OLEH:
LISNAWATIE
NIM : 20231490104040
LEMBAR PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR
B
C
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan
Pada Tn.H Dengan Diagnosa Medis Paraparese Inferior Dengan Kebutuhan
Dasar Manusia gangguan eliminasi fekal (Konstipasi) Di Ruang Nusa Indah
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna
melengkapi tugas Profesi Ners.
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKES Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKES Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Isna Wiranti, S.Kep., Ners selaku koordinator Praktik Pra Klinik
Program Studi Profesi Ners.
4. Bapak Henry Wiyono, Ners., M.Kep selaku pembimbing akademik yang
telah banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam
penyelesaian asuhan keperawatan ini.
5. Ibu Yessie Merryani, S.Kep., Ners selaku pembimbing lahan yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
6. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Palangka Raya, 06 November 2023
DAFTAR ISI
Lisnawatie
C
D
LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................1
KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan..........................................................................................2
1.4 Manfaat........................................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN TEORI...................................................................................4
2.1 Konsep Dasar Sistem Pencernaan...............................................................4
2.1.1 Definisi ............................................................................................4
2.1.2 Anatomi Fisiologi.............................................................................4
2.1.3 Tanda dan Keluhan Umum Sistem Pencernaan...............................5
2.1.4 Komplikasi.......................................................................................5
2.2 Konsep Dasar Gangguan Eliminasi Fekal....................................................7
2.2.1 Definisi Eliminasi Fekal.....................................................................
2.2.2 Konstipasi...........................................................................................
2.2.3 Etiologi...............................................................................................
2.2.4 Kondisi Klinis Terkait........................................................................
2.2.5 Gejala dan Tanda Mayor....................................................................
2.2.6 Komplikasi.........................................................................................
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang......................................................................
2.2.8 Penatalaksanaan Medis.......................................................................
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan..................................................................
2.3.1 Pengkajian Keperawatan....................................................................
2.3.2 Diagnosa Keperawatan.......................................................................
2.3.3 Intervensi Keperawatan......................................................................
2.3.4 Implementasi......................................................................................
2.3.5 Evaluasi..............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
D
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Paraparese adalah terjadinya gangguan antara dua anggota gerak tubuh
bagian bawah.Hal ini terjadi karena adanya efek antara sendi facet superior dan
inferior (parsinterartikularis). Paraparese adalah adanya defek pada pars
interartikularis tanpa subluksasi korpus vertebrata .parapareses terjadi pada 5%
dari populasi. Kebanyakan penderita tidak menunjukan gejala atau gejalanya
hanya minimal, dan sebagian besar kasus dengan tindakan konservatif
memberikan hasil yang baik. Parapareses dapat terjadi pada semua level
vertebrata, tapi yang paling sering terjadi pada vertebrata lumbal bagian bawah
(Sompa, 2018)
Kasus cidera pada tulang vertebra sekitar 70% karena trauma dan kurang
lebih setengahnya termasuk cedera pada vertebra, sekitar 50% dari kasus trauma
dikarenakan oleh kecelakan lalu-lintas. Kecelakaan industry sekitar 26%,
kecelakaan dirumah sekitar 10%mayoritas dari kasus trauma di temukan adanya
fraktur atau dislokasi, kurang dari 25% hanya fraktur saja. (Putra, 2022)
Permasalahan yang sering terjadi akibat cidera tulang belakang terutama
paraparese yaitu impairment seperti penurunan kekuatan otot pada ke dua
ekstremitas bawah sehingga potensi terjadi kontraktur otot, keterbatasan LGS,
decubitus, dan penurunan atau gangguan sensasi.Fungsional limitation seperti
adanya gangguan fungsional dasar seperti gangguan miring, duduk dan berdiri,
gangguan berjalan, dan disability yaitu ketidakmampuan melaksanakan kegiatan
yang berhubungan dengan lingkungan. Pasien yang terkena penyakit paraparese
akan mengalami kelemahan pada bagian anggota gerak tubuh bagian bawah,
pasien akan mengalami kelumpuhan, contohnya sulit berjalan, sulit melakukan
aktifitas sehari-hari, nyeri di bagian ekstremitas bawah dan goyah atau mudah
terjatuh, serta , konstipasi yang disebabkan oleh penurunan peristaltik usus
dikarenakan mobilitas menun. (Taufiqurrohman, 2017)
1.2 Rumusan Masalah
“Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Tn.H Dengan Diagnosa Medis
Paraparese inferior Dengan Kebutuhan Dasar Manusia Gangguan Eliminasi
1
2
4
5
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari
mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang
terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis,
asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan
lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi
depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi
bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan
membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim
pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim
(misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara
langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
2.1.2.2 Tenggorokan (Faring)
didepan ruas tulang belakang. Ke atas bagian depan berhubungan dengan rongga
hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan
dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium.
2.1.2.4 Lambung
Lambung atau bagian dari saluran pencernaan yang tidak mekar paling
banyak terletak terutama di daerah epigastrium diafragma dan didepan pankreas,
dan sebagian di sebelah kiri daerah umbilikus dan dikelilingi oleh usus besar,
panjang usus halus ± 2,5 meter dalam keadaan hidup, dibagi beberapa bagian
yaitu duodenum yang panjangnya ± 25 cm, yeyunum ± 2 meter dan ileum ± 1
meter.
(1) Fungsi motorik yaitu sebagai tempat penyimpanan makanan sampai makanan
tersebut sedikit-sedikit dicerna.
(2) Fungsi sekresi dan pencernaan yaitu mengeluarkan sekret cairan pencernaan,
getah lambung (HCl) yang mengasamkan semua makanan dan bekerja
sebagai zat antiseptik dan desinfektan sehingga banyak organisme yang ikut
masuk bersama makanan dan tidak berbahaya. Beberapa enzim pencernaan
yang terdapat dalam getah lambung diantaranya adalah pepsin yang akan
memecahkan lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
(3) Fungsi usus halus antara lain:
a. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui
kapiler-kapiler darah.
b. Menyederhanakan semua zat protein menjadi asam amino.
c. Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot
berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan
normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam
kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi
secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang
melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting : Lendir melindungi sel-sel
lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir
ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak
lambung. Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan
oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan
sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein).
2.1.2.5 Usus Halus (Usus Kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di
antara lambung dan usus besar.
9
meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan
digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
3) Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak
setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki
pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12
dan garam empedu.
usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak
terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan
anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang
penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran
pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari
permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan
penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui
proses defekasi (buang air besar), yang merupakan fungsi utama anus.
2.1.3 Tanda dan Keluhan Umum Sistem Pencernaan
2.1.3.1 Keluhan Utama
Keluhan utama didapat dengan menanyakan tentang gangguan terpenting
yang dirasakan pasien sampai perlu pertolongan. Keluhan utama pada pasien
gangguan sistem pencernaan secara umum antara lain:
a) Nyeri
Keluhan nyeri dari pasien sering menjadi keluhan utama dari pasien untuk
meminta pertolongan kesehatan yang bersumber dari masalah saluran
gastrointestinal dan organ aksesori. Dalam mengkaji nyeri, perawat dapat
melakukan pendekatan PQRST, sehingga pengkajian dapat lebih komprehensif.
Kondisi nyeri biasanya bergantung pada penyebab dasar yang juga mempengaruhi
lokasi dan distribusi penyebaran nyeri.
b) Mual muntah
Keluhan mual muntah merupakan kondisi yang sering dikeluhkan dan
biasanya selalu berhubungan dengan kerja involunter dari gastrointestinal. Mual
(nausea) adalah sensasi subjektif yang tidak menyenangkan dan sering
mendahului muntah. Mual disebabkan oleh distensi atau iritasi dari bagian
manasaja dari saluran GI, tetapi juga dapat dirangsang oleh pusat-pusat otak yang
lebih tinggi. Interpretasi mual terjadi di medulla, bagian samping, atau bagian dari
pusat muntah. Muntah merupakan salah satu cara traktus gastrointestinal
membersihkan dirinya sendiri dari isinya ketika hampir semua bagian atau traktus
gastrointestinal teriritasi secara luas, sangat mengembang, atau sangat terangsang.
c) Kembung dan Sendawa (Flatulens)
13
dianggap sebagai penurunan relative jumlah buang air besar pada seseorang.
Defekasi dapat menjadi sulit apabila feses mengeras dan kompak. Hal ini terjadi
apabila individu mengalami dehidrasi atau apabila tindakan BAB ditunda
sehingga memungkinkan lebih banyak air yang terserap keluar sewaktu feses
berada di usus besar.diet berserat tinggi mempertahankan kelembaban feses
dengan cara menarik air secara osmosis ke dalam feses dan dengan merangsang
peristaltic kolon melalui peregangan. Dengan demikian, orang yang makan
makanan rendah serat atau makananan yang sangat dimurnikan beresiko lebih
besar mengalami konstipasi. Olah raga mendorong defekasi dengan merangsang
saluran GE secara fisik. Dengan demikian, orang yang sehari-harinya jarang
bergerak berisiko tinggi mengalami konstipasi.
2.1.4 Komplikasi Yang Sering Muncul Pada Sistem Pencernaan
Menurut Linda Chandranata (2000) komplikasi dari gastrointestinal adalah:
1) Kanker esofagus, meliputi disfagia, tidak bisa makan dan perasaan penuh di
perut adalah tidak jelas dan dapat dihubungkan dengan beberapa kondisi lain.
Gejala-gejala ini dapat dengan mudah dihubungkan dengan konsumsi tipe
makanan tertentu (pedas, gorengan, dll).
2) Kanker lambung, rasa tidak nyaman epigastrik, tidak bisa makan dan perasaan
gembung setelah makan.. ini adalah gejala semu yang dengan mud ah dikaitkan
dengan kegagalan lambung.
3) Kanker pankreas, penurunan barat badan, ikterik dan nyeri daerah punggung
atau epigastrik adalah triad gejala yang umum.
4) Kanker hepar, nyeri abdomen yang sangat sakit , tumpul, dan pada kuadran
atas kanan, nyeri bersifat terus menerus, mengganggu tidur dan bertambah
sakit saat posisi tidur miring kekanan dan mungkin menyebar ke skapula
kanan.
5) Kanker kolorektal, perubahan dalam defekasi, darah pada feses, konstipasi,
perubahan dalam penampilan fesestenesmus, anemia, dan perdarahan rektal
merupakan keluhan utama yang mungkin mengindikasikan adanya kanker
kolorektal.
15
Pokja SDKI DPP PPNI, (2017) konstipasi berupa penurunan defekasi normal
yang disertai pengeluaran feses tidak tuntas serta feses kering dan banyak
2.2.3 Etiologi
Etiologi dari konstipasi menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017) yaitu
sebagai berikut:
1. Fisiologis
a. Penurunan motilitas gastrointestinal
b. Ketidakadekuatan pertumbuhan gigi
c. Ketidakcukupan asupan serat
d. Ketidakcukupan diet
e. Ketidakcukupan asupan cairan
f. Aganglionik (misalnya penyakit Hirsprung)
g. Kelemahan otot abdomen
2. Psikologis
a. Konfusi
b. Depresi
c. Gangguan emosional
3. Situasional
a. Perubahan kebiassan makan (misalnya, jenis makanan, jadwal
makanan)
b. Ketidakadekuatan toileting
c. Aktivitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan Penyalahgunaan
laksatif
d. Efek agen farmakologis
e. Ketidakaturan kebiasaan defikasi
f. Kebiasaan menahan doronngan defikasi
g. Perubahan lingkungan
2.2.4 Kondisi Klinis Terkait
Kondisi klinis terkait dari konstipasi menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
(2017) yaitu sebagai berikut:
1. Lesi atau cedera pada madula spinalis
2. Spina bifida
17
3. Stroke
4. Skleroris multipel
5. Penyakit Parkinson
6. Demensia
7. Hiperparatiroidisme
8. Hipoparatiroidisme
9. Ketidakseimbangan elekrolit
10. Hemoroid
11. Obesitas
12. Pasca operasi obstruksi bowel
13. Kehamilan
14. Pembesaran Prostat
15. Abses rektal
16. Fisura anorektal
17. Striktura anorektal
18. Tumor
19. Penyakit Hirsprung disease
2.2.5 Gejala dan tanda Mayor
Gejala dan tanda minor dari konstipasi menurut Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, (2017) yaitu sebagai berikut:
1. Subjektif
a. Mengejan saat defekasi
2. Objektif
a. Distensi abdomen
b. Kelemahan umum
c. Teraba massa pada rektal
18
19
B3 B4
B1 B2 Blood Bladder B5 B6
Breathing Brain Bowel Bone
MK: Gangguan
meringis Eliminasi Urin
MK: Gangguan
Mobilitas Fisik
MK: Nyeri
Akut
20
dari lipatan
3. Pastikan kantung urine diletakkan dibawah
ketinggian kandung kemih dan tidak dilantai
4. Lakukan perawatan parineal
5. Lakukan irigasi rutin dengan cairan isotonis untuk
mencegah kolonisasi bakteri
6. Kosongkan kantung urine jika kantong urin telah
terisi setengahnya
7. Ganti kateter dan kantung urin secara rutin sesuai
protocol atau sesuai indikasi
8. Lepaskan kateter urine sesuai kebutuhan
9. Jaga privasi selama melakukan tindakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan,manfaat,prosedur, dan risiko
sebelum pemasangan kateter,
Defisit Nutrisi Berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nutrisi (I.03119)
Dengan Peningkatan Kebutuhan diharapkan selama 3x24 jam keadekuatan Observasi
Metabolisme (D.0019) asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan 1. Identifikasi status nutrisi
metabolism membaik, dengan kriteria 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
hasil: 3. Identifikasi makanan yang disukai
SLKI (L.03030) 4. Identifikasi kalori dan jenis nutrisi
1. Porsi makan yang dihabiskan 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang
meningkat nasogastric
2. Frekuensi makan membaik 6. Monitor asupan makanan
30
Neuromuskular (SDKI D.0054) fisik membaik dengan kriteria hasil: 1. Monitor kondisi kulit
SLKI (L.05042) 2. Monitor komplikasi tirah baring (mis. kehilangan
1. Pergerakan ekstremitas meningkat massa otot, sakit punggung. konstipasi, stress,
2. Kekuatan otot meningkat depresi, kebingungan, perubahan irama tidur,
3. Rentang gerak (ROM) meningkat infeksi saluran kemih, sulit buang air kecil,
Kelemahan fisik menurun pneumonia)
Terapeutik
3. Posisikan senyaman mungkin
4. Pertahankan seprei tetap kering, bersih dan tidak
kusut
5. Berikan latihan gerak aktif atau pasif
6. Pertahankan kebersihan klien
7. Fasilitasi pemenuhan kebutuhan sehari-hari
Edukasi
Jelaskan tujuan dilakukan tirah baring
32
2.3.4 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah tahap keempat yang merupakan tahap
pelaksanaan dari berbagai tindakan keperawatan yang telah direncanakan. Dalam
tahap implementasi keperawatan, petugas kesehatan harus sudah memahami
mengenai tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien. Suatu koordinasi dan
kerja sama sangatlah penting untuk dijaga dalam tahap implementasi keperawatan
sehingga ketika terjadi hal yang tidak terduga, maka petugas kesehatan akan
berkoordinasi dengan petugas kesehatan yang lainnya untuk saling bekerjasama
dalam pemecahan masalah. Tahap implementasi keperawatan dilakukan untuk
melaksanakan tindakan yang telah direncanakan guna membantu mengatasi
masalah yang dialami pasien (Prabowo, 2018).
2.3.5 Evaluasi
Tahap evaluasi keperawatan ini dapat menilai sejauh mana keberhasilan
yang dicapai dan seberapa besar kegagalan yang terjadi. Dari hasil evaluasi,
tenaga kesehatan dapat menilai pencapaian dari tujuan serta dari hasil evaluasi ini,
tenaga kesehatan akan menjadikan hasil evaluasi ini sebagai bahan koreksi dan
catatan untuk perbaikan tindakan yang harus dilakukan (Prabowo, 2018).
Evaluasi keperawatan disusun dengan menggunakan SOAP yang operasional,
seperti :
a. S (Subjektif) adalah ungkapan perasaan maupun keluhan yang disampaikan
pasien
b. O (Objektif) adalah pengamatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
melalui sikap ibu ketika dan setelah dilakukan tindakan keperawatan
c. A (Assesment) adalah analisa tenaga kesehatan setelah mengetahui respon
subjektif dan objektif yang dibandingkan dengan tujuan dan kriteria hasil
yang ada pada rencana keperawatan
d. P (Planning) adalah perencanaan untuk tindakan selanjutnya yang akan
dilakukan oleh tenaga kesehatan setelah melakukan analisa atau assesmen.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosi Keperawatan Indonesia
(1st ed.). DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (1st
ed.). DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI.( 2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Cetakan Pertama. Jakarta: DPP PPNI PUSAT.