Di Susun Oleh :
Mahasiswa Tingkat III A/Semester V
Stella Ratna Clarissa
NIM. 2019.C.11a.1028
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
i
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan
Asuahan Keperawatan pada Ny. Y dengan Diagnosa Medis P1A0 Post Sectio
Caesarea atas Indikasi Fetal Distress di Ruang Cempaka RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya”
Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK II).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd.,M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners.,M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Elin Ria Resty, S.Kep.,Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
4. Ibu Lidya Amiani, S.Kep.,Ners selaku pembimbing Klinik yang telah
memberikan izin, informasi dan membantu dalam pelaksanaan praktik
manajemen keperawatan di Ruang Cempaka RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Palangka Raya, 7 November 2021
Penyusun,
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 1
1.4 Manfaat 1
BAB 2 LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 Konsep Dasar SC 1
2.1.1 Definisi 1
2.1.2 Etiologi 1
2.1.3 Klasifikasi 1
2.1.4 Patofisiologi (WOC) 3
2.1.5 Manifestasi Klinis 5
2.1.6 Komplikasi 6
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang6
2.1.8 Penatalaksanaan Medis 7
2.2 Konsep Dasar Presentasi Fetal Distress 8
2.2.1 Definisi 8
2.2.2 Etiologi 8
2.2.3 Klasifikasi 9
2.2.4 Patofisiogi 10
2.2.5 Manifestasi Klinis 10
2.2.6 Komplikasi 11
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang 12
2.2.8 Penatalaksaan Medis 13
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan 14
2.3.1 Pengkajian Keperawatan 14
2.3.2 Diagnosa Keperawatan 16
2.3.3 Intervensi Keperawatan 17
2.3.4 Implementasi Keperawatan 19
2.3.5 Evaluasi Keperawatan 19
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persalinan merupakan proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) disertai dengan pengeluaran plasenta dan
selaput janin (Nurul Jannah, 2017) Ada dua cara persalinan yaitu persalinan lewat
vagina yang disebut dengan persalinan normal dan persalinan dengan cara operasi
sectio caesar. Persalinan sectio caesarea merupakan persalinan buatan dimana
janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan
saraf rahim dalam keadaan utuh serta berat diatas 500 gram. SC adalah suatu cara
melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding
depan perut; seksio sesarea juga dapat didefinisikan sebagai suatu histerotomia
untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
Menurut WHO (Word Health Organization) angka kejadian sectio Caesar
meningkat di negara-negara berkembang. WHO menetapkan indikator persalinan
sectio caesarea 10-15% untuk setiap negara, jika tidak sesuai indikasi operasi
sectio caesarea dapat meningkatkan resiko morbilitas dan mortalitas pada ibu dan
bayi (World Health Organization, 2017). Berdasarkan hasil Riskesdas 2018
menyatakan terdapat 15,3% persalinan dilakukan melalui operasi. Provinsi
tertinggi dengan persalinan melalui Sectio Caesarea adalah DKI Jakarta (27,2%),
Kepulauan Riau (24,7%), dan Sumatera Barat (23,1%) (Depkes RI, 2018).
Pada kasus SC angka mortalitas dua kali angka pada pelahiran
pervaginam, disamping itu angka morbiditas yang terjadi akibat infeksi,
kehilangan darah, dan kerusakan organ internal lebih tinggi pada persalinan SC.
Tindakan SC dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan
resiko pada ibu ataupun pada janin seperti proses persalinan normal lama atau
kegagalan proses persalinan normal, plasenta previa, panggul sempit, distosia
serviks, pre eklamsi berat, ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban
pecah dini, janin letak lintang, letak bokong, fetal distres dan janin besar melebihi
4.000 gram. Angka persalinan dengan SC di NAD (Nanggroe Aceh Darussalam)
masih tinggi, sehingga angka ini harus ditekan dengan upaya tindakan SC
berdasar indikasi, peningkatan pengetahuan ibu hamil mengenai indikasi SC yang
tepat.
Menurut Solehati & kosasih, (2017), masalah yang biasanya muncul
setelah dilakukannya operasi SC antara lain: terjadinya aspirasi (25-50%), emboli
pulmonari, perdarahan, infeksi pada luka, infeksi uterus, infeksi pada traktus
urinarius, cedera pada kandung kemih, tromboflebitis dan gangguan rasa nyaman
nyeri. Apabila masalah- masalah tersebut tidak segera diatasi, maka masalahnya
menjadi panjang dan dapat menimbulkan masalah baru seperti: pembentukan
adhesion (perlengkatan), obstruksi usus, kesulitan penggunaan otot untuk sit-up,
dan nyeri pelvik. Pada kasus post SC masalah yang sering muncul setelah
tindakan operasi SC adalah nyeri. Rasa nyeri adalah pengalaman sensori tidak
menyenangkan.
Dari data-data di atas menunjukkan bahwa Post Partum SC ( Section
Caesarea) merupakan kasus yang sangat berbahaya saat ini, oleh sebab itu saya
mengambil kasus “Asuahan Keperawatan pada Ny. R dengan Diagnosa Medis
P2A0 Post Sectio Caesarea atas Indikasi Presentasi Kaki di Ruang Cempaka
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”
1.2 Rumuasan Masalah
Berdasarkan latar belakang, penulis merumuskan suatu masalah yaitu
bagaimana penatalaksanaan Asuhan Keperawatan pada Ny. Y dengan Diagnosa
Medis P1A0 Post Sectio Caesarea atas Indikasi Fetal Distress
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Karya Tulisan Ilmiah ini agar mahasiswa memperoleh pengalaman nyata
dalam memberikan Asuhan Keperawatan pada Ny. Y dengan Diagnosa Medis
P1A0 Post Sectio Caesarea atas Indikasi Fetal Distress
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.1.1 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan
1.3.1.2 Mahasiswa mampu menentukan diagnosa keperawatan pada klien dengan
P1A0 Post Sectio Caesarea atas Indikasi Fetal Distress
1.3.1.3 Mahasiswa mampu menentukan intervensi keperawatan pada klien dengan
P1A0 Post Sectio Caesarea atas Indikasi Fetal Distress
1.3.1.4 Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada klien
dengan P1A0 Post Sectio Caesarea atas Indikasi Fetal Distress
1.3.1.5 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan
P1A0 Post Sectio Caesarea atas Indikasi Fetal Distress
1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk Mahasiswa
Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi
yang bermakna bagi mahasiswa dalam memberikan Asuhan Keperawatan pada
Ny. Y dengan Diagnosa Medis P1A0 Post Sectio Caesarea atas Indikasi Fetal
Distress
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga
Hasil asuhan keperawatan ini dapat digunakan untuk membantu klien dan
keluarga untuk memahami apa itu P1A0 Post Sectio Caesarea atas Indikasi Fetal
Distress dan bagaimana nanti perawatan mandiri untuk klien dengan P1A0 Post
Sectio Caesarea atas Indikasi Fetal Distress
1.4.3 Untuk Institusi
Institusi mampu mengembangkan dan memperbaiki pembuatan asuhan
keperawatan pada klien dengan P1A0 Post Sectio Caesarea atas Indikasi Fetal
Distress dan juga mampu mengembangkan ilmu untuk dibagi kepada institusi/
mahasiswa pada institusi tersebut sehingga dapat membuat institus semakin
berkembang menjadi lebih baik
1.4.4 Untuk IPTEK
IPTEK mampu mengembangkan lebih dalam lagi mengenai pengetahuan
di bidang kesehatan khususnya pada asuhan keperawatan pada klien dengan P1A0
Post Sectio Caesarea atas Indikasi Fetal Distress
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Sectio Caesarea
3.1.1 Definisi
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Kusuma, 2015).
Sectio Caesarea adalah jalan alternatif menyambut kelahiran seorang
bayi melalui operasi praktis. Pembedahan dilakukan pada perut dan rahim ibu.
Sectio Caesarea dilakukan sebagai tindakan penyelamatan terhadap kasus-kasus
persalinan normal yang berbahaya. Oleh karena itu tindakan ini hanya di lakukan
ketika proses persalinan alamiah melalui vagina tidak memungkinkan karena
risiko medis tertentu. Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut.
Post Partum adalah suatau masa antara kelahiran sampai dengan organ-
organ reproduksi kembali ke keadaan sebelum masa hamil. Post Partum
merupakan masa pemulihan kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-
alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum kehamilan. Lama Post Partum
ini antara 6-8 minggu.
3.1.2 Etiologi
3.1.2.1 Etiologi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai
kelainan letak ada, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin / panggul ), ada
sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul,
Plasenta previa terutama pada primigravida, solutsio plasenta tingkat I – II,
komplikasi kehamilan yang disertai penyakit ( jantung, DM ). Gangguan
perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri, dan sebagainya).
3.1.2.2 Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan
janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, 8 9 kegagalan persalinan
vakum atau forceps ekstraksi. (Nurarif & Hardhi, 2015).
Indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen,
perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah
fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio
caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai
berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul
ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat
menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang
panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga
panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan
lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau
panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan
patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris
dan ukuranukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.
Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan
mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar
ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di
bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara
normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
1. Kelainan pada letak kepala
a. Letak kepala tengadah , Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada
pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya
kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.
b. Presentasi muka , Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian
kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi,
kira-kira 0,27-0,5 %.
c. Presentasi dahi , Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada
pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu,
biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau
letak belakang kepala.
7. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong,
presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna
dan presentasi kaki.
3.1.3 Klasifikasi
3.1.3.1 Segmen bawah : Insisi melintang
Karena cara ini memungkinkan kelahiran per abdominam yang aman
sekalipun dikerjakan kemudian pada saat persalinan dan sekalipun dikerjakan
kemudian pada saat persalinan dan sekalipun rongga Rahim terinfeksi, maka insisi
melintang segmenn bawah uterus telah menimbulkan revolusi dalam pelaksanaan
obstetric
3.1.3.2 Segmen bawah : Insisi membujur
Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama seperti insisi
melintang, insisi membujur dibuat dengan scalpel dan dilebarkan dengan gunting
tumpul untuk menghindari cedera pada bayi
3.1.3.3 Sectio Caesarea Klasik
Insisi longitudinal digaris tengah dibuat dengan scalpel kedalam dinding
anterior uterus dan dilebarkan keatas serta kebawah dengan gunting yang
berujung tumpul. Diperlukan luka insisi yang lebar karena bayi sering dilahirkan
dengan bokong dahulu. Janin serta plasenta dikeluarkan dan uterus ditutup dengan
jahitan tiga lapis. Pada masa modern ini hamper sudah tidak dipertimbangkan lagi
untuk mengerjakan Sectio Caesarea klasik. Satu-satunya indikasi untuk prosedur
segmen atas adalah kesulitan teknis dalam menyingkapkan segmenn bawah.
3.1.3.4 Sectio Caesarea Extraperitoneal
Pembedahan Extraperitoneal dikerjakan untuk mennghindari perlunya
histerektomi pada kasus-kasus yang menngalami infeksi luas dengan mencegahh
peritonitis generalisata yang sering bersifat fatal. Ada beberapa metode Sectio
Caesarea Extraperitoneal, seperti metode Waters, Latzko, dan Norton, T. tekhnik
pada prosedur ini relative lebih sulit, sering tanpa sengaja masuk kedalam vacuum
peritoneal dan isidensi cedera vesica urinaria meningkat. Metode ini tidak boleh
dibuang tetapi tetap disimpan sebagai cadangan kasus-kasus tertentu.
Histerektomi Caesarea Pembedahan ini merupakan Sectio Caesarea yang
dilanjutkan denngan pengeluaran uterus. Jika mmuungkin histerektomi harus
dikerjakan lengkap (histerektomi total). Akan tetapi, karena pembedahan subtoral
lebih mmudah dan dapatt dikerjakan lebih cepat, maka pemmbedahan subtoral
menjadi prosedur pilihan jika terdapat perdarahan hebat dan pasien terjadi syok,
atau jika pasien dalam keadaan jelek akibat sebab-sebab lain. Pada kasus-kasus
semacam ini lanjutan pembedahan adalah menyelesaikannya secepat mungkin
1.2.4 Patofisiologi
Ada beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak lahir normal atau spontan, misalnya disebabkan oleh
panggul sempit dan plasenta previa. Dalam proses operasinya dilakukan tindakan
anastesi yang akan menyebabkan pasien mengalami imobilisasi, efek anastesi
menyebabkan konstipasi. Dalam proses pembedahan akan dilakukan tindakan
insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya jaringan
merangsang area sensorik yang menyebabkan gangguan rasa nyaman yaitu nyeri.
Setelah proses pembedahan berakhir daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post sectio caesarea, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menyebabkan resiko infeksi. Pada saat post partum mengalami penurunan hormon
progesteron dan estrogen akan terjadi kontraksi uterus dan involusi tidak adekuat
sehingga terjadi pendarahan dan bisa menyebabkan risiko syok, Hb menurun dan
kekurangan O2 mengakibatkan kelemahan dan menyebabkan defisit perawatan
diri.
WOC POST SECTIO CAESAREA
POST SC
B1 B2 B3 B4 B6
B5
BREATHING BLOOD BRAIN BLADDER BONE
BOWEL
Luka Terbuka
Atonia Aliran Terputusnya Post Dientri Penurunan Kerja
Kontinuitas Mual Muntah Bedrest
Refleks Batuk Darah Uteri Otot-Otot
Jaringan Eliminasi
Perawatan
Kontraksi MK :
Akumulasi Kurang Anoreksia
Berlebihan Pengeluaran Gangguan
Sekret MK :
Mediator Nyeri Mobilitas Fisik
Konstipasi
MK : Nyeri
Akut
2.1.5 Manifestasi Klinis
Persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan perawatan yang lebih komprehensif yaitu perawatan
post operatif dan post partum, manifestasi klinis Sectio Caesarea :
1. Nyeri akibat ada luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus terletak di umbilicus
4. Aliran lockhea sedang bebas membeku yang tidak berlebihan
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 750 – 1000
6. Menahan batuk akibat rasa nyeri yang berlebihan
7. Biasanya terpasang kateter urinarius
8. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
9. Akibat nyeri terbatas untuk melakukan pergerakan
10. Bonding attachment pada anak yang baru lahir
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul dari tindakan Sectio Caesarea adalah komplikasi pembiusan,
perdarahan pasca operasi Sectio Caesarea, syok perdarahan, obstruksi usus, gangguan pembekuan darah, dan
cedera organ abdomen seperti usus, ureter, kandung kemih, pembuluh darah. Pada Sectio Caesarea juga bisa
terjadi infeksi sampai sepsis apalagi pada kasus dengan ketuban pecah dini. Dapat juga terjadi komplikasi
pada bekas luka operasi.
Hal yang sangat mempengaruhi atau komplikasi pasca operasi yaitu infeksi jahitan pasca Sectio
Caesarea, infeksi ini terjadi karena banyak factor, seperti infeksi intrauteri, adanya penyakit penyerta yang
berhubungan dengan infeksi misalnya, abses tuboofaria, apendiksitis akut/perforasi. Diabetes mellitus, gula
darah tidak terkontrol, kondisi imunokompromised misalnya, infeksi HIV, Tuberkulosis atau sedang
mengkonsumsi kortikosteroid jangka panjang, gisi buruk, termasuk anemia berat, sterilitas kamar operasi dan
atau alat tidak terjaga, alergi pada materi benang yang digunakan daan kuman resisten terhadap antibiotic.
Akibat infeksi ini luka bekas Sectio Caesarea akan terbuka dalam minggu pertama pasca operasi. Terbukanya
luka bisa hanya kulit dan subkulit saja, bisa juga sampai fascia yang disebut dengan bust abdomen.
Umumnya, luka akan bernanah atau ada eksudat dan berbahaya jika dibiarkan karena kuman tersebut dapat
menyebar melalui aliran darah. Luka yang terbuka akibat infeksi itu harus dirawat, dibersihkan dan dilakukan
kultur dari caiiran luka tersebut.
2.1.7 Pemeriksaan penunjang
2.1.7.1 Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
2.1.7.2 Pemantauan EKG
2.1.7.3 JDL dengan diferensial
2.1.7.4 Elektrolit
2.1.7.5 Hemoglobin/Hematokrit
2.1.7.6 Golongan Darah
2.1.7.7 Urinalis
2.1.7.8 Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
2.1.7.9 Pemeriksaan sinar X sesuai indikasi.
2.1.7.10 Ultrasound sesuai pesanan
2.1.8 Penatalaksanaan Medis
2.1.8.1 Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan per intavena harus
cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ
tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan
jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
2.1.8.2 Diet
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian
minuman dan makanan per oral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan
pada 6 sampai 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh
2.1.8.3 Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 sampai
10 jam setelah operasi, Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin
setelah sadar, Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam lalu menghembuskannya, Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler), Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca
operasi.
2.1.8.4 Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih
lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
2.1.8.5 Pemberian obat-obatan
Antibiotik cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda sesuai indikasi.
2.1.8.6 Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
Obat yang dapat di berikan melalui supositoria obat yang diberikan ketopropen sup 2x/24 jam,
melalui orang obat yang dapat 14 diberikan tramadol atau paracetamol tiap 6 jam, melalui injeksi ranitidin
90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu.
2.1.8.7 Obat-obat lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti
neurobian I vit C
2.1.8.8 Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan
diganti
2.1.8.9 Pemeriksaan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan
pernafasan.
2.1.8.10 Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui,
pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi,
biasanya mengurangi rasa nyeri.
2.2.2 Etiologi
2.2.2.1 Insufisiensi uteroplasenter akut (kurangnya aliran darah uterus-plasenta dalam waktu singkat)
1. Aktivitas uterus yang berlebihan, hipertonik uterus, dapat dihubungkan dengan pemberian
oksitosin.
2. Hipotensi ibu, anestesi epidural, kompresi vena kava, posisi terlentang.
3. Solusio plasenta.
4. Plasenta previa dengan pendarahan
2.2.2.2 Insufisiensi uteroplasenter kronik (kurangnya aliran darah utcrus-plascnta dalam
waktu lama)
1. Penyakit hipertensi
2. Diabctes melitus
3. Postmaturitas atau imaturitas
2.2.2.3 Kompresi (penekanan) tali pusat.
2.2.3 Klasifikasi
Jenis gawat janin menurut muchtar (2013) yaitu :
2.2.3.1 Gawat janin yang terjadi secara ilmiah
2.2.3.2 Gawat janin iatrogenic
Gawat janin iatrogenic adalah gawat janin yang timbul akibat tindakan
medik atau kelalaian penolong. Resiko dari praktek yang dillakukan telah mengungkapkan
patofisiologi gawat janin iatrogenic akibat dari pengalaman pemantauan jantung janin.
Kejadian yang dapat menimbulkan gawat janin iatrogenic adalah :
1) Posisi tidur ibu: posisi telentang dapat menimbulkan tekanan pasa Aorta dan Vena
Kava sehingga timbul Hipotensi. Oksigenasi dapat diperbaiki dengan perubahan
posisi tidur menjadi miring kekiri atau semilateral.
2) Infus oksitosin : Bila kontraksi uterus menjadi hipertonik atau sangat kerap, maka
relaksasi uterus terganggu, yang berarti penyaluran arus darah uterus mengalami
kelainan. Hal ini disebut sebagai Hiperstimulasi. Pengawasan kontraksi harus
ditujukan agar kontraksi dapat timbul seperti kontraksi fisiologik,
3) Anestesi epidura: IBlokade system simpatik dapat mengakibatkan penururnan arus
darah vena, curah jantung dan penyuluhan darah uterus. Obat anastesia epidural dapat
menimbulkan kelainan pada denyut jantung janin yaitu berupa penurunan variabilitas,
bahkan dapat terjadi deselarasi lambat. Diperkirakan obat-obat tersebut mempunyai
pengaruh terhadap otot jantung janin dan vasokontriksi arteri uterine.
2.2.3.3 Gawat janin sebelum persalinan
1) Gawat janin kronik: Dapat timbul setelah periode yang panjang selama periode
antenatal bila status fisiologi dari ibu-janin-plasenta yang ideal dan normal terganggu.
2) Gawat janin akut yaitu suatu kejadian bencana yang tiba-tiba mempengaruhi
oksigenasi janin.
2.2.3.4 Gawat janin selama persalinan
Menunjukkan hipoksia janin tanpa oksigenasi yang adekuat, denyut jantung janin
kehilangan varibilitas dasarnya dan menunjukkan deselerasi lanjut pada kontraksi uterus. Bila
hipoksia menetap, glikolisis anarob menghasilkan asam laktat dengan PH janin yang
menurun
2.2.6 Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul jika janin mengalami gawat janin adalah:
2.2.6.1 Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan gawat bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur,
sehingga dapat menurunkan oksigen dan meningkatkan karbon dioksida yang menimbulkan
akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Manuabam., 2007).
2.2.6.2 Menyebabkan kematian janin jika tidak segera ditangani dengan baik
2.2.8 Penatalaksaan
2.2.8.1 Penatalaksanaan Medis
Jika dcnyut jantung janin diketahui tidak normal, lakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Tergantung faktor penyebab: perubahan posisi lataran dan pemberian 02 8-12
l/menit membantu mengumngi demam pada maternal dengan hidrasi anti piretik
dan tindakan pendinginaıl
2. Jika sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat-obatan) mulailah penanganan
yang sesuai dengan kondisi ibu:
a) İstirahat baring
b) Banyak minum
c) Kompres untuk menunınkan suhu tubuh İbu
3. Jika sebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin tetap abnormal
sepanjang paling sedikit 3 kontraksi, lakukan pemeriksaan dalam unluk
mencari penyebab gawat janin:
a) Jika terdapat perdamhan dengan nyerİ yang hilang timbul atau menetap,
pikirkan kemungkinan solusio plasma,
b) Jika terdapat tanda-tanda İnfeksİ (demam, sekret vagina berbau tajam)
berikan anti biotik untuk amnionoitis.
c) Jika tali pusat terletak di bawah janin atau dalam vagina lakukan
penanganan prolaps tali pusat.
d) Jika denyut jantung janin tetap abnormal atau jika terdapat tanda-tanda lain
gawat janin (mekonium kental pada caimn amnion, rencanakan persalinan).
2.2.8.2 Penatalaksanaan Keperawatan
2.2.8.2.1 Promotion
Memberikan pindidikan kepada msyarakat, terutama dalam hal ini adalah para ibu
hamil tentang fetal distress, bagaimana mencegah terhadap suatu hal yang dapat
membahayakan kondisi kesehatan ibu dan anak. Terutama Pemantauan dasar
fisiologi pada: (pemantauan dan pengkajian janin susan martin tucker edisi 4)
a) Kemampuan plasenta untuk berdifusi
Kemampuan plasenta untuk berdifusi mengatur laju pengiriman oksigen dan
laju aliran darah. Oksigen berdifusi dari darah ibu, yang memiliki tekanan
persial lebih tinggi, ke darh janin yang memiliki tekanan persial lebih rendah.
Laju aliran darah ibu danjanin.
b) Area permukaan plasenta
Semakin banyak pembulu darah plasenta semakin besar jumlah zat yang dapat
disalurkan antara ibu dan janin.
c) Latihan fisik
Takik kardi yang terjadi setelah latihan fisik ibu dianggap sebagai akibat dari
periode transisi dari oksigenjanin yang berkurang. Meskipun latihan fisik ibu
mengalirkan darah keotot yang jauh dari uterus, tetapi tidak ada bukti bahwa
latihan itu berbahaya apabila fungsi uteroplasenta masih normal.
d) Kontraksi uterus
Kontraksi uterus mengakibatkan penurunan laju perfusi darah ibu melalui ruang
antatwili. Kontraksi ini dapat terjadi akibat ketegangan atau stres yang
berkepanjangan. Untuk mencegah stress ini. Uterus sangat perlu rileks secara
adekuat agar berdilatasi,
e) Hipertonus uterus
Hipertonus utenls-tekanan intmteurus tinggi yang berlebihan dapat
menyebabkan janin mengalami stress.
f) Hipertensi
Mengakibatkan peningkatan ketahanan vaskular, yang mengakibatkan
penurunan aliran darah uterus.
d. Genogram 3 generasi :
b. Urine
Protein : Normal
Sedimen : Normal
Reduksi : Normal
c. Pemeriksaan tambahan
Rontgent : Tidak ada
I. PENGOBATAN
Dosis Rute Indikasi
Injeksi ondansentron IV Untuk mengatasi mual dan muntah
3x1 (4 mg)
Injeksi Ranitidin 3x1 IV Untuk menangani gejala atau penyakit
yang berkaitan dengan produksi asam
berlebih di dalam lambung.
Injeksi Metronidazole IV Untuk mengobati infeksi. Obat ini
2x1 bekerja dengan cara menghentikan
pertumbuhan berbagai bakteri dan
parasit.
Injeksi cefotaxim 2X1 IV Untuk mengobati berbagai macam
gr infeksi bakteri
Injeksi Ketorolac 3x1 IV Untuk meredakan nyeri dan peradangan
(30 mg)
Injeksi IV Untuk meredakan mual dan muntah
Metoclopramide 1 amp yang bisa disebabkan oleh penyakit
asam lambung, efek samping dari
prosedur bedah, kemoterapi, atau
radioterapi.
Injeksi Mephergin 3x1 IV Terapi atoni/pendarahan uterus yang
terjadi selama dan setelah persalinan yang
berhubungan dengan seksio sesaria serta
terapi subinvolusi uterus, lokiometra dan
pendarahan pada masa nifas.
3. Risiko Infeksi berhubungan (SLKI.L.182) Edukasi Pencegahan Infeksi (SIKI.I.12406. 1. Mengidentifkasi kesiapan menerima
dengan agen pencedera fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan Hal 80) informasi
(Luka Operasi) (SDKI.D.0142 selama 1x24 jam diharapkan risiko infeksi Observasi: 2. Mempermudah Pasien dan keluarga
hal. 304) teratasi dengan kriteria hasil : 1. Periksa kesiapan dan kemampuan menerima mempelajari materi
1. Kemerahan menurun (5) informasi terapeutik 3. Agar Pasien dan keluarga siap menerima
2. Nyeri menurun (5) 2. Siapkan materi, media tentang faktor-faktor informasi
3. Leukosit dalam batas normal (5) penyebab, cara identifikasi dan pencegahan 4. Meningkatkan pemahaman Pasien dan
infeksi dirumah sakit maupun di rumah keluarga pada hal yang belum jelas
3. Jadualkan waktu yang tepat untuk 5. Agar Pasien dan kelurga mengetahui
memberikan pendidikan kesehatan sesuai tanda dan gejala infeksi
kesepakatan dengan Pasien dan keluarga 6. Agar Pasien dan keluarga mengetahui
4. Berikan kesempatan untuk bertanya hasil pemeriksaan yang normal maupun
Edukasi: tidak
5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi lokal dan 7. Mencegah infeksi
sistemik 8. Mengurangi resiko infeksi silang
6. Informasikan hasil pemeriksaan 9. Meningkatkan kemampuan keluarga
laboratorium misalnya leukosit merawat Pasien
7. Anjurkan mengikuti tindakan pencegahan 10. Nutrisi meningkatkan proses
sesuai kondisi penyembuhan luka
8. Anjurkan membatasi pengunjung 11. Mobilisasi meningkatkan peredaran
9. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau darah dan mempercepat proses
luka operasi penyembuhan luka
10. Anjurkan kecukupan nutrisi, cairan dan 12. Meningkatkan relaksasi
istirahat 13. Mencegah infeksi
11. Anjurkan kecukupan mobilisasi
12. Anjurkan latihan napas dalam sesuai
kebutuhan
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Hari/Tanggal Tanda tangan
Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Nama Perawat
Rabu, 3 November 2021 & Jam Observasi S : Pasien mengatakan nyeri pada
1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, bagian luka operasi berkurang
08.00 WIB
kualitas, intensitas nyeri O:
1. Nyeri Akut berhubungan 2. Mengidentifikasi skala nyeri 1. Skala nyeri 3 (ringan)
dengan agen pencedara fisik 3. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri 2. Nyeri terasa saat bergerak atau
(prosedur operasi). (SDKI.D. Terapeutik beraktivitas dan berkurang saat
0077. Hal.172) 4. Memberikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa beristirahat Stella Ratna
nyeri dengan nafas dalam, caranya : Tarik nafas dalam 3. Pasien tampak rileks Clarissa
melalui hidung, jaga mulut tetap tertutup, hitung sampai 3 4. Pasien dapat melakukan teknik
selama inspirasi, tahan napas 3-5 detik dan hembuskan udara nonfarmakologis (teknik napas
lewat mulut seperti meniup secara perlahan-lahan. dalam) pada saat nyeri timbul
Kolaborasi 5. Pasien sudah di inj. Ketorolac 30
5. Kolaborasi keterolac 30 mg/ IV mg/IV
6. TTV :
- TD = 110/70 mmHg,
- S = 36,3 0C,
- Nadi = 80x/menit,
- RR = 20x/menit.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
Rabu, 3 November 2021 & Jam Observasi: S : Ibu mengatakan mengetahui cara
1. Menidentifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi merawat payudara dengan memberikan
08.30 WIB
2. Menidentifikasi tujuan atau keinginan menyusui kompres hangat, membersihkan dan
2. Defisit pengetahuan Terapeutik: melakukan pijatan pada payudara
berhubungan dengan kurang 6. Menyediakan materi dan media pendidikan kesehatan O:
terpapar informasi (SDKI. D. 7. Menjadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan 1. Ibu tampak mempraktekkan cara Stella Ratna
0111. Hal.246) 8. Memberikan kesempatan untuk bertanya memijat payudara seperti yang
9. Memberikan dukung ibu meningkatkan kepercayaan diri dalam dicontohkan Clarissa
menyusui dengan memberikan pujian terhadap perilaku positif 2. Ibu melakukan kompres pada
ibu payudara di bantu suami
10. Melibatkan sistem pendukung (suami dan keluarga) 3. Ibu merekatkan bayi untuk mencoba
Edukasi: menyusui
5. Memberikan konseling menyusui A : Masalah teratasi sebagian
6. Menjelaskan manfaat menyusui bagi ibu dan bayi P : Lanjutkan intervensi
7. Menajarkan posisi menyusui dan perlekatan dengan benar
8. Menajarkan perawatan payudara post partum (pijat payudara).
Oleh :
Stella Ratna Clarissa
NIM : 2019.C.11a.1028
A. Latar Belakang
Pasca melahirkan (masa nifas) merupakan masa atau keadaan selama enam
minggu atau 40 hari. Pada masa ini, ibu mengalami perubahan fisik dan alat-alat
reproduksi yang kembali ke keadaan sebelum hamil, masa laktasi (menyusui),
maupun perubahan psikologis menghadapi keluarga baru.
Pada masa nifas perawatan payudara merupakan suatu tindakan yang sangat
penting untuk merawat payudara terutama untuk memperlancarkan pengeluaran
ASI. Perawatan payudara sangat penting dilakukan selama hamil sampai masa
menyusui. Hal ini karena payudara merupakan satu-satunya penghasil ASI yang
merupakan makanan pokok bayi yang baru lahir sehingga harus dilakukan sedini
mungkin. Dimana tujuan perawatan payudara setelah melahirkan, salah satunya
untuk meningkatkan produksi ASI dengan merangsang kelenjar-kelenjar air susu
melalui pemijatan. (Saryono dan Pramitasari, 2008).
Pemberian ASI ekslusif serta proses menyusui yang benar merupakan
sarana yang diandalkan untuk membangun SDM yang berkualitas. Selain itu
dalam proses menyusui yang benar, bayi akan mendapatkan perkembangan
jasmani, emosi dan spiritual yang baik dalam kehidupannya (Saleha, 2009).
Agar produksi ASI pada ibu nifas lancar maka diperlukan berbagai
perawatan diantaranya perawatan payudara. Perawatan payudara adalah suatu
tindakan untuk merawat payudara terutama pada masa nifas (masa menyusui)
untuk memperlancarkan pengeluaran asi (Indah Fedri, 2013).
B. Tujuan Instruksional
1. Tujuan Umum
Setelah mendapat penyuluhan ini, diharapkan ibu nifas dapat mengetahui
tentang perawatan payudara yang baik dan dapat dilakukan sendiri di
rumah.
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan tentang perawatan payudara, diharapkan ibu
dapat:
a. Mengetahui pengertian perawatan payudara
b. Mengetahui manfaat dan tujuan perawatan payudara
c. Mengetahui akibat jika tidak dilakukan perawatan payudara
d. Mengetahui waktu pelaksanaan perawatan payudara
e. Mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
perawatan payudara
f. Mengetahui langkah-langkah perawatan payudara
g. Mengetahui teknik perawatan payudara
h. Mengetahui perawatan payudara dengan masalah
C. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
3. Demontrasi
D. Materi
1. Pengertian perawatan payudara
2. Manfaat dan tujuan perawatan payudara
3. Akibat jika tidak dilakukan perawatan payudara
4. Waktu pelaksanaan perawatan payudara
5. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan perawatan payudara
6. Langkah-langkah perawatan payudara
7. Teknik perawatan payudara
8. Perawatan payudara dengan masalah
E. Media
1. Leaflet
F. Pelaksanaan Kegiatan
No. Tahap Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta Waktu Media
Kegiatan
1. Pembukaan Memberi salam Pembuka Menjawab salam 5 menit Suara
Memperkenalkan diri Mendengarkan
Kontrak waktu Memberikan
respon
2 Kegiatan Penjelasan Mendengarkan 10 Leaflet
inti - Menjelaskan pengertian Memperhatikan menit
perawatan payudara Menyimak
- Menjelaskan manfaat dan
tujuan perawatan
payudara
- Menjelaskan akibat jika
tidak dilakukan
perawatan payudara
- Menjelaskan waktu
pelaksanaan perawatan
payudara
- Menjelaskan hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam
melakukan perawatan
payudara
- Menjelaskan langkah-
langkah perawatan
payudara
- Menjelaskan teknik
perawatan payudara
- Perawatan payudara
dengan masalah
3 Demonstrasi Pasien mempraktekan terkait Memperagakan 10 Baby
perwatan payudara dipandu menit oil
oleh mahasiswa
G. Evaluasi
1. Evaluasi Persiapan
a. Kesiapan pasien dalam menerima informasi
b. Media dan alat memadai
c. Tempat sesuai dengan kegiatan
2. Evaluasi Proses
a. Kegiatan penyuluhan dilakukan sesuai dengan waktu yang
direncanakan
b. Pasien kooperatif dan aktif selama proses penyuluhan
3. Evaluasi Hasil
a. Mampu menjelaskan materi perawatan payudara
b. Pasien mampu menjawab pertanyaan
1) Apa yang dimaksud dengan perawatan payudara?
2) Apa manfaat dan tujuan perawatan payudara?
3) Apa yang terjadi jika tidak dilakukan perawatan payudara?
4) Waktu pelaksanaan perawatan payudara
5) Apa saja hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
perawatan payudara?
6) Bagaimana teknik perawatan payudara?
7) Bagaimana melakukan perawatan payudara dengan masalah?
c. Pasien mampu mendemonstrasikan cara perawatan payudara yang
benar
MATERI PENYULUHAN
PERAWATAN PAYUDARA (Breast Care)
PADA MASA NIFAS
A. Pengertian
Post natal breast care pada ibu nifas merupakan perawatan payudara yang
dilakukan pada ibu pasca melahirkan/nifas untuk melancarkan sirkulasi darah dan
mencegah tersumbatnya saluran payudara sehingga memperlancar pengeluaran
ASI. Pelaksanaan perawatan payudara dimulai sedini mungkin, yaitu 1-2 hari
setelah bayi dilahirkan dan dilakukan 2 kali sehari. (Saleha, 2009)
Perawatan payudara adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan
teratur untuk memelihara kesehatan payudara waktu hamil dengan tujuan untuk
mempersiapkan laktasi pada waktu post partum (Saryono, 2009).
Perawatan payudara adalah perawatan yang dilakukan pada payudara ibu
setelah melahirkan dan menyusui yang merupakan suatu cara yang dilakukan saat
merawat payudara agar ASI keluar dengan lancar (Suririnah,2007).
Jadi perawatan payudara masa nifas adalah kegiatan yang dilakukan oleh ibu
pasca melahirkan sebagai upaya untuk memelihara kesehatan payudara dan
membantu memperlancar produksi ASI.
D. Waktu Pelaksanaan
1. Pertama kali dilakukan pada hari kedua setelah melahirkan
2. Dilakukan minimal 2x dalam sehari