Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Covid-19


2.1.1 Definisi Covid-19
Virus corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2
(sars-cov-2) adalah virus yang menyerang system pernapasan. Penyakit
karena infeksi virus ini disebut covid-19. Virus corona bisa menyebabkan
gangguan ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru yang berat, hingga
kematian (m. Cristy pane, 2020).
Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (sars-cov-2) yang
lebih dikenal dengan virus corona jenis baru yang menular ke manusia. Virus
ini bisa menyerang siapa saja, seperti lansia, orang dewasa, anak-anak, dan
bayi, termasuk ibu hamil dan ibu menyusui (M. Cristy Pane, 2020).
Coronavirus adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi sistem
pernapasan. Pada banyak kasus, virus ini hanya menyebabkan infeksi
pernapasan, seperti flu. Namun, virus ini juga bisa menyebabkan infeksi
pernapasan berat, seperti infeksi paru-paru (pneumonia) (M. Cristy Pane,
2020).

2.1.2 Manifestasi Klinis Covid-19


Gejala awal infeksi virus corona atau covid-19 bisa menyerupai gejala
flu, yaitu demam, pilek, batuk kering, sakit tenggorokan, dan sakit kepala.
Setelah itu gejala dapat hilang dan sembuh atau malah memberat. Secara
umum, ada 3 gejala yang bisa menandakan seseorang terinfeksi covid-19,
yaitu:

9
10

1. Demam
2. Batuk kering
3. Sesak napas
Ada beberapa gejala lain yang juga bisa muncul pada infeksi covid-19
meskipun jarang, yaitu :
1. Diare
2. Sakit kepala
3. Konjungtivitis
4. Hilangnya kemampuan mengecap rasa
5. Hilangnya kemampuan untuk mencium bau (anosmia)
6. Ruam di kulit
Gejala-gejala covid-19 ini umumnya muncul dalam waktu 2 hari
sampai 2 minggu setelah penderita terpapar virus. Sebagian pasien mengalami
penurunan oksigen tanpa adanya gejala apapun. Kondisi ini disebut happy
hypoxia (M. Cristy Pane, 2020)

2.1.3 Penularan Covid-19


Virus corona merupakan zoonosis, sehingga terdapat kemungkinan
virus berasal dari hewan dan ditularkan ke manusia. Pada covid-19 belum
diketahui dengan pasti proses penularan dari hewan ke manusia, tetap data
filogenetik memungkinkan covid-19 juga merupakan zoonosis. Perkembangan
data selanjutnya menunjukkan penularan antar manusia (human to human),
yaitu diprediksi melalui droplet dan kontak dengan virus yang dikeluarkan
dalam droplet. Hal ini sesuai dengan kejadian penularan kepada petugas
kesehatan yang merawat pasien covid-19, disertai bukti lain penularan di luar
cina dari seorang yang dating dari shanghai, cina ke jerman dan diiringi
penemuan hasil positif pada orang yang ditemui dalam ruangan. Pada laporan
kasus ini bahkan dikatakan penularan terjadi pada saat kasus indeks belum
mengalami gejala (asimtomatik) atau masih dalam masa inkubasi. Laporan
11

lain mendukung penularan antar manusia adalah laporan 9 kasus penularan


langsung antar manusia di luar cina dari index ke orang kontak erat yang tidak
memiliki riwayat perjalanan manapun (Liu et al., 2020)
Penularan ini terjadi umumnya melalui droplet dan kontak dengan
virus kemudian virus dapat masuk ke dalam mukosa yang terbuka. Suatu
analisis mencoba mengukur laju penularan berdasrkan masa inkubasi, gejala
dan durasi antara gejala dengan pasien yang di isolasi. Analisis tersebut
mendapatkan hasil penularan dari 1 pasien ke sekitar 3 orang di sekitarnya,
tetapi kemungkinan penularan di masa inkubasi menyebabkan masa kontak
pasien ke orang sekitar lebih lama sehingga resiko jumlah kontak tertular dari
1 pasien mungkin dapat lebih besar (Liu et al., 2020)

2.1.4 Konsep Penularan Covid-19


2.1.4.1 Definisi Penularan
Penyakit menular merupakan penyakit yang dapat ditularkan
(berpindah dari orang yang satu ke orang yang lain, baik secara langsung
maupun melalui perantara atau tidak langsung). Penyakit menular
(comunicable diseasse) adalah penyakit yang disebabkan oleh transmisi
infectius agent/produk toksinnya dari seseorang/reservoir ke orang
lain/susceptable host (Putra et al., 2020).
Sumber utama infeksi adalah para pasien covid-19 pembawa (carrier)
ncov-2019 baik bergejala ataupun tidak bergejala (asimptomatik) juga
berpotensi menjadi sumber infeksi (Edy, 2020). Akan tetapi pada saaat ini ada
bukti terbaru mengenai transmisi sars-cov-2 bahkan dengan gejala minimal
atau individu tanpa gejala (Germas et al., 2020). Sampai saaat ini jalan
penularan transmisi sarscov-2 tampaknya beragam (Putra et al., 2020).
12

2.1.4.2 Macam-Macam Transmisi Penularan Covid-19


a. Transmisi kontak dan droplet
Transmisi sars-cov-2 dapat terjadi melalui kontak langsung, kontak
tidak langsung, atau kontak erat dengan orang yang terinfeksi melalui
sekresi seperti air liur dan sekresi saluran pernapasan atau droplet saluran
napas yang keluar saat orang yang terinfeksi batuk, bersin, berbicara, atau
menyanyi.
Transmisi droplet saluran napas dapat terjadi ketika seseorang
melakukan kontak erat (berada dalam jarak 1 meter) dengan orang
terinfeksi yang mengalami gejala-gejala pernapasan (seperti batuk atau
bersin) atau yang sedang berbicara atau menyanyi; dalam keadaankeadaan
ini, droplet saluran napas yang mengandung virus dapat mencapai mulut,
hidung, mata orang yang rentan dan dapat menimbulkan infeksi.

b. Transmisi melalui udara


Transmisi melalui udara didefinisikan sebagai penyebaran agen
infeksius yang diakibatkan oleh penyebaran droplet nuclei (aerosol) yang
tetap infeksius saat melayang di udara dan bergerak hingga jarak yang
jauh. Transmisi sars-cov-2 melalui udara dapat terjadi selama pelaksanaan
prosedur medis yang menghasilkan aerosol (prosedur yang menghasilkan
aerosol).
Proses normal bernapas dan berbicara menghasilkan aerosol yang
diembuskan. Oleh karena itu, orang lain rentan menghirup aerosol dan
dapat menjadi terinfeksi jika aerosol tersebut mengandung virus dalam
jumlah yang cukup untuk menyebabkan infeksi pada orang yang
menghirupnya. Sebuah model eksperimen lain menemukan bahwa orang
yang sehat dapat menghasilkan aerosol dengan cara batuk dan berbicara,
dalam ruangan yang padat mengindikasikan kemungkinan transmisi
aerosol, yang disertai transmisi droplet, misalnya pada saat latihan paduan
suara , di restoran, atau kelas kebugaran.
13

dalam kejadian-kejadian ini, kemungkinan terjadinya transmisi aerosol


dalam jarak dekat, terutama di lokasilokasi dalam ruangan tertentu seperti
ruang yang padat dan tidak berventilasi cukup di mana orang yang
terinfeksi berada dalam waktu yang lama.

c. Transmisi fomit
Sekresi saluran pernapasan atau droplet yang dikeluarkan oleh
orang yang terinfeksi dapat mengontaminasi permukaan dan benda,
sehingga terbentuk fomit (permukaan yang terkontaminasi). Virus
dan/atau sars-cov-2 yang hidup dapat ditemui di permukaanpermukaan
tersebut selama berjam-jam hingga berhari-hari, tergantung lingkungan
sekitarnya (termasuk suhu dan kelembapan) dan jenis permukaan (Germas
et al., 2020)
Kemudian sesorang dapat terpapar virus covid-19 ini dari orang
lain yang sudah terinfeksi virus. Virus penyakit ini menyebar dari orang
ke orang melalui tetesan kecil dari hidung atau mulut yang dikeluarkan
ketika orang yang sudah terpapar virus covid-19 batuk, bersin atau
berbicara. Orang lain dapat terkena covid-19 jika mereka menghirup
tetesan-tetesan ini dari seseorang yang terinfeksi virus._tetesan ini dapat
mendarat di benda dan permukaan di sekitar orang seperti meja, gagang
pintu, dan pegangan tangan. Orang dapat terinfeksi dengan menyentuh
benda atau permukaan ini, kemudian menyentuh mata, hidung, atau mulut
mereka. Inilah sebabnya mengapa penting untuk mencuci tangan secara
teratur dengan sabun dan air atau membersihkannya dengan
mengguanakan alkohol (Germas et al., 2020).

2.1.4.3 Akibat Tertular Covid-19


Akibat terpapar virus covid-19 ini pada awal penularan lebih
menunnjukkan gejala yang mungkin bagi sebagian orang itu adalah gejala
yang sangat ringan seperti demam yang lebih dari 38 derajat celcius,
14

kemudian disertai dengan batuk dan sesak nafas, bahkan bisa menyebabkan
kematian karena virus corona dapat meybabkan infeksi pada saluran
pernapasan. Dalam hal ini yang menjadi sorotan utama dalam pemnularan ini
yaitu pada kelompok-kelompok yang sangat bersiko tinggi terinfeksi virus
corona antar lain kelompok lansia, penderita penyakit kronis, perokok
danpenghisap vape, kemudian kaum pria yang memiliki golongan darah a
(Germas et al., 2020).

2.1.5 Anamnesis dan Pemeriksaan Penunjang Covid-19


Untuk menentukan apakah pasien terinfeksi virus corona, perlu
ditanyakan gejala yang dialami pasien dan apakah pasien baru saja bepergian
atau tingal di daerah yang memiliki kasus infeksi virus corona sebelum gejala
muncul, dan apakah pasien pernah kontak dengan orang yang menderita atau
diduga covid-19. Guna memastikan diagnosis covid-19, pasien akan
dilakukan pemeriksaan sebagai berikut (M. Cristy Pane, 2020) :
1. Rapid test untuk mendeteksi antibody (igm dan igg) yang diproduksi oleh
tubuh untuk melawan virus corona.
2. Swab test atau tes pcr (polymerasi chain reaction) untuk mendeteksi virus
corona didalam dahak.
3. Ct scan atau rontgen dada untuk mendeteksi infiltrate atau cairan di paru-
paru.

2.1.6 Penatalaksanaan Covid-19


Prinsip tatalaksana secara keseluruhan menurut rekomendasi who
yaitu: triase: identifikasi pasien segera dan pisahkan pasien dengan severe
acute respiratory infection (sari) dan dilakukan dengan memperhatikan prinsip
pencegahan dan pengendalian infeksi (ppi) yang sesuai, terapi suportif dan
monitor pasien, pengembalian contoh uji untuk diagnosis laboratorium, tata
laksana secepatnya pasien dengan hipoksemia atau gagal nafas dan acute
15

respiratory distress syndrome (ards), syok sepsis dan kondisi kritis lainnya
(World Health Organization, 2020)
Hingga saat ini tidak ada terapi spesifik anti virus ncov 2019 dan anti
virus corona lainnya. Tatalaksana utama pada pasien adalah terapi suportif
disesuaikan kondisi pasien, terapi cairan adekuat sesuai kebutuhan, terapi
oksigen yang sesuai derajat penyakit mulai dari penggunaan kanul oksigen,
masker oksigen. Bila dicurigai terjadi infeksi ganda diberikan antibiotika
spectrum luas. Bila terdapat perburukan klinis atau penurunan kesadaran
pasien akan dirawat di ruang isolasi intensif (icu) (World Health Organization,
2020)
Salah satu yang harus diperhatikan pada tatalaksana adalah
pengendalian komorbid. Dari gambaran klinis pasien covid-19 diketahui
komorbid berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas. Komorbid yang
diketahui berhubungan dengan luaran pasien adalah usia lanjut, hipertensi,
diabetes, penyakit kardiovaskular dan penyakit serebrovaskular (World Health
Organization, 2020)

2.1.7 Pencegahan Covid-19


Pencegahan utama adalah membatasi mobilisasi orang yang beresiko
hingga masa inkubasi. Pencegahan lain adalah meningkatkan daya tahan
tubuh melalui asupan makanan sehat, memperbanyak cuci tangan,
menggunakan masker bila berada di daerah beresiko atau padat, melakukan
olahrga, istirahat cukup serta makanan yang dimasak hingga matang dan bila
sakit segera ke rs rujukan untuk dievaluasi (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2020)
Hingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk pencegahan primer.
Pencegahan sekunder adalah menghentikan proses pertumbuhan virus,
sehingga pasien tidak lagi menjadi sumber infeksi. Upaya pencegahan yang
penting termasuk berhenti merokok untuk mencegah kelainan parenkim paru
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020)
16

Pencegahan pada petugas kesehatan juga harus dilakukan dengan cara


memperhatikan penempatan pasien di ruang rawat atau ruang intensif isolasi.
Pengendalian infeksi di tempat layanan kesehatan pasien terduga di ruang
instalasi gawat darurat (igd) isolasi serta mengatur alur pasien masuk dan
keluar. Pencegahan terhadap petugas kesehatan dimulai dari pintu pertama
pasien termasuk triase. Pada pasien yang mungkin mengalami infeksi covid-
19 petugas kesehatan perlu menggunakan apd standar untuk penyakit menular.
Kewaspadaan standar dilakukan rutin menggunakan apd termasuk masker
untuk tenaga medis (n95), proteksi mata, sarung tangan dan gaun panjang
(gown) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020)

2.1.8 Patofisiologi Covid-19


Virus dapat melewati membran mukosa, terutama mukosa nasal dan
laring, kemudian memasuki paru-paru melalui traktus respiratorius.
Selanjutnya, virus akan menyerang organ target yang mengekspresikan
angiotensin converting enzyme 2 (ace2), seperti paru-paru, jantung, system
renal dan traktus gastrointestinal (Germas et al., 2020)
Protein s pada sars-cov-2 memfasilitasi masuknya virus corona ke
dalam sel target. Masuknya virus bergantung pada kemampuan virus untuk
berikatan dengan ace2, yaitu reseptor membrane ekstraseluler yang
diekspresikan pada sel epitel, dan bergantung pada priming protein s ke
protease selular (Susilo et al., 2020).
Protein s pada sars-cov-2 dan sars-cov memiliki struktur tiga dimensi
yang hampir identik pada domain receptor-binding. Protein s pada sars-cov
memiliki afinitas ikatan yang kuat dengan ace2 pada manusia. Pada analisis
lebih lanjut, ditemukan bahwa sars-cov-2 memiliki pengenalan yang lebih
baik terhadap ace2 pada manusia dibandingkan dengan sars-cov (Germas et
al., 2020)
Periode inkubasi untuk covid19 antara 3-14 hari. Ditandai dengan
kadar leukosit dan limfosit yang masih normal atau sedikit menurun, serta
17

pasien belum merasakan gejala. Selanjutnya, virus mulai menyebar melalui


aliran darah, terutama menuju ke organ yang mengekspresikan ace2 dan
pasien mulai merasakan gejala ringan. Empat sampai tujuh hari dari gejala
awal, kondisi pasien mulai memburuk dengan ditandai oleh timbulnya sesak,
menurunnya limfosit, dan perburukan lesi di paru. Jika fase ini tidak teratasi,
dapat terjadi acute respiratory distress syndrome(arsd), sepsis, dan komplikasi
lain. Tingkat keparahan klinis berhubungan dengan usia (di atas 70 tahun),
komorbiditas seperti diabetes, penyakit paru obstruktif kronis (ppok),
hipertensi, dan obesitas (Germas et al., 2020).
Sistem imun innate dapat mendeteksi rna virus melalui rig-ilike
receptors, nod-like receptors, dan toll-like receptors. Hal ini selanjutnya akan
menstimulasi produksi interferon (ifn), serta memicu munculnya efektor anti
viral seperti sel cd8+, sel natural killer (nk), dan makrofag. Infeksi dari
betacoronavirus lain, yaitu sars-cov dan mers-cov, dicirikan dengan replikasi
virus yang cepat dan produksi ifn yang terlambat, terutama oleh sel dendritik,
makrofag, dan sel epitel respirasi yang selanjutnya diikuti oleh peningkatan
kadar sitokin proinflamasi seiring dengan progres penyakit (Germas et al.,
2020).
Infeksi dari virus mampu memproduksi reaksi imun yang berlebihan
pada inang. Pada beberapa kasus, terjadi reaksi yang secara keseluruhan
disebut “badai sitokin”. Badai sitokin merupakan peristiwa reaksi inflamasi
berlebihan dimana terjadi produksi sitokin yang cepat dan dalam jumlah yang
banyak sebagai respon dari suatu infeksi. Dalam kaitannya dengan covid-19,
ditemukan adanya penundaan sekresi sitokin dan kemokin oleh sel imun
innate dikarenakan blokade oleh protein non-struktural virus. Selanjutnya, hal
ini menyebabkan terjadinya lonjakan sitokin proinflamasi dan kemokin (il-6,
tnfα, il-8, mcp-1, il-1 β, ccl2, ccl5, dan interferon) melalui aktivasi makrofag
dan limfosit. Pelepasan sitokin ini memicu aktivasi sel imun adaptif seperti sel
t, neutrofil, dan sel nk, bersamaan dengan terus terproduksinya sitokin
proinflamasi. Lonjakan sitokin proinflamasi yang cepat ini memicu terjadinya
18

infiltrasi inflamasi oleh jaringan paru yang menyebabkan kerusakan paru pada
bagian epitel dan endotel. Kerusakan ini dapat berakibat pada terjadinya ards
dan kegagalan multi organ yang dapat menyebabkan kematian dalam waktu
singkat (Germas et al., 2020)
Seperti diketahui bahwa transmisi utama dari sars-cov-2 adalah
melalui droplet. Akan tetapi, ada kemungkinan terjadinya transmisi melalui
fekal-oral. Penelitian oleh (Edy, 2020) menunjukkan bahwa dari 73 pasien
yang dirawat karena covid19, terdapat 53,42% pasien yang diteliti positif rna
sars- cov-2 pada fesesnya. Bahkan, 23,29% dari pasien tersebut tetap
terkonfirmasi positif rna sars- cov-2 pada fesesnya meskipun pada sampel
pernafasan sudah menunjukkan hasil negatif. Lebih lanjut, penelitian juga
membuktikan bahwa terdapat ekspresi ace2 yang berlimpah pada sel glandular
gaster, duodenum, dan epitel rektum, serta ditemukan protein nukleokapsid
virus pada epitel gaster, duodenum, dan rektum. Hal ini menunjukkan bahwa
sars-cov-2 juga dapat menginfeksi saluran pencernaan dan berkemungkinan
untuk terjadi transmisi melalui fekal-oral (Taylor et al., 2020).

2.1.9 Faktor-Faktor yang Memperberat Kondisi Covid-19


Ada sederet faktor yang bisa memperparah infeksi virus corona bahkan
hingga berkakibat fatal menurut (Germas et al., 2020). Salah satu yang
menjadi faktor kondisi pasien covid-19 semakin parah adalah kondisi medis
yang mendasari pasien sebelum terinfeksi virus corona. Beberapa kondisi
yang bisa beresiko parah saat terinfeksi virus corona :
1. Hipertensi
2. Asma (sedang hingga berat)
3. Keadaan immunocompromised (sistem kekebalan tubuh yang lemah)
4. Kondisi neurologis, seperti demensia
5. Penyakit hati
6. Kehamilan
19

7. Fibrosis paru (jaringan paru yang rusak atau terluka)


8. Merokok
9. Diabetes melitus
10. Thalassemia

2.1.10 Konsep Asuhan Keperawatan Covid-19


1. Pengkajian
Pada pasien yang dicurigai covid-19 (memiliki 3 gejala utama seperti
demam, batuk dan sesak napas) perlu dilakukan pengkajian sebagai
berikut menurut (Germas et al., 2020):
a. Riwayat perjalanan: petugas kesehatan wajib mendapat secara rinci
riwayat perjalanan pasien saat ditemukan pasien demam dan
penyakit pernapasan akut.
b. Pemeriksaan fisik: pasien yang mengalami demam, batuk dan sesak
napas dan telah melakukan perjalanan ke negara atau daerah yang
telah ditemukan covid-19 perlu dilakukan isolasi kurang lebih 14
hari.
2. Diagnosis keperawatan
Hasil pengkajian dan respon yang diberikan pasien, paling banyak
diagnosis keperawatan yang diangkat pada covid-19 adalah, menurut
(Ranggo et al., 2020):
a. Pola napas tidak efektif
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif
c. Hipertermia
d. Ansietas
3. Intervensi Keperawatan
Berikut intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien dengan
covid-19 menurut (Ranggo et al., 2020):
a. Monitor vital sign: pantau suhu pasien; infeksi biasanya dimulai
dengan suhu tinggi; monitor juga status pernapasan pasien karena
20

sesak napas adalah gejala umum covid-19. Perlu juga untuk


dipantau saturasi oksigen pasien karena sesak napas berhubungan
dengan kejadian hipoksia
b. Maintain respiratory isolation: simpan tisu di samping tempat tidur
pasien; buang sekret dengan benar; menginstruksikan pasien untuk
menutup mulut saat batuk atau bersin (menggunakan masker) dan
menyarankan pengujung (siapa saja yang memasuki ruang
perawatan) tetap menggunakan masker atau batasi/hindari kontak
langsung pasien dengan pengunjung.
c. Terapkan hand hygiene: ajari pasien dan orang yang telah kontak
dengan pasien cuci tangan pakai sabun dengan benar.
d. Manage hyperthermi: gunakan terapi yang tepat untuk suhu tinggi
untuk mempertahankan normotermia dan mengurangi kebutuhan
metabolisme.
e. Edukasi: berikan informasi tentang penularan penyakit, pengujian
diagnostik, proses penyakit, komplikasi, dan perlindungan dari
virus (m. Cristy pane, 2020).

2.1.11 Konsep Pencegahan dan Pengendalian Penularan Covid -19


2.1.11.1 Definisi Pencegahan dan Pengendalian
Pencegahan dan pengendalian adalah segala bentuk tindakan yang
dilakukan untuk menghindari sebuah penyakit yang sangat beresiko yang
dapat menimbulkan kerugian terhadap diri sendiri dan juga terhadap orang
lain, oleh karena itu dalam konsep pencegahan dan pengendalian di
harapkan aturan yang sudaah di buat dalam bentuk wujud pencegahan
supaya bisa di taati (Germas et al., 2020).
21

2.1.11.2 Bentuk-Bentuk Pencegahan dan Pengendalian


Pada 27 januari 2020, kebijakan yang pertama dilakukan oleh
indonesia yaitu mengeluarkan pembatasan perjalanan dari pusat covid-19
yaitu provinsi hubei. Pada saat yang sama indonesia juga mengevakuasi 238
orang indonesia dari wuhan. Setelah ada laporan awal kasus yang terinfeksi,
indonesia mulai menyadari bahwa situasi saat itu sangat berbahaya
kemudian pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan dan tindakan untuk
mengatasi pandemi covid-19, termasuk menunjuk 100 rumah sakit umum
dalam negeri yang akan menjadi rumah sakit rujukan pada 3 maret 2020.
Sedangkan pada 8 maret 2020, indonesia meningkatkan kembali jumlah
rumah sakit rujukan menjadi 227 untuk mengatasi jumlah pasien covid-19
yang terus meningkat di berbagai daerah. Akan tetapi, upaya tersebut tidak
dapat mengatasi permasalahan pandemi covid-19, dikarenakan jumlah
korban terus meningkat dengan cepat (Germas et al., 2020).
Cuci tangan/hand sanitizer, jaga jarak/hindari kerumunan,
meningkatkan daya tahan tubuh, konsumsi gizi seimbang dalam mencegah
penularan virus corona, seorang dokter umum menyampaikan bahwa semua
orang harus menjaga gaya hidup bersih dan sehat, makanan yang seimbang,
istrahat yang cukup, rutin olahraga, jangan panik dan stres agar daya tahan
tubuh tidak menurun dan melakukan banyak kegiatan positif didalam
rumah. Dalam keseharian perlu memperhatikan kelompok rentan serta
menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (Germas et al., 2020).
Kemudian ditegasakan lagi oleh (Burke et al., 2020), Mengenai
beberapa usaha yang dilakukan dalam mencegah penularan covid-19 ialah
dengan mengkonsumsi vitamin, olah raga rutin, berdoa, lebih sering
konsumsi makanan bergizi dan minum air putih, konsumsi sayur dan buah,
mayoritas responden telah melakukan bentuk usaha peningkatan kesehatan
tubuh untuk menghindari covid-19.
Menurut (Burke et al., 2020), pembatasan sosial (social distancing)
berarti menciptakan jarak antara diri sendiri dengan orang lain untuk
22

mencegah penularan penyakit tertentu, social distancing bertujuan menekan


potensi penyebaran penyakit menular, di mana social distancing bertujuan
untuk membatasi kegiatan sosial orang untuk menjauh dari kontak fisik dan
keramaian. Dalam penerapan social distancing, seseorang tidak
diperkenankan untuk berjabat tangan serta senantiasa memperhatikan dan
menjaga jarak setidaknya 1-2 meter saat berinteraksi dengan orang lain,
terutama dengan seseorang yang sedang sakit atau beresiko tinggi menderita
covid-19.

Kemudian dalam pengendalian infeksi coronavirus terdapat beberapa


cara pencegahan dan pengendalian antara lain :

1. Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi berkaitan dengan


pelayanan kesehatan.
Mencegah dan membatasi penularan di tempat laynan keshatan
seperti: menjalankan langkah-langkah untuk mencegah standar untuk
semua pasien, memastikan identifikasi awal dan pengendalian sumber,
menerapkan pengendalian administratif, menggunakan pengendalian
lingkunagan dan rekayasa, menerapkan langkahlangakah pencegahan
tambahan atas kasus pasien dalam pengawasan konfirmasi covid-19.
2. Pencegahan dan pengendalian untuk isolasi di rumah (perawtan di
rumah)
Isolasi di rumah atau perawatan di rumah dilakukan terhadap
orang yang bergejala ringan seperti orang dalam pemantauan dan kontak
erat risiko tinggi yang bergejala dengan tetap memperhatikan
kemungkinan terjadinya perburukan.
3. Pencegahan dan pengendalian infeksi untuk observasi (karantina).
Dilakukan terhadap kontak erat dalam mewaspadai munculnya
gejala sesuai definisi operasional. Lokasi observasi dapat dilakukan di
rumah, fasilitas umum, atau alat angkut dengan mempertimbangkan
kondisi dan situasi setempat. Penting untuk memastikan bahwa
23

lingkungan tempat pemantauan kondusif untuk memenuhi kebutuhan


fisik, mental, dan medis yang diperlukan orang tersebut.
4. Pencegahan dan pengendalian infeksi di fasyankes (fasilitas pelayanan
kesehatan) pra rujukan.
Isolasi dan penanganan kasus awal yang sudah dilakukan
wawancara dan anamnesa dan dinyatakan sebagai pasien dalam
pengawasan segera dilakukan isolasi di rs rujukan untuk mendapatkan
tatalaksana lebih lanjut.
5. Pencegahan dan pengendalian infeksi untuk pemulasaran jenazah
petugas kesehatan
Harus menjalankan kewaspadaan standar ketika menangani
pasien yang meninggal akibat penyakit menular dan tetap menaati aturan
yang sudah di buat guna menanggulangi penularan virus (Burke et al.,
2020).
Obesitas, kurangnya Memperparah COVID-19 Usia, obesitas, jenis kelamin,
aktivitas penuaan gaya hidup

Penurunan sistem imun


Hiperglikemia Hipertensi

Virus corona
Resistensi insulin Kerusakan vaskuler
pembuluh darah
Glikosuria Mukosa nasal Laring
Perubahan struktur
Osmotik diuresis
Virus menyerang organ target yang
mengekspresikan Angiotensin Penyumbatan
Converting Enzyme 2 (ACE2) pembuluh darah
Dehidrasi

Hemokonsentrasi Paru-paru Gastrointestinal Jantung Vasokonstriksi

Mempengaruhi Sesak napas,batuk, Sakit perut Miokarditis Gangguan sirkulasi


proses sirkulasi sakit tenggorokan dan diare
darah dalam tubuh
Terganggunya fungsi jantung
Penurunan
Diare dalam memompa darah
Gangguan curah jantung
Perfusi perifer pertukaran gas
tidak efektif Nyeri dada, sesak napas dan
gangguan irama jantung
Gambar 3. 1 Web Of Caution (WOC)

24
25

2.2 Konsep Keluarga


2.2.1 Definisi Keluarga
Menurut (Widagdo, 2017) keluarga ialah sebuah kelompok kecil yang
terdiri dari beberapa individu yang memiliki hubungan erat satu sama lain,
saling ketergantungan serta diorganisir dalam satu unit tunggal untuk
mencapai suatu tujuan tertentu.
Keluarga adalah kumpulan dua individu atau lebih yang terikat oleh
hubungan darah, perkawinan maupun adopsi, serta pada tiap-tiap anggota
keluarga selalu saling berinteraksi satu dengan yang lainnya (Widagdo, 2017).
Menurut Duval dalam (Widagdo, 2017), keluarga yaitu kumpulan
orang yang terhubung oleh ikatan perkawinan, adaptasi dan kelahiran yang
bertujuan untuk menciptakan serta mempertahankan budaya umum,
meningkatkan perkembangan fisik, mental dan emosional, serta sosial
individu yang ada di dalam, ditinjau dari interaksi yang regular ditandai
dengan adanya ketergantungan serta hubungan untuk mencapai suatu tujuan
umum.

2.2.2 Struktur Keluarga


Struktur keluarga menjelskan bagaimana suatu keluarga melaksanakan
fungsi keluarga di lingkungan masyarakat. terdapat beberapa macam struktur
keluarga yang ada di indonesia yaitu (Widagdo, 2017):
1. Patrilineal
Keluarga sedarah terdiri dari sanak saudara sedarah dibeberapa
generasi, dimana hubungan itu terbangun melalui Ayah.
2. Matrineal
Keluarga sedarah terdiri dari sanak saudara sedarah dibeberapa
generasi, dimana hubungan itu terbangun melalui Ibu.
3. Matrilokal
Sepasang suami-istri tinggal bersama keluarga sedarah dengan Ibu..
26

4. Patrilokal
Sepasang suami-istri tinggal bersama keluarga sedarah dengan Ayah.
5. Keluarga kawin
Hubungan antara suami dan istri yang menjadi dasar bagi pembinaan
keluarga, serta beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga
karena terdapat hubungan dengan suami maupun istri (Widagdo,
2017).

2.2.3 Ciri-Ciri Struktur Keluarga


1. Terorganisasi yaitu saling berhubungan, antar anggota keluarga saling
ketergantungan.
2. Keterbatasan yaitu setiap anggota keluarga mempunyai kebebasan,
tetapi mereka mempunyai keterbatasan untuk menjalankan fungsi dan
tugas keluarga masing-masing anggota keluarga.
3. Perbedaan dan kekhususan yaitu setiap anggota keluarga memiliki
peran dan fungsi masing-masing anggota keluarga.
Pendekatan dalam asuhan keperawatan keluarga salah satunya yaitu
struktural fungsional. Struktur keluarga menjelaskan bagaimana sebuah
keluarga disusun atau bagaimana unit-unit ditata serta saling terkait satu
dengan yang lain (Widagdo, 2017)

2.2.4 Tipe Keluarga


Pada sosiologi keluarga bentuk-bentuk keluarga tergolong sebagai tipe
keluarga tradisional dan non-tradisional atau bentuk normatif dan
nonnormatif, berikut ini tipe-tipe keluarga menurut (Widagdo, 2017):
1. Keluarga Tradisional
27

1) The Nuclear Family (Keluarga Inti), adalah keluarga yang terdiri dari
suami, istri dan anak.
2) The Dyad Family adalah pasangan suami-istri yang tinggal bersama
tanpa ada anak, atau tidak ada anak yang tinggal bersama.
3) The Single Parent Family (duda atau janda) adalah keluarga yang
terdiri dari 1 orang tua tunggal antara ayah atau ibu. Hal ini karena
bercerai, kematian atau ditinggalkan
4) The Extended Family (keluarga besar) adalah keluarga yang terdiri
dari keluarga inti dan orang yang berhubungan. Bisa terdiri dari tiga
generasi yang hidup bersama dalam satu rumah seperti keluarga inti
disertai paman, bibi, orang-tua (kakek dan nenek), keponakan dan
lyang lain.
5) The Single adult living alone / single adult family adalah keluarga
yang terdiri dari orang dewasa yang memilih hidup sendiri (separasi)
seperti perceraian atau di tinggal mati.
6) Pasangan usia lanjut adalah keluarga inti dimana suami-istri yang
sudah tua dan sudah berpisah dengan anak-anaknya.
7) The Childless Family adalah keluarga tanpa anak karena terlambat
menikah dan terlambat untuk mendapatkan anak. Hal ini karena
mengejar karir atau pendidikan yang wanita.
8) Commuter Family adalah keluarga dengan kedua orang tua bekerja di
kota yang berbeda, namun setiap akhir pekan semua
anggota berkumpul bersama di suatu kota yang menjadi tempat
tinggal.
9) Multigenerational Family adalah keluarga dengan generasi yang
berbeda atau kelompok usia yang tinggal bersama dalam satu
rumah.
10) Kin-network Family adalah keluarga dengan beberapa keluarga inti
yang tinggal dalam satu rumah atau saling berdekatan menggunakan
28

barang-barang serta pelayanan bersama. Seperti, menggunakan dapur,


kamar mandi, ruang keluarga, maupun telepon bersama.
11) Blended Family adalah keluarga yang dibentuk oleh duda atau janda
yang menikah lagi dan membesarkan anak dari pernikahan
sebelumnya.
2. Keluarga non tradisional
1) The unmarried teenage mother adalah keluarga yang terdiri dari orang
tua dan anak, seperti ibu dengan anak dari hubungan tanpa adanya
pernikhan.
2) Pasangan yang yang tinggal bersama dan memiliki anak tetapi tidak
menikah, karena didasarkan pada hukum tertentu.
3) Menikah kumpul kebo adalah kumpul bersama tanpa menikah dan
tinggal bersama.
4) Gay dan Lesbian family adalah pasangan dengan jenis kelamin yang
sama hidup bersama selayaknya pasangan suami-istri.
5) Commune Family adalah keluarga dengan beberapa pasang keluarga
dan anaknya yang tidak memiliki hubungan saudara, hidup bersama
dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang digunakan sama,
pengalaman yang sama, sosialisasi anak melalui aktivitas kelompok
atau cara membesarkan anak bersama.
6) The stepparent family adalah keluarga dengan orangtua tiri.
7) The nonmarital heterosexual cohabiting family adalah keluarga yang
hidup bersama dan berganti-ganti pasangan tanpa adanya pernikahan.
8) Cohabiting couple adalah keluarga dengan orang dewasa yang hidup
bersama tanpa adanya pernikahan karena alasan tertentu.
9) Group-marriage family adalah keluarga dengan beberapa orang
dewasa yang menggunakan alat-alat rumah tangga bersama, yang
merasa telah saling menikah satu dengan yang lainnya, berbagai
sesuatu, termasuk seksual dan membesarkan anaknya.
29

10) Group network family adalah keluarga inti yang dibatasi oleh aturan
dan nilai-nilai yang hidup berdekatan satu sama lain dan saling
menggunkan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan dan
bertanggung jawab membesarkan anaknya bersama.
11) Foster family adalah keluarga yang menerima anak yang tidak
memiliki hubungan keluarga atau saudara dalam waktu sementara.
12) Homeless family adalah keluarga yang terbentuk tanpa suatu
perlindungan yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan
dengan keadaan ekonomi dan masalah kesehatan mental.
13) Gang adalah bentuk keluarga yang destruktif, dari orang-orang muda
yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai
perhatian, tetapi berkembang dalam kehidupan dengan kekerasan dan
kriminal.

2.2.5 Tugas dan Fungsi Keluarga


Terdapat 5 fungsi keluarga yaitu :

1. Fungsi Afektif
Fungsi yang berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga yang
menjadi basis kekuatan keluarga. Fungsi ini berguna dalam pemenuhan
kebutuhan psikososial. Keberhasilan fungsi afektif akan tampak pada
kebahagiaan dan kegembiraan dari anggota keluarga. Berikut ini
komponen yang perlu dipenuhi keluarga dalam melaksanakan fungsi
afektif menurut (Widagdo, 2017) :
1) Saling mengasuh dengan memberikan cinta kasih, kehangatan, saling
menerima, serta saling mendukung antar anggota keluarga.
2) Saling menghargai dan mengakui keberadaan dan hak setiap anggota
keluarga dan selalu mempertahankan iklim positif.
30

3) Ikatan dan identifikasi ikatan keluarga di mulai sejak pasangan


sepakat memulai hidup bersama.

2. Fungsi Sosialisasi
Fungsi ini di mulai sejak lahir. Keluarga menjadi tempat individu untuk
belajar sosialisasi, misalnya anak yang baru lahir dia akan menatap ayah,
ibu dan orang-orang disekitarnya. Dalam hal ini keluarga dapat Membina
hubungan sosial anak, Membentuk norma-norma dan tingkah laku sesuai
dengan tingkat perkembangan anak, serta menaruh nilai-nilai budaya
keluarga.
3. Fungsi Reproduksi
Fungsi ini untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber daya
manusia. Sehingga dilakukan dengan ikatan suatu pernikahan yang sah,
selain untuk memenuhi kebutuhan biologis pasangan, tujuan membentuk
keluarga adalah meneruskan keturunan.
4. Fungsi Ekonomi
Fungsi ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota
keluarga seperti memenuhi kebutuhan makan, pakaian, serta tempat
tinggal.
5. Fungsi Perawatan Kesehatan
Keluarga berperan untuk melaksanakan praktik asuhan keperawatan,
yaitu untuk mencegah gangguan kesehatan atau untuk merawat anggota
keluarga yang sakit. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan
berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan.

2.2.6 Tahap Perkembangan Keluarga


Delapan tahap siklus kehidupan keluarga dari Duvall paling banyak
digunakan sebagai formulasi tahap-tahap perkembangan keluarga inti dengan
dua orang tua.

Tabel 3. 1 Tahap Perkembangan Siklus Keluarga Menurut (Widagdo, 2017) :


31

No. Tahapan Keterangan


1. Tahap I Keluarga pemula (juga menunjuk pasangan menikah
atau tahap pernikahan)
2. Tahap II Keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua adalah
bayi sampai umur 0-30 bulan)
3. Tahap III Keluarga dengan usia anak prasekolah (anak tertua
berumur 2 hingga 6 tahun)
4. Tahap IV Keluarga dengan usia anak sekolah (anak tertua berumur
6 sampai 13 tahun)
5. Tahap V Keluarga dengan anak usia remaja (anak tertua berumur
13 sampai 20 tahun)
6. Tahap VI Keluarga yang melepas anak usia dewasa muda
(mencakup anak pertama sampai anak terakhir yang
meninggalkan rumah )
7. Tahap VII Orang tua usia pertengahan (tanpa jabatan, pensiun)
8. Tahap VIII Keluarga dalam masa pension dan lansia (Juga termasuk
anggota keluarga yang berusia lanjut dan pension hingga
pasangan meninggal dunia)

2.2.7 Tugas Kesehatan Keluarga


Berikut ini tugas keluarga dalam bidang kesehatan menurut (Widagdo, 2017) :
1. Keluarga dapat memahami dan mengenal masalah kesehatan
2. Keluarga dapat mengambil keputusan untuk melakukan suatu tindakan
3. Keluarga dapat melakukan perawatan terhadap anggota keluarga yang
sedang sakit
4. Keluarga dapat menciptakan lingkungan untuk meningkatkan kesehatan
5. Keluarga dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat di
lingkungan sekitar
32

2.3 Konsep Dasar Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif


2.3.1 Definisi

Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah ketidakmampuan


membersihkan secret atau obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan jalan
nafas tetap paten (SDKI PPNI, 2016). Bersihan jalan nafas tidak efektif
merupakan suatu keadaan dimana individu mengalami ancaman yang nyata
atau potensial berhubungan dengan ketidakmampuan untuk batuk secara
efektif (Ninla et al., 2019). Bersihan jalan tidak efektif adalah obstruksi jalan
nafas secara anatomis atau psikologis pada jalan nafas mengganggu ventilasi
normal dengan di tandai adanya radang pada paru-paru yang mengenai salah
satu atau beberapa di lobus paru-paru karena adanya bercak-bercak infiltrate
yang disebabkan oleh virus, bakteri, jamur dan benda asing yang masuk ke
saluran pernafasan sehingga dengan adanya infiltrate (virus, bakteri, jamur
dan benda asing) menyebabkan inflamasi pada bronkus, alveolus dan organ
lainnya di sekitar jaringan tersebut (Susilo et al., 2020). Ketika muncul
inflamasi pada bronkus tersebut karena penumpukkan secret akan timbul
adanya demam, batuk produktif, ronchi positif dan perasaan ingin mual
disertai muntah (Susilo et al., 2020). Jadi, bersihan jalan nafas tidak efektif
bisa di sebut juga dengan bronkopneumonia merupakan suatu masalah
keperawatan yang di tandai dengan ketidakmampuan batuk secara efektif atau
adanya obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten
pada pasien yang mengalami peradangan parenkim paru.

2.3.2 Penyebab Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif


Penyebab bersihan jalan nafas tidak efektif di kategorikan menjadi
fisiologis dan situasional. Penyebab fisiologis meliputi: spasme jalan nafas,
hipersekresi jalan nafas, disfungsi neuromuskuler, benda asing dalam jalan
nafas, adanya jalan nafas buatan, sekresi yang tertahan, hyperplasia dinding
jalan nafas, proses infeksi, respon alergi dan efek agen farmakologis
33

(misalnya anastesi). Sedangkan penyebab situasionalnya meliputi: merokok


pasif dan terpajan polusi.
Secara umum, individu yang terkena bersihan jalan nafas tidak efektif
mengalami penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi
organisme pathogen (SDKI PPNI, 2016). Orang dengan keadaan normal
mempunyai mekanisme pertahanan tubuh seperti reflek glottis dan batuk dan
adanya lapisan mucus, serta silia, organ-organ tersebut akan mengeluarkan
kuman dengan sendirinya dari sekresi humoral.

Inflamasi tersebut di sebabkan oleh beberapa hal, (Eka et al., 2019):

a. Bakteri :
Bakteri gram positif seperti streptococcus pneumonia, s. aerous dan
streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negative seperti klebsiella pneumonia,
haemophilus influenza dan p.aeruginosa.
b. Virus :
Virus influenza yang menyebar melalui transmisi droplet. Dalam hal
ini cytomegalovirus di kenal sebagai penyebab utama pneumonia oleh virus,
menurut (Eka et al., 2019) menjelaskan bahwa bersihan jalan nafas tidak
efektif di sebabkan karena virus lain yang di namakan dengan respiratory
syntical virus, virus influenza dan virus sitomegalik.
c. Jamur :
Infeksi oleh jamur di sebabkan oleg histoplasmosis yang menyebar
melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya terdapat
pada kotoran burung, tanah dan kompos, (Edy, 2020)menyebutkan contohnya
yaitu: sitoplasma capsulatum, criptococcus nepromas, blastomices dermatides,
aspergilus, candinda albicus, mycoplasma pneumonia dan benda asing.
d. Protozoa
34

Menimbulkan terjadinya pneumocystis carini pneumonia (CPS).


Biasanya menjangkit pasien dengan imunosupresi. (Edy, 2020) menyebutkan
contohnya yaitu: citoplasma capsulatum, criptococcus nepromas, blastomices
dermatides dan benda asing.

2.3.3 Proses Terjadinya Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Pada Pasien
Covid-19
Virus penyebab covid-19 masuk kedalam jaringan paru-paru melalui
saluran pernafasan atas ke bronchioles, lalu masuk ke alveolus ke alveolus
lainnya dengan melalui poros kohn yang kemudian menyebabkan peradangan
pada dinding bronchus atau bronchioles dan alveoli (Edy, 2020). Setelahnya
mikoorganisme tiba di alveoli dan membentuk proses peradangan yang terdiri
dari 4 macam jenisnya:
a. Stadium I kongesti (4-12 jam)
Stadium ini terjadi hyperemia yang mengacu pada respon peradangan
di daerah yang baru terinfkesi, di tandai dengan peningkatan aliran darah
kapiler ke tempat yang telah terinfeksi, kemudian terjadinya hyperemia karena
di sebabkan karena adanya pelepasan mediator-mediator peradangan tersebut
dari sel-sel mast, mediator tersebut memunculkan senyawa yang di namakan
dengan histamine dan prostalglandin, sel-sel mast tersebut berubah menjadi
degranulasi yang menyebabkan timbulnya pengaktifan jalur komplemen.
Komplemen ini lalu berkerja dengan histamine dan prostalglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan meningkatkan permeabilitas kapiler
paru. Hal ini menyebakan perpindahan eksudat plasmake dalam ruang
interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan
alveolus. Terjadinya penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
menyebakan meningkat jarak yang harus di tempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas dalam darah berpengaruh dan
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen.
b. Stadium II hepatisasi (48 jam)
35

Stadium ini terjadi di alveolus yang terisi sel darah merah, eksudat dan
fibrin yang di hasilkan oleh host sebagian bagian dari reaksi peradangan.
Lobus yang terkena akan memadat oleh karena adanya penumpukkan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah. Pada
stadium ini udara alveoli tidak ada atau minim sehingga akan bertambah
sesak.
c. Stadium III hepatisasi kelabu (3-8 hari)
Stadium ini terjadi di saat sel-sel darah putih berada di daerah paru-
paru yang terinfeksi. Pada tahap ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Eritrosit di alveoli
mulai di resorpsi, lobus tetap pada karena berisi fibrin dan leukosit, warna
merah menjadi pucat kelabu dan kapiler tidak lagi mengalami kongesti.
d. Stadium IV resolusi (7-12 hari)
Stadium ini muncul jika respon imun dan peradangan mulai mereda,
sisa sel fibrin dan eksudat lisis mengabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali ke strukturnya semula. Inflamasi pada bronkus di tandai dengan
adanya penumpukkan secret, demam, batuk produktif, ronchi positif dan
mual. Dampak yang dapat di timbulkan dari bersihan jalan nafas tidak efektif.

2.3.4 Tanda dan Gejala


Gejala virus covid dengan bersihan jalan nafas tidak efektif muncul
timbulnya menginfeksi bagian pernafasan atas selama beberapa hari. Selain
itu gejala di dapatkan demam, menggigil suhu tubuh meningkat dapat
mencapi 40 derajat, sesak nafas, nyeri dada dan batuk dengan dahak dan
adapun yang tidak bisa mengeluarkan dahak, terkadang dahak yang bisa
keluar berwrna kuning atau hijau. Pada sebagian penderita juga di temui
gejala lain yaitu, nyeri pada perut, diare kurang nafsu makan dan sakit kepala.
Ada pun retraksi pada dada bagian bawah ke dalam saat bernafas dengan
peningkatan frekuensi nafas. Pemeriksaa perkusi pekak, fremitus melemah,
suara nafas melemah, dan adanya ronchi (Edy, 2020).
36

Tabel 3. 2 Tanda Gejala Mayor Minor Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
Tanda dan Gejala
Data Mayor Minor
Subjektif - - dyspnea
- sulit bicara
- ortopnea

Objektif - batuk tidak efektif - gelisah


- tidak mampu batuk - sianosis
- sputum berlebih - bunyi nafas menurun
- mengi, wheezing dan - frekuensi nafas
ronchi kering berubah
- pola nafas berubah
(Germas et al., 2020)

2.3.5 Teori Asuhan Keperawatan Dengan Masalah Keperawatan Bersihan


Jalan Nafas Tidak Efektif
a. Pengkajian
Pengkajian meliputi data saat ini dan di waktu yang lalu, perawat
mengkaji pasien atau keluarga untuk menggali informasi dan berfokus
kepada manifestasi klinik dari keluhan utama, kejadian yang menyebabkan
kondisi saat ini, riwayat perawatan terdahulu, riwayat keluarga dan riwayat
psikososial. Riwayat kesehatan bisa di mulai dari biografi dengan adanya
aspek biografi dapat berhubungan dengan status oksigenasi yaitu usia, jenis
kelamin, pekerjaan (terutama yang berhubungan dengan kondisi tempat
kerja) dan tempat tinggal. Keadaan tempat tinggal mencakup kondisi
tempat yang di tinggali dengan orang lain. Pengkajian keperawatan
menurut (Putra et al., 2020) pada system pernafasan meliputi :
1 Batuk: gejala utama pada pasien dengan system pernafasan. Tanyakan
berapa lama pasien mulai batuk, waktu batuk, menentukan batuk
produktif atau nonproduktif.
2 Produksi sputum: sputum tersebut di definisikan adanya benda yang
keluar bersama dengan batuk, sputum di produksi oleh trakeobronkial
tree yang memproduksi 3 ons mucus sehari jika system nafas normal.
37

Pengkajian di mulai dengan menanyakan dan catat karakterisitiknya


(warna, konsistensi, bau, serta jumlah dari sputum. Warna sputum
tersebut berbagai makna di mulai dari warna kuning dan hijau jika
berarti karena infeksi, sputum juga ada yang berwarna putih jernih dan
kelabu itu juga bermakna adanya infeksi, jika sputum berwarna merah
muda mengandung darah.
3 Dispnea: kesulitan bernafas atau nafas pendek, setelah itu perawat
mengkaji tentang kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas.
4 Hemoptisis: darah yang keluar dari mulut dengan di batukkan, jika saat
batuk dan mengeluarkan segumpal darah, darah tersebut berasal dari
paru-paru, darah kekuningan yang di keluarkan dari hidung telinga
berasal dari pendarahan perut. Darah yang berwarna merah terang
karena adanya dalam paru di stimulasi segera oleh reflex batuk,
hemoptasis biasanya di sebabkan oleh penyakit: bronchitis kronik,
bronchiectasis, tb paru, cyctic fibrosis, upper airway necrotizing
granuloma, emboli paru, abses paru, kanker paru dan pneumonia.
5 Chest pain: berhubungan dengan jantung dan paru-paru, pengkajian di
mulai dengan mengidentifikasi letak nyeri dan kualiasnya, guna sebagai
perawat untuk membedakan nyeri pada pleura, musculoskeletal, cardiac
dan gastrointestinal. Paru-paru tidak memiliki saraf yang peka terhadap
nyeri.
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan pasien
menurut (Putra et al., 2020) dan (Germas et al., 2020). Secara umum
perawat menanyakan:
1. Riwayat merokok
2. Pengobatan saat ini dan masa lalu
3. Alergi
4. Tempat tinggal
c. Pemeriksaan fisik menurut (Germas et al., 2020) :
38

1. Inspeksi : melakukan pengamatan atau observasi pada bagian dada,


bentuk dada simetris atau tidak, pergerakkan dinding dada, pola nafas,
frekuensi nafas, irama nafas, observasi frekuensi ekspirasi
2. Palpasi : meletakkan tumit tangan pemeriksa mendatar di atas dada
pasien, sewaktu pemeriksaan palpasi pemeriksan menilai adanya
fremitus taktil pada dada dan punggung dengan meminta pasien
menyebutkan tujuh puluh tujuh secara berulang
3. Perkusi: menentukan ukuran dan bentuk organ dalam serta untuk
mengkaji adanya abnormalitas, cairan, atau udara di dalam paru. Perkusi
sendiri di lakukan dengan menekankan jari tengah (pemeriksaan
mendatar diatas dada pasien). Kemudian jari di ketuk-ketuk. Normalnya
dada menghasilkan bunyi resoonan atau gaung perkusi, jika terdengar
bunyi hipersonan atau bunyi drum adanya udara di paru-paru, jika
terdengar pekak mengalami atelectasis.
4. Auskultasi: proses mendengarkan suara yang di hasilkan dengan
menggunakan stetoskop. Bunyi nafas terdengar vesicular, bronkial,
bronkovesikuler, rales, ronchi.
d. Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penelitian klinis dari pengalaman
respon individu, keluarga, serta komunitas terhadap masalah kesehatan,
pada risiko masalah kesehatan atau pada proses kehidupan, perumusan
diagnosis actual keperawatan terdiri dari struktur masalah, penyebab serta
tanda gejala. Masalah pada keperawatan yang utama diambil saat ini yaitu
bersihan jalan nafas tidak efektik yang artinya ketidakmampuan
membersihkan secret atau obstruksi dari jalan nafas untuk mempertahankan
jalan nafas yang paten. Bersihan jala nafas tidak efekti merupakan kategori
fisiologi dan masuk ke dalam sub kategori respirasi (Germas et al., 2020).
Penyebab bersihan jalan nafas tidak efektif di kategorikan menjad
fisiologis dan sitasional. Penyebab fisiologi meliputi: spasme jalan nafas,
hipersekresi jalan nafas, disfungsi neuromuskuler, benda asing dalam jalan
39

nafas, adanya jalan nafas buatan, sekresi yang tertahan, hyperplasia dinding
jalan nafas, proses infeksi, respon alergi dan efek agen farmakologis.
Sedangkan pada penyebab situasionalnya meliputi merokok pasif dan
terpajan polutan (Germas et al., 2020).
Tanda dan gejala di klasifikasikan menjadi mayor dan minor, tanda
dan gejala mayor bersihan jalan nafas tidak efektif berupa batuk tidak
efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi, wheezing, ronkhi,
gejala minor berupa dyspnea, sulit bicara, ortopnea, gelisah, sianosis, bunyi
nafas menurun, frekuensi nafas berubah, pola nafas berubah (Germas et al.,
2020).

e. Perencanaan keperawatan
Perencanaan intervensi merupakan fungsi pemilihan berbagai
alternative, tujuan pemberian tindakan guna untuk mencegah, mengurangi
masalah yang telah di identifikasi pada diagnose keperawatan.

Tabel 3. 3 Intervensi Keperawatan untuk Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif


Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

Bersihan jalan nafas meningkat, 1) Latihan batuk efektif


dengan kriteria hasil : - Identifikasi
kemampuan batuk
1 Batuk efektif meningkat - Monitor adanya retensi
2 Produksi sputum menurun sputum
3 Mengi menurun - Atur posisi semi fowler
4 Wheezing menurun atau fowler
5 Dyspnea menurun - Pasang perlak dan
6 Orthopnea menurun bengkok di pangkuan
7 Sulit bicara menurun pasien
8 Sianosis menurun - Buang secret pada
tempat sputum
- Jelasan tujuan dan
prosedur batuk efektif
40

2) Manajemen jalan nafas


- Monitor bunyi nafas
tambahan
- Monitor sputim
3) Pemantauan respirasi
- Monitor kemampuan
batuk efektif
- Monitor adanya
produksi sputum
- Monitor adanya
sumbatan jalan nafas

(Germas et al., 2020)

f. Pelaksanaan keperawatan
Implementasi merupakan fase di mana pemeriksan
mengimplementasikan intervensi keperawatan, fase ini memberikan
tindakan secara actual dan kaji respon pasien hingga ke fase akhir, dan
setelah itu pemeriksa mengevaluasi setelah di lakukan tindakan tersebut.
Pemeriksa atau perawata melaksanakan tindakan keperawatan untuk
intervensi yang di susun dalam tahap perencanaan yaitu seperti contohnya
mengajarkan latihan batuk efektif dan mengevaluasi manajemen jalan nafas
serta pemantauan respirasi. Kemudian perawat mengakhiri dengan
mencatat hasil tindakan dan mencatat repons pasien setelah tindakan
(Ranggo et al., 2020).
g. Tahap evaluasi
Kegiatan mengukur pencapaian tujuan pasien dan menentukan
keputusan dengan membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan
pencapaian tujuan (Ranggo et al., 2020). Evaluasi adalah fase akhri dari
proses keperawatan, evaluasi merupakan aspek penting karena dengan
evaluasi dapat menentukan pengakhiran intervensi, dilanjutkan mapupun
41

bisa di rubah (Ranggo et al., 2020). Kriteria hasil yang di harapka setelah
tindakan yang diberkan untuk bersihan jalan nafas tidak efektif yaitu:
1. Batuk efektif meningkat
2. Produksi sputum menurun
3. Mengi menurun
4. Wheezing menurun
5. Dyspnea menurun
6. Ortopnea menurun
7. Sulit bicara menurun
8. Sianosis menurun

Anda mungkin juga menyukai