Anda di halaman 1dari 102

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

P
DENGAN HEART FAILURE

Di Ruang 4.2 Airlangga RSUD Kanjuruhan Kepanjen

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

OKTIKA KHOIRUNNISA
(202010461011033)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
TAHUN 2021
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. P
DENGAN HEART FAILURE

Di Ruang 4.2 Airlangga RSUD Kanjuruhan Kepanjen

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang Untuk Memenuhi Salah


Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Studi Profesi Ners

OKTIKA KHOIRUNNISA
(202010461011033)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
TAHUN 2021

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

iii
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. P


DENGAN HEART FAILURE
Di Ruang 4.2 Airlangga RSUD Kanjuruhan Kepanjen

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Disusun Oleh:
OKTIKA KHOIRUNNISA
(NIM: 202010461011033)

Telah Berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dalam ujian sidang


tanggal 9 Juni 2021 dan telah diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan
untuk meraih gelar NERS pada Program Studi Profesi Ners, Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang

DEWAN PENGUJI
Penguji 1 : Erma Wahyu Masfufah, M.Si ( )
NIP-UMM.11218030633

Penguji 2 : Chairul Huda Al Husna, M.Kep ( )


NIP-UMM.18090412987

Penguji 3 : Titik Agustianingsih, M.Kep ( )


NIP-UMM.11205010415

Ditetapkan di Malang, Tanggal : 9 Juni 2021

Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Malang

(Faqih Ruhyanuddin, M.Kep, Sp.Kep.MB)


NIP.UMM.11203090391

iv
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT,


serta sholawat nabi Muhammad saw, atas berkat rahmat dan bimbingannya saya
dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ners dengan judul “Asuhan Keperawatan
Pada Ny. P dengan Heart Failure di Ruang Airlangga 4.2 RSUD Kanjuruhan
Kepanjen”. KIAN ini meerupakan salah satu syarat guna untuk memperoleh gelar
Ners pada Program Studi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Malang.
Bersama dengan hal ini ijinkanlan saya mengungkapkan banyak terimakasih yang
sebesar-besarnya dengan tulus kepada:
1. Bapak Faqih Ruhyanudin, M.Kep, Sp.KMB, selaku Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang
2. Ibu Ririn Harini S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua Program Studi Profesi
Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang
3. Ibu Titik Agustyaningsih, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Dosen Pembimbing
yang senantiasa sabar membimbing saya dan memberi dukungan,
masukan, serta motivasi dalam menyelesaikan KIAN
4. Seluruh jajaran dosen serta pembimbing lahar selama di rumah sakit yang
telah memberikan ilmu yang bermanfaat
5. Kepada kedua orangtua saya yang selalu mendoakan dan mensupport saya

Penulis berdoa agar semua amal kebaikannya mendapat imbalan yang sebesar-
besarnya dan diterima sebagai amal ibadah oleh Allah SWT, amiin. Penulis juga
menyadari bahwasannya dalam penyusunan KIAN ini masih terdapat kekurangan
yang disebabkan oleh keterbatasan yang dimiliki oleh penulis, oleh karena itu
kritik dan saran yang bersifat membangun dan memperbaiki sangat diharapkan
oleh penulis. Semoga kita semua senantiasa diberikan kesehatan dan kebaikan
dalam setiap langkah.

Malang, 10 April 2021

Penulis

v
ABSTRAK
Oktika Khoirunnisa1, Titik Agustyaningsih2

Latar Belakang: Gagal Jantung (HF/CHF) terkadang disebut dengan gagal


jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam
jumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan. Gagal
jantung merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan kelebihan beban
(overload) cairan dan perfusi jaringan yang buruk. Mekanisme terjadinya gagal
jantung kongestif meliputi (diastole) sehingga curah jantung lebih rendah dari
nilai normal.. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari serta memahami secara
mendalam mengenai asuhan keperawatan pada Ny. P dengan Heart failure di
Ruang Airlangga Rumah Sakit Kanjuruhan Kepanjen Malang.

Metode : Penulisan karya ilmiah akhir ners ini menggunakan desain penelitian
dengan pendekatan studi kasus dalam mengeksplorasi suatu maasalah asuhan
keperawatan pasien dengan Heart Failure di Ruang Airlangga, kamar 4.2 di
Rumah Sakit Kanjuruhan Kepanjen. Studi kasus ini menggunakan asuhan
keperawatan serangkaian proses keperawatan individu pada pasien dengan
diagnosa heart failure dengan pengkajian, menetapkan diagnosa keperawatan,
mentusun perensanaan intervensi, melakukan tindakan keperawatan serta
melakukan evaluasi pada pasien.
Hasil : Teratasinya masalah gangguan pertukaran gas, nyeri akut, hypervolemia,
dan penurunan curah jantung pada pasien dengan heart failure selama 4 hari
perawatan.
Kesimpulan : Dari keempat masalah keperawatan yang muncul yaitu diagnosa
prioritas adalah gangguan pertukaran gas, kedua nyeri akut, ketiga hypervolemia,
dan yang keempat penurunan curah jantung. Intervensi yang telah dilakukan pada
pasien adalah terapi oksigen dan pemantauan respirasi, manajemen hypervolemia,
manajemen nyeri, dan perawatan jantung. Implementasi yang dilakukan dengan
rencana intervensi keperawatan. Evaluasi yang didapatkan yaitu keluhan sesak
dan nyeri sudah berkurang, dan edema pada kaki berkurang.
Kata Kunci : Asuhan Keperawatan, Heart Failure

vi
ABSTRACT
Oktika Khoirunnisa1, Titik Agustyaningsih2

Background: Heart failure (HF/CHF) sometimes referred to congestive heart


failure is the inability of the heart to pump blood normaly and deliver oxygen and
nutrient needs of the tissues. Heart failure is a clinical syndrome characterized by
overload fluid and poor tissue perfusion. The mechanism of congestive heart
failure including diastolic pumping resulted the cardiac output is lower than the
normal value. This study aims to learn and understand in thoroughly about
nursing care for Ny. P with Heart Failure in the Airlangga Room, Kanjuruhan
Kepanjen Hospital, Malang.
Method : The writing of this final scientific paper uses a research design with
case study approach by exploring a nursing care problem for patients with Heart
Failure in the Airlangga Room, room 4.2 at the Kanjuruhan Kepanjen Hospital.
This case study uses a series of individual nursing processes in patients with heart
failure diagnoses by assessing, establishing nursing diagnoses, planning
interventions, carrying out nursing actions and evaluating patients.
Result : Overcoming the problem of ineffective breathing pattern, acute pain,
hypervolemia, and decreased cardiac output in patients with heart failure during 4
days of treatment.
Conclusion : Of all four nursing problems present, the priority diagnoses are
impaired gas exchange the second is acute pain, the third is hypervolemia, and the
fourth is a decrease in cardiac output. The interventions that have been carried out
on the patient are ventilation support and respiratory monitoring, hypervolemia
management, pain management, and cardiac care. Implementation is carried out
with nursing intervention plans. The evaluation obtained was that the complaints
of shortness and pain had decreased, and the edema in the legs had decreased.
Kata Kunci : Nursing Care, Heart Failure

vii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iv
KATA PENGANTAR............................................................................................v
ABSTRAK.............................................................................................................vi
ABSTRACT..........................................................................................................vii
DAFTAR ISI.......................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xi
DAFTAR TABEL................................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xiii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah...................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................3
1.3.1 Tujuan Umum....................................................................................3
1.3.2 Tujuan Khusus...................................................................................4
1.4 Manfaat Penelitian.....................................................................................4
1.4.1 Manfaat Teoristis...............................................................................4
1.4.2 Manfaat Praktis..................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................6
2.1 Konsep Heart Failure.................................................................................6
2.1.1 Definisi...............................................................................................6
2.1.2 Etiologi...............................................................................................7
2.1.3 Klasifikasi..........................................................................................9
2.1.4 Patofisiologi.......................................................................................9
2.1.5 Web Of Caution Heart Failure........................................................12
2.1.6 Manifestasi Klinis............................................................................13
2.1.7 Komplikasi.......................................................................................13
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang...................................................................14

viii
2.1.9 Penatalaksanaan...............................................................................14
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Heart Failure...........................................15
2.2.1 Pengkajian........................................................................................15
2.4 Intervensi Keperawatan...........................................................................17
2.5 Evaluasi...................................................................................................19
BAB III..................................................................................................................20
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA......................................................20
3.1 Pengkajian...............................................................................................20
3.1.1 Identitas Pasien dan Penanggung Jawab..........................................20
3.1.2 Keluhan Utama................................................................................20
3.1.3 Diagnosa Medis...............................................................................20
3.1.5 Riwayat Kesehatan Yang Lalu.........................................................21
3.1.6 Pola Aktivitas Sehari-hari (ADL)....................................................21
3.1.7 Riwayat Psikologi............................................................................21
3.1.8 Riwayat Sosial.................................................................................22
3.1.9 Riwayat Spiritual.............................................................................22
3.1.10 Konsep Diri......................................................................................22
3.1.11 Pemeriksaan Fisik............................................................................22
3.1.12 Pemeriksaan Penunjang...................................................................24
3.1.13 Terapi...............................................................................................26
3.2 Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan...............................................27
3.2 Rencana Keperawatan.............................................................................29
3.3 Implementasi Keperawatan.....................................................................31
3.4 Evaluasi...................................................................................................35
BAB IV..................................................................................................................39
ANALISIS SITUASI............................................................................................39
4.1 Analisis Profil Pelayanan........................................................................39
4.2 Analisis Pasien........................................................................................40
4.3 Analisis Masalah Keperawatan...............................................................40
4.3.1 Pola Napas Tidak Efektif.................................................................41
4.3.2 Nyeri Akut.......................................................................................42
4.3.3 Hypervolemia...................................................................................43
4.3.4 Penurunan Curah Jantung................................................................43

ix
4.4 Analisis Intervensi Yang Dilakukan Dengan Konsep dan Penelitian
Terkait Masalah Keperawatan Pada Ny.P..........................................................45
4.5 Rekomendasi Terapi/Intervensi Lanjutan Yang Dapat Dilakukan Di RS
dan Komunitas....................................................................................................49
BAB V....................................................................................................................50
PENUTUP.............................................................................................................50
5.1 Kesimpulan..............................................................................................50
5.2 Saran........................................................................................................52
Daftar Pustaka........................................................................................................53
LAMPIRAN 1 LEMBAR KONSULTASI............................................................56
LAMPIRAN 2 HASIL DETEKSI PLAGIASI......................................................57
LAMPIRAN 3 PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN.............................58

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Web Of Caution Heart Failure......................................................... 12

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Gagal Jantung Berdasarkan Kapasitas Fungsional..........9

Tabel 2.2 Klasifikasi Gagal Jantung Berdasarkan Struktural Jantung...............9

Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium.....................................................24

Tabel 3.2 Terapi Medis....................................................................................25

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Konsultasi.......................................................................51

Lampiran 2 Lembar Hasil Deteksi Plagiasi.....................................................52

Lampiran 3 Pengkajian Asuhan Keperawatan.................................................53

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Heart Failure (HF) atau gagal jantung adalah syndrome klinis yang
ditandai dengan sesak napas, fatik (saat istirahat maupun saat aktivitas)
yang disebabkan oleh kelainan dari struktur dan fungsi jantung. Gangguan
yang terjadi pada jantung mengakibatkan pengurangan pengisian pada
ventrikel atau disebut disfungsi diastolic dan disfungsi sistolik (Nurafif &
Kusuma, 2015). HF adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu
mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun
tekanan pengisian vena normal (Prihatiningsih & Sudyasih, 2018).

Heart Failure (HF) atau gagal jantung merupakan masalah global


yang mempengaruhi setidaknya 26 juta orang di seluruh dunia dengan
prevelensi meningkat setiap tahunnya. Prevalensi HF secara keseluruhan
meningkat secara signifikan yang sering dikaitkan dengan penuaan,
terutama pada pasien usia >64 tahun. HF juga merupakan masalah terbesar
di bagian Negara Asia bahkan prevalensinya lebih banyak dibanding pada
bagian Negara Eropa (Savarese & Lund, 2017). Penyakit terkait
kardiovaskular sering dihubungkan dengan pengaruh gaya hidup
seseorang dan menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia. Data
WHO menyebutkan >17 juta orang meninggal dunia akibat penyakit
kardiovakular yang sering menyerang pada kelompok usia produktif
(PERKI, 2019).

Menurut data Riskesdas di Indonesia, pada tahun 2018


menyebutkan penderita jantung mencapai angka 1,5% atau sekitar
1.017.290 orang dengan usia diatas 15 tahun dan berdasarkan diagnosa
dokter. Khususnya di provinsi Jawa Timur sebanyak 1,5% atau 151.878
orang penderita jantung (Riskesdas, 2018). Prevalensi heart failure
semakin meningkat sekitar 26 juta jiwa di seluruh dunia, dan kondisi HF

1
akan meningkat pada tahun 2030 (Sevilla Cazes et al., 2018). Sehubungan
dengan peningkatan penanganan

2
3

gagal jantung secara farmakologis maupun medis namun kematian akibat


gagal jantung mencapai 50% dalam 5 tahun sejak diagnosa ditegakkan. Di
Indonesia, mortalitas HF terutama di Rumah Sakit berkisar antara 6%-12%
dan merupakan penyakit yang sering memerlukan perawatan berulang di
rumah sakit (Prihatiningsih & Sudyasih, 2018).

Penyebab atau mekanisme terjadinya HF meliputi dua mekanisme


yaitu penyakit pada myocard (jantung coroner, kardiomyopati,
myovarditis) dan gangguan mekanis myocard (hipertensi, stenosis aorta,
koartasio aorta). Gagal jantung kiri memiliki manifestasi yang berbeda
dari gagal jantung kanan. Gagal jantung kanan terjadi ketika ventrikel
kanan jantung tidak dapat mengosongkan volume darah secara adekuat
sehingga tidak dapat mengakomodasi seluruh darah secara abnormal
kembali ke vena dan sirkulasi sistemik lambat sehingga aliran ke vena
menjadi lemah, tekanan hidrostatik meninggi yang menyebabkan cairan
terakumulasi di jaringan perifer dan cairan berpindah di intraseluler ke
interstitial. Sedangkan pada gagal jantung kiri terjadi akibat ventrikel kiri
tidak dapat mengosongkan volume darah secara adekuat, darah dari vena
pulmonalis tidak dapat masuk ke ventrikel kiri yang menyebabkan
penumpukan cairan pada paru-paru dan menyebabkan edema paru (Padila,
2012). Orang dengan HF digambarkan sebagai kondisi darurat yang
memerlukan penanganan segera karena berdasarkan gejala dan tipe
serangan yang mendadak ini membutuhkan terapi segera. Menganjurkan
klien untuk tirah baring dan mengurangi aktivitas selama serangan akut
dapat mengurangi beban jantung. Pemberian diit jantung sesuai dengan
kebutuhan dapat menurunkan resiko edema akibat perubahan kontraktilitas
jantung (Muttaqin, 2014).

Berdasarkan studi awal yang dilakukan pada tanggal 08 Februari


2021 pukul 10.00 WIB di Ruang 4.2 Airlangga RSUD Kanjuruhan
Kepanjen, telah dilakukan pengkajian pada Ny. P (57th) yang merupakan
salah satu pasien gagal jantung/Heart Failure (HF) yang dirawat di
ruangan tersebut. Pada saat dilakukan pengkajian didapatkan pasien
mengeluh sesak di dada sudah 1 minggu terasa berat disertai nyeri skala 5,
4

kedua kaki bengkak (hilang-timbul) dan merasa lelah meskipun sudah


istirahat. Hasil wawancara antara pasien dan keluarga, yang menyatakan
bahwa pasien sudah 6 bulan ini berhenti dari segala aktivitasnya sebagai
petani. Pasien sering mengeluh sesak di dada dan awalnya hanya dianggap
sebagai akibat dari kecapekan. Namun 2 minggu terakhir sesak bertambah
berat disertai kaki bengkak sehingga dibawa dan dirawat di Rumah Sakit
Kanjuruhan. Berdasarkan hasil pengkajian dan data yang didapat maka
rencana dan tindakan keperawatan yang dibuat disesuaikan dengan standar
SLKI dan SIKI. Salah satu intervensi yang akan diberikan adalah
manajemen hypervolemia dengan diagnosis (SDKI) hypervolemia serta
penurunan curah jantung dengan SIKI perawatan jantung.

Perawat merupakan seorang yang telah mendapat keahlian dan


ilmu kesehatan dalam merawat pasien dan telah lulus Pendidikan
Perguruan Tinggi Keperawatan yang telah diakui oleh pemerintah sesuai
dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan. Perawat memiliki
peran yang penting sebagai pemberi asuhan pelayanan kesehatan serta
sebagai educator untuk pasien dalam melakukan asuhan keperawatan pada
pasien secara menyeluruh baik secara biologis, psikologis, sosial budaya
dan spiritual pada pasien serta menerapkan aspek promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti telah melakukan


“Asuhan Keperawatan Pada Ny. P dengan Heart Failure di Ruang 4.2
Airlangga RSUD Kanjuruhan Kepanjen tahun 2021”.

1.2 Perumusan Masalah


Bagaimanakah asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien
dengan Heart Failure di RSUD Kanjuruhan Kepanjen ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah untuk
menganalisis asuhan keperawatan medical pada Ny. P (57 tahun) dengan
5

Masalah kesehatan HF selama satu minggu praktik di Ruang 4.2


Airlangga RSUD Kanjuruhan Kepanjen.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui pengkajian pada Ny.P (57 tahun) dengan masalah
kesehatan HF selama satu minggu praktik di Ruang 4.2 Airlangga
RSUD Kanjuruhan Kepanjen.
2. Mengetahui diagnose keperawatan pada Ny.P (57 tahun) dengan
masalah kesehatan HF selama satu minggu praktik di Ruang 4.2
Airlangga RSUD Kanjuruhan Kepanjen.
3. Mengetahui rencana asuhan keperawatan yang diberikan pada Ny.P
(57 tahun) dengan masalah kesehatan HF selama satu minggu praktik
di Ruang 4.2 Airlangga RSUD Kanjuruhan Kepanjen.
4. Mengetahui implementasi yang telah dilakukan pada Ny.P (57 tahun)
dengan masalah kesehatan HF selama satu minggu praktik di Ruang
4.2 Airlangga RSUD Kanjuruhan Kepanjen.
5. Mengetahui hasil implementasi yang telah dilakukan pada Ny.P (57
tahun) dengan masalah kesehatan HF selama satu minggu praktik di
Ruang 4.2 Airlangga RSUD Kanjuruhan Kepanjen.

1.4 Manfaat Penelitian


Diharapkan penulisan laporan ini dapat memberikan manfaat untuk
mengatasi permasalahan pada pasien Heart Failure, yang dijabarkan
sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoristis


Diharapkan pada hasil penulisan laporan dapat bermanfaat bagi
bidang Pendidikan Keperawatan terutama bagi keperawatan medikal
bedah. Laporan ini juga diharapkan dapat menjadi dasar dalam
pengembangan ilmu mengenai intervensi keperawatan yang diberikan
pada pasien dengan diagnosa Heart Failure. Selain itu juga, diharapkan
penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi terkini bagi institusi
pendidikan agar menerapkan intervensi yang telah dilakukan oleh peneliti
sebagai pemecahan masalah HF. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan
6

dapat menjadi masukan serta ide untuk meneliti lebih lanjut mengenai
tindakan keperawatan yang sudah sesuai SLKI dan SIKI yang dapat
diberikan pada pasien dengan diagnosa medis Heart Failure.

1.4.2 Manfaat Praktis


Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi
bidang keperawatan terkait pelayanan kesehatan di RSUD Kanjuruhan
Kepanjen mengenai intervensi keperawatan yang dapat dilakukakan
untuk menyelesaikan permasalahan pasien dengan diagnosa Heart
Failure. Laporan ini juga diharapkan dapat dijadikan masukan bagi
bidang keperawatan terkait perawatan agar dapat menerapkan
intervensi yang telah dilakukan menjadi penanganan rutin pada pasien
dengan diagnosa Heart Failure.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Heart Failure


2.1.1 Definisi
Gagal Jantung (HF/CHF) terkadang disebut dengan gagal jantung
kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam
jumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan.
Gagal jantung merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan kelebihan
beban (overload) cairan dan perfusi jaringan yang buruk. Mekanisme
terjadinya gagal jantung kongestif meliputi (diastole) sehingga curah
jantung lebih rendah dari nilai normal. Curah jantung yang rendah dapat
memunculkan mekanisme kompensasi yang mengakibatkan peningkatan
beban kerja jantung dan pada akhirnya terjadi resistensi pengisian jantung.
(Brunner & Suddart, 2018).

HF adalah syndrome klinis (sekumpulan tanda dan gejala),


ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang
disebabkan oleh kelainan struktur dan fungsi jantung (Amin, 2015). HF
dapat disebabkan oleh gangguan yang mengakibatkan terjadinya
pengurangan pengisian ventrikel (disfungsi distolik) dan atau kontraktilitas
miokardial (disfungsi sistolik). HF adalah suatu keadaan ketika jantung
tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan
tubuh, meskipun tekanan pengisian vena normal (Prihatiningsih &
Sudyasih, 2018).

7
8

2.1.2 Etiologi
Menurut Wijaya & Putri, (2013) gagal jantung dapat disebabkan oleh
beberapa faktor sebagai berikut:

1. Disfungsi Myocard
a. Infark myocard
Infark myocard yaitu kondisi terhentinya aliran darah dari arteri
coroner yang menyebabkan kekurangan oksigen dan menyebabkan
kematian sel-sel otot pada jantung.
b. Iskemia otot jantung
Iskemia otot jantung adalah suatu keadaan dimana terjadi sumbatan
aliran darah yang berlangsung progresif sehingga menyebabkan
suplai darah ke jaringan tidak adekuat.
c. Kardiomiopaty
Kardiomiopaty merupakan penyakit jantung yang melemahkan dan
memperbesar otot jantung.
d. Myocarditis
Myocarditis merupakan kondisi otot jantung mengalami
peradangan atau inflamasi.
2. Sistolik overload
a. Stenosis aorta
Stenosis aorta adalah dimana kondisi terjadinya penyempitan pada
katup aorta.
b. Koartasio aorta
Koartasio aorta merupakan penyempitan pada aorta, yang terjadi
pada decending aorta.
c. Hipertensi
Suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan tekanan darah sistolik
lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolic melebihi 90 mmHg.
Hipertensi menjadi faktor resiko utama penyakit kardiovaskular
aterosklerotik, stroke, gagal ginjal, gagal jantung.
9

3. Diastolik overload
a. Insufisiensi katup mitral dan tricuspid
Yaitu kebocoran aliran balik melalui katup mitral maupun tricuspid
pada saat ventrikel berkontraksi yang diakibatkan oleh tidak
menutupnya katup secara sempurna.
4. Peningkatan kebutuhan metabolic (demand overload)
a. Anemia
Anemia merupakan berkurangnya jumlah hemoglobin atau sel
darah merah di dalam darah.
b. Tirotoksikosis
Tirotoksikosis adalah sindrom klinis hipermetabolisme yang
disebabkan peningkatan kadar hormone tiroksis bebas dan
tridotironin bebas.
c. Beri-beri
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B
(tiamin).
5. Gangguan pengisian ventrikel
a. Primer (gagal distensi sistolik)
- Perikarditis, yaitu dinding jantung mengalami kekakuan dan
jantung mengalami restriksi untuk mengembang dan
melakukan pengisian darah.
- Tamponade Jantung, merupakan tipe akut dari efusi
pericardium dimana cairan terakumulasi dalam pericardium.
b. Sekunder
Gangguan pada stenosis katup jantung baik katup mitral atau katup
tricuspid, stenosis katup merupakan penyempitan lubang pada
katup sehingga mengakibatkan peningkatan tahanan aliran darah
dari atrium ke ventrikel.
10

2.1.3 Klasifikasi
Pada pasien gagal jantung dapat diklasifikasikan sesuai dengan
gejala serta tingkat keparahan pasien. Berdasarkan New York Heart
Association (NYHA) dalam PERKI, (2019) pasien dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Tabel. 2.1 Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kapasitas fungsional
Kelas Gejala Pasien (Kapasitas fungsional)
I Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktivitas fisik.
Aktivitas fisik sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan,
palpitasi, atau sesak napas
II Terdapat batasan karakteristik ringan. Tidak terdapat
keluhan saat istirahat namun aktivitas fisik sehari-hari
menimbulkan palpitasi kelelahan atau sesak napas
III Terdapat batasan karakteristik bermakna. Tidak terdapat
keluhan saat istirahat, tetapi aktivitas fisik ringan
menyebabkan kelelahan, palpitasi , sesak napas
IV Tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa keluhan.
Terdapat gejala saat istirahat. Keluhan meningkat saat
melakukan aktivitas

Tabel 2.2 Klasifikasi gagal jantung berdasarkan struktural jantung

Kelas Struktural Jantung


Stadium A Memiliki resiko tinggi untuk berkembang menjadi gagal
jantung. Tidak terdapat gangguan structural atau
fungsional jantung tidak terdapat tanda dan gejala.
Stadium B Telah terbentuk penyakit struktur jantung yang
berhubungan dg perkembangan gagal jantung, tidak
terdapat tanda dan gejala
Stadium C Gagal jantung yang simptomatik berhubungan dengan
penyakit structural jantung yg mendasari
Stadium D Penyakit jantung structural lanjut serta gejala gagal
jantung yg sangat bermakna saat istirahat walaupun
sudah mendapat terapi medis maksimal (refrakter)

2.1.4 Patofisiologi
Bila cadangan jantung untuk berespons terhadap stress tidak
adekuat dalam memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, maka jantung gagal
untuk melakukan tugasnya sebagai pompa, akibatnya terjadilah CHF. Jika
reverasi jantung normal mengalami kepayahan dan kegagalan , respon
fisiologis tertentu pada penurunan curah jantung adalah penting.
11

Semua respon ini menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan


perfusi organ vital tetap normal. Terdapat empat mekanisme respons
primer terhadap CHF meliputi:

1. Meningkatnya aktivitas adregenik simpatis


2. Meningkatnya beban awal akibat aktivasi nerohormon.
3. Volume cairan berlebih.
4. Hipertrofi ventrikel.
Keempat respon ini adalah upaya untuk mempertahankan curah jantung
pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini dan pada
keadaan istirahat. Namun, kelainan pada kerja ventrikel serta menurunnya
curah jantung bisanya tampak pada saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya
CHF, maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif.

1) Meningkatnya Aktivitas Adrenergik Simpatis. Menurunnya volume


sekucup pada gagal jantung akan membangkitkan respon simpatis
kompensatoris. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis merangsang
pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medula
adrenal. Denyut jantung akan meningkat secara maksimal untuk
mempertahankan curah jantung. Arteri perifer juga melakukan
vasokonstriksi untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume
darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang rendah
metabolismennya seperti kulit dan ginjal. Hal ini bertujuan agar perfusi ke
jantung dan otak dapat dipertahankan. Venokonstriksi akan meningkatkan
aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah
kekuatan konstraksi sesuai dengan hukum starling. Pada keadaan CHF,
baroreseptor diaktivasi sehingga menyebabkan peningkatan aktivitas
simpatis pada jantung, ginjal, dan pembuluh darah perifer.
2) Peningkatan Beban Awal Melalui Sistem RAA. Aktivasi system renin-
angiotensin-aldosteron (RAA) menyebabkan retensi natrium dan air oleh
ginjal, meningkatkan volume ventrikel, dan regangan serabut. Peningkatan
beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan
hukum Starling.
12

3) Mekanisme yang mengakibatkan aktivasi sistem RAA pada gagal jantung


masih belum jelas. Sistem RAA bertujuan untuk menjaga keseimbangan
cairan dan elektrolit yang adekuat serta mempertahankan tekanan darah.
4) Hipertropi ventrikel. Respons terhadap kegagalan jantung lainnya adalah
hipertrofi ventrikel atau bertambahnya ketebalan dinding vertikel.
Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium,
bergantung pada jenis beban hemodinamil yang mengakibatkan gagal
jantung. Sarkomer dapat bertambah secara paralel atau serial. Terjadinya
respon miokardium terhadap beban volume seperti pada regugistasi aorta,
ditandai dengan dilatasi dan bertambahannya ketebalan dinding.
Kombinasi ini diduga merupakan akibat dari bertambahnya jumlah
sarkomer yang tersusun secara serial.

Kegagalan pada jantung dapat dinyatakan sebagai kegagalan sisi


kiri atau sisi kanan jantung. Kegagalan inilah dapat berlanjut dengan
kegagalan pada sisi yang lain dan manifestasi klinis yang sering
menampakkan kegagalan pemompaan total. Manifestasi klinis gagal
jantung/ HF kanan adalah: edema, distensi vena, asites, nokturia,
penambahan BB, peningkatan tekanan vena perifer, peningkatan atrium
kanan. Sedangkan manifestasi klinis yang terjadi pada gagal jantung kiri
adalah dyspnea, orthopnea, sianosis, batuk berdahak atau batuk darah,
lemah, peningkatan tekanan pulmonary kapiler, peningkatan tekanan
atrium kiri (Padila, 2012).
13

2.1.5 Web Of Caution Heart Failure


Modified Risk Factor Unmodified Risk Factor

a. Merokok dan konsumsi alcohol a. Usia


b. Kolesterol tinggi b. Gender
c. Obesitas c. Herediter
d. Gaya hidup tidak sehat d. Ras
e. Kurang Olahraga
f. Stress

Hipervolemia Hipertensi Stenosis katup Katup Kerusakan


inkompeten mikardium

Peningkatan preload
Peningkatan afterload

Peningkatan beban
kerja jantung

Peningkatan kekuatan MK: Penurunan Penurunan kekuatan kontraksi


kontraksi ventrikel kiri Curah Jantung ventrikel kanan

Bagian depan Bagian belakang Peningkatan RA preload

Penurunan aliran balik


Penurunan perfusi Peningkatan
sistemik Penurunan venous
organ sistemik LVEDV
return

Penurunan TD sistemik MK : Intoleran


Aktivitas Mendesak Lobus Edema ekstremitas
Hepar

Peningkatan ADH
Peningkatan LA Preload Kematian sel hepar,
Penurunan renal
fibrosis, sirosis
blood
Peningkatan tek.
Retensi Na & Air Aktivitas renin- Kapiler pulmoner
Peningkatan tekanan
angiotensin
vena porta
aldosteron
Edema
Akumulasi cairan di
Edema pulmoner sirkulasi mesenteriks
MK : Kerusakan
Integritas Kulit

MK : Gangguan MK:
Pertukaran Gas / Pola Hipervolemia
Napas Tidak Efektif
14

2.1.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis gagal jantung dapat dihubungkan dengan ventrikel yang
mengalami gangguan. Gagal jantung kiri memiliki manifestasi yang berbeda
dari gagal jantung kanan. Pada gagal jantung kronik, pasien dapat
menunjukkan tanda dan gejala dari kedua tipe gagal jantung tersebut:
a. Gagal Jantung Kiri
1) Kongestif pulmonal: dipsnea, batuk, kreleks paru, kadar saturasi
oksigen yang rendah, adanya bunyi jantung tambahan bunyi jantung
S3 atau gallop ventrikel bisa dideteksi melalui auskultasi.
2) Dyspnea saat beraktifitas (DOE), ortopnea, dyspnea nocturnal
paroksismal (PND)
3) Batuk kering dan tidak berdahak di awal, lama kelamaan dapat
berubah menjadi batuk berdahak
4) Sputum berbusa, banyak, dan berwarna pink (berdarah)
5) Krekels pada kedua basal paru dan dapat berkembang menjadi krekels
di seluruh area paru
6) Perfusi jaringan yang tidak memadai
7) Oliguria dan nokturia
8) Dengan berkembangnya gagal jantung akan timbul gejala-gejala
seperti: gangguan pencernaan, pusing, sakit kepala, konfusi, gelisah,
ansietas, kulit pucat atau dingin dan lembab
9) Takikardia, lemah, pulsasi lemah, keletihan
b. Gagal Jantung Kanan
1) Kongesti pada jaringan visceral dan perifer
2) Edema ekstremitas bawah (edema dependen), hepatomegaly, asites
(akumulasi cairan pada rongga peritoneum), kehilangan nafsu makan,
mual, kelemahan, dan peningkatan berat badan akibat penumpukan
cairan (Brunner & Suddart, 2018).
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat dialami oleh pendeita HF meliputi :
a. Edema pada paru akut akibat kegagalan jantung kiri
b. Efusi pericardial dan temponade jantung
Terjadi akibat masuknya cairan ke kantung pericardium, menurunnya
cardiac output dan aliran balik vena ke jantung.
15

c. Episode Trombolitik
Terbentuknya thrombus akibat imobilitas pasien dan terjadi gangguan
sirkulasi thrombus dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh
darah.
d. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi akibat penurunan dari curah jantung dan perfusi
jaringan yang tidak adekuat menuju jantung dan otak (Wijaya & Putri,
2013).

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


1. Ekokardiogram
a. Ekokardiografi 2 dimensi (CT-Scan)
b. Ekokardiografi model M
c. Ekokardiografi Doppler (dapat memberikan pencitraan dan
pendekatan transesofageal terhadap jantung)
2. Sinar X dada
3. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan Laboratorium: elektrolit serum, BUN, kreatinin, TSH,
hitung darah lengkap (CBC), peptide natriuretic otak (BNP) urinalisis
4. Kateterisasi Jantung
Pada tekanan abnormal jantung merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung kanan, gagal jantung kiri, dan stenosis katup
atau insufisiensi
5. Analisa Gas Darah (AGD)
6. Blood Ureum Nitrogen (BUN) dan kreatinin
Terjadinya peningkatan BUN dan kreatinin menunjukkan penurunan
fungsi ginjal.
2.1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gagal jantung bertujuan untuk meredakan gejala,
memperbaiki status fungsional dan memperbaiki kualitas hidup, serta
meningkatkan harapan hidup pada pasien. Pemilihan terapi sangat bergantung
pada tingkat keparahan dan kondisi pasien dan dapat meliputi medikasi oral
dan IV, perubahan besar pada gaya hidup, pemberian tambahan oksigen,
pemasangan alat bantu.
16

Berikut tatalaksana gagal jantung /HF menurut Nurafif & Kusuma, (2015),
dibagi menjadi :

a. Terapi Farmakologis
Terapi yang dapat diberikan antara lain golongan diuretic, Angiotensin
Converting Enzyme Inhibitor (ACEI), beta bloker, Angiotensin Receptor
Blocker (ARB), glikosida jantung, vasodilator, agonis beta, serta
bipiridin. Infusi intravena: nesiritida, milrizne, dobutamin. Obat-obat
untuk mengurangi disfungsi diastolic. Antikoagulan , obat-obatan untuk
mengontrol hyperlipidemia (statins).
b. Terapi Nonfarmakologis
Terapi non-farmakologi yaitu antara lain perubahan life style, monitoring
life style dan kontrol faktor resiko.
c. Penatalaksanaan Bedah
Pembedahan pada pintas coroner, angioplasty coroner transluminal
perkutan (PTCA), dan beberapa terapi inovatif yang diindikasikan (pada
pemasangan alat bantu jantung, dan transplantasi).

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Heart Failure


2.2.1 Pengkajian
1. Identitas
Tidak ada spesifikasi untuk identitas khusus penderita gagal jantung, namun
lebih sering diderita oleh usia >60 tahun.
2. Keluhan Utama dan Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama yang sering dikeluhkan adalah sesak di dada, kelemahan saat
beraktivitas disertai nyeri tekan (lengkapi dengan pengkajian PQRST bila ada
nyeri), paroximal nocturnal dyspnea (terbangun tengah malam hari akibat
sesak).
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah sebelumnya klien mengidap hipertensi, sering merasakan nyeri pada
dada, iskemia miokardium. Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasanya
diminum oleh klien. Obat-obatan ini meliputi penghambat beta, diuretik,
nitrat, dan antihipertensi.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga, apakah terdapat anggota
keluarga yang meninggal pada usia produktif dan penyebab kematiannya.
Riwayat dalam keluarga ada yang menderita penyakit jantung, diabetes,
stroke, hipertensi atau perokok.
17

5. Riwayat Psikososial
Apakah terdapat gangguan psikologis seperti kecemasan berlebihan terkait
penyakit yang dialami, riwayat gangguan jiwa keluarga, dukungan keluarga.
6. Pola Aktivitas Sehari-hari (ADL)
Aktivitas selama di rumah dan di rumah sakit pasien. Apakah dilakukan
secara mandiri atau dengan bantuan minimal, penuh.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Kondisi umum : (Composmentis sampai dengan coma), kelemahan dan
kelelahan.
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital : (TD, RR, Nadi, Suhu, SpO2, BB, TB)
c. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala dan leher : konjunctiva pucat, distensi vena jugularis (+),
adanya tanda-tanda anemia, bibir kering, sianosis
2) Pemeriksaan Dada
Pernafasan : dyspnea saat beristirahat atau saat aktivitas, ortopnea,
takipnea, batuk dengan atau tanpa sputum, retraksi dinding dada,
adanya suara napas tambahan (biasnya ronchi, wheziing, rales).
Sirkulasi: TD dapat meningkat atau menurun, takikardia, sianosis
perifer, nyeri dada. Suara jantung tambahan S3 atau S4 mungkin
mencerminkan terjadinya kegagalan jantung dan ventrikel kehilangan
kontraktilitasnya.
3) Pemeriksaan abdomen : asites, nyeri tekan, hepatomegaly
4) Pemeriksaan ekstremitas dan Integumen: sianosis perifer, akral teraba
dingin, pucat, terdapat pitting edema
5) Pemeriksaan genitalia : kemungkinan terdapat edema pada area
genitalia, terdapat keluhan berkemih, diare atau konstipasi.
d. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien dengan HF pemeriksaan penunjang dapat melalui
pemeriksaan rongten dada/foto thorax, pemeriksaan kimia darah,
pemeriksaan fungsi hati, lab urin lengkap dan lainnya sesuai kondisi
pasien.
- EKG menunjukkan : adanya S-T elevasi yang merupakan tanda dari
iskemia, gelombang T inversi atau hilang yang merupakan tanda dari
injury, dan gelombang Q tanda adanya nekrosis.
- Analisa gas darah menunjukkan terjadinya hipoksia atau adanya
proses penyakit paru yang kronis atau akut.
18

- Elektrolit: ketidakseimbangan yang memungkinkan terjadinya


penurunan konduksi jantung dan kontraktilitas jantung seperti hipo
atau hyperkalemia.
- Chest X Ray menunjukkan mungkin normal atau adnya kardiomegali,
CHF, atau aneurisma ventrikuler.
2.3 Diagnosa Keperawatan Yang Kemungkinan Muncul
Menurut Brunner & Suddart, (2018) dan Padila, (2012) diagnosa keperawatan
yang mungkin muncul pada pasien HF yaitu:
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload,
perubahan kontraktilitas
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi perfusi
3. Ketidakefektifaan pola napas berhubungan dengan kelelahan otot
pernafasan, nyeri
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan sindrom gagal jantung
5. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan
jantung
6. Intoleran aktivitas dan kelelahan yang berhubungan dengan penurunan
curah jantung, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen,
adanya jaringan yang nekrotik
7. Ketidakefektifan penatalaksanaan regimen penyakit yang berhubungan
dengan kurang pengetahuan
8. Cemas yang berhubungan dengan sesak napas akibat suplai oksigen yang
tidak memadai.

2.4 Intervensi Keperawatan


Berdasarkan Brunner & Suddart, (2018) dan Padila, (2012), intervensi yang
dapat dilakukan pada pasien dengan Heart Failure meliputi:

a. Menangani Kelebihan Cairan


1) Berikan diuretik pada pagi hari sehingga diuresis tidak mengganggu
istirahat pada malam hari
2) Pantau status cairan secara ketat dengan auskultasi paru, bandingkan berat
badan harian, dan pantau asupan dan haluaran cairan secara adekuat
3) Ajarkan pasien untuk mentaati diet rendah natrium sengan selalu
membaca label makanan dan mengnhindari makanan siap saji
4) Bantu pasien untuk mentaati pembatasan cairan dengan merencanakan
distribusi cairan sepanjang hari sambil mempertahankan pilihan diet.
19

5) Pantau cairan IV secara ketat, hubungi dokter atau apoteker tentang


kemungkinan dosis ganda obat-obatan.
6) Posisikan pasien atau ajarkan pasien tentang cara mengubah posisi yang
mendukung pernapasan (menambah bantal yang digunakan, meninggikan
kepala tempat tidur) atau posisi mungkin memeilih tidur dalam posisi
duduk di kursi.
7) Kaji adanya kerusakan kulit dan lakukan upaya pencegahan (mengubah
posisi secara sering, mengatur posisi untuk mencegah lecet, olahraga
kaki).
b. Meningkatkan Toleransi Aktivitas
1) Kaji toleransi pasien dalam melakukan aktivitas. Instruksikan pasien
untuk menghindari tirah baring yang terlalu lama; pasien sebaiknya
istirahat jika timbul gejala yang berat.
2) Anjurkan pasien untuk menjalankan aktivitas lebih perlahan dari
biasanya, dalam periode waktu yang lebih pendek, dan dibantu oleh orang
lain
3) Ukur tanda-tanda vital (nadi sebelum dan sesudah aktivitas untuk
mengetahui apakah terdapat rentang yang ditentukan), denyut jantung
harus kembali normal dalam 3 menit.
4) Rujuk pasien untuk mengikuti program rehabilitasi jantung jika perlu,
khususnya pasien yang mengalami infark miokard akut, riwayat
pembedahan jantung atau kecemasan yang meningkat.
c. Meningkatkan Status Pernapasan
1) Kaji frekuensi, kedalaman napas, auskultasi bunyi napas, palpasi fremitus,
monitoring sesering mungkin, catat penggunaan alat bantu pernapasan
2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien memilih posisi untuk
mengurangi gejala dyspnea
3) Kaji kulit dan membrane mukosa
4) Berkolaborasi dengan pemeriksaan GDA, berikan oksigen sesuai indikasi
d. Mengontrol Ansietas
1) Kurangi kecemasan agar beban kerja jantung bisa ikut berkurang
2) Berikan oksigen selama fase akut untuk mengurangi kerja pernapasan dan
meningkatkan kenyamanan
3) Saat pasien mengalami ansietas, tingkatkan kenyamanan fisik dan
dukungan psikologis, kehadiran anggota keluarga dapat memberi rasa
tenang
20

4) Bantu pasien mengidentifikasi faktor-faktor yang menimbulkan


kecemasan
5) Skrining adanya depresi yang kerap menyertai atau disebabkan oleh
perasaan cemas pada pasien.
e. Mengurangi Tingkat Nyeri
1) Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri
2) Monitor tanda-tanda vital ( tekanan darah, nadi, respirasi, kesadaran)
3) Anjurkan pada pasien untuk segera melaporkan apabila terjadi nyeri dada
memberat
4) Ciptakan suasana lingkungan yang nyaman dan tenang.
5) Ajarkan dan menganjurkan pasien untuk melakukan teknik relaksasi
napas dalam
6) Kolaborasi dengan terapi medis : pemberian oksigen, obat-obatan (beta
blocker anti angina, analgesic)
7) Ukur tanda vital sebelum dan sesudah dilakukan pengobatan.
f. Meningkatkan Curah Jantung
1) Bantu pasien dalam posisi istirahat
2) Berikan oksigen jika diindikasikan dan berikan obat yang yang telah
diprogramkan tepat waktu
3) Lakukan pengukuran tekanan darah, nadi pada pasien
4) Catat perkembangan dari adanya S3 dan S4
5) Auskultasi suara napas
6) Dampingi pasien pada saat melakukan aktivitas
7) Sajikan makanan yang mudah dicerna dan kurangi konsumsi kafein,
tingkatkan makanan rendah natrium dan asupan cairan yang adekuat
8) Upayakan agar pasien tetap hangat dang anti posisi pasien secara sering
untuk menstimulasi sirkulasi dan mengurangi kerusakan kulit.
9) Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial ECG, foto thorax, pemberian obat-
obatan anti disritmia.

2.5 Evaluasi
Hasil akhir yang diharapkan untuk pasien, yaitu :
1) Mempertahankan atau meningkatkan fungsi jantung
2) Meningkatkan dan memperbaiki status pernapasan
3) Menunjukkan toleransi terhadap penongkatan aktivitas
4) Mempertahankan keseimbangan cairan
5) Membuat keputusan yang bijaksana terkait perawatan dan pengobatan
21

6) Mematuhi regimen perawatan diri


BAB III
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien dan Penanggung Jawab
Ny. P berusia 57 tahun datang ke RS Kepanjen pada tanggal 07 Februari
2021. Pendidikan terakhir SD, pasien saat ini tidak bekerja, beragama Islam,
suku Jawa dan beralamat di Karangrejo Selatan RT 22 RW 11, Donomulyo.
Pasien datang ke IGD bersama anaknya Tn S (anak pertama) berusia 38
tahun, pendidikan terakhir SMA dan bekerja sebagai wiraswasta.

3.1.2 Keluhan Utama


Keluhan utama saat MRS tanggal 07 Februari 2021, Ny P mengeluh sesak ± 1
minggu, kaki bengkak hilang timbul dan ngos-ngosan saat aktivitas, lemas.
Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 08 Februari 2021, pasien mengatakan
masih merasa sesak di dada dan bertambah saat melakukan aktivitas, kaku
pada bagian punggung, kaki bengkak hilang timbul. Pasien juga merasa nyeri
pada perut atas jika ditekan kadang saat bernapas juga merasakan nyeri hilang
timbul.

P :nyeri saat dipegang/ditekan, kadang kambuh saat aktivitas dan hilang saat
napas dalam
Q : nyeri dirasakaan tumpul menjalar
R : nyeri pada area perut regio atas, sebagian dada kiri
S : skala nyeri 5-6
T : Hilang timbul, namun saat ditekan nyeri

3.1.3 Diagnosa Medis


Heart Failure
3.1.4 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan sering merasa sesak napas saat aktivitas dan kadang saat
istirahat. Pasien juga mengeluhkan nyeri di dada sudah 1 bulan ini. Badan
panas 1 minggu yang lalu naik turun. Pasien juga mengeluhkan merasa lemah
sejak 1 bulan yang lalu. Pasien didiagnosa menderita gagal jantung sejak 6
bulan yang lalu ketika MRS di RS Wava Husada dengan keluhan nyeri pada
dada dan merasa sesak napas.

20
23

3.1.5 Riwayat Kesehatan Yang Lalu


Pasien memiliki riwayat magh sejak remaja hingga sekarang. Tidak ada
riwayat penyakit jantung dari keluarga.

3.1.6 Pola Aktivitas Sehari-hari (ADL)


1. Selama di Rumah
Pasien saat di rumah makan 3x sehari dengan lauk bervariasi: telur, tempe,
ikan. Selama sakit pasien biasanya mengonsumsi bubur. Minum air putih
± 1000 ml/hari. Pola eliminasi pasien saat di rumah BAK 3-4x sehari, urin
jernih biasanya keluar sedikit-sedikit. BAB 2 hari sekali dan tidak ada
keluhan. Pola tidur pasien jika dirumah biasanya tidur 5-6 jam (pukul
22.00-04.00), kadang mengalami kesulitan tidur dan sering terbangun.
2. Selama di Rumah sakit
Pada saat di RS pasien menerima diit jantung 3 (lunak, rendah kalori,
rendah garam): nasi tim/bubur, telur rebus, sup. Konsumsi cairan per oral
air putih 500 cc, NS 500 ml/24 jam, Octalbin 25% (100 ml). Pasien
diberikan bantuan total untuk pemenuhan ADL termasuk mandi dan
kebutuhan eliminasi, pasien juga terpasang kateter, output urin (06.00-
14.00) : 350 cc.
Perhitungan balance cairan sebagai berikut:
Intake cairan :
Air minum : ± 500 ml/hari, NS : 500 ml/24 jam, Octalbin 25 % 100 ml, Inj
Antrain 2 cc (3x), Inj Omeprazole 10 cc (1 x), Inj Cefotaxim 10 cc (2x),
Inj Furosemid 10 cc (4x), Air metabolisme (AM) : 250 cc (5x50 kg),
total : 1.396 cc
Output cairan :
Urin (06.00-14.00) : 350 cc
(IWL : 31,25 cc/kgBB/jam, atau 750 cc/24 jam , BB 50 kg), total : 1.100
cc
Balance cairan : Intake-output = 1.396 – 1.100 = +296 cc.
24

3.1.7 Riwayat Psikologi


Pasien tidak ada riwayat gangguan jiwa di keluarga, pasien hanya kadang
merasa cemas dan gelisah saat penyakitnya kambuh

3.1.8 Riwayat Sosial


Tidak ada gangguan atau masalah sebelum sakit

3.1.9 Riwayat Spiritual


Spiritual pasien baik, pasien sholat 5 waktu, sebelum sakit pasien rutin
mengikuti kegiatan pengajian setiap hari Jumat

3.1.10 Konsep Diri


Gambaran diri pasien merasa gerakan tidak bebas karena terpasang infus
dan terpasang kateter, dan jika NRBM dilepas merasa sesak napas, ngos-
ngosan. Identitas diri, pasien mengatakan bahwa pasien saat ini hanya
fokus sebagai nenek dari ke 4 cucunya. Peran pasien sebelum sakit
biasanya bercocok tanam, dan mengurus keluarga serta cucu-cucunya.
Selama dirumah sakit pasien hanya melakukan kegiatan di bed. Harga diri
pasien merasakan tidak bisa menjalankan aktivitas seperti biasanya
3.1.11 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
Keadaan umum pasien composmentis, pasien tampak lemah, TD
122/73 mmHg, Nadi 89 x/m, RR 25 x/m, Suhu 37,3 0C, SpO2 75%,
berat badan 50 kg.
2. Pemeriksaan Wajah
Tidak ada kelainan atau keluhan pada wajah. Wajah tampak simetris.
Mata simetris antara kanan dan kiri, konjungtiva anemis, sclera tidak
ikterik kanan dan kiri, reflek cahaya positif, reflek pupil sama antara
kanan dan kiri. Sesekali tampak pernapasan cuping hidung. Terdapat
gigi berlubang, terdapat karies gigi. Mukosa bibir tampak sedikit
kering. Pada telinga simetris antara kanan dan kiri, tidak terdapat
serumen. Tidak ada keluhan.
3. Pemeriksaan Kepala dan Leher
25

Tidak ada gangguan pada kepala. Bentuk kepala simetris, tidak


terdapat nyeri tekan. Pada leher terdapat pembesaran vena jugularis
(JVD).

4. Pemeriksaan Paru
Bentuk toraks normal chest, susunan ruas tulang belakang normal,
bentuk dada simetris, terdapat retraksi intercosta, terdapat pernapasan
cuping hidung, pola napas takipnea (25 x/menit). Terdapat usaha untuk
bernapas. Pada pemeriksaan palpasi ditemukan adanya nyeri tekan
pada dada sebelah kiri. Pemeriksaan perkusi area paru sonor. Pada
pemeriksaan auskultasi ditemukan suara napas tambahan (rales).
Keluhan yang dirasakan pasien adalah pasien merasa sangat sesak,
lebih nyaman posisi duduk. Pasien terpasang NRBM 10 lpm.
5. Pemeriksaan Jantung
Pada pemeriksaan palpasi pulsasi pada sensing toraks teraba lemah.
Pada pemeriksaan auskultasi terdapat bunyi jantung tambahan BJ III
(+), gallop rhythm (+). Hasil pemeriksaan Foto Thorax: Kardiomegali.
6. Pemeriksaan Abdomen
Pada pemeriksaan inspeksi bentuk abdomen tampak cembung, tidak
terdapat massa/benjolan, bentuk abdomen simetris. Frekuensi
peristaltic usus 21 x/m. Pada pemeriksaan palpasi nyeri tekan pada
area kuadran atas.
7. Pemeriksaan Ekstremitas/Muskuloskeletal
Pada pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah didapatkan kekuatan
otot dengan skor 5544. Bisa melawan tahanan secara minimal.
Ditemukan edema pada ekstremitas bawah. Pitting edema (+) derajat 4
(+).
8. Pemeriksaan Fungsi Pendengaran/Penghidu/Tenggorokan
Tidak ada keluhan terkait fungsi pendengaran/penghidu/tenggorokan.
9. Pemeriksaan Fungsi Penglihatan
26

Ketajaman penglihatan masih baik. Pada pemeriksaan lapang pandang


normal. Tidak ada keluhan pada fungsi penglihatan.

10. Pemeriksaan Fungsi Neurologis


Pada pemeriksaan neurologis tingkat kesadaran pasien dengan GCS
nilai 456, tidak ada tanda-tanda penurunan kesadaran. Fungsi sensorik
dan motorik baik. Tidak ada keluhan.
11. Pemeriksaan Kulit/Integumen
Pada pemeriksaan kulit tidak ditemukan kelainan. Tekstur kulit kering
agak keriput, pitting edema (derajat 4+), CRT >3 detik.

3.1.12 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai


Pemeriksaan Rujukan/normal
08/02/2021 Darah
Lengkap 7.7 gr/dL 11.4-15.1
Hemoglobin 22.2 % 38-42
Hematokrit 3.270 Sel/cmm 4,700-11,300
Leukosit 1.98 Juta/cmm 4.0-5.0
Eritrosit 45,500 Sel/cmm 142,000-424,000
Trombosit 112.0 fL 80-93
MCV 38.8 pg 27-31
MCH 34.6 g/dL 32-36
MCHC
Jenis Leukosit
Esinofil 0.4 % 0-4
Basofil 0.6 % 0-1
Neutrofil 65.5 % 51-67
Limfosit 29.0 % 25-33
Monosit 4.5 % 2-5
Kimia Klinik
Glukosa Darah 120 mg/dL <200
sewaktu
SGOT 38 U/L 0-32
SGPT 10 U/L 0-33
Ureum 46 mg/dL 10-20
Kreatinin 1.05 mg/dL <1.2
Albumin 1.57 g/dL 3.5-5.5
27
28

2. Pemeriksaan Lain
Pada pemeriksaan Foto Thorax yang dilakukan pada tanggal 08
Februari 2021 pukul 08.30 WIB, didapatkan hasil interpretasi:
cardiomegaly dengan kesimpulan terdapat infiltrate pada paru, efusi
pleura dextra-sinistra, cor dilatasi ke kiri.
Pada pemeriksaan USG abdomen yang dilakukan pada tanggal 08
Februari 2021, pukul 13.00 didapatkan hasil dengan kesimpulan
splenomegaly, kesan anemic liver, sludge GB, asites dan efusi pleura
bilateral.
Pemeriksaan EKG pada tanggal 08 Februari 2021 dengan interpretasi
normal EKG.

3.1.13 Terapi
Tabel 3.2 Terapi Medis
No. Nama Obat Dosis Keterangan
1. NS 500 ml/24 jam Terapi cairan
2. Antrain Inj 3x1 Antinyeri
3. Omeprazole Inj 1 x 40 mg Mengurangi
kadar asam
lambung
4. Furosemide Inj (2-2-0) Diuretik
5 Spironolactone PO 25 mg (0-2- Edema dan
0) asites pada
sirosis hati,
asites malignan,
sindroma
nefrotik, gagal
jantung
kongestif
6. Cefotaxim 2X1 gr Antibiotik
7. Octalbin 25% Terapi albumin
8. Concor PO 2,5 mg Antiaritmia
29

3.2 Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan


1. Diagnosa Keperawatan : Gangguan Pertukaran Gas b/d
Ketidakseimbangan Vnetilasi-Perfusi (D. 0003)
a. Pengertian : Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau
eleminasi karbondioksida pada membrane alveolus-kapiler
b. Data Subyektif : Pasien mengatakan sesak di dada dan bertambah
saat melakukan aktivitas
c. Data Objektif : Terdapat retraksi dinding dada, tampak adanya
usaha untuk bernapas dan tampak pernapasan cuping hidung,
terdapat suara tambahan rales pada lapang paru bagian sinistra. TD
122/73 mmHg, Nadi 89 x/m, RR 25 x/m, Suhu 37,3 0C, SpO2 75%,
berat badan 50 kg. Pasien terpasang NRBM 10 lpm.
Hasil foto thorax: cardiomegaly, efusi pleura dextra-sinitrsa,
terdapat infiltrate pada paru, cor dilatasi ke kiri.
2. Diagnosa Keperawatan : Nyeri Akut b/d Agen Pencedera Fisiologis
(D.0077)
a. Pengertian : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan.
b. Data Subjektif : Pasien mengatakan nyeri pada perut bagian atas,
dan sebagian dada kiri terutama jika ditekan dan saat bernapas.
P :nyeri saat dipegang/ditekan, kadang kambuh saat aktivitas dan
hilang saat napas dalam
Q : nyeri dirasakaan tumpul menjalar
R : nyeri pada area perut atas, sebagian dada kiri
S : skala nyeri 5-6
T : Hilang timbul, namun saat ditekan nyeri
c. Data Objektif : Pasien tampak meringis saat ditekan area nyeri dan
sering mengubah posisi (sering duduk / fowler dengan kaki
diganjal oleh bantal), menggunakan otot bantu napas, TD 122/73
30

mmHg, Nadi 89 x/m, RR 25 x/m, Suhu 37,3 0C, SpO2 75%, berat
badan 50 kg, GCS 456
Hasil Foto Thorax : Kardiomegali, terdapat infiltrat pada paru,
efusi pleura dextra-sinitra, cor dilatasi ke kiri
Hasil USG Abdomen: Splenomegali, kesan anemic liver, sludge
GB, ascites ddan Effusi pleura bilateral
3. Diagnosa Keperawatan : Penurunan Curah Jantung b/d Perubahan
Preload dan Afterload (D.0008)
a. Pengertian : Ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh
b. Data Subjektif : Pasien mengatakan jantung sering berdebar
(palpitasi) dan mudah lelah baik saat aktivitas maupun saat
istirahat. Pasien juga merasa sesak di dada.
c. Data Objektif : Terdapat edema pada kedua kaki (pitting edema
derajat 4+), TD 122/70 mmHg, Nadi 89 x/m, RR 25 x/m, Suhu
37,3 0C, SpO2 75%, berat badan 50 kg, terdapat suara jantung S3
(gallop), CRT >3 detik, warna kulit pucat/sianosis.
Hasil foto thorax: cardiomegaly, efusi pleura dextra-sinitrsa,
terdapat infiltrate pada paru, cor dilatasi ke kiri.
4. Diagnosa Keperawatan : Hipervolemia b/d Kelebihan Asupan Cairan
(D.0022)
a. Pengertian : Peningkatan volume cairan intravascular, interstisial,
dan /atau intraselular
b. Data Subjektif : Pasien mengeluhkan kaki bengkak hilang timbul,
mengeluhkan sesak napas, dan bertambah saat aktivitas.
c. Data Objektif : Terdapat edema pada kedua ekstremitas bawah,
pitting edema (derajat IV), TD 122/73 mmHg, Nadi 89 x/m, RR 25
x/m, Suhu 37,3 0C, SpO2 75%, berat badan 50 kg, kadar Hb turun
(7,7), kadar Ht turun (22,2), terdapat distensi vena jugularis,
tetrdapat suara tambahan rales pada lapang paru sinistra, hasil Foto
Thorax : Kardiomegali, terdapat infiltrat pada paru, efusi pleura
dextra-sinitra, cor dilatasi ke kiri, hasil USG Abdomen:
31

Splenomegali, kesan anemic liver, sludge GB, ascites dan Effusi


pleura bilateral.
Perhitungan balance cairan sebagai berikut:
Intake cairan :
Air minum : ± 500 ml/hari, NS : 500 ml/24 jam, Octalbin 25 % 100
ml, Inj Antrain 2 cc (3x), Inj Omeprazole 10 cc (1 x), Inj
Cefotaxim 10 cc (2x), Inj Furosemid 10 cc (4x), Air metabolisme
(AM) : 250 cc (5x50 kg), total : 1.396 cc
Output cairan :
Urin (06.00-14.00) : 350 cc
(IWL : 31,25 cc/kgBB/jam, atau 750 cc/24 jam , BB 50 kg), total :
1.100 cc
Balance cairan : Intake-output = 1.396 – 1.100 = +296 cc

3.2 Rencana Keperawatan


Masalah keperawatan yang telah didapatkan diatas kemudian
dilakukan rencana intervensi untuk mengatasi masalah tersebut. Pada
masalah keperawatan pertama yaitu gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan pertukaran gas pasien meningkat dengan kriteria
hasil dyspnea menurun, bunyi napas tambahan menurun, pernapasan cuping
hidung menurun, takikardia membaik, pola napas membaik. Intervensi
yang akan dilakukan yaitu berfokus pada pemantauan respirasi dan
dukungan ventilasi. Perencanaan keperawatan tersebut antara lain monitor
status respirasi dan oksigenasi (seperti frekuensi dan kedalaman napas,
penggunaan otot bantu napas, dan saturasi oksigen), identifikasi adanya
kelelahan otot bantu napas, identifikasi efek perubahan posisi terhadap
status pernapasan, pertahankan kepatenan jalan napas, berikan posisi semi
Fowler atau Fowler, fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin, berikan
oksigenasi sesuai kebutuhan, atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondidi pasien.
Pada diagnosa kedua yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen
pencedera fisiologis, intervensi yang dilakukan adalah manajemen nyeri.
32

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat nyeri pada


pasien menurun dengan kriteria hasil keluhan nyeri menurun, meringis
menurun, sikap protektif menurun, pola napas membaik. Intervensi yang
dialkukan yaitu identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri, identifikasi skala nyeri, identifikasi respon nonverbal,
identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup, berikan teknik non
farmakologis ( misal. Terapi relaksasi, imajinasi terbimbing), kontrol
lingkungan yang memperberat nyeri, fasilitasi istirahat tidur, jelaskan
penyebab, periode, pemicu nyeri, ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri, kolaborasi pemberian angetik.
Diagnosa ketiga yaitu penurunan curah jantung berhubungan
dengan perubahan preload dan afterload. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan curah jantung meningkat dengan kriteria hasil
sebagi berikut, edema menurun, distensi vena jugularis menurun, dyspnea
menurun, suara jantung S3 menurun. Untuk mencapai hasil tersebut
dilakukan intervensi yang berfokus pada perawatan jantung. Perawatan
jantung yang dilakukan yaitu identifikasi tanda dan gejala primer
penurunan curah jantung (misal. dyspnea, kelelahan, edema, ortopnea,
paroxysmal nocturnal dyspnea), identifikasi tanda/gejala sekunder
penurunan curah jantung (hepatomegaly, distensi vena jugularis, palpitasi,
ronkhi basah), monitor tekanan darah, monitor intake output cairan,
monitor saturasi oksigen, monitor keluhan nyeri dada, posisikan pasien
semi-fowler atau fowler dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman, berikan
diet jantung yang sesuai, berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
oksigen >94%, anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi, anjurkan
beraktivitas fisik secara bertahap, kolaborai pemberian antiaritmia.
Pada diagnosa keempat yaitu hipervolemia berhubungan dengan
kelebihan asupan cairan, intervensi yang dilakukan berfokus pada
manajemen hypervolemia. Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan keseimbangan cairan meningkat dengan kriteria hasil asupan
cairan meningkat, haluaran urin meningkat, edema menurun, turgor kulit
membaik. Dalam mencapai tujuan tersebut dilakukan intervensi manajemen
33

hypervolemia yaitu periksa tanda dan gejala hypervolemia (misal ortopnea,


edema, JVP meningkat, suara napas tambahan), identifikasi penyebab
hypervolemia, monitor status hemodinamik (TD), monitor intake dan
output cairan, monitor kecepatan infus secara ketat, batasi asupan cairan
dan garam, tingikan kepala 30o-40o, ajarkan membatasi cairan, kolaborasi
dengan diuretik.

3.3 Implementasi Keperawatan


1. Implementasi dengan diagnosa Gangguan Pertukaran Gas
Implementasi yang dilakukan pada tanggal 08 Februari 2021 tepat
saat pasien hari pertama di rawat di ruang airlangga. Impelementasi
yang dilakukan adalah memberikan dukungan ventilasi dan pemantuan
respirasi dengan memonitor status respirasi pasien (TTV), memonitor
kedalaman dari upaya napas dengan hasil RR 25x/menit, memeriksa
saturasi oksigen dengan hasil SpO2 75%, irama irregular,
mengauskultasi bunyi napas dengan hasil terdapat suara napas tambahan
rales di lobus kiri, adanya bantuan otot pernapasan, tampak sesekali
terdapat pernapasan cuping hidung, melakukan pengecekkan aliran
oksigen sebelum diberikan kepada pasien, memberikan oksigen NRBM
10 lpm, mengidentifikasi adanya kelelahan otot bantu napas,
memberikan posisi semifowler 300-400 atau posisi senyaman mungkin
pada pasien, mengajarkan pasien teknik slow deep breathing.
Pada hari kedua tanggal 09 Februari 2021 dilakukan kembali
implementasi pemantauan respirasi pada pasien. Menghitung frekuensi,
irama, kedalaman dari upaya napas dengan hasil RR 24 x/menit,
memeriksa saturasi oksigen dengan hasil SpO2 89%, irama regular,
adanya penggunaan otot bantu napas, mengauskultasi bunyi napas
dengan hasil terdapat rales pada lobus kiri, memberikan posisi semi
fowler, memberikan oksigen NRBM 7 lpm, melakukan teknik slow deep
breathing.
Pada hari ketiga tanggal 10 Februari 2021 dilakukan pemantauan
respirasi pada pasien masih dilakukan pemantauan respirasi dengan
memonitor TTV pasien, mengiedntifikasi adanya kelelahan otot bantu
34

napas, memeriksa saturasi oksigen dengan hasil RR 23 x/meniit dan


SpO2 96%, irama regular, tidak adanya penggunaan otot bantu napas,
menurunkan oksigen NRBM menjadi 6 lpm. Pada hari keempat tanggal
11 Februari 2021 pasien sudah direncanakan untuk KRS.
2. Implementasi dengan diagnosa Nyeri Akut
Implementasi yang dilakukan pada tanggal 8-10 Februari 2021,
impelementasi yang dilakukan adalah manajemen nyeri dengan
mengidentifikasi lokasi, durasi, karakteristik, kualitas pada nyeri yang
dirasakan pasien dengan hasil : P :nyeri saat dipegang/ditekan, kadang
kambuh saat aktivitas dan hilang saat napas dalam, Q : nyeri dirasakaan
tumpul menjalar, R : nyeri pada area perut atas, sebagian dada kiri, S :
skala nyeri 5-6, T : Hilang timbul, namun saat ditekan nyeri, teknik
relaksasi yang pernah digunakan oleh pasien dengan hasil untuk
mengurangi nyeri pasien hanya merubah posisi, memeriksa ketegangan
otot, pemeriksaan TTV, menawarkan relaksasi napas dalam untuk
mengurangi nyeri dengan relaksasi napas dalam dan slow deep
breathing , menciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman,
menjelaskan tujuan, manfaat terapi relaksasi napas dalam dan slow deep
breathing, berkolaborasi dengan terapi medis (injeksi antrain 3x1 2cc).
3. Implementasi dengan diagnosa Penurunan Curah Jantung
Implementasi yang dilakukan pada tanggal 08 Februari 2021,
impelementasi yang dilakukan adalah perawatan jantung dengan
memonitor TTV pasien, memeriksa sirkulasi perifer pasien, memonitor
adanya nyeri dada dengan mengidentifikasi lokasi, durasi, karakteristik,
kualitas pada nyeri yang dirasakan pasien dengan hasil : P :nyeri saat
dipegang/ditekan, kadang kambuh saat aktivitas dan hilang saat napas
dalam, Q : nyeri dirasakaan tumpul menjalar, R : nyeri pada area perut
atas, sebagian dada kiri, S : skala nyeri 5-6, T : Hilang timbul namun
saat ditekan nyeri, memonitor adanya edema ditemukan pitting edema
dengan hasil grading (4+), memonitor SpO2 pasien, adanya penggunaan
otot bantu napas, JVD (+), mengauskultasi bunyi napas dengan hasil
terdapat rales pada lobus kiri, memberikan oksigen NRBM 10 lpm,
35

memonitor intake dan output cairan, dan memposisikan pasien


semifowler pada area edema lebih tinggi dari posisi jantung,
memberikan diet jantung 3 (makanan dengan konsistensi lunak, 55 gr
protein, 47 gr lemak, 220 gr karbohidrat ) dan membatasi asupan cairan
pasien. Hasil TTV, TD : 122/73 mmHg, N : 89 x/m, RR : 25 x/m,
Suhu : 37,3 0C, SpO2 : 75%.
Pada hari kedua tanggal 09 Februari 2021, melanjutkan
impelementasi perawatan jantung dengan memonitor TTV, memonitor
adanya nyeri dada, memonitor adanya edema ditemukan pitting edema
dengan hasil grading (3+), memonitor SpO2 pasien dengan hasil SpO2
89%, RR 24 x/menit, memberikan oksigen NRBM 7 lpm, memonitor
intake dan output cairan, dan memposisikan pasien semfowler pada area
edema lebih tinggi dari posisi jantung, memberikan diet jantung 3
(makanan dengan konsistensi lunak, 55 gr protein, 47 gr lemak, 220 gr
karbohidrat) dan membatasi asupan cairan pasien dan melakukan
penghentian NS sementara, Hasil TTV, TD : 110/75 mmHg, N : 88 x/m,
RR : 24 x/m, Suhu : 37,1 0C, SpO2 : 89%.
Pada hari ketiga tanggal 10 Februari 2021 dilakukan implementasi
perawatan jantung dengan memonitor adanya keluhan nyeri dada,
memonitor TTv pasien, memonitor adanya edema ektremitas ditemukan
edema pada kaki sudah tidak ada, memonitor intak-output cairan
(balance cairan), meninggikan area edema, memposisikan pasien
senyaman mungkin, memberikan diet jantung 3 (makanan dengan
konsistensi lunak, 55 gr protein, 47 gr lemak, 220 gr karbohidrat) dan
membatasi asupan cairan pasien. Hasil TTV, TD : 110/80 mmHg, N :
88 x/m, RR : 23 x/m, Suhu : 37,1 0C, SpO2 : 96%.
4. Implementasi dengan diagnosa Hipervolemia
Implementasi yang dilakukan pada tanggal 08 Februari 2021,
impelementasi yang dilakukan adalah manajemen hypervolemia
memeriksa adanya tanda dan gejala hypervolemia (edema, JVP
meningkat, suara napas tambahan), memonitor TTV pasien, memonitor
intake-output cairan pada pasien, memonitor kecepatan infus secara
36

ketat, memposisikan kaki (edema) lebih tinggi dengan mengganjal


dengan bantal dan memposisikan pasien secara nyaman, menawarkan
danmengajarkan teknik komplementer rendam kaki contrast bath
(rendam air panas dan air dingin) untuk mengurangi edema, dan
berkolaborasi dengan terapi medis (dokter) pemberian injeksi
furosemide.
Perhitungan balance cairan sebagai berikut:
Intake cairan :
Air minum : ± 500 ml/hari, NS : 500 ml/24 jam, Octalbin 25 % 100 ml,
Inj Antrain 2 cc (3x), Inj Omeprazole 10 cc (1 x), Inj Cefotaxim 10 cc
(2x), Inj Furosemid 10 cc (4x), Air metabolisme (AM) : 250 cc (5x50
kg), total : 1.396 cc.
Output cairan :
Urin (06.00-14.00) : 350 cc
(IWL : 31,25 cc/kgBB/jam, atau 750 cc/24 jam , BB 50 kg), total :
1.100 cc. Balance cairan : Intake-output = 1.396 – 1.100 = +296 cc
Pada hari kedua masih dilakukan manajemen hypervolemia dengan
melakukan monitoring TTV pasien, monitoring intake-output cairan
pasien, memberikan terapi medis injeksi furosemide masih dilakukan.
Memonitor kecepatan infus dengan penghentian cairan NS sementara
dan meninggikan posisi kaki edema.
Perhitungan balance cairan sebagai berikut:
Intake cairan :
Air minum : ± 300 ml/hari, NS 500 ml/24 jam, Octalbin 25 % 100 ml,
Inj Antrain 2 cc (3x), Inj Omeprazole 10 cc (1 x), Inj Cefotaxim 10 cc
(2x), Inj Furosemid 10 cc (4x), Air metabolisme (AM) : 250 cc (5x50
kg), Total : 1216 cc
Output cairan :
Urin (06.00-14.00) : 400 cc
(IWL : 31,25 cc/kgBB/jam, atau 750 cc/24 jam , BB 50 kg), Total :
1.150 cc. Balance cairan : Intake-output = 1.216 – 1.150 = +66 cc
37

Pada hari ketiga melanjutkan manajemen hypervolemia dengan


memonitor TTV pasien, monitoring intake-output cairan pasien, terapi
medis injeksi furosemide dan oral spironolactone masih diberikan dan
membatasi asupan cairan pasien.
Intake cairan :
Air minum : ± 300 ml/hari, NS 500 ml/24 jam, Octalbin 25 % 100 ml,
Inj Antrain 2 cc (3x), Inj Omeprazole 10 cc (1 x), Inj Cefotaxim 10 cc
(2x), Inj Furosemid 10 cc (4x), Air metabolisme (AM) : 250 cc (5x50
kg), Total : 1216 cc
Output cairan :
Urin (06.00-14.00) : 550 cc
(IWL : 31,25 cc/kgBB/jam, atau 750 cc/24 jam , BB 50 kg), Total :
1.300 cc. Balance cairan : Intake-output = 1.216 – 1.150 = -84 cc.

3.4 Evaluasi
Setelah dilakukan intervensi tersebut, evaluasi hasil dari tindakan asuhan
keperawatan sesuai masalah keperawatan sebagai berikut :

1. Evaluasi diagnosa Gangguan Pertukaran Gas

Pada hari pertama dilakukannya implementasi didapatkan hasil data


subjektif pasien mengatakan pasien masih merasakan sesak jika NRBM
dilepas. Data objektif dyspnea sedang, bunyi napas tambahan sedang,
pernapasan cuping hidung cukup menurun, pola napas sedang dengan
adanya penggunaan otot bantuan pernapasan, adanya usaha bernapas. Hasil
TTV, TD : 120/80 mmHg, N : 80 x/m, RR : 24 x/m, Suhu : 370C, SpO2 :
88%. Sehingga masih melanjutkan intervensi dengan tetap memonitor
status respirasi pasien dan berkolaborasi dengan terapi medis sesuai advice
dokter.

Pada hari kedua didapatkan hasil evaluasi pasien mengatakan sesak


lumayan berkurang namun masih sesak jika NRBM dilepas, NRBM
diturunkan menjadi 6 lpm, dyspnea cukup menurun, bunyi napas tambahan
cukup menurun, pernapasan cuping hidung menurun, pola napas cukup
membaik dengan masih adanya usaha bernapas namun tidak terdapat
38

penggunaan otot bantuan napas, frekuensi napas membaik (RR 24 x/m).


Hasil TTV, TD : 100/70 mmHg, N : 80 x/m, RR : 24 x/m, Suhu : 37 0C,
SpO2 : 94%. Planning yang dijalankan masih melanjutkan intervensi
dengan tetap memonitor status respirasi pasien dan berkolaborasi dengan
terapi medis sesuai advice dokter.

Pada hari ketiga didapatkan hasil evaluasi pasien mengatakan napas


sudah tidak memberat, NRBM masih 6 lpm, dyspnea menurun, bunyi napas
tambahan menurun, pernapasan cuping hidung menurun, pola napas cukup
membaik. Hasil TTV, TD : 110/80 mmHg, N : 86 x/m, RR : 22 x/m, Suhu :
37 0C, SpO2 : 96%. Pada hari keempat pasien KRS pukul 10.00.

2. Evaluasi diagnosa Nyeri Akut


Pada hari pertama dilakukan implementasi relaksasi napas dalam
dengan hasil subjektif pasien mengatakan sedikit rileks dengan relaksasi
napas dalam dan slow deep breathing. Keluhan nyeri cukup menurun,
tampak meringis menurun, sikap protektif menurun, pola napas cukup
membaik dengan hasil TTV pada pasien TD 120/80 mmHg, N : 80
x/menit, RR : 24 x/menit, Suhu : 370C, SpO2 : 88%.
Pada hari kedua implementasi didapatkan hasil evaluasi pasien
mengatakan nyeri berkurang dengan lebih rileks melakukan slow deep
breathing. Keluhan nyeri cukup menurun, meringis menurun, sikap
protektif menurun, pola napas cukup membaik (NRBM 7 lpm), hasil TTV
pada pasien TD 100/70 mmHg, N : 80 x/menit, RR : 24 x/menit, Suhu :
37 C, SpO2 : 94%.
0

Pada hari ketiga implementasi didapatkan hasil evaluasi pasien


mengatakan ketika nyeri lebih rileks melakukan sleep deep breathing.
Keluhan nyeri menurun, meringis menurun, sikap protektif menurun, pola
napas cukup membaik, hasil TTV pada pasien TD 100/80 mmHg, N : 86
x/menit, RR : 22 x/menit, Suhu : 370C, SpO2 : 96%, NRBM 6 lpm. Pada hari
keempat pasien KRS pukul 10.00.
3. Evaluasi diagnosa Penurunan Curah Jantung
Pada hari pertama implementasi dilakukan didapatkan hasil evaluasi data
subjektif pasien mengatakan nyeri di dada masih dirasakan dan jantung
39

kadang berdebar-debar serta merasakan kelelahan walaupun sudah


beristirahat. Data objektif edema sedang dengan hasil derajat 4+, palpitasi
cukup menurun, distensi vena jugulars cukup menurun, dyspnea sedang ,
suara jantung S3 cukup menurun, sehingga intervensi masih dilanjutkan
karena masalah sebagian besar belum teratasi. Hasil TTV, TD : 120/80
mmHg, N : 80 x/m, RR : 24 x/m, Suhu : 37.1 0C, SpO2 : 88%. Melanjutkan
intervensi perawatan jantung .
Pada hari kedua didapatkan hasil pasien mengatakan bengkak lumayan
membaik daripada hari sebelumnya dengan data objektif, edema cukup
menurun derajat 3+, palpitasi cukup menurun, lelah cukup menurun,
distensi vena jugularis menurun, dyspnea cukup menurun, suara jantung S3
cukup menurun. Hasil TTV, TD : 100/70 mmHg, N : 80 x/m, RR : 24 x/m,
Suhu : 37 0C, SpO2 : 94%. Melanjutkan intervensi perawatan jantung.
Pada hari ketiga didapatkan hasil pasien mengatakan bengkak lumayan
membaik daripada hari sebelumnya dengan data objektif, edema menurun
palpitasi menurun, lelah cukup menurun, distensi vena jugularis menurun,
dyspnea menurun, suara jantung S3 cukup menurun. Hasil TTV, TD :
110/80 mmHg, N : 86 x/m, RR : 22 x/m, Suhu : 37 0C, SpO2 : 96%. Pada
hari keempat pasien direncanakan KRS pukul 10.00
4. Evaluasi diagnosa Hipervolemia
Pada hari pertama dilakukannya implementasi didapatkan hasil data
subjektif pasien kaki bengkak lumayan berkurang. Asupan cairan : sedang,
haluaran urin cukup meningkat (urine : 06.00-16.00 : 400 cc), edema sedang
(derajat 4+), turgor kulit cukup membaik. Sehingga masih dilanjutkan
manajemen hypervolemia dengan monitoring intake-output cairan.
Pada hari kedua didapatkan hasil data subjektif pasien mengatakan kaki
bengkak berkurang. Asupan cairan: cukup meningkat, haluaran urin cukup
meningkat (urine : 06.00-16.00 : 450 cc), edema cukup menurun (derajat 3+),
turgor kulit cukup membaik sehingga masih dilanjutkan untuk melakukan
monitoring intake-output cairan, monitoring kecepatan infus, pengaturan
posisi pasien, dan kolaborasi terapi medis.
Pada hari ketiga didapatkan hasil data subjektif pasien mengatakan kaki
bengkak berkurang dan posisi masih lebih tinggi dari jantung dan pembatasan
cairan. Asupan cairan: meningkat, haluaran urin cukup meningkat (urine :
06.00-16.00 : 550 cc), edema menurun, turgor kulit dan masih dilanjutkan
untuk melakukan monitoring intake-output cairan, monitoring kecepatan
infus, pengaturan posisi pasien, dan kolaborasi terapi medis. Pada hari
keempat pasien KRS pukul 10.00.

36
BAB IV

ANALISIS SITUASI

4.1 Analisis Profil Pelayanan


RSUD Kanjuruhan Kepanjen merupakan rumah sakit milik
pemerintah provinsi Jawa Timur dengan tipe kelas B berada di Jalan Panji
No. 100 Kepanjen Kab. Malang. Salah satu ruangan yang menjadi tempat
mahasiswa praktek profesi yaitu ruang airlangga. Ruang Airlangga
merupakan ruang kelas 3 bagi pasien dengan penyakit dalam dan merupakan
ruangan transfer setelah selesai dirawat di ICU. Ruang Airlangga terdiri dari
7 Kamar rawat inap yang masing-masing kamar terdapat 3 ded pasien (21
bed). Masing-masing ruangan memiliki 1 kamar mandi. Terdapat ruang
Nurse Station dan Ruang Administrasi yang dapat menunjang layanan
kesehatan yang optimal. Terdapat ruang obat yang digunakan untuk
desentralisasi obat.

Ruang Airlangga memiliki 17 orang perawat yang di pimpin oleh


kepala ruang dan dibantu oleh wakil kepala ruang. Model MAKP yang
diterapkan di ruang Airlangga adalah MAKP Tim. MAKP Tim diterapkan
dengan perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim yang terdiri atas tenaga
profesional dan teknikal yang dalam satu kelompok saling membantu, namun
karena kondisi pandemic Covid-19, ruangan airlangga terdapat perubahan
yakni digabung antara ruangan Airlangga dan Patimura menjadi satu ruangan,
seluruh perawat memberikan perawatan baik minimal care, parsial care atau
total care.

Studi kasus yang dilakukan pada saat penulis melakukan praktik


Keperawatan Medikal Bedah 4 di ruang Airlangga RSUD Kanjuruhan
Kepanjen. Penulis memulai studi pada tanggal 07-11 Februari 2021 yang
digunakan untuk pengambilan data pasien baik pengkajian serta implementasi
dan evaluasi pada pasien. Studi kasus yang dilakukan berjalan dari awal
pasien dirawat inap (MRS) hingga psien dipulangkan (KRS) yang sudah
sesuai dengan advice dokter dengan kondisi pasien yang sudah membaik dan
tidak ada keluhan.

36
42

4.2 Analisis Pasien


Terjadinya gagal jantung/HF mempunyai beberapa faktor resiko yaitu
hipertensi, coronary artery disease, diabetes, aritmia, memiliki riwayat infark
myocard dan kardiomipaty. Menurut data yang didapatkan, di keluarga tidak
mempunyai riwayat penyakit kardiovaskuler, hanya saja pasien juga
mempunyai anemia. Pada hasil foto thorax pasien ditemukan hasil
cardiomegaly dengan kesimpulan terdapat infiltrate pada paru, efusi pleura
dextra-sinistra, cor dilatasi ke kiri. Usia pasien saat ini 57 tahun (lansia).
Pasien sudah berhenti dari aktivitas bertani ±6 bulan. Menurut pasien
sebelumnya pasien tidak pernah mengonsumsi obat-obatan antihipertensi dan
jarang sekali memeriksakan tekanan darah/kesehatan pasien. Kemampuan
jantung dalam memompa darah ke seluruh tubuh dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor salah satunya adalah usia. Individu yang sudah memasuki
usia dewasa atau lanjut usia akan dihadapkan oleh perubahan fisik yang
semakin melemah sehingga akan berdampak pada kemampuan jantung dalam
memompa darah secara adekuat.

Gagal jantung sering terjadi pada kelompok lansia yang dikaitkan


dengan adanya perubahan umum yang berhubungan dengan usia dalam
struktur dan fungsi kardiovaskuler. Perubahan ini dapat mengurangi respon
kronotropik dan inatropik, meningkatkan tekanan intrakardiak dengan
pengisian ventrikel dan meningkatkan afterload. Kondisi kardiovaskuler yang
menurun dapat mencerminkan adanya pengurangan pemasokan oksigen
(Dharmarajan & Rich, 2017). Berkaitan dengan proses menua yang
menyebabkan peningkatan proses ateroklerosis pada pembuluh darah.

Sesuai dengan tanda dan gejala yang dialami oleh Ny P yaitu adanya
keluhan sesak napas (dyspnea) dengan SpO2 75%, RR 25 x/m dan terpasang
NRBM 10, terdapat suara tambahan rales pada paru, suara tambahan S3
gallop pada jantung, dan pasien mengeluh kelelahan, membuktikan bahwa Ny
P mengalami kegagalan jantung pada sisi kiri. Selain itu Ny P juga
mengalami edema pada ekstremitas bawah dengan derajat pitting edema 4+,
terdapat asites, JVD meningkat, yang merupakan salah satu manifestasi klinis
dari kegagalan jantung sisi kanan. Hal tersebut sesuai dengan manifestasi
klinis menurut Brunner dan Suddart (2018), pada gagal jantung kiri terdapat
tanda kongesti pulmonal (dyspnea, batuk, krekels paru, kadar saturasi oksigen
rendah, adanya bunyi jantung tambahan bunyi jantung S3 atau gallop),
perfusi jaringan yang tidak memadai, takikardia, lemah, dan keletihan.
43

Sedangkan manifestasi klinis gagal jantung kanan adalah adanya edema,


distensi vena, hepatomegaly, asites, mual, kelemahan, peningkatan tekanan
vena perifer dan atrium kanan.

Berdasarkan klasifikasi dari NYHA kapasitas fungsional jantung,


heart failure yang dialami oleh Ny P termasuk dalam kelas III yaitu sesuai
dengan kondisi pasien terdapat sesak napas (dyspnea), pasien masih masih
bisa beraktivitas, sering mengalami palpitasi, dan kelelahan saat melakukan
aktivitas ringan. Hasil EKG pasien menunjukkan hasil normal, hal ini
kemungkinan besar pada kondisi tertentu (pasien sudah menerima terapi
pengobatan medis) sehingga pasien mengalami kenormalan listrik jantung.
Menurut penelitian Raka et al., (2015) menjelaskan bahwa hasil EKG pada
pasien CHF dapat memberikan gambaran normal dan juga takikardia, interval
PR dan kompleks QRS normal, depresi segmen ST, aksis deviasi ke kiri serta
Q patologis. Berdasarkan hasil foto thorax pasien mengalami kardiomegali
yang merupakan salah satu tanda dari gagal jantung. Pada hasil foto thorax
pasien Ny. P menunjukkan bahwa terjadi efusi pleura dextra-sinitrsa sertra
terdapat infiltrate pada paru. Efusi pleura merupakan hasil dari peningkatan
tekanan pada pembuluh kapiler pleura yang menyebabkan cairan transudate
pada pembuluh kapiler pleura berpindah ke dalam pleura. Efusi pleura juga
dapat menyebabkan proses pengembangan pada paru-paru tidak maksimal
sehingga oksigen yang diperoleh tidak optimal yang mengakibatkan sesak
merupakan salah satu mekanisme klinis kegagalan jantung kiri.

4.3 Analisis Masalah Keperawatan


Terdapat beberapa masalah yang terjadi pada pasien HF yang harus
diberikan perawatan secara khusus. Pada kasus ini terdapat empat diagnosa
priotitas yang harus segera diatasi agar dapat mengembalikan kondisi pasien
kembali stabil. Diagnosa prioritas tersebut yaitu pola napas tidak efektif,
nyeri akut, hipervolemia, penurunan curah jantung.

4.3.1 Gangguan Pertukaran Gas


Gejala sesak napas dan sering kelelahan, yang dirasakan pasien sudah
terjadi sejak 6 bulan terakhir, dan semakin bertambah sudah 1 minggu dan
kadang timbul rasa nyeri pada daerah dada saat pengkajian. Hasil pengkajian
pasien diperoleh RR 25 x/menit, SpO2 75% dan terpasang NRBM 10 lpm.
Kadar saturasi yang sangat rendah dapat menjadi pendukung dalam masalah
gangguan pertukaran gas. Proses terjadinya maslaah gangguan pertukaran gas
pada pasien HF diawali oleh kegagalan mekanisme kompensasi jantung.
44

Keluhan sesak napas yang ditimbulkan pada pasien HF merupakan akibat dari
kegagalan fungsi sistolik dalam memompakan darah ke jaringan yang tidak
adekuat sehingga menyebabkan jumlah sisa darah di ventrikel kiri pada akhir
diastolik meningkat dan menurunkan kapasitas ventrikel untuk menerima
darah dari atrium. Hal tersebut tidak memungkinkan dalam menerima darah
dari vena pulmonalis dan tekanan atrium kiri meningkat. Pada kondisi ini
mengakibatkan aliran balik darah di vena pulmonalis ke paru-paru karena
jantung tidak mampu menyalurkannya sehingga terjadi bendungan darah pada
paru-paru (Damayanti, 2013). Pada pasien Ny P dengan keluhan utama yaitu
dyspnea dan kelemahan fisik. Penyebab adanya dyspnea adalah gagal jantung
kongestif karena perubahan posisi pada pasien akan menyebabkan perubahan
ventilasi perfusi dan terjadi hiperventilasi. Hiperventilasi disebabkan
metabolisme tubuh yang terlalu tinggi sehingga mendesak alveolus
melakukan ventilasi secara berlebihan (Mugihartadi & Handayani, 2020).

Terjadinya bendungan cairan pada paru-paru dapat mengakibatkan


komplikasi yang disebut efusi pleura. Hal ini juga ditemukan pada hasil foto
thorax pasien Ny. P menunjukkan bahwa terjadi efusi pleura dextra-sinitrsa
sertra terdapat infiltrate pada paru. Akibat bendungan cairan yang menumpuk
mengganggu pertukaran gas pada paru-paru sehingga mengakibatkan keluhan
sesak. Efusi pleura merupakan hasil dari peningkatan tekanan pada pembuluh
kapiler pleura yang menyebabkan cairan transudate pada pembuluh kapiler
pleura berpindah ke dalam pleura. Efusi pleura juga dapat menyebabkan
proses pengembangan pada paru-paru tidak maksimal sehingga oksigen yang
diperoleh tidak optimal (Siswanto et al., 2015).

4.3.2 Nyeri Akut


Berdasarkan dari pengertian nyeri akut adalah pengalaman sensorik
atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan (PPNI, 2018). Adapun
penyebab atau etiologinya yang berkaitan dengan pasien gagal jantung
adalah agen pencedera fisiologis. Tanda dan gejalanya yaitu: mengeluh nyeri,
tampak meringis, bersikap protektif (posisi menghindari nyeri), frekuensi
nadi meningkat, tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan
berubah.
45

Manifestasi klinis yang terjadi sesuai dengan kondisi pasien Ny.P


yaitu pasien mengatakan nyeri pada perut atas, (P) :nyeri saat
dipegang/ditekan, kadang kambuh saat aktivitas dan hilang saat napas dalam,
(Q) : nyeri dirasakaan tumpul menjalar, ( R ) : nyeri pada area perut atas,
sebagian dada kiri, (S) : skala nyeri 5-6, (T) : Hilang timbul, namun saat
ditekan nyeri. Hasil observasi yang dilakukan, didapatkan pasien tampak
meringis ketika ditekan daerah nyeri, sering mengubah posisi duduk atau
fowler dengan kaki diganjal oleh bantal, RR 25x/menit, menggunakan otot
bantu napas, JVD (+), terpasang NRBM 10 lpm, Hasil foto thorax terdapat
efusi pleura dextra-sinistra, kardiomegali(+) dan hasil USG abdomen terdapat
splenomegaly.

Pasien dengan penyakit kardiovaskuler sering mengeluhkan nyeri


dada yang dirasakan. Nyeri adalah respon mekanisme dari pertahanan tubuh
yang menandakan adanya kerusakan jaringan. Mekanisme nyeri pasa pasien
dapat disebabkan oleh adanya oklusi subtotal di arteri, sehingga suplai darah
yang membawa oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan otot jantung untuk
proses metabolism menurun (Artawan et al., 2019). Penurunan suplai oksigen
yang terjadi akan berpengaruh pada metabolisme anaerob dan menghasilkan
asam laktat dan terjadi penurunan ATP. Tanpa ATP pompa kalium dan
natrium akan terhenti, sel menjadi lisis, melepas kalium intrasel dan enzim
intrasel yang berakibat pada cedera intrasel yang mengakibatkan pelepasan
histamine, prostaglandin, serotonin, substansi P sebagai mediator nyeri.
Reseptor kimia inilah yang akan menstimulasi impuls yang selanjutnya
diteruskan oleh saraf perifer (Zakiyah, 2015).

4.3.3 Penurunan Curah Jantung


Keluhan sesak yang dialami oleh pasien merupakan akibat dari
kegagalan fungsi sistolik untuk memompakan darah ke jaringan secara
menyeluruuh (adekuat). Pada pasien dengan gagal jantung terjadi penurunan
curah jantung yang mengakibatkan peningkatan volume darah dan terjadi
peningkatan aliran balik vena sehingga dapat mengakibatkan peningkatan
kerja jantung dan meningkatkan kebutuhan oksigen otot jantung. Hal ini
apabila terjadi terus menerus maka tubuh akan merespon dengan pernapasan
cepat dan dangkal untuk memenuhi kebutuhan oksigen dalam darah. Pada
pasien yang mengalami sesak napas akan terjadi penurunan saturasi oksigen
dan berakibat hipoksia. Penurunan curah jantung diakibatkan oleh ventrikel
kiri tidak mampu memompa darah secara adekuat dari paru sehingga terjadi
46

peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru yang menyebabkan cairan


terdorong ke jaringan paru (Waladani et al., 2019).

Diagnosa penurunan curah jantung dapat ditegakkan karena


mengganggu sistem vaskularisasi darah dan menyebabkan sel serta jaringan
mengalami kekurangan suplai oksigen. Hal ini sesuai dengan keluhan pasien
mengalami sesak napas dengan hasil RR 25 x/m, SpO2 75% dan terpasang
NRBM 10 lpm. Penurunan curah jantung dapat menyebabkan jaringan
mengalami perubahan membrane kapiler alveolar, edema peningkatan
tekanan vena, dan mengakibatkan kompensasi jantung gagal dalam
mempertahankan perfusi jaringan yang berdampak pada penurunan
kemampuan otot jantung dalam pemenuhan kebutuhan tubuh dan jaringan,
terjadi peningkatan pada sirkulasi paru menyebabkan cairan didorong ke
alveoli dan jaringan interstitium menyebabkan dyspnea, ortopnea, dan batuk
yang akan mengakibatkan gangguan pola napas terutama pertukaran gas pada
paru.

Penurunan curah jantung juga dapat menghambat jaringan dari


sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hati dan
metabolisme yang tidak adekuat dari jaringan dapat menyebabkan lelah
karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernapas (Waladani et al.,
2019). Penurunan curah jantung terjadi akibat dari perubahan struktur dan
fungsi jantung. Perubahan struktur jantung terjadi akibat proses kompensasi
yang terus menerus sehingga menyebabkan terjadinya remodeling.
Remodeling merupakan hasil dari pembesaran atau hipertrofi sel otot jantung
serta akibat aktivasi dari sistem neurohormonal yang terus menerus terjadi
dilatasi ventrikel yang mengakibatkan pengerasan dinding ventrikel oleh
hipertrofi otot jantung (Black & Hawks, 2009; Siswanto et al., 2015). Hal ini
pasien tampak mengalami kardiomegali pada hasil foto thorax dan
pembesaran jantung ke kiri. Kardiomegali yang terjadi mengakibatkan
terjadinya bunyi gallop atau S3 yang ditemukan saat auskultasi pada Ny.P.
Bunyi S3 merupakan bunyi yang dihasilkan oleh perubahan aliran volume
darah akibat perubahan struktur ventrikel (terjadinya penurunan elastisitas)
sehingga tidak mampu menampung seluruh darah yang masuk ke ventrikel
dan menyebabkan getaran pada katup jantung (Siswanto et al., 2015).
47

4.3.4 Hipervolemia
Menurut PPNI, (2018) hipervolemia merupakan peningkatan volume
cairan intravascular, interstisial dan cairan intraselular. Salah satu yang
menjadi penyebab hypervolemia adalah gangguan aliran balik vena. Pada
pasien terdapat edema di kedua kakinya dengan derajat (4+), edema yang
terjadi sebagai salah satu tanda kelebihan volume cairan. Edema pada
ekstremitas bawah bisa menjadi awal gejala yang serius yang mendasari
kondisi pasien. Edema terjadi dikarenakan kegagalan jantung kanan dalam
mengosongkan darah dengan adekuat sehingga tidak dapat
mengakomodasikan semua darah dari sirkulasi vena (Purwadi et al., 2015).
Edema terjadi karena cairan interstitial dikeluarkan limfatik sirkulasi, jika
aliran kapiler filtrasi melebihi kapasitas limfatik maka dapat terbentuk edema.
Tingginya derajat edema dapat disebabkan oleh tiga mekanisme utama yaitu
terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik kapiler, penurunan tekanan
onkotik plasma dan terjadi peningkatan permeabilitas kapiler (Budiono &
Ristanti, 2019).

Edema merupakan kelebihan volume cairan yang mengalami


peningkatan kandungan air dan natrium pada rongga intravaskuler dan
interstisial. Edema disebabkan karena terjadinya peningkatan tekanan
hidrostatik kapiler, penurunan tekanan osmotic koloid plasma dan
peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler
yang mendorong cairan ke jaringan interstisial. Edema terjadi akibat
menurunnya kemampuan kontraktilitas jantung sehingga darah yang dipompa
pada setiap kontraksi menurun dan menyebabkan penurunan darah ke seluruh
tubuh. Apabila suplai darah yang masuk ke ginjal berkurang akan
mempengaruhi mekanisme pelepasan renin-angiotensin dan akan terbentuk
angiotensin II yang mengakibatkan terangsangnya sekresi aldosterone dan
menyebabkan retensi natrium dan air sehingga terjadi peningkatan cairan
ekstra intravaskuler yang menyebabkan edema (Mindriyah, 2017).
48

4.4 Analisis Intervensi Yang Dilakukan Dengan Konsep dan Penelitian


Terkait Masalah Keperawatan Pada Ny.P
Berdasarkan panduan PPNI 2018, terdapat beberapa intervensi yang
diberikan pada pasien dengan Heart Failure (HF)/ gagal jantung. Intervensi
ini dilakukan berdasarkan beberapa diagnosa yang telah diangkat
sebelumnya. Intervensi yang diberikan juga sudah berdasarkan evidence
based diambil dari beberapa jurnal yang signifikan mengatasi masalah
tersebut. Berikut intervensi yang diberikan berdasarkan diagnosa terkait
yaitu :

1. Dukungan Ventilasi dan Pemantauan Respirasi


Terapi oksigen adalah memberikan tambahan oksigen untuk mencegah
dan mengatasi kondisi kekurangan oksigen jaringan. Intervensi yang
diberikan yaitu: memonitor status respirasi dan oksigenasi, berikan posisi
semifowler atau fowler, berikan oksigenasi sesuai.
Pasien diberikan oksigen NRBM 10 lpm pada hari pertama . Pemberian
terapi oksigenasi dalam memaksimalkan kebutuhan oksigen dan respirasi
pasien gagal jantung dapat dilakukan dengan alat bantu ventilasi. Dalam
pemberian oksigen harus dimonitor secara ketat untuk mengetahui apakah
terdapat perubahan yang signifikan pada pasien. Pemberian oksigen ditujukan
kepada pasien gagal jantung disertai edema paru (Muttaqin, 2014) .
Pemberian oksigen dapat berperan dalam proses pembentukan metabolisme
sel. Berdasarkan penelitian Yohana, (2019) pada pasien gagal jantung yang
menerima terapi oksigen sebanyak 85,2% mengalami hipoksia ringan menjadi
normal, dengan demikian sejalan dengan teori Morton et al., (2013)
disebutkan bahwa meningkatkan FiO2 (presentase oksigen yang diberikan
merupakan metode mudah untuk mencegah terjadinya hipoksia jaringan,
karena peningkatan FiO2 akan meningkatkan PO2).
Posisi tubuh pasien juga dapat mempengaruhi volume dan kapasitas paru,
biasanya akan menurun jika dalam posisi berbaring dan meningkat jika
berdiri. Perubahan pada posisi ini disebabkan oleh faktor kecenderungan isi
abdomen menekan ke atas melawan diafragma pada posisi berbaring dan
peningkatan volume darah paru pada posisi berbaring. Positioning merupakan
salah satu tindakan yang dapat membantu meminimalkan bendungan
sirkulasi, posisi mempunyai efek terhadap perubahan tekanan darah dan
tekanan vena sentral. Posisi yang berbeda mempengaruhi hemodinamik
termasuk sistem vena (Kusumawati & Sensussiana, 2020). Dengan mengatur
49

pasien dalam sudut posisi semi fowler 450 akan mengurangi keluhan sesak
napas pada pasien karena pada posisi ini lebih membantu menurunkan
konsumsi oksigen dan meningkatkan ekspansi paru secara maksimal serta
dapat mengatasi kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan
perubahan membrane alveolus (Kubota, 2015). Hal ini sesuai dengan
penelitian Wijayati et al., (2019) yang menjelaskan bahwa terdapat pengaruh
posisi tidur semi fowler 450 terhadap kenaikan nilai saturasi oksigen pada
pasien dengan gagal jantung kongestif dengan selisih rata-rata 3%.
Pemantauan respirasi dapat menjadi tambahan intervensi yang digunakan
untuk menganalisis data untuk memastikan kepatenan jalan napas dan
keefektifan pertukaran gas.
Salah satu tambahan intervensi yang dapat digunakan pada pasien dengan
keluhan sesak adalah dengan melakukan Slow Deep Breathing, yaitu tindakan
yang disadari untuk mengatur pola pernapasan secara dalam dan lambat. Slow
Deep Breathing lebih memfokuskan dalam cara bernapas yang benar
sehingga dapat menurunkan gejala sesak napas dan dapat terkontrol. Terapi
ini dapat dilakukan secara mandiri oleh pasien (Aspiani, 2015).
2. Manajemen Nyeri
Manajemen nyeri merupakan implementasi untuk mengidentifikasi
dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat dan konstan (PPNI, 2018). Intervensi yang
diberikan yaitu: mengidentifikasi lokasi nyeri, durasi, karakteristik, frekuensi,
kualitas nyeri, mengidentifikasi teknik relaksasi yang pernah diajarkan,
memeriksa TTV, menawarkan teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri,
menjelaskan tujuan dan manfaat teknik relaksasi napas dalam.
Nyeri dada merupakan salah satu permasalahan utama yang harus
segera ditangani karena dapat mengganggu baik secara fisik maupun
psikologis pasien. Respon fisiologis nyeri mengakibatkan stimulasi simpatik
yang akan menyebabkan pelepasan epinefrin, adanya peningkatan epinefrin
mengakibatkan denyut jantung cepat, pernafasan cepat dan dangkal, tekanan
pada arteri meningkat. Relaksasi napas dalam pada umumnya sering
digunakan sebagai terapi komplementer dalam mengurangi tingkat nyeri yang
dirasakan pasien heart failure. Saat dilakukan teknik relaksasi napas dalam
pasien merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme yang
disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi
pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang
50

mengalami spasme dan iskemik. Kemudian mampu merangsang tubuh untuk


melepaskan opioid endogen yaitu endorphin dan enkefalin yang mana opioid
ini berfungsi sebagai analgesic alami (Ismoyowati et al., 2021). Pasien
diberikan injeksi antrain. Antrain merupakan antinyeri yang mengandung
metamizole. Cara kerja metamizole adalah dengan menghambat rangsangan
nyeri pada susunan saraf pusat dan perifer (Syamsudin, 2011).

3. Perawatan Jantung
Perawatan jantung merupakan implementasi yang dilakukan dengan
mengidentifikasi, merawat, dan membatasi komplikasi akibat
ketidakseimbangan antara suplai dan konsumsi oksigen miokard (PPNI,
2018). Intervensi yang diberikan yaitu: memeriksa sirkulasi perifer pasien,
memonitor adanya nyeri dada, memonitor adanya edema, memonitor intake
dan output cairan, dan memposisikan pasien semifowler pada area edema
lebih tinggi dari posisi jantung, memberikan diet jantung dan membatasi
asupan cairan pasien.
Observasi TTV pasien secara lengkap dapat memberikan gambaran lengkap
mengenai status sitem kardiovaskuler. Positioning merupakan salah satu
tindakan yang dapat membantu meminimalkan bendungan sirkulasi, posisi
mempunyai efek terhadap perubahan tekanan darah dan tekanan vena sentral.
Posisi yang berbeda mempengaruhi hemodinamik termasuk sistem vena.
Dengan mengatur pasien dalam sudut posisi semi fowler 450 akan
mengurangi keluhan sesak napas pada pasien (Kusumawati & Sensussiana,
2020).
Pembatasan asupan cairan dan pemberian diet jantung yang
berkolaborasi dengan ahli gizi. Pasien menerima diet jantung 3 sesuai dengan
kondisi pasien. Diet jantung 3 merupakan diet dimana kondisi pasien tidak
terlalu berat dengan pemberian makan dalam konsistensi lunak atau cairan.
Tujuan diet penyakit jantung adalah memberikan makanan yang cukup tanpa
memberatkan kerja jantung, mencegah atau menghilangkan penumpukan
garam atau air (Ayu et al., 2017). Pasien juga diberikan terapi obat oral
concor. Concor memiliki kandungan bisoprolol yang merupakan golongan
51

betablocker sebagai antiaritmia pada pasien dengan gangguan jantung


(Syamsudin, 2011).
4. Manajemen Hipervolemia
Manajemen hypervolemia adalah implementasi yang dilakukan
dengan mengidentifikasi dan mengelola volume cairan intravaskuler dan
ekstraseluler serta mencegah terjadinya komplikasi (PPNI, 2018). Intervensi
yang diberikan yaitu: memeriksa adanya tanda dan gejala hypervolemia
(edema, JVP meningkat, suara napas tambahan), monitor TTV, memonitor
intake-output cairan, memonitor kecepatan infus secara ketat, membatasi
asupan cairan, meninggikan posisi kaki (area edema) dari jantung,
berkolaborasi dengan terapi medis. Manajemen cairan merupakan intervensi
yang penting dalam pengobatan pasien dengan gagal jantung. Menurut Heart
Failure Society of America 2010 dalam (Prihatiningsih & Sudyasih, 2018)
panduan penanganan gagal jantung merekomendasikan pembatasan cairan <2
liter per hari bagi pasien dengan hiponatremia dan penggunaan diuretik.
Edema terjadi akibat penumpukan cairan karena berkurangnya tekanan
osmotik plasma dan retensi urin.
Hipervolemia harus segera diatasi dan berkolaborasi dengan dokter
dalam pemberian diuretic maupun tindakan lainnya. Pemberian diuretic ini
harus dengan monitoring dari perawat. Tindakan keperawatan yang dapat
menunjang dalam manajemen hipervolemia adalah pemantauan TTV, distensi
vena jugularis, suara napas tambahan, pemantauan edema, asites, dan
pemantauan intake-output cairan. Pada pasien, Ny. P diberikan diuretik
kombinasi golongan furosemide dan spironolactone. Diuretik diberikan untuk
memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal. Hal tersebut diharapkan
dapat menurunkan volume sirkulasi, menurunkan preload dan meminimalkan
kongesti sistemik dan paru. Spironolactone merupakan diuretik hemat kalium
yang bekerja menghambat kerja aldosterone terutama di tubula distal
(Syamsudin, 2011).

4.5 Rekomendasi Terapi/Intervensi Lanjutan Yang Dapat Dilakukan Di RS


dan Komunitas
Rekomendasi intervensi terutama intervensi non-farmakologis yang
dapat diberikan pada pasien dan keluarga yang dapat diterapkan sebagai
lanjutan perawatan di rumah pada keluhan bengkak pada kaki yang hilang
timbul berdasarkan diagnosa hypervolemia. Berdasarkan penelitian yang
52

dilakukan oleh Budiono & Ristanti, (2019) dengan judul “ Pengaruh


Pemberian Contrast Bath Dengan Elevasi Kaki 30 Derajat Terhadap
Penurunan Derajat Edema Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif”. Terapi
komplementer Contrast Bath merupakan terapi perawatan rendam kaki
sebatas betis secara bergantian dengan menggunakan air hangat dan
dilanjutkan dengan air dingin. Suhu air berkisar antara 36,6 0-43,30C dan suhu
air dingin antara 10-20 derajat. Teknik perendaman kaki ini dapat mengurangi
tekanan hidrostatik intravena yang menimbulkan pembesaran cairan plasma
ke dalam ruang interstisium dan cairan yang berada di interstisium akan
kembali mengalir ke vena (Budiono & Ristanti, 2019).

Menurut peneliti, contrast bath dengan teknik elevasi kaki 30 derajat


ini menggunakan teknik gravitasi yang akan meningkatkan aliran vena dan
limpatik dari kaki serta mengurangi tekanan hidrostatik intravena yang dapat
menimbulkan pembesaran cairan plasma ke ruang intersitium dan cairan yang
beredar akan kembali ke vena sehingga edema dapat berkurang (Purwadi et
al., 2015).
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa data, setelah melakukan tindakan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Heart Failure maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut: Keluhan utama saat MRS tanggal 07 Februari
2021, Ny P mengeluh sesak ± 1 minggu, kaki bengkak hilang timbul dan
ngos-ngosan saat aktivitas, lemas. Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 08
Februari 2021, pasien mengatakan masih merasa sesak di dada dan bertambah
saat melakukan aktivitas, kaku pada bagian punggung, kaki bengkak hilang
timbul. Pasien juga merasa nyeri pada perut atas jika ditekan kadang saat
bernapas juga merasakan nyeri hilang timbul. Terdapat beberapa diagnosa
keperawatan yang ditemukan yaitu, gangguan pertukaran gas, nyeri akut,
hypervolemia, dan penurunan curah jantung. Rencana keperawatan pada
diagnosa gangguan pertukaran gas adalah dukungan ventilasi dan pemantauan
respirasi. Rencana keperawatan pada diagnosa nyeri adalah manajemen nyeri.
Pada diagnosa hypervolemia dilakukan perencanaan keperawatan manajemen
hypervolemia dan rencana keperawatan pada diagnosa penurunan curah
jantung adalah perawatan jantung. Implementasi yang dilakukan pada
diagnosa gangguan pertukaran gas yaitu memonitor status respirasi dan
oksigenasi, berikan posisi semi fowler atau fowler, berikan oksigenasi sesuai.
Intervensi yang diberikan pada diagnosa nyeri yaitu: mengidentifikasi lokasi
nyeri, durasi, karakteristik, frekuensi, kualitas nyeri, mengidentifikasi teknik
relaksasi yang pernah diajarkan, memeriksa TTV, menawarkan teknik
relaksasi napas dalam dan slow deep breathing untuk mengurangi nyeri,
menjelaskan tujuan dan manfaat teknik relaksasi napas dalam. Intervensi
yang diberikan pada diagnosa hipervolemia yaitu: memeriksa adanya tanda
dan gejala hypervolemia (edema, JVP meningkat, suara napas tambahan),
monitor TTV, memonitor intake-output cairan, memonitor kecepatan infus
secara ketat, membatasi asupan cairan, meninggikan posisi kaki (area edema)
dari jantung, dan menawarkan dan mengajarkan pemberian terapi contras
bath, berkolaborasi dengan terapi medis.

53
Implementasi pada penurunan curah jantung yang diberikan yaitu:
memeriksa sirkulasi perifer pasien, memonitor adanya nyeri dada, memonitor
adanya edema, memonitor intake dan output cairan, dan memposisikan pasien
semifowler pada area edema lebih tinggi dari posisi jantung, memberikan diet
jantung dan membatasi asupan cairan pasien.

54
55

5.2 Saran
Berdasarkan hasil pembahasan di atas, diharapkan kepada penulis
selanjutnya dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan
Heart Failure, yaitu sebagai berikut:

1. Bagi Rumah Sakit


Diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien secara optimal
dan lebih meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit. Terutama pada
diagnosa gangguan pertukaran gas diharapkan kelengkapan data
pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan BGA.
2. Bagi Pasien dan Keluarga
Diharapkan keluarga selalu mematuhi protocol kesehatan yang berlaku
dirumah sakit dan senantiasa mengawasi kondisi pasien untuk mematuhi
pemantauan intake-output cairan agar tidak terjadi sesak. Keluarga juga
diharapkan dapat menerapkan terapi komplementer terutama untuk
mengurangi nyeri yang dirasakan oleh pasien.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan institusi pendidikan dapat memberikan informasi dan selalu
up to date perkembangan terbaru mengenai asuhan keperawatan pasien
dengan Heart Failure, tidak hanya berfokus pada maslaah hypervolemia
atau penurunan curah jantung tetapi masalah keperawatan lainnya yang
dapat timbul pada pasien dengan Heart Failure. Sehingga dapat
disampaikan kepada mahasiswa ketika menjalani praktik klinik.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan
referensi terkait Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Heart Failure.
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan mencari referensi terapi terbaru
terkait penatalaksanaan nonfarmakologis pada pasien dengan Heart
Failure.
56

Daftar Pustaka

Amin, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan


Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 3. Mediaction Publishing.

Artawan, I. K., Wijaya, I. M., Arini, L., & Sunirda, I. (2019). Gambaran Asuhan
Keperawatan Gawat Darurat Pada Pasien Infark Miokard Akut Dengan Nyeri
AKut Di Ruang Emergency Cardio RSUP Sanglah Denpasar. Jurnal Kesehatan
Medika Undaya, 05(01), 10–25.

Aspiani. (2015). Effect Of Slow Deep Brathing To Blood Pressure and Heart rate
Hypertensive Patients at Adventist Hospital in Bandar Lampung Indonesia.
Universitas Bandar Lampung.

Ayu, I. G., Diani, P., & Cholissodin, I. (2017). Optimasi Komposisi Bahan Makanan
bagi Pasien Rawat Jalan Penyakit Jantung dengan Menggunakan Algoritme
Particle Swarm Optimization. Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi Dan
Ilmu Komputer (J-PTIIK) Universitas Brawijaya, 1(11), 1385–1394.

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2009). Medical Surgical Nursing: Clinical


Management For Positive Outcomes (8th ed.). Elseiver.

Brunner, & Suddart. (2018). Keperawatan Medikal Bedah (12th ed.). EGC.

Budiono, B., & Ristanti, R. S. (2019). Pengaruh Pemberian Contrast Bath Dengan
Elevasi Kaki 30 Derajat Terhadap Penurunan Derajat Edema Pada Pasien
Congestive Heart Failure. Health Information : Jurnal Penelitian, 11(2), 91–99.
https://doi.org/10.36990/hijp.v11i2.134

Damayanti, A. P. (2013). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan


Masyarakat Perkotaan Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif atau CHF Di
Ruang Penyakit Dalam RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo. Universitas
Indonesia.

Dharmarajan, K., & Rich, M. W. (2017). Epidemiology, Pathophysiology, and


Prognosis of Heart Failure in Older Adults. Heart Failure Clinics, 13(3), 417–
426. https://doi.org/10.1016/j.hfc.2017.02.001

Ismoyowati, T. W., Teku, I. S., Banik, J., & Sativa, R. (2021). Manajemen Nyeri
Untuk Congestive Heart failure. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes,
12(1), 107–112.
57

Kubota, S. (2015). Effect Of TRunck Posture in Fowler Position on Hemodinamics.


Autonomic Neuroscience, 1(189).

Kusumawati, A., & Sensussiana, T. (2020). Asuhan Keperawatan Pasien CHF


(Congestive Heart Failure) Dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigen. Universitas
Kusuma Husada Surakarta.

Mindriyah, H. (2017). Asuhan Keperawatan Ny. M dengan Kelebihan cairan Pada


gagal Jantung Kongestif di RSUD Tidar Magelang. Poltekkes Semarang.

Morton, P. G., Fontaine, D., & Hudak, C. M. (2013). Keperawatan Kritis:


Pendekatan Asuhan Holistik ed. 8. EGC.

Mugihartadi, & Handayani, M. rika. (2020). Pemberian Terapi Oksigenasi Dalam


Mengurangi Ketidakefektifan Pola Nafas Pada Pasien Congestive Heart Failure
(CHF) Di Ruang Icu/Iccu Rsud Dr. Soedirman Kebumen. Nursing Science
Journal (NSJ), 1(1), 1–6.

Muttaqin, A. (2014). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskular. Salemba Medika.

Nurafif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc, Edisi Revisis Jilid 2. Mediaction.

Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Nuha Medika.

PERKI. (2019). Indonesian Heart Association Your Heart Is Our Heart Too.
www.inaheart.org

PPNI. (2018a). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st ed.). DPP PPNI.

PPNI. (2018b). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (1st ed.). DPP PPNI.

Prihatiningsih, D., & Sudyasih, T. (2018). Perawatan Diri Pada Pasien Gagal
Jantung. Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia, 4(2).
https://doi.org/10.17509/jpki.v4i2.13443

Purwadi, I. K. A. H., Galih, G., & Puspita, D. (2015). Pengaruh Terapi Contrast Bath
(Rendam Air Hangat dan Air Dingin) Terhadap Edema Kaki Pada Pasien
Penyakit Gagal Jantung Kongestif. Jurnal Gizi Dan Kesehatan, 7(15), 72–78.

Raka, I. M. S. K., Danes, V. R., & Supit, W. (2015). Gambaran Aktivitas Listrik
Jantung Pasien Rawat Inap Dengan Congestive Heart Failure (Chf) Di Irina F-
Jantung RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal E-Biomedik, 3(3), 2013–
2016. https://doi.org/10.35790/ebm.3.3.2015.9625
58

Riskesdas. (2018). Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar.

Savarese, G., & Lund, L. H. (2017). Epidemiology Global Public Health Burden of
Heart Failure. CFR Journal, 1, 7–11. https://doi.org/10.15420/cfr.2016

Sevilla Cazes, J., Ahmad, F. S., Jaskowiak, A., Gallagher, J., Alexander, M., &
Riegel, B. (2018). Heart Failure Home Management Challenges and Reason For
Readmission : A Qualitative Study to Understand The Patient Perspective.
Journal of General Internal Medicine, 33(10), 1700–1707.
https://doi.org/https//doi.org/10.1007/s116

Siswanto, B., Hersunarti, N., Erwinanto, Barack, R., Pratikto, R., Nauli, S. E., &
LUbis, A. (2015). Pedoman Tatalaksana Gagal jantung. In P. D. S. K. Indonesia
(Ed.), PERKI. PERKI. https://doi.org/10.1109/NEMS.2009.5068708

Syamsudin. (2011). Buku Ajar Farmakologi Kardiovaskular dan Renal. Salemba


Medika.

Waladani, B., Anetdita, P., & Putri, K. (2019). Analisis Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Congestive Heart Failure dengan Penurunan Curah Jantung. University
Research Colloqium, 1, 878–882.

Wijaya, A., & Putri, Y. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 1. Nuha Medika.

Wijayati, S., Ningrum, D., & Putrono. (2019). Pengaruh Posisi Tidur Semifowler 45
Derajat Terhadap Kenaikan Nilai Saturasi Oksigen Pada Pasien Gagal Jantung
Kongestif di RSUD Loekmono Hadi Kudus. Journal of Clinical Medicine, 6(1).
https://doi.org/https://doi.org/10.36408/mhjcm.v6i1.372

Yohana, N. (2019). Pengelolaan Penurunan Curah Jantung Pada Tn. D Dengan


Congestive Heart Failure Di Ruang Cempaka Di Rsud Ungaran. In Universitas
Ngudi Waluyo. http://repository2.unw.ac.id/154/1/MANUSKRIP.pdf

Zakiyah, A. (2015). Konsep Nyeri dan Penatalaksanaan dalam Praktik


Keperawatan. Salemba Medika.
59

LAMPIRAN 1 LEMBAR KONSULTASI


60

LAMPIRAN 2 HASIL DETEKSI PLAGIASI


61

LAMPIRAN 3 PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN

FORMAT PENGKAJIAN PASIEN

Tgl. Pengkajian : 08-02-2020 No. Register :509106


Jam Pengkajian : 10.00 Tgl. MRS :07-02-2021
Ruang/Kelas : Airlangga, KM 4.2

I. IDENTITAS
1. Identitas Pasien 2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. P Nama : Tn. S
Umur : 57 Th (19/08/1963) Umur : 38 Th
Jenis Kelamin : Perempuan Jenis Kelamin :L
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SD Pekerjaan : Wiraswasta
Pekerjaan : Petani/IRT Alamat :
Karangrejo Selatan, RT 22 RW
11, Donomulyo
Gol. Darah :- Hubungan dengan Klien : Anak
Alamat : Karangrejo Selatan, RT 22 RW 11, Donomulyo
II. KELUHAN UTAMA
1. Keluhan Utama Saat MRS
Pasien mengeluh sesak ± 1 minggu. Badan panas 1 hari yang lalu, kaki bengkak
hilang timbul. Ngos-ngosan saat aktivitas.
2. Keluhan Utama Saat Pengkajian
Pasien mengatakan masih merasa sesak di dada dan bertambah saat melakukan
aktivitas, kaku pada bagian punggung, kaki bengkak hilang timbul
Psaien juga merasa nyeri pada perut atas jika ditekan kadang saat bernapas juga
merasakan nyeri hilang timbul
P :nyeri saat dipegang/ditekan, kadang kambuh saat aktivitas dan hilang saat napas
dalam
Q : nyeri dirasakaan tumpul menjalar
R : nyeri pada area perut atas, sebagian dada kiri
S : skala nyeri 5-6
T : Hilang timbul, namun saat ditekan nyeri
III. DIAGNOSA MEDIS
Heart Faiilure
IV. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan sering merasa sesak napas saat aktivitas dan kadang saat
istirahat. Pasien juga mengeluhkan nyeri di dada sudah 1 bulan ini. Badan panas 1
minggu yang lalu naik turun. Pasien juga mengeluhkan merasa lemah sejak 1 bulan
yang lalu. Pasien didiagnosa menderita gagal jantung sejak 6 bulan yang lalu ketika
MRS di RS Wava Husada dengan keluhan nyeri pada dada dan merasa sesak napas .

2. Riwayat Kesehatan Yang Lalu


Pasien memiliki riwayat magh sejak remaja hingga sekarang
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
- Tidak ada
62

V. RIWAYAT KEPERAWATAN KLIEN

1. Pola Aktifitas Sehari-hari (ADL)


ADL Di Rumah Di Rumah Sakit

Pola pemenuhan kebutuhan Makan / Minum Makan / Minum


nutrisi dan cairan (Makan dan Jumlah : Jumlah :
Minum ) Jenis : bervariasi sayuran, lauk
pauk tahu tempe, (sering bubur) -1/2 porsi
Pantangan : Jenis :
- Diet Jantung 3 (lunak)
-Tidak ada
Minum/Infus :
Kesulitan Makan / Minum :
-Tidak Ada - Air putih (500ml)
Usaha Mengatasi kesulitan : - NS 500 ml/24 jam
-Tidak Ada
- Octalbin 25%
Pantangan : Tidak Ada
Kesulitan Makan / Minum : Tidak
Ada
Usaha Mengatasi kesulitan :
Tidak Ada

Pola Eliminasi Terpasang kateter


BAK : Jumlah, Warna, Bau,
Normal Tgl 08/02/2021
Masalah, Cara Mengatasi. Urin (06.00-11.00) : 350 cc
Warna pekat, bau khas

BAB : Jumlah, Warna, Bau,


Konsistensi, Masalah, Cara Normal Selama di RS (2 hari) pasien
Mengatasi. belum BAB

Pola Istirahat Tidur -Tidur dirumah seperti biasanya - Pasien mengatakan tidak ada
-Tidur pukul 20.00 bangun pukul masalah/keluhan tidur
- Jumlah/Waktu 05.00 - Tidur lelap, hawanya sering
- Gangguan Tidur mengantuk
- Upaya Mengatasi gangguan - Pasien sering mengubah posisi
tidur (sering duduk / fowler dengan
- Apakah mudah terbanguan kaki diganjal oleh bantal)
- Jika terbangun berapa
menit bisa tertidur lagi
- Hal-hal yang
mempermudah tidur
- Hal-hal yang
mempermudah bangun

Pola Kebersihan Diri (PH) Frekuensi mandi hanya 1 kali


2 kali sehari serta menggosok diseka, belum pernah mencuci
- Frekuensi mandi gigi, mencuci rambut sesekali, rambut selama di RS, kuku
- Frekuensi Mencuci rambut kuku bersih, melakukan secara pasien tampak bersih, segala
- Frekuensi Gosok gigi mandiri aktivitas dibantu oleh anak
- Keadaan kuku dan keluarganya.
- Melakukan mandiri/
dibantu
63

Aktivitas Lain
Aktivitas apa yang dilakukan
Bercengkrama dengan keluarga Lebih banyak digunakan untuk
klien untuk mengisi waktu luang tidur
?

Pasien sering mengubah posisi


(sering duduk / fowler dengan
kaki diganjal oleh bantal)

2. Riwayat Psikologi
Pasien tidak ada riwayat gangguan jiwa di keluarga, pasien hanya kadang merasa cemas dan gelisah saat
penyakitnya kambuh.

3. Riwayat Sosial
Tidak ada gangguan atau masalah sebelum sakit.

4. Riwayat Spiritual
Spiritual pasien baik, pasien sholat 5 waktu, rutin mengikuti kegiatan tahlil setiap hari Jumat.

VI. KONSEP DIRI


A. Gambaran diri : Pasien merasa gerakan tidak bebas karena terpasang infus, dan jika NRBM dilepas
merasa sesak napas, ngos-ngosan

B. Identitas diri : Pasien mengatakan bahwa pasien saat ini hanya fokus sebagai nenek dari ke 4 cucunya.

C. Peran : Pasien sebelum sakit biasanya bercocok tanam, dan mengurus keluarga serta cucu-
cucunya. Selama dirumah sakit pasien hanya melakukan kegiatan di bed

D. Ideal diri :-

E. Harga diri : Pasien merasakan tidak bisa menjalankan aktivitas seperti biasanya

VII. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 08/02/2021)


A. Keadaan Umum : Cukup, pasien tampak lemah

B. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital


SAAT SEBELUM SAKIT SAAT PENGKAJIAN
- - TD : 122/73 mmHg
- N : 89 x/menit
- RR : 25 x/menit
- Suhu : 37,3 0C
- SpO2 : 75%
- BB 50 kg
64

C. Pemeriksaan Wajah
a. Mata
Kelengkapan dan kesimetrisan mata( + ), Kelopak mata/palpebra oedem (- ), ptosis/dalam kondisi tidak
sadar mata tetap membuka (- ), peradangan ( - ), luka( - ), benjolan ( - ), Bulu mata rontok atau tidak,
Konjunctiva dan sclera perubahan warna (anemis / an anemis, warna iris (hitam, hijau, biru), Reaksi
pupil terhadap cahaya (miosis/midriasis), Pupil (isokor / an isokor), Warna Kornea
b. Hidung
Inspeksi dan palpasi : Amati bentuk tulang hidung dan posis septum nasi (adakah pembengkokan atau
tidak). Amati meatus : perdarahan (- ), Kotoran (- ), Pembengkakan (- ), pembesaran / polip (- ).
c. Mulut
Amati bibir : Kelainan konginetal ( labioscisis, palatoscisis, atau labiopalatoscisis), warna bibir, lesi
( - ), Bibir pecah (- ), Amati gigi ,gusi, dan lidah : Caries ( + ), Kotoran (+ ), Gigi palsu ( - ), Gingivitis
( - ), Warna lidah, Perdarahan ( - ) dan abses ( - ). Amati orofaring atau rongga mulut : Bau mulut,
Benda asing : ( tidak ).
d. Telinga
- Tidak ada gangguan
Amati bagian telinga luar: Bentuk …Ukuran … Warna …, lesi (- ), nyeri tekan (- ), peradangan (+/- ),
penumpukan serumen (- ). Dengan otoskop periksa membran tympany amati, warna ....., transparansi ,
perdarahan (- ), perforasi (- ).

D. Pemeriksaan Kepala, Dan Leher


a. Kepala:
Tidak ada gangguan
Inspeksi : bentuk kepala (dolicephalus/lonjong, Brakhiocephalus/ bulat), kesimetrisan (+).
Hidrochepalus (- ), Luka (- ), darah (-), Trepanasi ( - ). Palpasi : Nyeri tekan (- ).
b. Leher : Tidak ada gangguan. Inspeksi : Bentuk leher (simetris), peradangan (- ), jaringan parut (- ),
perubahan warna ( - ), massa ( ( - ). Palpasi : pembesaran kelenjar limfe ( - ), pembesaran kelenjar
tiroid (- ), posisi trakea (simetris/tidak simetris), pembesaran Vena jugularis ( + ).
c. Keluhan lain: Tidak Ada

E. Pemeriksaan Thoraks/dada
• PEMERIKSAAN PARU
INSPEKSI
• Bentuk torak (Normal chest),
• Susunan ruas tulang belakang (Normal),
• Bentuk dada (Simetris),
• keadaan kulit ? : (Normal)
• Retrasksi otot bantu pernafasan : Retraksi intercosta ( + ), retraksi suprasternal ( - ),
Sternomastoid ( - ), pernafasan cuping hidung (- ).
• Pola nafas : (Takipnea), RR 25 x/m
• Amati : cianosis ( + ), batuk (- ).
65

PALPASI
Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan kiri
teraba (sama / tidak sama).
PERKUSI
Area paru : ( sonor / Hipersonor /
dullnes) ) AUSKULTASI
• Suara nafas Area Vesikuler : ( bersih / halus / kasar ) , Area Bronchial : ( bersih / halus / kasar
) Area Bronkovesikuler ( bersih / halus / kasar )
• Suara Ucapan Terdengar : Bronkophoni ( + / - ), Egophoni ( - ), Pectoriloqui ( - )
• Suara tambahan Terdengar : Rales ( + ), Ronchi ( - ), Wheezing ( - ), Pleural fricion rub ( - ),
bunyi tambahan lain (-)
• Keluhan lain yang dirasakan terkait Px. Torak dan Paru : Px merasa sangat sesak
Keluhan lain terkait dengan paru:
• Px terpasang O2 NRBM 10 lpm
• Adanya usaha untuk bernapas
66

• PEMERIKSAAN JANTUNG
INSPEKSI
Ictus cordis ( + )
PALPASI : Pulsasi pada dinding torak teraba : ( Lemah / Kuat / Tidak teraba )
PERKUSI
Batas-batas jantung normal adalah :
Batas atas ( N = ICS II )
Batas bawah : ( N = ICS V)
Batas Kiri ( N = ICS V Mid Clavikula Sinistra)
Batas Kanan : ( N = ICS IV Mid Sternalis Dextra)
AUSKULTASI
BJ I terdengar (tunggal / ganda, ( keras / lemah ), ( reguler / irreguler )
BJ II terdengar (tunggal / ganda ), (keras / lemah), ( reguler / irreguler )
Bunyi jantung tambahan : BJ III ( + ), Gallop (+)
Keluhan lain terkait dengan jantung :
Hasil Foto Thorax: Kardiomegali, terdapat infiltrat pada paru, efusi pleura dextra-sinitra, cor
dilatasi ke kiri

F. Pemeriksaan Abdomen
INSPEKSI
Bentuk abdomen : (cembung), Massa/Benjolan (- ), Kesimetrisan ( + ), Bayangan pembuluh
darah vena (-)
AUSKULTASI
Frekuensi peristaltic usus 21 x/menit ( N = 5 – 35 x/menit, Borborygmi ( - )
PALPASI
Palpasi Hepar : diskripsikan :Nyeri tekan ( + ), pembesaran (- ), perabaan (lunak), permukaan (halus /
berbenjol-benjol), tepi hepar (tumpul / tajam) .
Palpasi Lien : Gambarkan garis bayangan Schuffner dan pembesarannya...................Dengan Bimanual
lakukan palpasi dan diskrpisikan nyeri tekan terletak pada garis. Scuffner ke berapa ?...........................(
menunjukan pembesaran lien )
Palpasi Appendik : Buatlah garis bayangan untuk menentukan titik Mc. Burney. nyeri tekan ( - ), nyeri
lepas ( - ), nyeri menjalar kontralateral ( - ).
Palpasi Ginjal : Bimanual diskripsikan : nyeri tekan( - ), pembesaran ( - ). (N = ginjal tidak teraba).
PERKUSI
Normalnya hasil perkusi pada abdomen adalah tympani.
Keluhan lain yang dirasakan terkait dengan Abdomen : Nyeri tekan pada perut atas
Hasil USG Abdomen: Splenomegali, kesan anemic liver, sludge GB, ascites ddan Effusi pleura bilateral

G. Pemeriksaan Genetalia dan Rektal


a. Pada Wanita
Inspeksi
Kebersihan rambut pubis (bersih ), lesi ( - ),eritema ( - ), keputihan ( - ), peradangan ( - ).
Lubang uretra : stenosis /sumbatan ( - )
Keluhan lain: Tidak Ada Keluhan

H. Pemeriksaan Punggung Dan Tulang Belakang


Keluhan lain:
- Pasien mengeluh pegal-pegal pada punggung
- Pasien sering mengubah posisi (sering duduk / fowler dengan kaki diganjal oleh bantal
67

I. Pemeriksaan Ektremitas/Muskuloskeletal
a. Inspeksi
b. Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-), fraktur (-) terpasang Gib ( - ), Traksi (- )
c. Palpasi

Lakukan uji kekuatan otot : 5 5

4 4

d. Keluhan: Edema pada kedua kaki , Asites (+), Pitting edema (+), grading/derajat edema (4+)

J. Pemeriksaan Fungsi Pendengaran/Penghidu/tengorokan


Uji ketajaman pendengaran :Tes bisik, Dengan arloji, Uji weber : seimbang / lateralisasi kanan /
lateralisasi kiri, Uji rinne : hantaran tulang lebih keras / lemah / sama dibanding dengan hantaran udara,
Uji swabach : memanjang / memendek / sama.
Uji Ketajaman Penciuman dengan menggunakan rangsang bau-bauan. Pemeriksaan tenggorokan:
lakukan pemeriksaan tonsil, adakah nyeri telan. Keluhan lain: Tidak Ada

K. Pemeriksaan Fungsi Penglihatan


- Pemeriksaan Visus Dengan Snellen's Cart : -
- Tanpa Snelen Cart : Ketajaman Penglihatan ( Baik / Kurang )
- Pemeriksaan lapang pandang : Normal
- Keluhan lain: Tidak Ada Keluhan

L. Pemeriksaan Fungsi Neurologis


a. Menguji tingkat kesadaran dengan GCS ( Glasgow Coma Scale) : 456
Kesimpulan : Compos Mentis , lemah.
b. Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak
Penigkatan suhu tubuh (-), nyeri kepala ( -), kaku kuduk (-), mual –muntah (-) kejang (-) penurunan tingkat
kesadaran (-)
c. Memeriksa nervus cranialis
Nervus I - Olfaktorius (pembau ), Nervus II - Opticus ( penglihatan ), Nervus III - Ocumulatorius, Nervus
IV- Throclearis, Nervus V – Thrigeminus, Nervus VI-Abdusen, Nervus VII – Facialis, Nervus VIII-
Auditorius, Nervus IX- Glosopharingeal, Nervus X – Vagus, Nervus XI- Accessorius, Nervus XII-
Hypoglosal
d. Memeriksa fungsi motorik
e. Ukuran otot (simetris), atropi (-) gerakan-gerakan yang tidak disadari oleh klien (-)
f. Memeriksa fungsi sensorik
Kepekaan saraf perifer : benda tumpul , benda tajam. Menguji sensai panas / dingin, kapas halus,
minyak wangi.
f.Memeriksa reflek kedalaman tendon
Reflek fisiologis : R.Bisep, R. Trisep, R. Brachioradialis, R. Patella, R. Achiles
Reflek Pathologis, Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-kasus tertentu. Yang
diperiksa adalah R. Babinski, R. Chaddok, R.Schaefer, R. Oppenheim, R. Gordon, R. Bing, R.Gonad.
g.Keluhan lain yang terkait dengan Neurologis : Tidak Ada

K. Pemeriksaan Kulit/Integument
a. Integument/Kulit
Inspeksi : Adakah lesi ( - ), Jaringan parut ( - ), Warna Kulit (sawo matang), pitting edema (+) derajat 4 +,
asites (+). Palpasi : Tekstur (halus/ kasar ), Turgor/Kelenturan(baik), Struktur (agak keriput), Lemak subcutan
(tipis ), nyeri tekan ( + ) pada daerah dada dan perut atas.
68

Identifikasi luka / lesi pada kulit


1. Tipe Primer : Makula ( - ), Papula ( - ) Nodule ( - ) Vesikula ( - )
2. Tipe Sekunder : Pustula (-), Ulkus (-), Crusta (-), Exsoriasi (-), Scar (-), Lichenifikasi ( - )
Kelainan- kelainan pada kulit : Naevus Pigmentosus ( - ), Hiperpigmentasi (-),
Vitiligo/Hipopigmentasi (- ), Tatto (- ), Haemangioma (-), Angioma/toh(-), Spider Naevi (- ), Striae (-)
b. Pemeriksaan Rambut
Inspeksi dan Palpasi : Penyebaran (merata), bau (-) rontok (+), warna Alopesia ( - ), Hirsutisme
( - ), alopesia ( - )
c. Pemeriksaan Kuku
Inspeksi dan palpasi : warna merah muda, bentuk normal, dan kebersihan kuku (kuku bersih), CRT
kembali dalam > 3 detik
Keluhan lain: Tidak Ada

M. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik Medik


(tanggal 08/02/2021)
A. DARAH LENGKAP
Leukosit : 3,270 ( N : 4.700 – 11.300 / µL )
Eritrosit : 1,98 ( N : 4 juta – 5 juta µL )
Trombosit : 45,500 ( N : 142.000 – 424.000 / µL )
Haemoglobin : 7.7 ( N : 11.4 – 15.1 gr/dl )
Haematokrit : 22.2 ( N : 38.0 – 42 gr / dl )
MCV : 112.0 ( N : 80-93 fL)
MCH : 38.8 ( N : 27-31 pg)
MCHC : 34.6 ( N : 32-36 g/dL)
B. KIMIA DARAH
Ureum : 46 ( N : 10 – 20 mg / dl )
Albumin : 1,57 ( N : 3.5-5.5 g/dL)
Creatinin :1.05 ( N : <1.2 mg / dl )
SGOT : 38 ( N : 0 – 32 U/L )
SGPT : 10 ( N : 0 – 33 U/L )
GD sewaktu : 120 ( N : <200 mg/dl )
C. HITUNG JENIS LEUKOSIT
Esinofil : 0.4 ( N : 0-4 %)
Basofil : 0.6 ( N : 0-1 %)
Neutrofil : 65.5 ( N : 51-67 %)
Limfosit : 29.0 ( N : 25-33 %)
Monosit : 4.5 ( N : 2-5 %)
D. PEMERIKSAAN LAB LAIN :
Imunoserologi
SARS COV2 ECLIA : Non Reaktif, COI : 0,088

E. PEMERIKSAAN RADIOLOGI :
Tanggal 08/02/21
Jam 08.30 WIB

Foto Thorax
Kesimpulan:
• Terdapat infiltrat pada paru
• Efusi pleura dextra-sinitra
• Cor dilatasi ke kiri
• Kardiomegali (+)

USG Abdomen
• Splenomegali
• Kesan anemic liver
• Sludge GB
• Ascites ddan Effusi pleura bilateral
69

N. TINDAKAN DAN TERAPI

No. Nama Obat Dosis Keterangan


1. NS 500 ml/24 jam Terapi cairan
2. Antrain Inj 3x1 Anti nyeri
3. Omeprazole Inj 1 x 40 mg Mengurangi kadar
asam lambung
4. Furosemide Inj (2-2-0) Diuretik
5 Spironolactone PO 25 mg (0-2- Edema dan asites pada
0) sirosis hati, asites
malignan, sindroma
nefrotik, gagal jantung
kongestif
6. Cefotaxim 2X1 gr Antibiotik
7. Octalbin 25% Terapi albumin
8. Concor PO 2,5 mg
Golongan
betablocker/antiaritmia)

TTD Perawat

(Oktika Khoirunnisa)
70

ANALISA DATA PASIEN Ny P

DATA MASALAH DIAGNOSA


PENYEBAB
(Tanda mayor & minor) KEPERAWATAN KEPERAWATAN
DS: Agen Pencedera Nyeri Akut (0077) Nyeri Akut (D.0077) b/d
Fisiologis agen pencedera fisiologis
• Klien mengatakan nyeri d/d pasien mengeluh
pada perut atas jika ditekan nyeri, bersikap protektif
kadang saat bernapas juga (menghindari nyeri dg
merasakan nyeri hilang merubah posisi), pola
timbul napas berubah, nafsu
P :nyeri saat makan berubah
dipegang/ditekan,
kadang kambuh saat
aktivitas dan hilang saat
napas dalam
Q : nyeri dirasakaan
tumpul menjalar
R : nyeri pada area
perut atas, sebagian dada
kiri
S : skala nyeri 5-6
T : Hilang timbul,
namun saat ditekan nyeri

DO:
• Pasien tampak meringis
saat ditekan area nyeri
• Pasien sering mengubah
posisi (sering duduk /
fowler dengan kaki
diganjal oleh bantal)
• Otot bantu napas (+), RR
25 x/menit (takipnea)
(terpasang NRBM 10 lpm)
• Porsi makan hanya ½
(tidak habis)
• TD 122/73 mmHg
• Nadi 89 x/m
• GCS 456
Foto Thorax
Kesimpulan:
• Terdapat infiltrat pada paru
• Efusi pleura dextra-sinitra
• Cor dilatasi ke kiri
• Kardiomegali (+)

USG Abdomen
• Splenomegali
• Kesan anemic liver
• Sludge GB
• Ascites ddan Effusi pleura
bilateral

DS: Ketidakseimbangan Gangguan Pertukaran Gas Gangguan Pertukaran


• Pasien mengatakan sesak ventilasi-perfusi (D.0003) Gas (D.0003) b/d
71

di dada, dan bertambah ketidakseimbangan


saat melakukan aktivitas ventilasi perfusi d/d
DO: dyspnea, bunyi napas
• Retraksi dinding dada (+) tambahan, napas cuping
• RR 25 x/m hidung, pola napas
• SpO2 75% abnormal, SpO2 sangat
• Tampak adanya usaha
rendah.
untuk bernapas
• Tampak pernapasan cuping
hidung (+)
• Terpasang O2 NRBM 10
lpm
• Terdapat suara tambahan
rales pada lapang paru
sinistra
• Hasil foto Thorax
(Cardiomegaly)
Efusi pleura dextra-sinitra
Terdapat infiltrat pada paru
Cor dilatasi ke kiri

DS: Perubahan Pre-load Penurunan Curah Jantung Penurunan curah jantung


dan afterload (D.0008) D.0008 b/d perubahan
- Px mengatakan jantung
preload dan afterload d/d
sering berdebar
edema, distensi vena
- Px juga merasa mudah
lelah saat ini dan saat ini jugularis, CRT >3 detik,
sesak di dada terdengar suara jantung
DO: S3

- Edema kedua ekstremitas


bawah (pitting edema
derajat 4+)
- JVD (+)
- TD : 122/73 mmHg
- Nadi : 86 x/m
- Suara jantung S3 gallop
- CRT >3detik
- Kulit tampak pucat
- Hasil Foto Thorax :
Cardiomegali
Cor dilatasi ke kiri

DS: Kelebihan asupan Hipervolemia ( D. 0022) Hipervolemia (D.0022)


• Px mengeluh kaki bengkak cairan, gangguan b/d kelebihan asupan
hilang timbul, sesak napas aliran balik vena cairan, gangguan aliran
(+) bertambah saat balik vena d/d edema,
aktivitas distensi vena jugularis,
kadar Hb/Ht turun, intake
DO:
lebih banyak dari output
• Edema pada ekstremitas
(balance positif)
bawah
• Terdapat suara tambahan
rales pada lapang paru
sinistra
• Distensi Vena Jugular (+)
• Hb 7,7 (menurun)
• Ht 22,2 (menurun)
• pitting edema (+), derajat
IV (4+)
• Hasil foto Thorax :
(Cardiomegaly)
Efusi pleura dextra-sinitra
72

Terdapat infiltrat pada paru


Cor dilatasi ke kiri
• Intake cairan :
Air minum : ± 500 ml/hari
NS : 500 ml/24 jam
Octalbin 25 % 100 ml
Inj Antrain 2 cc (3x)
Inj Omeprazole 10 cc (1
x)
Inj Cefotaxim 10 cc (2x)
Inj Furosemid 10 cc (4x)
Air metabolisme (AM) :
250 cc (5x50 kg)
TOTAL : 1.396 cc

Output cairan:
(tgl 08/02/21)
Urin (06.00-14.00) : 350
cc
(IWL : 31,25
cc/kgBB/jam, atau 750
cc/24 jam , BB 50 kg)
TOTAL : 1.100 cc
Balance cairan :
Intake-output = 1.396 – 1.100 =
+296 cc
73

Diagnosa Prioritas:

1. Gangguan pertukaran gas (D.0003) b/d ketidakseimbangan ventilasi perfusi d/d dyspnea, bunyi napas

tambahan, napas cuping hidung, pola napas abnormal, SpO2 sangat rendah.

2. Nyeri Akut (D.0077) b/d agen pencedera fisiologis d/d pasien mengeluh nyeri, bersikap protektif (menghindari

nyeri dg merubah posisi).

3. Penurunan curah jantung D.0008 b/d perubahan preload dan afterload d/d edema, distensi vena jugularis, CRT

>3detik, terdengar suara jantung S3

4. Hipervolemia (D.0022) b/d kelebihan asupan cairan, gangguan aliran balik vena d/d edema, distensi vena

jugularis, kadar Hb/Ht turun, intake lebih banyak dari output (balance positif).
74

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny. P

Diagnosa Hari/ Hari/


No LUARAN INTERVENSI Implementasi Evaluasi Ttd
Keperawatan Tgl Tgl
Nyeri Akut Manajemen Nyeri Senin, - Mengidentifikasi lokasi, Senin,
1. Setelah dilakukan tindakan S:
(1.08238) 08-02- durasi, karakteristik, 09-02-
keperawatan selama 1 x 4
Tindakan 2021 2021 - Px mengatakan sedikit
frekuensi, kualitas, nyeri
jam maka “Tingkat Nyeri rileks dengan relaksasi
Observasi : - Mengidentifikasi teknik
(L.08066)” px menurun napas dalam dan
- Identifikasi, lokasi, Pukul relaksasi yang pernah Pukul,
dengan kriteria sbb : latihan slow deep
Karakterisitik, durasi, 09.00 digunakan 11.15
a. Keluhan nyeri : breathing.
frekuensi, kualitas, WIB - Memeriksa ketegangan WIB
menurun (5)
intesitas nyeri otot, TTV sebelum dan O:
b. Meringis : menurun
(5) - Identifikasi skala nyeri sesudah a. Keluhan nyeri cukup
c. Sikap protektif : - Identifikasi respon non - Menawarkan teknik menurun (4)
menurun (5) verbal relaksasi napas dalam pada b. Meringis menurun (5)
d. Pola napas : - Identifikasi pengetahuan pasien c. Sikap protektif menurun
membaik (5) dan keyakinan tentang - Menciptakan lingkungan (4)
nyeri yang tenang dan nyaman d. Pola napas cukup
- Identifikasi pengaruh - Menjelaskan tujuan, membaik (4)
nyeri pada kualitas manfaat, dan teknik Hasil TTV:
hidup relaksasi napas dalam
- Monitor efek samping - TD : 120/80 mmHg
- Berkolaborasi dengan
analgetik advise dokter sesuai dosis: - N : 80 x/menit
Terapeutik : - RR : 24 x/menit
Inj Antrain 3x1
- Berikan teknik non
farmakologi (Tx TD : 122/73 mmHg - Suhu : 370C
relakasasi, Tx imajinasi - SpO2 : 88%
terbimbing, kompres N : 89 x/menit
hangat/dingin, ) A:
RR : 25 x/menit
Masalah teratasi sebagian
- Kontrol lingkungan
Suhu : 37,3 0C dengan :
yang memperberat rasa
-keluhan nyeri sudah tidak
nyeri (pencahayaan, SpO2 : 75% dirsakan saat istirahat
kebisingan)
-sikap meringis ketika nyeri
- Fasilitas istirahat dan berkurang
tidur
-pola napas sedikit membaik
Edukasi :
(NRBM menjadi 7 lpm)
75

- Jelaskan penyebab, P : Lanjutkan intervensi.


periode, pemicu nyeri - Memberikan teknik non
- Anjurkan monitor nyeri farmakologi lainnya
secara mandiri - Melanjutkan kolaborasi
- Ajarkan teknik pemberian analgetik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
analgetik Selasa, - Melakukan TTV Selasa, S :
09-02- - Px mengatakan rileks
- Mengajarkan teknik 09-02-
21 dengan slow deep
relaksasi napas dalam pada 21
breathing
pasien dan Slow Deep
Pukul Breathing Pukul O :
08.00 - Menciptakan lingkungan 11.00 a. Keluhan nyeri cukup
WIB yang tenang dan nyaman WIB menurun (4)
- Berkolaborasi dengan b. Meringis menurun (5)
advise dokter sesuai dosis: c. Sikap protektif menurun
(5)
Inj Antrain 3x1 d. Pola napas cukup
TD : 110/75 mmHg membaik (4)

N : 88 x/menit Hasil TTV:


RR : 24 x/menit - TD : 100/70 mmHg
- N : 80 x/menit
Suhu : 37,1 0C
- RR : 24 x/menit
SpO2 : 89%
- Suhu : 370C
- SpO2 : 94%
A:
Masalah teratasi :-
- keluhan nyeri sudah tidak
dirsakan saat istirahat
- sikap meringis ketika nyeri
berkurang
- pola napas sedikit membaik
(NRBM menjadi 6 lpm)
76

P : Lanjutkan intervensi.
- Memberikan teknik non
farmakologi lainnya
- Melanjutkan kolaborasi
pemberian analgetik

Rabu, - Melakukan TTV Rabu, S :


10-02- - Px mengatakan
- Mengajarkan teknik 10-02- mengatakan ketika
21 relaksasi Slow Deep 21 nyeri lebih rileks
Breathing melakukan slow deep
Pukul Pukul
- Menciptakan lingkungan breathing
15.00 19.00
yang tenang dan nyaman O:
WIB WIB
- Berkolaborasi dengan a. Keluhan nyeri menurun
advise dokter sesuai dosis: (5)
Inj Antrain 3x1 b. Meringis menurun (5)
c. Sikap protektif menurun
TD : 110/80 mmHg (5)
d. Pola napas membaik (5)
N : 88 x/menit
Hasil TTV:
RR : 23 x/menit
- TD : 110/80 mmHg
Suhu : 37,10C
- N : 86 x/menit
SaO2 : 96%
- RR : 22 x/menit
- Suhu : 370C
- SaO2 : 96%
A : Masalah teratasi :
- keluhan nyeri sudah
tidak dirsakan saat
istirahat
- pola napas sedikit
membaik ( RR 22 x/m,
NRBM 6 lpm sudah
77

agak tidak sesak )


P : Lanjutkan intervensi.
- Melanjutkan kolaborasi
pemberian analgetik

Kamis,
11-02- Pasien KRS
21
Pukul
10.00

Gangguan Senin, - Memonitor status respirasi Senin,


2 Setelah diberikan tindakan Dukungan Ventilasi (1.01002) S: Pasien mengatakan masiih
Pertukaran 08-02- dan oksigenasi pasien (TD, 08-02-
keperawatan 1x4 jam, Tindakan sesak jika tidak pakai
Gas 21 RR, N, SpO2), kedalaman 21
diharapkan “Pertukaran Observasi : oksigen
napas pasien
Gas (L.01003)” membaik, - Identifikasi adanya
Pukul - Mengidentifikasi adanya Pukul O:
dengan kriteria hasil: kelalahan otot bantu
08.00 kelelahan otot bantu napas 11.00 - Dyspnea : sedang (3)
a. Dispnea : menurun napas
WIB - Memberikan posisi WIB - Bunyi napas tambahan :
(5) - Identifikasi efek
semifowler 300-400 atau sedang (3)
b. Bunyi napas perubahan posisi
posisi senyaman mungkin - Pernapasan cuping
tambahan : menurun terhadap status
- Memberikan Oksigen hidung : cukup menurun
(5) pernapasan
NRBM 10 lpm (4)
c. Napas cuping - Monitor status respirasi
- Mengajarkan teknik - Pola napas : sedang (3) :
hidung : menurun dan oksigenasi
relaksasi Slow Deep masih terdapat
(5) (frekuensi dan
Breathing pada pasien penggunaan otot
d. Pola napas : kedalaman napas,
sebagai terapi bantuan, adanya usaha
membaik (5) penggunaan otot bantu
komplementer bernapas
napas, saturasi oksigen)
Terapeutik: TD : 122/73 mmHg A: Masalah belum
- Pertahankan kepatenan teratasi :
N : 89 x/menit
jalan napas - Penggunaan otot bantuan
- Berikan posisi semi RR : 25 x/menit (+), adanya usaha untuk
fowler atau fowler bernapas
- Fasilitasi mengubah Suhu : 37,3 0C
P: Lanjutkan intervensi
posisi senyaman SpO2 : 75% - Berkolaborasi sesuai advice
mungkin dokter
78

- Berikan oksigenasi - Monitor status respirasi (O2


sesuai kebutuhan NRBM)
Edukasi: - TD : 120/80 mmHg
- Ajarkan melakukan
teknik relaksasi napas - N : 80 x/menit
dalam - RR : 24 x/menit
- Ajarkan mnegubah
posisi secara mandiri - Suhu : 370C
Kolaborasi: - SpO2 : 88%
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator

Pemantauan Respirasi
(1.01014)
Tindakan
Observasi:
- Monitor frekuensi, Selasa, Selasa, S: Pasien mengatakan sesak
irama, kedalaman, 09-02- - Memonitor TTV pasien 09-02- sudah berkurang namun masih
upaya napas 21 - Mengidentifikasi adanya 21 sesak jika NRBM dilepas
- Monitor pola napas kelelahan otot bantu napas, O:
- Palpasi kesimetrisan Pukul kedalaman napas pasien Pukul - Dyspnea : cukup
ekspansi paru 08.00 - Memberikan posisi 11.00 menurun (4)
- Auskultasi bunyi napas WIB semifowler atau posisi WIB - Bunyi napas tambahan :
- Monitor saturasi senyaman mungkin cukup menurun (4)
oksigen - Memberikan Oksigen - Pernapasan cuping
Terapeutik: NRBM 7 lpm hidung : menurun (5)
- Atur interval pemantauan - Memberikan teknik - Pola napas : cukup
respirasi sesuai kondisi relaksasi Slow Deep membaik (4) : tidak
pasien Breathing pada pasien terdapat penggunaan otot
Edukasi: sebagai terapi bantuan, adanya usaha
- Jelaskan tujuan dan komplementer bernapas.
prosedur pemantauan TD : 110/75 mmHg
N : 88 x/menit A: Masalah teratasi sebagian
- Penggunaan otot napas
RR : 24 x/menit (-)
Suhu : 37,1 0C - NRBM 6 lpm
- Frekuensi napas
79

membaik
SpO2 : 89%
P: Lanjutkan intervensi
- Berkolaborasi sesuai advice
dokter
- Monitor status respirasi (O2
NRBM)
- TD : 100/70 mmHg
- N : 80 x/menit
- RR : 24 x/menit
- Suhu : 370C
- SpO2 : 94%

Rabu, Rabu,
10-02- 10-02- S: Pasien mengatakan napas
21 - Memonitor TTV pasien 21 sudah tidak memberat
- Mengidentifikasi adanya
Pukul kelelahan otot bantu napas Pukul O:
15.00 - Memberikan posisi 19.00 - Dyspnea : menurun (5)
WIB semifowler atau posisi WIB - Bunyi napas tambahan :
senyaman mungkin menurun (5)
- Memberikan Oksigen - Pernapasan cuping
NRBM 6 lpm hidung : menurun (5)
- Memberikan teknik slow - Pola napas : cukup
deep breathing membaik (5)

TTV: A: Masalah teratasi


sebagian
TD : 110/80 mmHg - Frekuensi napas (22 x/m,
N : 88 x/menit SpO2 : 96%)

RR : 23 x/menit P: Lanjutkan
intervensi
Suhu : 37,10C
- Berkolaborasi sesuai advice
SpO2 : 96% dokter
- Lanjutkan monitor status
80

respirasi
- TD : 110/80 mmHg
- N : 86 x/menit
- RR : 22 x/menit
- Suhu : 370C
- SpO2 : 96%

Hipervolemia Manajemen Hipervolemia ( 1. Senin - Memeriksa adanya tanda Senin,


3. Setelah diberikan tindakan S:Px mengatakan kaki
03114) 08/02/20 dan gejala hypervolemia 08/02/21
keperawatan 1x4 jam, bengkak lumayan berkurang
Tindakan 21 (edema, JVP meningkat,
diharapkan
Observasi: suara napas tambahan) 11.00 O:
“Keseimbangan Cairan
- Periksa tanda dan gejala 08.00 - Memonitor TTV - Asupan cairan : sedang (3)
(L.03020)” membaik,
hipervolemia (ortopnea, - Memonitor intake-output - Haluaran urin : cukup
dengan kriteria hasil:
edema, JVP meningkat, cairan meningkat (4)
suara napas tambahan) • Intake cairan : - Edema : sedang (3),
a. Asupan cairan : - Identifikasi penyebab derajat 4+
meningkat (5) hypervolemia Air minum : ± 500
ml/hari - Turgor kulit : cukup
b. Haluaran urin : - Monitor status membaik (4)
meningkat (5) hemodinamik NS : 500 ml/24 jam
c. Edema : menurun - Monitor intake dan Urin (06.00-16.00) :
(5) Octalbin 25 % 100 ml 400 cc
output cairan
d. Turgor kulit : - Monitor kecepatan Inj Antrain 2 cc (3x) A:
membaik (5) infus secara ketat
Inj Omeprazole 10 cc - Masalah belum teratasi:
Terapeutik: Asites (+), Edema masih
(1 x)
- Batasi asupan cairan terlihat di kaki derajat 4+,
dan garam Inj Cefotaxim 10 cc Turgor kulit (+)
- Tinggikan kepala (2x)
P:
tempat tidur 30-40 Inj Furosemid 10 cc
Edukasi: - Lanjutkan monitoring
(4x) intake-output cairan
- Ajarkan cara
membatasi cairan Air metabolisme - Kolaborasi dg advise
81

Kolaborasi: dokter
(AM) : 250 cc (5x50
- Kolaborasi pemberian
kg)
- Monitoring kecepatan
diuretic infus (hentikan sementara
TOTAL : 1.396 cc waktu)
Output cairan:
- Pengaturan posisi

(tgl 08/02/21)
Urin (06.00-14.00) :
350 cc
(IWL : 31,25
cc/kgBB/jam, atau 750
cc/24 jam , BB 50 kg)
TOTAL : 1.100 cc
Balance cairan :
Intake-output = 1.396 –
1.100 = +296 cc
- Memonitor kecepatan
infus secara ketat
- Mengajarkan membatasi
cairan
- Menawarkan dan
mengajarkan teknik
komplementer rendam
kaki contrast bath (air
panas dan air dingin)
untuk mengurangi edema
- Meninggikan posisi kaki
dari jantung
- Berkolaborasi dg advice
dokter
Inj. Furosemid (2-2-0)
PO Spironolactone
Selasa
Selasa 09/02/21
82

09/02/21
S:Px mengatakan
- Memonitor TTV pasien 11.20
kaki bengkak sudah
07.00 - Mengkaji tingkat edema WIB berkurang daripada
WIB pasien kemarin
- Memonitor intake-output
cairan O:
• Intake cairan : - Asupan cairan cukup
Air minum : ± 300 meningkat (4)
ml/hari - Haluaran urin : cukup
Infus : 500 cc/24 jam meningkat (4)
Octalbin 25 % 100 ml - Edema : cukup menurun
Inj Antrain 2 cc (3x) (4), derajat 3+
Inj Omeprazole 10 cc - Asites : cukup menurun
(1 x) (4)
Inj Cefotaxim 10 cc - Turgor kulit : cukup
(2x) membaik (4)
Inj Furosemid 10 cc
(4x) Urin (06.00-16.00) :
Air metabolisme 450 cc
(AM) : 250 cc (5x50 A:
kg) - Masalah belum teratasi :
TOTAL : 1.216 cc Edema masih terlihat di
Output cairan: kaki, Turgor kulit (+)
(tgl 09/02/21)
Urin (06.00-14.00) :
400 cc
P:
(IWL : 31,25
cc/kgBB/jam, atau 750 - Lanjutkan monitoring
cc/24 jam , BB 50 kg) intake-output cairan
TOTAL : 1.150 cc - Kolaborasi dg advise
Balance cairan : dokter
Intake-output = 1.216 – - Monitoring kecepatan
1.150 = +66 cc infus
- Memonitor kecepatan - Pengaturan posisi
infus secara ketat
- Meninggikan posisi kaki
dari jantung
83

- Berkolaborasi dg advice
dokter
Rabu,
Rabu, Inj. Furosemid (2-2-0) 10-02-
10-02- PO Spironolactone 21
21
Pukul
Pukul 19.00 S:Px mengatakan kaki
15.00 WIB bengkak sudah berkurang
- Memonitor TTV pasien daripada kemarin dan masih
WIB - Memonitor kecepatan membatasi minum/cairan
infus secara ketat
- Membatasi asupan cairan O:
pasien - Asupan cairan meningkat
- Memonitor intake-output (5)
cairan - Haluaran urin : cukup
• Intake cairan : meningkat (4)
Air minum : ± 300 - Edema : menurun (5)
ml/hari - Asites : cukup menurun
Infus NS : 500 ml/24 (4)
jam - Turgor kulit : membaik (5)
Octalbin 25 % 100 ml
Inj Antrain 2 cc (3x) Urin (06.00-16.00) :
Inj Omeprazole 10 cc 550 cc
(1 x) A:
Inj Cefotaxim 10 cc - Masalah teratasi sebagian
(2x)
Inj Furosemid 10 cc P:
(4x) - Lanjutkan monitoring
Air metabolisme intake-output cairan
(AM) : 250 cc (5x50 - Kolaborasi dg advise
kg) dokter
TOTAL : 1.216 cc - Monitoring kecepatan
Output cairan: infus
(tgl 10/02/21) - Pengaturan posisi
Urin (06.00-14.00) :
550 cc
(IWL : 31,25
84

cc/kgBB/jam, atau 750


cc/24 jam , BB 50 kg)
TOTAL : 1.300 cc
Balance cairan :
Intake-output = 1.216 –
1.300 = -84 cc

Penurunan Perawatan Jantung (1.02075) Senin, - Memonitor adanya Senin,


4. Setelah diberikan tindakan S:Px mengatakan nyeri dada
Curah Tindakan 08/02/21 keluhan nyeri dada 08/02/21
keperawatan 1x4 jam, masih dirasakan dan jantung
Jantung Observasi: - Memonitor status
diharapkan “Curah Jantung kadang berdebar dan
(L.02008)” meningkat,
- Identifikasi tanda dan Jam oksigenasi, TD, RR, Suhu Jam
merasakan sangat lelah
gejala primer 09.00 (TTV) 11.00
dengan kriteria hasil: walaupun sudah istirahat
penurunan curah - Memeriksa sirkulasi
a. Edema : menurun(5)
jantung (dyspnea, perifer pasien O:
b. Palpitasi : menurun
kelelahan, edema, - Monitor edema a. Edema : sedang (3),
(5)
ortopnea, paroxysmal ekstremitas (adanya derajat 4+
c. Lelah : menurun (5)
nocturnal dyspnea) pitiing edema, asites) b. Palpitasi : cukup
d. Distensi vena
- Identifikasi tanda/gejala - Memonitor/mencatat menurun (4)
jugularis : menurun
sekunder penurunan intake-output cairan c. Distensi vena jugularis :
(5)
curah jantung cukup menurun (4)
e. Dispnea : menurun - Memonitor satutasi
(hepatomegaly, distensi d. Dispnea : sedang (3),
(5) oksigen
vena jugularis, SpO2 88%, RR 24 x/m
f. Suara Jantung S3 : - Meninggikan area edema
palpitasi, ronkhi basah) e. Suara Jantung S3 :
menurun (5) lebih tinggi dari level
- Monitor tekanan darah cukup menurun (4)
jantung
- Monitor intake dan - Memposisikan pasien A:
output cairan senyaman mungkin (semi- - Masalah belum
- Monitor saturasi fowler) teratasi :Edema (+),
oksigen - Memberikan diet jantung Dispnea, Saturasi oksigen
- Monitor keluhan nyeri 3 (55 gr protein, 47 gr masih dibawah normal
dada lemak, 220 karbohidrat) 88%
Terapeutik: dan membatasi asupan
- Posisikan pasien semi- P:
cairan
Fowler atau Fowler - Lanjutkan perawatan
dengan kaki ke bawah TD : 122/73 mmHg jantung
atau posisi nyaman - Pengaturan posisi
N : 89 x/menit
- Berikan diet jantung - Kolaborasi terapi medis
RR : 25 x/menit
85

yang sesuai - TD : 120/80 mmHg


Suhu : 37,3 0C
- Berikan oksigen untuk
mempertahankan SpO2 : 75% - N : 80 x/menit
saturasi oksigen >94% - RR : 24 x/menit
Edukasi: - Berkolaborasi dengan
terapi medis : - Suhu : 370C
- Anjurkan beraktivitas
fisik sesuai toleransi Concor 2,5 mg (golongan - SpO2 : 88%
- Anjurkan beraktivitas betablocker/antiaritmia)
fisik secara bertahap
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian
antiaritmia
- Rujuk ke program Selasa, Selasa,
09/02/21 09/02/21
rehabilitasi jantung
Jam
- Memonitor adanya
08.00 Jam S:Px mengatakan lumayan
keluhan nyeri dada
11.00 membaik dari pada hari
- Memonitor status
oksigenasi, TD, RR, Suhu sebelumnya, bengkak sudah
(TTV) berkurang.
- Memeriksa sirkulasi O:
perifer pasien a. Edema : cukup menurun
- Monitor edema (4), derajat 3+
ekstremitas (adanya b. Palpitasi : cukup
pitiing edema, asites) menurun (4)
- Memonitor/mencatat c. Lelah : cukup menurun
intake-output cairan (4)
- Memonitor satutasi d. Distensi vena jugularis :
oksigen menurun (5)
- Meninggikan area edema e. Dispnea : cukup
lebih tinggi dari level menurun (4), SpO2 94%,
jantung RR 24 x/m
- Memposisikan pasien f. Suara Jantung S3 :
senyaman mungkin (semi- cukup menurun (4)
fowler) A:
- Memberikan diet jantung - Masalah belum teratasi :
3 (55 gr protein, 47 gr Edema (+)
86

lemak, 220 karbohidrat)


P:
dan membatasi asupan
cairan - Lanjutkan perawatan
jantung
TD : 110/75 mmHg - Pengaturan posisi
N : 88 x/menit - Kolaborasi terapi medis

RR : 24 x/menit - TD : 100/70 mmHg


- N : 80 x/menit
Suhu : 37,1 0C
- RR : 24 x/menit
SpO2 : 89%
- Suhu : 370C
- Berkolaborasi dengan
Rabu, - SpO2 : 94%
terapi medis :
Rabu, 10-02-
10-02- Concor 2,5 mg (golongan 21
21 betablocker/antiaritmia)
Pukul
Pukul 19.00
15.00 WIB S:Px mengatakan lumayan
WIB - Memonitor adanya membaik dari pada hari
keluhan nyeri dada sebelumnya, bengkak sudah
- Memonitor TTV berkurang hampir tidak ada.
- Memeriksa sirkulasi O:
perifer pasien a. Edema : menurun (5),
- Memonitor edema b. Palpitasi : menurun (5)
ekstremitas (adanya c. Lelah : cukup menurun
pitiing edema, asites) (4)
- Memonitor/mencatat d. Distensi vena jugularis :
intake-output cairan menurun (5)
- Meninggikan area edema e. Dispnea : menurun (5),
lebih tinggi dari level SpO2 96%, RR 22 x/m
jantung f. Suara Jantung S3 :
- Memposisikan pasien cukup menurun (4)
senyaman mungkin (semi-
A:
fowler)
- Masalah teratasi sebagian
- Memberikan diet jantung
3 (55 gr protein, 47 gr P:
87

lemak, 220 karbohidrat) - Lanjutkan perawatan


dan membatasi asupan jantung
cairan - Pengaturan posisi
TD : 110/80 mmHg - Kolaborasi terapi medis

N : 88 x/m TTV:

RR : 23 x/m TD : 110/80 mmHg

Suhu : 37,1 0C N : 86 x/m

SpO2 : 96% RR : 22 x/m

- Berkolaborasi dengan Suhu : 370C


terapi medis : SpO2 : 96%
Concor 2,5 mg (golongan
betablocker/antiaritmia)
88

Hasil Foto Thorax Pasien


89

Hasil Pemeriksaan EKG:

Anda mungkin juga menyukai