Nadi :
129 x/menit, RR: 26 x/menit, kekuatan otot 4/4/4/4 dan Hb : 10,3 gr/dl.
Diagnosis yang dapat ditegakkan pada klien dari data pengkajian
yang sudah ditemukan adalah Bersihan jalan napas tidak efektif, gangguan
pertukaran gas dan intoleransi aktivitas. Dari 3 diagnosis yang ditemukan,
28

maka dalam karya ilmiah ini penulis memfokuskan pada satu diagnosis
yang utama yaitu Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif untuk dapat
membantu klien meningkatkan kondisi kesehatan klien itu sendiri.

3.3 Rencana Keperawatan


Rencana asuhan keperawatan pada klien Tn. S berdasarkan ketiga
diagnosis keperawatan, yaitu Bersihan jalan napas tidak efektif, gangguan
pertukaran gas dan intoleransi aktivitas diambil dari SDKI (PPNI, 2016).
Tujuan dari asuhan keperawatan kepada klien telah disesuaikan dengan
masing – masing diagnosis keperawatan yang muncul. Diagnosis yang
pertama yaitu Bersihan jalan napas tidak efektif dengan tujuan agar setelah
diberikan asuhan keperawatan klien membaik dengan kriteria hasil batuk
efektif, produksi sputum, dispnea, sulit bicara, sianosis, pola napas dan
ronkhi.
` Intervensi yang dilakukan dengan manajemen jalan napas yaitu
mengumpulkan dan menganalisis data untuk mengidentifikasi dan
mengelolah kepatenan jalan napas tindakan yang dilakukan meliputi
Observasi 1) monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas), 2)
monitor bunyi napas tambahan (mis. Gugling, mengi, wheezing, ronkhi
kering), 3) monitor sputum (jumlah, warna, aroma), tindakan terapeutik 1)
pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-
thrust jika curiga trauma servikal), 2) posisikan semi-fowler atau fowler, 3)
lakukan fisioterapi dada, jika perlu, 4) berikan minum hangat, 5) berikan
oksigen, jika perlu. Tindakan edukasi 1) anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak kontraindikasi, 2) ajarkan teknik batuk efektif dan juga
kolaborasi 1) kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.
Diagnosis yang kedua yaitu gangguan pertukaran gas dengan tujuan
agar setelah diberikan asuhan keperawatan klien membaik dengan kriteria
hasil dispnea, bunyi napas tambahan, diaphoresis, napas cuping hidung,
PO2, Takikardi dan pola nafas.
Intervensi yang dilakukan dengan pemantauan respirasi yaitu
mengumpulkan dan menganalisis data untuk memastikan kepatenan jalan
29

nafas dan keefektifan pertukaran gas tindakan yang dilakukan meliputi


observasi 1) monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas, 2)
monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea hiperventilasi, kussmaul,
sheyne-stoke, biot,ataksik), 3) monitor kemampuan batuk efektif, 4)
monitor adanya produksi sputum, 5) monitor adanya sumbatan jalan nafas,
6) palpasi kesemetrisan ekspansi paru, 7) auskultasi bunyi nafas, 8) monitor
saturasi oksigen, 9) monitor nilai AGD, 10) monitor hasil x-ray toraks,
tindakan terapi terapeutik yang bisa dilakukan,1) atur interval pemantuan
respirasi sesuai kondisi pasien, 2) dokumentasi hasil pemantauan serta
edukasi yang dapat diberikan, 1) jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan,
2) informasikan hasil pemantauan, jika perlu.
Diagnosis yang ketiga yaitu intoleransi aktivitas dengan tujuan agar
setelah diberikan asuhan keperawatan klien membaik dengan kriteria hasil
frekuensi nadi, saturasi oksigen, keluhan lelah, dispnea, frekuensi napas
dan sianosis.
Intervensi yang dilakukan dengan manajemen energi yaitu
mengumpulkan dan menganalisis data untuk mengidentifikasi dan
mengelolah penggunaan energi untuk mengatasi atau mencegah kelelahan
dan mengoptimalkan proses pemulihan yang dilakukan meliputi observasi
1) identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan keluhan, 2)
monitor kelelahan fisik dan emosional, 3) monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas, tindakan terapeutik yang
bisa dilakukan 1) sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis,
cahaya, suara kunjungan), 2) lakukan latihan rentang gerak pasif/aktif, serta
edukasi yang dapat diberikan 1) anjurkan tirah baring, 2) anjurkan
melakukan aktivitas secara bertahap, 3) anjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang, 4) ajarkan strategi koping
mengurangi kelelahan dan kolaborasi dengan ahli gizi cara meningkatkan
asupan makanan.

3.4 Implementasi
Implementasi asuhan keperawatn pada klien dilakukan selama 3
hari. Pertemuan terkait implementasi dilakukan ketika peneliti sedang
30

menjalankan shift di rumah sakit total pertemuan yang dilakukan oleh


peneliti yaitu 3 kali dan peneliti melakukan obervasi melalui catatan
perkembangan klien untuk mengetahui temuan – temuan yang ditemukan
ketika peneliti sedang tidak berjaga, pertemuan pertama dilakukan
pengkajian terkait keadaan klien saat masuk ke ruang Intalasi Rawat Inap
25 RSSA Kanjuruan dengan menggunakan format pengkajian KGD ICU
dengan berfokus kepada data B1 sampai B6 untuk kesadaran peneliti
melakukan pemeriksaan thorak terhadap klien.
3.4.1 Implementasi Masalah Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan Bersihan jalan napas tidak
efektif dilakukan 2 kali setiap pertemuan di awal shift dan di akhir
pergantian shift jaga dalam 3 hari dengan jumlah total 6 kali observasi pada
awal pertemuan peneliti selalu melakukan perkenalan terlebih dahulu
kepada keluarga klien setiap melakukan interaksi.
Hal ini bertujuan supaya tindakan yang dilakukan peneliti dapat
dimengerti oleh keluarga ketika peneliti berinteraksi, reaksi keluarga
cenderung khawatir dan menanyakan kenapa klien batuk dan sesak napas.
Dari hasil obervasi yang dilakukan didapatkan hasil k/u lemah, TD : 100/60
mmHg, RR : 26 x/menit, batuk produktif, tidak mampu mengeluarkan
dahak, ketika klien mampu mengeluarkan dahak banyak bewarna putih
kehijauan, adanya kesulitan untuk bernapas (dipsnea), kedalaman napas
dangkal, saat bernapas klien menggunakan otot bantu napas intercostae,
berbicara tidak jelas, klien tampak sianosis, adanya suara ronkhi pada
lapang paru kanan dan saat di perkusi bunyi dullness pada lapang paru
bagian kanan bawah. Peneliti melakukan penilain kesadaran dengan
menggunakan Glascow skala scale (GCS) terhadap klien didapatkan
E4V5M6 dengan kesadaran Compos mentis.
Hari kedua dilakukan kembali implementasi untuk manajemen jalan
napas pada klien Tn. S. Intervensi yang dilakukan pada hari selanjutnya
adalah melakukan dan mengajarkan postural drainase, fisioterapi dada dan
batuk efektif. Klien selalu mengeluh ketidakmampuan untuk mengeluarkan
dahak, sehingga peneliti memberikan tindakan dan mengajarkan tentang
mengajarkan postural drainase, fisioterapi dada batuk efektif untuk
31

merontohkan dahak yang menempel pada jalan napas dan bisa di keluarkan.
Hal ini merupakan suatu tindakan yang memberikan solusi kepada klien
untuk merontohkan dahak dan mengeluarkan dahak, tindakan ini dilakukan
setelah tindakan nebul dengan pemberian obat combivent dan pulmicot,
memberikan minuman hangat, memposiskan semi-fowler dan memberikan
O2 Nasal kanul 4 lpm agar klien merasa nyaman untuk beristirahat.

3.4.2 Implementasi Masalah Gangguan Pertukaran Gas


Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan gangguan pertukaran gas
dilakukan 2 kali Setiap pertemuan di awal shift dan di akhir pergantian shift
jaga dalam 3 hari dengan jumlah total 6 kali. Intervensi yang dilakukan
pada hari pertama merupakan observasi pemantau respirasi dengan hasil
yang didapatkan adanya keluhan sesak, bunyi napas tambahan ronkhi pada
lapang paru kanan, pola napas cepat, dangkal dengan frekuensi pernapasan
26 x/menit, tampak adanya napas cuping hidung dan keringat dingin
(diaforesis). Selain itu juga dilakukan pemantauan BGA yang abnormal
dimana didapatkan hasil pH : 7,50 meningkat, PCO2: 36,2 normal, PO2:
50,0 menurun dan HCO3: 28,7 meningkat.
Implementasi hari kedua, dilakukan pemantaun saturasi oksigen
yang didapatkan hasil SPO2 : 88,4 menurun. Sehingga tindakan yang
diberikan pemberian O2 Nasal kanul 4 lpm yang bertujuan untuk
menstabilkan kadar O2 dalam tubuh. Selain itu memantau respirasi hasil
yang didapatkan pola napas dalam, frekuensi pernapasan cukup membaik
23 x/menit, sedikit menggunaan otot bantu napas intercostae dan napas
cuping hidung berkurang. Implementasi hari selanjutnya dilakukan
pemantauan saturasi oksigen membaik 99%, produksi dahak berkurang,
sianosis tampak ketika ketika klien beraktivitas ringan seperti ke kamar
mandi, pola napas cukup membaik dengan RR : 22 x/menit, dalam,
penggunaan otot bantu napas dan cuping hidung sudah tidak ada.
Sedangkan untuk suara ronkhi masih sedikit terdengar pada lapang paru
kanan.

3.4.3 Implementasi Masalah Intoleransi Aktivitas


32

Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan intoleransi aktivitas


dilakukan 2 kali setiap pertemuan diawal shift dan diakhir pergantian shift
jaga dalam 3 hari dengan jumlah total 6 kali. Intervensi yang dilakukan
pada hari pertama merupakan observasi gangguan fungsi tubuh yang
menyebabkan kelelahan. Dari hasil observasi didapatkan klien mengalami
gangguan pada paru – paru kanan yang menyebakan kelelahan saat
melakukan akitvitas. Memantau kelelahan fisik dan emosional ketika klien
berjalan ke kamar mandi merasakan sesak dan keringat dingin. Sehingga
edukasi peneliti kepada klien untuk menganjurkan tirah baring dan
menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang.
Implementasi hari kedua dilakukan penyediaan lingkungan yang
nyaman dengan membersihkan tempat tidur klien. Hal ini memberikan
kenyamanan pada klien di tempat tidur. Hari selanjutnya memantau
kelelahan yang dirasakan klien, kesulitan bernapas menurun, RR : 22
x/menit, sianosis berkurang dan saturasi oksigen normal 99%.

3.5 Evaluasi
Penulis menguraikan tiga diagnosis utama yang diantaranya adalah
bersihan jalan napas tidak efektif, gangguan pertukaran gas dan intoleransi
aktivitas. Sedangkan proses analisis hasil atau evaluasi yang digunakan
adalah berupa SOAP dimana terdiri dari data berupa data subjektif atau
data berdasarkan keluhan pasien setelah dilakukannya implementasi 1x24
jam dan data objektif berupa hasil pemeriksaan yang dilakukan setelah
implementasi selama 1x24 jam. Selanjutnya adalah hasil analisis respon
subjektif dan objektif yang dijadikan dasar untuk melakukan planning atau
rencana pemberian intervensi selanjutnya.
Hari pertama dilakukannya implementasi didapatkan hasil bahwa
bersihan jalan napas klien cukup meningkat meskipun masih ada keluhan
tentang lainya. Selain itu produksi sputum, sulit bicara, sianosis, pola
pernapasan dan ronkhi cukup berkurang. Klien juga menunjukan batuk
produktif cukup menurun. Pada diagnosis keperawatan kedua klien
mengatakan keluhan dispnea, diaphoresis masih dirasakan. Tetapi dari hasil
pemantauan pola napas dan BGA cukup membaik. Pada diagnosis
33

keperawatan ketiga didapatkan hasil bahwa klien masih mengeluh dan


terlihat lemas, masih terganggu ketika melakukan aktivitas fisik ringan
seperti berjalan ke kamar mandi.
Hari kedua implementasi didapatkan hasil mengenai bersihan jalan
napas pada klien meningkat dengan keluhan yang dirasakan sudah
membaik. Pada diagnosis keperawatan kedua nilai BGA yang didapatkan
membaik, walaupun keluhan dispnea, diaphoresis dan pola napas cukup
membaik. Diagnosis keperawatan ketiga didapatkan hasil bahwa keluhan
lemas cukup berkurang dan terkadang dapat melakukan aktivitas fisik
ringan.
Hari ketiga implementasi yang dilakukan pada klien Tn. S dengan
diagnosis Pneumonia didapatkan hasil bahwa diagnosis keperawatan yang
pertama bersihan jalan napas klien meningkat, dengan produksi sputum,
sulit bicara sianosis, pola pernapasan dan ronkhi membaik dan berkurang.
Diagnosis keperawatan kedua klien mengatakan dispnea, diaphorsis
berkurang dan hasil BGA membaik. Sedangkan pada diagnosis keperawatan
ketiga didapatkan hasil bahwa klien dapat melakukan aktivitas ringan dan
keluhan lemas menurun.
BAB IV

ANALISIS SITUASI

4.1 Analisis Profil Pelayanan Dan Gambaran Umum Rumah Sakit


4.1.1 Sejarah Singkat
Sebelum perang dunia ke II, RSUD Dr. Saiful Anwar (pada waktu
itu bernama Rumah Sakit Celaket), merupakan rumah sakit militer KNIL,
yang pada pendudukan Jepang diambil alih oleh Jepang dan tetap
digunakan sebagai rumah sakit militer. Pada saat perang Kemerdekaan RI,
Rumah Sakit Celaket dipakai sebagai Rumah Sakit tentara, sementara
untuk umum digunakan Rumah Sakit Sukun yang ada dibawah Kotapraja
Malang pada saat itu. Tahun 1947 (saat perang dunia ke II), karena keadaan
bangunan yang lebih baik dan lebih muda, serta untuk kepentingan strategi
militer, Rumah Sakit Sukun diambil alih oleh tentara pendudukan dan
dijadikan Rumah Sakit militer, sedangkan Rumah Sakit Celaket dijadikan
rumah sakit umum.
Tanggal 14 September 1963, Yayasan Perguruan Tinggi Jawa
Timur / IDI membuka Sekolah Tinggi Kedokteran Malang dan memakai
Rumah Sakit Celaket sebagai tempat praktek (Program Kerjasama STKM-
RS Celaket tanggal 23 Agustus 1969). Tanggal 2 Januari 1974, dengan
Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI N0. 001/0/1974,
Sekolah Tinggi Kedokteran Malang dijadikan Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya Malang, dengan Rumah Sakit Celaket sebagai
tempat praktek.
Tanggal 12 Nopember 1979, oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat
I Jawa Timur, Rumah Sakit Celaket diresmikan sebagai Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Saiful Anwar. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
51/Menkes/SK/III/1979 tanggal 22 Februari 1979, menetapkan RSUD Dr.
Saiful Anwar sebagai rumah sakit rujukan. Pada tahun 2002 Berdasarkan
PERDA No. 23 Tahun 2002 RSU Saiful Anwar ditetapkan sebagai Unsur
Penunjang Pemerintah Provinsi setingkat dengan Badan. Pada bulan April

34
35

2007 dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 673/ MENKES/ SK/


VI/ 2007 RSUD Dr. Saiful Anwar ditetapkan sebagai Rumah Sakit kelas A.
Tanggal 30 Desember 2008 ditetapkan sebagai Badan Layanan
Umum (BLU) dengan keputusan Gubernur Jawa Timur No.
188/439/KPTS/013/2008. Pada tanggal 20 Januari tahun 2011 RSUD Dr.
Saiful Anwar ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan Utama
Akreditasi A melalui sertifikat dari Kementerian Kesehatan RI dengan
Nomor Sertifikat 123/MENKES/SK/I/2011.
Terakhir tanggal 16 Maret 2015 RSUD Dr. Saiful Anwar ditetapkan
telah Terakreditasi KARS Versi 2012 dengan menerima Sertifikat Lulus
Tingkat PARIPURNA yang diberikan oleh KOMISI AKREDITASI
RUMAH SAKIT (KARS) dengan NOMOR : KARS-SERT/95/III/2015
dengan masa berlaku mulai tanggal 23 Maret 2015 s/d 23 Februari 2018.
4.1.2 Jenis Pelayanan Di Rumah Sakit
Fasilitas pelayanan RSUD Dr. Saiful Anwar Malang sebagai berikut :
a. Instalasi Rawat Jalan ini memiliki 19 poli klinik yakni :
1) Poli Penyakit Dalam 
2) Poli Bedah 
3) Poli Onkologi terpadu 
4) Poli anak 
5) Poli Kebidanan dan Kandungan 
6) Poli THT 
7) Poli Mata
8) Poli Kulit dan Kelamin
9) Poli Syaraf 
10) Poli Jiwa
11) Poli Paru
12) Poli Jantung
13) Poli Komplementer
14) Poli Gizi
15) Poli GCU
16) Poli PTRM
17) Poli Gigi dan Mulut
36

18) Poli Rehabilitasi Medik


19) Poli Karyawan 
Disamping itu di berbagai poli melayani kelainan subspesialistik,
di antaranya : 
1) Poli ortopedi
2) Poli urologi
3) Poli bedah plastic
4) Poli bedah saraf
5) Poli endokrinologi
6) Poli ugeriatri
7) Poli spesialistik lainnya.
b. Pelayanan rawat inap
1) Kelas 1
2) Kelas 2
3) Kelas 3
c. Instalasi gawat darurat
Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSSA memberikan Pelayanan
Kegawatdaruratan dengan standar tinggi bagi semua pasien.
Pelayanan ini didukung oleh sumber daya manusia yang handal dan
memiliki kompetensi penanganan pasien gawat darurat dan
tersertifikasi dengan pelatihan BCLS, BTLS, PPGD, Triage, ECG,
dan Resusitasi Trauma. IGD juga dilengkapi dengan alat-alat, antara
lain:  Bed Site Monitor, EKG, Difibrilator, Infus Pump, Syringe
Pump, WSD, Suction Pump, Emergency Kid, X-Ray, CT Scan,
Ventilator, Infrant Warmer, Incubator,dan Mobil Marlip.
Selain itu juga di IGD terdapat 3 kamar operasi lengkap dengan
peralatannya (mesin anastesi, meja operasi, lampu operasi,
Electrocauter, Suction Pump). Di IGD RSSA dibagi menjadi 3
ruangan sesuai dengan kegawatan kondisi pasien yakni ruang Triage,
Ruang Prioritas 1, Ruang Prioritas 2 dan Ruang Prioritas 3.

d. Layanan unggulan
1) Instalasi Gawat Darurat (IGD)
37

2) Pelayanan ginjal terpadu dengan kidney center


3) Pelayanan onkologi terpadu
4) Pelayanan jantung dan pembuluh darah terpadu
4.1.3 Identitas Ruangan (Jenis Ruangan)
Jenis ruangan Instalasi rawat inap (IRNA) 25 merupakan jenis
ruangan rawat inap ilmu penyakit dalam kelas 3. Dimana dalam 1
ruangan terdiri dari 8 tempat tidur sehingga total tempat tidur untuk kelas
3 ada 8 tempat tidur. Di ruangan IRNA 25 ini dari masih – masing tempat
tidur terdapat 1 bantal, lemari, kursi penunggu, 1 tabung oksigen dan 1
kamar mandi dalam ruangan.
4.1.4 Visi, Misi, Motto dan Nilai Dasar Rumah Sakit
1) Visi : Menjadi Rumah Sakit Berstandar Kelas Dunia Pilihan
Masyarakat
2) Misi :Terwujudnya Pelayanan Kesehatan dan Pendidikan Berstandar
Internasional Dengan Mengutamakan Keselamatan Pasien dan
Berfokus Pada Kepuasan Pelanggan
3) Motto : Kepuasan dan Keselamatan Pasien adalah Tujuan Kami
4) Nilai Dasar
R (Respect):Pelayan kepada masyarakat diberikan dengan ikhlas
tanpa membedakan status social
S (Safety): Pelayanan harus menjamin keselamatan bagi pasien dan
keluarganya serta petugas dan masyarakat
S (Sinergy): Sistem kerja lintas fungsi dan secara tim menjadi
pijakan utama dalam bekerja
A (Accountable): Sebagai institusi publik, pelayanan yang diberikan
harus transparan dan dapat dipertanggung jawabkan kepada
pelanggan dan pihak – pihak yang berkepentingan.

4.2 Analisis Masalah Keperawatan Dengan Konsep Terkait Dan Konsep


Kasus Terkait
38

Asuhan keperawatan pada klien Tn. S dengan klien masuk RSUD


Dr. Saiful Anwar Malang tanggal 08 Maret 2020. Pengkajian keperawatan
dilakukan di ruang Instalasi rawat inap pada tanggal 09 Maret 2020 jam
09.00 WIB. Keluhan utama klien adalah Batuk dan sesak napas.
Masalah keperawatan yang pertama yaitu bersihan jalan napas tidak
efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas. Dari hasil
pemeriksaan foto thorak disimpulkan opasitas lapang bawah paru kanan
suspek massa pada paru dd Pneumonia. Pada pemeriksaan auto anamnesa
didapatkan batuk produktif, tidak mampu mengeluarkan dahak, ketika klien
mampu mengeluarkan dahak banyak bewarna putih kehijauan, adanya
kesulitan untuk bernapas (dispnea), kedalaman napas dangkal, saat
bernapas klien menggunakan otot bantu napas intercostae, berbicara tidak
jelas, klien tampak sianosis, adanya suara ronkhi pada lapang paru kanan
dan saat di perkusi bunyi dullness pada lapang paru bagian kanan bawah.
Pneumonia adalah infeksi pernapasan akut yang disebabkan oleh bakteri,
virus dan jamur. Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan salah satu
bakteri Gram positif yang seringkali menjadi penyebab Pneumonia
(Jinghua et al. 2017). Ketika seseorang menderita Pneumonia, alveoli
dipenuhi dengan nanah dan cairan, yang membuat pernapasan terasa sakit
dan membatasi asupan oksigen. peradangan paru yang menyebabkan nyeri
saat bernafas dan keterbatasan pemasukan oksigen (WHO, 2019).
Masalah keperawatan yang kedua Gangguan pertukaran gas dengan
kondisi terkait Pneumonia klien dengan Pneumonia yang dinilai saat di
Rumah sakit harus dilakukan pengukuran oksimetri, pengukuran elektrolit
serum, kadar urea dan darah lengkap untuk membantu menilai keparahan
klien. Pengukuran analisis gas darah dianjurkan karena dapat memberikan
infromasi prognostik (pH dan PaO2) dan dapat mengidentifikasi klien
dengan kegagalan ventilasi atau hiperkapnea kronis (Akter, 2015). Dari
hasil pemeriksaan analisis gas darah didapakan keabnormalan yaitu pH :
7,50 meningkat, PCO2: 36,2 normal, PO2: 50,0 menurun dan HCO3: 28,7
meningkat.
Masalah keperawatan ketiga adalah Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
39

oksigen. Dari hasil autoanamnesa dengan keluarga didapatkan


ketidakmampuan klien melakukan aktivitas ringan seperti berjalan ke
kamar mandi, bertambah sesak, keluarnya keringat dingin dan kekuatan
otot 4/4/4/4.
Berdasarkan dengan ketiga diagnosis tersebut penulis menitik
beratkan perencanaan inovasi pada masalah yang pertama bersihan jalan
napas tidak efektif yang sangat besar kemungkinan akan terganggu dan
diharapkan dengan perawatan manajemen jalan napas seperti nebul,
postural drainase, fisioterapi dada, batuk efektif, pemberian oksigen,
pemberian obat antibiotik dan pengaturan posisi semi-fowler didapatkan
kondisi klien membaik dengan keluhan batuk dan sesak napas menurun
pemantauan saturasi oksigen membaik 99%, produksi dahak berkurang,
pola napas cukup membaik, dalam, penggunaan otot bantu napas dan
cuping hidung sudah tidak ada.
Pneumonia adalah suatu penyakit infeksi akut saluran pernapasan
yang menyerang parenkim paru (Petty, 2016), infeksi pernapasan akut yang
disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur. Bakteri yang paling sering yaitu
Streptococcus Pneumoni. Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan
salah satu bakteri Gram positif yang seringkali menjadi penyebab
Pneumonia (Jinghua et al. 2017). Ketika seseorang menderita Pneumonia,
alveoli dipenuhi dengan nanah dan cairan, yang membuat pernapasan terasa
sakit dan membatasi asupan oksigen. peradangan paru yang menyebabkan
nyeri saat bernapas dan keterbatasan pemasukan oksigen (WHO, 2019).
Sebuah penelitian yang dilakukan di jepang untuk membuktikan
keefektifan batuk efektif dalam pengeluaran dahak yang menempel pada
jalan napas. Penelitian tersebut dilakukan oleh Hajime et. al (2005)
menyatakan bahwa batuk efektif signifikan dalam meningkatkan bersihan
jalan napas. Oleh sebab itu penulis menganjurkan untuk klien yang
memiliki masalah bersihan jalan napas untuk meningkatkan kekuatan otot –
otot pernapasan secara rutin yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan
otot – otot pernapasan. Kekuatan otot pernapasan yang meningkat ini
mempengaruhi tekanan ekspirasi pernapasan sehingga dapat meningkatkan
usaha batuk.
40

4.3 Analisis Intervensi Inovasi Dengan Konsep Dan Penelitian Terkait


Tindakan yang dilakukan untuk intervensi keperawatan yang rutin
pada diagnosis keparawatan pertama yaitu bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan hipersekresi jalan napas pada klien Tn. S yang di
rawat di Instalasi rawat inap 25 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang dengan
keluhan batuk produktif, tidak mampu mengeluarkan dahak, ketika klien
mampu mengeluarkan dahak banyak bewarna putih kehijauan, adanya
kesulitan untuk bernapas (dispnea), kedalaman napas dangkal, saat
bernapas klien menggunakan otot bantu napas intercostae, berbicara tidak
jelas, klien tampak sianosis, adanya suara ronkhi pada lapang paru kanan
dan saat di perkusi bunyi dullness pada lapang paru bagian kanan bawah,
Tekanan Darah: 100/60 mmHg, Nadi : 129 x/menit, RR: 26 x/menit, S:
38,2oC dan hasil dari penilain GCS yang di lakukan di ruangan rawat inap
25 RSSA E4V5M6 dengan kesadaran Compos mentis. Sebelum dilakukan
tindakan manajemen jalan napas hasil saturasi oksigen klien 88%, batuk
sangat produktif dan sesak napas. Setelah diberikan intervensi manajemen
jalan napas nebul, postural drainase, fisioterapi dada, batuk efektif
pemberian oksigen, obat antibiotic dan pengaturan posisi semi-fowler,
batuk dan sesak napas menurun pemantauan saturasi oksigen membaik
99%, produksi dahak berkurang, pola napas cukup membaik dengan RR :
22 x/menit, dalam, penggunaan otot bantu napas dan cuping hidung sudah
tidak ada. Sedangkan untuk suara ronkhi masih sedikit terdengar pada
lapang paru kanan.
Penatalaksanaan pada bersihan jalan napas tidak efektif karena
hipersekresi jalan napas pada klien Pneumonia dapat dilakukan manajemen
jalan napas dengan nebul, postural drainase, fisioterapi dada, batuk efektif
pemberian oksigen, obat antibiotik dan pengaturan posisi semi-fowler yang
bertujuan kondisi klien membaik dengan keluhan batuk dan sesak napas
menurun pemantauan saturasi oksigen membaik 99%, produksi dahak
berkurang, pola napas cukup membaik, dalam, penggunaan otot bantu
napas dan cuping hidung sudah tidak ada.
41

Pneumonia adalah suatu penyakit infeksi akut saluran pernapasan


yang menyerang parenkim paru (petty, 2016), infeksi pernapasan akut yang
disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur. Bakteri yang paling sering yaitu
Streptococcus Pneumoni. Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan
salah satu bakteri Gram positif yang seringkali menjadi penyebab
Pneumonia (Jinghua et al. 2017). Ketika seseorang menderita Pneumonia,
alveoli dipenuhi dengan nanah dan cairan, yang membuat pernapasan terasa
sakit dan membatasi asupan oksigen. peradangan paru yang menyebabkan
nyeri saat bernafas dan keterbatasan pemasukan oksigen (WHO, 2019).
Penulis juga merekomendasikan bagi pasien dengan gangguan
kebersihan jalan napas yang memiliki kelemahan untuk batuk secara
manual ataupun dibantu secara mekanik. Pembersihan jalan napas ini
sangat penting bagi pasien Pneumonia karena retensi dahak yang tidak
dikeluarkan dalam waktu yang lama dapat menghambat pernapasan yang
dapat berujung kepada kematian.
Batuk efektif dapat dikombinasikan dengan intervensi yang dapat
juga meningkatkan pengeluaran dahak dari jalan napas. Intervensi lain yang
dapat dilakukan adalah fisioterapi dada dengan postural drainase bertujuan
untuk memindahkan dahak yang berada di jalan napas yang sempit ke jalan
napas yang lebih besar sehinga dapat lebih mudah untuk di keluarkan.
Postural drainase ini dapat dilakukan sebelum mengawali pemberian
fisioterapi dada. Fisioterapi dada terdiri dari perkusi dan vibrasi pada
daerah yang mengalami penumpukan dahak. Fisioterapi dada ini dimaksud
untuk mengencerkan dahak dan mencegah obstruksi jalan napas akibat
penumpukan dahak (Walsh, 2008).
Fisioterapi dada dapat diberikan pada pasien dengan penumpukan
produksi dahak. Namun fisioterapi dada tidak dianjurkan untuk penderita
Pneumonia tanpa komplikasi (Strickland, 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Strickland et. al (2013) menyatakan
bahwa usaha peningkatan bersihan jalan napas akan meningkatkan
oksigenasi, menurunkan lama waktu perawatan, mengatasi
atelektasis/konsolidasi paru, dan meningkatkan pernapasan mekanik.
Intoleransi aktivitas juga dialami oleh klien, sesak napas yang bertambah
42

apabila melakukan aktivitas yang cenderung berat mengakibatkan klien


harus bedrest untuk memulihkan kondisinya. Pengawasan tanda – tanda
vital secara teliti dilakukan untuk memonitor klien terhadap peningkatan
klien terhadap aktivitas.

4.4 Alternatif Pemecahan Yang Dapat Dilakukan


Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mempertahankan dan
meningkatkan bersihan jalan napas tidak efektif dengan melakukan
prosedur noninvasive. Batuk efektif telah diajarkan kepada klien dan telah
klien lakukan selama tiga hari perawatan. keefektifan intervensi ini telah
dibuktikan dengan berkurangnya batuk pada klien selama tiga hari
perawatan. Namun, penulis menyadari bahwa evaluasi dari intervensi ini
belum dapat dilakukan secara objektif. Evaluasi produksi dahak dan
subjektif dari klien sendiri dirasa untuk intervensi ini benar efektif karena
dengna batuk efektif dahak mudah dikeluarkan untuk mengatasi masalah
bersihan jalan napas tidak efektif.
Intervensi batuk efektif ini pun tidak berjalan sendiri. sebagai
tenaga kesehatan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain pun dilakukan.
Pemberian obat untuk mengatasi batuk pun diberikan pada klien ini
sehingga dapat meningkatkan kesembuhan klien dari masalah bersihan
jalan napas tidak efektif.
Batuk efektif dapat dilakukan dengan intervensi lainya seperti
fisioterapi dada.. Fisioterapi dada terdiri dari perkusi dan vibrasi pada
daerah yang mengalami penumpukan dahak. Fisioterapi dada ini dimaksud
untuk mengencerkan dahak dan mencegah obstruksi jalan napas akibat
penumpukan dahak (Walsh, 2008).
Masalah bersihan jalan napas ini merupakan masalah yang sering
dialami pada klien yang mengalami infeksi paru. Namum, pelaksanaan
intervensi untuk mengatasi masalah bersihan jalan napas sering diabaikan
oleh perawat ruangan. oleh karena itu, perlu adanya kesadaran untuk
meningkatkan intervensi mandiri yang dapat dilakukan oleh perawat untuk
mengatasi masalah bersihan jalan napas yang dialami klien. Diharapkan
setelah adanya contoh sederhana ini perawat ruangan bersedia untuk
43

melanjutkan intervensi nebul, postural drainase, fisioterapi dada, batuk


efektif, pemberian oksigen, obat antibiotik dan pengaturan posisi semi-
fowler pada klien Pneumonia dengan masalah bersihan jalan napas tidak
efektif.
44

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Pneumonia adalah infeksi pernapasan akut yang disebabkan oleh bakteri,
virus dan jamur. Bakteri yang paling sering yaitu Streptococcus
Pneumonia, Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, Klebsiella
Pneumoniae, Legionella sp., Pseudomonas aeruginosa, dan Acinobacter
sp yang berakibat buruk terhadap paru – paru. Infeksi ini umunya tersebar
dari seseorang yang terpapar di lingkungan tempat tinggal atau melakukan
kontak langsung dengan orang – orang yang terinfeksi, biasanya melalui
tangan atau menghirup tetesan air di udara (droplet) akibat batuk dan
bersin. Paru – paru terdiri dari kantung – kantung kecil yang disebut
alveoli, yang terisi udara ketika orang sehat bernapas. Tetapi ketika
seseorang menderita Pneumonia, alveoli dipenuhi dengan nanah dan
cairan, yang membuat pernapasan terasa sakit dan membatasi asupan
oksigen, peradangan paru yang menyebabkan nyeri saat bernapas dan
keterbatasan pemasukan oksigen. Pada kasus kelolaan bahwa Tn. S
mengalami kebersihan jalan napas tidak efektif.
2. Berdasarkan hasil yang didapatkan oleh analisis kasus kelolaan pada klien
dengan diagnosis medis Pneumonia ditemukan tiga rencana diagnosis
keperawatan SDKI antara lain bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan hipersekresi jalan napas, gangguan pertukaran gas
dengan kondisi terkait Pneumonia, intoleransi aktivitas berhubungan
dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
3. Berdasarkan hasil yang didapatkan oleh analisis kasus kelolaan pada klien
dengan diagnosis medis Pneumonia ditemukan tiga implementasi diagnosis
keperawatan antara lain bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan
dengan hipersekresi jalan napas, gangguan pertukaran gas dengan kondisi
terkait Pneumonia, intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
45

4. Berdasarkan hasil yang didapatkan oleh analisis kasus kelolaan pada klien
dengan diagnosis medis Pneumonia ditemukan tiga evaluasi diagnosis
keperawatan antara lain bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan
dengan hipersekresi jalan napas, gangguan pertukaran gas dengan kondisi
terkait Pneumonia, intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
5. Berdasarkan hasil yang didapatkan oleh analisis dan pembahasan mengenai
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan
napas terhadap tindakan nebul, postural drainase, fisioterapi dada, batuk
efektif pemberian oksigen, obat antibiotik dan pengaturan posisi semi-
fowler didapatkan kondisi klien membaik.

5.2 Saran
1. Bagi pasien dan keluarga diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
tentang tindakan nebul, postural drainase, fisioterapi dada, batuk
efektif pemberian oksigen, obat antibiotik dan pengaturan posisi semi-
fowler pada klien dengan penyakit Pneumonia dan dapat meningkatkan
jalinan hubungan yang kooperatif.
2. Pemberian tindakan nebul, postural drainase, fisioterapi dada, batuk
efektif pemberian oksigen, obat antibiotik dan pengaturan posisi semi-
fowler dapat diaplikasikan pada pasien apapun diagnosis medisnya asal
tidak ada kontraindikasi.
3. Bagi institusi pendidikan agar meningkatkan bimbingan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan yang komprehensif khususnya pada
pasien dengan Pneumonia.
4. Bagi mahasiswa agar selalu mengasah dan memperdalam ilmu yang
telah diperoleh sehingga dapat bermanfaat di masyarakat dalam
pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif dan professional.
46

DAFTAR PUSTAKA

A.Azis Alimul Hidayat & Musrifatul Uliyah. (2012). Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia. Surabaya : Health Books Publishing

Akter S, Shamsuzzaman, Jahan F. (2015). Community Acquired Pneumonia.Int J


Respir Pulm Med 2:016.

Andarmoyo, Sulistyo. (2012). Keperawatan Keluarga Konsep Teori, Proses dan


Praktik Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.

American Heritage Dictionary of the English Language, Fifth Edition. (2011).


American Heritage Dictionary. Retrieved july 20, 2015, from American
HeritageDictionary: http://www.thefreedictionary.com/reticular+formation.

Brunner and Suddarth. (2010). Text Book Of Medical Surgical Nursing 12th
Edition. China : LWW.

Cunha A Burke, MD. (2013). Community Acquired Pneumonia. [diperbaharui 13


Januari 2014; Diakses 30 September 2016]. Dari
http://emedicine.medscape.com/article/234240-overview#a1.

Dahlan Z. (2009). Pneumonia, dalam Sudoyo AW. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Universitas Indonesia.

Dahlan Z. (2014). Pneumonia.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Vol 2. 6 ed. In:
W.Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, K. MS, Setiati S, editors. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. hal. 964 - 71.

Dahlan, Z. (2015). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Edisi 6. Jakarta: Interna


Publishing.

Depkes RI. (2015). Profil Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia : Jakarta.

DiGiulio, Mary. (2014). Keperawatan Medical Bedah. Ed.1. Yogyakarta : Rapha


publishing.

Djojodibroto, R.D.(2013).Respirologi : Respiratory Medicine. Jakarta : ECG

Farida Y., Trisna A., Deasy N. (2017). Study of Antibiotic Use on Pneumonia
Patient in Surakarta Referral Hospital. Journal of Pharmaceutical Science
and Clinical Research, 2017, 02, 44 – 52.

Harvey RA. Champe PC. (2013). Farmakologi Ulasan Bergambar 4th Ed. Jakarta:
EGC. hlm. 413-443.
47

Jawetz E, Melnick J, Adelberg E. (2013). Medical Microbiology. Vol. 25. Jakarta:


Widya Medika.

Jinghua, M., Gaizhuang, L dan Qiaoli C. (2017). Pathogens and atibiotic resistance
of children with community-acquired penumoniae. Biomedical Research;
28(20): 8839-8843.

Jones B, Dean N, Wunderink R, Sockrider M. (2016). What is Pneumonia. Am J


Respir Crit Care Med. 193: 1-2.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar;


RISKESDAS. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI.

Kementrian Kesehatan RI. (2016). Profil Kesehatan Kabupaten Jember. Jakarta:


Kementrian Kesehatan RI.

Kusnadi. (2003). Mikrobiologi. Bandung : JICA - IMSTEP

Muhammad A. (2013). Isolasi dan Identifikasi Bakteri Pendegradasi Senyawa


Fenol Dari Limbah Cair Industri Kertas. Jakarta

Nurarif & Kusuma. (2015). Applikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosis Medis dan Nanda Nic – Noc.Edisi Revisi Jilid 3 Jogjakarta :
Mediaction

Patty RF, Fatimawali, dan Wewengkang DS. (2016). Identifikasi dan Uji
Sensitifitas Bakteri yang Diisolasi dari Sputum Penderita Pneumonia di
Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou-Manado terhadap Antibiotik Ampisillin,
Cefixime, dan Siprofloksasin. Pharmacon. 5 (1): 125-134.

Profil Kesehatan Indonesia Provinsi Jawa Timur. (2013). Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia. Dinas Kesehatan Provinsi JAWA Timur. 2014.Jl.
Ahmad Yani 118 Surabaya.

Profil Kesehatan Indonesia Provinsi Jawa Timur. (2018). Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia. Dinas Kesehatan Provinsi JAWA Timur. Jl. Ahmad
Yani 118 Surabaya 60231 2018.

Riyadi, Sujono. 92011). Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit. Yogyakarta :


Penerbit Gosyen Publishing.

Said M. Pneumonia. In: Rahajo NN, Supriyatno B, Setyanto DB. (2015).Buku Ajar
Respirologi Anak. edisi pert. jakarta: IDAI; 2015. hal: 350–64.

Setiabudy R. (2009). Antimikroba. Dalam: Gunawan SG. Farmakologi dan Terapi.


Ed 5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. hal: 585-9.
48

Strickland, S., Rubin, B., Drescher, G., Haas, C., O’Malley, C.,Volsko, T. (2013).
AARS Clinical Practice Guideline : Effectiveness of Nonpharmacologic
Airway Clearance Therapies in Hospitalized Patients. Respiratory Care, 58,
12, 2187 – 2193.

Tim POKJA SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Tim POKJA SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Tim POKJA SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Walsh B. (2008). Airway Clearance and Hyperinflation Therapy. Hal : 32.


www.elsevieradvantage.com

World Health Organization (WHO). (2014). Antimicrobial resistance global


report on surveillance. Geneva: World Health Organization.

World Health Organization (WHO). (2016). Pneumonia. Geneva: World Health


Organization.

World Health Organization (WHO). (2019). Pencegahan dan Pengendalian ISPA


di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Terdapat pada : http://www.who.
int/csr/resources/publications/AMpandemicbahasa.pdf. Diakses tanggal
01/01/2019, 2011;14.
49

Lampiran 1 Format Pengkajian

LEMBAR PENGKAJIAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Tn. S DENGAN DIAGNOSIS MEDIS
Pneumonia

DI RUANG 27 RSSA

Oleh:

Nama : MOH. LUTFILLAH

NIM : 201910420311102
50

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019/2020

FORMAT PENGUMPULAN DATA UMUM KEPERAWATAN

Tgl. Pengkajian : 09 Maret 2020 No. Register : 11477XXX


Jam Pengkajian : 09.00 WIB Tgl. MRS : 08 Maret 2020
Ruang/Kelas : 27 RSSA

I. IDENTITAS
1. Identitas Pasien 2. Identitas Penanggung Jawab
N a m a : Tn. S Nama : Ny. S
Umur : 43 Tahun Umur : 41 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SD Pekerjaan : IRT
Pekerjaan : Kebersihan Taman Alamat : Karang besuki
Gol. Darah :O Hubungan dengan Klien : Istri
Alamat : Karang besuki, Sukun Malang

II. KELUHAN UTAMA


1. Keluhan Utama Saat MRS
Batuk dan sesak napas

2. Keluhan Utama Saat Pengkajian


Pasien mengatakan batuk dan sesak napas. batuk sangat produktif, disertai dahak
yang cukup banyak, kental dan bewarna putih kehijauan. Pasien demam 38,2 C,
tampak lemah dan tidak mampu untuk melakukan aktivitas ringan seperti berjalan
ke kamar mandi dan bertambah sesak serta keluar keringat dingin jika berjalan.

III. DIAGNOSIS MEDIS


Pneumonia

IV. RIWAYAT KESEHATAN


1. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluarga pasien mengatakan, pasien merupakan rujukan dari RS UMM. selama 3
hari pasien di rawat di RS UMM sejak tanggal 5 – 8 Maret 2020. Alasan pasien
MRS di karenakan sering batuk terdapat dahak kental bewarna putih kehijauan,
selain itu akhir – akhir ini pasien merasakan sesak napas dan nyeri dada sebelah
kanan, serta keluar keringat dingin ketika melakukan aktivitas ringan. kemudian
51

pasien dirujuk ke RSSA pada siang hari pada tanggal 08 Maret 2020 dengan
alasan dilakukan pemeriksaan penunjang.
2. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Satu bulan yang lalu pasien sudah mulai batuk biasa, keluhan sesak disaat pasien
melakukan aktivtas berat, keluarga pasien beranggapan bahwa batuk dan sesak
napas yang dialami pasien biasa saja. tetapi pada beberapa hari kemudian batuk
bertambah sering dan sesak napas bertambah berat dan badan bertambah kurus.
akhirnya pasien dan keluarganya mencurigai adanya masalah kesehatan pada
pasien. sehingga pasien dibawa ke rumah sakit
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Orang tua pasien “Bapak” juga mempunyai riwayat penyakit paru –paru

V. RIWAYAT KEPERAWATAN KLIEN

1. Pola Aktifitas Sehari-hari (ADL)


ADL Di Rumah Di Rumah Sakit
Pola pemenuhan kebutuhan Makan / Minum Makan / Minum
nutrisi dan cairan (Makan dan Jumlah : 3 – 4 kali/ hari Jumlah : 3 kali/hari
Minum ) Jenis :
- Nasi : Putih Jenis : Bubur tanpa lauk dan
- Lauk : ayam, tempe, tahu, sayur
seafood - Nasi :
- Sayur : kacang panjang, - Lauk :
sop, sawi, toge - Sayur :
- Minum : air mineral >3L - Minum/Infus : air
Pantangan : mineral > 3L/ Infus 1500
Kesulitan Makan / Minum : ml/hari
tidak ada Pantangan :
Usaha Mengatasi kesulitan : Kesulitan Makan / Minum :
selama di Rs nafsu makan pasien
menurun, kesulitan untuk makan
yang kasar
Usaha Mengatasi kesulitan :
member makanan yang lunak
seperti bubuk/tim
Pola Eliminasi
BAK : Jumlah, Warna, Bau,  Jumlah : 3 – 4 kali/ hari  4-5 kali dengan jumlah yang
Masalah, Cara Mengatasi. (pagi,siang, sore dan malam banyak
sebelum tidur)  warna : kuning pekat
 Warna: kuning jernih  Bau : Menyengat
 Bau : Tidak begitu menyengat  Masalah : pasien tidak
mampu untuk ke kamar
mandi Karena merasa sesak
napas dan lemah
 BAK : dengan Urinal
BAB : Jumlah, Warna, Bau,
52

Konsistensi, Masalah, Cara  jumlah : 1- 2 klai/ hari  jumlah : 1 kali/ hari


Mengatasi.  warna : kuning pucat dan
konsistensinya lembek  warna : sedikit agak gelap
dan konsistensinya lembek
 waktu : tidur siang jam 13.00  waktu : terkadang tidur siang
Pola Istirahat Tidur – 14,30 dan tidur malam jam 2-3 jam dan tidur malam dari
- Jumlah/Waktu 21.00 – 03.00 WIB jam 20.00 – 23.00 terbangun
- Gangguan Tidur  Gangguan tidur : terganggu  terganggu ketika batuk dan
- Upaya Mengatasi ketika pasien batuk dan sesak napas
gangguan tidur merasakan sesak napas saat  mengatasinya : dengan
- Apakah mudah tidur minum, mengatur posisi
terbanguan  Upaya : mengoleskan balsam tidur da terkadang ketika
- Jika terbangun berapa pada dada, leher, dan minum masih sesak pasien duduk.
menit bisa tertidur lagi air serta mengatur kembali  bisa tertidur lagi 30 menit
- Hal-hal yang tidurnya yang enak
mempermudah tidur  bisa tertidur lagi 15 menit
- Hal-hal yang
mempermudah bangun

Pola Kebersihan Diri (PH)  Jumlah : 2 kali/ hari  jumlah : 2 kali/hari


- Frekuensi mandi  mencuci rambut : 1 kali/ hari  diseka dengan keluarga (pagi
- Frekuensi Mencuci  menggosok gigi sebelum dan sore)
rambut mandi  selama di RS tidak pernah
- Frekuensi Gosok gigi  dilakukan dengan mandiri mencuci rambutnya
- Keadaan kuku  tidka pernah menggosok gigi
- Melakukan mandiri/  dibantu dengan keluatga
dibantu
Aktivitas Lain  bersantai diruang tamu  hanya bisa tiduran saja
Aktivitas apa yang dilakukan  membantu pekerjaan rumah
klien untuk mengisi waktu  tiduran
luang ?

2. Riwayat Psikologi
Klien menerima penyakit yang dideritanya
3. Riwayat Sosial
Social ekonomi cukup
4. Riwayat Spiritual
Klien selama di RS tidak sholat, tetapi di rumah klien melaksankan sholat

VI. KONSEP DIRI


A.Gambaran diri : pasien menggambarkan dirinya sebagai orang yang sabar
B.Identitas diri : pasien merupakan seorang suami dan ayam dari anaknya
C. Peran : pasien mengakui peranya sebagai kepala keluiarga, pasien
mengtaakan bahwa ingin segera sembuh dan berkumpul bersama keluarganya
D. Ideal diri : pasien ingin segera cepat sembuh
E. Harga diri : pasien menghargai dirinya dan selalu mempunyai harapan
terhadap hidupnya
53

VII. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 09/03/2020)


A.Keadaan Umum
Pasien terlihat lemah, kekuatan otot 4/4/4/4, kesadaran compos mentis dengan GCS
E4V5M6, Terpasang infuse, terpasang O2 Nasal kanul 4lpm, tampak adanya batu dan
sesak napas.

B.Pemeriksaan Tanda-tanda Vital

SAAT SEBELUM SAKIT SAAT PENGKAJIAN


Tidak Terkaji TD : 100/60 mmHg
RR : 26 x/menit
N : 129 x/menit
S : 38,2 C

3. PemeriksaanWajah
a. Mata
Kelengkapan dan kesimetrisan mata (+), Kelopak mata/palpebra oedem
(-) ptosis/dalam kondisi tidak sadar mata tetap membuka (-),
peradangan (-), luka (-), benjolan (-), bulu mata rontok (-), konjungtiva
dan sklera perubahan warna ananemis/anemis), warna iris
(hitam/hijauntukbiru), reaksi pupil terhadap cahaya (miosis/midriasis),
pupil (isokor/an isokor).
b. Hidung
Inspeksi dan palpasi : Amati bentuk tulang hidung dan posis septum nasi
(adakah pembengkokan (-). Amati meatus : perdarahan (-), Kotoran
(-),Pembengkakan (-), pembesaran / polip (-), menggunakan
Oksigen(+) : Nasal Kanul 4 lpm
c. Mulut
Amati bibir : Kelainan konginetal (labioscisis, palatoscisis, atau
labiopalatoscisis), warna bibir, lesi (-), Bibir pecah (+), Amati gigi,gusi,
dan lidah : Caries (+), Kotoran (+), Gigi palsu (-), Gingivitis (-), Warna
lidah, Perdarahan (-) dan abses (-).Amati orofaring atau rongga mulut :
Bau mulut, Benda asing : (ada /tidak)
d. Telinga
Amati bagian telinga luar: Bentuk Normal Ukuran normal Warna normal,
lesi (-), nyeri tekan (-), peradangan (-), penumpukan serumen (-).
Dengan otoskop periksa membran timpani amati, warna ....., transparansi
, perdarahan (-), perforasi (-).
e. Keluhanlain: Tidak ada keluhan
4. Pemeriksaan Kepala, Dan Leher
a. Kepala
Inspeksi : bentuk kepala (dolicephalus/lonjong, Brakhiocephalus/bulat,
Normocephalus), kesimetrisan (+), Hidrocepalus (-), Luka
(-),Darah(-),Trepanasi (-).
Palpasi :Nyeritekan(-),fontanella/padabayi(cekung/tidak)
b. Leher
Inspeksi: Bentuk leher (simetris/asimetris), peradangan (- ), jaringan
54

parut(-), perubahan warna(-), massa (-).


Palpasi:pembesaran kelenjar limfe(-),pembesaran kelenjar tiroid(-),
posisi trakea (simetris/asimetris), pembesaran Vena jugularis (-).
c. Keluhanlain: tidak ada keluhan

5. Pemeriksaan Thoraks/Dada
a. PEMERIKSAAN PARU
INSPEKSI
1. Bentuk torak (Normalchest/ Pigeonchest/Funnelchest/
Barrelchest).
2. Susunan ruas tulang belakang (Kyposis/Scoliosis/Lordosis).
3. Bentuk dada (simetris/asimetris) tampak lebih besar pada
bagian kanan.
4. Keadaan kulit, sianosis (-)
5. Retrasksi otot bantu pernapasan : Retraksi intercosta (+), retraksi
suprasternal (-), Sternomastoid (-),cuping hidung (+)
6. Pola nafas (Eupnea /TakipneuntukBradipnea/Apnea/Chene
Stokes/Biot’s/ Kusmaul)
7. Amati: sianosis(+), batuk(+) terdapat dahak dengan jumlah
banyak bewarna putih kehijauan dan kental .

PALPASI
Pemeriksaan taktil/ vocal fremitus: getaran antara kanan dan kiri
teraba (sama/tidaksama) lebih bergetar sebelah kiri.
PERKUSI
Areaparu:(sonor/Hipersonor/dullnes)
AUSKULTASI
8. Suara nafas Area Vesikuler : (bersih/halus/kasar), Area Bronchial :
(bersih/halus/kasar), Area Bronko vesikuler
(bersih/halus/kasar).
9. Suara Ucapan Terdengar : Bronkophoni (-), Egophoni (-),
Pectoriloqui(-).
- Suara tambahan Terdengar : Rales (-), Ronchi (+), Wheezing (-),
Pleural fricion rub (-), bunyi tambahan lain(-)
- Keluhan lain terkait dengan paruntukthorax : nyeri dada sebelah
kanan.
b. PEMERIKSAAN JANTUNG
INSPEKSI
Ictuscordis(-),pelebaran (-)
PALPASI
Pulsasi pada dinding torak teraba:(Lemah/Kuat/Tidakteraba)
PERKUSI
Batas-batas jantung normal adalah :
Batas atas : ................... ( N = ICS II)
Batas bawah : .............. ( N = ICS V)
BatasKiri : .................. (N=ICSV Mid Clavikula Sinistra)
BatasKanan: ............... (N=ICSIV Mid Sternalis Dextra)
AUSKULTASI
BJ I terdengar (tunggal/ganda,(keras/lemah),(reguler/irreguler)
BJ II terdengar (tunggal/ganda),(keras/lemah),(reguler/irreguler).
Bunyi jantung tambahan : BJIII(-), Gallop Rhythm (-), Murmur (-)
Keluhan lain terkait dengan jantung : tdiak ada keluhan
55

6. PemeriksaanAbdomen
INSPEKSI
Bentuk abdomen : (cembung/cekung/datar), Massa/ Benjolan (-), Simetris
(+), Bayangan pembuluh darah vena (-)
AUSKULTASI
Frekuensi peristaltik usus...12 x/menit (N=5–35x/menit,Borborygmi(-)
PALPASI
Palpasi Hepar: Nyeri tekan (-), pembesaran (+), perabaan (keras/lunak),
permukaan (halus/berbenjol-benjol), tepihepar (tumpul/tajam)
(N=hepartidak teraba).
Palpasi Lien : Gambarkan garis bayangan Schuffner dan
pembesarannya.......... Dengan
Bimanual lakukan palpasi dan diskrpisikan nyeri tekan terletak pada garis
Scuffner ke berapa?........... (menunjukan pembesaran lien)
Palpasi Appendik: Buatlah garis bayangan untuk menentukan titik Mc.
Burney. nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), nyeri menjalar kontralateral (-).
Palpasi Ginjal,Bimanual diskripsikan: nyeri tekan (-), pembesaran (-)
(N=ginjal tidak teraba).
PERKUSI
Normalnya hasil perkusi pada abdomen adalah tympani.
Keluhan lain yang dirasakan terkait dengan Abdomen: tidak ada keluhan

7. Pemeriksaan Genetalia danRektal


a. GenetaliaPria Inspeksi:
Rambut pubis (bersih/tidak bersih), lesi (+/-), benjolan (+/-)
Lubang uretra: penyumbatan (+/-), Hipospadia (+/-), Epispadia
(+/-)PalpasiPenis : nyeri tekan (+/-), benjolan (+/-), cairan ......................
Scrotum dan testis : benjolan (+/-), nyeri tekan (+/-)
Kelainan-kelainan yang tampak pada scrotum : Hidrochele (+/-),
Scrotal Hernia (+/-), Spermatochele (+/-), Epididimal
Mass/Nodularyti (+/-), Epididimitis(+/-), Torsi pada saluran
sperma (+/-),Tumor testiscular (+/-)
Inspeksi dan palpasi Hernia : Inguinal hernia (+/-), femoral hernia
(+/-), pembengkakan (+/-)
b. PadaWanita Inspeksi
Kebersihan rambut pubis (bersih/kotor), lesi(+/-), eritema (+/-),
keputihan (+/-), peradangan (+/-). Lubang uretra :
stenosis/sumbatan (+/-)
c. Keluhanlain: genetalia tidak terkaji

8. Pemeriksaan Punggung Dan TulangBelakang


Periksa ada tidak lesi pada kulit punggung (-), Apakah terdapat kelainan
bentuk tulang belakang (-), Apakah terdapat deformitas pada tulang
belakang (-), apakah terdapat fraktur (-), adakah nyeri tekan (-).
Keluhan lain: tidak ada keluhan

9. Pemeriksaan Ektremitas/Muskuloskeletal
a. Inspeksi
56

Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris / asimetris), deformitas (-),
fraktur (-) lokasi fraktur …, jenis fraktur…… kebersihan luka……,
terpasang Gib (-), Traksi (-)
b. Palpasi
Oedem (-), LILA (tidak terkaji), Lakukan uji kekuatan otot (tidak terkaji)
c. Keluhan lain: akral dingin

10. Pemeriksaan FungsiPendengaran/Penghiduntuktenggorokan


Uji ketajaman pendengaran: Tesbisik, Dengan arloji, Uji weber:
seimbang/lateralisasi kanan/lateralisasi kiri, Uji rinne : hantaran tulang
lebih keras/lemah/sama dibanding dengan hantaran udara,Uji swabach :
memanjang/memendek/sama
Uji Ketajaman Penciuman dengan menggunakan rangsang bau-bauan.
Pemeriksaan tenggorokan : lakukan pemeriksaan tonsil, adakah nyeri telan
(-). Keluhanlain: tidak ada keluhan

11. Pemeriksaan Fungsi Penglihatan


o Pemeriksaan Visus Dengan Snellen's Cart : OD 5/5 OS5/5
o Tanpa Snelen Cart: Ketajaman Penglihatan (Baik/Kurang)
o Pemeriksaan lapang pandang : Normal/Haemianoxia/Haemoxia
o Pemeriksaan tekanan bola mata dengan tonometri.....,dengan palpasi
taraba....
o Keluhanlain: tdiak ada keluhan

12. Pemeriksaan Fungsi Neurologis


a. Menguji tingkat kesadaran dengan GCS(Glassglow Coma Scale), menilai
respon:
Membuka mata4
Menilai respon Verbal5
Menilai respon motorik6
Setelah dilakukan skoring maka dapat diambi lkesimpulan :
(ComposMentis/ Apatis/Somnolen/Delirium/Sporocoma/Coma)
b. Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak
Penigkatan suhu tubuh(-), nyeri kepala (-), kaku kuduk (-), mual (-),
muntah (-) kejang (-), penurunan tingkat kesadaran (-)
c. Memeriksa nervuscranialis
Nervus I - Olfaktorius (pembau ), Nervus II - Opticus (penglihatan),
Nervus III - Ocumulatorius, Nervus IV- Throclearis, Nervus V –
Thrigeminus, Nervus VI-Abdusen, NervusVII–Facialis, NervusVIII-
Auditorius, NervusIX- Glosopharingeal, NervusX–Vagus, NervusXI-
Accessorius, NervusXII-Hypoglosal
d. Memeriksa fungsi motorik
Ukuranotot (simetris/asimetris), atropi (-) gerakan-gerakan yang
tidak disadari oleh klien (-)
e. Memeriksa fungsi sensorik
Kepekaan saraf perifer : benda tumpul (-), benda tajam (-), menguji
sensasi panas/dingin, kapas halus, minyak wangi.
f. Memeriksa reflek kedalaman tendon
Reflek fisiologis:R.Bisep, R. Trisep, R. Brachioradialis, R. Patella, R.
Achiles
Reflek Pathologis : Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada
kasus-kasus tertentu. Yang diperiksa adalah R.Babinski ,R.Chaddok,
57

R.Schaefer, R.Oppenheim, R.Gordon, R. Bing,R.Gonad.


g. Keluhan lain yang terkait dengan Neurologis: tidak ada keluhan.

13. Pemeriksaan Kulit/Integumen


a. Integument/Kulit
Inspeksi: Adakah lesi (-), Jaringan parut (-), Warna Kulit, bila ada luka
bakar dimana saja lokasinya (-), sianosis (+) pada mukosa bibir
Palpasi: Tekstur (halus/kasar), Turgor/Kelenturan (baik/jelek), Struktur
(keriput/tegang), Lemak subkutan (tebal/ tipis), nyeri tekan(-)
Identifikasi luka/lesi pada kulit
1. TipePrimer:Makula(-),Papula(-)Nodule(-)Vesikula(-)
2. Tipe Sekunder: Pustula (-), Ulkus (-), Crusta (-), Exsoriasi
(-),Lichenifikasi (-), Scar (-)
Kelainan-kelainan pada kulit: Naevus Pigmentosus (-), Hiperpigmentasi
(-) Vitiligo/Hipopigmentasi (-), Tatto (-), Haemangioma (-),
Angioma/toh (-), Spider Naevi (-), Striae (-)
b. Pemeriksaan Rambut
Ispeksi dan Palpasi: Penyebaran (merata/tidak), Bau …. rontok (-),
warna, alopesia (-), Hirsutisme (-)
c. Pemeriksaan Kuku
Inspeksi dan palpasi: warna, bentuk, dan kebersihan kuku, CRT kembali
dalam>2 detik
d. Keluhan lain:kulit tampak pucat, akral dingin

14. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik Medik (tanggal 26/05/2020)


A. DARAHLENGKAP
Leukosit :6,85 ( N : 4.7 – 11.3103/µL )
Eritrosit :3,60 ( N : 4.0 juta – 5.0 juta µL)
58

Trombosit :201 ( N : 142 – 424103/ µL)


Haemoglobin :10,3 ( N : 11.0 – 16.3 gr/dl)
Haematokrit :28,1 ( N : 35.0 – 50 gr /dl )
B. KIMIA DARAH
Ureum :32,4 ( N : 10 – 50 mg / dl)
Creatinin :- ( N : 0.7 – 1.5 mg /dl )
SGOT :45 (N:0–32UNTUKL)
SGPT :19 (N:0–33UNTUKL)
Bilirubin :- ( N : <1.0 mg / dl)
Total Protein :1,18 ( N : 6.7 – 8.7 mg /dl)
GDpuasa :- ( N : 100 mg/dl)
GD 2jpp :133 ( N : 140 – 180 mg /dl )
C. ANALISIS ELEKTROLIT
Natrium :128 ( N : 136 – 145 mmol /l )
Kalium :2,79 (N:3.5–5.0mmol/l)
Clorida :94 (N:98–106mmol/l)
Calsium :- (N:7.6–11.0mg/dl)
Phospor :- (N:2.5–7.07mg/dl)
D. PEMERIKSAANLABLAIN
Analisis Gas Darah
PH : 7,50 (N : 7,35 – 4,45)
PCO2 : 36,2 (N : 35 – 45 )
PO2 : 50,0 (N : 80 – 100 )
HCO3 :28,7 (N : 21 -28 )
SPO2 : 88,4% (N : >95)

A. PEMERIKSAANRADIOLOGI
Tanggal 08 Maert 2020
1. X-Ray : Opasitas lapang bawah paru kanan suspek massa paru dd
Pneumonia
Tanggal 10 Maret 2020
1. USG :
a) Tidak tampak echo cairan cavum pleura kanan tidak kami
berikan marker, tampak hepatisasi pada cavum thorak
kanan
b) Tida tampak echo cairan cavum pleura kiri tidak kami
berikan marker
kesimpulan : Konsolid pada hemithorak kanan
Tanggal 11 Maret 2020
1. USG Abdomen : Tidak tampak nodul proses metastasis pada hepar
dan lien maupun lymphanidopathy pada paraarta dan paraliaca.
konsolidasi basal paru kanan

VII. TINDAKAN DAN TERAPI


Tindakan apa saja yang sudah dilakukan untuk menolong keselamatan klien
dan terapi farmakologis (obat-obatan) apa saja yang sudah diberikan.
59

Tanggal 9/3/2020
1. IVFD NS 14 TPM
2. Injk. Ceftriaxone 2x1 gr
3. Injk. Omeprazole 1x4 gr
4. Injk. NAC 3X1 mg
5. Injk. Nistatin amp 4x3 cc
6. Nebul : Combivent 3x1, Pulmicot 3x1
7. Lenofloxacin Infs : 750 mg x 1
8. Oksigen Nasal canul : 4 lpm

Tanggal 10/3/2020
1. IVFD NS 20 TPM + Frutoril
2. Injk. Ceftriaxone 2x1 gr
3. Injk. Ranitidine 2x50 mg
4. Injk. NAC 3X1 mg
5. Injk. Nistatin amp 4x3 cc
6. Nebul : Combivent 3x1, Pulmicot 3x1
7. Lenofloxacin Infs : 750 mg x 1
8. Oksigen Nasal canul : 4 lpm

Tanggal 11/3/2020
 IVFD Asering : Aminofluid (2:1) 20 TPM
 Infs. KCL 2mg + Ns 500mg
 Injk. Ceftriaxone 2x1 gr
 Injk. Ranitidine 2x50 mg
 Injk. NAC 3X1 mg
 Injk. Nistatin amp 4x3 cc
 Nebul : Combivent 3x1, Pulmicot 3x1
 Lenofloxacin Infs : 750 mg x 1
 Oksigen Nasal canul : 4 lpm
 Terapi PRC 2 labu

TTD PERAWAT

( Moh. Lutfillah )
60

ANALISIS DATA

Nama : Tn No. RM : 11477XXX


Diagnosis Medis : Pneumonia

NO TGL DATA ETIOLOGI MASALAH

1. 09/3/20 DS: Bakteri, virus, Bersihan Jalan


 keluarga pasien jamur, dan parasit Napas Tidak
mengatakan pasien Efektif
sudah mulai batuk satu
Masuk melalui (D.0001)
bulan yang lalu, pada
akhrinya batuk inhalasi
bertambah parah dan
disertai sesak napas menginvasi ke paru
 keluarga pasien melalui aliran
mengatakan batuk darah
disertai dahak bewarna
putih kehijauan dan
kental dan juga dahak menginvasi ruang
sulit untuk dikeluarkan antar sel dan
alveoli
DO:
 Batuk tidak efektif : merangsang
tidak dapat produksi neutrofil
mengeluarkan dahaknya dan sitokonin
 Sputum banyak,
Ketika sekret dapat proses inflamasi
dikeluarkan, bewarna sitokinin terlibat
putih kehijauan dan dalam reaksi
kental inflamasi
 Dispnea dan
terpasang O2 Nasal canul
4 lpm sistem imun
 Adanya suara napas menurun
tambahan: Ronkhi pada
lapang paru kanan Pneumonia
 Suara yang
dikeluarkan tidak jelas Terjadi interaksi
 Bunyi napas bakteri/virus
menurun ketika dengan antibody
dilakukan vocal fremitus
pada dada kanan bawah reaksi radang paru
 Saat diperkusi pada alveoli
terdapat bunyi dullness
pada paru bagian kanan Hiperplasia sel
bawah goblet dan
 Pasien tampak disfungsi silia
sianosis pada mukosa
61

bibir dan Hb 10,3 Peningkatan


 frekuensi napas produksi mucus
(RR): 26 /menit
 Pola napas : Akumulasi mucus
takipnea, dangkal, dan pada saluran
penggunaan otot bantu pernapasan
napas intercostae
 Adanya pernapasan Obstruksi jalan
cuping hidung napas
 TD : 100/60
x/menit Bersihan jalan
 N : 129 x/ menit napas tidak
 S : 38,2 C efektif
 SPO2 : 88%
2. DS: Bakteri, virus, Gangguan
jamur, dan parasit pertukaran Gas
 keluarga pasien (D.0003)
mengatakan pasien
kesulitan untuk Masuk melalui
inhalasi
bernapas (Dispnea)

DO: menginvasi ke paru


melalui aliran
 Nilai PH : 7,50 darah
(N : 7,35 – 7,45)
 Nilai PO2 : 50
(N : 80 – 100 ) menginvasi ruang
 HCO3 : 28,7 antar sel dan
 (N : 21 – 28 ) alveoli
 Nadi : 129 x/
menit merangsang
 TD : 100/60 produksi neutrofil
x/menit dan sitokonin
 S : 38,2 C
 Adanya bunyi napas proses inflamasi
tambahan : Ronkhi sitokinin terlibat
pada lapang paru kanan dalam reaksi
 Pasien tampak sianosis inflamasi
pada mukosa bibir dan
saturasi O2 : 88%
 Pasien mengeluarkan sistem imun
keringat (Diaforesis) menurun
dingin ketika
melakukan aktivitas Pneumonia
ringan seperti berjalan
ke kamar mandi Terjadi interaksi
 Adanya pernapasan bakteri/virus
cuping hidung dengan antibody
62

 Pola napas : RR, 26 reaksi radang paru


x/menit, takipnea, pada alveoli
dangkal, ireguler dan
adanya penggunaan perubahan struktur
otot bantu napas membrane alveoli
intercostae
 saat diperkusi suara cairan merembes
dullness pada lapang ke alveolus
paru kanan bawah
Atelaktasis

Difusi O2 dan CO2


terganggu

Kerusakan
pertukaran gas

Gangguan
pertukaran gas

3. DS : Bakteri, virus, Intoleransi


jamur, dan parasit Aktivitas
 Keluarga pasien (D.0056)
mengatakan pasien
kesulitan untuk Masuk melalui
inhalasi
bernapas (Dispnea)
baik saat / setelah menginvasi ke paru
melakukan aktivitas melalui aliran
ringan seperti jalan ke darah
kamar mandi

DO : menginvasi ruang
antar sel dan
 Nadi 129 x/menit alveoli
 RR : 26 x/menit
 TD : 100/60 mmHg merangsang
 Suhu: 38,2 C produksi neutrofil
 Kekuatan otot : 4/4/4/4 dan sitokonin
 pasien tampak pucat
 Hb 10,3gr/dl proses inflamasi
sitokinin terlibat
dalam reaksi
inflamasi

sistem imun
menurun
63

Pneumonia

Terjadi interaksi
bakteri/virus
dengan antibody

reaksi radang paru


pada alveoli

perubahan struktur
membrane alveoli

cairan merembes
ke alveolus

Difusi O2 dan CO2


terganggu

Suplai O2 ke
ajringan tubuh
berkurang

Hipoksia jaringan

Bahan baku untuk


metabolisme
terbatas

produksi energi
menurun

Aktivitas fisik
menurun

Intoleransi
Aktivitas

DIAGNOSIS KEPERAWATAN
64

Nama : Tn. S No RM : 11477XXX


Diagnosis Medis : Pneumonia

No Diagnosis Keperawatan TTD


1 Bersihan jalan napas tidak efektif b.d Hipersekresi jalan napas
dibuktikan dengan batuk tidak efektif, sputum berlebih, ronkhi,
dispnea, sianosis, dan pola napas berubah.
2 Gangguan pertukaran gas dengan kondisi terkait Pneumonia
dibuktikan dengan PO2 menurun, peningkatan pH, takikardia,
bunyi napas tambahan, sianosis, diaphoresis, napas cuping
hidung, pola napas abnormal, dispnea.
3 Intoleransi aktivitas b.d Ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen dibuktikan dengan frekuensi jantung
meningkat >20% dari kondisi istirahat, mengeluh lelah,
dispnea, merasa lemah, merasa tidak nyaman setelah
beraktivitas.
65

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


No Standar Diagnosis Keperawatan Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan
. Indonesia (SDKI) Indonesia (SLKI) Indonesia (SIKI)
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d Bersihan Jalan Napas (L.01001) Manajemen Jalan Napas (I.01011)
Hipersekresi jalan napas dibuktikan dengan Definisi : Kemampuan membersihkan Mengidentifikasi dan mengelola
batuk tidak efektif, sputum berlebih, ronkhi, sekret atau obstruksi jalan napas untuk kepatenan jalan napas
dispnea, sianosis, dan pola napas berubah. mempertahankan jalan napas tetap Tindakan :
(D.0001) paten. Observasi
1. Monitor pola napas (frekuensi,
Definisi:Ketidakmampuan membersihkan Setelah dilakukan intervensi keperawatan kedalaman, usaha napas)
sekret atau obstruksi jalan napas untuk selama 1x24 jam maka Bersihan Jalan 2. Monitor bunti naaps tambahan
mempertahankan jalan napas tetap paten Napas Meningkat dengan kriteria hasil : (mis. Gugling, mengi, wheezing,
Penyebab : 1. Batuk efektif (meningkat) ronkhi kering)
Fisiologis 2. Produksi sputum (menurun) 3. Monitor sputum (jumlah, warna,
1. Spasme jalan napas 3. Sulit bicara (menurun) aroma)
2. Hipersekresi jalan napas 4. Sianosis (menurun)
3. Disfungsi neuromuskuler 5. Pola napas (membaik) Terapeutik
4. Benda asing dalam jalan napas 1. Posisikan semi-fowler atau
5. Adanya jalan napas buatan fowler
6. Sekresi yang tertahan 2. Lakukan nebul, postural drainase,
7. Hiperplasia dinding jalan napas fisioterapi dada dan batuk efektif,
8. Proses infeksi jika perlu
9. Respon alergi’ 3. Berikan minum hangat
10. Efek agen farmakologis (mis. 4. Berikan oksigen, jika perlu
Anastesi)
Situasional Edukasi
1. Merokok aktif 1. Anjurkan asupan cairan 2000
2. Merokok pasif ml/hari, jika tidak kontraindikasi
66

3. Terpajan polutan 2. Ajarkan teknik batuk efektif

Gejala dan Tanda Mayor Kolaborasi


Subjektif : Tidak tersedia 1. Kolaborasi pemberian
Objektif bronkodilator, ekspektoran,
1. Batuk tidak efektif mukolitik, jika perlu
2. Tidak mampu batuk
3. Sputum berlebih
4. Mengi, wheezing dan/atau ronkhi
kering
5. Mekonium di jalan napas (pada
neonates)
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
1. Dispnea’
2. Sulit bericara
3. ortopnea
Objektif
1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi napas menurun
4. Frekuensi napas berubah
5. Pola napas berubah

Kondisi Klinis Terkait


1. Gullian barre syndrome
2. Sklerosis multiple
67

3. Myasthenia gravis
4. Prosedur diagnostic (mis.
Bronkoskopi, transesophageal
echocardiography [TEE]
5. Depresi sistem saraf pusat
6. Cedera kepala
7. Stroke
8. Kuadriplegia
9. Sindrom aspirasi mekonium
10. Infeksi saluran napas

Gangguan pertukaran gas dengan kondisi Pertukaran Gas (L.01001) Pemantauan Respirasi (I.01014)
terkait Pneumonia dibuktikan dengan PO2 Definisi : Oksigenasi dan /atau Mengumpulkan dan menganalisis data
menurun, peningkatan pH, takikardia, eliminasi karbondioksida pada untuk memastikan kepatenan jalan
bunyi napas tambahan, sianosis, membrane alveolus - kapiler dlam napas da keefektifan pertukrang gas
diaphoresis, napas cuping hidung, pola batas normal. Tindakan :
napas abnormal, dispnea. (D.0003) Observasi :
Setelah dilakukan intervensi 1. Monitor frekuensi, irama,
Definisi : kelebihan atau kekurangan keperawatan selama 1x24 jam maka kedalaman, dan upaya napas
oksigenasi dan atau eleminasi Pertukaran Gas Meningkat dengan 2. Monitor pola napas (seperti
karbondioksia pada membrane alveolus – kriteria hasil bradipnea, takipnea,
kapiler . hiperventilasi, kussmaul, cheyne-
1. Dispnea (menurun) stokes, biot, ataksik)
2. Bunyi napas tambahan (menurun) 3. Monitor adanya sputum
3. Diaforesis (menurun) 4. Palpasi kesimetrisan ekspansi
Penyebab 4. Napas cuping hidung (menurun) paru
1. ketidakseimbangan ventilasi - 5. PO2 (membaik) 5. Auskultasi bunyi napas
perkusi 6. pH arteri (membaik) 6. Monitor saturasi oksigen
2. perubahan membrane alveolus –
68

kapiler 7. Pola napas (membaik) 7. Monitor Nilai AGD


8. Monitor hasil x-ray traks
Gejalan dan Tanda Mayor
Subjektif
1. Dispnea Terapeutik
Objektif 1. Atur interval pemantauan
1. PCO2 meningkat / menurun respirasi sesuai kondisi pasien
2. PO2 menurun 2. Dokumentasikan hasil
3. Takikardia pemantauan
4. pH arteri meningkat/menurun
5. bunyi napas tambahan Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
Gejala dan Tanda Minor pemantauan
Subjektif 2. Informasikan hasil pemantauan,
1. Pusing jika perlu.
2. Penglihatan kabur

Objektif
1. Sianosis
2. Diaforesis
3. gelisah
4. napas cuping hidung
5. pola napas abnormal (cepat/lambat,
regular/ireguler, dalam/dangkal)
6. warna kulit abnormal (mos.
kebiruan, pucat)
7. kesadaran menurun

Kondisi klinis terkait


69

1. penyakit paru obstruktif kronis


(PPOK)
2. Gagal jantung kongestif
3. asma
4. Pneumonia
5. Tuberkulosis paru
6. Penyakit membran hialin
7. Asfiksia
8. Prematuritas
9. Infeksi saluran napas

3 Intoleransi aktivitas b.d Toleransi Aktivitas (L.05047) Manajemen Energi (I. 05178)
Ketidakseimbangan antara suplai dan Definisi : Respon fisiologis tehadap Mengidentifikasi dan mengelola
kebutuhan oksigen dibuktikan dengan aktivitas yang membutuhkan tenaga penggunaan energi untuk mengatasi
frekuensi jantung meningkat >20% dari atau mencegah kelelahan dan
kondisi istirahat, mengeluh lelah, dispnea, Setelah dilakukan intervensi keperawatan mengoptimalkan proses pemulihan
merasa lemah, merasa tidak nyaman selama 1x24 jam maka Toleransi
setelah beraktivitas (D.0056). Aktivitas Meningkat dengan kriteria hasil Tindakan
1. Frekuensi nadi (meningkat) Observasi
Definisi : Ketidakcukupan energi untuk 2. Saturasi oksigen (meningkat) 1. Identifikasi gangguan fungsi
melakukan aktivitas sehari – hari . 3. Keluhan lelah (menurun) tubuh yang mengakibatkan
4. Dispnea (menurun) kelelahan
5. Frekuensi napas (membaik) 2. Monitor kelelahan fisik emosional
Penyebab 6. Sianosis (menurun) 3. Monitor pola dan jam tidur
1. Ketidakseimbanagn antara suplai 4. Monitor lokasi dan
dan kebutuhan oksigen ketidaknyamanan selama
2. Tirah baring melakukan aktivitas
3. Kelemahan
4. Imobilitas Terapeutik
70

5. Gaya hidup menoton 1. Sediakan lingkungan nyaman dan


rendah stimulus (mis. cahaya,
Gejala dan Tanda Mayor suara, kunjungan)
Subjektif 2. Lakukan latihan rentang gerak
1. Mengeluh lelah pasif dan/atau aktif
Objektif 3. Bersihkan aktivitas distraksi yang
1. Frekuensi jantung meningkat >20% menenangkan
dari kondiis istirahat 4. Fasilitasi duduk di sisi tempat
Gejala dan Tanda Minor tidur, jika dapat berpindah atau
Subjektif berjalan
1. Dispnea saat/setelah aktivitas
2. Merasa tidak nyaman setelah Edukasi
beraktivitas 1. Anjurkan tirah baring
3. Merasa lemah 2. Anjurkan melakukan aktivitas
Objektif secara bertahap
1. Tekanan darah berubah >20% dari 3. Anjurkan menghubungi perawat
konsdisi istirahat jika tanda dan gejala kelelahan
2. Gambaran EKG menunjukan aritmia tidak berkurang
saat/setelah aktivitas 4. Ajarkan strategi koping untuk
3. Gambaran EKG menunjukan mengurangi kelelahan
iskemia
4. Sianosis
Kolaborasi
Kondisi Klinis Terkait 1. Kolaborasi dengan ahli gizi
1. Anemia tentang cara meningkatkan asupan
2. Gagal jantung kongestif makanan
3. Penyakit jantung koroner
4. Penyakit katup jantung
5. Aritmia
71

6. Penyakit paru obstruktif kronis


(PPOK)
7. Gangguan metabolic
8. Gangguan muskulpskletal
72

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Dx Kep Tgl Evaluasi Paraf


Tgl Implementasi
No perawat
9/3/20 D.0001 Observasi 9/3/20 S :
16.30 1. Memonitor pola napas 1. Keluarga pasien mengatakan batuk
 RR : 26 x/menit produktif terutama pada siang hari
 dangkal, ireguler 2. keluhan sesak saat berjalan dan
 Dispnea saat melakukan aktivtas ringan istirahat masih ada
seperti berjalan kekamar mandi
16.33 2. Memonitor bunyi napas O:
 Terdengar suara napas tambahan: Ronkhi 1. Batuk efektif : pasien dapat
pada paru kanan 20.00 melakukan cara batuk efektif yang
3. Memonitor sputum memberikan efektif mengeluarkan
17.00  jumlah cukup banyak sekretnya (cukup)
 warna putih kehijauan dan kental 2. Produksi sputum : masih cukup
banyak, bewarna putih kehijauan dan
Terapeutik tampak kental (cukup meningkat )
17.10 1. Memposisikan semi-fowler 3. Sulit bicara: suara pasien masih tidak
 pasien tampak nyaman, dan sesak berkurang terdengar dengan jelas (sedang)
2. Melakukan dan mengajarkan Fisioterapi dada 4. pola napas : RR : 26 x/menit,
dan baruk efektif setelah diberikan nebule dangkal, ireguler, dan masih
 pasien tampak nyaman, adanya reflex batuk, kesulitan untuk bernapas (sedang)
terasa lebih lega 5. Sianosis: teratasi sebagian jika pasien
17.13 3. Memberikan oksigen Nasal canul tidak beraktivitas atau sedang
 sesak teratasi sebagian, pasien tampak istirahat (sedang)
nyaman, sesak berkurang

4. Memberikan minuman yang hangat setelah A:


73

17.15 mengeluarkan sekretnya Bersihan jalan napas tidak efektif teratasi


 sesak semakin berkurang, pasien merasakan sebagian
lebih enak dan nyaman
P:
17.35 Edukasi Lanjutkan intervensi manajemen jalan napas
1. Menganjurkan asupan cairan 2000 ml/hari Observasi : 1-3
 meningkatkan energi, pasien tampak bugar, Terapeutik :1,2,3,5
output urin cukup banyak 750ml Edukasi : 1
2. Mengajarkan teknik fisioterapi dada dan batuk Kolaborasi : 1
efektif
 keluarga pasien dapat memperagakan teknik
fisioterapi dada dan cara batuk efektif
 pasien dapat melakukan batuk efektif yang
benar
17.40
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat nebul (combivent
dan pulmicot ) 1:1
9/3/20 D.0003 Observasi S:
16.30 1. Memonitor frekuensi irama, kedalaman, dan Keluarga pasien mengatakan pasien sering
upaya napas keluar keringat dingim sampai plaster
 dangkal, iireguler, dispnea infusnya tidak nempel, keluhan sesak dan
2. memonitor pola napas batuk masih ada
17.00  RR : 26x/menit
 pasien menggunakan otot bantu napas O:
intercostae dan cuping hidung 20.00 1. Dispnea : masih ada (cukup meningkat)
17.05 3. memonitor adanya produksi sputum 2. Bunyi napas tambahan: terdengar suara
 jumlah cukup banyak, warna putih napas tambahan ronkhi pada lapamg
74

kehiajuan dan kental paru kanan (sedang)


18.00 4. memonitor saturasi oksigen 3. Diaforesis : masih keluar keringat
 SPO2: 88% dingin walaupu dalam keadaan istirahat
 CRT >2 detik, pasien cukup sianosis dan (3: sedang)
18.30 berkeringat dingin terus 4. PO2 : 50 (sedang)
5. memonitor nilai analisis gas darah 5. PH : 75,0 (sedang)
 nilai pH : 75,0, PO2: 50, HCO3 : 28,7 6. Pola napas : RR : 26x/menit, dangkal,
6. auskultasi bunyi napas ireguler (sedang)
 terdapat bunyi napas tambahan : ronkhi pada
lapang paru kanan A:
Terapeutik Masalah gangguan pertukaran gas teratasi
1. mengatur interval pemantauan respirasi sesuai sebagian
kondisi pasien
 pemantauan TTV 2-3 jam sekali, pasien P:Lanjutkan intervensi pemantauan
tampak nyaman dan tenang respirasi
19.00 2. mendokumentasikan hasil pemantauan Observasi 1,2,3,4,5,6
Edukasi Terapeutik 1-2
1. menjelaskan tujuan setiap tindakan dan Edukasi 1-2
prosedur pemantauan Kolaborasi 1
 pasien dan keluarga tidak cemas dan dapat
mengetahui tindakan yang dilakukan
2. menginformasikan hasil pemantauan
 pasien dan keluarga dapat mengetahuai hasil
dari pemantauan
kolaborasi
1. Kolaborasi dengan laboratorium untuk analisis
darah
75

D.0056 Observasi S:
16.30 1. mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang Keluarga pasien mengatakan pasien cepat
mengakibatkan kelelahan lelah jika berjalan disertai sesak napas dan
 pasien mengalami gangguan pada paru keringat dingin
kananya bagian bawah. terdiagnosis medis
Pneumonia, RR: 26 x/menit O:
16.33 2. memonitor kelelahan fisik dan emosional 1. Frekuensi nadi : 129 x/menit (sedang)
 pasien merasakan kelelahan jika melakukan 2. Saturasi oksigen : 88% (sedang)
aktivtas ringan seperti berjalan ke kamar 3. Keluhan lelah : masih merasakan
mandi, tampak sesak, SPO2 88% keluhan saat melakukan aktivitas
3. memonitor lokasi dan ketidaknyamanan selama berjalan kekamar mandi (sedang)
melakukan aktivtas 4. Dispnea : masih merasakan kesulitan
17.00  merasakan sesak napas dan keringat dingin untuk bernapas, apalagi setelah
pada tubuh beraktivitas ringan (sedang)
 Nadi : 129 x/menit 5. Frekuensi napas : RR: 26 x/menit
6. Sianosis : mulai berkurang ketika pasien
Terapeutik dalam kondisi istirahat (sedang)
17.10 1. menyediakan lingkungan yang nyaman dan
rendah stimulus A:
 memberisihkan tempat tidur pasien supaya Masalah Intoleransi aktivitas teratasi
tidur lebih nyaman sebagian
 mengatur cahaya dengan cara menutupi mata
dengan kain unutk memberikan kenyamanan. P : Lanutkan Intervensi manajemen energi
pasien merasa nyaman dan tidur lebih lama Observasi 1,2,3
Terapeutik 1,2
Edukasi Edukasi 1,2,3,4
17.13 1. menganjurkan untuk tirah baring untuk Kolaborasi 1
mengurangi sesak
 pasien tampak nyaman dan lebih tenang
76

2. menganjurkan menghubungi perawat jika tamda


17.15 dan gejala kelelahan tidak berkurang
 gejala kelelhan tidak berkurang
17.35 3. mengajarkan strategi koping mengurangi
kelelahan
 menganjurkan untuk selalu tanang, tidak
gelisah mengatur pola napas

Kolaborasi
17.40 1. Berkolarosi dengan ahli gizi cara meningkatkan
asupan makanan
 pasien mendapatkan makanan tim dan susu

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


77

Dx Kep Tgl Evaluasi Paraf


Tgl Implementasi
No perawat
10/3/20 D.0001 Observasi 10/3/20 S :
09.00 1. Memonitor pola napas 1. Keluarga pasien mengatakan batuk
 RR : 23 x/menit produktif terutama pada siang hari
 cukup dalam, reguler 2. keluhan sesak saat berjalan dan
 Dispnea saat melakukan aktivtas istirahat masih ada
ringan seperti berjalan kekamar mandi
2. Memonitor bunyi napas O:
09.10  Masih terdengar suara napas tambahan: 1. Batuk efektif : pasien dapat
Ronkhi pada paru kanan 13.00 melakukan cara batuk efektif yang
09.15 3. Memonitor sputum benar dan memberikan efektif
 jumlah cukup banyak mengeluarkan sekretnya (Sedang)
 warna putih kehijauan dan kental 2. Produksi sputum : cukup berkurang,
 suara masih tidak terdengar dengan jelas bewarna putih kehijauan dan tampak
kental (sedang )
Terapeutik 3. Sulit bicara: suara pasien masih
09.20 1. Memposisikan semi-fowler tidak terdengar dengan jelas (3:
 pasien tampak nyaman, dan sesak berkurang sedang)
2. Melakukan dan mengajarkan Fisioterapi dada 4. pola napas : RR : 23 x/menit, cukup
09.25 dan baruk efektif setelah diberikan nebule dalam, reguler, dan masih kesulitan
 pasien tampak nyaman, adanya reflex batuk, untuk bernapas (sedang)
terasa lebih lega 6. Sianosis: teratasi sebagian jika
3. Memberikan oksigen Nasal canul pasien tidak beraktivitas atau sedang
09.30  sesak teratasi sebagian, pasien tampak istirahat (sedang)
nyaman, sesak berkurang
09.35 A:
4. Memberikan minuman yang hangat setelah Bersihan jalan napas tidak efektif teratasi
78

mengeluarkan sekretnya sebagian


 sesak semakin berkurang, pasien merasakan
lebih enak dan nyaman P:
09.40 Lanjutkan intervensi manajemen jalan
Edukasi napas
1. Menganjurkan asupan cairan 2000 ml/hari Observasi : 1-3
 untuk meningkatkan energi, mencegah terapeutik :1,2,3,5
dehidrasi pasien tampak bugar, output urin Edukasi : 1
cukup banyak 650ml Kolaborasi : 1

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat nebul (combivent
dan pulmicot ) 1:1
10/3/20 D.0003 Observasi S:
09.00 1. Memonitor frekuensi irama, kedalaman, dan Keluarga pasien mengatakan keringat
upaya napas dingin mulai berkurang, keluhan batuk
 cukup dalam, reguler, dispnea cukup berkurang dan sesak napas
09.10 2. memonitor pola napas 13.00
 RR : 23x/menit O:
09.15  pasien menggunakan otot bantu napas 1. Dispnea : masi kesulitan untuk
intercostae dan cuping hidung bernapas dengan spontan (sedang)
3. memonitor adanya produksi sputum 2. Bunyi napas tambahan: terdengar
 jumlah cukup berkurang, warna putih suara napas tambahan ronkhi pada
kehiajuan dan sedikit kental lapang paru kanan (sedang)
3. Diaforesis : masih keluar keringat
dingin hnaya melakukan aktivitas
09.20 4. memonitor saturasi oksigen ringan (sedang)
 SPO2: 99% 4. napas cuping hidung : masih ada
79

 CRT < 2 detik, sianosis berkurang ketika (sedang)


beristirahat dan berkeringat dingin ketika 5. PO2 : 50 (sedang)
09.25 beraktivtas ringan/berjalan 6. PH : 75,0 (sedang)
5. memonitor nilai analisis gas darah 7. Pola napas : RR : 23x/menit, cukup
 nilai pH : 75,0, PO2: 50, HCO3 : 28,7 dalam, reguler (sedang)
09.30 6. auskultasi bunyi napas
 terdapat bunyi napas tambahan : ronkhi A:
pada lapang paru kanan Masalah gangguan pertukaran gas teratasi
sebagian
09.35 Terapeutik
1. mengatur interval pemantauan respirasi sesuai P:
kondiis pasien Lanjutkan intervensi pemantauan respirasi
 pemantauan TTV 4-5 jam sekali, pasien Observasi 1,2,3,4,5,6
tampak nyaman dan tenang Terapeutik 1-2
2. mendokumentasikan hasil pemantauan Edukasi 1-2
Kolaborasi 1
09.40 Edukasi
1. menjelaskan tujuan setiap tindakan dan
prosedur pemantauan
 pasien dan keluarga tidak cemas dan dapat
mengetahui tindakan yang dilakukan
2. menginformasikan hasil pemantauan
 pasien dan keluarga dapat mengetahuai
hasil dari pemantauan
kolaborasi
Kolaborasi dengan laboratorium untuk analisis darah
10/3/20 D.0056 Observasi 13.00 S:
09.00 1. mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang Keluarga pasien megatakan keluhan batuk
mengakibatkan kelelahan berkurang dan keluhan lelah pada pasien
80

 pasien mengalami gangguan pada paru berkurang


kananya bagian bawah. terdiagnosis medis
Pneumonia, RR: 23 x/menit O:
09.10 2. memonitor kelelahan fisik dan emosional 1. Frekuensi nadi : 97 x/menit (3: sedang)
 pasien masih merasakan kelelahan jika 2. Saturasi oksigen : 99% (cukup
melakukan aktivtas ringan seperti berjalan meningkat)
ke kamar mandi, tampak sesak, SPO2 99% 3. Keluhan lelah : masih merasakan dan
3. memonitor lokasi dan ketidaknyamanan selama berkurang saat istirahat (cukup
09.15 melakukan aktivtas menurun)
 masih cukup sesak dan masih keringat 4. Dispnea : merasakan kesulitan ketika
dingin ketika beraktivitas ringan beraktivitas (sedang)
 Nadi : 97 x/menit 5. Frekuensi napas : RR: 23 x/menit
(sedang)
Terapeutik 6. Sianosis : ketika beraktivitas seperti
1. menyediakan lingkungan yang nyaman dan berjalan (sedang)
09.20 rendah stimulus
 memberisihkan tempat tidur pasien supaya A:
tidur lebih nyaman Masalah Intoleransi aktivitas teratasi
 mengatur cahaya dengan cara menutupi mata sebagian
dengan kain unutk memberikan kenyamanan.
pasien merasa nyaman dan tidur lebih lama P :Intervensi diberhentikan

Edukasi
09.25 1. menganjurkan untuk tirah baring untuk
mengurangi sesak
 pasien tampak nyaman dan lebih tenang
09.30 2. menganjurkan menghubungi perawat jika tamda
dan gejala kelelahan tidak berkurang
 gejala keluhan cukup berkurang
81

09.35 3. mengajarkan strategi koping mengurangi


kelelahan
 menganjurkan untuk selalu tanang, tidak
gelisah mengatur pola napas

Kolaborasi
09.40 1. Berkolabosi dengan ahli gizi cara meningkatkan
asupan makanan
 pasien mendapatkan makanan tim dan susu

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Dx Kep Tgl Evaluasi Paraf


Tgl Implementasi
No perawat
82

11/3/20 D.0001 Observasi 11/3/20 S :


09.00 1. Memonitor pola napas 1. keluarga pasien mengatakan sesak
 RR : 22 x/menit dan batuk berkurang
 dalam, reguler
 Dispnea berkurang O:
2. Memonitor bunyi napas 1. Batuk efektif : pasien masih ingin
09.10  Masih cukup terdengar suara napas melakukan cara batuk yang
tambahan: Ronkhi pada paru kanan benar/efektif untuk mengeluarkan
09.15 3. Memonitor sputum 13.00 sekretnya (cukup meningkat)
 jumlah berkurang dari sebelumnya 2. Produksi sputum : berkurang dari
 warna putih kekuningan sebelumnya, bewarna putih
 suara pasien sudah terdengar dengan jelas kekuningan dan sedikit kental
tetapi pelan (sedang )
3. Sulit bicara: suara pasien sudah
Terapeutik mulai terdengar jelas tetapi pelan
09.20 1. Memposisikan semi-fowler (cukup menurun)
 pasien tampak nyaman, dan sesak berkurang 4. Sianosis : Hanya beraktivitas (cukup
09.25 2. Melakukan dan mengajarkan Fisioterapi dada menurun)
dan baruk efektif setelah diberikan nebule 5. pola napas : RR : 22 x/menit, dalam,
 pasien tampak nyaman, adanya reflex batuk, reguler, (cukup membaik)
terasa lebih lega
09.30 3. Memberikan oksigen Nasal canul A:
 sesak teratasi sebagian, pasien tampak masalah Bersihan jalan napas tidak efektif
nyaman, sesak berkurang teratasi sebagian
P:
09.35 4. Memberikan minuman yang hangat setelah Lanjutkan intervensi manajemen jalan
mengeluarkan sekretnya napas
 sesak semakin berkurang, pasien merasakan Observasi : 1-3
83

lebih enak dan nyaman Terapeutik :1,2,3,5


Edukasi : 1
09.40 Edukasi Kolaborasi : 1
1. Menganjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
 untuk meningkatkan energi, mencegah
dehidrasi pasien tampak bugar, output urin
cukup banyak 800ml

Kolaborasi
2. Kolaborasi pemberian obat nebul (combivent
dan pulmicot ) 1:1
11/3/20 D.0003 Observasi 11/3/20 S :
09.00 1. Memonitor frekuensi irama, kedalaman, dan Keluarga pasien mengatakan keringat
upaya napas dingin berkurang, keluhan batuk dan sesak
 dalam, reguler, dispnea masih ada ketika berkurang
berjalan saja 13.00
09.10 2. memonitor pola napas O:
 RR : 22x/menit 1. Dispnea masih ada ketika berjalan
 pasien sudah tidak menggunakan otot bantu (sedang)
napas intercostae dan cuping hidung 2. Bunyi napas tambahan: terdengar
09.15 3. memonitor adanya produksi sputum sedikit suara napas tambahan ronkhi
 jumlah berkurang, warna putih kekuningan pada lapang paru kanan (sedang)
dan sedikit kental 3. Diaforesis : keringat dingin hanya
melakukan aktivitas ringan (sedang)
09.20 4. memonitor saturasi oksigen 4. napas cuping hidung : tidak ada
 SPO2: 99% (cukup menurun)
 CRT < 2 detik, sianosis tampak ketika 5. PO2 : 50 (sedang)
beraktivtas ringan/berjalan 6. PH : 75,0 (sedang)
84

09.25 5. memonitor nilai analisis gas darah 7. Pola napas : RR : 22x/menit, dalam,
 nilai pH : 75,0, PO2: 50, HCO3 : 28,7 reguler (cukup menurun)
09.30 6. auskultasi bunyi napas
 terdapat bunyi napas tambahan : ronkhi A:
pada lapang paru kanan Masalah gangguan pertukaran gas teratasi
sebagian
Terapeutik
09.35 1. mengatur interval pemantauan respirasi sesuai P:
kondiis pasien Lanjutkan intervensi pemantauan respirasi
 pemantauan TTV 6-7 jam sekali, pasien Observasi 1,2,3,4,5,6
tampak nyaman dan tenang Terapeutik 1-2
2. mendokumentasikan hasil pemantauan Edukasi 1-2
kolaborasi 1
09.40 Edukasi
1. menjelaskan tujuan setiap tindakan dan
prosedur pemantauan
 pasien dan keluarga tidak cemas dan dapat
mengetahui tindakan yang dilakukan
2. menginformasikan hasil pemantauan
 pasien dan keluarga dapat mengetahuai
hasil dari pemantauan
kolaborasi
Kolaborasi dengan laboratorium untuk analisis darah

Anda mungkin juga menyukai