Anda di halaman 1dari 121

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA LANSIA NY.

M
PENDERITA GOUT ARTHRITIS DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN NYERI KRONIS
Di Wilayah UPT Puskesmas Pandanwangi Kota Malang

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

DYAH SASI RETNANING GUMILAR


(202020461011048)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
TAHUN 2021
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA LANSIA NY.M
PENDERITA GOUT ARTHRITIS DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN NYERI KRONIS
Di Wilayah UPT Puskesmas Pandanwangi Kota Malang

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang Untuk Memenuhi


Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Studi Profesi Ners

DYAH SASI RETNANING GUMILAR


(202020461011048)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
TAHUN 2021
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA LANSIA NY.M


PENDERITA GOUT ARTHRITIS DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN NYERI KRONIS
Di Wilayah UPT Puskesmas Pandanwangi Kota Malang

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Disusun Oleh:

DYAH SASI RETNANING GUMILAR


(NIM: 202020461011048)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dalam ujian sidang


tanggal: 21 Desember 2021 dan telah diterima sebagai bagian persyaratan yang
diperlukan untuk meraih gelar NERS pada Program Studi Profesi Ners, Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang

DEWAN PENGUJI

Penguji 1 : Anggraini Dwi Kurnia, MNS ( )


NIP.UMM 11413120523

Penguji 2 : Zahid Fikri, M. Kep ( )


NIP.UMM 11218030638

Penguji 3 : Nur Lailatul Masruroh, MNS ( )


NIP.UMM 11205010421
Ditetapkan di Malang, Tanggal :
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Malang

4
Dr. Yoyok Bekti Prasetyo, M. Kep., Sp. Kom
NIP.UMM 112.0309.0405

5
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT,


serta sholawat nabi Muhammad SAW, atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat
menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) Gerontik. KIAN ini merupakan
salah satu syarat guna untuk memperoleh gear Ners pada program Studi Profesi
Ners Universitas Muhammadiyah Malang.
Bersama ini saya menyadari bahwa tugas akhir ini dapat terselesaikan berkat
bantuan, dukungan serta bimbingan, dari berbagai pihak. Ijinkan saya untuk
mengungkapkan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya dengan setulus hati
kepada :
1. Bapak Dr. Yoyok Bekti Prasetyo, M. Kep., Sp. Kom selaku Dekan Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.
2. Ibu Anggraini Dwi Kurnia, MNS selaku Kepala Program Studi Profesi Ners
Universitas Muhammadiyah Malang.
3. Ibu Nur Lailatul Masruroh, S. Kep., MNS selaku Dosen Program Studi
Profesi Ners Universitas Muhammadiyah Malang dan pembimbing yang
telah sabar dan senantiasa membantu, memberikan motivasi, masukan serta
dorongan untuk menyelesaikan penyusunan KIAN.
4. Pembimbing Lahan di Puskesmas Pandanwangi yang senantiasa membantu
dalam memberikan jalan pengkajian hingga evaluasi kepada pasien.
5. Keluarga Ny. M di Jalan Teluk Bayur, Pandanwangi yang bersedia sebagai
responden dan berkenan menerima kehadiran saya.
6. Kedua orangtua saya dan suadara saya yang selalu memanjatkan do’a dan
memotivasi agar semangat untuk terus maju.
Penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) Gerontik ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritikan yang
sifatnya membangun saya harapkan. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi
masyarakat, institusi dan pelayanan kesehatan khususnya dibidang ilmu
keperawatan.
Malang, 15 November 2021

6
Penulis,

7
ABSTRAK

Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Lansia Ny. M Penderita Gout Arthritis


Dengan Masalah Keperawatan Nyeri Kronis Di Wilayah UPT Puskesmas
Pandanwangi Kota Malang

Dyah Sasi Retnaning Gumilar1 , Nur Lailatul Masruroh2

Latar Belakang : Gout Arthritis adalah penyakit sendi yang diakibatkan karena
gangguan metabolisme purin yang ditandai dengan meningkatnya kadar asam urat
dalam darah. Karya ilmiah akhir ini mengangkat kasus Ny. M yang menderita
Gout Arthritis selama kurang lebih 5 tahun dengan keluhan nyeri kronis. Untuk
itu karya ilmiah ini bertujuan untuk memaparkan proses Asuhan Keperawatan Ny.
M dengan Gout Arthritis.
Metode : Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan studi
kasus. Penulis mengikuti kaidah sesuai dengan proses keperawatan yang meliputi:
pengkajian, analisa data, intervensi keperawatan, implementasi serta evaluasi.
Dalam proses pengkajian kepada pasien penulis melakukan anamnesa, observasi,
studi dokumentasi serta pemeriksaan fisik yang digunakan sebagai data dari
pasien. Penulis juga melakukan wawancara terhadap keluarga pasien.
Hasil : Setelah dilakukan pemberian asuhan keperawatan penulis mengangkat
satu prioritas diagnosa keperawatan yaitu, nyeri kronis berhubungan dengan
kondisi musculoskeletal kronis. Tindakan yang telah diberikan untuk mengatasi
masalah tersebut yaitu melakukan kompres hangat jahe merah untuk menurunkan
skala nyeri. Setelah dilakukan tindakan skala nyeri yang awalnya 6 menurun
menjadi skala 2.
Diskusi : Masalah keperawatan nyeri kronis berhubungan dengan kondisi
musculoskeletal kronis pada Ny. M telah dilakukan tindakan kompres hangat jahe
merah untuk menurunkan skala nyeri. Tidak cukup dengan hal tersebut maka
rekomendasi yang dibutuhkan untuk pasien dan keluarga adalah melakukan pola
hidup sehat dan kontrol rutin pengobatan.
Kata Kunci : Asuhan Keperawatan, Gout Arthritis, Kompres Hangat Jahe Merah

1
Mahasiswa Program Studi Ners, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhamaddiyah Malang
2
Dosen Program Studi Ners, Fakultas Ilmu Kesehatan Uniersitas Muhammadiyah Malang

8
ABSTRACT

Gerontic Nursing Care for the Elderly Mrs. M Patients with Gout Arthritis
with Chronic Pain Nursing Problems in the UPT area of Pandanwangi Public
Health Center Malang City

Dyah Sasi Retnaning Gumilar1 , Nur Lailatul Masruroh2

Background: Gout Arthritis is a joint disease caused by purine metabolism


disorders characterized by increased levels of uric acid in the blood. This final
scientific paper raises the case of Mrs. M who has suffered from Gout Arthritis for
approximately 5 years with chronic pain complaints. For this reason, this
scientific work aims to describe the nursing care process for Mrs. M with Gout
Arthritis.
Methods: The method used in this research is a case study. The author follows
the rules in accordance with the nursing process which includes: assessment, data
analysis, nursing intervention, implementation and evaluation. In the process of
assessing the patient, the author conducted anamnesis, observation, study
documentation and physical examination which were used as data from the
patient. The author also conducted interviews with the patient's family.
Results: After providing nursing care, the author raised one priority for nursing
diagnoses, namely, chronic pain associated with chronic musculoskeletal
conditions. The action that has been given to overcome this problem is to do a
warm red ginger compress to reduce the pain scale. After taking action, the pain
scale which was initially 6 decreased to a scale of 2.
Discussion: Chronic pain nursing problems related to chronic musculoskeletal
conditions in Mrs. M has done a warm red ginger compress to reduce the pain
scale. It is not enough with this, the recommendations needed for patients and
families are to adopt a healthy lifestyle and routine control of treatment.
Keywords: Nursing Care, Gout Arthritis, Red Ginger Warm Compress.

1
Student of Nursing Profession Program, Faculty of Health Sciences, University of
Muhammadiyah Malang
2
Lecturers of the Nursing Profession Program, Faculty of Health Sciences, University of
Muhammadiyah Malang

9
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN...................................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................iv
KATA PENGANTAR.............................................................................................v
ABSTRAK..............................................................................................................vi
ABSTRACT...........................................................................................................vii
DAFTAR ISI........................................................................................................viii
DAFTAR TABEL...................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah...................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................4
1.3.1 Tujuan Umum....................................................................................4
1.3.2 Tujuan Khusus...................................................................................5
1.4 Manfaat Penelitian.....................................................................................5
1.4.1 Manfaat Teoritis.................................................................................5
1.4.2 Manfaat Praktis..................................................................................5
BAB II......................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................7
2.1 Konsep Lansia...........................................................................................7
2.1.1 Definisi Lansia...................................................................................7
2.1.2 Klasifikasi Lansia...............................................................................8
2.1.3 Karakteristik Lansia...........................................................................8
2.1.4 Tipe Lansia.........................................................................................9
2.1.5 Masalah Kesehatan Lansia...............................................................10
2.1.6 Perubahan Proses Menua.................................................................12
2.2 Konsep Gout Arthritis.............................................................................15

10
2.2.1 Pengertian Gout Arthritis.................................................................15
2.2.2 Etiologi Gout Arthritis.....................................................................15
2.2.3 Faktor Risiko Gout Arthritis............................................................16
2.2.4 Manifestasi Klinis Gout Arthritis.....................................................17
2.2.5 Penatalaksanaan Gout Arthritis........................................................17
2.3 Konsep Nyeri...........................................................................................18
2.3.1 Nyeri Kronis.....................................................................................18
2.3.2 Tanda dan Gejala Nyeri Kronis.......................................................19
2.3.3 Penyebab Nyeri Kronis....................................................................20
2.3.4 Faktor Risiko Nyeri Kronis..............................................................21
2.3.5 Mekanisme Nyeri.............................................................................24
2.3.6 Penatalaksanaan Nyeri Kronis.........................................................25
2.4 Konsep Hubungan Gout Arthritis dengan Nyeri Kronis.........................30
2.5 Konsep Asuhan Nyeri Kronis Pada Lansia.............................................31
2.5.1 Pengkajian........................................................................................31
2.5.2 Diagnosa Keperawatan....................................................................42
2.5.3 Intervensi Keperawatan....................................................................43
2.5.4 Implementasi Keperawatan..............................................................44
2.5.5 Evaluasi Keperawatan......................................................................44
BAB III..................................................................................................................46
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA........................................................46
3.1 Pengkajian...............................................................................................46
3.2 Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan...............................................47
3.3 Rencana Keperawatan.............................................................................48
3.4 Implementasi Keperawatan.....................................................................49
3.5 Evaluasi Keperawatan.............................................................................50
BAB IV..................................................................................................................52
ANALISIS SITUASI.............................................................................................52
4.1 Analisis Profil Pelayanan di Puskesmas Pandawangi.............................52
4.2 Analisis Masalah Keperawatan...............................................................52
4.3 Analisis Intervensi...................................................................................54
4.4 Rekomendasi Intervensi yang dapat dilakukan di Komunitas................56

11
BAB V....................................................................................................................57
PENUTUP..............................................................................................................57
5.1 Kesimpulan..............................................................................................57
5.2 Saran........................................................................................................57
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................59
Lampiran 1 Lembar Konsultasi..............................................................................63
Lampiran 2 Hasil Deteksi Plagiasi.........................................................................64
Lampiran 3 Format Pengkajian Asuhan Keperawatan Gerontik...........................66
Lampiran 4 Foto Dokumentasi............................................................................105

12
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sepuluh Penyakit Terbanyak Lansia 2013..................................11


Tabel 2.2 SPMSQ.........................................................................................35
Tabel 2.3 MMSE..........................................................................................36
Tabel 2.4 Geriatric Depression Scale...........................................................37
Tabel 2.5 Indeks Barthel ..............................................................................39
Tabel 2.6 Indeks Katz...................................................................................40

13
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Nyeri Loeser’s.............................................................. 24


Gambar 2.2 Mekanisme Nyeri..................................................................... 25
Gambar 2.3 Pedoman Pemberian Analgesik WHO .................................... 26
Gambar 2.4 Visual Analogue Scale..............................................................32

14
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Suatu negara dapat dikatakan sebagai “penduduk tua” apabila jumlah
penduduk lansia mencapai 10% atau lebih. Indonesia sendiri merupakan
negara yang masuk dalam kategori struktur penduduk tua, karena pada tahun
2010 penduduk lansia sudah mencapai 7,6% dari total penduduk yang ada
(Pusdatin Kemenkes RI, 2019). Menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes
RI, (2017) tahun 2017 terdapat 23,66 juta jiwa (9,03%) penduduk lansia di
Indonesia dan di prediksi jumlah lansia tahun 2035 menjadi 72,4 juta jiwa
(15,77%). Terdapat tiga provinsi dengan persentase lansia terbesar adalah DI
Yogyakarta (13,81%), Jawa Tengah (12,59) dan Jawa Timur (12,25%).
Sementara itu, tiga provinsi dengan persentase lansia terkecil adalah Papua
(3,20%), Papua Barat (4,33%) dan Kepulauan Riau (4,35%) (Pusdatin
Kemenkes RI, 2017).

Bertambahnya jumlah penduduk lansia di Indonesia di masa depan


membawa dampak positif maupun negatif. Berdampak positif, apabila
penduduk lansia berada dalam keadaan sehat, aktif dan produktif. Berdampak
negatif, apabila lansia memiliki masalah penurunan kesehatan yang berakibat
pada peningkatan biaya pelayanan kesehatan, penurunan
pendapatan/penghasilan, peningkatan disabilitas, tidak adanya dukungan
sosial dan lingkungan yang tidak ramah terhadap penduduk lansia. (Pusdatin
Kemenkes RI, 2017). Dampak negatif dapat dirasakan akibat dari
kemunduran fisik dan psikis pada lansia.

Semakin bertambahnya usia, fungsi fisiologis mengalami penurunan


akibat proses degeneratif (penuaan) sehingga penyakit tidak menular banyak
muncul pada lansia. Selain itu proses degeneratif menurunkan daya tahan
tubuh sehingga lansia rentan terkena infeksi penyakit menular (Pusdatin
Kemenkes RI, 2019). Penyakit tidak menular yang banyak muncul terjadi

15
pada lansia dan bersifat kronis adalah asam urat (Gout Arthritis). Pada
penderita gout arthritis sering kali menimbulkan rasa nyeri yang
berkepanjangan atau kronis. Intensitas nyeri yang dirasakan tergantung pada
jumlah kristal MSU (Mono Sodium Uric) yang mengendap di persendian,
atau akibat peradangan parah akibat peningkatan serum asam urat (Mustayah
& Anggraeni, 2019).

Peningkatan asam urat dalam darah mengakibatkan pengkristalan


pada persendian dan menyebabkan gangguan pada struktur sendi.
Pengkristalan tersebut dianggap sebagai benda asing oleh tubuh dan memicu
sel-sel kekebalan tubuh untuk menghilangkannya. Munculnya sel-sel
kekebalan tubuh akan menimbulkan reaksi peradangan atau inflamasi yang
menyebabkan nyeri pada persendian (Soeroso, 2011). Penumpukan kristal
asam urat kronis dipersendian mengakibatkan berkurangnya zat pelicin pada
sendi. Akibatnya sendi sulit digerakkan dan jika persendian digerakkan akan
terjadi gesekan antara kristal-kristal tersebut yang juga akan mengakibatkan
terjadinya reaksi nyeri. Ketika bergerak kistal-kristal asam urat akan tertekan
ke pembuluh darah kapiler sehingga ujung kristal yang runcing menusuk
dinding pembuluh darah kapiler dan menimbulkan nyeri (Winarto, 2018).

Data epidemiologi menunjukkan bahwa angka kejadian dan prevalensi


Gout Arthritis telah meningkat pesat sejak beberapa tahun terakhir. Di
Amerika Serikat (AS), dan Eropa prevalensi gout telah meningkat berlipat
ganda sejak dua puluh tahun terakhir. Di Inggris (UK), lebih dari 700.000
orang menderita Gout Arthritis (Ashiq, Latif, Ashiq, & Sundus, 2018). Dari
data tersebut sebagian besar pasien merasakan nyeri yang berkepanjangan.
Peningkatan kejadian Gout Arthritis tidak hanya terjadi di negara maju,
namun juga terjadi di negara berkembang khususnya di Indonesia. Hasil data
Riskesdas prevalensi Gout Arthritis di Indonesia semakin mengalami
peningkatan tahun 2018 kejadian asam urat sebesar 7,3% golongan penyakit
sendi berdasarkan tanda dan gejalanya (Riskesdas, 2018). Dengan
meningkatnya prevalensi kejadian Gout Arthritis maka keluhan nyeri yang
berkepanjangan juga semakin meningkat (Mustayah & Anggraeni, 2019).

16
Nyeri kronis didefinisikan sebagai pengalaman sensorik atau
emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual maupun
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintesitas ringan
hingga berat dan konstan, yang berlangsung lebih dari 3 bulan (Tim Pokja
SDKI, 2017). Nyeri kronis paling banyak dialami oleh lansia karena saat awal
muncul biasanya rasa nyeri berintensitas ringan dan lansia hanya menganggap
nyeri tersebut hal yang biasa saja. Namun, semakin lama rasa nyeri akan
semakin bertambah dan sebagian besar lansia tidak memeriksakan
keluhannya ke pelayanan kesehatan karena keterbatasan akses ke pelayanan
kesehatan ataupun kurangnya pengetahuan mengenai kondisi yang dialami
(Seran, Bidjuni, & Onibala, 2016).

Ketidaknyamanan merupakan hal pertama yang dirasakan oleh lansia


akibat dari nyeri kronis yang di alami. Selain itu, nyeri kronis dapat
menyebabkan beban fisik dan emosional dan berdampak negatif pada
kesejahteraan fisik, emosional, dan sosial lansia. Nyeri kronis berhubungan
dengan kesulitan tidur, kemampuan melakukan pemenuhan kebutuhan
aktivitas sehari-hari akibat keterbatasan pergerakan, aktivitas sosial, dan
kemandirian. Dengan demikian, nyeri kronis merupakan beban kesehatan dan
sosial yang utama terjadi pada lansia (Singh & Cleveland, 2019).

Berdasarkan studi awal yang dilakukan pada tanggal 15 Juli 2021 di


wilayah Puskesmas Pandanwangi, telah dilakukan pengkajian pada lansia
yaitu Ny. M (68th) dengan riwayat post stroke dan menderita asam urat
semenjak 5 tahun yang lalu. Saat dilakukan pengkajian didapatkan pasien
mengeluh nyeri pada lutut bagian kaki kiri, nyeri dirasakan seperti remuk dan
ditusuk-tusuk. Dengan pengukuran skala nyeri menggunakan Visual Analog
Scale (VAS) didapatkan hasil skala nyeri 6 yang berarti nyeri sedang. Nyeri
dirasakan Ny. M semenjak menderita asam urat dan semakin bertambah nyeri
setelah 1 tahun lalu Ny. M mengalami jatuh dan serangan stroke. Selama ini
nyeri yang dirasakan hilang timbul dan terasa semakin memberat ketika
bangun pagi dan saat ditekuk. Menurut Ny. M nyeri yang dirasakan sangat
mengganggu namun Ny. M tidak memeriksakan kondisinya ke pelayanan

17
kesehatan karena takut akan kondisi pandemi yang saat ini terjadi. Untuk
mengatasi masalah nyeri kronis yang dialami Ny. M rencana dan tindakan
keperawatan yang akan dilakukan yaitu manajemen nyeri dengan
menggunakan kompres hangat jahe merah. Intervensi ini bertujuan untuk
mengurangi tingkat nyeri yang dirasakan oleh klien.

Perawat merupakan tenaga kesehatan professional yang memiliki


dasar pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan asuhan pelayanan
kesehatan. Dalam hal perawatan pada lansia peranan seorang perawat
diantaranya pemberi asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan lansia,
mendidik dan mengajarkan tentang perawatan diri secara mandiri, dan
memberikan semangat serta dukungan dalam memelihara kesehatan dengan
perilaku yang sehat. Selain itu perawat juga menerapkan aspek promotif,
preventif, kuratif serta rehabilitatif dalam melakukan pemberian pelayanan
kesehatan (Kholifah, 2016).

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, peneliti telah


melakukan “Asuhan Keperawatan Gerontik pada Lansia Ny.M Penderita
Gout Arthritis dengan Masalah Keperawatan Nyeri Kronis di Wilayah UPT
Puskesmas Pandanwangi Kota Malang”.

1.2 Perumusan Masalah


Bagaimanakah asuhan keperawatan gerontik yang dapat diberikan
pada lansia Ny.M penderita Gout Arthritis dengan masalah keperawatan nyeri
kronis di wilayah UPT Puskesmas Pandanwangi Kota Malang?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners ini untuk
menganalisis asuhan keperawatan gerontik pada lansia Ny. M (68 tahun)
penderita Gout Arthritis dengan masalah keperawatan nyeri kronis di
wilayah UPT Puskesmas Pandanwangi Kota Malang.

18
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi pengkajian pada lansia Ny. M (68 tahun) penderita
Gout Arthritis dengan masalah keperawatan nyeri kronis di wilayah
UPT Puskesmas Pandanwangi Kota Malang.
2. Mengidentifikasi rencana asuhan keperawatan gerontik yang diberikan
pada lansia Ny. M (68 tahun) penderita Gout Arthritis dengan masalah
keperawatan nyeri kronis di wilayah UPT Puskesmas Pandanwangi
Kota Malang.
3. Mengidentifikasi implementasi yang telah dilakukan pada lansia Ny.
M (68 tahun) penderita Gout Arthritis dengan masalah keperawatan
nyeri kronis di wilayah UPT Puskesmas Pandanwangi Kota Malang.
4. Mengidentifikasi evaluasi hasil implementasi yang telah dilakukan
pada lansia Ny. M (68 tahun) penderita Gout Arthritis dengan masalah
keperawatan nyeri kronis di wilayah UPT Puskesmas Pandanwangi
Kota Malang.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Diharapkan hasil laporan penulisan ini dapat menjadi informasi
bagi bidang keperawatan terutama keperawatan gerontik terkait intervensi
keperawatan yang dilakukan guna untuk menyelesaikan masalah nyeri
kronis yang dialami oleh lansia. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan
dapat menjadi masukan atau ide untuk meneliti lebih jauh terkait manfaat
intervensi yang telah dilakukan oleh peneliti untuk pemecahan masalah
nyeri kronis pada lansia.

1.4.2 Manfaat Praktis


Hasil laporan penulisan ini diharapkan dapat menjadi informasi
bagi bidang keperawatan terkait pelayanan kesehatan gerontik di wilayah
kerja Puskesmas Pandanwangi Kota Malang dan juga dapat menerapkan
intervensi yang telah dilakukan peneliti sebagai pemecahan masalah nyeri
kronis pada lansia. Selain itu, laporan hasil penulisan ini juga dapat

19
diaplikasikan di bidang keperawatan untuk mengurangi nyeri kronis dan
dilakukan sebagai kegiatan rutin bagi lansia.

20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lansia

2.1.1 Definisi Lansia


Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas
(Kholifah, 2016). Lansia bukan penyakit, tetapi merupakan tahap dari
proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh
untuk beradaptasi dengan stress lingkungan (Muhith & Siyoto, 2016).
Pengertian lansia menurut BKKBN (2015) , adalah individu yang berusia
diatas 60 tahun, pada umumnya memiliki tanda-tanda terjadinya
penurunan fungsi biologis, psikologis, sosial dan ekonomi.

Usia lanjut merupakan usia yang mendekati siklus akhir kehidupan


dan lansia merupakan tahap akhir proses penuaan. Semua orang akan
mengalami proses menjadi tua atau menua. Proses menua merupakan
proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu,
tetapi dimulai sejak awal mula kehidupan. Menjadi tua merupakan proses
alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu
anak, dewasa dan tua (Kholifah, 2016). Penuaan merupakan perubahan
kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang
mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada manusia, penuaan
dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit, tulang, jantung,
pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya (Kholifah,
2016).

Saat lanjut usia akan terjadi proses penurunan kemampuan


regeneratif yang terbatas, maka dari itu lansia lebih rentan terhadap
berbagai penyakit, sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan orang
dewasa lain (Kholifah, 2016). Oleh karena itu, dalam tubuh akan
menumpuk makin banyak distorsi metabolic dan structural yang disebut
penyakit degeneratif yang menyebabkan kebanyakan lansia akan
mengakhiri hidup dengan episode terminal (Rafika, 2019).

21
2.1.2 Klasifikasi Lansia
Klasifikasi lansia menurut WHO dalam Kholifah, (2016) adalah
sebagai berikut :
1. Usia pertengahan (middle age) seseorang yang berusia antara 45-59
tahun.
2. Usia lanjut (elderly), seseorang yang berusia antara 60-74 tahun.
3. Usia tua (old), seseorang yang berusia antara 75-90 tahun.
4. Usia sangat tua (very old), seseorang yang berusia >90 tahun.
Sedangkan klasifikasi lansia menurut Depkes RI (2003) dalam
Dewi,(2014) diantaranya :
1. Pralansia (prasenilis), seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2. Lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3. Lansia resiko tinggi, yaitu seseorang yang berusia 60 tahu atau lebih
dengan masalah kesehatan.
4. Lansia potensial, adalah lansia yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau
jasa.
5. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah
sehingga hidupnya bergantung pada orang lain.

2.1.3 Karakteristik Lansia


Karakteristik lansia menurut Kholifah, (2016) sebagai berikut :
1. Lansia merupakan periode kemunduran.
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan
faktor psikologis. Motivasi merupakan peran yang penting dalam
kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi
yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan mempercepat
proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki
motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih
lama terjadi.
2. Lansia memiliki status kelompok minoritas.
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak
menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang

22
kurang baik, misalnya lansia yang lebih senang mempertahankan
pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi negatif, tetapi
ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain
sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif.
3. Menua membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai
mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada
lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas
dasar tekanan dari lingkungan.
4. Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat lansia
cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat
memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan
yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula.

2.1.4 Tipe Lansia


Tipe-tipe lansia menurut Dewi, (2014) dapat dikelompokkan dalam
beberapa tipe yang bergantung pada karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan ekonomi. Penjelasan tipe
lansia antara lain :
1. Tipe Optimis
Tipe ini lansia biasanya santai dan periang, penyesuaian hidup
sesuai, bertaggung jawab dalam segala hal guna untuk memnuhi
kebutuhan pasifnya.
2. Tipe Konstruktif
Lansia memiliki integritas yang baik, dapat menikmati hidup,
memiliki toleransi tinggu, humoris, sadar diri dan fleksibel. Sifat ini
biasanya terlihat sejak usia muda.
3. Tipe Ketergantungan
Tipe ini masih banyak ditemui di lingkungan masyarakat,
biasanya lansia tidak berambisi, tidak memiliki inisitaif untuk
melakukan sesuatu, dan tidak praktis dalam bertindak.
4. Tipe Defensif

23
Sebelumnya mempunyai riwayat pekerjaan atau jabatan yang
tidak stabil, selalu menolak bantuan, emosi tidak terkontrol dan takut
menghadapi proses menjadi tua.
5. Tipe Militan dan Serius
Lansia pada tipe ini memiliki sifat tidak mudah menyerah,
serius, senang berjuang dan dapat dijadikan sebagai panutan.
6. Tipe Pemarah Frustasi
Lansia yang memiliki sifat pemarah, mudah tersinggung,
senang menyalahkan orang lain, penyesuaian diri yang buruk dan
sering mengeluh mengenai kepahitan hidup yang dialaminya.
7. Tipe Bermusuhan
Lansia selalu menganggap bahwa orang lain menyebabkan
kegagalan pada hidupnya, mudah mengeluh, bersikap agresif dan
curiga. Lansia tipe ini umumnya memiliki pekerjaan yang tidak stabil
saat usia muda sehingga, menganggap bahwa usia tua sebagai hal
yang tidak baik.
8. Tipe Putus Asa, Membenci dan Menyalahkan Diri Sendiri
Lansia bersifat kritis dan selalu menyalahkan diri sendiri,
ambisi hidup yang kurang, mengalami penurunan sosio ekonomi,
tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, depresi dan
seringkali menganggap bahwa usia tua sebagai masa yang tidak
berguna.

2.1.5 Masalah Kesehatan Lansia


Berbagai penelitian berpendapat bahwa lansia mengalami
perubahan dalam kehidupannya sehingga mengakibatkan berbagai
masalah kesehatan. Masalah kesehatan tersebut antara lain :
1. Masalah fisik
Masalah yang sering dihadapi oleh lansia yaitu masalah fisik
yang mulai melemah, sering terjadi radang persendian, indra
penglihatan yang mulai menurun, indra pendengaran yang mulai
berkurang serta imunitas tubuh yang menurun, sehingga sering
mengalami sakit (Kholifah, 2016).

24
2. Masalah kognitif ( intelektual )
Masalah yang dihadapi lansia terkait dengan perkembangan
kognitif, yaitu melemahnya daya ingat (pikun), dan sulit untuk
bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat sekitar (Kholifah, 2016).
3. Masalah emosional
Masalah yang hadapi lansia terkait dengan perkembangan
emosional, yaitu rasa ingin berkumpul dengan keluarga sangat tinggi,
sehingga tingkat perhatian lansia kepada keluarga menjadi lebih besar.
Selain itu, lansia sering marah apabila terdapat sesuatu yang kurang
sesuai dengan kehendak pribadi dan sering stres akibat masalah
ekonomi yang kurang terpenuhi (Kholifah, 2016).
4. Masalah spiritual
Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan spiritual,
yaitu kesulitan untuk menghafal kitab suci dan ayat-ayatnya karena
daya ingat yang mulai menurun, merasa kurang tenang ketika
mengetahui bahwa anggota keluarganya belum mengerjakan ibadah,
dan merasa gelisah ketika menemui permasalahan hidup yang cukup
serius (Kholifah, 2016).

Tabel. 2.1 Sepuluh Penyakit Terbanyak Pada Lansia Tahun 2013


No Jenis Penyakit Prevalensi Menurut Kelompok Umur
55-64 tahun 65-74 tahun >75 tahun
1. Hipertensi 45,9 57 63,8
2. Arthritis 45 51 54,8
3. Stroke 33 46 67
4. PPOK 5,6 8,6 9,4
5. Diabetes Melitus 5,5 4,8 3,5
6. Kanker 3,2 3,9 5
7. Penyakit Jantung Koroner 2,8 3,6 3,2
8. Batu Ginjal 1,3 1,2 1,1
9. Gaga Jantung 0,7 0,9 1,1
10. Gagal Ginjal 0,5 0,5 0,6
Sumber : Kemenkes RI, Riskesdas 2013 dalam Kholifah (2016)

25
2.1.6 Perubahan Proses Menua
Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan yang
secara degeneratif akan berdampak pada perubahan diri manusia, tidak
hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan sexual
(Kholifah, 2016). Berikut perubahan yang terjadi pada lansia :
1. Perubahan Fisik
Perubahan fisik yang dialami lansia menurut Nugroho (2000),
diantaranya :
a. Sel
Jumlah sel yang ada di tubuh lansia akan menjadi sedikit,
ukurannya lebih besar, cairan intra seluler berkurang,
menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati, jumlah
sel otak menurun, dan mekanisme perbaikan sel terganggu.
b. Sistem Persyarafan
Respon menjadi lambat dan hubungan antar persyarafan
menurun, berat otak menurun 10-20%, syaraf panca indra
menurun sehingga mengakibatkan berkurangnya respon
penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan
perasa, lebih sensitive terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap
dingin rendah, dan berkurang senitifnya terhadap sentuhan.
c. Sistem Penglihatan
Lapang pandang menurun dan daya akomodasi mata juga
menurun, lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi
katarak, pupil timbul sclerosis dan daya membedakan warna
menurun.
d. Sistem Pendengaran
Hilang atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi
suara atau nada yang tinggi, suara tidak jelas didengar, sulit
mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun,
membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
e. Sistem Kardiovaskuler

26
Katup jantung akan menebal dan menjadi kaku karena
kemampuan jantung menurun 1% setiap tahun setelah berumur 20
tahun, sehingga pembuluh darah kehilangan sensitivitas dan
elastisitas pembuluh darah.
f. Sistem Pengaturan Suhu Tubuh
Pengaturan suhu di hipotalamus yang dianggap bekerja
sebagai suatu thermostat (menetapkan suatu suhu tertentu).
Kemunduran ini terjadi karena beberapa faktor yang
mempengaruhi yang paling sering ditemukan adalah temperatur
tubuh menurun, keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat
memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi aktifitas otot
rendah.
g. Sistem Respirasi
Paru-paru kehilangan elastisitas, sehingga kapasitas residu
meningkat yang mengakibatkan menarik nafas lebih berat,
kapasitas pernafasan maksimum menurun dan kedalaman nafas
menurun pula.
h. Sistem Gastrointestinal
Sensitifitas indra pengecap menurun, pelebaran esophagus,
rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan
menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul konstipasi, fungsi
absorbsi menurun.
i. Sistem Urinaria
Otot yang terdapat pada vesika urinaria melemah dan
kapasitasnya menurun sampai 200 mg, frekuensi BAK
meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva, selaput lendir
mengering, elastisitas jaringan menurun dan disertai penurunan
frekuensi seksual intercrouse yang berefek pada seks sekunder.
j. Sistem Endokrin
Hampir semua prroduksi hormon menurun (ACTH, TSH,
FSH, LH), penurunan sekresi hormon kelamin misalnya:
estrogen, progesterone, dan testoteron.

27
k. Sistem Kulit
Kulit menjadi keriput dan mengkerut akibat kehilangan proses
keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya
elastisitas akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku-kuku
jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah
dan fungsinya, perubahan pada bentuk sel epidermis.
l. Sistem Muskuloskletal
Tulang mengalami kehilangan cairan dan rapuh, kifosis,
penipisan dan pemendekan tulang, persendian membesar dan
kaku, tendon mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi serabut
otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan
tremor.
2. Perubahan Kognitif
Menurunnya daya ingat, intelligent quotient (IQ), kemampuan
belajar dan kemampuan pemahaman berkurang, pemecahan masalah
dan pengambilan keputusan menurun, dan motivasi juga mengalami
penurunan.
3. Perubahan Psikososial
a. Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat
meninggal dan ketika keluarga meninggalkannya terutama jika
lansia mengalami penurunan kesehatan gangguan mobilitas atau
gangguan sensorik terutama pendengaran.
b. Duka Cita
Meninggalnya pasangan hidup, keluarga atau teman
kesayangan dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh
pada lansia.
c. Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan
kosong, lalu diiringi dengan perasaan ingin menangis yang
berlanjut menjadi suatu episode depresi. Depresi juga dapat

28
disebabkan karena stres lingkungan dan menurunnya kemampuan
adaptasi yang dialami.
d. Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan
waham (curiga), lansia sering merasa tetangganya mencuri
barang-barangnya atau berniat membunuhnya. Biasanya terjadi
pada lansia yang sering menyendiri dan menarik diri dari
kehidupan sosial.
e. Sindroma Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan
perilaku yang sangat mengganggu. Rumah atau kamar kotor dan
bau karena lansia bermain-main dengan feses dan urin nya, sering
menumpuk barang dengan tidak teratur. Walaupun telah
dibersihkan, keadaan tersebut akan terulang kembali.

2.2 Konsep Gout Arthritis


2.2.1 Pengertian Gout Arthritis
Gout Arthritis adalah penyakit sendi yang diakibatkan karena
gangguan metabolisme purin yang ditandai dengan meningkatnya kadar
asam urat dalam darah. Peningkatan kadar asam urat dalam darah
mengakibatkan penumpukan asam urat di dalam persendian dan organ
tubuh lain (Putri & Krishna, 2021).

Gout Arthritis adalah nama yang diberikan untuk kondisi ketika


kelebihan asam urat dalam tubuh yang menyebabkan pembentukan kristal
monosodium urat di berbagai jaringan terutama persendian. Hasilnya
adalah serangan asam urat, nefropati urat, dan/atau tofi (Schlesinger,
2019).

2.2.2 Etiologi Gout Arthritis


Gout Arthritis merupakan bentuk hasil akhir metabolisme dari
purin. Penyakit Gout Arthritis adalah penyakit yang disebabkan oleh
tumpukan asam urat atau kristal pada jaringan,terutama pada jaringan
sendi. Asam urat berhubungan erat dengan gangguan metabolisme purin

29
yang memicu peningkatan asam urat dalam darah atau yang disebut
dengan hiperurisemia, yaitu jika kadar asam urat dalam darah lebih dari 6
mg/dl (Fitriani, Azzahri, & Nurman, 2021).
Hiperurisemia terjadi karena adanya peningkatan produksi asam
urat dalam metabolisme atau penurunan ekskresi asam urat yang
terakumulasi dalam jumlah besar di dalam darah akan memicu
pembentukan kristal berbentuk jarum. Kristal-kristal itu biasanya
terkonsentrasi pada sendi (Amiruddin, Nuddin, & Hengky, 2019).

2.2.3 Faktor Risiko Gout Arthritis


Faktor-faktor yang menjadikan pemicu munculnya asam urat diantaranya :
1. Usia
Gout Arthritis lebih meningkat terjadi pada usia >30 keatas. Hal ini
disebabkan oleh semakin bertambahnya usia semakin menurunnya
fungsi organ tubuh (Fitriani et al., 2021).
2. Berat badan berlebih
Ketika seseorang memiliki berat badan berlibih maka kadar insulin
didalam tubuh juga akan lebih banyak. Kadar insulin yang berlebihan
akan menghabat pembuangan asam urat melalui ginjal. Kesulitan
membuang kadar asam urat maka akan menjadikan asam urat
menumpuk dan menjadi Kristal di area persendian (Singh &
Cleveland, 2019).
3. Konsumsi makanan dan minuman
Konsumsi makanan tinggi purin merupakan faktor penyumbang
terbesar seseorang menderita Gout Arthritis. Semakin banyak
konsumsi makanan tinggi purin semakin banyak juga kadar asam urat
yang akan menumpuk di persendian akibat dari menurunnya fungsi
pembuangan asam urat oleh tubuh. Makanan yang mengandung tinggi
purin diantaranya jeroan, makanan laut, sarden dan minuman alcohol
serta minuman yang mengandung pemanis buatan (Amiruddin et al.,
2019)
4. Kondisi medis tertentu

30
Berbagai penelitian menyebutkan adanya hubungan antara penyakit
medis tertentu yang menjadikan faktor risiko seseorang mengalami
Gout Arthritis. Penyakit medis diantaranya penyakit yang
mempengaruhi fungsi kerja ginjal dalam menyaring kadar asam urat
atau menyebabkan produksi asam urat berlebih (Ashiq et al., 2018)
5. Kurangnya berolahraga
Jarang berolahraga merupakan faktor risiko seseorang mengalami
berat badan berlebih ataupun obesitas. Berat badan berlebih dikaitkan
dengan pemicu terjadinya Gout Arthritis (Fitriani et al., 2021)

2.2.4 Manifestasi Klinis Gout Arthritis


Pada tahap awal terjadinya Gout Arthritis gejala yang muncul
seringkali tidak titanggapi. Umunya orang menanggapi gejala tersebut
akibat dari kelelahan saat bekerja ataupun aktivitas fisik. Berikut tanda dan
gejala Gout Arthritis diantaranya (Savitri, 2021) :
1. Cepat lelah dan badan terasa pegal-pegal
2. Muncul rasa linu dan kesemutan
3. Nyeri dibagian persendian terutama di lutut dan persendian kecil
lainnya.
4. Nyeri dirasakan terutama pada pagi dan malam hari sehingga
mengganggu pola tidur.
5. Kemerahan, panas dan bengkak pada area nyeri.
6. Muncul tofi di area persendian.

2.2.5 Penatalaksanaan Gout Arthritis


Penatalaksanaan dan pengobatan Gout Arthritis didasarkan pada
penurunan kadar serum asam urat di bawah 6mg/dl dengan bantuan obat-
obatan seperti allopurinol dan probenesid. Obat-obatan yang biasa
digunakan untuk pengobatan ini termasuk colchicine, obat antiinflamasi
nonsteroid (NSAID) dan hormon adrenokortikotropin. Pasien yang
resisten atau kontraindikasi terhadap terapi allopurinol dapat ditangani
dengan febuxostat yang merupakan obat alternatif untuk pengobatan Gout
Arthritis (Ashiq et al., 2018).

31
Penatalaksanaan Gout Arthritis dapat dilakukan juga dengan
penerapan pola hidup sehat yaitu dengan mengatur diet. Pendekatan utama
untuk langkah-langkah diet pada penderita Gout Arthritis adalah diet
rendah purin, rendah protein, menhindari minuman beralkohol, latihan
pengurangan berat badan, kalori dan karbohidrat juga dibatasi dengan
peningkatan asupan proporsional protein dan lemak tak jenuh
(Schlesinger, 2019).

2.3 Konsep Nyeri


2.3.1 Nyeri Kronis
Menurut Association Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri
sebagai engalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
yang terkait dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau
dijelaskan dalam hal kerusakan tersebut (Kumar & Elavarasi, 2016). Nyeri
kronis merupakan suatu keadaan yang berlangsung secara intermitten atau
menetap sepanjang periode waktu. Nyeri berlangsung diluar proses
penyembuhan dan sering tidak dikaitkan dengan cedera secara spesifik.
Nyeri kronis tidak memiliki onset yang ditetapkan dengan tepat dan
biasanya sering sulit di sembuhkan karena biasanya nyeri ini tidak
memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada proses
penyebabnya (Muttaqin, 2008).

Nyeri kronis adalah pengalaman emosional dan didefinisikan


sebagai nyeri yang berlangsung lebih dari enam bulan (Smith & Pilitsis,
2018). Nyeri kronis adalah masalah umum, kompleks, dan menyedihkan,
yang memiliki dampak signifikan pada masyarakat dan individu. Hal ini
sering disertai dengan disregulasi neuroendokrin, kelelahan, peningkatan
iritabilitas, depresi, penarikan sosial, stres emosional, kehilangan libido,
pola tidur terganggu dan penurunan berat badan (Smith & Pilitsis, 2018).
Nyeri kronis biasanya muncul sebagai akibat dari cedera atau penyakit
namun, itu adalah kondisi tersendiri, bukan hanya gejala penyakit lain
yang menyertainya. Oleh karena itu, nyeri kronis memiliki taksonomi dan
definisi medisnya sendiri (Mills, Nicolson, & Smith, 2019). Nyeri kronis

32
sama seperti kebanyakan penyakit, sering muncul dari rangkaian atau
kombinasi dari beberapa peristiwa. Bahkan ketika ada peristiwa pencetus
tunggal dalam asal-usul nyeri kronis (misalnya cedera), tetap ada
serangkaian faktor yang mempengaruhi durasi, intensitas, dan efek (fisik,
psikologis, sosial, dan emosional) dari nyeri kronis (Mills et al., 2019).

2.3.2 Tanda dan Gejala Nyeri Kronis


Tanda dan gejala nyeri kronis menurut Tim Pokja SDKI (2017), yaitu :
1. Keluhan Nyeri
Biasanya pasien mengeluh nyeri, keluhan nyeri yang dirasakan
bersifat seperti diremuk, ditusuk, tajam dan tumpul. Durasi nyeri yang
dirasakan biasanya terus-menurus. Nyeri biasanya hilang saat
digunakan untuk bersitirahat namun, saat digunakan untuk aktivitas
biasanya nyeri timbul.
2. Merasa Depresi
Dalam penelitian Ginting, Haddani, Sugiharto, & Bahar,
(2019) dijelaskan bahwa depresi sering dikaitkan dengan nyeri kronis
karena dapat mempengaruhi kulaitas yang rendah terutama pada usia
lansia. Sering kali orang dengan nyeri kronis merasa tertekan akan
kondisi yang dialaminya dan menganggap bahwa dirinya tidak
berguna.
3. Tampak Meringis
Meringis merupakan respon awal saaat seseorang mengalami
nyeri. Selain meringis adapun seseorang yang mengalami nyeri kronis
skala berat biasanya menjerit bahkan menjerit.
4. Gelisah
Gelisah merupakan respon yang lazim terkait dengan nyeri
kronis. Hal ini berkaitan dengan intensitas nyeri yang diarasakan
masing-masing individu (Ginting et al., 2019).
5. Tidak mampu menuntaskan aktivitas
Sejalan dengan perasaan gelisah yang berkaitan dengan
intensitas nyeri, saat seseorang mengalami nyeri akan cenderung
menghidari aktivitas yang memperburuk nyeri. Hal ini yang

33
menyebabkan seseorang tidak mampu menuntaskan aktivitas yang
dijalani.
6. Merasa takut mengalami cedera berulang
Riwayat trauma yang dialami hingga menyebabkan respon
nyeri yang berat mengakibatkan seseorang trauma akan adanya cedera
berulang yang dapat menyebabkan nyeri. Hal ini juga berkaitan
dengan intensitas nyeri yang dialami.
7. Bersikap protektif dan waspada
Seseorang yang mengalami nyeri biasanya bersikap waspada
dan cenderung menghindari posisi nyeri. Ini merupakan respon nyeri
yang lazim dialami oleh seseorang. Seseorang akan merasa aman jika
protektif dari hal-hal yang memicu munculnya nyeri.
8. Pola tidur berubah
Perubahan pola tidur pada penderita nyeri berkaitan dengan
ketidaknyamaan nyeri yang dirasakan. Dalam penelitian disebutkan
bahwa kualitas tidur yang buruk berhubungan dengan kontrol nyeri
yang buruk dan mengakibatkan seseorang mengalami kesulitan untuk
tidur (Pertami, Budiono, & Mustayah, 2018)
9. Anoreksia
Anoreksia seringkali menjadi keluhan pada pasien yang dapat
menggangu pemenuhan kebutuhan nutrisi akibat penurunan nafsu
makan oleh karena rasa tidak nyaman pada mulut. Selain
ketidaknyamanan pada mulut juga dapat disebabkan karena nyeri yang
dirasakan.
10. Fokus menyempit dan berfokus pada diri sendiri
Fokus menyempit pada seseorang yang menderita nyeri
diantaranya gangguan persepsi waktu, gangguan proses nyeri dan
gangguan proses berfikir.

2.3.3 Penyebab Nyeri Kronis


Penyebab nyeri kronis yang dialami seseorang antara lain kondisi
muskuloskletal kronis (mis. arthritis reumathoid, gout arthritis dll),
kerusakan sistem syaraf (mis. Cedera medulla spinalis), penekanan saraf,

34
infiltrasi tumor, ketidakseimbangan neurotransmitter, neuromodulator dan
reseptor, gangguan imunitas (mis. Neuropati terkait HIV, virus varicella
zoster), gangguan fungsi metabolic, riwayat posisi kerja statis,
peningkatan IMT, kondisi pasca trauma (mis. jatuh, terbentur), tekanan
emosional, riwayat penganiayaan (mis. fisik, psikologis, seksual) dan
riwayat penyalahgunaan obat atau zat (Tim Pokja SDKI, 2017).

2.3.4 Faktor Risiko Nyeri Kronis


Nyeri kronis memiliki banyak faktor yang dapat mempengaruhinya
diantaranya (Mills et al., 2019) :

1. Usia
Sementara ada kekurangan bukti yang memeriksa nyeri kronis
pada anak-anak dan remaja, literatur yang tersedia menunjukkan
bahwa lansia memiliki prevalensi nyeri kronis yang lebih tinggi
daripada kelompok pasien yang lebih muda. Lansia dan nyeri kronis
(dalam pelaporannya) memiliki hubungan timbal balik yang
kompleks, dimana multi-morbiditas secara independen terkait dengan
nyeri kronis. Dengan bertambahnya usia semakin besar kemungkinan
mengalami rangsangan berbahaya atau cedera yang dapat memicu
nyeri kronis.
2. Jenis Kelamin
Laki-laki lebih kecil kemungkinannya untuk melaporkan atau
mengalami nyeri kronis daripada wanita, dan anak perempuan lebih
mungkin melaporkan nyeri di banyak tempat daripada anak laki-laki.
Satu tinjauan sistematis baru-baru ini menemukan bahwa wanita yang
mengalami nyeri lebih cenderung menggunakan strategi koping
maladaptif, yang membuat mereka rentan terhadap nyeri kronis dan
kemampuan fungsional yang lebih buruk.
Wanita telah terbukti memiliki ambang dan toleransi nyeri
yang lebih rendah, dan lebih mungkin mengalami intensitas dan
ketidaknyamanan yang lebih besar dengan nyeri. Meskipun tidak ada
informasi yang cukup tentang mekanisme di balik semua ini

35
perbedaan jenis kelamin dalam persepsi nyeri dan prevalensi nyeri,
ada beberapa bukti untuk peran estrogen dan genetika, termasuk
perbedaan jenis kelamin dalam kontribusi gen yang berhubungan
dengan nyeri.
3. Etnis
Ada variasi etnis yang substansial dan kompleks dalam
prevalensi dan hasil dari kondisi yang berhubungan dengan rasa sakit,
meskipun mekanisme di balik ini masih kurang dipahami. Pasien
Kaukasia telah ditemukan mengalami lebih sedikit nyeri dan lebih
sedikit kecacatan yang berhubungan dengan rasa nyeri daripada pasien
kulit hitam. Sebuah survei terhadap 500.000 orang di Inggris
menunjukkan bahwa mereka yang mengidentifikasi orang kulit putih
lebih kecil kemungkinannya untuk melaporkan nyeri kronis daripada
etnis kulit hitam, Asia, atau campuran. Namun, setelah disesuaikan
dengan pendapatan pekerjaan dan peristiwa kehidupan, hubungan
antara etnis yang dilaporkan dan nyeri kronis secara signifikan
dilemahkan. Prevalensi nyeri kronis dan kecacatan yang terkait telah
ditemukan lebih besar di negara berkembang daripada di negara maju.
4. Sosial Ekonomi
Studi populasi secara andal menunjukkan bahwa prevalensi
nyeri kronis berbanding terbalik dengan faktor sosial ekonomi.
Mereka yang kekurangan secara sosial ekonomi tidak hanya lebih
mungkin mengalami rasa nyeri kronis daripada orang-orang dari
daerah yang lebih makmur, tetapi mereka juga lebih mungkin
mengalami rasa nyeri yang lebih parah dan tingkat kecacatan terkait
rasa nyeri yang lebih besar. Dampak ekonomi dari nyeri kronis
memperparah siklus keterkaitan nyeri yang kompleks dengan
deprivasi sosial-ekonomi. Meskipun latar belakang sosio-ekonomi dan
pendidikan seseorang tidak dapat diubah, jelas bahwa perhatian politik
terhadap faktor-faktor ini dapat memiliki pengaruh yang besar pada
prevalensi masa depan dan tingkat keparahan nyeri kronis di tingkat
masyarakat.

36
5. Pekerjaan
Orang yang tidak bekerja karena sakit atau disabilitas lebih
cenderung mengalami nyeri kronis daripada mereka yang bekerja.
Faktor risiko pekerjaan untuk nyeri kronis termasuk kontrol pekerjaan
yang buruk, harapan untuk kembali bekerja (termasuk ketakutan di
sekitar cedera yang berulang), kurangnya otonomi kerja atau
kemampuan untuk memodifikasi pekerjaan, kepuasan kerja, dan
tingkat kesulitan persyaratan pekerjaan yang dirasakan lebih tinggi.
Nyeri leher dan bahu kronis ditemukan sebagai prediktor independen
nyeri kronis dan terkait dengan stres kerja. Pekerja non-manual lebih
kecil kemungkinannya untuk melaporkan nyeri kronis dibandingkan
orang yang melakukan pekerjaan manual.
6. Aktivitas Fisik
Tinjauan sistematis menyimpulkan bahwa olahraga dan
aktivitas fisik memiliki efek positif pada nyeri kronis, dengan
peningkatan kualitas hidup dan fungsi fisik, mengurangi keparahan
nyeri, dan beberapa efek samping, meskipun kualitas bukti bervariasi.
Terdapat manfaat untuk beberapa jenis aktivitas fisik khususnya
kondisi nyeri kronis: olahraga air dapat menurunkan nyeri punggung
kronis dan meningkatkan fungsi fisik, aerobik dan latihan kekuatan
otot telah terbukti mengurangi nyeri pada pasien dengan fibromyalgia,
t'ai chi memiliki efek menguntungkan dalam mengurangi nyeri artritis
dan yoga juga telah terbukti memiliki dampak menguntungkan pada
mereka yang menderita nyeri kronis.
7. Obesitas
Obesitas, didefinisikan sebagai BMI lebih besar, terkait
dengan multimorbiditas dan merupakan prediktor independen nyeri
kronis. Obesitas meningkatkan nyeri kronis dalam beberapa cara,
termasuk menempatkan ketegangan pada sendi yang menahan beban,
mengurangi aktivitas fisik, dan berkontribusi terhadap dekondisi tubuh
secara keseluruhan. Satu studi menunjukkan bahwa hampir 40% orang
yang mengalami obesitas mengalami nyeri kronis, dan bahwa nyeri

37
yang mereka laporkan lebih cenderung sedang hingga parah dari pada
nyeri kronis pada mereka yang tidak mengalami obesitas.
8. Riwayat Cedera
Sejarah cedera kekerasan, pelecehan, atau kekerasan
interpersonal. Tingkat keparahan dan perkembangan pengalaman
nyeri kronis dipengaruhi oleh faktor kehidupan awal: orang yang
mengalami kesulitan atau trauma emosional (misalnya kematian orang
tua dan dibesarkan dalam sistem perawatan) atau trauma fisik
(misalnya rawat inap substansial dan kelahiran prematur) di masa
kanak-kanak. memiliki risiko lebih tinggi mengalami nyeri kronis di
masa dewasa mereka. Stres awal dalam kehidupan dapat mengubah
fungsi aksis adrenal hipofisis hipotalamus, yang memengaruhi respons
stres. Orang-orang muda yang telah mengalami pengalaman masa
kanak-kanak yang merugikan memiliki peluang lebih besar untuk
mengalami nyeri kronis daripada mereka yang tidak.

2.3.5 Mekanisme Nyeri


Nyeri adalah sensasi yang membangkitkan respons emosional dan
melibatkan interaksi kompleks antara perifer, sumsum tulang belakang,
batang otak, dan pusat kortikal yang lebih tinggi (Smith & Pilitsis, 2018).
John Loeser (1982), dalam model nyerinya, mengusulkan empat dimensi
nyeri: nosiseptif, nyeri, penderitaan, dan perilaku nyeri (Gambar 2.1).
Selain itu, aspek fisik dari pengalaman nyeri dan faktor biopsikososial.

Gambar 2.1 Model nyeri menurut Loeser’s


Sumber : Smith & Pilitsis (2018)

38
Mekanisme terjadinya nyeri (Gambar 2.2) yang pertama
perkembangan impuls nosiseptif, yang disebabkan oleh berbagai
rangsangan (termal, mekanik, kimia, listrik), transduksi sinyal di tempat
nosiseptor dan konduksi sinyal di sepanjang serabut saraf aferen primer.
Kedua, relai dan modulasi sinyal pada kornu dorsalis medula spinalis
menuju lokasi supraspinal. Dan ketiga, integrasi sinyal pada tingkat
supraspinal di mana impuls nosiseptif diubah menjadi pesan sadar yaitu
sensasi nyeri dengan komponen sensorik-diskriminatif (lokalisasi,
intensitas, durasi stimulus nosiseptif) dan komponen emosional dan afektif
yang mentransmisikan karakteristik nyeri yang tidak menyenangkan
(Elodie, 2018).

Gambar 2.2 Mekanisme terjadinya nyeri, anterior cingulate cortex


(ACC), dorsal root ganglion (DRG), periaqueductal grey (PAG),
prefrontal cortex (PFC), rostral-ventromedial medulla (RVM), primary
somatosensory cortex (S1), secondary somatosensory cortex (S2).
Sumber : Smith & Pilitsis (2018)
2.3.6 Penatalaksanaan Nyeri Kronis
Bukti semakin mendukung penggunaan pendekatan interdisipliner
untuk pasien dengan nyeri kronis di mana pasien menerima rehabilitasi
komprehensif yang mencakup beberapa terapi yang diberikan secara
terkoordinasi. Perawatan harus dirancang sedemikian rupa sehingga semua
dimensi kondisi pasien dirawat.
1. Penatalaksanaan Farmakologi
a. Analgesik
Analgesik oral konvensional selalu merupakan pengobatan
pertama yang diberikan mereka dapat menjadi solusi yang cepat,

39
murah, dan relatif aman untuk masalah nyeri. Ada juga sejumlah
besar untuk dipilih. Dalam mengobati kasus nyeri, dokter biasanya
mengikuti langkah-langkah pedoman pemberian analgesic menurut
World Health Organizatiom (WHO) (Gambar 2.3). Awalnya
dikembangkan untuk pengobatan nyeri kanker, tetapi berlaku untuk
sebagian besar kondisi nyeri, tangga menyarankan bahwa obat
analgesik harus diberikan secara oral dengan meningkatkan dosis
dan potensi sampai nyeri telah tercapai. Ini adalah pendekatan
sederhana dan murah yang menghasilkan penghilang rasa sakit
pada 80-90% pasien kanker. Ketika diterapkan pada nyeri non-
kanker kronis, pasien jarang mencapai pereda nyeri jangka panjang
karena efek samping cenderung membatasi dosis maksimum, dan
rata-rata pereda nyeri dari opioid telah dilaporkan sekitar 30%
(Hylands-White, Duarte, & Raphael, 2017).

Gambar 2.3 Pedoman pemberian analgesic menurut WHO


Sumber : Hylands-White et al., (2017)

b. Obat Anti Inflamasi Nonsteroid


Obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID) bertindak untuk
mengurangi peradangan dan menghilangkan rasa sakit, mengurangi
produksi bahan kimia inflamasi dengan menghambat enzim
cyclooxygenase COX-1 dan COX-2. Enzim-enzim ini
mengkatalisis produksi dua jenis eikosanoid yaitu prostaglandin
(PG) yang menyebabkan vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas
vaskular, mensensitisasi nosiseptor, dan menghambat sekresi asam
lambung dan agregasi trombosit; dan juga tromboksan (TX) yang

40
menyebabkan agregasi trombosit dan vasokonstriksi (Hylands-
White et al., 2017).
COX-1 merupakan penyusun sebagian besar jaringan
tubuh, memproduksi PG dan TX untuk perlindungan
gastrointestinal (GI), pemeliharaan aliran darah ginjal, dan agregasi
trombosit. Sebaliknya, COX-2 terutama diinduksi dalam sel-sel
inflamasi sebagai respons terhadap kerusakan dan oleh karena itu
terutama bertanggung jawab atas efek peradangan termasuk rasa
nyeri (Hylands-White et al., 2017).
c. Opioid
Meskipun kontroversial, penggunaan reguler opioid dosis
rendah dan kerja lama dapat secara efektif mengontrol nyeri kronis
pada pasien tertentu. Namun, pasien harus dinilai secara hati-hati
sebelum memulai terapi opioid jangka panjang. Opioid tidak boleh
digunakan sebagai alternatif perawatan komprehensif, melainkan
harus diintegrasikan dalam program perawatan komprehensif bila
diindikasikan (Hylands-White et al., 2017). Dan setelah terapi
dimulai, pasien yang menggunakan opioid memerlukan
pemantauan yang cermat sehingga efek samping yang merugikan
dapat dideteksi dan diobati untuk memastikan pasien membaik.
Efek samping yang umum termasuk sembelit, sedasi, nyeri kembali
(dengan opioid short-acting), dan gangguan kognisi (Ashburn &
Staats, 2015).
d. Antidepresan
Antidepresan trisiklik efektif untuk banyak kondisi yang
menyakitkan. Antidepresan trisiklik dapat meningkatkan
mekanisme penghambatan nyeri endogen dalam sistem saraf pusat
dengan menghambat kembali serotonin dan norepinefrin. Selain
efek analgesik langsung, obat tersebut dapat meredakan gejala
umum lainnya pada pasien dengan nyeri, seperti gangguan tidur.
Antidepresan trisiklik dapat membantu dalam beberapa keadaan
nyeri kronis, terutama pada pasien dengan nyeri kepala (termasuk

41
sakit kepala), nyeri sentral, dan nyeri neuropatik (Ashburn &
Staats, 2015).
e. Antikonvulsan
Antikonvulsan, seperti karbamazepin dan fenitoin, dapat
efektif dalam pengobatan berbagai keadaan nyeri neuropatik.
Mekanisme kerja antikonvulsan untuk pengobatan nyeri kronis
tidak jelas, tetapi obat ini dapat bekerja dengan menstabilkan
saluran natrium. Tindakan ini dapat menekan penembakan di
neuron polisnaptik dalam sistem saraf pusat yang memproses
sinyal nosiseptif. Antikonvulsan yang cukup baru, gabapentin,
telah menjanjikan untuk pengobatan nyeri kronis dan tampaknya
memiliki potensi efek samping yang lebih sedikit dibandingkan
antikonvulsan lainnya (Ashburn & Staats, 2015).
2. Penatalaksaan Non-Farmakologi
a. Spinal Cord Stimulation
Alternatif untuk menghentikan transmisi saraf dengan obat-
obatan adalah menggunakan stimulasi listrik dengan menggunakan
elektroda yang ditempatkan di sebelah saraf tulang belakang di
ruang epidural dorsal. Stimulasi sumsum tulang belakang yaitu
memberikan medan listrik ke kornu dorsalis dan akson kolom
dorsal, yang menghambat aktivitas di saluran spinotalamikus.
Karena biaya awal yang tinggi dan risiko komplikasi,
stimulasi sumsum tulang belakang biasanya disediakan untuk
pasien yang tidak menanggapi bentuk pengobatan lain yang kurang
invasif. Stimulasi sumsum tulang belakang saat ini
direkomendasikan oleh NICE di Inggris untuk digunakan pada
nyeri kronis yang berasal dari neuropatik yang berlanjut selama
enam bulan meskipun memperoleh perawatan standar (Hylands-
White et al., 2017).
b. Deep Brain Stimulatin
Implantasi elektroda untuk merangsang struktur otak yang
terlibat dalam transmisi dan regulasi sinyal nosiseptif adalah

42
metode pengobatan yang sangat invasif dan berisiko yang telah
digunakan secara eksperimental sejak tahun 1950-an. Untuk alasan
ini, DBS hanya digunakan pada pasien yang dipilih secara hati-hati
yang belum merespon semua bentuk pengobatan lainnya. Namun,
dalam beberapa kasus intervensi ini merupakan pereda nyeri yang
memuaskan dan bertahan lama telah dicapai pada lebih dari 50%
pasien. DBS disetujui digunakan di Inggris untuk pengobatan nyeri
kronis refrakter, di Eropa untuk nyeri neuropatik dan saat ini tidak
disetujui di Amerika Serikat (Hylands-White et al., 2017)
c. Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)
Stimulasi saraf listrik melalui elektroda ditempatkan ke
kulit (transkutan) digunakan untuk mengobati berbagai kondisi
nyeri akut dan kronis yang populer di kalangan dokter, perawat,
dan fisioterapis. TENS telah terbukti menghambat nosiseptif
melalui mekanisme dalam penelitian pada manusia. Jika TENS
digunakan setidaknya selama 30 menit dua kali sehari, 15% pasien
mencapai pengurangan nyeri 50% setelah satu bulan, meningkat
menjadi 51% pasien setelah 24 bulan (Hylands-White et al., 2017).
d. Kompres Hangat dan Dingin
Kompres panas atau dingin pada permukaan yang nyeri
efektif dalam memberikan bantuan segera dan jangka pendek dari
rasa nyeri. Kompres panas membantu mengendurkan otot yang
tegang atau kejang dan meningkatkan sirkulasi lokal, sehingga
mengurangi rasa sakit dan kaku. Perawatan panas dan dingin
tersedia secara luas, mudah digunakan, hemat biaya, dan pasien
akan mengetahui sendiri apakah mereka dapat memperoleh
manfaat darinya atau tidak (Hylands-White et al., 2017).
e. Terapi Perilaku Kognitif atau Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
Terapi perilaku-kognitif berusaha untuk memodifikasi
pikiran dan perilaku yang menghambat koping efektif dengan nyeri
kronis. Pasien diajarkan strategi yang dirancang untuk
meningkatkan rasa kontrol dan meningkatkan kemampuan mereka

43
untuk mengatasi rasa sakit. Penggunaan jangka panjang dari
strategi koping tersebut dapat secara signifikan meningkatkan
fungsi fisik dan psikologis (Gagliese & Melzack, 2017)
f. Terapi Relaksasi
Relaksasi merupakan tindakan keperawatan yang dapat
dilakukan secara mandiri oleh perawat untuk mengurangi rasa
nyeri. Terdapat banyak penelitian yang menyatakan bahwa
relaksasi dapat menurunkan nyeri. Efek dari relaksasi adalah
membuat pasien menjadi tenang dan rileks yang pada akhirnya
mengalihkan rasa nyeri yang dialami (Kristianto, Tangka, &
Rottie, 2013). Banyak teknik relaksasi yang dapat dilakukan yaitu
teknik relaksasi nafas dalam, teknik relaksasi otot progresif,
relaksasi autogenik, guided imagery, dan meditasi.

2.4 Konsep Hubungan Gout Arthritis dengan Nyeri Kronis


Gout Arthritis adalah gangguan metabolisme yang timbul akibat
peningkatan pembentukan asam urat. Asam urat merupakan produk akhir
metabolisme purin. Di dalam tubuh, purin diubah menjadi hipoksantin yang
kemudian diubah menjadi asam urat oleh aksi hipoksantin oksidase. Pada
mamalia, asam urat diubah menjadi allantoin oleh aksi enzim bernama uricase
yang siap diekskresikan oleh ginjal. Mekanisme yang mendasari terjadinya
Gout Arthritis adalah peningkatan kadar asam urat serum karena penurunan
ekskresi ginjal. Ekskresi asam urat sangat ditentukan oleh reabsorpsi dan
sekresi ginjal. Transporter urat 1 terlibat dalam proses reabsorpsi asam urat.
Peningkatan pembentukan dan penurunan ekskresi menyebabkan peningkatan
konsentrasi serum asam urat yang selanjutnya diubah menjadi kristal
monosodium urat (Ashiq et al., 2018).
Selanjutnya kristal monosodium urat dapat merambat dan menumpuk
pada persendian dan dapat menyebabkan nyeri, peradangan dan kerusakan
pada persendian yang akhirnya berujung pada kondisi Gout kronis. Pada Gout
kronis tofi diproduksi yang memiliki fitur unik dan dapat didiagnosis dengan
pemeriksaan fisik dan pencitraan. Tofi ini muncul di berbagai daerah yaitu
tulang, jaringan kulit dan ruang artikular. Karena nyeri ini, pasien dengan

44
Gout kronis mengalami kesulitan dalam aktivitas sosial sehari-hari mereka
dan selain itu, keterbatasan mobilitas juga berdampak negatif pada
produktivitas mereka. Kristal urat juga dapat mengendap di berbagai area
mata yang biasanya tanpa gejala. Keratitis ulseratif dapat terjadi jika kristal
menumpuk di kornea tetapi ini adalah kondisi yang jarang terjadi (Ashiq et
al., 2018).
2.5 Konsep Asuhan Nyeri Kronis Pada Lansia
2.5.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap pertama dari proses keperawatan.
Pengkajian merupakan proses pengumoulan data dengan maksud
menegaskan situasi penyakit, diagnosis masalah dan penetapan proses
pemberian intervensi kesehatan (Kholifah, 2016). Data yang perlu dikaji
antara lain :

1. Identitas
Identitas klien dengan nyeri kronis biasanya berfokus pada usia,
karena biasanya seseorang yang mengalami nyeri kronis berus >60
tahun dengan kondisi muskuloskletal kronis.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan pada klien yang menderita nyeri
kronis yaitu keluhan nyeri itu sendiri. Keluhan nyeri yang dirasakan
dapat divalidasi dengan menggunakan skala nyeri. Skala nyeri yang
biasa digunakan antara lain :
a. Visual Analogue Scale (VAS)
Visual Analogue Scale (VAS) adalah alat ukur untuk
mengukur suatu karakteristik atau sikap yang diyakini berkisar
pada suatu kontinum nilai dan tidak dapat dengan mudah diukur
secara langsung. Misalnya, jumlah rasa nyeri yang dirasakan
pasien berkisar dari tidak ada rasa nyeri hingga jumlah rasa nyeri
yang ekstrem. Dari sudut pandang pasien, spektrum ini tampak
terus-menerus ± nyeri mereka tidak melompat-lompat. Kategori
nyeri pada VAS (Gambar 2.4) diantaranya :

45
a) Skor 1-3 = nyeri ringan; dampak minimal pada aktivitas
sehari-hari
b) Skor 4-6 = nyeri sedang; dampak moderat pada aktivitas
sehari-hari
c) Skor 7-10 = nyeri berat; dampak besar pada aktivitas sehari-
hari

Gambar 2.4 Visual Analogue Scale (VAS)


Sumber : (Anonim, 2021)
b. Skala Nyeri PQRST
1) Provokatif/Paliatif (P) , yaitu hal yang menjadi faktor
penyebab terjadinya nyeri.
2) Quality (Q), kualitas dan karakteristik nyeri yang dirasakan.
3) Regio (R), yaitu area atau lokasi nyeri yang dirasakan dan
penyebaran nyeri ke daerah lain.
4) Scale (S), skala nyeri yang dirasakan.
5) Time (T), yaitu durasi nyeri berlangsung, kapan waktu
terjadinya nyeri dan kondisi yang memperburuk nyeri
(Rafika, 2019)
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang mengenai penyakit yang diderita oleh
klien dari mulai timbulnya keluhan hingga klien dibawa ke pelayanan
kesehatan.
4. Riwayat Penyakit Dahulu

46
Riwayat kesehatan lalu mengenai riwayat penyakit HT, penyakit
muskuloskletal, riwayat pekerjaan yang menyebabkan penyakit
muskuloskletal, penggunaa obat-obatan dan riwayat merokok atau
alcohol.
5. Status Fisiologis
Pengkajian mengenai tanda-tanda vital diantaranya tekanan darah,
suhu, pernafasan dan nadi. Selain itu juga status gizi yaitu berat badan,
tinggi badan dan indeks masa tubuh.
6. Pengkajian Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
a. Pola nutrisi, mengenai jumlah makanan yang dikonsumsi,
jenis, frekuensi, kesulitan makan dan suplemen makanan yang
dikonsumsi.
b. Pola cairan, mengenai jumlah cairan yang diminum dalam
seharai, jenis minuman,kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan
cairan, dan suplemen minuman yang dikonsumsi.
c. Pola eliminasi BAK dan BAB, mengenai frekuensi
BAK/BAB, karakteristik BAK/BAB, dan kesulitan yang
dialami saat BAK/BAB.
d. Pola personal hygiene, mengenai frekuensi mandi, keramas,
gosok gigi serta kebersihan kuku.
e. Pola istirhat tidur, mengenai frekuensi tidur, kualitas tidur,
kesulitan tidur dan cara mengatasi kesulitan tidur.
f. Pola aktivitas fisik mengenai, aktivitas yang dilakukan sehari-
hari untuk mengisi waktu luang.
7. Pengkajian Fisik
Pemeriksanaan dilakukan dengan cara inspeksi, palpilasi, perkusi, dan
auskultasi untuk mengetahui perubahan sistem tubuh (Kholifah,
2016).
a. Pengkajian sistem persyarafan: kesimetrisan raut wajah,
tingkat kesadaran adanya perubahan-perubahan dari otak,
kebanyakan mempunyai daya ingatan menurun atau melemah.

47
b. Mata: pergerakan mata, kejelasan melihat, dan ada tidaknya
katarak. Pupil: kesamaan, dilatasi, ketajaman penglihatan
menurun karena proses pemenuaan.
c. Ketajaman pendengaran: penggunaan alat bantu dengar,
tinnitus, serumen telinga bagian luar, kalau ada serumen
jangan di bersihkan, apakah ada rasa sakit atau nyeri ditelinga.
d. Sistem kardiovaskuler: sirkulasi perifer (warna, kehangatan),
auskultasi denyut nadi apical, periksa adanya pembengkakan
vena jugularis, apakah ada keluhan pusing, edema.
e. Sistem gastrointestinal: status gizi (pemasukan diet, anoreksia,
mual, muntah, kesulitan mengunyah dan menelan), keadaan
gigi, rahang dan rongga mulut, auskultasi bising usus, palpasi
apakah perut kembung ada pelebaran kolon, apakah ada
konstipasi (sembelit), diare, dan inkontinensia alvi.
f. Sistem genitourinarius: warna dan bau urine, distensi kandung
kemih, inkontinensia (tidak dapat menahan buang air kecil),
frekuensi, tekanan, desakan, pemasukan dan pengeluaran
cairan. Rasa sakit saat buang air kecil, kurang minat untuk
melaksanakan hubungan seks, adanya kecacatan sosial yang
mengarah ke aktivitas seksual.
g. Sistem kulit/integumen: kulit (temperatur, tingkat
kelembaban), keutuhan luka, luka terbuka, robekan, perubahan
pigmen, adanya jaringan parut, keadaan kuku, keadaan rambut,
apakah ada gangguan-gangguan umum.
h. Sistem muskuloskeletal: kaku sendi, bergerak dengan atau
tanpa bantuan/peralatan, keterbatasan gerak, kekuatan otot,
kemampuan melangkah atau berjalan, kelumpuhan dan
bungkuk.
8. Pengkajian Risiko Jatuh
Pengkajian risiko jatuh dengan menggunakan Time Up and Go
Test (TUG). Pada pengkajian TUG lansia berjalan sendiri dengan atau
tanpa alat bantu jalan. Perlatan yang perlu disiapkan saat melakukan

48
pengkajian TUG adalah kursi, selotip untuk garis lurus saat lansia
berjalan dan stopwatch. Pertama, lansia duduk dikursi dengan
bersandar dikursi. Kedua, instruksikan “jalan” pada lansia agar lansia
bangun dari kursi kemudian berjalan sejauh 3 meter mengikuti garis
lurus kemudian berbalik dan duduk kembali ke kursi. Saat instruksi
“jalan” maka perhitungan waktu dimulai. Hasil didapatkan jika waktu
berjalan >12 detik maka lansia risiko jatuh tinggi.
Selain itu pengkajian lingkungan rumah juga dilakukan.
Pengkajian lingkungan rumah diantarnya karakteristik lantai,
pencahayaan, tersedianyan pegangan, lantai kamar mandi, kondisi
kamar mandi, jangkauan sumber api dari klie, jangkauan listrik dan
alarm tanda bahaya.
9. Pengkajian Psikososial
Pengkajian psikososial mengani hubungan lansia dengan orang lain
(wisma/tetangga), kebiasaan lansia berinteraksi dengan orang lain dan
stabilisasi emosi lansia.
10. Pengkajian Status Kognitif/Afektif (Status Mental)
a. Short Portable Mental Status Questionaire (SPMSQ)
Kuesioner ini digunakan untuk mendeteksi adanya kerusakan
intelektual yang terjadi pada lansia. Terdiri dari 10 pertanyaan
mengenai orientasi, riwayat pribadi, memori dalam kaitannya
dengan perawatan diri, memori jauh dan mstematis. Berikut
dijelaskan pada Tabel 2.2 kuesioner SPMSQ.

Tabel 2.2 Short Portable Mental Status Questionaire (SPMSQ)

No. Pertanyaan Benar Salah


1. Tanggal berapa hari ini?
2. Hari apa sekarang?
3. Apa nama tempat ini?
4. Dimana alamat Anda?
5. Berapa umur Anda?
6. Kapan anda lahir?
7. Siapa presiden Indonesia saat ini?
8. Siapa presiden Indonesia sebelumnya?
9. Siapa nama ibu kandung Anda?

49
10. Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari
setiap angka baru, secara menurun.
Jumlah
Interpretasi :
Salah 0-3 : Fungsi intelektual utuh
Salah 4-5 : Fungsi intelektual kerusakan ringan
Salah 6-8 : Fungsi intelektual kerusakan sedang
Salah 9-10 : Fungsi intelektual kerusakan berat
Sumber : (Kholifah, 2016)
b. Mini Mental State Exam (MMSE)
MMSE digunakan untuk menguji aspek kognitif dari fungsi
mental, orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat
kembali dan bahasa (Kholifah, 2016).

Tabel 2.3 Mini Mental State Exam (MMSE)


No. Aspek Kriteria Nilai Nilai
Kognitif Maksimal Klien
1 Orientasi Menyebutkan dengan benar 5
Tahun :
Musim :
Tanggal :
Hari :
Bulan :
2 Orientasi Dimana sekarang kita berada ? 5
Negara :
Provinsi :
Kabupaten/kota :
Panti :
Wisma :
3 Registrasi Sebutkan 3 nama obyek (misal: 3
kursi, meja, kertas), kemudian
ditanyakan kepada klien,
menjawab:
a. Kursi
b. Meja
c. Kertas
4 Perhatian Meminta klien berhitung 5
dan mundur mulai dari 100
kalkulasi kemudian dikurangi 7 sampai 5
tingkat :
1. 93
2. 86
3. 79
4. 72
5. 65
5 Mengingat Minta klien untuk mengulangi 3

50
tiga benda obyek pada poin ke 3
(tiap poin nilai 1)
6 Bahasa 1. Menanyakan pada klien 9
tentang 2 benda (sambil
menunjukkan benda
tersebut)
2. Minta klien untuk
mengulangi kata : tidak
ada, dan, jika, atau, tetapi
3. Minta klien untuk
mengikuti perintah berikut
yang terdiri dari 3
langkah :
1) Ambil kertas dengan
tangan Anda
2) Lipat dua
3) Taruh di lantai
4) Perintahkan pada
klien untuk hal
berikut “tutup mata
Anda buka” (bila
sesuai poin 1)
4. Perintahkan kepada klien
untuk menulis kalimat dan
menyalin gambar beririsan

Total
Interpretasi Hasil :
30-24 : Tidak ada gangguan kognitif
23 – 18 : gangguan kognitif sedang
<17 : gangguan kognitif berat
Sumber : (Kholifah, 2016)

c. Geriatric Depression Scale (GDS)


GDS merupakan instrument yang secara khusus dirancang untuk
memeriksa depresi pada lansia. Terdiri atas 30 pertanyaan yang
berisikan jawaban “Ya” dan “Tidak”. jawaban yang bercetak tebal
jika di pilih nilainya 1 (Kholifah, 2016).

Tabel 2.4 Geriatric Depression Scale (GDS)


No. Pertanyaan Jawaban
1 Apakah anda merasa puas dengan kehidupan YA TIDAK

51
sekarang ini?
2 Apakah anda banyak meninggalkan kegiatan/hoby YA TIDAK
akhir-akhir ini?
3 Apakah anda sering merasa kosong/hampa dalam YA TIDAK
hidup ini?
4 Apakah anda sering merasa bosan? YA TIDAK
5 Apakah anda dalam semangat/harapan yang baik di YA TIDAK
masa depan?
6 Apakah anda mempunyai pikiran jelek yang YA TIDAK
mengganggu terus-menerus?
7 Apakah anda merasa semangat sebagian besar YA TIDAK
waktu?
8 Apakah anda berpikir ada hal yang buruk akan YA TIDAK
menimpa anda?
9 Apakah anda sering merasa bahagia? YA TIDAK
10 Apakah anda lebih suka tinggal di rumah, ketimbang YA TIDAK
keluar dan melakukan hal-hal baru?
11 Apakah anda merasa tidak mampu berbuat apa-apa? YA TIDAK
12 Apakah anda sering merasa resah dan gelisah? YA TIDAK
13 Apakah anda sering merasa khawatir tentang masa YA TIDAK
depan?
14 Apakah anda sering lupa? YA TIDAK
15 Apakah anda merasa kehidupan sekarang ini YA TIDAK
menyenangkan?
16 Apakah anda sering merasa sedih dan putus asa? YA TIDAK
17 Apakah anda merasa tidak berharga akhir-akhir ini? YA TIDAK
18 Apakah anda merasa khawatir tentang masa lalu? YA TIDAK
19 Apakah anda merasa hidup ini menggembirakan? YA TIDAK
20 Apakah anda berpikir bahwa orang lain lebih baik YA TIDAK
keadaannya dari pada anda?
21 Apakah anda sering merasa sulit untuk memulai YA TIDAK
kegiatan baru?
22 Apakah anda merasa situasi saat ini tidak ada YA TIDAK
harapan?
23 Apakah anda merasa penuh semangat? YA TIDAK
24 Apakah anda sering marah karena hal sepele? YA TIDAK
25 Apakah anda sering merasa ingin menangis? YA TIDAK
26 Apakah anda memiliki kesulitan berkonsentrasi? YA TIDAK
27 Apakah anda merasa senang waktu bangun di pagi YA TIDAK
hari?
28 Apakah anda lebih suka untuk menghindari YA TIDAK
pertemuan sosial?
29 Apakah hal mudah bagi anda untuk membuat YA TIDAK
keputusan?
30 Apakah anda merasa masih tetap mudah dalam YA TIDAK
memikirkan sasuatu seperti dulu?
Total

52
Interpretasi (hitung jawaban yang bercetak tebal)
0-10 : Tidak ada depresi
11-20 : Depresi tingkat ringan (mild depression)
21-30 : Depresi berat (several depression)
Sumber : (Kholifah, 2016)
11. Pengkajian Status Fungsional
a. Indeks Barthel
Indeks Barthel merupakan suatu alat ukur pengkajian yang
berfungsi mengukur kemandirian fungsional dalam hal perawatan
diri dan mobilitas dengan sistem penilaian yang didasarkan pada
kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas kehidupan
sehari-hari secara mandiri (Sincihu & Dewi, 2015).

Tabel 2.5 Indeks Barthel


Aktivitas Score
Makan
0 = Bantua Penuh
5 = Bantuan untuk memotong, mengoles mentega, modifikasi diet
10 = Independen
Mandi
0 = Membutuhkan bantuan
5 = Independent (menggunakan shower)
Berdandan
0 = Perlu bantuan
5 = Independent (berbedak/menyisir/gosok gigi/mencukur)
Memasang Baju
0 = Dengan bantuan
5 = Dengan bantuan 50%
10 = Independent (mengancing baju, restleting)
Buang Hajat (buang air besar)
0 = Incontinensia Alvy (menggunakan barium enema)
5 = Kadang tidak tertahan
10 = Dapat mengontrol
Buang Air Kecil
0 = Menggunakan kateter
5 = Kadang ngompol
10 = Bisa mengontrol
Ke Toilet
0 = Butuh Bantuan Penuh
5 = Butuh Bantuan 50%
10 = Independent (menghidupkan, dressing, menyeka)
Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur
0 = Bantuan penuh
5 = Saat berpindah membutuhkan 2 orang untuk membantu

53
10 = Bantuan minimal 1 orang
15 = Independent
Berjalan di jalan yang datar
0 = Immobilisasi
5 = Selalu menggunakan kursi roda
10 = Berjalan dengan bantuan 1 orang
15 = independent (but may use any aid; for example, stick) > 50 yards
Berjalan di tangga
0 = Bantuan penuh
5 = Dengan bantuan (verbal, physical, carrying aid)
10 = Independent
Total
Interpretasi hasil :
100 – 80 : mandiri
81 – 36 : bantuan sedang
< 35 : membutuhkaan bantuan penuh
Sumber : (Sincihu & Dewi, 2015)

b. Indeks Katz
Pengkajian Indeks Katz merupakan pengkajian yang digunakan
sebagai pengukuran aktivitas kehidupan sehari-hari. Indeks Katz
terdiri dari 6 poin pertanyaan yaitu mandi, berpakaian, toileting,
berpindah, kontinen, dan makan (Seran et al., 2016).

Tabel 2.6 Indeks Katz


MANDI – Spons, Pancuran, atau Bak
Tanpa bantuan
Menerima bantuan hanya satu bagian tubuh (misalnya punggung atau kaki)
Menerima bantuan lebih dari satu bagian tubuh (atau tidak bisa mandi
sendiri)
BERPAKAIAN – mengambil pakaian dari lemari dan laci termasuk pakaian
bawah, dan mengancing baju (termasuk ikat pinggang, jika memakai)
Mengambil pakaian dan memakai secara lengkap tanpa bantuan
Mengambil pakaian dan memakai secara lengkap tanpa bantuan kecuali
bantuan mengikat tali sepatu
Menerima bantuan mengambil pakaian dan memakai pakaian atau sebagian
dipakaikan dan tidak bisa memakai sama sekali
ELIMINASI – pergi ke toilet untuk BAK atau BAB, membersihkan diri setelah
eliminasi dan merapikan pakaian
Pergi ke toilet, membersihkan diri, merapikan baju tanpa bantuan
(mungkin menggunakan benda atau dukungan seperti tongkat, walker,
kursi roda, mengatur lampu tidur atau lemari pakaian yang berlaci,

54
eliminasi pada pagi hari)
Menerima bantuan pergi ke toilet atau membersihkan diri atau merapikan
pakaian setelah eliminasi atau menggunakan lampu tidur atau lemari
pakaian berlaci
Tidak dapat pergi ke toilet untuk eliminasi
BERPINDAH
Berpindah naik dan turun dari tempat tidur dengan baik dan berdiri dari
kursi tanpa bantuan (mungkin menggunakan benda untuk membantu
seperti tongkat atau walker)
Berpindah naik dan turun dari tempat tidur dengan baik dan berdiri dari
kursi dengan bantuan
Tidak dapat bangun dari tempat tidur
PENGAWASAN DIRI
Mengontrol BAK dan BAB secara mandiri
Terkadang tidak dapat mengontrol BAK dan BAB
Diawasi dalam mengontrol BAK dan BAB, kateter jika menggunakan atau
Inkontinensia
MAKAN
Makan sendiri tanpa bantuan
Makan sendiri kecuali dibantu dalam memotong makanan atau mengoles
mentega di roti
Menerima bantuan dalam makan atau makan sebagian atau makan
seluruhnya menggunakan NGT atau cairan infus intra vena
SCORE =
Skoring:
Indeks kemandirian Kegiatan Sehari-hari berdasarkan evaluasi kemandirian
fungsional atau ketergantungan pasien dalam mandi, berpakaian, toileting,
berpindah, BAB/BAK, dan makan.
Definisi khusus kemandirian fungsional dan ketergantungan sebagai berikut:
A : Mandiri, untuk 6 fungsi
B : Mandiri, untuk 5 fungsi
C : Mandiri, kecuali untuk mandi dan 1 fungsi lain.(2 fungsi trganggu)
D : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian dan 1 fungsi lain (3 fungsi
tergaggu)
E : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian, pergi ke toilet dan 1 fungsi lain (4
fungsi)
F : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian, pergi ke toilet dan 2 fungsi lain (5
fungsi)
G : Tergantung untuk 6 fungsi.
Sumber : (Seran et al., 2016)

55
2.5.2 Diagnosa Keperawatan
Menurut SDKI (2017) nyeri kronis didefinisikan sebagai
pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintesnsitas ringan sampai berat dan konstan, yang berlangsung > 3
bulan.
Tanda dan gejala yang diungkapkan maupun di kaji secara objektif
pada pasien dengan nyeri kronis diantaranya :
a. Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1. Mengeluh nyeri
2. Merasa depresi (tertekan)
Objektif
1. Tampak meringis
2. Gelisah
3. Tidak mampu menuntaskan aktivitas
b. Gejala dan tana minor
Subjektif
1. Merasa takut mengalami cedera berulang
Objektif
1. Bersikap protektif (misalnya, posisi menghindari nyeri)
2. Waspada
3. Pola tidur berubah
4. Anoreksia
5. Focus menyempit
6. Berfokus pada diri sendiri
Faktor-faktor yang berhubungan dengan nyeri kronis diantaranya
(Tim Pokja SDKI, 2017) :
a. Kondisi muskuloskletal kronis
b. Kerusakan sistem syaraf
c. Penekanan syaraf
d. Infiltrasi tumor

56
e. Ketidakseimbangan neurotransmitter, neuromodulator dan reseptor
f. Gangguan imunitas
g. Gangguan fungsi metabolic
h. Riwayat posisi kerja statis
i. Peningkatan indeks massa tubuh (IMT)
j. Kondisi pasca trauma
k. Tekanan emosional
l. Riwayat penganiayaan
m. Riwayat penyalahgunaan obat/zat

2.5.3 Intervensi Keperawatan


Menurut SIKI ( 2018) salah satu intervensi yang dapat dilakukan
untuk menghilangkan rasa nyeri yaitu dengan melakukan kompres hangat.
Kompres hangat merupakan tindakan keperawatan yang secara mandiri
dapat dilakukan oleh perawat. Kompres hangat adalah tindakan dengan
melakukan stimulasi kulit dan jaringan dengan panas untuk mengurangi
nyeri spasme ototdan mendapatkan efek terapeutik lainnya melalui
paparan panas (SIKI, 2018). Kompres hangat merupakan tindakan non-
farmakologi dengan cara menghangatkan persendian yang sakit dengan
menggunakan kain yang direndam pada air hangat, dimana terjadi
pemindahan panas dari kain kedalam tubuh sehingga akan menyebabkan
pelebaran pembuluh darah dan akan terjadi penurunan ketegangan otot,
sehingga nyeri yang dirasakan akan berkurang atau hilang (Devi, Parmin,
& Nadira, 2019).

Menurut (Hannan, Suprayitno, & Yuliyana, 2019) kompres hangat


sebagai metode yang sangat efektif untuk mengurangi nyeri atau kejang
otot. Secara biologi efek pemberian terapi kompres hangat pada daerah
tubuh akan memberikan sinyal ke hipotalamus melalui sumsum tulang
belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap panas di hipotalamus
dirangsang, sistem efektor mengeluarkan sinyal yang memulai berkeringat
dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh
pusat vasomotor pada medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah

57
pengaruh hipotalamus bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi.
Dengan vasodilatasi ini menyebabkan aliran darah ke setiap jaringan, dan
akan terjadi penurunan ketegangan otot sehingga nyeri dapat berkurang
bahkan menghilang (Hannan et al., 2019).

2.5.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Ndruru, 2018). Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat pada kebutuhan klien dan faktor-
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan serta strategi
implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi (Ndruru, 2018).

Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai


tujuan intervensi yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan, penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi
koping. Serta melaksanakan hasil dari rencana keperawatan untuk
selanjutnya di evaluasi guna mengetahui kondisi kesehatan pasien dalam
periode yang singkat, mempertahankan daya tahan tubuh, mencegah
komplikasi, menemukan perubahan system tubuh, dan memberikan
lingkungan yang nyaman bagi klien saat proses perawatan diberikan
(Muhith & Siyoto, 2016).

2.5.5 Evaluasi Keperawatan


Menurut Kholifah (2016) evaluasi didefinisikan sebagai keputusan
dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan yang
telah ditetapkan dengan respon perilaku lansia yang tampilkan. Penilaian
keperawatan adalah mengukur keberhasilan dari rencana, dan pelaksanaan
tindakan keperawatan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan lansia.
Beberapa kegiatan yang harus diikuti oleh perawat, antara lain:
1. Mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah
ditetapkan.

58
2. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang
diharapkan.
3. Mengukur pencapaian tujuan.
4. Mencatat keputusan atau hasil pengukuran pencapaian tujuan.
5. Melakukan revisi atau modifikasi terhadap rencana keperawatan
bila perlu.

59
BAB III

LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

3.1 Pengkajian
Pasien bernama Ny. M usia 68 tahun bertempat tinggal di alamat
Jl. Teluk Bayur 2 RT. 01 RW. 07 Pandanwangi, Blimbing Kota Malang.
Pendidikan terakhir SD, agama islam, suku jawa dan saat ini pasien tidak
bekerja. Status pasien saat ini janda dan tidak memiliki anak kandung
hanya anak tiri. Pasien tinggal sendirian namun rumah pasien tidak jauh
dari rumah anak tirinya.

Keluhan utama saat pengkajian tanggal 15 Juli 2021, Ny. M


mengeluh nyeri sendi. Nyeri sendi yang dirasakan di lutut bagian kiri
akibat asam urat yang diderita ± 5 tahun dan jatuh 1 tahun yang lalu saat
serangan stroke. Kualitas nyeri seperti remuk dan ditusuk tusuk dengan
penilaian skala nyeri 6. Nyeri yang dirasakan hilang timbul dan semakin
memberat jika bangun pagi atau ketika kaki ditekuk. Keadaan umum pasien
lemah, kesadaran composmentis GCS 456. Pasien seringkali memegangi lutut
bagian kiri dan tampak meringis, rentang gerak terbatas dan terdapat edema
perifer pada kaki kiri disertai kemerahan. Nyeri tekan pada area lutut dan
terdapat bunyi krepitasi.

Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital yang dilakukan kepada pasien


diapatkan hasil tekanan darah 170/90 mmHg, nadi 80 x/menit, respirasi 20
x/menit, suhu 36.4 ºC. pasien memiliki berat badan 42 kg dan tinggi badan
150 cm. Hasil perhitungan indeks massa tubuh didapatkan 18,7 kg/cm 2
yang berarti dalam kategori normal.

Pasien memiliki riwayat penyakit Hipertensi sejak tahun 2013,


penyakit asam urat ±5 tahun dan 1 tahun yang lalu tekanan darah pasien
220/100 mmHg serta kadar asam uratnya 7,4 mg/dL. Semenjak
terjadinya pandemi Covid-19 pasien tidak pernah memeriksakan
kondisinya ke pelayanan kesehatan karena takut. Pasien mengalami
serangan stroke pertama kali tahun 2020 yang mana pada saat itu pasien

60
sedang menjalankan sholat namun tiba-tiba pasien merasa pusing dan
akhirnya terjatuh. Setelah terjatuh pasien tidak mengingat apapun dan
saat tersadar tangan kiri dan kaki kirinya tidak bisa digerakkan.

Pengkajian pola pemenuhan kebutuhan serhari-hari mulai dari


pemenuhan kebutuhan makan, personal hygiene, dan eliminasi pasien
dibantu oleh menantu tirinya. Pada pengkajian pola istirahat dan tidur
didapatkan hasil pasien tidur tidak nyenyak dan sulit memulai tidur
malam karena lutut kaki bagian kiri terasa nyeri dan waktu bangun pagi
kaki kirinya juga terasa nyeri. Hal yang dilakukan untuk mengatasi nyeri
yang dirasakan, pasien biasanya memijat area kaki yang nyeri dan
memberikan salonpas pada area yang nyeri kemudian mencoba memulai
untuk tidur. Sedangkan untuk aktivitas sehari-hari yang dilakukan pasien
hanya diam di dalam kamar, selain itu pasien juga takut berlatih berjalan
karena takut jika terjatuh kembali.

Pengkajian depresi dengan menggunakan Skala Depresi Geriatrik


(Geriatric Depression Scale) didapatkan skor 13 yang artinya depresi
tingkat ringan (mild depression) yang dialami oleh pasien. Dari
pernyataan pasien bahwa pasien merasa tertekan dengan keadaannya saat
ini dan merasa tidak berguna karena selalu merepotkan orang lain.

3.2 Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan


Berdasarkan dari pengkajian yang telah dilakukan dan keluhan
yang dirasakan oleh pasien didapatkan prioritas diagnosa keperawatan
yaitu, Nyeri Kronis berhubungan dengan Kondisi Muskuloskeletal Kronis
(D.0076).

a) Pengertian : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan


dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintesitas ringan hingga berat, yang
berlangsung lebih dari 3 bulan ( SDKI, 2017).
b) Data Subjektif : Pasien mengeluh nyeri sendi. Nyeri sendi yang
dirasakan di lutut bagian kiri akibat asam urat yang diderita ± 5

61
tahun dan jatuh 1 tahun yang lalu saat serangan stroke. Kualitas
nyeri seperti remuk dan ditusuk tusuk dengan penilaian skala nyeri
6. Nyeri yang dirasakan hilang timbul dan semakin memberat jika
bangun pagi atau ketika kaki ditekuk. Pasien mengatakan takut
untuk berlatih berjalan karena takut jika jatuh kembali. Pasien juga
mengatakan bahwa dirinya merasa tertekan dengan keadaannya
saat ini dan merasa tidak berguna karena selalu merepotkan orang
lain.
c) Data Objektif : Klien tampak meringis, tidak dapat melakukan
aktivitas sehari-hari, seringkali memegangi lutut bagian kiri,
kesulitan tidur, tekanan darah: 170/90 mmHg, nadi: 88 x/menit,
respirasi: 20 x/menit dan suhu: 36.4 ºC. Pengukuran depresi dengan
menggunakan instrument Geriatric Depression Scale didapatkan
skor 13 yang artinya depresi tingkat ringan.

3.3 Rencana Keperawatan


Masalah keperawatan yang telah ditemukan diatas maka
selanjutnya dilakukan rencana intervensi untuk mengatasi masalah
tersebut. Pada masalah keperawatan nyeri kronis berhubungan dengan
kondisi muskuloskeletal, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
5x24 jam diharapkan tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil keluhan
nyeri menurun, meringis menurun, kesulitan tidur menurun, peasaa depresi
(tertekan) menurun, frekuensi nadi membaik dan tekanan darah membaik
(SLKI, 2019).

Intervensi yang akan dilakukan yaitu berfokus pada manajemen


nyeri. Perencanan intervensi tersebut antara lain, indentifikasi lokasi ,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan intesitas nyeri, identifikasi
skala nyeri, identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri,
berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri, jelaskan
penyebab, periode, dan pemicu nyeri serta jelaskan strategi meredakan
nyeri (SIKI, 2018).

62
3.4 Implementasi Keperawatan
Setelah dilakukan rencana intervensi keperawatan yang akan
dilakukan untuk mengatasi masalah yang muncul maka langkah
selanjutnya adalah melakukan implementasi. Implementasi yang dilakukan
untuk mengatasi masalah nyeri kronis diatas dilakukan selama lima kali.
Implementasi hari pertama tanggal 15 Juli 2021 adalah mengidentifikasi
nyeri dengan menggunakan PQRST dan didapatkan hasil pasien
mengalami nyeri sendi yang dirasakan di lutut bagian kiri akibat asam urat
yang diderita ± 5 tahun dan jatuh 1 tahun yang lalu saat serangan stroke.
Kualitas nyeri seperti remuk dan ditusuk tusuk dengan penilaian skala
nyeri 6. Nyeri yang dirasakan hilang timbul dan semakin memberat jika
bangun pagi atau ketika kaki ditekuk. Mengidentifikasi faktor yang
memperberat nyeri adalah ketika bangun pagi, kaki di tekuk dan
memperingan nyeri saat istirahat kaki diluruskan dan diberi salonpas,
memberikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri yaitu
dengan teknik relaksasi nafas dalam. Menjelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri yaitu akibat dari asam urat yang diderita. Menjelaskan
srategi meredakan nyeri dan menginformasikan pada keluarga untuk
berpartisipasi dalam meredakan nyeri pada klien.

Implementasi hari kedua tanggal 16 Juli 2021 yaitu melanjutkan


intervensi manajemen nyeri dengan mengidentifikasi nyeri dan klien
mengatakan nyerinya masih ada, serta mengidentifikasi skala nyeri dan
skala nyeri tetap pada skala 6. Memberikan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri yaitu dengan teknik relaksasi nafas dalam ditambah
kompres hangat dengan jahe merah. Menjelaskan srategi meredakan nyeri
dengan menggunakan kompres hangat jahe merah. Langkah pertama
menyiapkan bahan dan alat yaitu jahe 3-5 rimpang, air hangat dengan suhu
40ºC dan washlap. Kedua, jahe dicuci bersih kemudian jahe diparut.
Ketiga memasukkan jahe yang sudah diparut kedalam washlap dan
celupkan jahe ke dalam air panas dengan suhu 40ºC. Kemudian, diperas
lalu mengompres pada area kaki yang mengalami nyeri selama 15 menit
dan dilakukan 1-2 x/hari.

63
Implementasi tanggal 17 Juli 2021 mengidentifikasi skala nyeri
dan didapatkan hasil skala nyeri 5, serta memberikan tindakan teknik non-
farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri yaitu dengan teknik relaksasi
nafas dalam dan kompres hangat jahe merah. Dan dilanjutkan dengan
tindakan mengevaluasi ulang srategi meredakan nyeri dengan
menggunakan kompres hangat jahe merah yang telah diajarkan.
Dilanjutkan dengan implementasi yang sama hingga tanggal 21 Juli 2021
dan hasil identifikasi sebelum dilakukan implementasi terakhir didapatkan
skala nyeri menjadi 3.

3.5 Evaluasi Keperawatan


Hari pertama dilakukan implementasi didapatkan hasil subjektif
pasien masih merasakan nyeri. Berdasarkan hasil objektif didapatkan hasil
keadaan umum cukup, kesadaran composmentis, pasien dapat
mempraktikkan ulang manajemen nyeri yang telah diajarkan, tampak
meringis, skala nyeri 6, kesulitan tidur, tekanan darah 170/90 mmHg dan
frekuensi nadi 88 x/menit. Dari hasil tersebut sehingga masih dilanjutkan
implementasi manajemen nyeri.

Hari kedua didapatkan hasil data subjektif nyeri di lutut pasien


berkurang dari sebelum diberikan kompres hangat jahe merah. Sedangkan
data objektif didapatkan hasil skala nyeri 5, meringis menurun, masih
merasakan kesulitan tidur dan tekanan darah 160/90 mmHg, frekuensi nadi
82 x/menit. Dari hasil evaluasi tersebut masalah tingkat nyeri belum
teratasi dan tetap melanjutkan implementasi manajemen nyeri.

Hari ketiga setelah diberikan implementasi didapatkan hasil


subjektif bahwa nyeri didibagian lutut semakin berkurang namun masih
terasa jika lututnya ditekuk. Data objektif menunjukkan hasil skala nyeri
menurun menjadi 4, meringis menurun, kesulitan tidur cukup menurun,
tekanan darah 160/80 mmHg dan frekuensi nadi 82 x/menit. Berdasarkan
hasil evaluasi tersebut masalah tingkat nyeri teratasi sebagian dan
melanjutkan implementasi manajemen nyeri dengan teknik relaksasi nafas
dalam dan kompres hangat jahe merah.

64
Hari keempat didapatkan hasil bahwa berdasarkan data subjektif
nyeri yang dirasakan terus berkurang dan tidak terasa nyeri lagi ketika
malam hari dan bangun pagi namun masih terasa sedikit nyeri pada
lututnya saat digunakan untuk berdiri. Hasil evaluasi objektif didapatkan
bahwa meringis menurun, kesulitan tidur menurun, tekanan darah 160/70
mmHg dan frekuensi nadi 84x/menit. Masalah tingkat nyeri yang dialami
teratasi sebagian dan tetap melanjutkan implementasi manajemen nyeri
dengan teknik relaksasi nafas dalam dan kompres hangat jahe merah.

Hari kelima implementasi didapatkan hasil data subjektif bahwa


nyerinya sangat berkurang dan timbul saat digunakan untuk berdiri namun
hanya terasa sedikit dan saat ditekuk tidak terasa nyeri kembali. Data
onjektif didapatkan hasil skala nyeri 2, meringis menurun, kesulitan tidur
menurun, tekanan darah cukup membaik 150/80 mmHg dan frekuensi nadi
membaik 80 x/menit. Masalah tingkat nyeri teratasi sebagian maka
implementasi yang diberikan selanjutnya adalah follow up dengan
mengobservasi keluhan, tanda-tanda vital serta menjelaskan ulang kepada
keluarga agar membantu klien menyiapkan alat dan bahan untuk
meredakan nyeri.

65
BAB IV

ANALISIS SITUASI

4.1 Analisis Profil Pelayanan di Puskesmas Pandawangi


Kota Malang merupakan salah satu kota yang berada di Jawa Timur.
Kota Malang terdiri dari beberapa kecamatan salah satunya Kecamatan
Blimbing. Kecamatan Blimbing sendiri memiliki 11 kelurahan. Pandanwangi
salah satu dari 11 keluharan tersebut dan di kelurahan Pandanwangi terdapat
fasilitas kesehatan yaitu Puskesmas Pandanwangi. Puskesmas Pandanwangi
merupakan Faskes Tingkat Pertama yang menerapkan sistem pelayanan rawat
jalan non rawat inap. Ruang pelayanan yang terdapat di Puskesmas
Pandanwangi diantaranya loket pendaftaran, Unit Gawat Darurat, ruang
pemeriksaan dan pengobatan umum, ruang palayanan KIA-KB, ruang
tumbuh-kembang, ruang konseling Gizi, ruang pelayanan pasien TBC,
laboratorium umum dan ruang farmasi untuk menebus obat-obatan yang telah
diresepkan oleh dokter. Pada situasi pandemic Covid-19 Puskesmas
Pandanwangi sendiri membuka layanan kesehatan pada hari Senin-Kamis jam
08.00-11.30 WIB dan hari Jum’at-Sabtu mulai jam 08.00-11.00 WIB. Selain
itu, saat ini Puskesmas Pandanwangi juga memberikan layanan vaksinasi
Covid yang jadwalnya sudah ditentukan dari pihak Puskesmas Pandanwangi.
Puskesmas Pandanwangi menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan perorangan yang bersifat nonspesialistik untuk keperluan
observasi, diagnosis, perawatan, pengobatan, dan/atau pelayanan kesehatan
lainnya. Pelayanan kesehatan yang diberikan berupa pemeriksaan dan
pengobatan umum tentang masalah kesehatan yang membutuhkan
penanganan medis awal sebelum dilakukan rujukan, kasus medis rujuk balik,
pemeriksaan ibu hamil, ibu nifas, ibu menyusui, bayi dan anak balita. Tenaga
kesehatan yang memberikan pelayanan di Puskesmas Pandanwangi terdiri
dari dokter, perawat, bidan, apoteker dan kesehatan lingkungan.
4.2 Analisis Masalah Keperawatan
Usia lansia merupakan usia yang rentan mengalami masalah
kesehatan akibat dari perubahan dan penurunan fungsi tubuh. Masalah
kesehatan yang sering dihadapi oleh lansia terkait perubahan dan penuruna

66
fungsi tubuh yaitu sering terjadinya radang persendian. Peradangan
persendian yang umum terjadi pada lansia yaitu Gout Arthritis. Gout Arthritis
adalah penyakit metabolik ditandai dengan pengendapan senyawa urat pada
persendian yang mengakibatkan peradangan sendi (Mustayah & Anggraeni,
2019).

Data hasil pengkajian yang telah dilakukan oleh peneliti didapatkan


masalah prioritas keperawatan yaitu nyeri kronis berhubungan dengan kondisi
musculoskeletal kronis. Diagnosa keperawatan ini ditegakkan berdasarkan
keluhan utama nyeri yang dirasakan oleh pasien saat dilakukan pengkajian.
Keluhan nyeri tersebut dirasakan oleh Ny. A semenjak menderita Gout
Arthritis ±5 tahun. Hal ini sesuai dengan pengertian nyeri kronis yaitu nyeri
yang berlangsung terus menerus dan dengan durasi waktu > 6 bulan (Kumar
& Elavarasi, 2016).

Faktor risiko terjadinya nyeri kronis diantaranya, usia, penyakit


kronis, riwayat cedera sebelumnya (Mills et al., 2019). Hal sesuai dengan
faktor risiko terjdinya nyeri kronis pada kasus binaan yaitu; a). usia Ny. M
berusia 68 tahun yang mana pada usia lansia terjadi terjadi cidera serta
menimbulkan rasa nyeri yang berkepanjangan; b) penyakit kronis yang sering
diderita lansia dan menimbulkan rasa nyeri yaitu radang persendian akibat
dari penurunan fungsi tubuh, pada kasus Ny. M memiliki riwayat penyakit
Gout Arthritis selama ±5 tahun; c) riwayat cidera sebelumnya mempengaruhi
tingkat keparahan dan perkembangan nyeri kronis yang dirasakan
sebelumnya, sesuai dengan kasus Ny. M memiliki riwayat jatuh 1 tahun yang
lalu akibat dari serangan stroke yang dialami.

Nyeri kronis memiliki dampak fisik, psikologis dan sosial bagi


penderitanya. Dampak fisik yang dialami salah satunya gangguan tidur,
dampak sosial yaitu teganggunya fungsi sosial penderita, aktivitas fisik
penderita (Saulata, Barus, & Surilena, 2019). Sedangkan, dampak psikologis
yang sering dialami yaitu depresi, cemas, dan stress mengenai nyeri yang
dirasakan berlangsung lama dan berkepanjangan (Saulata et al., 2019). Sesuai
dengan data yang didaptkan bahwa, Ny. M mengeluhkan nyeri lutut bagian

67
kiri dengan skala 6. Nyeri yang dirasakan Ny. M berakibat pada kesulitan
memulai tidur malam karena lutut kaki bagian kiri terasa nyeri dan saat
bangun pagi kaki terasa nyeri. Selain itu, Ny. M mengalami keterbatasan
rentang gerak yang mengakibatkan tidak dapat berjalan, pemenuhan
kebutuhan aktifitas sehari-hari dibantu dan tidak pernah bersosialisasi dengan
tetangga sekitar rumah. Pengkajian sakala depresi didapatkan hasil depresi
tingkat ringan (mild depression) yang dialami Ny. M akibat dari nyeri kronis
yang dirasakan selama ini.

Berdasarkan dari keluhan yang dirasakan pasien dan didapatkan


masalah keperawatan nyeri kronis maka masalah tersebut harus segera diatasi
karena mencakup semua aspek kehidupan dari penderitanya. Dalam
penatalaksaannya perawat melakukan pemberian terapi non-farmakologis
untuk mengatasi nyeri yang dialami. Penanganan penderita asam urat
difokuskan terhadap cara mengontrol rasa nyeri, mengurangi kerusakan sendi
agar tidak semakin parah, dan meningkatkan atau mempertahankan fungsi
tubuh dan serta kualitas hidup penderita (Gulbudin & Larasati, 2017).

4.3 Analisis Intervensi


Berdasarkan dari panduan SIKI (2018), terdapat beberapa intervensi
yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah nyeri kronis pada penderitas
Gout Arthritis. Manajemen nyeri merupakan salah satu intervensi yang
diambil dari panduan tersebut dan diperkuat dengan evidence based yang
diambil dari jurnal penelitian.

Manajemen nyeri merupakan intervensi yang dilakukan dengan cara


mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat, konstan dan terus menerus
(SIKI, 2018). Intervensi yang dilakukan yaitu dengan memberikan terapi non-
farmakologis guna mengurangi rasa nyeri. Terapi non-farmakologis adalah
terapi yang dilakukan tanpa menggunakan obat-obatan, tetapi dengan
memberikan beberapa teknik yang dapat mengurangi rasa nyeri bagi
penderita (Syaiful & Fatmawati, 2020).

68
Kompres hangat jahe merah merupakan intervensi non-farmakologis
yang diberikan pada kasus ini guna untuk mengurangi nyeri yang dirasakan
pasien. Kompres hangat adalah tindakan untuk menstimulasi kulit dan
jaringan dengan air hangat untuk mengurangi nyeri agar mendapatkan efek
terapeutik dari air hangat yang diberikan (SIKI, 2018). Kompres hangat
merupakan cara pemberian rasa hangat pada penderita Gout Arthritis dengan
mengunakan cairan yang menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang
memerlukannya dengan tujuan memperlancar sirkulasi darah, mengurangi
rasa sakit, memberi rasa nyaman atau hangat dan tenang (Zahroh & Faiza,
2018).

Berdasarkan intervensi yang telah dilakukan pada kasus terdapat


penurunan skala nyeri yaitu, dari skala 6 menurun menjadi skala 2 pada hari
kelima diberikan terapi. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
(Mustayah & Anggraeni, 2019) pada subyek yang awalnya tingkat nyeri skala
3 menjadi skala 0 setelah dilakukan kompres hangat dengan menggunakan
jahe merah. Jahe merah memiliki anti-inflamasi sehingga dapat digunakan
untuk mengobati peradangan dan mengurangi rasa sakit akibat asam urat.
Efek anti inflamasi ini disebabkan oleh komponen aktif jahe merah yang
terdiri dari gingerol, dione dan zingeron yang berfungsi menghambat
leukotrien dan prostaglandin yang merupakan mediator inflamasi (Mustayah
& Anggraeni, 2019).

Santosa, Jaariah, & Arsani, (2016) menyatakan dalam penelitiannya


bahwa responden penelitian mengatakan bahwa setelah kompres hangat jahe
merah di daerah yang terasa nyeri, merasa lebih nyaman. Panas yang
ditimbulkan oleh jahe merah ini bisa menciptakan rasa nyaman. Berbeda
dengan obat gosok, jahe merah memiliki efek panas yang lebih lama sehingga
dapat mengurangi rasa sakit. Panas ini dapat mengendurkan area yang nyeri.
Sehingga pembuluh darah mengalami vasodilatasi yang akhirnya
meningkatkan aliran darah. Peningkatan aliran darah dapat menyingkirkan
produk inflamasi seperti bradikinin, histamin, dan prostaglandin yang
menyebabkan nyeri lokal (Santosa et al., 2016).

69
4.4 Rekomendasi Intervensi yang dapat dilakukan di Komunitas
Gout Arthritis merupakan penyakit degenerative yang sering terjadi
pada lansia. Pada penderita Gout Arthritis seringkali mengalami nyeri yang
berkepanjangan. Selain itu jika tidak terkontrol dengan baik, tingginya kadar
asam urat darah (hiperurisemia) tidak hanya memicu terjadinya rematik,
melainkan dapat pula mengakibatkan komplikasi fatal pada ginjal
(Dalimartha, 2014). Maka dari itu perlunya menerapkan pola hidup sehat
untuk menunjang penyembuhan Gout Arthritis. Edukasi mengenai penerapan
perilaku hidup sehat diantaranya dengan pemeliharaan dan pencegahan
penyakit lewat mengontrol kadar asam urat, menerapkan perilaku membatasi
dan mengurangi konsumsi makanan tinggi purin dan minuman yang dapat
meningkatkan nilai asam urat, meningkatkan asupan air putih serta aktivitas
fisik dan pendidikan kesehatan mengenai penggunan terapi medik yangtepat
juga berkontribusi dalam penuruan kadar asam urat (Lumintang, Suprapti, &
Tjitra, 2021).

Menurut Ahrawati, Sulaeman, & Purnama (2021) dalam penelitiannya


menyebutkan bahwa pemberian secang (Caesalpania Sappan L) selama 14
hari berturut-turut dapat menurunkan kadar asam urat pada lansia. Pemberian
secang dengan cara secang direbus kemudian air rebusan secang digunakan
untuk minuman sehari-hari. Tanaman secang (Caeselpinia Sappan, L)
memiliki kandungan seperti : resin, resorsin, brazilin, d-alfa phallandren,
oscimenen, dan minyak atsiri yang secara empiris tanaman secang telah
digunakan untuk mengatasi hiperpurisemia. Senyawa aktif yang terkandung
di dalam secang seperti polifenol dengan kadar 98% betanggung jawab dalam
menghambat produksi asam urat pada tubuh, sehingga produksi komplikasi
hiperpurisemia tidak terjadi (Ahrawati et al., 2021).

70
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa data dan setelah melakukan tindakan asuhan
keperawatan pada Ny. M dengan diagnosa medis Gout Arthritis maka dapat
ditarik kesimpulan: keluhan utama yang dirasakan Ny. M saat pengkajian
tanggal 15 Juli 2021, Ny. M mengeluh nyeri sendi. Nyeri sendi yang
dirasakan di lutut bagian kiri akibat asam urat yang diderita ± 5 tahun dan
jatuh 1 tahun yang lalu saat serangan stroke. Kualitas nyeri seperti remuk dan
ditusuk tusuk dengan penilaian skala nyeri 6. Nyeri yang dirasakan hilang
timbul dan semakin memberat jika bangun pagi atau ketika kaki ditekuk.
Keadaan umum pasien lemah, kesadaran composmentis GCS 456. Pasien
seringkali memegangi lutut bagian kiri dan tampak meringis, rentang gerak
terbatas dan terdapat edema perifer pada kaki kiri disertai kemerahan. Nyeri
tekan pada area lutut dan terdapat bunyi krepitasi.

Berdasarkan keluhan yang dirasakan tersebut peneliti mengambil


prioritas masalah keperawatan nyeri kronis berhubungan dengan kondisi
muskuloskletal kronis. Rencana intervensi yang dilakukan pada kasus
tersebut adalah manajemen nyeri. Setelah merencanakan intervensi
selanjutnya melakukan implementasi sesuai masalah yang didapatkan. Pada
kasus ini implementasi yang diberikan adalah pemberian terapi non-
farmakologis dengan menggunakan kompres hangat jahe merah. Dilanjutkan
dengan tahap terakhir yaitu evaluasi dimana, terjadi penurunan skala nyeri
pada pasien yang awal skala 6 menurun menjadi skala 2 setelah diberikan
implementasi.

5.2 Saran
Berdasarkan dari hasil pembahasan diatas, diharapkan penelitian
selanjutnya dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Gout
Arthritis dengan masalah keperawatan nyeri kronis, sebagai berikut :
1. Bagi Puskesmas Pandawangi

71
Diharapkan memberikan pelayanan yang optimal dan melakukan
screening kesehatan secara terjun langsung ke rumah bagi pasien yang
tidak dapat pergi ke pelayanan kesehatan.
2. Bagi Pasien dan Keluarga
Diharapkan pasien dan keluarga mampu menerapkan teknik terapi yang
diajarkan dan mampu menerapkan pola hidup yang lebih sehat, patuh
terhadap pengobatan dan berpatisipasi dalam pemeliharaan kesehatan
secara mandiri.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan
dapat mengikuti up to date ilmu perkembangan mengenai asuhan
keperawatan pada pasien Gout Arthritis yang mengalami nyeri kronis.
4. Bagi Penelitian Selanjutnya
Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber referensi bagi
penelitian selanjutnya dan penelitian selanjutnya dapat memberikan
kombinasi pemberian intervensi dengan terapi lain bagi pasien Gout
Arthritis yang mengalami nyeri kronis.

72
DAFTAR PUSTAKA

Ahrawati, Sulaeman, & Purnama, J. (2021). Pemberian Secang Terhadap


Penurunan Kadar Asam Urat Pada Lansia. Jurnal Inovasi Pengabdian
Masyarakat, 1(1), 24–29.
Amiruddin, M., Nuddin, A., & Hengky, H. K. (2019). Pola Konsumsi Sebagai
Faktor Risiko Kejadian Penyakit Asam Urat pada Masyarakat Pesisir Teluk
Parepare. Jurnal Ilmiah Manusia Dan Kesehatan, 1(1).
Anonim. (2021). Visual Analogue Scale. Retrieved from Yale University website:
https://assessment-module.yale.edu/im-palliative/visual-analogue-scale
Ashburn, M. A., & Staats, P. S. (2015). Management Of Chronic Pain. The Lancet
Journal, 353(9167), 1865–1869. https://doi.org/10.1016/S0140-
6736(99)04088-X
Ashiq, K., Latif, A., Ashiq, S., & Sundus, A. (2018). A systematic review on the
prevalence, pathophysiology, diagnosis, management and treatment of gout
(2007-2018). GSC Biological and Pharmaceutical Sciences, 5(1), 050–055.
https://doi.org/10.30574/gscbps.2018.5.1.0077
Dalimartha, S. (2014). Tumbuhan Sakti Atasi Asam Urat. Jakarta: Niaga Swadaya.
Devi, R., Parmin, & Nadira. (2019). Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Kasus
Arthritis Reumatoid Untuk Mengurangi Nyeri Kronis Melalui Pemberian
Terapi Kompres Hangat Serei. Jurnal Kesehatan Tadaluko, 5(2), 54–62.
Dewi, S. R. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Deepublish.
Elodie, M. (2018). Pathophysiology of Pain. Pain Management in Older Adults,
63(2), 7–29. https://doi.org/10.5005/jp/books/14138_3
Fitriani, R., Azzahri, L. M., & Nurman, M. (2021). Hubungan Pola Makan
Dengan Kadar Asam Urat (Gout Artritis) Pada Usia Dewasa 35-49 Tahun.
Jurnal Ners, 5(1), 20–27. Retrieved from
http://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/ners
Gagliese, L., & Melzack, R. (2017). Chronic Pain in Elderly People. Journal
Pain, 70(1), 3–14. https://doi.org/10.1016/S0304-3959(96)03266-6
Ginting, N. E., Haddani, H., Sugiharto, H., & Bahar, E. (2019). Hubungan Antara
Nyeri Kronis dengan Depresi dan Anxietas Pada Pasien di RSUP dr
Mohammad Hoesin Palembang Connection between Chronic Pain with
Depression And Anxiety Disorders in Patients at RSUP DR Mohammad
Hoesin Palembang The International Association. Jurnal Ilmiah Neurologi,
1(1), 1–9.
Gulbudin, H., & Larasati. (2017). Pentalaksanaan Kom-prehensif Arthritis Gout
dan Osteorthritis Pada Buruh Usia Lanjut. Jurnal Profesi Kedokteran

73
Universitas Lampung, 7(3), 22–29.
Hannan, M., Suprayitno, E., & Yuliyana, H. (2019). Pengaruh Terapi Kompres
Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Osteoarthritis Pada Lansia Di
Posyandu Lansia Puskesmas Pandian Sumenep. Wiraraja Medika, 9(1), 1–
10. https://doi.org/10.24929/fik.v9i1.689
Hylands-White, N., Duarte, R. V., & Raphael, J. H. (2017). An Overview of
Treatment Approaches for Chronic Pain Management. Rheumatology
International, 37(1), 29–42. https://doi.org/10.1007/s00296-016-3481-8
Kholifah, S. N. (2016). Keperawatan Gerontik. Jakarta: Kemenkes RI.
Kristianto, C., Tangka, P. J., & Rottie, J. (2013). Efektifitas Teknik Relaksasi
Nafas Dalam Dan Guided Imagery Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien
Post. Jurnal Keperawatan, 1(1).
Kumar, K. H., & Elavarasi, P. (2016). Definition of Pain and Classification of
Pain Disorders. Journal of Advanced Clinical & Research Insights, 3, 87–90.
https://doi.org/10.15713/ins.jcri.112
Lumintang, C. T., Suprapti, F., & Tjitra, E. (2021). Efektivitas Intervensi
Keperawatan 4ES Terhadap Perubahan Kadar Asam Urat, Perilaku Hidup,
Dan Kualitas Hidup Penderita Gout Arthritis. Jurnal Keperawatan, 13(2),
393–402.
Mills, S. E. E., Nicolson, K. P., & Smith, B. H. (2019). Chronic Pain: A Review
Of Its Epidemiology And Associated Factors In Population-Based Studies.
British Journal of Anaesthesia, 123(2), e273–e283.
https://doi.org/10.1016/j.bja.2019.03.023
Muhith, A., & Siyoto, S. (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta:
CV Andi Offset.
Mustayah, & Anggraeni, S. D. (2019). Effects of Use of Red Ginger Compress on
Pain in Elderly That Suffer Uric Acid : Case Study. International Conference
of Kerta Cendekia Nursing Academy, 1(1), 42–48.
https://doi.org/10.5281/zenodo.3365497
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Ndruru, Y. (2018). Implementasi Keperawatan Sebagai Wujud Dari Perencanaan
Keperawatan. Osf.Io. Retrieved from https://osf.io/preprints/rp8ue/
Nugroho, W. (2000). Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.
Pertami, S. B., Budiono, & Mustayah. (2018). Pemberdayaan Lansia Melalui
Aktivitas Relaksasi Progresif Untuk Menurunkan Nyeri Kepala Dan Tekanan
Darah Di Panti Werdha Pangesti di Kelurahan Kalirejo Kec. Lawang Kab.
Malang. Jurnal IDAMAN (Induk …, 2(1), 7–12. Retrieved from
http://ojs.poltekkes-malang.ac.id/index.php/idaman/article/view/257

74
Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. (2017). Analisis Lansia di Indonesia.
Jakarta: Kemenkes RI.
Pusdatin Kemenkes RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia 2018. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Putri, M. A., & Krishna. (2021). Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Gout
Arthritis. Buletin Kesehatan …, 5(1), 31–43. Retrieved from https://akper-
pasarrebo.e-journal.id/nurs/article/view/54
Rafika, M. H. (2019). Asuhan Keperawatan Gerontik Gout Arthritis Pada Ny. T
dan Tn. K dengan Masalah Keperawatan Nyeri Kronis di UPT Pelayanan
Sosial Tresna Werdha Jember tahun 2019. Universitas Jember.
Riskesdas. (2018). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Balibatang Kemenkes RI.
Santosa, I. M. E., Jaariah, A., & Arsani, M. (2016). Pengaruh Terapi Kompres
Hangat Dengan Jahe Terhadap Perubahan Intensitas Nyeri Pada Lansia Yang
Menderita Arthritis Reumatoid Di Panti Sosial Tresna Werdha Puspakarma
Mataram. Ilmiah Ilmu Kesehatan, 2(1).
Saulata, H., Barus, J., & Surilena. (2019). Peranan intensitas nyeri terhadap aspek
psikologis penderita nyeri neuromuskuloskeletal kronis non kanker rumah
sakit atma jaya. Callosum Neurology, 2(2), 52–59.
https://doi.org/10.29342/cnj.v2i2.23
Savitri, D. (2021). Cegah Asam Urat dan Hipertensi. Yogyakarta: Penerbit Anak
Hebat Indonesia.
Schlesinger, N. (2019). Management of Acute and Chronic Gouty Arthritis.
Drugs, 64(21), 2399–2416. https://doi.org/10.2165/00003495-200464210-
00003
Seran, R., Bidjuni, H., & Onibala, F. (2016). Hubungan Antara Nyeri Gout
Arthritis Dengan Kemandirian Lansia Di Puskesmas Towuntu Timur
Kecamatan Pasan Kabupaten Minahasa Tenggara. Jurnal Keperawatan
UNSRAT, 4(1), 107451.
SIKI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
Sincihu, Y., & Dewi, B. D. N. (2015). Peningkatan Kemandirian Lansia
Berdasarkan Perbedaan Activities Daily Living: Perawatan Lansia di Rumah
dan di Panti Werda. Proceding Temu Ilmiah: Konsep Mutakhir Tatalaksana
Berbagai Persoalan Medis Dalam Rangka Dies Natalis Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala Ke-33, 17, 190–2011.
Singh, J. A., & Cleveland, J. D. (2019). Gout and Chronic Pain in Older Adults: A
Medicare Claims Study. Clinical Rheumatology.
https://doi.org/10.1007/s10067-019-04526-0
SLKI. (2019). Satandar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan 2.
Jakarta: DPP PPNI.

75
Smith, H. S., & Pilitsis, J. G. (2018). The Art and Science of Palliative Medicine.
In Art And Science Of Palliative Medicine (First). Hongkong: AME
Publishing Company.
Soeroso, J. (2011). Asam Urat. Jakarta: Niaga Swadaya.
Syaiful, Y., & Fatmawati, L. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Ibu Bersalin.
Surabaya: CV Jakad Media Publishing.
Tim Pokja SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1
Cetakan III. Jakarta: DPP PPN.
Winarto. (2018). Tempuyung, Tanaman Penghancur Batu Ginjal. Jakarta: Agro
Media.
Zahroh, C., & Faiza, K. (2018). Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Penurunan
Nyeri Pada Penderita Penyakit Artritis Gout. Jurnal Ners Dan Kebidanan,
5(3), 182–187.

76
Lampiran 1 Lembar Konsultasi

77
Lampiran 2 Hasil Deteksi Plagiasi

78
79
Lampiran 3 Format Pengkajian Asuhan Keperawatan Gerontik

I. Identitas
Nama : Ny. M
Alamat : Jl. Teluk Bayur 2 RT. 01 RW. 07 Pandanwangi, Blimbing Kota
Malang
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 68 Tahun
( ) Middle ( ) Elderly (√) Old ( ) Very Old
Status :
( ) Menikah ( ) Tidak Menikah (√) Janda ( ) Duda
Agama :
(√) Islam ( ) Protestan ( ) Hindu ( ) Katolik ( ) Budha
Suku :
(√) Jawa ( ) Madura ( ) Lain-lain, Sebutkan : -
Tingkat Pendidikan :
( ) Tidak tamat SD (√) Tamat SD ( ) SMP ( ) SMU ( ) PT
( ) Buta Huruf
Sumber Pendapatan :
(1) Ada, Jelaskan :
(2) Tidak, Jelaskan : Ny. M tidak memiliki sumber pendapatan karena tidak
bekerja namun biasanya Ny. M diberi uang oleh anak tiri, keponakan dan
cucu-cucunya hanya untuk sekedar pegangan.
Kepemilikan jaminan kesehatan (Asuransi Kesehatan) : BPJS
Keluarga yang dapat dihubungi :
(1) Ada, Jelaskan : Keluarga yang dapat dihubungi adalah anak tirinya.
(2) Tidak, Jelaskan :
Keluarga/Pihak yang merawat lansia sehari-hari : Ny. M dirawat oleh istri
dari anak tirinya namun tidak tinggal satu rumah dengan Ny. M.
Riwayat Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
II. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Keadaan Umum : Lemah, kooperatif, seringkali memegangi kaki kirinya dan
tampak meringis.
Kesadaran : Composmentis GCS 456.
Keluhan yang dirasakan saat ini :
(1) Nyeri dada 
(2) Pusing 
(3) Batuk 
(4) Panas 
(5) Sesak 
(6) Gatal 

80
(7) Diare 
(8) Nyeri sendi 
(9) Jantung berdebar 
(10) Penglihatan kabur 
P : Nyeri sendi akibat asam urat yang diderita ± 5 tahun dan jatuh 1 tahun yang
lalu saat serangan stroke
Q: Nyeri seperti remuk dan ditusuk-tusuk
R: Lutut bagian kaki kiri
S: Skala 6
T: Nyeri hilang timbul dan terasa semakin memberat ketika bangun pagi dan
saat ditekuk.
Riwayat Kesehatan yang Lalu :
Ny. M mengatakan suka makan kacang-kacangan, rujak, jeroan dan makanan
yang tinggi garam. Ny. M juga mengatakan bahwa memiliki riwayat penyakit
Hipertensi sejak tahun 2013, penyakit asam urat ±5 tahun dan 1 tahun lalu
tekanan darah Ny. M yaitu 220/100 mmHg serta kadar asam uratnya 7,4
mg/dL. Semenjak terjadinya pandemic covid Ny. M tidak pernah
memeriksakan kondisinya ke pelayanan kesehatan karena takut dan selama 1
tahun ini Ny. M tidak minum obat hipertensi (amlodipine 10 mg) dan asam urat
(allopurinol 100 mg) yang diberikan oleh dokter karena Ny. M tidak
mengetahui jika tekanan darahnya naik lagi dan Ny. M takut jika ginjalnya
bermasalah. Ny. M mengalami serangan stroke yang pertama pada tahun 2020
pada saat itu Ny. M sedang menjalankan sholat namun tiba-tiba Ny. M pusing
dan akhirnya terjatuh. Setelah jatuh Ny. M tidak ingat apa-apa dan saat tersadar
tangan kiri dan kaki kirinya tidak bisa digerakkan.

III. Status Fisiologis


Tanda-tanda vital dan status gizi :
(1) Tensi : 170/90 mmHg
(2) Nadi : 80 x/menit
(3) Respirasi : 20 x/menit
(4) Suhu : 36.4 ºC
(5) TB : 150 cm
(6) BB : 42 kg Naik : 0 kg Turun : 0 kg
(7) IMT : 18,7 kg/cm (kategori normal)
2

IV. Pengkajian Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari (ADL)


A. Pola Nutrisi
- Jumlah: Ny. M mengatakan makan 1,5 centong nasi dalam 1x makan.
- Jenis : Ny. M mengatakan makanan yang dimakan yaitu nasi putih
(terkadang nasi jagung), lauk tahu tempe, daging ayam, telur, jeroan, sayur

81
bayam, sawi terkadang juga sayur sop terkadang makan rujak dan kacang
goreng.
- Frekuensi : Ny. M mengatakan makan 3x sehari.
- Kesulitan : Tidak ada kesulitan untuk mengunyah dan menelan namun Ny. M
mengatakan sulit untuk menerapkan diet rendah garam dan menghindari
makan-makanan yang mengandung kacang-kacangan dan tinggi purin.
Suplemen : Tidak ada
B. Pola Cairan
- Jumlah: Ny. M mengatakan minum±6 gelas/hari
- Jenis : Ny. M mengatakan minum air putih dan pagi hari biasanya dibuatkan
teh oleh menantunya.
- Frekuensi : Ny. M mengatakan minum 1 gelas teh setelah mandi sebelum
makan, minum air putih 1 gelas setiap setelah makan dan bangun tidur.
- Kesulitan : Ny. M mengatakan tidak ada kesulitan untuk minum.
- Suplemen : Tidak ada
C. Pola Eliminasi (BAB dan BAK)
BAK :
- Frekuensi : Ny. M mengatakan frekuensi BAK tidak menentu ± 5x/hari
dengan menggunakan diapers. Dalam sehari Ny. M hanya satu kali ganti
diapers dan diapers diganti pada pagi hari saja.
- Karakteristik : Cair berwarna kekuningan.
- Kesulitan : Ny. M mengatakan tidak ada kesulitan untuk BAK dan masih
dapat merasakan sensasi untuk BAK meskipun menggunakan diapers.
BAB :
- Frekuensi : Ny. M mengatakan BAB nya tidak menentu dan dalam sehari
belum tentu BAB, namun Ny. M lebih sering BAB 1x dalam 3 hari.
- Karakteristik : Padat berwarna kuning kecoklatan.
- Kesulitan : Ny. M mengatakan tidak ada kesulitan BAB dan tidak mengalami
konstipasi.
D. Pola Personal Hygiene (Mandi, Keramas, Gosok Gigi, Kebersihan Kuku)
- Mandi : Ny. M mengatakan mandi 1x sehari.
- Keramas : Ny. M mengatakan keramas 2x dalam seminggu.
- Gosok Gigi : Ny. M mengatakan gosok gigi hanya 1x sehari ketika mandi.
- Kebersihan Kuku : Ny. M mengatakan memotong kuku hanya 1x seminggu
dibantu oleh menantunya karena Ny. M tidak bisa melakukan secara mandiri.
Kuku tampak panjang namun bersih.
E. Pola Istirahat Tidur
- Frekuensi: ± 7 jam.
- Kuantitas: Ny. M mengatakan tidur mulai pukul 21.00 WIB dan bangun
pukul 04.00 WIB.
- Kualitas : Ny. M mengatakan tidurnya kurang nyenyak.

82
- Kesulitan : Ny. M mengatakan sulit memulai tidur malam karena kaki kirinya
dibagian lutut terasa nyeri apalagi jika setelah makan-makanan yang terdapat
kandungan kacang-kacangan dan waktu bangun pagi kaki kirinya juga terasa
nyeri.
- Cara mengatasi : Ny.M biasanya memijat area kaki yang nyeri dan
memberikan salonpas pada area yang nyeri kemudian mencoba memulai
untuk tidur.
F. Pola Aktivitas Fisik
- Ny. M mengatakan dalam kesehariannya hanya berdiam diri dikamar karena
tangan bagian kiri tidak bisa digerakkan dan kaki kirinya sulit untuk dibuat
bergerak dan jika ditekuk terasa nyeri. Ny. M juga tidak dapat berjalan karena
kakinya lemah. Ny. M juga mengatakan takut untuk berlatih berjalan karena
takut jika jatuh kembali.

V. Pengkajian Head To Toe


1. Kepala
a. Kebersihan : bersih
b. Kerontokan rambut : tidak
c. Keluhan : ya
d. Jika ada, jelaskan : Ny. M mengatakan kepalanya terasa pusing.
2. Mata
a. Konjungtiva : tidak anemis
b. Sclera : tidak ikterik
c. Strabismus : tidak
d. Penglihatan : kabur
e. Peradangan : tidak
f. Riwayat katarak : tidak
g. Penggunaan kacamata : tidak
h. Keluhan : ya
i. Jika ya, jelaskan: Ny. M mengeluh penglihatannya kabur dan saat
digunakan untuk melihat tulisan kepalanya tiba-tiba pusing.
3. Hidung
a. Bentuk : simetris
b. Peradangan : tidak
c. Penciuman : tidak terganggu
d. Pernafasan cuping hidung : tidak ada
4. Mulut dan tenggorokan
a. Kebersihan : bersih
b. Mukosa : kering
c. Stomatitis : tidak
d. Gigi geligi : karies, tidak ompong
e. Radang gusi : tidak
f. Kesulitan mengunyah: tidak
g. Kesulitan menelan : tidak
5. Telinga
a. Kebersihan : bersih

83
b. Peradangan : tidak
c. Pendengaran : tidak terganggu
d. Jika terganggu, jelaskan : tidak ada
e. Keluhan lain : tidak
f. Jika ya, jelaskan : tidak ada
6. Leher
a. Pembesaran kelenjar thyroid : tidak
b. JVD : tidak
c. Kaku kuduk : tidak
d. Keluhan lain : tidak ada
7. Dada
a. Bentuk dada : normal chest
b. Retraksi` : tidak
c. Wheezing : tidak
d. Ronchi : tidak
e. Suara jantung tambahan : tidak
f. Ictus cordis :-
g. Keluhan lain : tidak ada
8. Abdomen
a. Bentuk : flat
b. Nyeri tekan : tidak
c. Hypersonan/sonan : tidak
d. Supel : ya
e. Bising usus : ada Frekuensi 13 kali/menit
f. Massa : tidak
g. Keluhan lain : tidak ada
9. Genitalia
a. Kebersihan : baik
b. Haemoroid : tidak
c. Hernia : tidak
d. Keluhan lain : tidak ada
10. Ektremitas
a. Kekuatan otot :
5 3
5 4

b. Postur tubuh : kifosis


c. Rentang gerak : terbatas
d. Deformitas : tidak
e. Edema kaki : ya
Pitting edema : tidak
Edema tipe : edema perifer kaki kiri disertai kemerahan
Nyeri tekan : + pada lutut dan terdapat bunyi krepitasi
f. Penggunaan alat bantu : ya, jenis : tongkat
g. Refleks
Area Kanan Kiri
Biceps + -

84
Triceps + -
Knee + +
Achilles + +
Keterangan :
Refleks + : normal
Refleks - : menurun
11. Integument
a. Kebersihan : bersih
b. Warna : tidak pucat
c. Kelembapan : kering
d. Gangguan pada kulit : tidak
e. Perifer : tidak sianosis
12. Pengkajian tingkat keseimbangan dan resiko jatuh/injuri
a. Time Up and Go Test : Tidak dilakukan karena klien tidak dapat berjalan
dan ketika berdiri butuh bantuan.
b. Skala Morse Fall
No. PENGKAJIAN SKALA NILAI
1. Riwayat Riwayat jatuh: apakah lansia pernah jatuh dalam 3 bulan terakhir? Tidak 0 0
Ya 25
2. Diagnosa sekunder: apakah lansia memiliki lebih dari satu penyakit? Tidak 0 15
Ya 15
3. Alat Bantu jalan: - 0
• Bed rest/ dibantu perawat 0
• Kruk/ tongkat/ walker 15
• Berpegangan pada benda-benda di sekitar (kursi, lemari, meja) 30
4. Terapi Intravena: apakah saat ini lansia terpasang infus? Tidak 0 0
Ya 20
5. Gaya berjalan/ cara berpindah: 0 0
• Normal/ bed rest/ immobile (tidak dapat bergerak sendiri
• Lemah (tidak bertenaga) 10
• Gangguan/ tidak normal (pincang/ diseret) 20
6. Status Mental: 15
• Lansia menyadari kondisi dirinya Tidak 0
• Lansia mengalami keterbatasan daya ingat Ya 15
Total 30
Interpretasi Hasil :
25-50 = Risiko rendah (penatalaksanaan intervensi pencegahan jatuh standar)

c. Pengkajian lingkungan rumah :


Lingkungan rumah Ny. M sederhana, lantai dalam rumah tidak licin, kamar
yang ditempati sempit, penerangan kurang, pegangan di kamar mandi tidak
ada, terdapat anak tangga di dekat kamar mandi, kamar mandi jauh dari

85
kamar klien, lantai kamar mandi licin dan berlumut, jalan sedikit
begelombang, jangkauan sumber api jauh, listrik dalam jangkauan, tempat
makan di letakkan di dalam kamar klien dan tidak terdapat alarm. Ny. M
mengatakan pada saat serangan stroke tanggal 8 Agustus 2020 jatuh
dikamar saat sedang melakukan sholat Dhuhur dan tidak ada yang
mengetahui. Ny. N mengatakan keluarga tidak ada yang membawa ke
pelayanan kesehatan karena takut akan kondisi pandemic dan hanya diobati
sendiri.
VI. Pengkajian Psikososial
1. Hubungan dengan orang lain dalam wisma/tetangga
Ny. M mengatakan bahwa kenal dengan para tetangganya dan hubungan
dengan tetangganya juga terjalin baik. Namun, semenjak Ny. M mengalami
serangan stroke dan tidak dapat berjalan keman-mana Ny. M tidak pernah
berinteraksi kembali dengan tetangga dirumahnya kecuali jika ada
tetangganya yang menjenguk ke rumahnya.
2. Kebiasaan lansia berinteraksi ke wisma lainnya dalam panti/tetangga
Ny. M mengatakan tidak pernah berinteraksi ke tetangganya karena Ny. M
tidak dapat berjalan dan Ny. M menghabiskan waktunya sehari-hari dengan
berdiam diri dikamar.
3. Stabilitas emosi
Stabil, jelaskan : ketika mengingat tentang masa lalu raut wajah Ny. M
sedih dan ketika ditanya mengenai kenangan yang indah raut wajah Ny. M
sumringah. Ny. M mengatakan bahwa dirinya merasa tertekan dengan
keadaannya saat ini dan merasa tidak berguna karena selalu merepotkan
orang lain.
VII. Pengkajian Status Kognitif/Afektif (Status Mental)
A. Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)

No Pertanyaan Benar Salah


.
1. Tanggal berapa hari ini? √
2. Hari apa sekarang? √
3. Apa nama tempat ini? √
4. Dimana alamat Anda? √
5. Berapa umur Anda? √
6. Kapan anda lahir? √
7. Siapa presiden Indonesia saat ini? √
8. Siapa presiden Indonesia sebelumnya? √
9. Siapa nama ibu kandung Anda? √
10. Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap angka baru, √
secara menurun.
Jumlah 10 0
Interpretasi :
Salah 0 : Fungsi intelektual utuh

B. Mini-Mental State Exam (MMSE)

86
No. Aspek Kriteria Nilai Nilai
Kognitif Maksimal Klien

87
1 Orientasi Menyebutkan dengan benar 5 5
Tahun :
Musim :
Tanggal :
Hari :
Bulan :
2 Orientasi Dimana sekarang kita berada ? 5 5
Negara :
Provinsi :
Kabupaten/kota :
Panti :
Wisma :
3 Registrasi Sebutkan 3 nama obyek (kalender, tissue, toples), 3 3
kemudian ditanyakan kepada klien, menjawab:
a. Kalender
b. Tissue
c. Toples
4 Perhatian Meminta klien berhitung mundur mulai dari 100 5 5
dan kemudian dikurangi 7 sampai 5 tingkat :
kalkulasi 1. 93
2. 86
3. 79
4. 72
5. 65
5 Mengingat Minta klien untuk mengulangi tiga benda obyek 3 3
pada poin ke 3 (tiap poin nilai 1)
6 Bahasa 5. Menanyakan pada klien tentang 2 benda 9 5
(sambil menunjukkan benda tersebut)
6. Minta klien untuk mengulangi kata : tidak ada,
dan, jika, atau, tetapi
7. Minta klien untuk mengikuti perintah berikut
yang terdiri dari 3 langkah :
5) Ambil kertas dengan tangan Anda
6) Lipat dua
7) Taruh di lantai
8) Perintahkan pada klien untuk hal berikut
“tutup mata Anda buka” (bila sesuai poin
1)
8. Perintahkan kepada klien untuk menulis
kalimat dan menyalin gambar beririsan

Total 26
Interpretasi Hasil :
30-24 : Tidak ada gangguan kognitif

88
C. Skala Depresi Geriatrik (Geriatric Depression Scale)

No Pertanyaan Jawaban
.
1 Apakah anda merasa puas dengan kehidupan sekarang ini? YA TIDAK
2 Apakah anda banyak meninggalkan kegiatan/hoby akhir-akhir ini? YA TIDAK
3 Apakah anda sering merasa kosong/hampa dalam hidup ini? YA TIDAK
4 Apakah anda sering merasa bosan? YA TIDAK
5 Apakah anda dalam semangat/harapan yang baik di masa depan? YA TIDAK
6 Apakah anda mempunyai pikiran jelek yang mengganggu terus- YA TIDAK
menerus?
7 Apakah anda merasa semangat sebagian besar waktu? YA TIDAK
8 Apakah anda berpikir ada hal yang buruk akan menimpa anda? YA TIDAK
9 Apakah anda sering merasa bahagia? YA TIDAK
10 Apakah anda lebih suka tinggal di rumah, ketimbang keluar dan YA TIDAK
melakukan hal-hal baru?
11 Apakah anda merasa tidak mampu berbuat apa-apa? YA TIDAK
12 Apakah anda sering merasa resah dan gelisah? YA TIDAK
13 Apakah anda sering merasa khawatir tentang masa depan? YA TIDAK
14 Apakah anda sering lupa? YA TIDAK
15 Apakah anda merasa kehidupan sekarang ini menyenangkan? YA TIDAK
16 Apakah anda sering merasa sedih dan putus asa? YA TIDAK
17 Apakah anda merasa tidak berharga akhir-akhir ini? YA TIDAK
18 Apakah anda merasa khawatir tentang masa lalu? YA TIDAK
19 Apakah anda merasa hidup ini menggembirakan? YA TIDAK
20 Apakah anda berpikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya dari YA TIDAK
pada anda?
21 Apakah anda sering merasa sulit untuk memulai kegiatan baru? YA TIDAK
22 Apakah anda merasa situasi saat ini tidak ada harapan? YA TIDAK
23 Apakah anda merasa penuh semangat? YA TIDAK
24 Apakah anda sering marah karena hal sepele? YA TIDAK
25 Apakah anda sering merasa ingin menangis? YA TIDAK
26 Apakah anda memiliki kesulitan berkonsentrasi? YA TIDAK
27 Apakah anda merasa senang waktu bangun di pagi hari? YA TIDAK
28 Apakah anda lebih suka untuk menghindari pertemuan sosial? YA TIDAK
29 Apakah hal mudah bagi anda untuk membuat keputusan? YA TIDAK
30 Apakah anda merasa masih tetap mudah dalam memikirkan sasuatu YA TIDAK
seperti dulu?
Total 13
Interpretasi (hitung jawaban yang bercetak tebal)
11-20 : Depresi tingkat ringan (mild depression)

VIII. Pengkajian Status Fungsional


A. Index Barthel

89
Aktivitas Score
Makan 10
0 = Bantua Penuh
5 = Bantuan untuk memotong, mengoles mentega, modifikasi diet
10 = Independen
Mandi 0
0 = Membutuhkan bantuan
5 = Independent (menggunakan shower)
Berdandan 5
0 = Perlu bantuan
5 = Independent (berbedak/menyisir/gosok gigi/mencukur)
Memasang Baju 0
0 = Dengan bantuan
5 = Dengan bantuan 50%
10 = Independent (mengancing baju, restleting)
Buang Hajat (buang air besar) 10
0 = Incontinensia Alvy (menggunakan barium enema)
5 = Kadang tidak tertahan
10 = Dapat mengontrol
Buang Air Kecil 10
0 = Menggunakan kateter
5 = Kadang ngompol
10 = Bisa mengontrol
Ke Toilet 5
0 = Butuh Bantuan Penuh
5 = Butuh Bantuan 50%
10 = Independent (menghidupkan, dressing, menyeka)
Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur 10
0 = Bantuan penuh
5 = Saat berpindah membutuhkan 2 orang untuk membantu
10 = Bantuan minimal 1 orang
15 = Independent
Berjalan di jalan yang datar 0
0 = Immobilisasi
5 = Selalu menggunakan kursi roda
10 = Berjalan dengan bantuan 1 orang
15 = independent (but may use any aid; for example, stick) > 50 yards
Berjalan di tangga 0
0 = Bantuan penuh
5 = Dengan bantuan (verbal, physical, carrying aid)
10 = Independent
Total 40
Interpretasi hasil :
81-36 : bantuan sedang

B. Instrumental Kegiatan Sehari-hari (IADL)

90
Aktivitas Score

91
1) Kemampuan menggunakan telepon Score
a. Mengoperasikan telepon atas inisiatif sendiri; melihat dan menekan 1
tombol untuk menelpon
b. Menelpon beberapa nomor yang dikenal 1
c. Menjawab telepon tapi tidak menelpon 0
d. Tidak menggunakan telepon sama sekali 0
2) Belanja
a. Mengurus semua kebutuhan belanja sendiri 1
b. Belanja sendiri untuk membeli hal-hal kecil 0
c. Perlu ditemani setiap kegiatan belanja 0
d. Tidak bisa berbelanja sama sekali 0
3) Persiapan makan
a. Rencana, mempersiapkan, dan melayani makanan secara mandiri 1
b. Menyiapkan makanan yang cukup jika bahan tersedia 0
c. Memanaskan dan menyajikan makanan atau menyiapkan makanan yang 0
tidak sesuai dengan kebutuhan diet sehari-hari
d. Kebutuhan makan dilayani dan disiapkan 0
4) Rumah tangga
a. Memelihara rumah sendiri atau dengan bantuan sesekali (mis, "pekerjaan 1
berat pembantu rumah tangga”)
b. Melakukan tugas-tugas harian ringan seperti mencuci piring, mengganti 1
alas tempat tidur
c. Melakukan tugas-tugas harian ringan tetapi tidak bersih 1
d. Membutuhkan bantuan untuk semua tugas pemeliharaan rumah 1
e. Tidak bisa berpartisipasi sama sekali 0
5) Mencuci
a. Bisa mencuci sendiri 1
b. Mencuci hal-hal kecil; membilas stoking dll. 1
c. Tidak bisa mencuci sama sekali 0
6) Model Transportasi
a. Menggunakan perjalanan dengan angkutan umum atau mengendarai 1
kendaraan pribadi
b. Mengatur sendiri perjalanan menggunakan taxi tetapi tidak menggunakan 1
angkutan umum
c. Berpergian menggunakan angkutan umum saat dibantu atau ditemani 1
orang lain
d. Hanya menggunakan taxi atau berpergian dengan bantuan orang lain 0
e. Tidak bisa berpergian sama sekali
0
7) Tanggung jawab pengobatan
a. Apakah bertanggung jawab untuk mengambil obat dalam dosis yang 1
benar pada waktu yang tepat
b. Membawa tanggung jawab jika obat adalah dipersiapkan sebelumnya 0
dalam dosis terpisah
c. Apakah tidak mampu meracik sendiri obat 0
8) Kemampuan untuk menangani keuangan
a. Mengatur masalah keuangan independen (anggaran, menulis cek, 1
membayar sewa dan tagihan, pergi ke bank), mengumpulkan dan melacak

92
pendapatan 1
b. Mengatur sehari-hari pembelian, tetapi membutuhkan membantu dengan
perbankan, pembelian besar, dll 0
c. Tidak mampu menangani uang
Total 1
Interpretasi hasil :
0-1 = ketergantungan berat

C. Index Katz

Nama Pasien : Ny. M Tanggal : 15 Juli 2021

MANDI – Spons, Pancuran, atau Bak


Tanpa bantuan
√ Menerima bantuan hanya satu bagian tubuh (misalnya punggung atau kaki)
Menerima bantuan lebih dari satu bagian tubuh (atau tidak bisa mandi
sendiri)
BERPAKAIAN – mengambil pakaian dari lemari dan laci termasuk pakaian bawah, dan
mengancing baju (termasuk ikat pinggang, jika memakai)
Mengambil pakaian dan memakai secara lengkap tanpa bantuan
Mengambil pakaian dan memakai secara lengkap tanpa bantuan kecuali bantuan
mengikat tali sepatu
√ Menerima bantuan mengambil pakaian dan memakai pakaian atau sebagian dipakaikan
dan tidak bisa memakai sama sekali
ELIMINASI – pergi ke toilet untuk BAK atau BAB, membersihkan diri setelah eliminasi dan
merapikan pakaian
Pergi ke toilet, membersihkan diri, merapikan baju tanpa bantuan (mungkin
menggunakan benda atau dukungan seperti tongkat, walker, kursi roda, mengatur
lampu tidur atau lemari pakaian yang berlaci, eliminasi pada pagi hari)
Menerima bantuan pergi ke toilet atau membersihkan diri atau merapikan pakaian
setelah eliminasi atau menggunakan lampu tidur atau lemari pakaian berlaci
√ Tidak dapat pergi ke toilet untuk eliminasi
BERPINDAH
Berpindah naik dan turun dari tempat tidur dengan baik dan berdiri dari kursi tanpa
bantuan (mungkin menggunakan benda untuk membantu seperti tongkat atau walker)
√ Berpindah naik dan turun dari tempat tidur dengan baik dan berdiri dari
kursi dengan bantuan
Tidak dapat bangun dari tempat tidur
PENGAWASAN DIRI
√ Mengontrol BAK dan BAB secara mandiri
Terkadang tidak dapat mengontrol BAK dan BAB
Diawasi dalam mengontrol BAK dan BAB, kateter jika menggunakan atau
Inkontinensia
MAKAN
√ Makan sendiri tanpa bantuan
Makan sendiri kecuali dibantu dalam memotong makanan atau mengoles
mentega di roti
Menerima bantuan dalam makan atau makan sebagian atau makan

93
seluruhnya menggunakan NGT atau cairan infus intra vena
SCORE = 2
Skoring:
Indeks kemandirian Kegiatan Sehari-hari berdasarkan evaluasi kemandirian fungsional atau
ketergantungan pasien dalam mandi, berpakaian, toileting, berpindah, BAB/BAK, dan makan.
Definisi khusus kemandirian fungsional dan ketergantungan sebagai berikut:
A : Mandiri, untuk 6 fungsi
B : Mandiri, untuk 5 fungsi
C : Mandiri, kecuali untuk mandi dan 1 fungsi lain.(2 fungsi trganggu)
D : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian dan 1 fungsi lain (3 fungsi tergaggu)
E : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian, pergi ke toilet dan 1 fungsi lain (4 fungsi)
F : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian, pergi ke toilet dan 2 fungsi lain (5 fungsi)
G : Tergantung untuk 6 fungsi.

B. Analisa Data

DATA MASALAH DIAGNOSA


PENYEBAB
(Tanda mayor & minor) KEPERAWATAN KEPERAWATAN
DS : Kondisi Nyeri Kronis Nyeri kronis b/d kondisi
- Ny. M mengeluh nyeri Muskuloskletal muskuloskletal kronis d.d
pada lutut bagian kirinya. Kronis klien mengeluh nyeri,
P: Nyeri sendi akibat asam urat skala 6, klien takut
yang diderita ± 5 tahun dan jatuh mengalami cidera
1 tahun yang lalu saat serangan berulang, klien merasa
stroke tertekan dengan
Q: Nyeri seperti remuk dan kondisinya, tampak
ditusuk-tusuk meringis dan memegangi
R: Lutut bagian kaki kiri area lutut, sulit tidur, TD
S: Skala 6 170/90 mmHg, N :
T: Nyeri hilang timbul dan terasa 88x/menit, RR :
semakin memberat ketika bangun 20x/menit, S : 36,4 ºC.
pagi dan saat ditekuk. (D.0076)
- Ny. M mengatakan takut
untuk berlatih berjalan
karena takut jika jatuh
kembali.
- Ny. M mengatakan bahwa
dirinya merasa tertekan
dengan keadaannya saat
ini dan merasa tidak
berguna karena selalu
merepotkan orang lain.
DO :
- Klien tampak meringis
- Tidak dapat melakukan
aktivitas sehari-hari
- Selalu memegangi area
yang nyeri (lutut)

94
- Sulit tidur
- Tensi : 170/90 mmHg
- Nadi : 88 x/menit
- Respirasi: 20 x/menit
- Suhu : 36.4 ºC
DS : Kerusakan Gangguan Mobilitas Gangguan mobilitas fisik
- Ny. M mengeluh tangan integritas struktur Fisik b/d kerusakan integritas
bagian kiri tidak bisa tulang struktur tulang d.d klien
digerakkan dan kaki mengeluh kaki dan
kirinya sulit untuk dibuat tangan kirinya sulit
bergerak dan jika ditekuk digerakkan, klien takut
kakinya terasa nyeri. untuk berjalan karena
- Ny. M mengatakan takut takut jatuh kembali,
untuk berlatih berjalan kekutan otot menurun,
karena takut jika jatuh rentang gerak terbatas,
kembali. tampak lemah, edema
DO : perifer kaki kiri dan
- Kekuatan otot menurun kemerahan dan nyeri
5 3 tekan pada lutut dan
bunyi krepitasi. (D.0054)
5 4
- Rentang gerak terbatas
- Tampak lemah
- Edema perifer kaki kiri
dan kemerahan
- Nyeri tekan pada lutut dan
bunyi krepitasi
- Pengkajian fungsional
dengan Index barthel
didaptkan skor 40 yang
artinya membutuhkan
bantuan sedang
- Pengkajian IADL
didpatkan skor 1 yang
artinya ketergantungan
berat
- Pengkajian Index Katz
didapatkan skor 2 yang
artinya mandiri, kecuali
untuk mandi, bepakaian,
pergi ke toilet dan 1 fungsi
lain (4 fungsi)
DS : Lingkungan tidak Risiko Jatuh Risiko jatuh dibuktikan
- Ny. M mengatakan pada aman dengan faktor risiko
saat serangan stroke lingkungan tidak aman.
tanggal 8 Agustus 2020 (D.0143)
jatuh dikamar saat sedang
melakukan sholat Dhuhur

95
dan tidak ada yang
mengetahui. Ny. N
mengatakan keluarga tidak
ada yang membawa ke
pelayanan kesehatan
karena takut akan kondisi
pandemic dan hanya
diobati sendiri.
- Ny. M mengeluh
penglihatannya kabur
DO :
- Usia 68 tahun
- Kamar yang ditempati
sempit, penerangan
kurang, pegangan di kamar
mandi tidak ada, terdapat
anak tangga di dekat
kamar mandi, kamar
mandi jauh dari kamar
klien, lantai kamar mandi
licin dan berlumut dan
jalan sedikit begelombang.
- Tidak dapat berjalan
- Kekuatan otot menurun
- Riwayat hipertensi
- Hasil skala Morse Fall
didapatkan skor 30 yang
artinya risiko jatuh rendah
- Pengukuran depresi
dengan menggunakan
GDS didapatkan skor 13
yang artinya depresi
tingkat ringan
DS : Ketidakefektifan Manajemen Manajemen kesehatan
- Ny. M mengatakan sulit pola perawatan Kesehatan Tidak tidak efektif b/d
untuk menerapkan diet kesehatan keluarga Efektif ketidakefektifan pola
rendah garam dan perawatan kesehatan
menghindari makan- keluarga d.d klien
makanan yang mengataakn sulit untuk
mengandung kacang- menerapkan diet rendah
kacangan dan tinggi purin. garam dan diet rendah
DO : purin, klien gagal
- Klien suka makan- mengurangi faktor risiko
makanan yang tinggi dan gagal menerapkan
garam dan makanan yang program
mengandung tinggi purin. perawatan/pengobatan
- Klien selama 1 tahun tidak yang dianjurkan.
memeriksakan kondisinya (D.0116)

96
ke pelayanan kesehatan
- Klien tidak pernah minum
obat yang diberikan oleh
dokter
- Keluarga juga tidak
membawa klien untuk
pergi berobat ke pelayanan
kesehatan

Prioritas Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri kronis b/d kondisi muskuloskletal kronis d.d klien mengeluh nyeri, skala 6,
klien takut mengalami cidera berulang, klien merasa tertekan dengan kondisinya,
tampak meringis dan memegangi area lutut, sulit tidur, TD 170/90 mmHg, N :
88x/menit, RR : 20x/menit, S : 36,4 ºC. (D.0076)
2. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan integritas struktur tulang d.d klien
mengeluh kaki dan tangan kirinya sulit digerakkan, klien takut untuk berjalan
karena takut jatuh kembali, kekutan otot menurun, rentang gerak terbatas, tampak
lemah, edema perifer kaki kiri dan kemerahan dan nyeri tekan pada lutut dan
bunyi krepitasi. (D.0054)
3. Risiko jatuh dibuktikan dengan faktor risiko lingkungan tidak aman. (D.0143)
4. Manajemen kesehatan tidak efektif b/d ketidakefektifan pola perawatan kesehatan
keluarga d.d klien mengatakan sulit untuk menerapkan diet rendah garam dan diet
rendah purin, klien gagal mengurangi faktor risiko dan gagal menerapkan
program perawatan/pengobatan yang dianjurkan. (D.0116)

97
C. Rencana Intervensi, Luaran, Implementasi dan Evaluasi

Diagnosa
No LUARAN INTERVENSI Hari/ Tgl Implementasi Hari/ Tgl Evaluasi
Keperawatan
1. Nyeri kronis Setelah dilakukan Manajemen Nyeri Kamis/15 1. Mengidentifikasi Kamis/15 S:
b/d kondisi intervensi 5x24 jam (I.08238) Juli 2021 nyeri dengan Juli 2021 Klien mengatakan
muskuloskletal “Tingkat Nyeri Observasi menggunakan : masih merasakan nyeri
kronis. (L.12104)” menurun 1. Identifikasi P: Nyeri sendi akibat asam di kaki kirinya terutama
(D.0076) dengan kriteria hasil : lokasi, urat yang diderita ± 5 tahun bagian lutut.
1. Keluhan nyeri karakteristik, dan jatuh 1 tahun yang lalu O:
menurun (5) durasi, frekuensi, Q: Nyeri seperti remuk dan Keadaan umum cukup,
2. Meringis kualitas dan ditusuk-tusuk kesadaran
menurun (5) intensitas nyeri. R: Lutut bagian kaki kiri composmentis GCS
3. Kesulitan tidur 2. Identifikasi skala T: Nyeri hilang timbul dan 456, pasien dapat
menurun (5) nyeri terasa semakin memberat mempraktikkan ulang
4. Perasaan 3. Identifikasi ketika bangun pagi dan saat manajemen nyeri yang
depresi faktor yang ditekuk. telah diajarkan, skala
(tertekan) memperberat dan 2. Mengidentifikasi nyeri 6.
menurun (5) memperingan skala nyeri : 6 1. Keluhan nyeri
5. Frekuensi nadi nyeri 3. Mengidentifikasi sedang (3)
membaik (5) Terapeutik faktor yang 2. Meringis sedang
6. Tekanan darah 4. Berikan teknik memperberat nyeri (3)
membaik (5) nonfarmakologis adalah ketika bangun 3. Kesulitan tidur
untuk pagi, kaki di tekuk sedang (3)
mengurangi rasa dan memperingan 4. Perasaan depresi
nyeri nyeri saat istirahat (tertekan)
Edukasi kaki diluruskan dan sedang (3)
5. Jelaskan diberi salonpas 5. Frekuensi nadi

98
penyebab, 4. Memberikan teknik sedang (3) (N:
periode dan non farmakologis 88x/menit)
pemicu nyeri untuk mengurangi 6. Tekanan darah
6. Jelaskan strategi rasa nyeri yaitu sedang (3)
meredakan nyeri dengan teknik (170/90 mmHg)
relaksasi nafas dalam. A:
5. Menjelaskan Masalah tingkat nyeri
penyebab, periode dan 1,2,3,4,5,6,7 belum
pemicu nyeri yaitu teratasi
akibat dari asam urat P:
yang dideritanya Lanjutkan intervensi
6. Menjelaskan srategi manajemen nyeri nomor
meredakan nyeri dan 1,2,4,6
menginformasikan
pada keluarga untuk
berpartisipasi dalam
meredakan nyeri pada
klien
Catatan Perkembangan Jum’at/16 1. Mengidentifikasi Jum’at/16 S:
Juli 2021 nyeri (klien Juli 2021 - Klien
mengatakan nyerinya mengatakan
masih ada) nyeri di lututnya
2. Mengidentifikasi sekarang
skala nyeri : 6 berkurang dari
3. Memberikan teknik sebelum
non farmakologis diberikan
untuk mengurangi kompres hangat
rasa nyeri yaitu jahe merah dan

99
dengan teknik pasien
relaksasi nafas dalam mengatakan
dan kompres hangat senang diajari
dengan jahe merah. cara meredakan
4. Menjelaskan srategi nyeri tanpa obat-
meredakan nyeri obatan yang
dengan menggunakan diminum karena
kompres hangat jahe klien tidak suka
merah. Langkah minum obat.
pertama menyiapkan O:
bahan dan alat yaitu Keadaan umum cukup,
jahe 3-5 rimpang, air kesadaran
hangat dengan suhu composmentis GCS
40ºC dan washlap. 456, skala nyeri 5
Kedua, jahe dicuci 1. Keluhan nyeri
bersih kemudian jahe sedang (3)
diparut. Ketiga 2. Meringis cukup
memasukkan jahe menurun (4)
yang sudah diparut 3. Kesulitan tidur
kedalam washlap dan sedang (3)
celupkan jahe ke 4. Perasaan depresi
dalam air panas (tertekan) cukup
dengan suhu 40ºC. menurun (4)
Kemudian, diperas 5. Frekuensi nadi
lalu mengompres pada sedang (3) (N:
area kaki yang 82x/menit)
mengalami nyeri 6. Tekanan darah
selama 15 menit dan sedang (3)

100
dilakukan 1-2 x/hari. (160/90 mmHg)
A:
Masalah tingkat nyeri
1,2,3,4,5,6,7 belum
teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
manajemen nyeri nomor
1,2,4,6
Catatan Perkembangan Sabtu/17 1. Mengidentifikasi Sabtu/17 S:
Juli 2021 nyeri Juli 2021 - Klien
2. Mengidentifikasi mengatakan
skala nyeri : 5 bahwa nyeri
3. Memberikan teknik dilututnya
non farmakologis semakin
untuk mengurangi berkurang
rasa nyeri yaitu namun masih
dengan teknik terasa jika
relaksasi nafas dalam ditekuk
dan kompres hangat - Klien
jahe merah. mengatakan
4. Mengevaluasi ulang bahwa
srategi meredakan melakukan
nyeri dengan kompres hangat
menggunakan jahe merah
kompres hangat jahe secara mandiri
merah yang telah O:
diajarkan. Keadaan umum baik,

101
kesadaran
composmentis GCS
456, skala nyeri 4
1. Keluhan nyeri
cukup menurun
(4)
2. Meringis
menurun (5)
3. Kesulitan tidur
cukup menurun
(4)
4. Perasaan depresi
(tertekan)
menurun (5)
5. Frekuensi nadi
cukup membaik
(4) (N:
82x/menit)
6. Tekanan darah
cukup membaik
(4) (160/80
mmHg)
A:
Masalah tingkat nyeri
teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi
manajemen nyeri

102
Catatan Perkembangan Senin/19 1. Mengidentifikasi Senin/19 S:
Juli 2021 nyeri Juli 2021 - Klien
2. Mengidentifikasi mengatakan
skala nyeri : 3 bahwa nyerinya
3. Memberikan teknik terus berkurang
non farmakologis dan tidak terasa
untuk mengurangi nyeri lagi ketika
rasa nyeri yaitu malam hari dan
dengan teknik bangun pagi
relaksasi nafas dalam namun masih
dan kompres hangat terasa sedikit
jahe merah. nyeri pada
4. Mengevaluasi ulang lututnya saat
srategi meredakan digunakan untuk
nyeri dengan berdiri
menggunakan - Klien
kompres hangat jahe mengatakan
merah yang telah bahwa tetap
diajarkan. rutin melakukan
kompres hangat
jahe merah yang
diajarkan
- Klien
mengatakan
sekarang tidak
sulit tidur karena
tidak merasakan
nyeri ketika

103
hendak tidur
O:
Keadaan umum baik,
kesadaran
composmentis GCS
456, skala nyeri 2
1. Keluhan nyeri
cukup menurun
(4)
2. Meringis
menurun (5)
3. Kesulitan tidur
menurun (5)
4. Perasaan depresi
(tertekan) cukup
menurun (4)
5. Nadi cukup
membaik (4) (N:
84x/menit)
6. Tekanan darah
cukup membaik
(4) (160/70
mmHg)
A:
Masalah tingkat nyeri
teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi

104
manajemen nyeri
Catatan Perkembangan Rabu/21 1. Mengidentifikasi Rabu/21 S:
Juli 2021 nyeri Juli 2021 - Klien
2. Mengidentifikasi mengatakan
skala nyeri : 3 bahwa nyerinya
3. Memberikan teknik timbul saat
non farmakologis digunakan untuk
untuk mengurangi berdiri saja
rasa nyeri yaitu namun hanya
dengan teknik terasa sedikit
relaksasi nafas dalam dan saat ditekuk
dan kompres hangat tidak terasa
jahe merah. nyeri lagi
4. Mengevaluasi ulang O:
srategi meredakan Keadaan umum baik,
nyeri dengan kesadaran
menggunakan composmentis GCS
kompres hangat jahe 456, skala nyeri 2
merah yang telah 1. Keluhan nyeri
diajarkan. cukup menurun
(4)
2. Meringis
menurun (5)
3. Kesulitan tidur
menurun (5)
4. Perasaan depresi
(tertekan)
menurun (5)

105
5. Frekuensi nadi
membaik (4) (N:
80x/menit)
6. Tekanan darah
cukup membaik
(4) (150/80
mmHg)
A:
Masalah tingkat nyeri
teratasi sebagian
P:
Follow up dengan
mengobservasi keluhan
dan TTV, serta
menjelaskan ulang
kepada keluarga agar
membantu klien
menyiapkan alat dan
bahan untuk meredakan
nyeri

No Diagnosa LUARAN INTERVENSI Hari/ Tgl Implementasi Hari/ Tgl Evaluasi

106
Keperawatan
2. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi Kamis/15 1. Mengidentifikasi Kamis/15 S:
mobilitas fisik intervensi 5x24 jam (I.06171) Juli 2021 adanya nyeri atau Juli 2021 - Klien
b/d kerusakan “Mobilitas Fisik keluhan fisik lainnya mengatakan
integritas (L.05042)” meningkat Observasi (klien mengatakan tangan kiri dan
struktur tulang dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi kaki kirinya masih kaki kirinya
(D.0054) 1. Pergerakan adanya nyeri atau terasa nyeri jika masih terasa
ekstremitas keluhan fisik ditekuk dan kakinya lemah
meningkat (5) lainnya terasa lemah) O:
2. Kekuatan otot 2. Identifikasi 2. Mengidentifikasi Keadaan umum cukup,
meningkat (5) toleransi fisik toleransi fisik kesadaran
3. Rentang gerak melakukan melakukan pergerakan composmentis GCS
meningkat (5) pergerakan 3. Memonitor frekuensi 456, TD : 170/90
4. Kelemahan fisik 3. Monitor jantung dan tekanan mmHg, N: 88x/menit
menurun (5) frekuensi jantung darah sebelum 1. Pergerakan
dan tekanan memulai mobilisasi ekstremitas
darah sebelum (TD: 170/90 mmHg) sedang (3)
memulai 4. Memonitor kondisi 2. Kekuatan otot
mobilisasi umum selama sedang (3)
4. Monitor kondisi melakukan mobilisasi 3. Rentang gerak
umum selama 5. Menjelaskan tujuan sedang (3)
melakukan dan prosedur 4. Kelemahan fisik
mobilisasi mobilisasi (tujuan sedang (3)
Terapeutik mobilisasi untuk A:
5. Fasilitasi mengurangi sendi Masalah mobilitas fisik
melakukan kaku dan 1,2,3,4 belum teratasi
mobilisasi meningkatkan P:
dengan alat bantu kekuatan otot) Lanjutkan intervensi

107
6. Libatkan 6. Melakukan ROM dukungan mobilisasi
keluarga untuk pasif pada tangan kiri nomor 1,3,4,5,6,9
membantu pasien klien yang mengalami
dalam hemiparese dengan
meningkatkan cara pertama,
pergerakan memfleksikan
Edukasi pergelangan tangan ke
7. Jelaskan tujuan atas selama 10 detik
dan prosedur dan ke bawah selama
mobilisasi 10 detik. Kedua,
8. Anjurkan latihan jari dengan
melakukan cara membuka telapak
mobilisasi dini tangan kemudian buka
9. Ajarkan jari tangan klien dan
mobilisasi luruskan jari-jari
sederhana yang tangan klien selama
harus dilakukan 10 detik. Ketiga,
latihan siku dengan
cara luruskan siku
selama 10 detik dan
kemudian tekuk siku
ke atas dan kebawah
90 derajat selama 10
detik.
7. Melatih ROM pasif
pada kaki sebelah kiri
dengan cara, kaki
dilurukan kemudian

108
diangkat 15 derajat
selama 10 detik, kaki
ditekuk kedalam
selama 10 detik, kaki
diluruskan kembali
dan diangkat ke atas
45 derajat selama 10
detik, kaki di tekuk 90
derajat selama 10
detik dan pada tetap
pada posisi 90 derajat
kaki di arahkan
kedalam dan keluar
masing-masing
selama 10 detik
8. Mengajarkan terapi
relaksasi otot
progresif
9. Mengajarkan kepada
keluarga agar
berpartisipasi dalam
latihan pergerakan
pada klien
Catatan Perkembangan Jum’at/16 1. Mengidentifikasi Jum’at/16 S :
Juli 2021 adanya nyeri atau Juli 2021 - Klien
keluhan fisik lainnya mengatakan
(klien mengatakan melakukan
kaki kirinya masih latihan tangan,

109
terasa nyeri jika siku dan kaki
ditekuk) yang diajarkan
2. Memonitor frekuensi - Klien juga
jantung dan tekanan mengatakan
darah sebelum bahwa semangat
memulai mobilisasi melakukan
(TD: 160/80 mmHg) latihan yang
3. Memonitor kondisi diajarkan agar
umum selama segera cepat
melakukan mobilisasi pulih
4. Melakukan ROM O:
pasif pada tangan kiri Keadaan umum cukup,
klien yang mengalami kesadaran
hemiparese dengan composmentis GCS
cara pertama, 456, TD : 160/90
memfleksikan mmHg, N : 82x/menit
pergelangan tangan ke 1. Pergerakan
atas selama 10 detik ekstremitas
dan ke bawah selama sedang (3)
10 detik. Kedua, 2. Kekuatan otot
latihan jari dengan sedang (3)
cara membuka telapak 3. Rentang gerak
tangan kemudian buka sedang (3)
jari tangan klien dan 4. Kelemahan fisik
luruskan jari-jari cukup
tangan klien selama meningkat (4)
10 detik. Ketiga, A:
latihan siku dengan Masalah mobilitas fisik

110
cara luruskan siku 1,2,3,4 belum teratasi
selama 10 detik dan P:
kemudian tekuk siku Lanjutkan intervensi
ke atas dan kebawah dukungan mobilisasi
90 derajat selama 10
detik.
5. Melatih ROM pasif
pada kaki sebelah kiri
dengan cara, kaki
dilurukan kemudian
diangkat 15 derajat
selama 10 detik, kaki
ditekuk kedalam
selama 10 detik, kaki
diluruskan kembali
dan diangkat ke atas
45 derajat selama 10
detik, kaki di tekuk 90
derajat selama 10
detik dan pada tetap
pada posisi 90 derajat
kaki di arahkan
kedalam dan keluar
masing-masing
selama 10 detik
6. Mengajarkan terapi
relaksasi otot
progresif

111
Catatan Perkembangan Sabtu/17 1. Mengidentifikasi Sabtu/17 S:
Juli 2021 adanya nyeri atau Juli 2021 - Klien
keluhan fisik lainnya mengatakan
(klien mengatakan kakinya sudah
nyeri pada kaki tidak terasa
kirinya sudah mulai lemah namun
berkurang saat di tangan kirinya
tekuk) masih lemah
2. Memonitor frekuensi O:
jantung dan tekanan Keadaan umum baik,
darah sebelum kesadaran
memulai mobilisasi composmentis GCS
(TD: 160/80 mmHg) 456, TD 160/80 mmHg,
3. Memonitor kondisi N : 82x/menit
umum selama 1. Pergerakan
melakukan mobilisasi ekstremitas
4. Melakukan ROM cukup
pasif pada tangan kiri meningkat (4)
klien yang mengalami 2. Kekuatan otot
hemiparese dengan cukup
cara pertama, meningkat (4)
memfleksikan 5 3
pergelangan tangan ke 5 5
atas selama 10 detik 3. Rentang gerak
dan ke bawah selama cukup
10 detik. Kedua, meningkat (4)
latihan jari dengan 4. Kelemahan fisik
cara membuka telapak cukup menurun

112
tangan kemudian buka (4)
jari tangan klien dan A:
luruskan jari-jari Masalah mobilitas fisik
tangan klien selama 1,2,3,4 teratasi sebagian
10 detik. Ketiga, P:
latihan siku dengan Lanjutkan intervensi
cara luruskan siku dukungan mobilisasi
selama 10 detik dan
kemudian tekuk siku
ke atas dan kebawah
90 derajat selama 10
detik.
5. Melatih ROM pasif
pada kaki sebelah kiri
dengan cara, kaki
dilurukan kemudian
diangkat 15 derajat
selama 10 detik, kaki
ditekuk kedalam
selama 10 detik, kaki
diluruskan kembali
dan diangkat ke atas
45 derajat selama 10
detik, kaki di tekuk 90
derajat selama 10
detik dan pada tetap
pada posisi 90 derajat
kaki di arahkan

113
kedalam dan keluar
masing-masing
selama 10 detik
6. Mengajarkan terapi
relaksasi otot
progresif
Senin/19 1. Mengidentifikasi Senin/19 S:
Juli 2021 adanya nyeri atau Juli 2021 - Klien
keluhan fisik lainnya mengatakan
(klien mengatakan senang sudah
nyeri saat ditekuk bisa berpindah
tidak ada) dari tempat tidur
2. Memonitor frekuensi ke kursi dengan
jantung dan tekanan cara
darah sebelum berpegangan
memulai mobilisasi pada benda
(TD: 160/70 mmHg) O:
3. Memonitor kondisi Keadaan umum baik,
umum selama kesadaran
melakukan mobilisasi composmentis GCS
4. Mengajarkan 456, TD 160/70 mmHg,
mobilisasi sederhana N 84x/menit
dengan cara dari 1. Pergerakan
duduk di tempat tidur ekstremitas
berpindah ke kursi cukup
dengan berpegangan meningkat (4)
pada benda 2. Kekuatan otot
5. Mengajarkan terapi cukup

114
relaksasi otot meningkat (4)
progresif 5 3
5 5
3. Rentang gerak
cukup
meningkat (4)
4. Kelemahan fisik
cukup menurun
(4)
A:
Masalah mobilitas fisik
teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi
dukungan mobilisasi
Rabu/21 1. Mengidentifikasi Rabu/21 S:
Juli 2021 adanya nyeri atau Juli 2021 - Klien
keluhan fisik lainnya mengatakan
(klien mengatakan masih takut jika
nyeri saat ditekuk latihan sendiri
tidak ada, namun saat dari duduk ke
digunakan berdiri berdiri
hanya terasa sedikit) - Klien juga
2. Memonitor frekuensi mengatakan
jantung dan tekanan setelah latihan
darah sebelum berdiri kemudia
memulai mobilisasi diberikan latihan
(TD: 150/80 mmHg) teknik relaksasi

115
3. Memonitor kondisi otot progresif
umum selama merasa rileks
melakukan mobilisasi O:
4. Memfasilitasi Keadaan umum baik,
melakukan mobilisasi kesadaran
dengan alat bantu composmentis GCS
5. Mengajarkan 456, TD 150/80 mmHg,
mobilisasi sederhana N 80x/menit
yang harus dilakukan 1. Pergerakan
dari posisi duduk ke ekstremitas
posisi berdiri dengan cukup
berpegangan pada meningkat (4)
almari dan bertahan 2. Kekuatan otot
selama 2 menit. cukup
6. Mengajarkan terapi meningkat (4)
relaksasi otot 5 3
progresif 5 5
3. Rentang gerak
cukup
meningkat (4)
4. Kelemahan fisik
cukup menurun
(4)
A:
Masalah mobilitas fisik
teratasi sebagian
P:
Follow up dengan

116
mengobservasi keluhan,
TTV dan menganjurkan
keluarga untuk tetap
mendampingi klien
serta berpartisipasi aktif
dalam melatih
mobilisasi pada klien

Diagnosa Hari/
No LUARAN INTERVENSI Hari/ Tgl Implementasi Evaluasi
Keperawatan Tgl
3. Risiko jatuh Setelah dilakukan Manajemen Kamis/15 1. Mengidentifikasi Kamis/ S:
dibuktikan intervensi 1x24 jam Keselamatan Juli 2021 kebutuhan 15 Juli - Klien
dengan faktor “Tingkat Jatuh Lingkungan (I.14513) keselamatan 2021 menjelaskan
risiko (L.14138)” menurun Observasi 2. Memodifikasi tempat tempat
lingkungan dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi lingkungan untuk yang berbahaya
tidak aman. 1. Jatuh dari kebutuhan meminimalkan bahaya yang dapat
(D.0143) tempat tidur keselamatan dan risiko dengan menyebabkan
menurun (5) Teraputik menganjurkan jatuh
2. Jatuh saat 2. Modifikasi mengganti lampu - Klien juga
berdiri menurun lingkungan yang lebih terang, mengatakan
(5) untuk menyediakan bahwa setelah
3. Jatuh saat meminimalkan pegangan, riwayat jatuh 1
duduk menurun bahaya dan membersihkan area tahun lalu
(5) risiko kamar mandi yang sekarang tidak
Edukasi berlumut dan pernah jatuh lagi
3. Ajarkan individu, mendekatkan alat-alat - Keluarga
keluarga dan yag dibutuhkan klien mengatakan

117
kelompok risiko 3. Mengajarkan klien, memahami
tinggi bahaya anak klien dan mengenai
lingkungan keponakan klien manajemen
risiko jatuh bahaya kesehatan
lingkungan dan lingkungan
manajemen O:
keselamatan Keadaan umum cukup,
lingkungan kesadaran
composmentis GCS
456, pasien dapat
menyebutkan ulang apa
yang diajarkan
1. Jatuh dari
tempat tidur
menurun (5)
2. Jatuh saat berdiri
menurun (5)
3. Jatuh saat duduk
menurun (5)
A:
Masalah tingkat jatuh
teratasi
P:
Follow up kondisi klien

118
N Diagnosa Hari/ Hari/
LUARAN INTERVENSI Implementasi Evaluasi
o Keperawatan Tgl Tgl
4. Manajemen Setelah dilakukan Pelibatan Keluarga Kamis/ 1. Mengidentifikasi Kamis/ S:
kesehatan tidak intervensi 1x24 jam (I.14513) 15 Juli kesiapan keluarga 15 Juli - Klien
efektif b/d “Manajemen Observasi 2021 untuk terlibat dalam 2021 mengatakan mau
ketidakefektifa Kesehatan Lingkungan 1. Identifikasi perawatan meminum obat
n pola (L.12104)” meningkat kesiapan 2. Menciptakan demi
perawatan dengan kriteria hasil : keluarga untuk lingkungan terapeutik kesembuhannya
kesehatan 1. Melakukan terlibat dalam pasien dengan dan akan
keluarga tindakan untuk perawatan keluarga dalam mengurangi
(D.0116) mengurangi Terapeutik perawatan makanan yang
faktor risiko 2. Ciptakan 3. Mejelaskan kondisi mengandung
meningkat (5) lingkungan pasien kepada kacang-kacangan
2. Menerapkan terapeutik keluarga - Keluarga
program pasien dengan 4. Menginformasikan mengatakan akan
perawatan keluarga dalam tingkat memotivasi Ny.
meningkat (5) perawatan ketergantungan M dan akan
3. Verbalisasi Edukasi pasien kepada terlibat dalam
kesulitan dalam 3. Jelaskan kondisi keluarga perawatan Ny. M
menjalani pasien kepada 5. Menganjurkan O:
program keluarga kepada keluarga Keadaan umum cukup,
perawatan/pengo 4. Informasikan terlibat dalam kesadaran composmentis
batan menurun tingkat perawatan GCS 456
(5) ketergantungan 1. Melakukan
pasien kepada tindakan untuk
keluarga mengurangi
5. Anjurkan faktor risiko
kepada keluarga meningkat (5)

119
terlibat dalam 2. Menerapkan
perawatan program
perawatan
meningkat (5)
3. Verbalisasi
kesulitan dalam
menjalani
program
perawatan/pengo
batan menurun
(5)
A:
Masalah manajemen
kesehatan teratasi
P:
Follow up kondisi klien

120
Lampiran 4 Foto Dokumentasi

121

Anda mungkin juga menyukai