Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

Tn.H DENGAN DIAGNOSA MEDIS PARAPARESE DENGAN


KEBUTUHAN DASAR MANUSIA ELIMINASI FEKAL
(KONSTIPASI) DI RUANG NUSA INDAH RSUD
dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

OLEH:

LISNAWATIE
NIM : 20231490104040

YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN AJARAN 2023/2024
B

LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Ini Di Susun Oleh :


Nama : Lisnawatie
NIM : 20231490104040
Program Studi : Profesi Ners
Judul : “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.H
Dengan Diagnosa Medis Paraparese inferior Dengan Kebutuhan
Dasar Manusia Gangguan Eliminasi Fekal (Konstipasi) Di
Ruang Nusa Indah RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”
Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk
menyelesaikan Praktik Klinik Keperawatan Dasar Profesi Program Studi Profesi
Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Henry Wiyono, Ners., M.Kep Yessie Merryani, S.Kep., Ners

KATA PENGANTAR

B
C

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan
Pada Tn.H Dengan Diagnosa Medis Paraparese Inferior Dengan Kebutuhan
Dasar Manusia gangguan eliminasi fekal (Konstipasi) Di Ruang Nusa Indah
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna
melengkapi tugas Profesi Ners.

Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKES Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKES Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Isna Wiranti, S.Kep., Ners selaku koordinator Praktik Pra Klinik
Program Studi Profesi Ners.
4. Bapak Henry Wiyono, Ners., M.Kep selaku pembimbing akademik yang
telah banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam
penyelesaian asuhan keperawatan ini.
5. Ibu Yessie Merryani, S.Kep., Ners selaku pembimbing lahan yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
6. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Palangka Raya, 06 November 2023

DAFTAR ISI
Lisnawatie

C
D

LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................1
KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan..........................................................................................2
1.4 Manfaat........................................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN TEORI...................................................................................4
2.1 Konsep Dasar Sistem Pencernaan...............................................................4
2.1.1 Definisi ............................................................................................4
2.1.2 Anatomi Fisiologi.............................................................................4
2.1.3 Tanda dan Keluhan Umum Sistem Pencernaan...............................5
2.1.4 Komplikasi.......................................................................................5
2.2 Konsep Dasar Gangguan Eliminasi Fekal....................................................7
2.2.1 Definisi Eliminasi Fekal.....................................................................
2.2.2 Konstipasi...........................................................................................
2.2.3 Etiologi...............................................................................................
2.2.4 Kondisi Klinis Terkait........................................................................
2.2.5 Gejala dan Tanda Mayor....................................................................
2.2.6 Komplikasi.........................................................................................
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang......................................................................
2.2.8 Penatalaksanaan Medis.......................................................................
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan..................................................................
2.3.1 Pengkajian Keperawatan....................................................................
2.3.2 Diagnosa Keperawatan.......................................................................
2.3.3 Intervensi Keperawatan......................................................................
2.3.4 Implementasi......................................................................................
2.3.5 Evaluasi..............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................

D
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Paraparese adalah terjadinya gangguan antara dua anggota gerak tubuh
bagian bawah.Hal ini terjadi karena adanya efek antara sendi facet superior dan
inferior (parsinterartikularis). Paraparese adalah adanya defek pada pars
interartikularis tanpa subluksasi korpus vertebrata .parapareses terjadi pada 5%
dari populasi. Kebanyakan penderita tidak menunjukan gejala atau gejalanya
hanya minimal, dan sebagian besar kasus dengan tindakan konservatif
memberikan hasil yang baik. Parapareses dapat terjadi pada semua level
vertebrata, tapi yang paling sering terjadi pada vertebrata lumbal bagian bawah
(Sompa, 2018)
Kasus cidera pada tulang vertebra sekitar 70% karena trauma dan kurang
lebih setengahnya termasuk cedera pada vertebra, sekitar 50% dari kasus trauma
dikarenakan oleh kecelakan lalu-lintas. Kecelakaan industry sekitar 26%,
kecelakaan dirumah sekitar 10%mayoritas dari kasus trauma di temukan adanya
fraktur atau dislokasi, kurang dari 25% hanya fraktur saja. (Putra, 2022)
Permasalahan yang sering terjadi akibat cidera tulang belakang terutama
paraparese yaitu impairment seperti penurunan kekuatan otot pada ke dua
ekstremitas bawah sehingga potensi terjadi kontraktur otot, keterbatasan LGS,
decubitus, dan penurunan atau gangguan sensasi.Fungsional limitation seperti
adanya gangguan fungsional dasar seperti gangguan miring, duduk dan berdiri,
gangguan berjalan, dan disability yaitu ketidakmampuan melaksanakan kegiatan
yang berhubungan dengan lingkungan. Pasien yang terkena penyakit paraparese
akan mengalami kelemahan pada bagian anggota gerak tubuh bagian bawah,
pasien akan mengalami kelumpuhan, contohnya sulit berjalan, sulit melakukan
aktifitas sehari-hari, nyeri di bagian ekstremitas bawah dan goyah atau mudah
terjatuh, serta , konstipasi yang disebabkan oleh penurunan peristaltik usus
dikarenakan mobilitas menun. (Taufiqurrohman, 2017)
1.2 Rumusan Masalah
“Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Tn.H Dengan Diagnosa Medis
Paraparese inferior Dengan Kebutuhan Dasar Manusia Gangguan Eliminasi

1
2

Fekal (Konstipasi) Di Ruang Nusa Indah RSUD dr. Doris Sylvanus


Palangka Raya?”
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan dan memberikan Asuhan Keperawatan Pada
Tn.H Dengan Diagnosa Medis Paraparese Inferior Dengan Kebutuhan
Dasar Manusia gangguan eliminasi fekal (Konstipasi) Di Ruang Nusa Indah
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Konsep Dasar Penyakit
2. Mahasiswa mampu menjelaskan Manajemen Asuhan Keperawatan Pada
pasien dengan Diagnosa Medis Paraparese Inferior Dengan Kebutuhan
Dasar Manusia Gangguan Eliminasi Fekal (Konstipasi) Di Ruang Nusa
Indah RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
3. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Pada Tn.H
Dengan Diagnosa Medis Paraparese Inferior Dengan Kebutuhan Dasar
Manusia Gangguan Eliminasi Fekal (Konstipasi) Di Ruang Nusa Indah
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
4. Mahasiswa mampu menentukan dan menyusun Intervensi Keperawatan
Pada Tn.H Dengan Diagnosa Medis Paraparese Inferior Dengan Kebutuhan
Dasar Manusia Gangguan Eliminasi Fekal (Konstipasi) Di Ruang Nusa
Indah RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
5. Mahasiswa mampu melaksanakan Implementasi Keperawatan pada Pada
Tn.H Dengan Diagnosa Medis Paraparese Inferior Dengan Kebutuhan
Dasar Manusia gangguan eliminasi fekal (Konstipasi) Di Ruang Nusa Indah
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
6. Mahasiswa mampu melakukan Evaluasi Keperawatan pada Pada Tn.H
Dengan Diagnosa Medis Paraparese Inferior Dengan Kebutuhan Dasar
Manusia Gangguan Eliminasi Fekal (Konstipasi) Di Ruang Nusa Indah
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
7. Mahasiswa mampu menyusun Dokumentasi Keperawatan pada Pada Tn.H
Dengan Diagnosa Medis Paraparese Inferior Dengan Kebutuhan Dasar
3

Manusia Gangguan Eliminasi Fekal (Konstipasi) Di Ruang Nusa Indah


RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan
ilmu pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program
Studi Profesi Ners STIKES Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit dengan dianosa
medis Paraprase Inferior secara benar dan bisa melakukan keperawatan di
rumah dengan mandiri.
1.4.3 Bagi Institusi
1. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan tentang Paraprase Inferior dan Asuhan
Keperawatannya.
2. Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan
Meningkatkan mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien
dengan Diagnosa Medis Paraprase Inferior melalui Asuhan Keperawatan
yang dilaksanakan secara komprehensif.
3. Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien.
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Sistem Pencernaan


2.1.1 Definisi
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai
anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima
makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke
dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau
merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan,
lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga
meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati
dan kandung empedu.
Sistem pencernaan berhubungan dengan penerimaan makanan dan
mempersiapkan nya untuk diasimilasi tubuh. Selain itu mulut memuat gigi untuk
mengunyah makanan, dan lidah yang membantu untuk cita rasa dan menelan.
Beberapa kelenjar atau kelompok kelenjar menuangkan cairan pencerna penting
ke dalam saluran pencernaan. Saluran-saluran pencernaan dibatasi selaput lendir
(membran mukosa), dari bibir sampai ujung akhir esofagus, ditambah lapisan-
lapisan epitelium (Pearce Evelin C. 2009).
2.1.2 Anatomi Fisiologi

2.1 Gambar Anatomi Sistem Pencernaan

4
5

Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran


pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu:
2.1.2.1 Rongga Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada
hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal
dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus.

2.2 Gambar Rongga Mulut

Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari
mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang
terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis,
asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan
lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi
depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi
bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan
membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim
pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim
(misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara
langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
2.1.2.2 Tenggorokan (Faring)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal


dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring terdapat tonsil
(amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan
merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan
nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung,
6

didepan ruas tulang belakang. Ke atas bagian depan berhubungan dengan rongga
hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan
dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium.

2.3 Gambar Tenggorokan


Tekak terdiri dari: Bagian superior = bagian yang sangat tinggi dengan hidung,
bagian media = bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior =
bagian yang sama tinggi dengan laring. Bagian superior disebut nasofaring, pada
nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang
telinga,Bagian media disebut orofaring,bagian ini berbatas kedepan sampai diakar
lidah bagian inferior disebut laring gofaring yang menghubungkan orofaring
dengan laring.
2.1.2.3 Kerongkongan (Esofagus)

2.4 Gambar Kerongkongan (Esofagus)


Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui
sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan
berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering
juga disebut esofagus.
7

2.1.2.4 Lambung
Lambung atau bagian dari saluran pencernaan yang tidak mekar paling
banyak terletak terutama di daerah epigastrium diafragma dan didepan pankreas,
dan sebagian di sebelah kiri daerah umbilikus dan dikelilingi oleh usus besar,
panjang usus halus ± 2,5 meter dalam keadaan hidup, dibagi beberapa bagian
yaitu duodenum yang panjangnya ± 25 cm, yeyunum ± 2 meter dan ileum ± 1
meter.

2.5 Gambar Lambung


Struktur lambung terdiri dari 4 lapisan yaitu:
1) Lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa
2) Lapisan berotot yang terdiri atas 3 lapisan yaitu :
a) Selaput longitudinal yang tidak dalam dan tidak bersambung dengan otot
oesofagus.
b) Serabut oblig yang terutama pada fundus lambung dan berjalan dari
orifisum kardiak, kemudian membelok ke bawah melalui kurvatura minor.
c) Serabut sirkuler yang paling tebal dan terletak di pilorus serta membentuk
otot spingter dan berada di bawah lapisan pertama
3) Lapisan sub mukosa yang terdiri dari jaringan areolar berisi pembuluh darah
dan saluran limfe
4) Lapisan mukosa yang terletak di sebelah dalam, tebal yang terdiri dari atas
banyak kerutan dan rugae yang hilang bila organ itu mengembang oleh
karena berisi makanan
Membran mukosa dilapisi epitelium silindris dan berisi banyak cairan limfe.
Fungsi lambung terdiri dari :
8

(1) Fungsi motorik yaitu sebagai tempat penyimpanan makanan sampai makanan
tersebut sedikit-sedikit dicerna.
(2) Fungsi sekresi dan pencernaan yaitu mengeluarkan sekret cairan pencernaan,
getah lambung (HCl) yang mengasamkan semua makanan dan bekerja
sebagai zat antiseptik dan desinfektan sehingga banyak organisme yang ikut
masuk bersama makanan dan tidak berbahaya. Beberapa enzim pencernaan
yang terdapat dalam getah lambung diantaranya adalah pepsin yang akan
memecahkan lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
(3) Fungsi usus halus antara lain:
a. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui
kapiler-kapiler darah.
b. Menyederhanakan semua zat protein menjadi asam amino.
c. Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot
berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan
normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam
kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi
secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang
melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting : Lendir melindungi sel-sel
lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir
ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak
lambung. Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan
oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan
sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein).
2.1.2.5 Usus Halus (Usus Kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di
antara lambung dan usus besar.
9

2.6 Gambar Usus halus


Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang
diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang
melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan
makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang
mencerna protein, gula dan lemak.
1) Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum).
Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai
dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz. Usus dua belas jari
merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput
peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan.
Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan
kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum
digitorum, yang berarti dua belas jari. Lambung melepaskan makanan ke dalam
usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.
Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang
bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal
kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
2) Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian
kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus
penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8
10

meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan
digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
3) Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak
setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki
pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12
dan garam empedu.

2.1.2.6 Usus Besar (Kolon)


Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu
dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.

2.7 Gambar Usus Besar (Kolon)


Usus besar terdiri dari :
(1) Kolon asendens (kanan)
(2) Kolon transversum
(3) Kolon desendens (kiri)
(4) Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus
besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini
penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya
terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah
diare.
11

(1) Usus Buntu (sekum)


Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi
adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon
menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan
beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar,
sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau
seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
(2) Appendix
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.
Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis
yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam
rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen). Dalam anatomi
manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau
hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum.
Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa,
Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm.
Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda –
bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di
peritoneum. Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ
vestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi
dalam sistem limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai
appendektomi.
Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah
ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir
di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses.
Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi,
yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke
dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum
akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan
defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke
12

usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak
terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan
anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang
penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran
pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari
permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan
penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui
proses defekasi (buang air besar), yang merupakan fungsi utama anus.
2.1.3 Tanda dan Keluhan Umum Sistem Pencernaan
2.1.3.1 Keluhan Utama
Keluhan utama didapat dengan menanyakan tentang gangguan terpenting
yang dirasakan pasien sampai perlu pertolongan. Keluhan utama pada pasien
gangguan sistem pencernaan secara umum antara lain:
a) Nyeri
Keluhan nyeri dari pasien sering menjadi keluhan utama dari pasien untuk
meminta pertolongan kesehatan yang bersumber dari masalah saluran
gastrointestinal dan organ aksesori. Dalam mengkaji nyeri, perawat dapat
melakukan pendekatan PQRST, sehingga pengkajian dapat lebih komprehensif.
Kondisi nyeri biasanya bergantung pada penyebab dasar yang juga mempengaruhi
lokasi dan distribusi penyebaran nyeri.
b) Mual muntah
Keluhan mual muntah merupakan kondisi yang sering dikeluhkan dan
biasanya selalu berhubungan dengan kerja involunter dari gastrointestinal. Mual
(nausea) adalah sensasi subjektif yang tidak menyenangkan dan sering
mendahului muntah. Mual disebabkan oleh distensi atau iritasi dari bagian
manasaja dari saluran GI, tetapi juga dapat dirangsang oleh pusat-pusat otak yang
lebih tinggi. Interpretasi mual terjadi di medulla, bagian samping, atau bagian dari
pusat muntah. Muntah merupakan salah satu cara traktus gastrointestinal
membersihkan dirinya sendiri dari isinya ketika hampir semua bagian atau traktus
gastrointestinal teriritasi secara luas, sangat mengembang, atau sangat terangsang.
c) Kembung dan Sendawa (Flatulens)
13

Akumulasi gas di dalam saluran gastrointestinal dapat mengakibatkan


sendawa yaitu pengeluaran gas dari lambung melalui mulut (flatulens) yaitu
pengeluaran gas dari rektm. Sendawa terjadi jika menelan udara dimana cepat
dikeluarkan bila mencapai lambung. Biasanya, gas di usus halus melewati kolon
dan di keluarkan. Pasien sering mengeluh kembung, distensi, atau merasa penuh
dengan gas
d) Ketidaknyamanan Abdomen
Ketidaknyamanan pada abdomen secara lazim berhubngan dengan
gangguan saraf lambung dan gangguan saluran gastrointestinal atau bagian lain
tubuh. Makanan berlemak cenderung menyebabkan ketidaknyamanan karena
lemak tetap berada di bawah lambung lebih lama dari protein atau karbohidrat.
Sayuran kasar dan makanan yang sangat berbumbu dapat juga mengakibatkan
penyakit berat. Ketidaknyamanan atau distress abdomen bagian atas yang
berhubungan dengan makanan yang merupakan keluhan utama dari pasien dengan
disfungsi gastrointestinal. Dasar distress gerakan abdomen ini merupakan gerakan
peristaltic lambung pasien sendiri. Defekasi dapat atau tidak dapat menghilangkan
nyeri
e) Diare
Diare adalah peningkatan keenceran dan frekuensi feses. Diare dapat terjadi
akibat adanya zat terlarut yang tidak dapat diserap di dalam feses, yang disebut
diare osmotic, atau karena iritasi saluran cerna. Penyebab tersering iritasi adalah
infeksi virus atau bakteri di usus halus distal atau usus besar. Iritasi usus oleh
suatu pathogen mempengaruhi lapisan mukosa usus sehingga terjadi peningkatan
produk-produk sekretorik termasuk mucus. Iritasi oleh mikroba jga
mempengaruhi lapisan otot sehingga terjadi peningkatan motilitas. Peningkatan
motilitas menyebabkan banyak air dan elektrolit terbuang karena waktu yang
tersedia untuk penyerapan zat-zat tersebut di kolon berkuran. Individu yang
mengalami diare berat dapat meninggal akibat syok hipovolemik dan kelainan
elektrolit.
f) Konstipasi
Konstipasi didefinisikan sebagai defekasi yang sulit atau jarang. Frekuensi
defekasi berbeda-beda setiap orang sehingga definisi ini bersifat subjektif dan
14

dianggap sebagai penurunan relative jumlah buang air besar pada seseorang.
Defekasi dapat menjadi sulit apabila feses mengeras dan kompak. Hal ini terjadi
apabila individu mengalami dehidrasi atau apabila tindakan BAB ditunda
sehingga memungkinkan lebih banyak air yang terserap keluar sewaktu feses
berada di usus besar.diet berserat tinggi mempertahankan kelembaban feses
dengan cara menarik air secara osmosis ke dalam feses dan dengan merangsang
peristaltic kolon melalui peregangan. Dengan demikian, orang yang makan
makanan rendah serat atau makananan yang sangat dimurnikan beresiko lebih
besar mengalami konstipasi. Olah raga mendorong defekasi dengan merangsang
saluran GE secara fisik. Dengan demikian, orang yang sehari-harinya jarang
bergerak berisiko tinggi mengalami konstipasi.
2.1.4 Komplikasi Yang Sering Muncul Pada Sistem Pencernaan
Menurut Linda Chandranata (2000) komplikasi dari gastrointestinal adalah:
1) Kanker esofagus, meliputi disfagia, tidak bisa makan dan perasaan penuh di
perut adalah tidak jelas dan dapat dihubungkan dengan beberapa kondisi lain.
Gejala-gejala ini dapat dengan mudah dihubungkan dengan konsumsi tipe
makanan tertentu (pedas, gorengan, dll).
2) Kanker lambung, rasa tidak nyaman epigastrik, tidak bisa makan dan perasaan
gembung setelah makan.. ini adalah gejala semu yang dengan mud ah dikaitkan
dengan kegagalan lambung.
3) Kanker pankreas, penurunan barat badan, ikterik dan nyeri daerah punggung
atau epigastrik adalah triad gejala yang umum.
4) Kanker hepar, nyeri abdomen yang sangat sakit , tumpul, dan pada kuadran
atas kanan, nyeri bersifat terus menerus, mengganggu tidur dan bertambah
sakit saat posisi tidur miring kekanan dan mungkin menyebar ke skapula
kanan.
5) Kanker kolorektal, perubahan dalam defekasi, darah pada feses, konstipasi,
perubahan dalam penampilan fesestenesmus, anemia, dan perdarahan rektal
merupakan keluhan utama yang mungkin mengindikasikan adanya kanker
kolorektal.
15

2.2 Konsep Dasar Gangguan Eliminasi Fekal (Konstipasi)


2.2.1 Definisi Eliminasi Fekal
Menurut Tarwoto & Wartonah (2015), menyatakan bahwa eliminasi
merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh baik yang melalui
ginjal berupa urin maupun melalui gastrointestinal yang berupa fekal. Eliminasi
fekal (defekasi) adalah pengeluaran feses dari anus dan rectum. Defekasi juga
disebut bowel movement atau pergerakan usus (Kozier et al.,2011).
Sedangkan menurut (NANDA 2012), eliminasi fekal adalah kondisi dimana
seseorang mengalami perubahan pola yang normal dalam berdefekasi dengan
karakteristik tidak terkontrolnya buang air besar.Perubahan eliminasi dapat terjadi
karena penyakit gastrointestinal atau penyakit di system tubuh yang lain. Usus
berespons terhadap perubahan bahkan perubahan kecil dalam kebiasaan individu
yangnbiasa atau perubahan olahraga (Rosdahl & Kowalski, 2012)..
2.2.2 Konstipasi
Eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia dan berperan penting untuk
kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk mempertahankan
keseimbangan fisiologis melalui pembuangan sisa-sisa metabolisme. Sisa
metabolisme terbagi menjadi dua jenis yaitu berupa feses yang berasal dari
saluran cerna dan urin melalui saluran perkemihan (Kasiati & Rosmalawati,
2016).
Gangguan eliminasi fekal menurut (NANDA 2012), yaitu kondisi dimana
seseorang mengalami perubahan pola yang normal dalam berdefekasi dengan
karakteristik tidak terkontrolnya buang air besar. Perubahan eliminasi dapat
terjadi karena penyakit gastrointestinal atau penyakit di system tubuh yang lain.
Macam-macam masalah gangguan eliminasi fekal itu sendiri yaitu konstipasi,
impaksi fekal, Diare, Inkontinensia fekal, kembung dan hemoroid. Menurut Tim
16

Pokja SDKI DPP PPNI, (2017) konstipasi berupa penurunan defekasi normal
yang disertai pengeluaran feses tidak tuntas serta feses kering dan banyak
2.2.3 Etiologi
Etiologi dari konstipasi menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017) yaitu
sebagai berikut:
1. Fisiologis
a. Penurunan motilitas gastrointestinal
b. Ketidakadekuatan pertumbuhan gigi
c. Ketidakcukupan asupan serat
d. Ketidakcukupan diet
e. Ketidakcukupan asupan cairan
f. Aganglionik (misalnya penyakit Hirsprung)
g. Kelemahan otot abdomen
2. Psikologis
a. Konfusi
b. Depresi
c. Gangguan emosional
3. Situasional
a. Perubahan kebiassan makan (misalnya, jenis makanan, jadwal
makanan)
b. Ketidakadekuatan toileting
c. Aktivitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan Penyalahgunaan
laksatif
d. Efek agen farmakologis
e. Ketidakaturan kebiasaan defikasi
f. Kebiasaan menahan doronngan defikasi
g. Perubahan lingkungan
2.2.4 Kondisi Klinis Terkait
Kondisi klinis terkait dari konstipasi menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
(2017) yaitu sebagai berikut:
1. Lesi atau cedera pada madula spinalis
2. Spina bifida
17

3. Stroke
4. Skleroris multipel
5. Penyakit Parkinson
6. Demensia
7. Hiperparatiroidisme
8. Hipoparatiroidisme
9. Ketidakseimbangan elekrolit
10. Hemoroid
11. Obesitas
12. Pasca operasi obstruksi bowel
13. Kehamilan
14. Pembesaran Prostat
15. Abses rektal
16. Fisura anorektal
17. Striktura anorektal
18. Tumor
19. Penyakit Hirsprung disease
2.2.5 Gejala dan tanda Mayor
Gejala dan tanda minor dari konstipasi menurut Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, (2017) yaitu sebagai berikut:
1. Subjektif
a. Mengejan saat defekasi
2. Objektif
a. Distensi abdomen
b. Kelemahan umum
c. Teraba massa pada rektal
18
19

WOC Paraprase Inferior


Etiologi dari paraparese diantaranya
adalah genetik, infeksi dan virus dan
faktor lingkungan

B3 B4
B1 B2 Blood Bladder B5 B6
Breathing Brain Bowel Bone

Agen infeksi patogen Penurunan


Ketidakmampuan sel Agen infeksi Ketidakmampuan
memasuki tubuh tingkat kesadaran
untuk Menggunakan O2 memasuki tubuh Penurunan menelan Blok Saraf
Penurunan aktifitas Motorik
sirkulasi darah
Disfungsi
Meningkatnya BB menurun
Berkurangnya O2 Gangguan mekanisme eliminasi
leukosit Ketidakadeku
diparu dinamika intrakranial Peningkatan atan toileting Kelumpuhan
tekanan Nafsu makan
Gangguan Suhu tubuh Penrunan Otot
darah menurun
neurologis meningkat aktifitas Ekstremitas
Kerusakan Peristaltik
jaringan menurun
Akral teraba Ketidakadeku
Dyspnea dingin atan toileting Kekuatan Otot
MK: Risiko MK: Defisit
Menurunnya Infeksi Nutrisi Menurut
kapasitas MK:
intrakranial Distensi kandung Konstipasi
MK: Perfusi kemih
MK: Pola Napas Perifer Tidak Kesulitan
Tidak efektif
Sakit kepala Efektif Bergerak

MK: Gangguan
meringis Eliminasi Urin
MK: Gangguan
Mobilitas Fisik

MK: Nyeri
Akut
20

2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian Keperawatan
2.3.1.1 Identitas klien
Meliputi nama, umur, (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
2.3.1.2 Keluhan Utama
Biasanya didapatkan laporan kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas,
inkontinensia defekasi dan berkemih.
2.3.1.3 Riwayat penyakit sekarang
Biasanya terjadi riwayat trauma, pengkajian yang didapat meliputi
hilangnya sensibilitas, paralisis, ileus paralitik, retensi urin, hilangnya
refleks.
2.3.1.4 Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit infeksi, tumor, cedera tulang belakang, DM,
jantung, anemia, obat antikoagulan, alcohol.
2.3.1.5 Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya generasi dahulu yang menderita hipertensi atau DM.
Data dasar pengkajian (Putra, 2022)
1. Aktivitas/istirahat
Tanda: kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok spinal)
pada/dibawah lesi. Kelemahan umum/kelemahan otot (trauma dan adanya
kompresi saraf).
2. Sirkulasi
Gejala: berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi atau
bergerak. Tanda: hipotensi, hipotensi postural, bradikardi, ekstremitas
dingin dan pucat, hilangnya keringat pada daerah yang terkena.
3. Eliminasi
Gejala: inkontiensia defekasi dan berkemih
Tanda: retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena,
emesis berwarna seperti koping tanah/hematemesis.
4. Integritas ego
21

Gejala: menyangkal, tidak percaya, sedih, marah.


Tanda: takut, cemas, gelisah, menarik diri
5. Makanan/cairan
Tanda: mengalami distensi abdomen, peristaltik usus hilang (ileus paralitik)
6. Higiene
Tanda: sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
7. Neurosensori
Gejala: kebas, kesemutan, rasa terbakar pada lengan/kaki. Paralisis
flasid/spastisitas dapat terjadi saat syok spinal teratasi, tergantung pada area
spinal yang sakit.
Tanda: Kelemahan, kelumpuhan (kejang dapat berkembang saat terjadi
perubahan pada saat syok spinal. Kehilangan sensai (derajat bervariasi dapat
kembali normal setelah syok spinal sembuh). Kehilangan tonus
otot/vasomotor. Kehilangan reflek/reflek asimetris termasuk tendon dalam.
Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat dari bagian tubuh yang
terkena karena pengaruh trauma spinal.
8. Nyeri/kenyamanan.
Gejala: nyeri/nyeri tekan otot, hiperestesia tepat diatas daerah trauma.
Tanda: mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.
9. Pernafasan
Gejala: Napas pendek, “lapar udara”, sulit bernafas.
Tanda: Pernapasan dangkal, periode apnea, penurunan bunyi nafas, ronchi,
pucat, sianosis.
10. Keamanan
Gejala: suhu yang berfluktasi (suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar).
11. Seksualitas
Gejala: keinginan untuk kembali seperti fungsi normal.
Tanda: ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak teratur.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul menurut SDKI,
kemungkinan masalah yang muncul adalah sebagai berikut :
22

1. Pola Napas Tidak Efektif Berhubungan Dengan Gangguan Neurologis


(D.0005)
2. Nyeri Akut Berhubungan Dengan Agen Pencedra Fisik (D.0077)
3. Perfusi Perifer Tidak Efektif Berhubungan Dengan Peningkatan Tekanan
Darah SDKI (D.0009)
4. Risiko Infeksi Berhubungan Dengan Proses Penyakit SDKI (D.0142)
5. Gangguan Eliminasi Urine Berhubungan Dengan Ketidakmampuan
Mengkomunikasikan Kebutuhan Eliminasi SDKI (D.0040)
6. Konstipasi Berhubungan Dengan Ketidakadekuatan Toileting SDKI
(D.0049)
7. Defisit Nutrisi Berhubungan Dengan Peningkatan Kebutuhan Metabolisme
SDKI (D.0019)
8. Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Gangguan Neuromuskular
SDKI (D.0054)
23

2.3.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosa Keperawatan Tujuan (kriteria hasil) Intervensi
Pola Napas Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pemantauan neurologis (I.06197)
Berhubungan Dengan Gangguan diharapkan selama 3x24 jam kemampuan Observasi
neurologis (D.0005) system saraf perifer dan pusat untuk 1. Monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan
menerima, mengolah, dan merespon reaktifitas pupil
stimulus internal dan eksternal meningkat 2. Monitor tingkat kesadaran
dengan kriteria hasil : 3. Monitor tingkat orientasi
SLKI (L.06053) 4. Monitor ingatan terakhir, rentang perhatian,
1. Tingkat kesadaran meningkat memori masa lalu, mood, perilaku
2. Orientasi kognitif meningkat 5. Monitor ICP dan CPP
3. Control motorik pusat meningkat 6. Monitor batuk dan refleks muntah
4. Fungsi otonom meningkat 7. Monitor irama otot, gaya berjalan, dan
5. Komunikasi meningkat propriosepsi
6. Sakit kepala menurun 8. Monitor kekuatan pegangan
7. Pola napas membaik 9. Monitor adanya tremor
10. Monitor kesimetrisan wajah
11. Monitor gangguan visual
12. Monitor keluahan sakit kepala
13. Monitor karakteristik bicara
14. Monitor respon terhadap pengobatan
Terapeutik
1. Tingkat frekuensi pemantauan neurologis, jika
perlu
24

2. Hindari aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan


intracranial
3. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
Edukasi
1. Jelaskan tujuan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspetoran, mukolitik, jika perlu
Nyeri Akut Berhubungan Dengan Setelah dilakukan Tindakan keperawatan Manajemen Nyeri (I. 08238)
Agen Pencedra Fisik (D.0077) diharapkan selama 3x24 jam keparahan Observasi
dari cedera yang diamati menurun dengan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kriteria hasil: kualitas, intensitas nyeri
SLKI (L.14136) 2. Identifikasi skala nyeri
1. Toleransi aktivitas meningkat 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
2. Nafsu makan meningkat 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
3. Kejadian cedera menurun memperingan nyeri
4. Luka/lecet menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
5. Ketegangan otot menurun nyeri
6. Fraktur menurun 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7. Perdarahan menurun 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8. Ekspresi wajah kesakitan 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
9. Iritabilitas menurun sudah diberikan
10. Gangguan mobilitas menurun 9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
25

11. Pola istrihat/tidur membaik Terapeutik


1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
2. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Perfusi Perifer Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan sirkulasi (I.14569)
Berhubungan Dengan diharapkan selama 3x24 jam perfusi Observasi
Peningkatan Tekanan Darah perifer meningkat, dengan kriteria hasil : 1. Periksa sirkulasi perifer
SLKI (L.02011)
(D.0009) 2. Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
1. Denyut nadi meningkat
3. Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak
26

2. Penyembuhan luka meningkat pada ektremitas


3. Sensasi meningkat Terapeutik
4. Warna kulit pucat menurun 1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah
5. Edema perifer menurun 2. Hindari pengukuran tekanan darah pada extremitas
6. Parastesia menurun 3. Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet
7. Kelemahan otot menurun 4. Lakukan pencegahab infeksi
8. Kram otot menurun 5. Lakukan perawatan kaki dan kuku
9. Nekrosis menurun 6. Lakukan hidrasi
10. Pengisian kapiler membaik Edukasi
11. Akral membaik 1. Anjurkan berhenti merokok
12. Turgor kulit membaik 2. Anjurkan berolahraga rutin
13. Tekanan darah sistol dan diastolic 3. Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari
membaik kulit terbakar
14. Tekanan arteri rata-rata 4. Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan
darah, antikoagulan dan penurun kolesterol jika
perlu
5. Anjurkan minum obat pengontrol tekana darah
secara teratur
6. Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat
beta
7. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat
8. Anjurkan program rehabilitasi vaskuler
9. Anjurkan program diet untuk memperbaiki
sirkulasi
27

10. Informasikan tanda dan gejala darurat yang


harus dilaporkan( mis.rasa sakit yang tidak hilang
saat istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa
Risiko Infeksi Berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Infeksi (SIKI I.14539 Hal.278)
Dengan Proses Penyakit (D.0142) diharapkan selama 3x24 jam tingkat Observasi :
infeksi menurun, dengan kriteria hasil : 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
SLKI (L.14137) Terapeutik :
1. Batasi jumlah pengunjung
1. Demam menurun
2. Berikan perawatan kulit pada area edema
2. Kemerahan menurun 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
3. Nyeri menurun pasien dan lingkungan pasien
4. Bengkak menurun 4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko
5. Gangguan kognitif menurun tinggi
6. Kadar sel darah putih membaik Edukasi :
7. Kultur darah membaik 1. Jelaskan tanda dan gelaja infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan yang benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
operasi
5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Konstipasi
Konstipasi Berhubungan Dengan diharapkan selama 3x24 jam Eliminasi Observasi
Ketidakadekuatan Toileting Fekal membaik. Dengan kriteria hasil: 1. Periksa tanda dan gejala
1. Distensi abdomen menurun 2. Periksa pergerakan usus, karakteristik feses
28

2. Keluhan defekasi lama dan sulit 3. Identifikasi faktor risiko konstipasi


(D.0049) menurun Edukasi
3. Konsistensi feses membaik 1. Jelaskan etiologi masalah dan alasan tindakan
4. Frekuensi defekasi membaik 2. Anjurkan peningkatan asupan cairan, jika tidak
ada kontraindikasi
3. Ajarkan cara mengatasi konstipasi/impaksi
Terapeutik
1. Anjurkan diet tinggi serat
2. Lakukan masase abdomen, jika perlu
3. Lakukan evakuasi feses secara manual, jika perlu
4. Berikan enema atau irigasi, jika perlu
Kolaborasi
1. Kolaborasi penggunaan obat pencahar, jika perlu
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Kateter Urine (I.04164)
Gangguan Eliminasi Urine diharapkan selama 3x24 jam pengosongan Observasi
Berhubungan Dengan kandung kemih yang lengkap membaik. 1. Monitor kepatenan kateter urine
Ketidakmampuan Dengan kriteria hasil: 2. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran kemih
2. Sensasi berkemih meningkat 3. Monitor tanda dan gejala obstruksi aliran urine
Mengkomunikasikan Kebutuhan 3. Distensi kandung kemih menurun 4. Monitor kebocoran kateter, selang dan kantung
Eliminasi (D.0040) 4. Berkemih tidak tuntas menurun urine
5. Frekuensi BAK membaik 5. Monitor output dan input cairan
Terapeutik
1. Gunakan teknik aseptic selama perawatan kateter
urine
2. Pastikan selang kateter dan kantung urine terbebas
29

dari lipatan
3. Pastikan kantung urine diletakkan dibawah
ketinggian kandung kemih dan tidak dilantai
4. Lakukan perawatan parineal
5. Lakukan irigasi rutin dengan cairan isotonis untuk
mencegah kolonisasi bakteri
6. Kosongkan kantung urine jika kantong urin telah
terisi setengahnya
7. Ganti kateter dan kantung urin secara rutin sesuai
protocol atau sesuai indikasi
8. Lepaskan kateter urine sesuai kebutuhan
9. Jaga privasi selama melakukan tindakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan,manfaat,prosedur, dan risiko
sebelum pemasangan kateter,
Defisit Nutrisi Berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nutrisi (I.03119)
Dengan Peningkatan Kebutuhan diharapkan selama 3x24 jam keadekuatan Observasi
Metabolisme (D.0019) asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan 1. Identifikasi status nutrisi
metabolism membaik, dengan kriteria 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
hasil: 3. Identifikasi makanan yang disukai
SLKI (L.03030) 4. Identifikasi kalori dan jenis nutrisi
1. Porsi makan yang dihabiskan 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang
meningkat nasogastric
2. Frekuensi makan membaik 6. Monitor asupan makanan
30

3. Nafsu makan membaik 7. Monitor berat badan


8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral higiene sebelum makan, jika perlu
2. Fasilitasi menetukan pedoman etik (min. piramida
makanan)
3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian makan melalui selang
nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri, anti emetik) jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu
Gangguan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Tirah Baring (SIKI 1.145720)
Berhubungan Dengan Gangguan selama 3 x 24 jam diharapkan mobilitas Observasi
31

Neuromuskular (SDKI D.0054) fisik membaik dengan kriteria hasil: 1. Monitor kondisi kulit
SLKI (L.05042) 2. Monitor komplikasi tirah baring (mis. kehilangan
1. Pergerakan ekstremitas meningkat massa otot, sakit punggung. konstipasi, stress,
2. Kekuatan otot meningkat depresi, kebingungan, perubahan irama tidur,
3. Rentang gerak (ROM) meningkat infeksi saluran kemih, sulit buang air kecil,
Kelemahan fisik menurun pneumonia)
Terapeutik
3. Posisikan senyaman mungkin
4. Pertahankan seprei tetap kering, bersih dan tidak
kusut
5. Berikan latihan gerak aktif atau pasif
6. Pertahankan kebersihan klien
7. Fasilitasi pemenuhan kebutuhan sehari-hari
Edukasi
Jelaskan tujuan dilakukan tirah baring
32

2.3.4 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah tahap keempat yang merupakan tahap
pelaksanaan dari berbagai tindakan keperawatan yang telah direncanakan. Dalam
tahap implementasi keperawatan, petugas kesehatan harus sudah memahami
mengenai tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien. Suatu koordinasi dan
kerja sama sangatlah penting untuk dijaga dalam tahap implementasi keperawatan
sehingga ketika terjadi hal yang tidak terduga, maka petugas kesehatan akan
berkoordinasi dengan petugas kesehatan yang lainnya untuk saling bekerjasama
dalam pemecahan masalah. Tahap implementasi keperawatan dilakukan untuk
melaksanakan tindakan yang telah direncanakan guna membantu mengatasi
masalah yang dialami pasien (Prabowo, 2018).
2.3.5 Evaluasi
Tahap evaluasi keperawatan ini dapat menilai sejauh mana keberhasilan
yang dicapai dan seberapa besar kegagalan yang terjadi. Dari hasil evaluasi,
tenaga kesehatan dapat menilai pencapaian dari tujuan serta dari hasil evaluasi ini,
tenaga kesehatan akan menjadikan hasil evaluasi ini sebagai bahan koreksi dan
catatan untuk perbaikan tindakan yang harus dilakukan (Prabowo, 2018).
Evaluasi keperawatan disusun dengan menggunakan SOAP yang operasional,
seperti :
a. S (Subjektif) adalah ungkapan perasaan maupun keluhan yang disampaikan
pasien
b. O (Objektif) adalah pengamatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
melalui sikap ibu ketika dan setelah dilakukan tindakan keperawatan
c. A (Assesment) adalah analisa tenaga kesehatan setelah mengetahui respon
subjektif dan objektif yang dibandingkan dengan tujuan dan kriteria hasil
yang ada pada rencana keperawatan
d. P (Planning) adalah perencanaan untuk tindakan selanjutnya yang akan
dilakukan oleh tenaga kesehatan setelah melakukan analisa atau assesmen.
DAFTAR PUSTAKA

Andriani. (2021). Penatalaksaan Fisioterapi Pada Kasus Paraparese Inferior Ec


Post Laminectomy Di Rsud Salatiga.

Bakti, M. R. (2016). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Paraparese Di Rsud


Karanganyar.

Putra, K. T. (2022). Menggengam Bola Karet Bergerigi” Terhadap Perubahan


Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Diukur Menggunakan Hangryp
Dynamometer Di Ruang Syaraf Rsud Jend A Yani Kota Metro. Jurnal
Cendikia Muda , Volume 2, Nomor 1, Maret 2022 Issn 2807-3649.

Sompa, A. W. (2018). Paraparese Flaksid Ecausa Kompresi Medulla Spinalis. Vol


2 No 2.

Syazili Mustofa, M. E. (2023). Tuberkulosis Paru Dengan Pneumonia Komunitas,


Paraparese Inferior, Dan Penyakit Jantung Koroner: Laporan Kasus.

Taufiqurrohman, T. N. (2017). Manfaat Pemberian Sitikoline Pada Pasien Stroke


Non Hemoragik (Snh).

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosi Keperawatan Indonesia
(1st ed.). DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (1st
ed.). DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI.( 2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Cetakan Pertama. Jakarta: DPP PPNI PUSAT.

Anda mungkin juga menyukai