Anda di halaman 1dari 83

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

E DENGAN DIAGNOSA
MEDIS EPILEPSI DI RUANG BOUGENVILLE
RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Disusun Oleh:

JUNIAR BETARIA SITOMPUL


NIM: 2021-01-14901-034

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Asuhan Keperawatanini disusun oleh:

Nama : Juniar Betaria Sitompul

Nim : 2021-01-14901-034

Judul : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Ny.


Edengan Diagnosa Medis Epilepsi di ruang Bougenville RSUD
dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Program Profesi Ners Stase Medikal Bedah pada Program Studi
Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan Studi Kasus ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akadem Pembimbing Lahan

Takesi Arisandy, Ners.,M.Kep. Dorma Simbolon, S.Kep.,Ners.

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Juniar Betaria Sitompul

Nim : 2021-01-14901-034

Judul : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Ny E


dengan Diagnosa Medis Epilepsi di ruang Bougenville RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Program Profesi Ners Stase Medikal Bedah pada Program Studi
Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan Studi Kasus ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Takesi Arisandy, Ners.,M.Kep. Dorma Simbolon, S.Kep.,Ners.

Mengetahui
Ketua Program Studi Ners

Meilitha Carolina, Ners., M. Kep.

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Karena atas
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pendahuluan
yangberjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Ny E dengan
Diagnosa Medis Epilepsi di ruang Bougenville RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya”.
Penyusun menyadari tanpa bantuan dari semua pihak maka laporan
pendahuluan ini tidak akan selesai sesuai dengan waktu yang diharapkan. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini pula penyusun mengucapkan banyak terima kasih
terutama kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd.,M.Kes. selaku Ketua STIKES Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep. selaku ketua program studi Sarjana
Keperawatan.
3. Ibu Isna Wiranti S.Kep.,Ners.Selaku Koordinator PPK.
4. Bapak Takesi Arisandy, S.Kep.,Ners. selaku pembimbing akademik yang
telah memberikan bantuan dalam proses praktik lapangan dan penyelesaian
laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini.
5. Ibu Dorma Simbolon, S.Kep.,Ners. selaku pembimbing lahan yang telah
memberikan bantuan dalam proses praktik lapangan dan penyelesaian laporan
pendahuluan dan asuhan keperawatan ini.
6. Suami, keluarga, dan orang terdekat yang telah memberikan bimbingan,
motivasi dan bantuan kepada saya dalam hal material.
7. Kepada keluarga NY. E yang telah bersedia mengizinkan pasien sebagai
kelolaan dalam asuhan keperawatan.
8. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan studi kasus
ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan
studi kasus ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun untuk menyempurnaan penulisan studi

iv
kasus ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan
studi kasus ini bermanfaat bagi kita semua.

Palangkaraya, Oktober 2021


Penulis

v
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN .................................................................................................. i


LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... i
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................4
1.1 Rumusan Masalah .............................................................................................4
1.1 Tujuan Penulisan ...............................................................................................4
1.1 Manfaat Penulisan .............................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit ...............................................................................................4
2.1.1 Definisi ....................................................................................................4
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi ..............................................................................4
2.1.3 Etiologi ....................................................................................................6
2.1.4 Klasifikasi ................................................................................................6
2.1.5 Patofisiologi .............................................................................................7
2.1.6 Manifestasi Klinis ..................................................................................10
2.1.7 Komplikasi.............................................................................................10
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang .........................................................................10
2.1.9 Penatalaksanaan Medis ..........................................................................11
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan...................................................................13
2.2.1 Pengkajian .............................................................................................13
2.2.2 Diagnosa Keperawatan ..........................................................................14
2.2.3 Intervensi ...............................................................................................16
2.2.4 Implementasi .........................................................................................18
2.2.5 Evaluasi .................................................................................................18
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Anamnesa ........................................................................................................19
3.2 Pemeriksaan Fisik ...........................................................................................20
3.3 Analisa Data ....................................................................................................24
3.4 Prioritas Masalah ............................................................................................26
3.5 Rencana Keperawatan .....................................................................................27
3.6 Implentasi dan Evaluasi ..................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam konteks pelayanan kegawatdaruratan, aspek asuhan keperawatan
Pada tahap pelaksanaan/implementasi harus mengacu pada doktrin dasar
pelayanan gawat darurat yaitu time saving time is life saving (waktu adalah
nyawa),dengan ukuran keberhasilan adalah respon time (waktu tanggap) selama 5
menit dan waktu defininit ≤ 2 jam dengan lingkup pelayanan kegawatdaruratan
yaitu melakukan primery survey, tanpa dukungan alat diagnostik kemudian
dilanjutkan dengan secondary survey menggunakan tahapan ABCD yaitu A :
Airway management, B : Breathing management ,C : Circulation management, D
: Disability, dan E : Exposure (Krisanty dkk, 2016).
Keperawatan gawat darurat (Emergeny Nursing) merupakan pelayanan
keperawatan yang komprehensif diberikan kepada pasien dengan injury akut atau
sakit yang mengancam kehidupan. Kegiatan pelayanan keperawatan menunjukkan
keahlihan dalam pengkajian pasien, setting prioritas,intervensi krisis , dan
pendidikan kesehatan masyarakat (Burrel at al 1997 dalam Taufik ismail, 2016).
Epilepsi terjadi karena dipicu oleh adanya abnormalitas aktivitas listrik di
otak yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan spontan pada gerakan
tubuh,f ungsi, sensasi, kesadaran serta perilaku yang ditandai dengan kejang
berulang (WHO, 2013). Data word health organization (WHO) pada tahun 2018
penyakit Epilepsi berjumlah sebanyak 50 juta penduduk diseluruh dunia. Dari
pendataan yang dilakukan secara global ditemukan 3,5 juta kasus barupertahun
diantaranya 40% adalah anak-anak dan dewasa sekitar 40% serta 20% lainnya
ditemukan pada usia lanjut (Riskesdes, 2018).
Di Indonesia epilepsi secara pasti tidak diketahui kerena tidak ada data
epdemiologi, namun hingga saat ini diperkirakan ada 900.000 sampai 1.800.000
kasus.Penyakit epilepsi selain merupakan masalah kesehatan yang sangat rumit
juga merupakan suatu penyakit yang menimbulkan dampak/stigma sosial yang
sangat berat bagi penderita dan keluarganya.Adanya pemahaman yang salah
tentang penyakit epilepsi yang menyebabkan sulitnya mendeteksi jumlah kasus ini

1
2

dimasyarakat karena biasanya keluarga sering menyembunyikan keluarganya


yang menderita penyakit ini. Sedangkan disurabaya sendiri angka kejadian
epilepsy pada 3 anak terjadi jumlah kasus epilepsy aktif 5-10/1.000 penduduk
(Faradila , 2014).

Kejadian epilepsi disulawesi selatan khususnya di kota Makassar menurut


badan pusat statistic Makassar pada tahun 2011 kejadian kasus epilepsi sebanyak
4115 kasus, pada tahun 2012 kejadian kasus epilepsy menurun sebanyak 2467
kasus, dan pada tahun 2013 terjadi peningkatan sebanyak 3657 kasus yang
terbesar dirumah sakit dan puskesmas(Muhamad N, 2014). Pada penelitian yang
ditulis oleh Putri (2015 : 54) tentang prevelensi epilepsi di poliklinik saraf dr.
Soertomo mengatakan bahwa frekuensi maupun persentase kasus baru epilepsi
berdasarkan usia selama lima tahun. Dari jumlah keseluruhan pasien epilepsi
selama lima tahun yaitu sebasar 1959, kasus terbesar pada usia 5-14 tahun dengan
frekuensi sebanyak 588 dan urutan kedua terbanyak adalah pada umur 15-24
tahun dengan frekuensi sebanyak 517 (Putri, 2015).
Status epileptikus tipe konvulsif atau motorik dapat menimbulkan gejala
seperti terjadi penurunan kesadaran, otot kaku di seluruh atau 4 sebagian tubuh,
kejang otot di sebagian atau seluruh tubuh, rahang kaku, pipi atau lidah tergigit,
henti napas mendadak, dan kulit berwarna kebiruan. Hal ini merupakan
kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan segera.Diagnosa secara dini
serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk menghindari cacat yang
lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering.Untuk itu tenaga
perawat dituntut berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu
memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dan keluarga. Prioritas asuhan
keperawatan pada kasus epilepsi adalah : mencegah/mengendalikan aktivitas
kejang, melindungi pasien dari trauma, mempertahankan jalan napas, prognosis
dan kebutuhan penanganannya (Doengos, 2011).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Ny E
dengan Diagnosa Medis Epilepsi di ruang Bougenville RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya?
3

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui Laporan Pendahuluan
dan Asuhan Keperawatan Pada Ny E dengan Diagnosa Medis Epilepsi di ruang
Bougenville RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.1 Tujuan Khusus
1) Mampu melakukan pengkajian keperawatan Pada Ny E dengan Diagnosa
Medis Epilepsi di ruang Bougenville RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.
2) Mampu menentukan diagnosa keperawatan Pada Ny E dengan Diagnosa
Medis Epilepsi di ruang Bougenville RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.
3) Mampu merencanakan asuhan keperawatan Pada Ny E dengan Diagnosa
Medis Epilepsi di ruang Bougenville RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.
4) Mampu melaksanakan implementasi keperawatan Pada Ny E dengan
Diagnosa Medis Epilepsi di ruang Bougenville RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya.
5) Mampu melakukan evaluasi keperawatan Pada Ny E dengan Diagnosa Medis
Epilepsi di ruang Bougenville RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Manfaat Teoritis
Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang Epilepsi. Serta dapat
memberikan asuhan keperawatan kepada pasien Epilepsi.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Bagi Institusi Pendidikan
Studi kasus ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu
pengetahuan terapan, khususnya berkaitan dengan melakukan asuhan keperawatan
pasienEpilepsi.
1.4.2.2 Bagi Rumah Sakit
Studi kasus ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak pelayanan rumah
sakit untuk bahan peningkatan kinerja perawat dalam rangka peningkatan kualitas
4

pelayanan asuhan keperawatan, khususnya dalam melakukan asuhan keperawatan


pasien Epilepsi.
1.4.2.3 Bagi Penulis
Studi kasus ini diharapkan dapat dipakai sebagai pengalaman belajar dalam
menerapkan ilmu terutama ilmu studi kasus dengan cara melakukan penelusuran
secara langsung terhadap pasien Epilepsi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Epilepsi


Epilepsi merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi
berulang- ulang. Diagnose ditegakkan bila seseorang mengalami paling tidak dua
kali kejang tanpa penyebab (Jastremski, 1988).Epilepsi adalah penyakit serebral
kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak
yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala
yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas
muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan
berbagai etiologi (Arif, 2000).Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan
berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan
berkala akibat lepas muatan listrik neuron-neuron otak secara berlebihan dengan
berbagai manifestasi klinik dan laboratori.
2.2 AnatomiFisiologi Sistem Saraf
2.2.1 Definisi Sistem Saraf
Sistem saraf adalah sistem koordinasi berupa penghantaran impuls saraf ke
susunan saraf pusat, pemrosesan impuls saraf dan pemberi tanggapan rangsangan
(Feriyawati, 2006).
Sistem atau susunan saraf merupakan salah satu bagian terkecil dari organ
dalam tubuh, tetapi merupakan bagian yang paling kompleks. Susunan saraf
manusia mempunyai arus informasi yang cepat dengan kecepatan pemrosesan
yang tinggi dan tergantung pada aktivitas listrik (impuls saraf) (Bahrudin, 2013).
Alur informasi pada sistem saraf dapat dipecah secara skematis menjadi tiga
tahap. Suatu stimulus eksternal atau internal yang mengenai organ-organ sensorik
akan menginduksi pembentukan impuls yang berjalan ke arah susunan saraf pusat
(SSP) (impuls afferent), terjadi proses pengolahan yang komplek pada SSP
(proses pengolahan informasi) dan sebagai hasil pengolahan, SSP membentuk
impuls yang berjalan ke arah perifer (impuls efferent) dan mempengaruhi respons
motorik terhadap stimulus (Bahrudin,2013).

5
6

Gambar 2.1 Fungsional Sistem Saraf (biru: sensorik; merah: motorik) (Bahrudin,
2013)

2.2.2 Susunan Sistem Saraf


Susunan sistem saraf terbagi secara anatomi yang terdiri dari saraf pusat
(otak dan medula spinalis) dan saraf tepi (saraf kranial dan spinal) dan secara
fisiologi yaitu saraf otonom dan saraf somatik (Bahrudin, 2013).

Gambar 2.2 Susunan Saraf Manusia (Nugroho, 2013)


1. Sistem Saraf Pusat
Susunan saraf pusat (SSP) yaitu otak (ensefalon) dan medula spinalis, yang
merupakan pusat integrasi dan kontrol seluruh aktifitas tubuh. Bagian fungsional
pada susunan saraf pusat adalah neuron akson sebagai penghubung dan transmisi
elektrik antar neuron, serta dikelilingi oleh sel glia yang menunjang secara
mekanik dan metabolik (Bahrudin, 2013).
7

1) Otak
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting dan sebagai pusat pengatur
dari segala kegiatan manusia yang terletak di dalam rongga tengkorak. Bagian
utama otak adalah otak besar (cerebrum), otak kecil (cereblum) dan otak tengah
(Khanifuddin, 2012).
Otak besar merupakan pusat pengendali kegiatan tubuh yang disadari. Otak
besar ini dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan kanan dan kiri. Tiap belahan
tersebut terbagi menjadi 4 lobus yaitu frontal, parietal, okspital, dan temporal.
Sedangkan disenfalon adalah bagian dari otak besar yang terdiri dari talamus,
hipotalamus, dan epitalamus (Khafinuddin, 2012).
Otak belakang/ kecil terbagi menjadi dua subdivisi yaitu metensefalon dan
mielensefalon. Metensefalon berubah menjadi batang otak (pons) dan cereblum.
Sedangkan 7 mielensefalon akan menjadi medulla oblongata (Nugroho, 2013).
Otak tengah/ sistem limbic terdiri dari hipokampus, hipotalamus, dan amigdala
(Khafinuddin, 2012)

Pada otak terdapat suatu cairan yang dikenal dengan cairan serebrospinalis.
Cairan cerebrospinalis ini mengelilingi ruang sub araknoid disekitar otak dan
medula spinalis. Cairan ini juga mengisi ventrikel otak. Cairan ini menyerupai
plasma darah dan cairan interstisial dan dihasilkan oleh plesus koroid dan sekresi
oleh sel-sel epindemal yang mengelilingi pembuluh darah serebral dan melapisi
kanal sentral medula spinalis.
8

Fungsi cairan ini adalah sebagai bantalan untuk pemeriksaan lunak otak dan
medula spinalis, juga berperan sebagai media pertukaran nutrien dan zat buangan
antara darah dan otak serta medula spinalis (Nugroho, 2013).
2) Medula Spinalis (Sumsum tulang belakang)
Sumsum tulang belakang terletak memanjang di dalam rongga tulang
belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas-ruas tulang pinggang yang
kedua. Sumsum tulang belakang terbagi menjadi dua lapis yaitu lapisan luar
berwarna putih (white area) dan lapisan dalam berwarna kelabu (grey area)
(Chamidah, 2013). Lapisan luar mengandung serabut saraf dan lapisan dalam
mengandung badan saraf. Di dalam sumsum tulang belakang terdapat saraf
sensorik, saraf motorik dan saraf penghubung. Fungsinya adalah sebagai
penghantar impuls dari otak dan ke otak serta sebagai pusat pengatur gerak refleks
(Khafinuddin, 2012).

2. Sistem Saraf Tepi


Susunan saraf tepi (SST) yaitu saraf kranial dan saraf spinalis yang
merupakan garis komunikasi antara SSP dan tubuh. SST tersusun dari semua saraf
yang membawa pesan dari dan ke SSP (Bahrudin, 2013). Berdasarkan fungsinya
SST terbagi menjadi 2 bagian yaitu:
(1)Sistem Saraf Somatik (SSS)
Sistem saraf somatik terdiri dari 12 pasang saraf kranial dan 31 pasang
saraf spinal. Proses pada saraf somatik dipengaruhi oleh kesadaran.
(1) Saraf kranial 12 pasang
9

saraf kranial muncul dari berbagai bagian batang otak. Beberapa dari saraf
tersebut hanya tersusun dari serabut sensorik, tetapi sebagian besar tersusun dari
serabut sensorik dan motorik. Kedua belas saraf tersebut dijelaskan pada (Gambar
2.5).

berikut dua belas pasang saraf kranial:

Nervus Olfaktori (N. I):


 Fungsi: saraf sensorik, untuk penciuman
 Cara Pemeriksaan: pasien memejamkan mata, disuruh membedakan bau yang
dirasakan (kopi, teh,dll)
Nervus Optikus (N. II)
 Fungsi: saraf sensorik, untuk penglihatan
 Cara Pemeriksaan: Dengan snelend card, dan periksa lapang pandang
Nervus Okulomotoris (N. III), nervus trokhlearis (N. IV), dan nervus Abdusen
(N. VI) dijaki bersama.
 Fungsi: saraf motorik, untuk mengangkat kelopak mata keatas, kontriksi pupil,
dan sebagian gerakan ekstraokuler.
 Cara Pemeriksaan: Tes putaran bola mata, menggerakan konjungtiva, refleks
pupil dan inspeksi kelopak mata
10

Nervus Trochlearis (N. IV)


 Fungsi: saraf motorik, gerakan mata kebawah dan kedalam
 Cara Pemeriksaan: Sama seperti nervus III
Nervus Trigeminus (N. V)
 Fungsi: saraf motorik, gerakan mengunya, sensai wajah, lidah dan gigi, refleks
korenea dan refleks kedip
 Cara Pemeriksaan: menggerakan rahang kesemua sisi, pasien memejamkan
mata, sentuh dengan kapas pada dahi atau pipi. menyentuh permukaan kornea
dengan kapas.
Nervus Abdusen (N. VI)
 Fungsi: saraf motorik, deviasi mata ke lateral
 Cara pemeriksaan: sama seperti nervus III
Nervus Fasialis (N. VII)
 Fungsi: saraf motorik, untuk ekspresi wajah
 Cara pemeriksaan: senyum, bersiul, mengngkat alis mata, menutup kelopak
mata dengan tahanan, menjulurkan lida untuk membedakan gula dan garam
Nervus Verstibulocochlearis (N. VIII)
 Fungsi: saraf sensorik, untuk pendengran dan keseimbangan
 Cara pemeriksaan: test webber dan rinne
Nervus Glosofaringeus (N. IX)
 Fungsi: saraf sensorik dan motorik, untuk sensasi rasa
 Cara pemeriksaan: membedakan rasa manis dan asam
Nervus Vagus (N. X)
 Fungsi: saraf sensorik dan motorik, refleks muntah dan menelan
 Cara pemeriksaan: menyentuh faring posterior, pasien menelan saliva, disuruh
mengucap ah…
Nervus Asesoris (N. XI)
 Fungsi: saraf motorik, untuk menggerakan bahu
 cara pemeriksaan: suruh pasien untuk menggerakan bahu dan lakukan tahanan
sambil pasien melawan tahanan tersebut.
Nervus Hipoglosus
 Fugsi: saraf motorik, untuk gerakan lidah
11

 cara pemeriksaan: pasien disuruh menjulurkan lidah dan menggerakan dari sisi
ke sisi.

(2) Saraf spinal


Ada 31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui radiks dorsal
(posterior) dan ventral (anterior). Saraf spinal adalah saraf gabungan motorik dan
sensorik, membawa informasi ke korda melalui neuron aferen dan meninggalkan
melalui eferen. Saraf spinal (Gambar 2.6) diberi nama dan angka sesuai dengan
regia kolumna vertebra tempat munculnya saraf tersebut.

31 Pasang Saraf Spinal sebagai berikut:


 Nervus Hipoglossus, yaitu nervus yang mempersarafi daerah sekitar lidah.
 Nervus Occipitalis Minor, yaitu nervus yang mempersarafi bagian otak
belakang dalam trungkusnya
 Nervus Thoracicus, yaitu nervus yang mempersarafi otot serratus anterior
atau otot dada bagian depan
 Nervus Radialis, yaitu nervus yang mempersarafi bagian-bagian otot seperti
otot lengan bawah bagian belakang, otot triceps brachii (otot lengan atas),
otot anconeus (otot kecil pada permukaanbelakang siku), otot brachioradialis
(otot lengan bawah) dan otot ekstensor lengan bawah. Selain itu, saraf ini
juga mempersarafi kulit bagian belakang lengan atas dan lengan bawah
12

 Nervus Thoracicus Longus, yaitu nervus yang mempersarafi otot subclavius


(otot berbentuk segitiga yang terletak antara tulang selangka dan tulang rusuk
pertama)
 Nervus Thoracodorsalis, yaitu nervus yang mempersarafi bagian otot
deltoid (bahu), otot trapezius (otot yang menyusun struktur punggung
manusia), dan otot latissimus dorsi (otot besar yang berada di bagian
punggung belakang lengan
 Nervus Axillaris, yaitu saraf yang bersandar pada collum chirurgicum
humeri (suatu penyempitan pada tulang lengan humerus).
 Nervus Subclavius, yaitu nervus yang berasal dari akar saraf C5 dan C6,
mempersarafi otot subclavius (otot kecil berbentuk segitiga yang berada di
antara tulang selangka dan tulang rusuk pertama).
 Nervus Supcapulari, yaitu nervus yang berasal dari akar saraf
C5mempersarafi otot rhomboideus major dan minor (otot yang menyusun
bagian lengan atas), serta otot levator scapulae (otot yang mengatur gerakan
dari tulang belikat).
 Nervus supracaplaris, yaitu nervus yang berasal dari trunkus superior
(gabungan dari akar saraf bagian atas), mempersarafi otot supraspinatus dan
infraspinatus (otot kecil di lengan atas).
 Nervus Phrenicus, yaitu nervus yang mempersarafi organ diafragma.
 Nervus Intercostalis
 Nervus Intercostobrachialis, yaitu nervus yang mempersarafi kelenjar getah
bening.
 Nervus Cutaneus Brachii Medialis, yaitu nervus yang mempersarafi kulit
sisi tengah (medial) lengan atas.
 Nervus Cutaneus Antebrachii Medialis, yaitu nervus yang mempersarafi
kulit sisi tengah (medial) lengan bawah.
 Nervus Ulnaris, yaitu nervus yang mempersarafi satu setengah otot fleksor
(otot yang berperan dalam gerakan lipat) lengan bawah dan otot-otot kecil
tangan, dan kulit tangan di sebelah tengah (medial)
 Nervus Medianus, yaitu nervus yang memberikan cabang C5, C6, C7 untuk
nervus medianus.
13

 Nervus Musculocutaneus, yaitu nervus yang berasal dari C5 dan C6,


mempersarafi otot coracobrachialis (otot kecil yang melekat pada tulang
belikat),otot brachialis (otot lengan atas), dan otot biceps brachii (otot lengan
atas yang mempunyai 2 cabang). Selanjutnya cabang ini akan menjadi nervus
cutaneus lateralis dari lengan atas.
 Nervus Dorsalis Scapulae, yaitu nervus yang bersal dari ramus C5,
mempersarafi otot rhomboideus (otot yang menyususn lengan atas).
 Nervus Transverses Colli
 Nervus Nuricularis, yaitu nervus yang berjalan berdekatan menuju foramen
(lubang pada tulang), letak anatomisnya berada di sebelah atas lamina
terminalis (daerah hipotalamus di otak)
 Nervus Subcostalis, yaitu nervus yang mempersarafi sistem kerja ginjal dan
letaknya
 Nervus Iliochypogastricus, yaitu nervus yang berpusat pada medulla
spinalis (sumsum tulang belakang).
 Nervus Iliongnalis, yaitu nervus yang mempersarafi sistem genital (alat
reproduksi), atau kelamin manusia.
 Nervus Genitofemularis, yaitu nervus yang berpusat pada medulla spinalis
L1-2, berjalan ke caudal (ekor), menembus otot Psoas major (otot di bagian
bokong manusia) setinggi vertebra lumbalis (tulang belakang bagian lumbal)
3 atau 4.
 Nervus Cutaneus Femoris Lateralis, yaitu nervus yang mempersarafi
tungkai atas, bagian luar (lateral) tungkai bawah, serta bagian luar (lateral)
kaki.
 Nervus Femoralis, yaitu nervus yang mempersarafi daerah paha dan otot
paha.
 Nervus Gluteus Superior, yaitu nervus yang bercabang dari tulang belakang
L4, L5, dan paha, walaupun sering dijumpai percabangan dengan letak yang
lebih tinggi.
 Nervus Ischiadicus, yaitu nervus yang mempersarafi bagian pangkal paha
 Nervus Cutaneus Femoris Inferior, yaitu nervus yang mempersarafi pada
bagian lengan bawah.
14

 Nervus Pudendus, yaitu nervus yang letaknya berdekatan dengan ujung


spina ischiadica (tonjolan pada tulang ischium di bokong). Nervus pudendus
mempersarafi otot levator ani (otot yang terletak di sisi panggul), dan otot
perineum (otot bagian bawah kemaluan) ke kiri atau kanan, sedangkan letak
kepalanya dibuat sedikit lebih rendah.
(2)Sistem Saraf Otonom (SSO)
Sistem saraf otonom mengatur jaringan dan organ tubuh yang tidak disadari.
Jaringan dan organ tubuh yang diatur oleh sistem saraf otonom adalah pembuluh
darah dan jantung. Sistem ini terdiri atas sistem saraf simpatik dan sistem saraf
parasimpatik. Fungsi dari kedua sistem saraf ini adalah saling berbalikan, seperti
pada (Gambar 2.7) dibawah ini.

SST berdasarkan divisinya juga dibagi menjadi dua bagian yaitu:


(1) Divisi sensori (afferent) yaitu susunan saraf tepi dimulai dari receptor pada
kulit atau otot (effector) ke dalam pleksus, radiks, dan seterusnya kesusunan
saraf pusat. Jadi besifat ascendens.
(2) Divisi motorik (efferent) yang menghubungkan impuls dari SSP ke effector
(Muscle and Glands) yang bersifat desendens untuk menjawab impuls yang
diterima dari reseptor di kulit dan otot dari lingkungan sekitar (Bahrudin,
2013).
15

2.2.3 Sel-sel pada Sistem Saraf


Sistem saraf pada manusia terdiri dari dua komponen yaitu sel saraf dan sel
glial. Sel saraf berfungsi sebagai alat untuk menghantarkan impuls dari panca
indera menuju otak yang selanjutnya oleh otak akan dikirim ke otot. Sedangkan
sel glial berfungsi sebagai pemberi nutrisi pada neuron (Feriyawati, 2006).
1. Sel Saraf (Neuron)
Sel saraf (neuron) bertanggung jawab untuk proses transfer informasi pada
sistem saraf (Bahrudin, 2013). Sel saraf berfungsi untuk menghantarkan impuls.
Setiap satu neuron terdiri dari tiga bagian utama yaitu badan sel (soma), dendrit
dan akson (Feriyawati, 2006).
Badan sel (soma) memiliki satu atau beberapa tonjolan (Feriyawati, 2006).
Soma berfungsi untuk mengendalikan metabolisme keseluruhan dari neuron
(Nugroho, 2013). Badan sel (soma) mengandung organel yang bertanggung jawab
untuk memproduksi energi dan biosintesis molekul organik, seperti enzim-enzim.
Pada badan sel terdapat nukleus, daerah disekeliling nukleus disebut perikarion.
Badan sel biasanya memiliki beberapa cabang dendrit (Bahrudin, 2013).
Dendrit adalah serabut sel saraf pendek dan bercabang-cabang serta
merupakan perluasan dari badan sel. Dendrit berfungsi untuk menerima dan
menghantarkan rangsangan ke badan sel (Khafinudin, 2012). Khas dendrit adalah
sangat bercabang dan masing-masing cabang membawa proses yang disebut
dendritic spines (Bahrudin, 2013).
Akson adalah tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi
keluar dari badan sel (Feryawati, 2006). Di dalam akson terdapat benang-benang
halus disebut neurofibril dan dibungkus oleh beberpa lapis selaput mielin yang
banyak mengandung zat lemak dan berfungsi untuk mempercepat jalannya
rangsangan. Selaput mielin tersebut dibungkus oleh sel-sel Schwann yang akan
membentuk suatu jaringan yang dapat menyediakan makanan dan membantu
pembentukan neurit. Bagian neurit ada yang tidak dibungkus oleh lapisan mielin
yang disebut nodus ranvier (Khafinudin, 2012). Pada SSP, neuron menerima
informasi dari neuron dan primer di dendritic spines, yang mana ditunjukkan
dalam 80-90% dari total neuron area permukaan. Badan sel dihubungkan dengan
sel yang lain melalui akson yang ujung satu dengan yang lain membentuk sinaps.
16

Pada masing-masing sinap terjadi komunikasi neuron dengan sel yang lain
(Bahrudin,201)

2. Sel penyokong atau Neuroglia (Sel Glial)


Sel glial adalah sel penunjang tambahan pada SSP yang berfungsi sebagai
jaringan ikat (Nugroho, 2013), selain itu juga berfungsi mengisolasi neuron,
menyediakan kerangka yang mendukung jaringan, membantu memelihara
lingkungan interseluler, dan bertindak sebagai fagosit. Jaringan pada tubuh
mengandung kira-kira 1 milyar neuroglia, atau sel glia, yang secara kasar dapat
diperkirakan 5 kali dari jumlah neuron (Feriyawati, 2006).
Sel glia lebih kecil dari neuron dan keduanya mempertahankan kemapuan
untuk membelah, kemampuan tersebut hilang pada banyak neuron. Secara
bersama-sama, neuroglia bertanggung jawab secara kasar pada setengah dari
volume sistem saraf. Terdapat perbedaan organisasi yang penting antara jaringan
sistem saraf pusat dan sitem saraf tepi, terutama disebabkan oleh perbedaaan.
1) Macam-macam Sel Glia Ada empat macam sel glia yang memiliki fungsi
berbeda yaitu (Feriyawati, 2006):
o Astrosit/ Astroglia: berfungsi sebagai “sel pemberi makan” bagi sel saraf
o Oligodendrosit/ Oligodendrolia: sel glia yang bertanggung jawab
menghasilkan mielin dalam susunan saraf pusat. Sel ini mempunyai lapisan
17

dengan substansi lemak mengelilingi penonjolan atau sepanjang sel saraf


sehingga terbentuk selubung mielin. Mielin pada susunan saraf tepi
dibentuk oleh sel Schwann. Sel ini membentuk mielin maupun neurolemma
saraf tepi. Mielin menghalangi ion natrium dan kalium melintasi membran
neuronal dengan hampir sempurna. Serabut saraf ada yang bermielin ada
yang tidak. Transmisi impuls saraf disepanjang serabut bermielin lebih
cepat daripada serabut yang tak bermielin, karena impuls berjalan dengan
cara meloncat dari nodus ke nodus yang lain disepanjang selubung mielin
(Feriyawati, 2006). Peran dari mielin ini sangatlah penting, oleh sebab itu
pada beberapa orang yang selubung mielinnya mengalami peradangan
ataupun kerusakan seperti pada pasien GBS maka akan kehilangan
kemampuan untuk mengontrol otot-ototnya sehingga terjadi kelumpuhan
pada otot-otot tersebut. Perbedaan struktur dari 13 selubung mielin normal
dengan selubung mielin pada pasien GBS dapat dilihat pada gambar berikut:

o Mikroglia: sel glia yang mempunyai sifat fagosit dalam menghilangkan sel-
sel otak yang mati, bakteri dan lain-lain. Sel jenis ini ditemukan diseluruh
SSP dan dianggap penting dalam proses melawan infeksi.
o Sel ependimal: sel glia yang berperan dalam produksi cairan cerebrospinal.
18

2) Neuroglia pada Sistem Saraf Tepi (SST)


Neuron pada sistem saraf tepi biasanya berkumpul jadi satu dan disebut
ganglia (tunggal: ganglion). Akson juga bergabung menjadi satu dan membentuk
sistem saraf tepi. Seluruh neuron dan akson disekat atau diselubungi oleh sel glia.
Sel glia yang berperan terdiri dari sel satelit dan sel Schwann.
- Sel Satelit Badan neuron pada ganglia perifer diselubungi oleh sel satelit. Sel
satelit berfungsi untuk regulasi nutrisi dan produk buangan antara neuron body
dan cairan ektraseluler. Sel tersebut juga berfungsi untuk mengisolasi neuron dari
rangsangan lain yang tidak disajikan di sinap.
- Sel Schwann Setiap akson pada saraf tepi, baik yang terbungkus dengan
mielin maupun tidak, diselubungi oleh sel Schwann atau neorolemmosit.
Plasmalemma dari akson disebut axolemma; pembungkus sitoplasma superfisial
yang dihasilkan oleh sel Schwann disebut neurilemma (Bahrudin, 2013).
Dalam penyampaian impuls dari reseptor sampai ke efektor perifer caranya
berbeda-beda. Sistem saraf somatik (SSS) mencakup semua neuron motorik
somatik yang meng-inervasi otot, badan sel motorik neuron ini terletak dalam
SSP, dan akson-akson dari SSS meluas sampai ke sinapsis neuromuskuler yang
mengendalikan otot rangka. Sebagaian besar kegiatan SSS secara sadar
dikendalikan. Sedangkan sistem saraf otonom mencakup semua motorik neuron
viseral yang menginervasi efektor perifer selain otot rangka. Ada dua kelompok
neuron motorik viseral, satu kelompok memiliki sel tubuh di dalam SSP dan yang
lainnya memiliki sel tubuh di ganglia perifer (Bahrudin, 2013).
19

Neuron dalam SSP dan neuron di ganglia perifer berfungsi mengontrol


efektor di perifer. Neuron di ganglia perifer dan di SSP mengontrolnya segala
bergiliran. Akson yang memanjang dari SSP ke ganglion disebut serat
preganglionik. Akson yang menghubungkan sel ganglion dengan efektor perifer
dikenal sebagai serat postganglionik. Susunan ini jelas membedakan sistem
(motorik visceral) otonom dari sistem motorik somatik. Sistem motorik somatik
dan sitem motorik visceral memiliki sedikit kendali kesadaran atas kegiatan SSO.
Interneuron terletak diantara neuron sensori dan motorik. Interneuron terletak
sepenuhnya didalam otak dan sumsum tulang belakang. Mereka lebih banyak
daripada semua gabungan neuron lain, baik dalam jumlah dan jenis. Interneuron
bertanggung jawab untuk menganalisis input sensoris dan koordinasi motorik
output. Interneuron dapat diklasifikasikan sebagai rangsang atau penghambat
berdasarkan efek pada membran post sinaps neuron (Bahrudin, 2013).
2.2.4 Regenerasi Neuron
Sel saraf sulit sekali untuk melakukan regenarasi setelah mengalami
kerusakan. Dalam sel body (inti sel/ sel tubuh), bagian kromatofilik menghilang
dan nukleus keluar dari pusat sel. Jika neuron berfungsi normal kembali, sel
tersebut pelan-pelan akan kembali pada keadaan normal. Jika suplai oksigen atau
nutrisi dihambat, seperti yang selalu terjadi pada stroke atau trauma mekanik
mengenai neuron, seperti yang selalu pada kerusakan medula spinalis atau perifer,
neuron tidak akan mengalami perbaikan kecuali sirkulasi baik atau tekanan turun
dalam waktu beberapa menit atau jam. Jika keadaan stress ini terjadi terus
menerus, neuron yang mengalami kerusakan akan benar-benar mengalami
kerusakan permanen (Bahrudin, 2013).
Pada SST, sel Schwann berperan dalam memperbaiki neuron yang rusak.
Proses ini dinamakan degenaration wallerian, bagian distal akson yang semakin
memburuk dan migrasi makrofag pada sel tersebut untuk proses fagositosis sel
mati tersebut. Sel Schwann di area yang putus membentuk jaringan padat
memanjang yang menyambung pada bagian akson yang sebenarnya. Selain itu, sel
Schwann juga mengelurkan growth factor untuk merangsang pertumbuhan
kembali akson. Jika akson telah putus, akson yang baru akan mulai muncul dari
bagian proksimal bagian yang putus dalam beberapa jam. Pada sebagian
20

kerusakan yang biasa pada proksimal akson yang rusak akan mati dan menyusut
beberapa sentimeter sehingga tunas muncul lambat sekitar beberapa minggu.
Ketika neuron terus mengalami perbaikan, akson tersebut akan tumbuh kesisi
yang mengalami kerusakan dan sel Schwann membungkus disekitarnya
(Bahrudin, 2013).
Jika akson terus tumbuh di daerah perifer sepanjang saluran sel Schwann,
ini akan secepatnya mengembalikan hubungan antar sinapnya. Jika tidak tumbuh
lagi atau menyimpang, fungsi normalnya tidak akan kembali. Akson yang tumbuh
mencapai tujuannya, jika bagian distal dan proksimal bagian yang rusak bertemu.
Ketika sebuah saraf perifer mengalami kerusakan seluruhnya, relatif hanya
beberapa akson yang akan sukses mengembalikan hubungan sinap yang normal,
sehingga fungsi saraf akan selamanya rusak.
Regenerasi yang terbatas disebabkan karena:
 Banyak akson yang terdegenarasi.
 Astrosit menghasilkan jaringan parut sehingga mencegah pertumbuhan akson
di daerah yang rusak.
 Astrosit melepaskan bahan kimia yang dapat menghambat pertumbuhan
kembali akson.
2.2.5 Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik),
sering terjadi pada:
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).
Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama,
ialah epilepsi idopatik, remote simtomatik epilepsi (RSE), epilepsi simtomatik
akut, dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat
peri- atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol,
ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut terdapat banyak etiologi dan
21

sindrom yang berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik dan yang
buruk.
Dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan,
definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai
prediksi sebagai berikut:
Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12
bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang, Apabila defisit
neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan ulang
adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu,
bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan otak akut akan
mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk
terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan
ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam
waktu 6 bulan pertama.
Perubahan bisa terjadi pada awal saat otak janin mulai berkembang, yakni
pada bulan pertama dan kedua kehamilan. Dapat pula diakibatkan adanya
gangguan pada ibu hamil muda seperti infeksi, demam tinggi, kurang gizi
(malnutrisi) yang bisa menimbulkan bekas berupa kerentanan untuk terjadinya
kejang. Proses persalinan yang sulit, persalinan kurang bulan atau telat bulan
(serotinus) mengakibatkan otak janin sempat mengalami kekurangan zat asam dan
ini berpotensi menjadi ''embrio'' epilepsi. Bahkan bayi yang tidak segera menangis
saat lahir atau adanya gangguan pada otak seperti infeksi/radang otak dan selaput
otak, cedera karena benturan fisik/trauma serta adanya tumor otak atau kelainan
pembuluh darah otak juga memberikan kontribusi terjadinya epilepsi.

Tabel 01. Penyebab- penyebab kejang pada epilepsi


Bayi (0- 2 th) Hipoksia dan iskemia paranatal
Cedera lahir intrakranial
Infeksi akut
Gangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia,
hipomagnesmia, defisiensi piridoksin)
Malformasi kongenital
22

Gangguan genetic
Anak (2- 12 th) Idiopatik
Infeksi akut
Trauma
Kejang demam
Remaja (12- 18 th) Idiopatik
Trauma
Gejala putus obat dan alcohol
Malformasi anteriovena
Dewasa Muda (18- 35 Trauma
th) Alkoholisme
Tumor otak
Dewasa lanjut (> 35) Tumor otak
Penyakit serebrovaskular
Gangguan metabolik (uremia, gagal hepatik, dll )
Alkoholisme

2.2.6 Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-
juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah
aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps.
Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan
norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA
(gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik
sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik
di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan
menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian
seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan
listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang
mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak
yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer
23

yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia


retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-
impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi
kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel saraf,
sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena adanya
influx natrium ke intraseluler. Jika natrium yang seharusnya banyak di luar
membrane sel itu masuk ke dalam membran sel sehingga menyebabkan
ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit,
yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan
depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan
berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah
fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan
patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang
berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum
kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang
otak umumnya tidak memicu kejang. Di tingkat membran sel, sel fokus kejang
memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :
1. Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami
pengaktifan.
2. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan
menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara
berlebihan.
3. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu
dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi
asam gama-aminobutirat (GABA).
4. Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau
elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi
kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan
peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi
neurotransmitter inhibitorik.
24

Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah


kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat
hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis
meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi
1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan
glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan
setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi (proses berkurangnya
cairan atau darah dalam tubuh terutama karena pendarahan; kondisi yang
diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh berlebihan) selama aktivitas kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti
histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan
struktural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan
fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus
kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter
fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan
asetilkolin.
25

Woc Epilepsi
Asfiksia Demam
Idiopatik Neonatorum
Tumor serebri, gejala
sisa meningitis, gg. metabolisme otak
Perubahan struktur dan Kekurangan suplai
ensefalitis oksigen
fisiologi neuron korteks
serebri Perubahan
Adanya sikatrik pada Metabolismeaerob keseimbangan
Lesi di otak permukaan otak menurun membran sel neuron
Fokus epileptogen Rusak suatu area dari ATP menurun Difusi ion natrium
Ketidakseimbangan jaringan otak gg. fungsi neuron kalium
mekanisme eksitasi dan Instabilitas membran Membran mudah dilalui
inhibisi pada neuron sel saraf oleh Ca dan Na Peningkatan
post sinaps
Muatan listrik lepas neurotransmitter
Refluks Ca
dari sel saraf eksitatorik dan
Depolarisasi membran mencetuskan letupan
depolarisasi membran
defisiensi
neuron
dan lepas muatan listrik neurotransmitter
berlebih inhibitorik

Depolarisasi
membran neuron

EPILEPSI

Kejang Berulang

B1 B1

Kejang motorik Kejang

Spasme otot pernapasan Hipersekresi mukus

Apnea Obstruksi jalan napas

MK : Pola napas tidak efektif MK : Bersihan jalan napas tidak


Tumor efektif

B1
B1 B2
Aktivitas listrik menyebar
Kejang motorik Adanya bangkitan listrik di
ke nervus V, IX, X
medulla oblongata
Spasme otot pernapasan
Otot2 lidah melemah
Mengganggu pusat
Hipoventilasi kardiovaskuler
Menutup saluran trakea
PO2 menurun, PCO2 Peningkatan denyut
Adanya obstruksi
meningkat, PH menurun jantung (takikardi)
MK : Bersihan jalan napas
MK : Kerusakan pertukaran Jantung tidak efektif
tidak efektif
gas memompa darah ke
seluruh tubuh

MK : Gg. Perfusi jaringan


B3 B3 B3 26

Aktivitas listrik menyebar Aktivitas listrik menyebar Aktivitas listrik menyebar


ke korteks serebri ke lobus frontal dan ke korteks motorik
parietal
Gangguan impuls nyeri & Gerakan otot menurun
memori Control postur tubuh &
prilaku hilang MK : Resiko cedera
Memori menurun
MK : Gg. Proses pikir MK : Resiko cedera

B3 B3
Hipertensi
Aktivitas listrik menyebar
Penurunan sirkulasi serebral
ke lobus occipital dan
Iskemik temporal

Defisit neurologi Interpretasi penglihatan &


pendengaran menurun
Kemampuan komunikasi
menurun MK : Gg. Persepsi sensori

Disfungsi bahasa dan


komunikasi

Gangguan komunikasi
verbal

B4 B5 B6 B6
Adanya bangkitan
Adanya bangkitan listrik di listrik diotak Impuls inhibisi Hiperaktivitas neuron
otak dari formasi
Inkoordinasi SSP dan retikularis Kebutuhan energi
Inkoordinasi SSP dan SST SST di daerah anal dan berkurang meningkat
di daerah sakrum rektum
Hiperaktivitas Gg. Metabolisme di
Kontraksi kandung kemih Gangguan saraf serabut fusiform otak
tidak terkontrol sensorik otot sfingter dinamik otot
Inkontinensia urine anus dan rectum ATP menurun
Inkontinensia alvi Keseimbangan
MK : Gg. Eliminasi urine gerak terganggu Sakit kepala, penurunan
MK : Gg. Eliminasi kesadaran
alvi MK : Gg.
Mobilisasi fisik MK : Intoleransi
aktifitas
28

2.1.1 Klasifikasi Kejang


1. Berdasarkan penyebabnya
 epilepsi idiopatik : bila tidak di ketahui penyebabnya
 epilepsi simtomatik : bila ada penyebabnya
2. Berdasarkan letak focus epilepsi atau tipe bangkitan
 Epilepsi partial (lokal, fokal)
Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan kesadaran tetap
normal, dengan gejala motoric
 Fokal motorik tidak menjalar: epilepsi terbatas pada satu bagian tubuh saja
 Fokal motorik menjalar : epilepsi dimulai dari satu bagian tubuh dan
menjalar meluas ke daerah lain disebut juga epilepsi Jackson.
 Versif : epilepsi disertai gerakan memutar kepala, mata, tubuh.
 Postural : epilepsi disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap
tertentu
 Disertai gangguan fonasi : epilepsi disertai arus bicara yang terhenti atau
pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu
 Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial (epilepsi disertai
halusinasi sederhana yang mengenai kelima panca indera dan bangkitan
yang disertai vertigo).
 Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk jarum.
 Visual : terlihat cahaya
 Auditoris : terdengar sesuatu
 Olfaktoris : terhidu sesuatu
 Gustatoris : terkecap sesuatu
 Disertai vertigo dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi
epigastrium, pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil).
 Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)
 Disfagia : gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata, kata atau
bagian kalimat.
 Dimensia : gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah
mengalami, mendengar, melihat, atau sebaliknya. Mungkin mendadak
mengingat suatu peristiwa di masa lalu, merasa seperti melihatnya lagi
29

disertai gangguan fonasi : epilepsi disertai arus bicara yang terhenti atau
pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu.
 Kognitif : gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.
 Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.
 Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih
besar.
 Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada yang bicara, musik,
melihat suatu fenomena tertentu, dll.
 Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang disertai gangguan kesadaran.
 Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran mula-
mula baik kemudian baru menurun.
 Dengan gejala parsial sederhana A1-A4. Gejala-gejala seperti pada
golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.
 Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul dengan
sendirinya, misalnya gerakan mengunyah, menelan, raut muka berubah
seringkali seperti ketakutan, menata sesuatu, memegang kancing baju,
berjalan, mengembara tak menentu, dll.
 Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun sejak
permulaan kesadaran.
 Hanya dengan penurunan kesadaran
 Dengan automatisme
 Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik,
tonik, klonik).
 Epilepsi parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum.
 Epilepsi parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum.
 Epilepsi parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu
berkembang menjadi bangkitan umum.
 Epilepsi umum
 Petit mal/ Lena (absence)
 Lena khas (tipical absence)
Pada epilepsi ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak
membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak
30

bicara. Biasanya epilepsi ini berlangsung selama ¼ – ½ menit dan biasanya


dijumpai pada anak.
 Hanya penurunan kesadaran
 Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan, biasanya
dijumpai pada kelopak mata atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya
bilateral.
 Dengan komponen atonik. Pada epilepsi ini dijumpai otot-otot leher,
lengan, tangan, tubuh mendadak melemas sehingga tampak mengulai.
 Dengan komponen klonik. Pada epilepsi ini, dijumpai otot-otot
ekstremitas, leher atau punggung mendadak mengejang, kepala, badan
menjadi melengkung ke belakang, lengan dapat mengetul atau mengedang.
 Dengan automatisme
 Dengan komponen autonom.
 Lena tak khas (atipical absence)
Dapat disertai:
 Gangguan tonus yang lebih jelas.
 Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.
 Grand Mal
 Mioklonik
Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat
atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang.
Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.
 Klonik
Pada epilepsi ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat,
dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama sekali pada
anak.
 Tonik
Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku
pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi tungkai.
Epilepsi ini juga terjadi pada anak.
 Tonik- klonik
31

Epilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan
nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang
mendahului suatu epilepsi.
Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku
berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh.
Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa
saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi
berbusa karena hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat
serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula
bangun dengan kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar
dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.
 Atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga
pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Epilepsi ini
terutama sekali dijumpai pada anak.

3. Epilepsi tak tergolongkan


Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata
yang ritmik, mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau pernapasan
yang mendadak berhenti sederhana.
2.1.2 Manifestasi Klinis
1. Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau
gangguan penginderaan
2. Kelainan gambaran EEG
3. Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus epileptogen
4. Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik
(aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan
tidak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan
sebagainya)
5. Napas terlihat sesak dan jantung berdebar
6. Raut muka pucat dan badannya berlumuran keringat
32

7. Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik
khusus atau somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa
yang tidak normal seperti pada keadaan normal
8. Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, dan
terkadang individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus
tersebut lewat
9. Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat berbicara
secara tiba- tiba
10. Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya menendang-
menendang
11. Gigi geliginya terkancing
12. Hitam bola matanya berputar- putar
13. Terkadang keluar busa dari liang mulut dan diikuti dengan buang air kecil
Di saat serangan, penyandang epilepsi tidak dapat bicara secara tiba-tiba.
Kesadaran menghilang dan tidak mampu bereaksi terhadap rangsangan. Tidak ada
respon terhadap rangsangan baik rangsang pendengaran, penglihatan, maupun
rangsang nyeri. Badan tertarik ke segala penjuru. Kedua lengan dan tangannya
kejang, sementara tungkainya menendang-nendang. Gigi geliginya terkancing.
Hitam bola mata berputar-putar. Dari liang mulut keluar busa. Napasnya sesak
dan jantung berdebar. Raut mukanya pucat dan badannya berlumuran keringat.
Terkadang diikuti dengan buang air kecil. Manifestasi tersebut dimungkinkan
karena terdapat sekelompok sel-sel otak yang secara spontan, di luar kehendak,
tiba-tiba melepaskan muatan listrik. Zainal Muttaqien (2001) mengatakan keadaan
tersebut bisa dikarenakan oleh adanya perubahan, baik perubahan anatomis
maupun perubahan biokimiawi pada sel-sel di otak sendiri atau pada lingkungan
sekitar otak. Terjadinya perubahan ini dapat diakibatkan antara lain oleh trauma
fisik, benturan, memar pada otak, berkurangnya aliran darah atau zat asam akibat
penyempitan pembuluh darah atau adanya pendesakan/rangsangan oleh tumor.
Perubahan yang dialami oleh sekelompok sel-sel otak yang nantinya menjadi
biang keladi terjadinya epilepsi diakibatkan oleh berbagai faktor.
33

2.1.3 Pemeriksaan Diagnostik


1. CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada
otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif
serebral. Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang
tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun
kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal
atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas
2. Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu
serangan
3. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
 mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
 menilai fungsi hati dan ginjal
 menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan
adanya infeksi).
 Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak
2.1.4 Penatalaksanaan
Manajemen Epilepsi :
1. Pastikan diagnosa epilepsi dan mengadakan explorasi etiologi dari epilepsi
2. Melakukan terapi simtomatik
3. Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran pengobatan
yang dicapai, yakni:
 Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.
 Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf pusat
yang normal.
 Penderita dpat memiliki kualitas hidup yang optimal.
Penatalaksanaan medis ditujukan terhadap penyebab serangan. Jika
penyebabnya adalah akibat gangguan metabolisme (hipoglikemia, hipokalsemia),
perbaikan gangguan metabolism ini biasanya akan ikut menghilangkan serangan
itu.
Pengendalian epilepsi dengan obat dilakukan dengan tujuan mencegah
serangan. Ada empat obat yang ternyata bermanfaat untuk ini: fenitoin
34

(difenilhidantoin), karbamazepin, fenobarbital, dan asam valproik. Kebanyakan


pasien dapat dikontrol dengan salah satu dari obat tersebut di atas.
Cara menanggulangi kejang epilepsi :
1. Selama Kejang
 Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin
tahu
 Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan
 Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras,
tajam atau panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
 Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping
untuk mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.
 Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara
giginya, karena dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi
klien melukai lidah, dapat diselipkan kain lunak disela mulut penderita tapi
jangan sampai menutupi jalan pernapasannya.
 Ajarkan penderita untuk mengenali tanda2 awal munculnya epilepsi atau
yg biasa disebut "aura". Aura ini bisa ditandai dengan sensasi aneh seperti
perasaan bingung, melayang2, tidak fokus pada aktivitas, mengantuk, dan
mendengar bunyi yang melengking di telinga. Jika Penderita mulai
merasakan aura, maka sebaiknya berhenti melakukan aktivitas apapun
pada saat itu dan anjurkan untuk langsung beristirahat atau tidur.
 Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang
terluka berat, bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat.
2. Setelah Kejang
 Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
 Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi.
Yakinkan bahwa jalan napas paten.
 Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
 Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah
kejang
 Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan
35

 Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama


kejang dan biarkan penderita beristirahat.
 Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba
untuk menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan member
restrein yang lembut
 Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk
pemberian pengobatan oleh dokter.
Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan
medikamentosa dan perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah
bagaimana meminimalisasikan dampak yang muncul akibat penyakit ini
bagi penderita dan keluarga maupun merubah stigma masyarakat tentang
penderita epilepsi.
3. Pencegahan
Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan
untuk pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang
menggunakan obat antikonvulsi (konvulsi: spasma atau kekejangan kontraksi otot
yang keras dan terlalu banyak, disebabkan oleh proses pada system saraf pusat,
yang menimbulkan pula kekejangan pada bagian tubuh) yang digunakan
sepanjang kehamilan. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama yang
dapat dicegah. Melalui program yang memberi keamanan yang tinggi dan
tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga
mengembangkan pencegahan epilepsi akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang
mempunyai resiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar belakang sukar
melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes, atau hipertensi) harus di identifikasi
dan dipantau ketat selama hamil karena lesi pada otak atau cedera akhirnya
menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama kehamilan dan
persalinan.
Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia
dini, dan program pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat
anti konvulsan secara bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian
dari rencana pencegahan ini.
36

2.2 Pengobatan
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan
diberikan obat antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis
serangan. Penggunaan obat dalam waktu yang lama biasanya akan menyebabkan
masalah dalam kepatuhan minum obat (compliance) seta beberapa efek samping
yang mungkin timbul seperti pertumbuhan gusi, mengantuk, hiperaktif, sakit
kepala, dll.
Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan epilepsi. Lama
pengobatan tergantung jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan
selama 2-3th sudah cukup, sedang yang berat pengobatan bisa lebih dari 5th.
Penghentian pengobatan selalu harus dilakukan secara bertahap. Tindakan
pembedahan sering dipertimbangkan bila pengobatan tidak memberikan efek
sama sekali.
Penanganan terhadap anak kejang akan berpengaruh terhadap
kecerdasannya. Jika terlambat mengatasi kejang pada anak, ada kemungkinan
penyakit epilepsi, atau bahkan keterbalakangan mental. Keterbelakangan mental
di kemudian hari. Kondisi yang menyedihkan ini bisa berlangsung seumur
hidupnya.
Pada epilepsi umum sekunder, obat-obat yang menjadi lini pertama
pengobatan adalah karbamazepin dan fenitoin. Gabapentin, lamotrigine,
fenobarbital, primidone, tiagabine, topiramate, dan asam valproat digunakan
sebagai pengobatan lini kedua. Terapi dimulai dengan obat anti epilepsi garis
pertama. Bila plasma konsentrasi obat di ambang atas tingkat terapeutis namun
penderita masih kejang dan AED tak ada efek samping, maka dosis harus
ditingkatkan. Bila perlu diberikan gabungan dari 2 atau lebih AED, bila tak
mempan diberikan AED tingkat kedua sebagai add on.
1) Fenitoin (PHT)
Fenitoin dapat mengurangi masuknya Na ke dalam neuron yang terangsang
dan mengurangi amplitudo dan kenaikan maksimal dari aksi potensial saluran
Na peka voltase fenitoin dapat merintangi masuknya Ca ke dalam neuron pada
pelepasan neurotransmitter.11
2) Karbamazepin (CBZ)
37

Karbamazepin dapat menghambat saluran Na . Karbamazepin dapat


memperpanjang inaktivasi saluran Na .juga menghambat masuknya Ca ke dalam
membran sinaptik.11
3) Fenobarbital (PB)
Fenobarbital adalah obat yang digunakan secara luas sebagai hipnotik,
sedatif dan anastetik. Fenobarbital bekerja memperkuat hambatan GABAergik
dengan cara mengikat ke sisi kompleks saluran reseptor Cl - pada GABAA. Pada
tingkat selular, fenobarbital memperpanjang potensial penghambat postsinaptik,
bukan penambahan amplitudonya. Fenobarbital menambah waktu buka jalur Cl -
dan menambah lamanya letupan saluran Cl- yang dipacu oleh GABA. Seperti
fenitoin dan karbamazepin, fenobarbital dapat memblokade aksi potensial yang
diatur oleh Na . Fenobarbital mengurangi pelepasan transmitter dari terminal saraf
dengan cara memblokade saluran Ca peka voltase.11
4) Asam valproat (VPA)
VPA menambah aktivitas GABA di otak dengan cara menghambat GABA-
transaminase dan suksinik semialdehide dehidrogenase, enzim pertama dan kedua
pada jalur degradasi, dan aldehide reduktase.
VPA bekerja pada saluran Na peka voltase, dan menghambat letupan
frekuensi tinggi dari neuron.
VPA memblokade rangsangan frekuensi rendah 3Hz dari neuron thalamus. 11
Gabapentin (GBP)
Cara kerja: mengikat pada reseptor spesifik di otak, menghambat saluran Na peka
voltase, dapat menambah pelepasan GABA.11
5) Lamotrigin (LTG)
Cara kerja: Menghambat saluran Na peka voltase.11
6) Topiramate (TPM)
Cara kerja: Menghambat saluran Na , menambah kerja hambat dari GABA.11
7) Tiagabine (TGB)
Cara kerja: menghambat kerja GABA dengan cara memblokir uptake-nya.
Selain pemilihan dan penggunaan optimal dari AED, harus diingat akan
efek jangka panjang dari terapi farmakologik. Karbamazepin, fenobarbital,
fenitoin, primidone, dan asam valproat dapat menyebabkan osteopenia,
38

osteomalasia, dan fraktur. Fenobarbital dan primidone dapat menyebabkan


gangguan jaringan ikat, mis frozen shoulder da kontraktur Dupuytren. Fenitoin
dapat menyebabkan neuropati perifer. Asam valproat dapat menyebabkan
polikistik ovari dan hiperandrogenisme.
2.3 Prognosis
Prognosis epilepsi bergantung pada beberapa hal, di antaranya jenis epilepsi
faktor penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum obat. Pada
umumnya prognosis epilepsi cukup menggembirakan. Pada 50-70% penderita
epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat-obat, sedangkan sekitar 50 % pada
suatu waktu akan dapat berhenti minum obat. Serangan epilepsi primer, baik yang
bersifat kejang umum maupun serangan lena atau melamun atau absence
mempunyai prognosis terbaik. Sebaliknya epilepsi yang serangan pertamanya
mulai pada usia 3 tahun atau yang disertai kelainan neurologik dan atau retardasi
mental mempunyai prognosis relatif jelek.
2.4 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.4.1 Pengkajian
1) Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS), nomor register,
diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo dan
tidak dapat berkomunikasi.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, di samping gejala kelumpuhan separuh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung,stroke, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat adiktif, kegemukan
39

5) Riwayat Penyakit Keluarga


Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.
6) Pengkajian Primer
(1) Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk.
(2) Breathing
Kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan/atau tak teratur, suara napas terdengar
ronchi/aspirasi.
(3) Circulation
Tekanan darah dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap
lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, distritmia, kulit
dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
(4) Disability
Yang dinilai adalah tingkat kesadaran dan reaksi pupil. Tingkat
kesadaran sopor, GCS: M=2 V=2 E=2. Pupil isokor.
(5) Eksposure
Pasien harus dibuka pakaiannya, misalnya ditemukan luka lecet, adanya
odema dll.
7) Pengkajian Sekunder
(1) B1 (Breathing): batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi pernapasan.
(2) B2 (Blood): renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada pasien
stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi
hipertensi massif (tekanan darah > 200 mmHg).
(3) B3 (Brain): defisit neurologis (tergantung pada lokasi lesi/pembuluh darah
mana yang tersumbat), ukuran area perfusinya tidak adekuat, dan aliran
darah kolateral (sekunder atau aksesori).
40

(4) B4 (Bladder): inkontinensia urine sementara karena konfusi,


ketidakmampuan mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol
motorik dan postural.
(5) B5 (Bowel): kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada
fase akut. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus.
(6) B6 (Bone): kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
Disfungsi motorik yang paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis
atau kelemahan salah satu sisi tubuh. Pada kulit, jika pasien kurang
oksigen, kulit akan pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit
akan buruk. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
8) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat
keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif
untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan. Pada keadaan lanjut
tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat
penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
pemantauan pemberian asuhan.
9) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
(1) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status
mental klien mengalami perubahan.
(2) Fungsi Intelektual
41

Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek


maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.
Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk
mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
(3) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi
fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian
posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan
disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau
bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis
inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat
mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak
lancar. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang
sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk
melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika
klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
10) Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf
kranial I-X11.
(1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
(2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di
antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
(3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada
Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan
konjugat unilateral di sisi yang sakit.
42

(4) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf


trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi
otot pterigoideus internus dan eksternus.
(5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan
otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
(6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
(7) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka
mulut.
(8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
(9) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi,
serta indra pengecapan normal.
2.4.2 Diagnosa Keperawatan (SDKI Defenisi dan Indikator Diagnostik
Edisi 1)
Diagnosis keperawatan adalah sebuah label singkat, menggambarkan
kondisi pasien yang diobservasi di lapangan. Kondisi ini dapat berupa masalah-
masalah aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
pasien dengan Epilepsiyaitu sebagai berikut:

1) Bersihan jalan napas tidak efektik berhubungan dengan obstruksi jalan


napas . (SDKI D.0001 Hal 18)
2) Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan 02 keotak
berkurang. (SDKI D.0066 Hal 149)
3) Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan infark jaringan
serebral. (SDKI D.0017 Hal 51)
4) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan kelemahan otot spicter.
(SDKI D.0040 Hal 96)
5) Defisit perawatan diri berhubungan dengan tirah baring lama. (SDKI
D.0109 Hal 240)
6) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan tirah baring lama. (SDKI
D.0054 Hal 124)
43

7) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan 02 keotak berkurang.


(SDKI D.0119 Hal 264)
44

1.2.2 Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)


No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Dx 1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI Latihan batuk efektif I.01006 halaman 142
Bersihan jalan napas tidak selama 3 x 7 jam Jalan nafas tetap efektif. Observasi
efektik berhubungan dengan Kriteria hasil : - Identifikasi kemampuan batuk
obstruksi jalan napas . (SDKI SLKI L.01001 - Monitor adanya retensi sputum
D.0001 Hal 18) 1. Batuk efektif : (5) - Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
2. Produksi sputum : (1) - Monitor input dan ouput cairan
3. Gelisah : (1) Terapeutik
4. Frekuensi napas : (5) - Atur posisi semi-Fowler
5. Pola napas : (5) - Buang secret pada tempat sputum
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
- Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas
dalam
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran
2 Dx 2 Setelah diberikan asuhan keperawatan SIKI Manajemen peningkatan tekanan intrakarnial I.06194
Penurunan kapasitas adaptif selama 3 x 7 jam, diharapkan Penurunan hal.205
intrakranial berhubungan kapasitas adaptif intrakarnial stabil. Observasi
dengan 02 keotak berkurang. Kriteria Hasil : - Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis.lesi,gangguan
(SDKI D.0066 Hal 149) SLKI L.0649 metabolisme,edema serebral)
1. Fungsi kognitif : (5) - Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan darah
2. Gelisah : (1) miningkat, tekanan nadi melabar,bradikardia,pola napas
3. Tekanan nadi : (5) ireguler,kesadaran menurun)
4. Pola napas : (5) - Monitor MAP (mean Arterial Pressure)
5. Respon pupil : (5) - Monitor CVP ( Sentral Venous Pressure), jika perlu
6. Tekanan intrakranial : (5) - Monitor PAWP, jika perlu
- Monitor PAP, jika perlu
- Monitor ICP (Intra Carnial Pressure), jika tersedia
45

- Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)


- Monitor gelombang ICP
- Monitor status pernapasan
- Monitor intake dan output cairan
- Monitor cairan serebro-spinalis (mis.warna,konsistensi)
Terapeutik
- Meminimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan
yang tenang
- Berikan posisi semi fowler
- Hindari manuver valsava
- Cegah terjadinya kejang
- Hindari penggunaan PEEP
- Hindari pemberian cairan IV hipotonik
- Atur ventilator agar PaCO2 optimal
- Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsa, jika perlu
- Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu
- Kolaborasi pemberian pelunan tinja, jika perlu
3 Dx 3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI Manajemen peningkatan tekanan intracranial I.06294
Perfusi jaringan serebral tidak selama 3x7 risiko penfusi serebral tidak halaman 205
efektif berhubungan dengan efektif meningkat dengan kriteria hasil : Obsevasi
infark jaringan serebral. SLKI L.02014 - Identifikasi penyebab TIK
(SDKI D.0017 Hal 51) 1. Tingkat kesadaran (5) - Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK
2. Sakit kepala (5) - Monitor MAP
3. Gelisah (5) - Monitor CVP
4. Nilai rata-rata tekanan darah (5) - Monitor PAP
5. Kesadaran (5) - Monitor ICP (cerebral perfusion pressure)
- Monitor status pernapasan
- Monitor intake ouput
Terapeutik
- Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang
46

tenang
- Berikan posisi semi fowler
- Hindari maneuver valsava
- Cegah terjadinya kejang
- Atur ventilator PaCO2 optimal
Kolaborasi
- Kolaborasi pemebrian sedasi dan anti konvulsan
- Kolaborasi pemberian diuretic osmosis
- Kolaborasi pemberian pelunak tinja
4 Dx 4 Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI Dukungan perawatan diri BAB/BAK I.11349 halaman 37
Gangguan eliminasi urine selama 3x7 jam gangguam eliminasi urin Obsevasi
berhubungan dengan membaik dengan kriteria hasil : - Identifikasi kebiasaan BAK/BAB sesuai usia
kelemaham otot spicter. SLKI L.04034 - Monitor integritas kulit pasien
(SDKI D.0040 Hal 96) 1. Sensasi berkemih : (5) Terapeutik
2. Desakan berkemih : (5) - Buka pakaian yang diperlukan untuk memudahkan eliminasi
3. Frekuensi BAK : (5) - Ganti pakaian pasien setelah eliminasi
4. Karakteritis urine : (5) - Latih BAL/BAB
- Sediakan alat bantu
Edukasi
- Anjurkan BAK/BAN secara utin
- Anjurkan ke kamar mandi/toilet
5 Dx 5 Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI dukungan perawatan diri I.11348 Halaman 36
Defisit perawatan diri selama 1x7 jam gangguam defisit Obsevasi
berhubungan dengan tirah perawatan diri meningkat dengan kriteria - Indentifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia
baring lama. (SDKI D.0109 hasil : - Monitor tingkat kemandirian
Hal 240) SLKI L.11103 - Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri ,
1. Kemampuan mandi (5) berpakaian, berhias, dan makan
2. Kemampuan mengenakan pakaian (5) Terapeutik
3. Kemampuan makan (5) - Sediakan lingkugan yang terapeutik misalnya suasana
4. Melakukan perawatan diri (5) hangat
5. Minat melakukan perawatan diri (5) - Siapkan keperluan pribadi misalnya parfum
- Damping dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri
47

- Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan


- Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu melakukan
perawatan diri
- Jadwalkan ritinitas perawaan diri
Edukasi
- Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesui
kemampuan
6 Dx 6 Setelah diberikan asuhan keperawatan 1x 7 SIKI Dukungan ambulasi I.06171 halaman 22
Gangguan mobilitas fisik jam diharapkan mobilisasi klien mengalami Observasi
berhubungan dengan tirah peningkatan. - Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
baring lama. (SDKI D.0054 Kriteria hasil: - Indentifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
Hal 124) SLKI L.05042 - Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
1. Pergerakan ekstermitas : (5) memulai ambulasi
2. Kekuatan otot : (5) - Monitor kondisi selama melakukan ambulasi
3. Rentang gerak ROM : (5) Terapeutik
4. Kecemasan : (1) - Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
5. Kaku sendi : (1) - Fasilitasi melakukan ambulasi fisik
6. Gerakan terbatas : (1) - Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
7. Kelemahan fisik : (1) meningkatkan ambulasi
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
- Anjurkan melakukan ambulasi dini
- Ajarkan ambulasi sederhana yang haru dilakukan misalnya
berjalan dari tempat tidur ke kursi roda

7 Dx 7 Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI Promosi komunikasi defisit bicara I. 13491
Gangguan komunikasi verbal selama 3 x7 jam gangguan komunikasi Observasi
berhubungan dengan 02 verbal membaik dengan kriteria hasil : - Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume dan
keotak berkurang. (SDKI SLKI. 13118 diksi bicara
D.0119 Hal 264) 1. Kemampuan berbicara: (5) - Monitor proses kognitif, yang berkaitan dengan bicara
2. Kemampuan mendengan: (5) - Monitor frustasi, marah, depresi, atau hal lain yang
3. Kesesuaian eksperesi wajah/tubuh:
48

(5) menganggu bicara


4. Kontak mata: (5) - Identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai
5. Pemahaman komunikasi: (5) bentuk komunikasi
Terapeutik
- Gunakan komunikasi altenatif misalnya menulis, mata
berkedip, papan komunikasi dengan gambar dan huruf,
dan isyarat tangan
- Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan
misalnya berdiri didepan pasien
- Modifikasi lingkungan untuk meminimal bantuan
- Gunakan juru bicara
Edukasi
- Anjurkan berbicara perlahan
Kolaborasi
- Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis
49

1.2.3 Implementasi
Implementasi merupakan tahap ke empat dalam proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah
direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat
menggunakan kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan
terhadap pasien dengan Epilepsi. Perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya
bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam
prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami
tingkat perkembangan pasien.
1.2.4 Evaluasi
Evaluasi dimaksudkan yaitu untuk pencapaian tujuan dalam asuhan
keperawatan yang telah dilakukan pasien. Evaluasi merupakan langkah terakhir dari
proses keperawatan dan berasal dari hasil yang ditetapkan dalam rencana
keperawatan.
50

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KELOLAAN

1.1 Pengkajian
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada tanggal 16 Oktober 2021, pukul
10.00 WIB bertempat di Ruang Bougenville RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.Dengan teknik anamnesa (Wawancara), observasi, pemeriksaan fisik, dan data
dari buku keperawatan pasien, di dapat data-data sebagai berikut:
1.1.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. E
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. Damang Bahandang Balau
Tanggal MRS : 14 Oktober 2021
Diagnosa Medis : Obs. Konvulsi ec Epilepsi
1.1.2 Riwayat Kesehatan/Perawatan
1) Keluhan Utama
Tidak bisa bicara, mulut pelo, tampak pucat
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 14 oktober 2021 pasien mengalami 1x kejang dirumah dengan
durasi kurang lebih 10 menit, setelah kejang pasien susah diajak untuk
berkomunikasi, pasien tidak mengalami mual ataupun muntah kemudian pasien
dibawa ole h suami ke IGD RSUD Dr. Doris Silvanus Palangka Raya Pada pukul
21.39 WIB untuk mendapat pertolongan.
3) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Suami Pasien mengatakan bahwa pasien memiliki riwayat penyakit Stroke pada
Tahun 2014, kemudian pada tahun 2017 pasien mengalami parkinson, dan di
tahun 2019 pasien mengalami Epilepsi. Pada tahun 2021 pasien kembali
mengalami serangan Epilepsi
51

4) Riwayat Penyakit Keluarga


Suami Pasien mengatakan ada riwayat Stroke dari orang tua istrinya.
GENOGRAM

Keterangan :
: Laki – Laki : Tinggal satu rumah
: Perempuan : Hubungan Keluarga
: pasien : Meninggal
1.1.3 Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Pasien tampak pucat, akral hangat, mulut miring kekiri penampilan kurang
rapi,terpasang Nasal Canul O2 2 liter per menit,
2) Status Mental
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengkajian pasien. Kesadarannya Apatis, sulit
berkomunikasi karena mulut pelo. Ekpresi wajah pasien sedih, bentuk tubuh
pasien kurus. Pasien berbaring dengan cara supinasi/terlentang bebas
dan pasien berpakaian kurang rapi.
3) Tanda-Tanda Vital
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengkajian pada Ny. E di dapat hasil tekanan
darah 151/91 mmHg, nadi 105 x/menit, suhu 36.5˚C pada axilla, respirasi
20x/menit Saturasi O2 99%.
4) Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada pasien simetris, pasien tidak memiliki kebiasaan merokok, tidak ada
batuk. Tidak ada sianosis, tidak ada sesak napas, tipe pernasan dada, irama
pernapasan teratur, suara napas vesikuler, dan tidak ada suara nafas tambahan,
SPO2 99%.
52

5) Cardiovasculer (Bleeding)
Capillary refill <2 detik, tidak ada edema, tidak ada asites, ictus cordis tidak
terlihat, tidak ada peningkatan vena jugularis, suara jantung normal S1 lup, S2
dup.
6) Persyarafan (Brain)
Nilai GCS pasien E: 4 (pasien dapat membuka mata secara spontan), V: 2 (Pasien
tidak bisa berkomunikasi dengan jelas/ pelo), M: 6(pasien dapat melakukan
gerakan sesuai arahan). Tingkat kesadaran pasien compos menthis, pupil isokor,
refleks cahaya kanan dan kiri positif, tidak ada nyeri, pasien gelisah. Uji syaraf
kranial didapatkan hasil Nervus kranial III normal, pasien dapat menutup mata
saat menerima cahaya. Nervus kranial IV normal, pasien dapat menggerakkan
bola mata ke atas dan ke bawah. Nervus kranial V abnormal, pasien tidak dapat
menekuk rahang dan mulut. Nervus kranial VInormal, pasien dapat
menggerakkan bola mata ke kiri dan ke kanan. Nervus kranial VII normal, pasien
dapat tersenyum. Nervus kranial VIII normal, pasien dapat mendengar perkataan
perawat. Nervus kranial IX normal, pasien dapat membedakan rasa manis dan
pahit. Nervus kranial X abnormal, pasien tidak dapat berbicara dengan suara yang
jelas. Nervus kranial XI normal, pasien dapat menggerakkan kepala. Nervus
kranial XII normal, pasien dapat menggerakkan lidah. Pada uji koordinasi
ekstremitas atas pasien, jari ke jari positif, jari ke hidung positif, pada ekstremitas
bawah tumit ke jempol kaki positif, uji kestabilan tubuh negatif.
Pemeriksaaan Uji koordinasi ektremitas atas dari jari ke jari sebelah kiri positif,
sebelah kanan positif, jari kehidung sebelah kanan positif sebelah kiri positif,
ektremitas bawah, tumit ke jempol kaki positif, dan uji kestabilan positif, Pasien
tidak mengalami kaku leher, tidak kesulitan menelan.
Masalah keperawatan: Gangguan komunikasi Verbal b/d penurunan
sirkulasi sereberal (SDKI D.0119)
7) Eliminasi Uri (Bladder)
Pasien pada saat miksi tidak ada masalah, dengan produksi urine 400 ml, 1 x/hari
dengan warna kuning dengan bau khas amoniak.
8) Eliminasi Alvi (Bowel)
Bibir pasien lembab,tidak ada lesi, tidak ada sakit gigi dan tidak ada caries, tidak
ada peradangan dan pendarahan gusi, lidah berwarna merah muda dan ada
stomatitis, mukosa lembab, tonsil normal tidak ada peradangan, BAB 1 kali/hari,
bising usus terdengar, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan.
53

9) Tulang, Otot dan Integumen (Bone)


Kemampuan pergerakan sendi pasienbebas, tidak nyeri pada bagian kaki,tidak ada
kekakuan. Ukuran otot pasien simetris. Kekuatan otot pasien ektermitas atas kiri
5, kanan 5,ektremitas bawah kiri 5, kanan 5. Tidak ada deformasi tulang, tidak
ada peradangan.
10) Kulit Kulit Rambut
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat, makanan, dan kosmetik, suhu kulit
hangat, warna kulit normal, turgor kulit baik, tekstur halus, tidak ada lesi, tidak
ada jaringan parut, tekstur rambut halus, distribusi rambut merata, bentuk kuku
simetris.
11) Sistem Penginderaan
Pengelihatan pasien baik, fungsi pengelihatan normal, bola mata bergerak normal,
sclera berwarna putih, konjungtiva berwarna merah muda, kornea berwarna
bening, tidak mengunakan alat bantu kaca mata. Fungsi pendengaran normal,
bentuk hidung simetris tidak ada lesi.
12) Leher dan Limfe
Tidak terdapat massa pada leher pasien, tidak ada jaringan parut, tidak ada teraba
jaringan limfe, tidak ada teraba kelenjar tiroid, dan mobilisasi leher pasien bebas.
13) Sistem Reproduksi
Reproduksi perempuan
Kebersihan reproduksi pasien baik, tidak ada terdapat kemerahan dan gatal-gatal
pada daerah alat reproduksi pasien.
Payudara simetri, puting menonjol, tidak ada kelainan pada payudara
1.1.4 Pola Fungsi Kesehatan
1. Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit
Tidak terkaji.
2. Nutrisi dan Metabolisme
Berat badan sesudah sakit 50kg, frekuensi makannya sebanyak 3x sehari sesudah
dan sebelum sakit, dengan porsi sebelum dan sesudah sakit pasien makan 1
piring, nafsu makan sebelum dan sesudah sakit baik, jenis makanan yang dimakan
sebelum sakit biasanya nasi, ikan, sayur dan daging, sesudah sakit pasien
hanyamakan nasi, bubur, ikan dan sayur, jenis minuman yang sering di minum
adalah air mineral dan teh baik sebelum sakit dan sesudah sakit, jumlah minum
sebelum sakit dan sesudah sakit 800 ml/24 jam, kebiasaan makan biasanya
sebelum dan sesudah sakit masih sama yaitu pagi, sore, dan malam hari.
54

3. Pola Istirahat dan Tidur


Sebelum sakit tidur siang : 1-2 jam. Setelah sakit tidur siang ½ jam. Pada malam
hari sebelum sakit tidur 6-8 jam. Setelah sakit tidur malam 4-5 jam.
4. Kognitif
Tidak terkaji
5. Konsep Diri
Tidak terkaji.
6. Aktivitas Sehari-Hari
Sebelum sakit biasanya melakukan aktivitas sehari-hari secara normal seperti
melakukan pekerjaannya mengasuh cucu
7. Koping-Toleransi Terhadap Stress
Pasien selalu terbuka dengan keluarga jika ada masalah.
8. Nilai-Pola Keyakinan
Pasien dan keluarga beragama kristen, ibadah rutin dan tidak ada tindakan
keperawatan yang bertentangan.
1.1.5 Sosial Spiritual
1) Kemampuan Berkomunikasi
Pasiensulit berkomunikasi dengan kata- kata yang jelas
2) Bahasa Sehari-hari
Keluarga mengatakan menggunakan bahasa Dayak dan Indonesia dalam bahasa
sehari-harinya.
3) Hubungan Dengan Keluarga
Keluargapasien mengatakan hubungan pasien dan keluarga baik, tidak ada
masalah.
4) Hubungan Dengan Teman/Petugas Kesehtan/Orang Lain
Hubunganpasien dengan teman dan petugas seperti perawat, dokter, serta orang
lain baik.
5) Orang Terdekat
Orang terdekat bagi pasien adalah keluarganya yang meliputi suami dan anak-
anaknya.
6) Kebiasaan Mengunakan Waktu Luang
Sebelum sakit kebiasaan pasien dalam meluangkan waktu berkumpul bersama
keluarganya, saat sakit pasien lebih banyak istirahat.
7) Kegiatan beribadah
Sebelum sakit pasien selalu aktif beribadah, selama sakit pasien hanya berdoa
ditempat tidur.
55

1.1.6 Data Penunjang (Radiologi, laboratorium, penunjang lainnya)


Hasil periksaan darah lengkap 14 Oktober 2021
1) GDS 157mg/dL (Nilai normal < 200 mg/dL)
2) UREUM 36mg/dL (Nilai normal 21- 53mg/dL)
3) Creatinin 0, 93mg/dL (Nilai normal 0,7- 1,5 mg/dL)
4) Lekosit 11.59 103/µL (Nilai normal 4,50-11,0 103/µL)
5) HGB 10.6 g/Dl ( Nilai Normal10,5- 18.0 g/dL)
6) HCT 32,6 % (Nilai Normal 37.0- 48.0)
7) PLT 322103/µL (Nilai normal 150- 400 103/µL)
8) Natrium 140 mmol/L (Nilai Normal 135-148 mmol/L)
9) Kalium 3,5 mmol/ L (Nilai Normal 3,5- 5,3 mmol/L)
10) Calsium 1,05 mmol/ L(Nilai Normal 0,98- 1,2 mmol/L)

1.1.7 Penatalaksanaan Medis


Tabel 3.1 Penatalaksanaan Medis Ny. E pada tanggal 14 Oktober 2021

No. Nama Obat Dosis Rute Keterangan


1. Kepra 2x 500mg Oral Untuk mengobati Epilepsi
Obat untuk mengatasi nyeri dada
2. Aspilet 1x 80mg Oral
(angina)
Untuk mencegah penggumpalan
3. Leparson 3x 1 Oral
darah
Untuk membantu meningkatkan
4. Aricept 1 x 5mg Oral
fungsi sel saraf pada otak
5. Sifrol 2x 0,125 Oral Untuk mengobati parkinson
Obat untuk menurunkan tekanan
6. Amlodipine 1 x 10 mg Oral
darah
Obat untuk mengatasi kejang
7. Phenytoin 3x100 mg Oral
pada epilepsi
Untuk mengatasi penurunan
8. Piracetam 2 x 1gr Inj
Fungsi Kognitif
Untuk meningkatkan aktivitas
system pyramidal an
Inj
9. Citicolin 2x 500mg memperbaiki paralis motoric dan
meningkatkan aliran oksigen dan
metabolism selebral.
Obat digunakan untuk mengatasi
10. Cefriaxone 2x 1gr Inj
infeksi/ antibiotik
Obat a yang dapat menurunkan
11. Ranitidin 2 x50 mg Inj
produksi asam lambung
Untuk Meredakan nyeri dan
12. Ketorolac 2x 30 mg Inj
peradangan
Untuk mengatasi kekurangan
13 Mecobalamin 2x 500 mg Inj
Vitamin

Palangka Raya, Oktober 2021


Mahasiswa,

(Juniar Betaria Sitompul)


56

1.2 Analisa Data


Tabel 3.2 Analisa data Ny. E di ruang Bougenville RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka RayaTahun 2021
Kemungkinan
Data Subyektif dan Data Obyektif Masalah
Penyebab
DS: Hipertensi Penurunan
Keluarga mengatakan pasien mengalami 1x  kapasitas
kejang dirumah dengan durasi kurang lebih 10 Sel otak kekurangan adaptif
menit, setelah kejang pasien susah diajak untuk O2 dan nutrisi intrakranial
berkomunikasi. 
DO: Infark serebral
1) GCS: 4-2-6 
2) Kesadaran: Apatis Tekanan intra
3) Pasien tampak pucat, mulut terlihat miring kranial
Pasien tidak mampu berkomunikasi 
dengan baik (mulut pelo) Nyeri akut
4) Pasien berbaring dengan posisi terlentang.
5) Tekanan darah 151/91 mmHg, Penurunan kapasitas
6) Nadi 105 x/menit, adaptif intrakranial
7) Suhu 36.5˚C pada axilla,
8) Respirasi 20x/menit
9) Saturasi O2 99%.
10) Pasien tampak memakai O2 nasal canul 2
lpm.

DS: - Hipertensi Gangguan


DO: Pasien tampak pucat, mulut terlihat miring.  komunikasi
Pasien tidak mampu berkomunikasi dengan Penurunan sirkulasi Verbal
baik serebral
1) Pasien berbaring dengan posisi terlentang. 
2) Tekanan darah 151/91 mmHg, Iskemik
3) Nadi 105 x/menit, 
4) Suhu 36.5˚C pada axilla, Defisit neurologi
5) Respirasi 20x/menit 
6) Mulut pelo Kemampuan
komunikasi menurun

Disfungsi bahasa dan
komunikasi

Gangguan
komunikasi verbal

DS: Hipertensi Perfusi


.  jaringan tidak
DO: Sel otak kekurangan efektif
1) GCS: 4-2-6 O2 dan nutrisi
2) Kesadaran: Apatis 
3) Pasien tampak pucat Perfusi jaringan
4) Pasien berbaring terlentang. tidak efektif
5) Tekanan darah 151/91 mmHg, 
6) Nadi 105 x/menit, Infark serebral
57

7) Saturasi O2 99%.
8) Pasien tampak memakai O2 nasal canul 2
lpm.
58

1.3 Prioritas Masalah


Tabel 3.3 Priotritas Masalah Ny. Edi ruang Bougenville RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya Tahun 2021
1. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan hipoksia
serebraldibuktikan dengan: pasien tidak mampu berkomunikasi dengan baik
(mulut pelo), keluarga mengatakan pasien mengalami 1x kejang dirumah
dengan durasi kurang lebih 10 menit, setelah kejang pasien susah diajak untuk
berkomunikasi, GCS: 4-2-6, kesadaran: apatis, pasien tampak pucat, mulut
terlihat miring, pasien berbaring dengan posisi terlentang, TD: 151/91 mmHg,
Nadi 105 x/menit,Suhu 36.5˚C, RR: 20x/menit, SpO2:99%, pasien tampak
memakai O2 nasal canul 2 lpm.

2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi


serebral dibuktikan dengan: pasien tidak mampu berkomunikasi dengan baik
(mulut pelo), pasien tampak pucat, mulut terlihat miring, pasien berbaring
dengan posisi terlentang, TD: 151/91 mmHg,Nadi 105 x/menit,Suhu 36.5˚C
RR: 20x/menit.

3. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan infark jaringan


serebral dibuktikan dengan, GCS: 4-2-6, kesadaran: Apatis, pasien tampak
pucat, pasien berbaring terlentang, TTD: 151/91 mmHg, Nadi 105 x/menit,
Saturasi O2 99%, pasien tampak memakai O2 nasal canul 2 lpm.
59

1.4 Intervensi Keperawatan


Nama : Ny. E
Di ruang : Bougenville RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya Tahun 2021
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional
DX 1 Setelah diberikan asuhan SIKI Manajemen peningkatan Observasi
Penurunan kapasitas adaptif keperawatan selama 3 x 7 jam, tekanan intrakarnial I.06194 hal.205 1. Mengetahui setiap
intrakranial berhubungan hipoksia diharapkan Penurunan kapasitas Observasi perubahan yang terjadi
serebral. (SDKI D.0066 Hal 149) adaptif intrakarnial stabil. - Identifikasi penyebab padakliensecaradiniuntuk
Kriteria Hasil : peningkatan TIK (mis. lesi, penetapan tindakan yang tepat.
SLKI L.0649 gangguan metabolisme, edema Terapeutik
1. Fungsi kognitif : (5) serebral) 2. Rangsangan aktivitas yang
2. Gelisah : (1) - Monitor tanda/gejala peningkatan meningkat dapat meningkatkan
3. Tekanan nadi : (1) TIK (mis. Tekanan darah TIK.
4. Pola napas : (5) miningkat, tekanan nadi melabar, 3. Mencegah terjadinya aliran
5. Respon pupil : (5) bradikardia, pola napas ireguler, darah balik
1. Tekanan intrakranial : (1) kesadaran menurun) Kolaborasi
- Monitor MAP (mean Arterial 4. Memperbaiki sel yang
Pressure) masihviabel
- Monitor CVP ( Sentral Venous
Pressure), jika perlu
- Monitor PAWP, jika perlu
- Monitor PAP, jika perlu

Terapeutik :
- Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang
tenang
- Berikan posisi head up 15-30
60

derajat
- Hindari manuvervalsava
- Cegah terjadinya kejang
- Hindari penggunaanPEEP
- Hindari pemberian cairan
ivhipotonik
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian sedasi
dan anti konsulvan, jikaperlu
- Kolaborasi pemberian diuretik
osmosis, jikaperlu

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional


Dx 2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI Promosi komunikasi defisit 1. Mengetahui setiap perubahan
Gangguan komunikasi verbal selama 3 x7 jam gangguan komunikasi bicara I. 13491 yang terjadi pada pasien secara
berhubungan dengan penurunan verbal membaik dengan kriteria hasil : Observasi dini.
sirkulasi serebral. (SDKI. D. 0119. SLKI. 13118 - Monitor kecepatan, tekanan, 2. Membantu menentukan daerah
Hal 264) 1. Kemampuan berbicara: (5) kuantitas, volume dan diksi bicara dan derajat kerusakan serebral
2. Kemampuan mendengan: (5) - Monitor proses kognitif, yang yang terjadi.
3. Kesesuaian eksperesi berkaitan dengan bicara 3. Memberikan komunikasi tentang
wajah/tubuh: (5) - Monitor frustasi, marah, depresi, kebutuhan berdasarakan keadaan
4. Kontak mata: (5) atau hal lain yang menganggu defisit yang mendasarnya.
5. Pemahaman komunikasi: (5) bicara 4. Memastikan apa yang dibicirakan
- Identifikasi perilaku emosional oleh pasien agar tidak keliru
dan fisik sebagai bentuk dalam menanggapi.
komunikasi 5. Mengidentifikasi adanya disatria
Terapeutik sesuai komponen motorik dari
- Gunakan komunikasi altenatif bicara (seperti lidah, gerakan
misalnya menulis, mata berkedip, bibir, kontrol napas) yang dapat
61

papan komunikasi dengan gambar mempengaruhi artikulasi dan


dan huruf, dan isyarat tangan mungkin juga tidak disertai afasia
- Sesuaikan gaya komunikasi motorik.
dengan kebutuhan misalnya
berdiri didepan pasien
- Modifikasi lingkungan untuk
meminimal bantuan
- Gunakan juru bicara
Edukasi
- Anjurkan berbicara perlahan
Kolaborasi
1. Rujuk ke ahli patologi bicara atau
terapis
Dx 3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI Manajemen peningkatan tekanan Observasi
Perfusi jaringan serebral tidak efektif selama 3x7 risiko penfusi serebral tidak intracranial I.06294 halaman 205 1. Mengetahui setiap
berhubungan dengan infark jaringan efektif meningkat dengan kriteria hasil : Obsevasi perubahan yang terjadi
serebral. (SDKI D.0017 Hal 51) SLKI L.02014 - Identifikasi penyebab TIK padakliensecaradiniuntuk
1. Tingkat kesadaran (5) - Monitor tanda dan gejala peningkatan penetapan tindakan yang tepat.
2. Sakit kepala (5) TIK
3. Gelisah (5) - Monitor MAP
Terapeutik
4. Nilai rata-rata tekanan darah (5) - Monitor CVP 2. Rangsangan aktivitas yang
5. Kesadaran (5) - Monitor PAP meningkat dapat meningkatkan
- Monitor ICP (cerebral perfusion TIK.
pressure) 3. Mencegah terjadinya aliran
- Monitor status pernapasan darahbalik
- Monitor intake ouput Kolaborasi
Terapeutik 4. Memperbaiki sel yang
- Minimalkan stimulus dengan masih viabel
menyediakan lingkungan yang tenang
- Berikan posisi semi fowler
- Hindari maneuver valsava
62

- Cegah terjadinya kejang


- Atur ventilator PaCO2 optimal
Kolaborasi
- Kolaborasi pemebrian sedasi dan anti
konvulsan
- Kolaborasi pemberian diuretic
osmosis
- Kolaborasi pemberian pelunak tinja
63

1.5 Implementasi Keperawatan


Nama : Ny. E
Di ruang : Bougenville RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya Tahun 2021
Tanda tangan dan
Hari/Tanggal Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
nama perawat
19 Oktober 2021 1. Memberikan penjelasan pada keluarga S: -
Jam 08-12.00 WIB tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan O:
Dx: 1 akibatnya (09.00 Wib). - GCS: E4-V3-M6,
2. Memberikan pasien bed rest total (10.00 - kesadaran: apatis,
Wib). - pasien tampak pucat,
3. Mengobservasi dan catat TTV (08.20 Wib). - pasien berbaring dengan posisi head up 300
4. Memberikan posisi kepala lebih tinggi 15- - TD: 145/85 mmHg,
300 dengan letak jantung (beri bantal tipis) - Nadi 102 x/menit, Juniar
(09.00 Wib). - Suhu 36.5˚C, R
5. Menciptakan lingkungan yang tenang dan - R: 20x/menit,
batasi pengunjung (11.15 Wib) - SpO2:99%,
6. Memonitor MAP (mean Arterial Pressure) - MAP = 105 mmHg
7. Berkolaborasi pemberian sedasi dan anti A: Masalah belum teratasi
konsulvan P: Lanjutkan intervensi
8. Berkolaborasi pemberian obat anti 1. Berikan penjelasan pada keluarga tentang
hipertensi sebab-sebab peningkatan TIK dan
akibatnya.
2. Berikan pasien bed rest total.
3. Observasi dan catat TTV.
4. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-300
dengan letak jantung (beri bantal tipis
64

Tanda tangan
Hari/Tanggal Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) dan nama
perawat
19 Oktober 2021 1. Memonitor kecepatan, S: -
Jam 08-12 WIB tekanan, kuantitas, volume, O:
Dx: 2 dan diksi bicara (08.00 Wib). - Pasien tampak berbicara tidak jelas/pelo.
2. Mengidentifikasi perilaku - Pasien tampak kesulitan berbicara.
emosional dan fisik sebagai - Pasien Kesulitan mengekspresikan pikiransecara verbal.
bentuk komunikasi (08.30 - GCS: E4-V3-M6,
Wib). - TD: 145/85 mmHg,
3. Menggunakan metode - Nadi 102 x/menit,
komunikasi alternatif - Suhu 36.5˚C, R Juniar
misalnya menulis, dan isyarat - R: 20x/menit,
tangan (09.00 Wib). A: Masalah belum teratasi
4. Mengulangi apa yang P: Lanjutkan intervensi
disampaikan pasien (09.20 1. Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume, dan diksi bicara.
Wib). 2. Identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi.
5. Meminta pasien untuk 3. Gunakan metode komunikasi alternatif misalnya menulis, dan isyarat
mengucapkan suara sederhana tangan.
(10.00 Wib). 4. Ulangi apa yang disampaikan pasien.
65

Tanda tangan
Hari/Tanggal Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) dan nama
perawat
19 Oktober 2021 1. Memberikan penjelasan pada keluarga S: -
Jam 08-12 WIB tentang sebab-sebab peningkatan TIK O:
Dx: 3 dan akibatnya (09.00 Wib). - GCS: E4-V3-M6,
2. Memberikan pasien bed rest total (10.00 - Kesadaran: apatis,
Wib). - Pasien tampak pucat,
3. Mengobservasi dan catat TTV (08.20 - Pasien berbaring dengan posisi head up 300
Wib). - TD: 135/85 mmHg,
4. Memberikan posisi kepala lebih tinggi - Nadi 100 x/menit,
300 dengan letak jantung (beri bantal - Suhu 36.5˚C, R Juniar
tipis) (09.00 Wib). - R: 22x/menit,
5. Menciptakan lingkungan yang tenang - SpO2:99%,
dan batasi pengunjung (11.15 Wib) - MAP = 105 mmHg
6. Memonitor MAP (mean Arterial A: Masalah belum teratasi
Pressure) P: Lanjutkan intervensi
7. Menganjurkan pasien menghindari mengejan 1. Berikan penjelasan pada keluarga tentang sebab-sebab
8. Mencegahcegah terjadinya kejang peningkatan TIK dan akibatnya.
9. Monitor status pernapasan 2. Berikan pasien bed rest total.
10. Monitor intake ouput 3. Observasi dan catat TTV.
11. Berkolaborasi pemberiansedasi dan anti 4. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-300 dengan letak jantung
konsulvanBerkolaborasi pemberian obat (beri bantal tipis
anti hipertensi
12. Kolaborasi pemberian diuretic osmosis
13. Kolaborasi pemberian pelunak tinja
66

1.6 Catatan Perkembangan


Catatan Perkembangan
Hari/Tanggal/Jam Diagnosa Keperawatan
(SOAP)

19 Oktober 2021 Penurunan kapasitas adaptif S: -


intrakranial berhubungan hipoksia O:
Jam 12.00 Wib serebral. (SDKI D.0066 Hal 149) - GCS: E4-V3-M6,
- kesadaran: apatis,
Dx: 1 - pasien tampak pucat,
- pasien berbaring dengan posisi head up 300
- TD: 145/85 mmHg,
- MAP = 105 mmHg
- Nadi 102 x/menit,
- Suhu 36.5˚C, R
- R: 20x/menit,
- SpO2:99%,
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
1. Berikan penjelasan pada keluarga tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan
akibatnya.
2. Berikan pasien bed rest total.
3. Observasi dan catat TTV.
4. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-300 dengan letak jantung (beri bantal tipis
67

19 Oktober 2021 Gangguan komunikasi verbal S: -


berhubungan dengan penurunan O:
Jam 12.00 Wib sirkulasi serebral. (SDKI. D. 0119. Hal - Pasien tampak berbicara tidak jelas/pelo.
- Pasien tampak kesulitan berbicara.
Dx: 2 264)
- Pasien Kesulitanmengekspresikan pikiransecara verbal.
- GCS: E4-V3-M6,
- TD: 145/85 mmHg,
- Nadi 102 x/menit,
- Suhu 36.5˚C, R
- R: 20x/menit,
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
1. Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume, dan diksi bicara.
2. Identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi.
3. Gunakan metode komunikasi alternatif misalnya menulis, dan isyarat tangan.
4. Ulangi apa yang disampaikan pasien.

19 Oktober 2021 Perfusi jaringan serebral tidak efektif S: -


berhubungan dengan infark jaringan O:
Jam 12.00 Wib serebral. (SDKI D.0017 Hal 51) - GCS: E4-V3-M6,
- Kesadaran: apatis,
Dx: 3 - Pasien tampak pucat,
- Pasien berbaring dengan posisi head up 300
- TD: 135/85 mmHg,
- Nadi 100 x/menit,
- Suhu 36.5˚C, R
- R: 22x/menit,
- SpO2:99%,
68

A: Masalah belum teratasi


P: Lanjutkan intervensi
1. Berikan pasien bed rest total.
2. Observasi dan catat TTV.
3. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-300 dengan letak jantung (beri bantal tipis)
69

DAFTAR PUSTAKA

Andini, W. C. (2018, Maret 18 ). Bagian-bagian jantung serta fungsinya. p. 1.

Corwin, E. (2009). Buku satu patofisiologi. Jakarta: EGC.

Kasron. (2012). Kelainan dan Penyakit Jantung. Yogyakarta: Nuha Medika.

Mehta, S., & Kleiman, N. (2013). Unstable Angina and Non-ST Segment Elevation
Mycardial Infarction (Acute Coronary Syndrome). New York: Springer
Science Business Media.

SIKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Wijaya A.S, P. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta: Nuha Medika.

Huda, Miftahul. (2015). Model-Model Pengajaran Dan Pembelajaran. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar

Susilo, C. (2015).Identifikasi Faktor Usia, Jenis Kelamin dengan Luas Infark


Miokard Pada Penyakit Jantung Koroner (PJK) di Ruang ICCU RSD
DR. Soebandi Jember

Oktarina. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika

Jawa Pos. (2019). Penderita Muda Makin Banyak. From:


https://www.pressreader.com/indonesia/jawa-
pos/20170315/282866550659214. (Diakses 06 November 2019)
SATUAN ACARA PENYULUHAN
EPILEPSI

Pokok Bahasan : Epilepsi


Sub Pokok Bahasan : Perawatan pada pasien Epilepsi
Hari/Tanggal : Senin, 25 Oktober 2021
Penyuluh : Juniar Betaria Sutompul
Tempat : Ruang Bougenville

A. Tujuan
Tujuan Umum :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan/pendidikan kesehatan maka
pasien dan keluarga mampu mengetahui bagaimana perawatan dan mencegah
terjadinya komplikasi lebih lanjut
Tujuan Khusus :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan / pendidikan kesehatan selama 1 x
20 menit pasien dan keluarga mampu:
1) Mengetahui pengertian Epilepsi
2) Mengetahui tanda dan gejala Epilepsi
3) Mengetahui penyebab Epilepsi
4) Mengetahui pencegahan Epilepsi
5) Mengetahui Pertolongan Pertama pada kekambuhan Epilepsi

B. Metode
1) Ceramah
2) Diskusi/ tanya jawab

C. Media
1) Leaflet
D. Susunan Acara

Tahap Kegiatan Waktu


Pembukaan 1. Mengucapkan salam 3 menit
2. Penyampaian maksud dan tujuan pertemuan
sesuai kontrak waktu

Proses 1. Memberikan penyuluhan tentang pengertian 12 menit


Epilepsi
2. Memberikan penyuluhan tentang tanda dan
gejala Epilepsi
3. Memberikan penyuluhan tentang penyebab
Epilepsi
4. Memberikan penyuluhan tentang
pencegahan Epilepsi
5. Memberikan penyuluhan tentang
Pertolongan Pertama pada kekambuhan
Epilepsi

Penutup 1. Memberikan pertanyaan pada pasien 5 menit


seputar materi yang telah dijelaskan
2. Menutup pertemuan dan mengucapkan
salam
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Epilepsi atau yang lebih sering disebut ayan atau sawan adalah gangguan
system saraf pusat yang terjadi karena pelepasan muatan listrik sel saraf secara
berulang, dengan gejala penuruna kesadaran, gangguan motorik, gangguan
sensorik dan mental, dengan atau tanpa kejang-kejang (Ahmad Ramali, 2005).
B. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala Epilepsi adalah :
1) Manifestasi klinis dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau
2) gangguan pengindraan.
3) Mata terbalik ke atas.
4) Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan
5) atau kekakuan fokal.
6) Umumnya kejang berlangsung kurang dari 6 menit, kurang dari 8%
7) berlangsung lebih dari 15 menit.
8) Suhu 38oC atau lebih.
9) Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi atau tanda sebelum kejang
(Hidayat, 2009).
C. Penyebab
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik),
sering terjadi pada:
1) Trauma lahir, Asphyxia neonatorum,
2) Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf,
3) Keracunan CO2, obat atau alkohol,
4) Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia),
5) Tumor Otak,
6) Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).
D. Cara Pencegahan Penularan
1) Menghindari stimulasi cahaya yang berlebihan.
2) Mengurangi kebiasaan merokok
3) Tidak melakukan olahraga yang berlebihan.
4) Menghindari tekanan pikiran yang berlebihan (stres).
5) Biasakan pola hidup sehat

E. Pertolongan Pertama pada Kekambuhan Epilepsi


1) Jangan takut, jangan panik, utamakan keselamatan dan bertindak tenang.
Longgarkan kerah kemeja atau ikat pinggang agar memudahkan pernafasan.
2) Bila pasien muntah atau mengeluarkan banyak liur, miringkan kepala pasien ke
salah satu sisi.
3) Perhatikan kondisi kejang, perhatikan keadaan kesadaran, warna wajah, posisi
mata, pergerakan keempat anggota gerak, dan suhu tubuh, serta lamanya
kejang.
4) Tetap di samping pasien sampai keadaan pasien pulih sepenuhnya.
5) Obat supositoria (0bat yang pemakaiannya dengan cara memasukkan melalui
lubang/ celah pada tubuh, umumnya melalui rectum/ anus) dapat diberikan
untuk menghentikan kejang.
6) Segera cari pertolongan medis/ rumah sakit bila:
7) Kejang berlangsung selama 2-3 menit
8) Kejang yang diikuti kejang berikutnya tanpa ada fase sadar diantaranya
9) Pasien terluka saat kejang
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Nurjanah, Intansari.2010.Proses Keperawatan NANDA, NOC & NIC.Jogjakarta:


MocoMedia.

Perry, Potter.2010.Fundamental keperawatan buku 1 edisi 7.Jakarta:Salemba


Medika
Leaflet
YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
Jalan Beliang No.110 Palangka Raya Telp/Fax (0535) 3327707

LEMBAR KONSULTASI

Nama Mahasiswa : Juniar Betaria Sitompul


Program Profesi : Ners Angkatan IX
NIM : 2021-01-14901-034
Pembimbing Akademik : Takesi Arisandy, Ners.,M.Kep.

Tanda Tangan
No. Hari/Tgl/Waktu Catatan Pembimbing
Pembimbing Mahasiswa
1. Jumat, 1. Kontrak program
15 Oktober 2021 perkuliahan/dinas dengan CI
Lahan dan CI Akademik di
ruang Bougenville Takesi Arisandy, Juniar Bataria
2. Pembagian kasus Ners.,M.Kep. Sitompul

2. Selasa, 1. Pre conference LP


19 Oktober 2021 2. Perbaiki LP Masukan Anatomi
Fisiologi Juniar Bataria
3. Perbaiki WOC Sitompul
4. Manajemen Askep dalam LP, Takesi Arisandy,
Gunakan SDKI,SIKI atau Ners.,M.Kep
SLKI

3. Sabtu, Perbaikan Askep


23 Oktober 2021 1. Lengkapi kembali data,
perhatikan DS DO Juniar Bataria
2. Tambahkan Diagnosa perfusi Takesi Arisandy, Sitompul
jaringan serebral tidak efektif Ners.,M.Kep

4 Selasa, 26 1. Perbaiki data


Oktober 2021 2. Prioritaskan diagnosa
Juniar Bataria
Takesi Arisandy, Sitompul
Ners.,M.Kep
YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
Jalan Beliang No.110 Palangka Raya Telp/Fax (0535) 3327707

LEMBAR KONSULTASI

Nama Mahasiswa : Juniar Betaria Sitompul


Program Profesi : Ners Angkatan IX
NIM : 2021-01-14901-034
Pembimbing Akademik : Dorma Simbolon, S.Kep., Ners

Tanda Tangan
No. Hari/Tgl/Waktu Catatan Pembimbing
Pembimbing Mahasiswa
1. Jumat, 3. Kontrak program
15 Oktober 2021 perkuliahan/dinas dengan CI
Lahan dan CI Akademik di Juniar Bataria
ruang Bougenville Sitompul
4. Pembagian kasus Dorma Simbolon,
S.Kep., Ners
2. Selasa, 5. Pre conference LP
19 Oktober 2021 6. Perbaiki LP Masukan data
persyarafan Juniar Bataria
7. Askep dalam LP, Gunakan Sitompul
SDKI,SIKI atau SLKI Dorma Simbolon,
S.Kep., Ners

3. Kamis, Perbaikan Askep


23 Oktober 2021 1. Perbaiki data
2. Prioritaskan diagnosa Juniar Bataria
Dorma Simbolon, Sitompul
S.Kep., Ners
4 Jum’at 25 3. Buat SAP dan Leaflet
Oktober 2021
Juniar Bataria
Dorma Simbolon, Sitompul
S.Kep., Ners

Anda mungkin juga menyukai