E DENGAN DIAGNOSA
MEDIS EPILEPSI DI RUANG BOUGENVILLE
RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA
Disusun Oleh:
Nim : 2021-01-14901-034
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Nim : 2021-01-14901-034
Mengetahui
Ketua Program Studi Ners
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Karena atas
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pendahuluan
yangberjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Ny E dengan
Diagnosa Medis Epilepsi di ruang Bougenville RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya”.
Penyusun menyadari tanpa bantuan dari semua pihak maka laporan
pendahuluan ini tidak akan selesai sesuai dengan waktu yang diharapkan. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini pula penyusun mengucapkan banyak terima kasih
terutama kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd.,M.Kes. selaku Ketua STIKES Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep. selaku ketua program studi Sarjana
Keperawatan.
3. Ibu Isna Wiranti S.Kep.,Ners.Selaku Koordinator PPK.
4. Bapak Takesi Arisandy, S.Kep.,Ners. selaku pembimbing akademik yang
telah memberikan bantuan dalam proses praktik lapangan dan penyelesaian
laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini.
5. Ibu Dorma Simbolon, S.Kep.,Ners. selaku pembimbing lahan yang telah
memberikan bantuan dalam proses praktik lapangan dan penyelesaian laporan
pendahuluan dan asuhan keperawatan ini.
6. Suami, keluarga, dan orang terdekat yang telah memberikan bimbingan,
motivasi dan bantuan kepada saya dalam hal material.
7. Kepada keluarga NY. E yang telah bersedia mengizinkan pasien sebagai
kelolaan dalam asuhan keperawatan.
8. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan studi kasus
ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan
studi kasus ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun untuk menyempurnaan penulisan studi
iv
kasus ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan
studi kasus ini bermanfaat bagi kita semua.
v
DAFTAR ISI
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
5
6
Gambar 2.1 Fungsional Sistem Saraf (biru: sensorik; merah: motorik) (Bahrudin,
2013)
1) Otak
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting dan sebagai pusat pengatur
dari segala kegiatan manusia yang terletak di dalam rongga tengkorak. Bagian
utama otak adalah otak besar (cerebrum), otak kecil (cereblum) dan otak tengah
(Khanifuddin, 2012).
Otak besar merupakan pusat pengendali kegiatan tubuh yang disadari. Otak
besar ini dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan kanan dan kiri. Tiap belahan
tersebut terbagi menjadi 4 lobus yaitu frontal, parietal, okspital, dan temporal.
Sedangkan disenfalon adalah bagian dari otak besar yang terdiri dari talamus,
hipotalamus, dan epitalamus (Khafinuddin, 2012).
Otak belakang/ kecil terbagi menjadi dua subdivisi yaitu metensefalon dan
mielensefalon. Metensefalon berubah menjadi batang otak (pons) dan cereblum.
Sedangkan 7 mielensefalon akan menjadi medulla oblongata (Nugroho, 2013).
Otak tengah/ sistem limbic terdiri dari hipokampus, hipotalamus, dan amigdala
(Khafinuddin, 2012)
Pada otak terdapat suatu cairan yang dikenal dengan cairan serebrospinalis.
Cairan cerebrospinalis ini mengelilingi ruang sub araknoid disekitar otak dan
medula spinalis. Cairan ini juga mengisi ventrikel otak. Cairan ini menyerupai
plasma darah dan cairan interstisial dan dihasilkan oleh plesus koroid dan sekresi
oleh sel-sel epindemal yang mengelilingi pembuluh darah serebral dan melapisi
kanal sentral medula spinalis.
8
Fungsi cairan ini adalah sebagai bantalan untuk pemeriksaan lunak otak dan
medula spinalis, juga berperan sebagai media pertukaran nutrien dan zat buangan
antara darah dan otak serta medula spinalis (Nugroho, 2013).
2) Medula Spinalis (Sumsum tulang belakang)
Sumsum tulang belakang terletak memanjang di dalam rongga tulang
belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas-ruas tulang pinggang yang
kedua. Sumsum tulang belakang terbagi menjadi dua lapis yaitu lapisan luar
berwarna putih (white area) dan lapisan dalam berwarna kelabu (grey area)
(Chamidah, 2013). Lapisan luar mengandung serabut saraf dan lapisan dalam
mengandung badan saraf. Di dalam sumsum tulang belakang terdapat saraf
sensorik, saraf motorik dan saraf penghubung. Fungsinya adalah sebagai
penghantar impuls dari otak dan ke otak serta sebagai pusat pengatur gerak refleks
(Khafinuddin, 2012).
saraf kranial muncul dari berbagai bagian batang otak. Beberapa dari saraf
tersebut hanya tersusun dari serabut sensorik, tetapi sebagian besar tersusun dari
serabut sensorik dan motorik. Kedua belas saraf tersebut dijelaskan pada (Gambar
2.5).
cara pemeriksaan: pasien disuruh menjulurkan lidah dan menggerakan dari sisi
ke sisi.
Pada masing-masing sinap terjadi komunikasi neuron dengan sel yang lain
(Bahrudin,201)
o Mikroglia: sel glia yang mempunyai sifat fagosit dalam menghilangkan sel-
sel otak yang mati, bakteri dan lain-lain. Sel jenis ini ditemukan diseluruh
SSP dan dianggap penting dalam proses melawan infeksi.
o Sel ependimal: sel glia yang berperan dalam produksi cairan cerebrospinal.
18
kerusakan yang biasa pada proksimal akson yang rusak akan mati dan menyusut
beberapa sentimeter sehingga tunas muncul lambat sekitar beberapa minggu.
Ketika neuron terus mengalami perbaikan, akson tersebut akan tumbuh kesisi
yang mengalami kerusakan dan sel Schwann membungkus disekitarnya
(Bahrudin, 2013).
Jika akson terus tumbuh di daerah perifer sepanjang saluran sel Schwann,
ini akan secepatnya mengembalikan hubungan antar sinapnya. Jika tidak tumbuh
lagi atau menyimpang, fungsi normalnya tidak akan kembali. Akson yang tumbuh
mencapai tujuannya, jika bagian distal dan proksimal bagian yang rusak bertemu.
Ketika sebuah saraf perifer mengalami kerusakan seluruhnya, relatif hanya
beberapa akson yang akan sukses mengembalikan hubungan sinap yang normal,
sehingga fungsi saraf akan selamanya rusak.
Regenerasi yang terbatas disebabkan karena:
Banyak akson yang terdegenarasi.
Astrosit menghasilkan jaringan parut sehingga mencegah pertumbuhan akson
di daerah yang rusak.
Astrosit melepaskan bahan kimia yang dapat menghambat pertumbuhan
kembali akson.
2.2.5 Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik),
sering terjadi pada:
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).
Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama,
ialah epilepsi idopatik, remote simtomatik epilepsi (RSE), epilepsi simtomatik
akut, dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat
peri- atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol,
ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut terdapat banyak etiologi dan
21
sindrom yang berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik dan yang
buruk.
Dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan,
definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai
prediksi sebagai berikut:
Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12
bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang, Apabila defisit
neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan ulang
adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu,
bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan otak akut akan
mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk
terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan
ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam
waktu 6 bulan pertama.
Perubahan bisa terjadi pada awal saat otak janin mulai berkembang, yakni
pada bulan pertama dan kedua kehamilan. Dapat pula diakibatkan adanya
gangguan pada ibu hamil muda seperti infeksi, demam tinggi, kurang gizi
(malnutrisi) yang bisa menimbulkan bekas berupa kerentanan untuk terjadinya
kejang. Proses persalinan yang sulit, persalinan kurang bulan atau telat bulan
(serotinus) mengakibatkan otak janin sempat mengalami kekurangan zat asam dan
ini berpotensi menjadi ''embrio'' epilepsi. Bahkan bayi yang tidak segera menangis
saat lahir atau adanya gangguan pada otak seperti infeksi/radang otak dan selaput
otak, cedera karena benturan fisik/trauma serta adanya tumor otak atau kelainan
pembuluh darah otak juga memberikan kontribusi terjadinya epilepsi.
Gangguan genetic
Anak (2- 12 th) Idiopatik
Infeksi akut
Trauma
Kejang demam
Remaja (12- 18 th) Idiopatik
Trauma
Gejala putus obat dan alcohol
Malformasi anteriovena
Dewasa Muda (18- 35 Trauma
th) Alkoholisme
Tumor otak
Dewasa lanjut (> 35) Tumor otak
Penyakit serebrovaskular
Gangguan metabolik (uremia, gagal hepatik, dll )
Alkoholisme
2.2.6 Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-
juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah
aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps.
Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan
norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA
(gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik
sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik
di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan
menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian
seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan
listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang
mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak
yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer
23
Woc Epilepsi
Asfiksia Demam
Idiopatik Neonatorum
Tumor serebri, gejala
sisa meningitis, gg. metabolisme otak
Perubahan struktur dan Kekurangan suplai
ensefalitis oksigen
fisiologi neuron korteks
serebri Perubahan
Adanya sikatrik pada Metabolismeaerob keseimbangan
Lesi di otak permukaan otak menurun membran sel neuron
Fokus epileptogen Rusak suatu area dari ATP menurun Difusi ion natrium
Ketidakseimbangan jaringan otak gg. fungsi neuron kalium
mekanisme eksitasi dan Instabilitas membran Membran mudah dilalui
inhibisi pada neuron sel saraf oleh Ca dan Na Peningkatan
post sinaps
Muatan listrik lepas neurotransmitter
Refluks Ca
dari sel saraf eksitatorik dan
Depolarisasi membran mencetuskan letupan
depolarisasi membran
defisiensi
neuron
dan lepas muatan listrik neurotransmitter
berlebih inhibitorik
Depolarisasi
membran neuron
EPILEPSI
Kejang Berulang
B1 B1
B1
B1 B2
Aktivitas listrik menyebar
Kejang motorik Adanya bangkitan listrik di
ke nervus V, IX, X
medulla oblongata
Spasme otot pernapasan
Otot2 lidah melemah
Mengganggu pusat
Hipoventilasi kardiovaskuler
Menutup saluran trakea
PO2 menurun, PCO2 Peningkatan denyut
Adanya obstruksi
meningkat, PH menurun jantung (takikardi)
MK : Bersihan jalan napas
MK : Kerusakan pertukaran Jantung tidak efektif
tidak efektif
gas memompa darah ke
seluruh tubuh
B3 B3
Hipertensi
Aktivitas listrik menyebar
Penurunan sirkulasi serebral
ke lobus occipital dan
Iskemik temporal
Gangguan komunikasi
verbal
B4 B5 B6 B6
Adanya bangkitan
Adanya bangkitan listrik di listrik diotak Impuls inhibisi Hiperaktivitas neuron
otak dari formasi
Inkoordinasi SSP dan retikularis Kebutuhan energi
Inkoordinasi SSP dan SST SST di daerah anal dan berkurang meningkat
di daerah sakrum rektum
Hiperaktivitas Gg. Metabolisme di
Kontraksi kandung kemih Gangguan saraf serabut fusiform otak
tidak terkontrol sensorik otot sfingter dinamik otot
Inkontinensia urine anus dan rectum ATP menurun
Inkontinensia alvi Keseimbangan
MK : Gg. Eliminasi urine gerak terganggu Sakit kepala, penurunan
MK : Gg. Eliminasi kesadaran
alvi MK : Gg.
Mobilisasi fisik MK : Intoleransi
aktifitas
28
disertai gangguan fonasi : epilepsi disertai arus bicara yang terhenti atau
pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu.
Kognitif : gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.
Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.
Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih
besar.
Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada yang bicara, musik,
melihat suatu fenomena tertentu, dll.
Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang disertai gangguan kesadaran.
Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran mula-
mula baik kemudian baru menurun.
Dengan gejala parsial sederhana A1-A4. Gejala-gejala seperti pada
golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.
Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul dengan
sendirinya, misalnya gerakan mengunyah, menelan, raut muka berubah
seringkali seperti ketakutan, menata sesuatu, memegang kancing baju,
berjalan, mengembara tak menentu, dll.
Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun sejak
permulaan kesadaran.
Hanya dengan penurunan kesadaran
Dengan automatisme
Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik,
tonik, klonik).
Epilepsi parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum.
Epilepsi parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum.
Epilepsi parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu
berkembang menjadi bangkitan umum.
Epilepsi umum
Petit mal/ Lena (absence)
Lena khas (tipical absence)
Pada epilepsi ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak
membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak
30
Epilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan
nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang
mendahului suatu epilepsi.
Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku
berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh.
Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa
saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi
berbusa karena hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat
serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula
bangun dengan kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar
dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.
Atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga
pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Epilepsi ini
terutama sekali dijumpai pada anak.
7. Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik
khusus atau somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa
yang tidak normal seperti pada keadaan normal
8. Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, dan
terkadang individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus
tersebut lewat
9. Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat berbicara
secara tiba- tiba
10. Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya menendang-
menendang
11. Gigi geliginya terkancing
12. Hitam bola matanya berputar- putar
13. Terkadang keluar busa dari liang mulut dan diikuti dengan buang air kecil
Di saat serangan, penyandang epilepsi tidak dapat bicara secara tiba-tiba.
Kesadaran menghilang dan tidak mampu bereaksi terhadap rangsangan. Tidak ada
respon terhadap rangsangan baik rangsang pendengaran, penglihatan, maupun
rangsang nyeri. Badan tertarik ke segala penjuru. Kedua lengan dan tangannya
kejang, sementara tungkainya menendang-nendang. Gigi geliginya terkancing.
Hitam bola mata berputar-putar. Dari liang mulut keluar busa. Napasnya sesak
dan jantung berdebar. Raut mukanya pucat dan badannya berlumuran keringat.
Terkadang diikuti dengan buang air kecil. Manifestasi tersebut dimungkinkan
karena terdapat sekelompok sel-sel otak yang secara spontan, di luar kehendak,
tiba-tiba melepaskan muatan listrik. Zainal Muttaqien (2001) mengatakan keadaan
tersebut bisa dikarenakan oleh adanya perubahan, baik perubahan anatomis
maupun perubahan biokimiawi pada sel-sel di otak sendiri atau pada lingkungan
sekitar otak. Terjadinya perubahan ini dapat diakibatkan antara lain oleh trauma
fisik, benturan, memar pada otak, berkurangnya aliran darah atau zat asam akibat
penyempitan pembuluh darah atau adanya pendesakan/rangsangan oleh tumor.
Perubahan yang dialami oleh sekelompok sel-sel otak yang nantinya menjadi
biang keladi terjadinya epilepsi diakibatkan oleh berbagai faktor.
33
2.2 Pengobatan
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan
diberikan obat antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis
serangan. Penggunaan obat dalam waktu yang lama biasanya akan menyebabkan
masalah dalam kepatuhan minum obat (compliance) seta beberapa efek samping
yang mungkin timbul seperti pertumbuhan gusi, mengantuk, hiperaktif, sakit
kepala, dll.
Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan epilepsi. Lama
pengobatan tergantung jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan
selama 2-3th sudah cukup, sedang yang berat pengobatan bisa lebih dari 5th.
Penghentian pengobatan selalu harus dilakukan secara bertahap. Tindakan
pembedahan sering dipertimbangkan bila pengobatan tidak memberikan efek
sama sekali.
Penanganan terhadap anak kejang akan berpengaruh terhadap
kecerdasannya. Jika terlambat mengatasi kejang pada anak, ada kemungkinan
penyakit epilepsi, atau bahkan keterbalakangan mental. Keterbelakangan mental
di kemudian hari. Kondisi yang menyedihkan ini bisa berlangsung seumur
hidupnya.
Pada epilepsi umum sekunder, obat-obat yang menjadi lini pertama
pengobatan adalah karbamazepin dan fenitoin. Gabapentin, lamotrigine,
fenobarbital, primidone, tiagabine, topiramate, dan asam valproat digunakan
sebagai pengobatan lini kedua. Terapi dimulai dengan obat anti epilepsi garis
pertama. Bila plasma konsentrasi obat di ambang atas tingkat terapeutis namun
penderita masih kejang dan AED tak ada efek samping, maka dosis harus
ditingkatkan. Bila perlu diberikan gabungan dari 2 atau lebih AED, bila tak
mempan diberikan AED tingkat kedua sebagai add on.
1) Fenitoin (PHT)
Fenitoin dapat mengurangi masuknya Na ke dalam neuron yang terangsang
dan mengurangi amplitudo dan kenaikan maksimal dari aksi potensial saluran
Na peka voltase fenitoin dapat merintangi masuknya Ca ke dalam neuron pada
pelepasan neurotransmitter.11
2) Karbamazepin (CBZ)
37
tenang
- Berikan posisi semi fowler
- Hindari maneuver valsava
- Cegah terjadinya kejang
- Atur ventilator PaCO2 optimal
Kolaborasi
- Kolaborasi pemebrian sedasi dan anti konvulsan
- Kolaborasi pemberian diuretic osmosis
- Kolaborasi pemberian pelunak tinja
4 Dx 4 Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI Dukungan perawatan diri BAB/BAK I.11349 halaman 37
Gangguan eliminasi urine selama 3x7 jam gangguam eliminasi urin Obsevasi
berhubungan dengan membaik dengan kriteria hasil : - Identifikasi kebiasaan BAK/BAB sesuai usia
kelemaham otot spicter. SLKI L.04034 - Monitor integritas kulit pasien
(SDKI D.0040 Hal 96) 1. Sensasi berkemih : (5) Terapeutik
2. Desakan berkemih : (5) - Buka pakaian yang diperlukan untuk memudahkan eliminasi
3. Frekuensi BAK : (5) - Ganti pakaian pasien setelah eliminasi
4. Karakteritis urine : (5) - Latih BAL/BAB
- Sediakan alat bantu
Edukasi
- Anjurkan BAK/BAN secara utin
- Anjurkan ke kamar mandi/toilet
5 Dx 5 Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI dukungan perawatan diri I.11348 Halaman 36
Defisit perawatan diri selama 1x7 jam gangguam defisit Obsevasi
berhubungan dengan tirah perawatan diri meningkat dengan kriteria - Indentifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia
baring lama. (SDKI D.0109 hasil : - Monitor tingkat kemandirian
Hal 240) SLKI L.11103 - Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri ,
1. Kemampuan mandi (5) berpakaian, berhias, dan makan
2. Kemampuan mengenakan pakaian (5) Terapeutik
3. Kemampuan makan (5) - Sediakan lingkugan yang terapeutik misalnya suasana
4. Melakukan perawatan diri (5) hangat
5. Minat melakukan perawatan diri (5) - Siapkan keperluan pribadi misalnya parfum
- Damping dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri
47
7 Dx 7 Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI Promosi komunikasi defisit bicara I. 13491
Gangguan komunikasi verbal selama 3 x7 jam gangguan komunikasi Observasi
berhubungan dengan 02 verbal membaik dengan kriteria hasil : - Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume dan
keotak berkurang. (SDKI SLKI. 13118 diksi bicara
D.0119 Hal 264) 1. Kemampuan berbicara: (5) - Monitor proses kognitif, yang berkaitan dengan bicara
2. Kemampuan mendengan: (5) - Monitor frustasi, marah, depresi, atau hal lain yang
3. Kesesuaian eksperesi wajah/tubuh:
48
1.2.3 Implementasi
Implementasi merupakan tahap ke empat dalam proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah
direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat
menggunakan kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan
terhadap pasien dengan Epilepsi. Perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya
bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam
prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami
tingkat perkembangan pasien.
1.2.4 Evaluasi
Evaluasi dimaksudkan yaitu untuk pencapaian tujuan dalam asuhan
keperawatan yang telah dilakukan pasien. Evaluasi merupakan langkah terakhir dari
proses keperawatan dan berasal dari hasil yang ditetapkan dalam rencana
keperawatan.
50
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KELOLAAN
1.1 Pengkajian
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada tanggal 16 Oktober 2021, pukul
10.00 WIB bertempat di Ruang Bougenville RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.Dengan teknik anamnesa (Wawancara), observasi, pemeriksaan fisik, dan data
dari buku keperawatan pasien, di dapat data-data sebagai berikut:
1.1.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. E
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. Damang Bahandang Balau
Tanggal MRS : 14 Oktober 2021
Diagnosa Medis : Obs. Konvulsi ec Epilepsi
1.1.2 Riwayat Kesehatan/Perawatan
1) Keluhan Utama
Tidak bisa bicara, mulut pelo, tampak pucat
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 14 oktober 2021 pasien mengalami 1x kejang dirumah dengan
durasi kurang lebih 10 menit, setelah kejang pasien susah diajak untuk
berkomunikasi, pasien tidak mengalami mual ataupun muntah kemudian pasien
dibawa ole h suami ke IGD RSUD Dr. Doris Silvanus Palangka Raya Pada pukul
21.39 WIB untuk mendapat pertolongan.
3) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Suami Pasien mengatakan bahwa pasien memiliki riwayat penyakit Stroke pada
Tahun 2014, kemudian pada tahun 2017 pasien mengalami parkinson, dan di
tahun 2019 pasien mengalami Epilepsi. Pada tahun 2021 pasien kembali
mengalami serangan Epilepsi
51
Keterangan :
: Laki – Laki : Tinggal satu rumah
: Perempuan : Hubungan Keluarga
: pasien : Meninggal
1.1.3 Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Pasien tampak pucat, akral hangat, mulut miring kekiri penampilan kurang
rapi,terpasang Nasal Canul O2 2 liter per menit,
2) Status Mental
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengkajian pasien. Kesadarannya Apatis, sulit
berkomunikasi karena mulut pelo. Ekpresi wajah pasien sedih, bentuk tubuh
pasien kurus. Pasien berbaring dengan cara supinasi/terlentang bebas
dan pasien berpakaian kurang rapi.
3) Tanda-Tanda Vital
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengkajian pada Ny. E di dapat hasil tekanan
darah 151/91 mmHg, nadi 105 x/menit, suhu 36.5˚C pada axilla, respirasi
20x/menit Saturasi O2 99%.
4) Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada pasien simetris, pasien tidak memiliki kebiasaan merokok, tidak ada
batuk. Tidak ada sianosis, tidak ada sesak napas, tipe pernasan dada, irama
pernapasan teratur, suara napas vesikuler, dan tidak ada suara nafas tambahan,
SPO2 99%.
52
5) Cardiovasculer (Bleeding)
Capillary refill <2 detik, tidak ada edema, tidak ada asites, ictus cordis tidak
terlihat, tidak ada peningkatan vena jugularis, suara jantung normal S1 lup, S2
dup.
6) Persyarafan (Brain)
Nilai GCS pasien E: 4 (pasien dapat membuka mata secara spontan), V: 2 (Pasien
tidak bisa berkomunikasi dengan jelas/ pelo), M: 6(pasien dapat melakukan
gerakan sesuai arahan). Tingkat kesadaran pasien compos menthis, pupil isokor,
refleks cahaya kanan dan kiri positif, tidak ada nyeri, pasien gelisah. Uji syaraf
kranial didapatkan hasil Nervus kranial III normal, pasien dapat menutup mata
saat menerima cahaya. Nervus kranial IV normal, pasien dapat menggerakkan
bola mata ke atas dan ke bawah. Nervus kranial V abnormal, pasien tidak dapat
menekuk rahang dan mulut. Nervus kranial VInormal, pasien dapat
menggerakkan bola mata ke kiri dan ke kanan. Nervus kranial VII normal, pasien
dapat tersenyum. Nervus kranial VIII normal, pasien dapat mendengar perkataan
perawat. Nervus kranial IX normal, pasien dapat membedakan rasa manis dan
pahit. Nervus kranial X abnormal, pasien tidak dapat berbicara dengan suara yang
jelas. Nervus kranial XI normal, pasien dapat menggerakkan kepala. Nervus
kranial XII normal, pasien dapat menggerakkan lidah. Pada uji koordinasi
ekstremitas atas pasien, jari ke jari positif, jari ke hidung positif, pada ekstremitas
bawah tumit ke jempol kaki positif, uji kestabilan tubuh negatif.
Pemeriksaaan Uji koordinasi ektremitas atas dari jari ke jari sebelah kiri positif,
sebelah kanan positif, jari kehidung sebelah kanan positif sebelah kiri positif,
ektremitas bawah, tumit ke jempol kaki positif, dan uji kestabilan positif, Pasien
tidak mengalami kaku leher, tidak kesulitan menelan.
Masalah keperawatan: Gangguan komunikasi Verbal b/d penurunan
sirkulasi sereberal (SDKI D.0119)
7) Eliminasi Uri (Bladder)
Pasien pada saat miksi tidak ada masalah, dengan produksi urine 400 ml, 1 x/hari
dengan warna kuning dengan bau khas amoniak.
8) Eliminasi Alvi (Bowel)
Bibir pasien lembab,tidak ada lesi, tidak ada sakit gigi dan tidak ada caries, tidak
ada peradangan dan pendarahan gusi, lidah berwarna merah muda dan ada
stomatitis, mukosa lembab, tonsil normal tidak ada peradangan, BAB 1 kali/hari,
bising usus terdengar, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan.
53
7) Saturasi O2 99%.
8) Pasien tampak memakai O2 nasal canul 2
lpm.
58
Terapeutik :
- Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang
tenang
- Berikan posisi head up 15-30
60
derajat
- Hindari manuvervalsava
- Cegah terjadinya kejang
- Hindari penggunaanPEEP
- Hindari pemberian cairan
ivhipotonik
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian sedasi
dan anti konsulvan, jikaperlu
- Kolaborasi pemberian diuretik
osmosis, jikaperlu
Tanda tangan
Hari/Tanggal Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) dan nama
perawat
19 Oktober 2021 1. Memonitor kecepatan, S: -
Jam 08-12 WIB tekanan, kuantitas, volume, O:
Dx: 2 dan diksi bicara (08.00 Wib). - Pasien tampak berbicara tidak jelas/pelo.
2. Mengidentifikasi perilaku - Pasien tampak kesulitan berbicara.
emosional dan fisik sebagai - Pasien Kesulitan mengekspresikan pikiransecara verbal.
bentuk komunikasi (08.30 - GCS: E4-V3-M6,
Wib). - TD: 145/85 mmHg,
3. Menggunakan metode - Nadi 102 x/menit,
komunikasi alternatif - Suhu 36.5˚C, R Juniar
misalnya menulis, dan isyarat - R: 20x/menit,
tangan (09.00 Wib). A: Masalah belum teratasi
4. Mengulangi apa yang P: Lanjutkan intervensi
disampaikan pasien (09.20 1. Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume, dan diksi bicara.
Wib). 2. Identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi.
5. Meminta pasien untuk 3. Gunakan metode komunikasi alternatif misalnya menulis, dan isyarat
mengucapkan suara sederhana tangan.
(10.00 Wib). 4. Ulangi apa yang disampaikan pasien.
65
Tanda tangan
Hari/Tanggal Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) dan nama
perawat
19 Oktober 2021 1. Memberikan penjelasan pada keluarga S: -
Jam 08-12 WIB tentang sebab-sebab peningkatan TIK O:
Dx: 3 dan akibatnya (09.00 Wib). - GCS: E4-V3-M6,
2. Memberikan pasien bed rest total (10.00 - Kesadaran: apatis,
Wib). - Pasien tampak pucat,
3. Mengobservasi dan catat TTV (08.20 - Pasien berbaring dengan posisi head up 300
Wib). - TD: 135/85 mmHg,
4. Memberikan posisi kepala lebih tinggi - Nadi 100 x/menit,
300 dengan letak jantung (beri bantal - Suhu 36.5˚C, R Juniar
tipis) (09.00 Wib). - R: 22x/menit,
5. Menciptakan lingkungan yang tenang - SpO2:99%,
dan batasi pengunjung (11.15 Wib) - MAP = 105 mmHg
6. Memonitor MAP (mean Arterial A: Masalah belum teratasi
Pressure) P: Lanjutkan intervensi
7. Menganjurkan pasien menghindari mengejan 1. Berikan penjelasan pada keluarga tentang sebab-sebab
8. Mencegahcegah terjadinya kejang peningkatan TIK dan akibatnya.
9. Monitor status pernapasan 2. Berikan pasien bed rest total.
10. Monitor intake ouput 3. Observasi dan catat TTV.
11. Berkolaborasi pemberiansedasi dan anti 4. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-300 dengan letak jantung
konsulvanBerkolaborasi pemberian obat (beri bantal tipis
anti hipertensi
12. Kolaborasi pemberian diuretic osmosis
13. Kolaborasi pemberian pelunak tinja
66
DAFTAR PUSTAKA
Mehta, S., & Kleiman, N. (2013). Unstable Angina and Non-ST Segment Elevation
Mycardial Infarction (Acute Coronary Syndrome). New York: Springer
Science Business Media.
SIKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
A. Tujuan
Tujuan Umum :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan/pendidikan kesehatan maka
pasien dan keluarga mampu mengetahui bagaimana perawatan dan mencegah
terjadinya komplikasi lebih lanjut
Tujuan Khusus :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan / pendidikan kesehatan selama 1 x
20 menit pasien dan keluarga mampu:
1) Mengetahui pengertian Epilepsi
2) Mengetahui tanda dan gejala Epilepsi
3) Mengetahui penyebab Epilepsi
4) Mengetahui pencegahan Epilepsi
5) Mengetahui Pertolongan Pertama pada kekambuhan Epilepsi
B. Metode
1) Ceramah
2) Diskusi/ tanya jawab
C. Media
1) Leaflet
D. Susunan Acara
A. Pengertian
Epilepsi atau yang lebih sering disebut ayan atau sawan adalah gangguan
system saraf pusat yang terjadi karena pelepasan muatan listrik sel saraf secara
berulang, dengan gejala penuruna kesadaran, gangguan motorik, gangguan
sensorik dan mental, dengan atau tanpa kejang-kejang (Ahmad Ramali, 2005).
B. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala Epilepsi adalah :
1) Manifestasi klinis dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau
2) gangguan pengindraan.
3) Mata terbalik ke atas.
4) Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan
5) atau kekakuan fokal.
6) Umumnya kejang berlangsung kurang dari 6 menit, kurang dari 8%
7) berlangsung lebih dari 15 menit.
8) Suhu 38oC atau lebih.
9) Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi atau tanda sebelum kejang
(Hidayat, 2009).
C. Penyebab
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik),
sering terjadi pada:
1) Trauma lahir, Asphyxia neonatorum,
2) Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf,
3) Keracunan CO2, obat atau alkohol,
4) Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia),
5) Tumor Otak,
6) Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).
D. Cara Pencegahan Penularan
1) Menghindari stimulasi cahaya yang berlebihan.
2) Mengurangi kebiasaan merokok
3) Tidak melakukan olahraga yang berlebihan.
4) Menghindari tekanan pikiran yang berlebihan (stres).
5) Biasakan pola hidup sehat
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
LEMBAR KONSULTASI
Tanda Tangan
No. Hari/Tgl/Waktu Catatan Pembimbing
Pembimbing Mahasiswa
1. Jumat, 1. Kontrak program
15 Oktober 2021 perkuliahan/dinas dengan CI
Lahan dan CI Akademik di
ruang Bougenville Takesi Arisandy, Juniar Bataria
2. Pembagian kasus Ners.,M.Kep. Sitompul
LEMBAR KONSULTASI
Tanda Tangan
No. Hari/Tgl/Waktu Catatan Pembimbing
Pembimbing Mahasiswa
1. Jumat, 3. Kontrak program
15 Oktober 2021 perkuliahan/dinas dengan CI
Lahan dan CI Akademik di Juniar Bataria
ruang Bougenville Sitompul
4. Pembagian kasus Dorma Simbolon,
S.Kep., Ners
2. Selasa, 5. Pre conference LP
19 Oktober 2021 6. Perbaiki LP Masukan data
persyarafan Juniar Bataria
7. Askep dalam LP, Gunakan Sitompul
SDKI,SIKI atau SLKI Dorma Simbolon,
S.Kep., Ners