Anda di halaman 1dari 70

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUAHAN KEPERAWATAN

PADA Ny. Y DENGAN DIAGNOSA MEDIS P1A0 POST


SECTIO CAESAREA ATAS INDIKASI FETAL DISTRESS
DI RUANG CEMPAKA RSUD DR. DORIS
SYLVANUS PALANGKA RAYA

Di Susun Oleh :
Mahasiswa Tingkat III A/Semester V
Stella Ratna Clarissa
NIM. 2019.C.11a.1028

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2021

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Stella Ratna Clarissa
NIM : 2019.C.11a.1028
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : “Laporan Pendahuluan dan Asuahan Keperawatan pada Ny. Y
dengan Diagnosa Medis P1A0 Post Sectio Caesarea atas Indikasi Fetal Distress di
Ruang Cempaka RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklinik Keperawatan II (PPK II) Pada Program Studi S-1
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Elin Ria Resty, S.Kep.,Ners. Lidya Amiani, S.Kep.,Ners.

i
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan
Asuahan Keperawatan pada Ny. Y dengan Diagnosa Medis P1A0 Post Sectio
Caesarea atas Indikasi Fetal Distress di Ruang Cempaka RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya”
Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK II).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd.,M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners.,M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Elin Ria Resty, S.Kep.,Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
4. Ibu Lidya Amiani, S.Kep.,Ners selaku pembimbing Klinik yang telah
memberikan izin, informasi dan membantu dalam pelaksanaan praktik
manajemen keperawatan di Ruang Cempaka RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Palangka Raya, 7 November 2021

Penyusun,
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 1
1.4 Manfaat 1
BAB 2 LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 Konsep Dasar SC 1
2.1.1 Definisi 1
2.1.2 Etiologi 1
2.1.3 Klasifikasi 1
2.1.4 Patofisiologi (WOC) 3
2.1.5 Manifestasi Klinis 5
2.1.6 Komplikasi 6
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang6
2.1.8 Penatalaksanaan Medis 7
2.2 Konsep Dasar Presentasi Fetal Distress 8
2.2.1 Definisi 8
2.2.2 Etiologi 8
2.2.3 Klasifikasi 9
2.2.4 Patofisiogi 10
2.2.5 Manifestasi Klinis 10
2.2.6 Komplikasi 11
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang 12
2.2.8 Penatalaksaan Medis 13
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan 14
2.3.1 Pengkajian Keperawatan 14
2.3.2 Diagnosa Keperawatan 16
2.3.3 Intervensi Keperawatan 17
2.3.4 Implementasi Keperawatan 19
2.3.5 Evaluasi Keperawatan 19
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persalinan merupakan proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) disertai dengan pengeluaran plasenta dan
selaput janin (Nurul Jannah, 2017) Ada dua cara persalinan yaitu persalinan lewat
vagina yang disebut dengan persalinan normal dan persalinan dengan cara operasi
sectio caesar. Persalinan sectio caesarea merupakan persalinan buatan dimana
janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan
saraf rahim dalam keadaan utuh serta berat diatas 500 gram. SC adalah suatu cara
melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding
depan perut; seksio sesarea juga dapat didefinisikan sebagai suatu histerotomia
untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
Menurut WHO (Word Health Organization) angka kejadian sectio Caesar
meningkat di negara-negara berkembang. WHO menetapkan indikator persalinan
sectio caesarea 10-15% untuk setiap negara, jika tidak sesuai indikasi operasi
sectio caesarea dapat meningkatkan resiko morbilitas dan mortalitas pada ibu dan
bayi (World Health Organization, 2017). Berdasarkan hasil Riskesdas 2018
menyatakan terdapat 15,3% persalinan dilakukan melalui operasi. Provinsi
tertinggi dengan persalinan melalui Sectio Caesarea adalah DKI Jakarta (27,2%),
Kepulauan Riau (24,7%), dan Sumatera Barat (23,1%) (Depkes RI, 2018).
Pada kasus SC angka mortalitas dua kali angka pada pelahiran
pervaginam, disamping itu angka morbiditas yang terjadi akibat infeksi,
kehilangan darah, dan kerusakan organ internal lebih tinggi pada persalinan SC.
Tindakan SC dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan
resiko pada ibu ataupun pada janin seperti proses persalinan normal lama atau
kegagalan proses persalinan normal, plasenta previa, panggul sempit, distosia
serviks, pre eklamsi berat, ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban
pecah dini, janin letak lintang, letak bokong, fetal distres dan janin besar melebihi
4.000 gram. Angka persalinan dengan SC di NAD (Nanggroe Aceh Darussalam)
masih tinggi, sehingga angka ini harus ditekan dengan upaya tindakan SC
berdasar indikasi, peningkatan pengetahuan ibu hamil mengenai indikasi SC yang
tepat.
Menurut Solehati & kosasih, (2017), masalah yang biasanya muncul
setelah dilakukannya operasi SC antara lain: terjadinya aspirasi (25-50%), emboli
pulmonari, perdarahan, infeksi pada luka, infeksi uterus, infeksi pada traktus
urinarius, cedera pada kandung kemih, tromboflebitis dan gangguan rasa nyaman
nyeri. Apabila masalah- masalah tersebut tidak segera diatasi, maka masalahnya
menjadi panjang dan dapat menimbulkan masalah baru seperti: pembentukan
adhesion (perlengkatan), obstruksi usus, kesulitan penggunaan otot untuk sit-up,
dan nyeri pelvik. Pada kasus post SC masalah yang sering muncul setelah
tindakan operasi SC adalah nyeri. Rasa nyeri adalah pengalaman sensori tidak
menyenangkan.
Dari data-data di atas menunjukkan bahwa Post Partum SC ( Section
Caesarea) merupakan kasus yang sangat berbahaya saat ini, oleh sebab itu saya
mengambil kasus “Asuahan Keperawatan pada Ny. R dengan Diagnosa Medis
P2A0 Post Sectio Caesarea atas Indikasi Presentasi Kaki di Ruang Cempaka
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”
1.2 Rumuasan Masalah
Berdasarkan latar belakang, penulis merumuskan suatu masalah yaitu
bagaimana penatalaksanaan Asuhan Keperawatan pada Ny. Y dengan Diagnosa
Medis P1A0 Post Sectio Caesarea atas Indikasi Fetal Distress
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Karya Tulisan Ilmiah ini agar mahasiswa memperoleh pengalaman nyata
dalam memberikan Asuhan Keperawatan pada Ny. Y dengan Diagnosa Medis
P1A0 Post Sectio Caesarea atas Indikasi Fetal Distress
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.1.1 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan
1.3.1.2 Mahasiswa mampu menentukan diagnosa keperawatan pada klien dengan
P1A0 Post Sectio Caesarea atas Indikasi Fetal Distress
1.3.1.3 Mahasiswa mampu menentukan intervensi keperawatan pada klien dengan
P1A0 Post Sectio Caesarea atas Indikasi Fetal Distress
1.3.1.4 Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada klien
dengan P1A0 Post Sectio Caesarea atas Indikasi Fetal Distress
1.3.1.5 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan
P1A0 Post Sectio Caesarea atas Indikasi Fetal Distress
1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk Mahasiswa
Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi
yang bermakna bagi mahasiswa dalam memberikan Asuhan Keperawatan pada
Ny. Y dengan Diagnosa Medis P1A0 Post Sectio Caesarea atas Indikasi Fetal
Distress
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga
Hasil asuhan keperawatan ini dapat digunakan untuk membantu klien dan
keluarga untuk memahami apa itu P1A0 Post Sectio Caesarea atas Indikasi Fetal
Distress dan bagaimana nanti perawatan mandiri untuk klien dengan P1A0 Post
Sectio Caesarea atas Indikasi Fetal Distress
1.4.3 Untuk Institusi
Institusi mampu mengembangkan dan memperbaiki pembuatan asuhan
keperawatan pada klien dengan P1A0 Post Sectio Caesarea atas Indikasi Fetal
Distress dan juga mampu mengembangkan ilmu untuk dibagi kepada institusi/
mahasiswa pada institusi tersebut sehingga dapat membuat institus semakin
berkembang menjadi lebih baik
1.4.4 Untuk IPTEK
IPTEK mampu mengembangkan lebih dalam lagi mengenai pengetahuan
di bidang kesehatan khususnya pada asuhan keperawatan pada klien dengan P1A0
Post Sectio Caesarea atas Indikasi Fetal Distress
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Sectio Caesarea
3.1.1 Definisi
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Kusuma, 2015).
Sectio Caesarea adalah jalan alternatif menyambut kelahiran seorang
bayi melalui operasi praktis. Pembedahan dilakukan pada perut dan rahim ibu.
Sectio Caesarea dilakukan sebagai tindakan penyelamatan terhadap kasus-kasus
persalinan normal yang berbahaya. Oleh karena itu tindakan ini hanya di lakukan
ketika proses persalinan alamiah melalui vagina tidak memungkinkan karena
risiko medis tertentu. Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut.
Post Partum adalah suatau masa antara kelahiran sampai dengan organ-
organ reproduksi kembali ke keadaan sebelum masa hamil. Post Partum
merupakan masa pemulihan kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-
alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum kehamilan. Lama Post Partum
ini antara 6-8 minggu.
3.1.2 Etiologi
3.1.2.1 Etiologi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai
kelainan letak ada, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin / panggul ), ada
sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul,
Plasenta previa terutama pada primigravida, solutsio plasenta tingkat I – II,
komplikasi kehamilan yang disertai penyakit ( jantung, DM ). Gangguan
perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri, dan sebagainya).
3.1.2.2 Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan
janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, 8 9 kegagalan persalinan
vakum atau forceps ekstraksi. (Nurarif & Hardhi, 2015).
Indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen,
perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah
fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio
caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai
berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul
ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat
menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang
panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga
panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan
lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau
panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan
patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris
dan ukuranukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.
Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan
mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar
ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di
bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara
normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
1. Kelainan pada letak kepala
a. Letak kepala tengadah , Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada
pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya
kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.
b. Presentasi muka , Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian
kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi,
kira-kira 0,27-0,5 %.
c. Presentasi dahi , Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada
pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu,
biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau
letak belakang kepala.
7. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong,
presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna
dan presentasi kaki.
3.1.3 Klasifikasi
3.1.3.1 Segmen bawah : Insisi melintang
Karena cara ini memungkinkan kelahiran per abdominam yang aman
sekalipun dikerjakan kemudian pada saat persalinan dan sekalipun dikerjakan
kemudian pada saat persalinan dan sekalipun rongga Rahim terinfeksi, maka insisi
melintang segmenn bawah uterus telah menimbulkan revolusi dalam pelaksanaan
obstetric
3.1.3.2 Segmen bawah : Insisi membujur
Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama seperti insisi
melintang, insisi membujur dibuat dengan scalpel dan dilebarkan dengan gunting
tumpul untuk menghindari cedera pada bayi
3.1.3.3 Sectio Caesarea Klasik
Insisi longitudinal digaris tengah dibuat dengan scalpel kedalam dinding
anterior uterus dan dilebarkan keatas serta kebawah dengan gunting yang
berujung tumpul. Diperlukan luka insisi yang lebar karena bayi sering dilahirkan
dengan bokong dahulu. Janin serta plasenta dikeluarkan dan uterus ditutup dengan
jahitan tiga lapis. Pada masa modern ini hamper sudah tidak dipertimbangkan lagi
untuk mengerjakan Sectio Caesarea klasik. Satu-satunya indikasi untuk prosedur
segmen atas adalah kesulitan teknis dalam menyingkapkan segmenn bawah.
3.1.3.4 Sectio Caesarea Extraperitoneal
Pembedahan Extraperitoneal dikerjakan untuk mennghindari perlunya
histerektomi pada kasus-kasus yang menngalami infeksi luas dengan mencegahh
peritonitis generalisata yang sering bersifat fatal. Ada beberapa metode Sectio
Caesarea Extraperitoneal, seperti metode Waters, Latzko, dan Norton, T. tekhnik
pada prosedur ini relative lebih sulit, sering tanpa sengaja masuk kedalam vacuum
peritoneal dan isidensi cedera vesica urinaria meningkat. Metode ini tidak boleh
dibuang tetapi tetap disimpan sebagai cadangan kasus-kasus tertentu.
Histerektomi Caesarea Pembedahan ini merupakan Sectio Caesarea yang
dilanjutkan denngan pengeluaran uterus. Jika mmuungkin histerektomi harus
dikerjakan lengkap (histerektomi total). Akan tetapi, karena pembedahan subtoral
lebih mmudah dan dapatt dikerjakan lebih cepat, maka pemmbedahan subtoral
menjadi prosedur pilihan jika terdapat perdarahan hebat dan pasien terjadi syok,
atau jika pasien dalam keadaan jelek akibat sebab-sebab lain. Pada kasus-kasus
semacam ini lanjutan pembedahan adalah menyelesaikannya secepat mungkin
1.2.4 Patofisiologi
Ada beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak lahir normal atau spontan, misalnya disebabkan oleh
panggul sempit dan plasenta previa. Dalam proses operasinya dilakukan tindakan
anastesi yang akan menyebabkan pasien mengalami imobilisasi, efek anastesi
menyebabkan konstipasi. Dalam proses pembedahan akan dilakukan tindakan
insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya jaringan
merangsang area sensorik yang menyebabkan gangguan rasa nyaman yaitu nyeri.
Setelah proses pembedahan berakhir daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post sectio caesarea, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menyebabkan resiko infeksi. Pada saat post partum mengalami penurunan hormon
progesteron dan estrogen akan terjadi kontraksi uterus dan involusi tidak adekuat
sehingga terjadi pendarahan dan bisa menyebabkan risiko syok, Hb menurun dan
kekurangan O2 mengakibatkan kelemahan dan menyebabkan defisit perawatan
diri.
WOC POST SECTIO CAESAREA
POST SC

B1 B2 B3 B4 B6
B5
BREATHING BLOOD BRAIN BLADDER BONE
BOWEL

Kontraksi Nifas Penurunan Kelemahan


Peningkatan Peningkatan
Uterus (Post Pembedahan) Kerja PONS Otot
Sekresi Mukosa Asam

Luka Terbuka
Atonia Aliran Terputusnya Post Dientri Penurunan Kerja
Kontinuitas Mual Muntah Bedrest
Refleks Batuk Darah Uteri Otot-Otot
Jaringan Eliminasi

Perawatan
Kontraksi MK :
Akumulasi Kurang Anoreksia
Berlebihan Pengeluaran Gangguan
Sekret MK :
Mediator Nyeri Mobilitas Fisik
Konstipasi

Pendarahan MK : Resiko Intake


MK : Bersihan Berlebihan Infeksi Menurun
Jalan Nafas Tidak Nyeri Saat
Efektif Beraktivitas
MK : Risiko MK : Defisi
Syok Nutrisi

MK : Nyeri
Akut
2.1.5 Manifestasi Klinis
Persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan perawatan yang lebih komprehensif yaitu perawatan
post operatif dan post partum, manifestasi klinis Sectio Caesarea :
1. Nyeri akibat ada luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus terletak di umbilicus
4. Aliran lockhea sedang bebas membeku yang tidak berlebihan
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 750 – 1000
6. Menahan batuk akibat rasa nyeri yang berlebihan
7. Biasanya terpasang kateter urinarius
8. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
9. Akibat nyeri terbatas untuk melakukan pergerakan
10. Bonding attachment pada anak yang baru lahir
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul dari tindakan Sectio Caesarea adalah komplikasi pembiusan,
perdarahan pasca operasi Sectio Caesarea, syok perdarahan, obstruksi usus, gangguan pembekuan darah, dan
cedera organ abdomen seperti usus, ureter, kandung kemih, pembuluh darah. Pada Sectio Caesarea juga bisa
terjadi infeksi sampai sepsis apalagi pada kasus dengan ketuban pecah dini. Dapat juga terjadi komplikasi
pada bekas luka operasi.
Hal yang sangat mempengaruhi atau komplikasi pasca operasi yaitu infeksi jahitan pasca Sectio
Caesarea, infeksi ini terjadi karena banyak factor, seperti infeksi intrauteri, adanya penyakit penyerta yang
berhubungan dengan infeksi misalnya, abses tuboofaria, apendiksitis akut/perforasi. Diabetes mellitus, gula
darah tidak terkontrol, kondisi imunokompromised misalnya, infeksi HIV, Tuberkulosis atau sedang
mengkonsumsi kortikosteroid jangka panjang, gisi buruk, termasuk anemia berat, sterilitas kamar operasi dan
atau alat tidak terjaga, alergi pada materi benang yang digunakan daan kuman resisten terhadap antibiotic.
Akibat infeksi ini luka bekas Sectio Caesarea akan terbuka dalam minggu pertama pasca operasi. Terbukanya
luka bisa hanya kulit dan subkulit saja, bisa juga sampai fascia yang disebut dengan bust abdomen.
Umumnya, luka akan bernanah atau ada eksudat dan berbahaya jika dibiarkan karena kuman tersebut dapat
menyebar melalui aliran darah. Luka yang terbuka akibat infeksi itu harus dirawat, dibersihkan dan dilakukan
kultur dari caiiran luka tersebut.
2.1.7 Pemeriksaan penunjang
2.1.7.1 Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
2.1.7.2 Pemantauan EKG
2.1.7.3 JDL dengan diferensial
2.1.7.4 Elektrolit
2.1.7.5 Hemoglobin/Hematokrit
2.1.7.6 Golongan Darah
2.1.7.7 Urinalis
2.1.7.8 Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
2.1.7.9 Pemeriksaan sinar X sesuai indikasi.
2.1.7.10 Ultrasound sesuai pesanan
2.1.8 Penatalaksanaan Medis
2.1.8.1 Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan per intavena harus
cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ
tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan
jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
2.1.8.2 Diet
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian
minuman dan makanan per oral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan
pada 6 sampai 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh
2.1.8.3 Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 sampai
10 jam setelah operasi, Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin
setelah sadar, Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam lalu menghembuskannya, Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler), Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca
operasi.
2.1.8.4 Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih
lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
2.1.8.5 Pemberian obat-obatan
Antibiotik cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda sesuai indikasi.
2.1.8.6 Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
Obat yang dapat di berikan melalui supositoria obat yang diberikan ketopropen sup 2x/24 jam,
melalui orang obat yang dapat 14 diberikan tramadol atau paracetamol tiap 6 jam, melalui injeksi ranitidin
90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu.
2.1.8.7 Obat-obat lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti
neurobian I vit C
2.1.8.8 Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan
diganti
2.1.8.9 Pemeriksaan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan
pernafasan.
2.1.8.10 Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui,
pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi,
biasanya mengurangi rasa nyeri.

2.2 Konsep Fetal Distresss


2.2.1 Definisi
Fetal distress didefinisikan sebagai hipoksia janin progresif dan/ atau asidemia sekunder akibat
oksigenasi janin yang tidak memadai. Istilah ini digunakan untuk menunjukkan perubahan dalam pola
jantung janin, berkurangnya gerakan janin, hambatan pertumbuhan janin, dan adanya mekonium pada saat
persalinan. Meskipun fetal distress mungkin berhubungan dengan ensefalopati neonatal, sebagian besar
neonatus akan menjadi kuat dan sehat Saat lahir meskipun dengan diagnosis fetal distress (Gravett, et al.,
2016).
Fetal distress dinilai dengan skor Apgar (kurang dari 7 di I menit dan 5 menit), jejak kardiotokografi,
dan pH tali pusat atau darah kulit kepala janin (pH kurang dari 7,2) (Ill. Di antaranya, penilaian skor Apgar
adalah yang paling sederhana dan umum digunakan (Tanima, et al., 2018).
Gawat janin adalah kekhawatiran obstetri tentang keadaan janin, yang kemudian berakhir dengan
seksio sesarea atau persalinan buatan lainnya (Sanvono, 2009).
Namun ada pula yang berpendapat bahwa fetal distress hanya dapat diamati secara tidak langsung,
biasanya melalui pemantauan denyut jantung janin elektronik yang bersubjek pada variabilitas intra-dan
antar-pengamat yang tinggi dalam intetp1Vtasi data. Karena alasan ini, banyak ahli merekomendasikan untuk
meninggalkan istilah fetal distress, dan mengadopsi istilah non-reassuring fetal status untuk menggambarkan
interpretasi klinis kesejahteraan janin (Williams, 2014).

2.2.2 Etiologi

Penyebab dari Fetal Distress yaitu:

2.2.2.1 Insufisiensi uteroplasenter akut (kurangnya aliran darah uterus-plasenta dalam waktu singkat)
1. Aktivitas uterus yang berlebihan, hipertonik uterus, dapat dihubungkan dengan pemberian
oksitosin.
2. Hipotensi ibu, anestesi epidural, kompresi vena kava, posisi terlentang.
3. Solusio plasenta.
4. Plasenta previa dengan pendarahan
2.2.2.2 Insufisiensi uteroplasenter kronik (kurangnya aliran darah utcrus-plascnta dalam
waktu lama)
1. Penyakit hipertensi
2. Diabctes melitus
3. Postmaturitas atau imaturitas
2.2.2.3 Kompresi (penekanan) tali pusat.

2.2.3 Klasifikasi
Jenis gawat janin menurut muchtar (2013) yaitu :
2.2.3.1 Gawat janin yang terjadi secara ilmiah
2.2.3.2 Gawat janin iatrogenic
Gawat janin iatrogenic adalah gawat janin yang timbul akibat tindakan
medik atau kelalaian penolong. Resiko dari praktek yang dillakukan telah mengungkapkan
patofisiologi gawat janin iatrogenic akibat dari pengalaman pemantauan jantung janin.
Kejadian yang dapat menimbulkan gawat janin iatrogenic adalah :
1) Posisi tidur ibu: posisi telentang dapat menimbulkan tekanan pasa Aorta dan Vena
Kava sehingga timbul Hipotensi. Oksigenasi dapat diperbaiki dengan perubahan
posisi tidur menjadi miring kekiri atau semilateral.
2) Infus oksitosin : Bila kontraksi uterus menjadi hipertonik atau sangat kerap, maka
relaksasi uterus terganggu, yang berarti penyaluran arus darah uterus mengalami
kelainan. Hal ini disebut sebagai Hiperstimulasi. Pengawasan kontraksi harus
ditujukan agar kontraksi dapat timbul seperti kontraksi fisiologik,
3) Anestesi epidura: IBlokade system simpatik dapat mengakibatkan penururnan arus
darah vena, curah jantung dan penyuluhan darah uterus. Obat anastesia epidural dapat
menimbulkan kelainan pada denyut jantung janin yaitu berupa penurunan variabilitas,
bahkan dapat terjadi deselarasi lambat. Diperkirakan obat-obat tersebut mempunyai
pengaruh terhadap otot jantung janin dan vasokontriksi arteri uterine.
2.2.3.3 Gawat janin sebelum persalinan
1) Gawat janin kronik: Dapat timbul setelah periode yang panjang selama periode
antenatal bila status fisiologi dari ibu-janin-plasenta yang ideal dan normal terganggu.
2) Gawat janin akut yaitu suatu kejadian bencana yang tiba-tiba mempengaruhi
oksigenasi janin.
2.2.3.4 Gawat janin selama persalinan
Menunjukkan hipoksia janin tanpa oksigenasi yang adekuat, denyut jantung janin
kehilangan varibilitas dasarnya dan menunjukkan deselerasi lanjut pada kontraksi uterus. Bila
hipoksia menetap, glikolisis anarob menghasilkan asam laktat dengan PH janin yang
menurun

2.2.4 Patoflslologi Fetal Distress


Fetal distress merupakan indikator kondisi yang mendasari terjadinya kekurangan
oksigen sementara atau permancn pada janin, yang dapat menycbabkan hipoksia janin dan
asidosis metabolik. Karena oksigenasi janin tergantung pada oksigcnasi ibu dan perfusi
plasenta, gangguan oksigcnasi ibu, suplai darah rahim, transfer plasenta atau transportasi gas
janin yang dapat menycbabkan hipoksia janin dan non-reassuring fetal status. Kondisi yang
umumnya terkait dengan nonrcassuring fetal statüs temıasuk penyakit kardiovaskular ibu,
ancmia, diabctes, hipertcnsi,
Infeksi, solusio plasenta, prescntasi janin yang abnormal, pembatasan pertumbuhan
intrauterin, dan kompresi tali pusat, antara lain kondisi obstetri, ibu atau janin (Williams,
2014).
Janin mengalami tiga tahap penurunan kadar oksigcn: hipoksia sementara tanpa
asidosis metabolik, hipoksia jaringan dcngan risİko asidosis metabolik, dan hipoksia dengan
asidosis metabolik. Respons janin terhadap kckurangan oksigcn diatur oleh sistem saraf
otonom, yang dimcdiasi Olch mekanismc parasimpatis dan simpatis. Janin dilengkapi dengan
mekanisme kompcnsasi untuk hipoksia semcntara selama kehamilan, tetapi hipoksia janin
yang terus-mencrus dapat menycbabkan asidosis secara progresif dengan kematİan sel,
kerusakan jaringan, kegagalan organ, dan kemungkinan kematian. Menanggapi hipoksia,
mekanismc kompensasi janin meliputi:
1) penurunan denyut jantung;
2) pengurangan konsumsİ oksigcn yang discbabkan Olch berhcntinya fungsi-fungsi yang
tidak penting seperti gerakan tubuh;
3) redistribusi output jantung ke organ perfusi, scpcrti jantung, otak, dan kclcnjar
adrenal; dan
4) beralih ke metabolisme sclulcr anaerob (Williams, 2014).

2.2.5 Manifestasi Klinis


Penyebab tanda-tanda gawat janin (Menurut Tuckor Martin 1997 Pemantauan janin)
2.2.5.1 Hipoksia awal pada janin
Janin melakukan kompensasi untuk mengurangi aliran darah dengan meningkatkan
stimulasi simpatik atau melepaskan epinefrin dari medulla adrenal atau keduanya.
2.2.5.2 Demam pada maternal
Mempercepat metabolisme dari miokardium janin, meningkatkan aktivitas kardia
akselerasi simpatik sampai 2 jam sebelum ibu demam.
1. Hipertensi pada ibu
2. Saturasi oksigen;oksigen ibu berkurang: penyakit jantung
3. Kelainan pasukan plasenta: solution plasenta,lilitan tali pusat.

2.2.6 Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul jika janin mengalami gawat janin adalah:
2.2.6.1 Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan gawat bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur,
sehingga dapat menurunkan oksigen dan meningkatkan karbon dioksida yang menimbulkan
akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Manuabam., 2007).
2.2.6.2 Menyebabkan kematian janin jika tidak segera ditangani dengan baik

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang


2.2.7.1 USG (Ultrasonographi)
Dapat mengungkapkan posisi rendah berbaring plasenta tapi apakah plasenta melapisi
cervik tidak biasa diungkapkan.
2.2.7.2 Sinar X
Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagian-bagian tubuh
dari janin

2.2.7.3 Pemeriksaan laboratorium


Pemeriksaan laboratorium yaitu ada hemoglobin dan hematokrit menurun. Faktor
pembekuan pada umumnya di dalam batas normal.
2.2.7.4 Pengkajian vaginal
Pengkajian ini akan mendiagnosa placenta Previa tapi seharusnya ditunda jika
memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih baik sesuadah 34 minggu).
Pemeriksaan ini disebut pula prosedur susunan ganda (double setup procedure).
Double setup adalah pemeriksaan steril pada vagina yang dilakukan di ruang operasi
dengan kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran secara cesar.
2.2.7.4 Isotop Scanning
Lokasi penempatan plasenta, yaitu untuk mengetahu letak atau posisi plasenta.

2.2.8 Penatalaksaan
2.2.8.1 Penatalaksanaan Medis
Jika dcnyut jantung janin diketahui tidak normal, lakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Tergantung faktor penyebab: perubahan posisi lataran dan pemberian 02 8-12
l/menit membantu mengumngi demam pada maternal dengan hidrasi anti piretik
dan tindakan pendinginaıl
2. Jika sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat-obatan) mulailah penanganan
yang sesuai dengan kondisi ibu:
a) İstirahat baring
b) Banyak minum
c) Kompres untuk menunınkan suhu tubuh İbu
3. Jika sebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin tetap abnormal
sepanjang paling sedikit 3 kontraksi, lakukan pemeriksaan dalam unluk
mencari penyebab gawat janin:
a) Jika terdapat perdamhan dengan nyerİ yang hilang timbul atau menetap,
pikirkan kemungkinan solusio plasma,
b) Jika terdapat tanda-tanda İnfeksİ (demam, sekret vagina berbau tajam)
berikan anti biotik untuk amnionoitis.
c) Jika tali pusat terletak di bawah janin atau dalam vagina lakukan
penanganan prolaps tali pusat.
d) Jika denyut jantung janin tetap abnormal atau jika terdapat tanda-tanda lain
gawat janin (mekonium kental pada caimn amnion, rencanakan persalinan).
2.2.8.2 Penatalaksanaan Keperawatan
2.2.8.2.1 Promotion
Memberikan pindidikan kepada msyarakat, terutama dalam hal ini adalah para ibu
hamil tentang fetal distress, bagaimana mencegah terhadap suatu hal yang dapat
membahayakan kondisi kesehatan ibu dan anak. Terutama Pemantauan dasar
fisiologi pada: (pemantauan dan pengkajian janin susan martin tucker edisi 4)
a) Kemampuan plasenta untuk berdifusi
Kemampuan plasenta untuk berdifusi mengatur laju pengiriman oksigen dan
laju aliran darah. Oksigen berdifusi dari darah ibu, yang memiliki tekanan
persial lebih tinggi, ke darh janin yang memiliki tekanan persial lebih rendah.
Laju aliran darah ibu danjanin.
b) Area permukaan plasenta
Semakin banyak pembulu darah plasenta semakin besar jumlah zat yang dapat
disalurkan antara ibu dan janin.
c) Latihan fisik
Takik kardi yang terjadi setelah latihan fisik ibu dianggap sebagai akibat dari
periode transisi dari oksigenjanin yang berkurang. Meskipun latihan fisik ibu
mengalirkan darah keotot yang jauh dari uterus, tetapi tidak ada bukti bahwa
latihan itu berbahaya apabila fungsi uteroplasenta masih normal.
d) Kontraksi uterus
Kontraksi uterus mengakibatkan penurunan laju perfusi darah ibu melalui ruang
antatwili. Kontraksi ini dapat terjadi akibat ketegangan atau stres yang
berkepanjangan. Untuk mencegah stress ini. Uterus sangat perlu rileks secara
adekuat agar berdilatasi,
e) Hipertonus uterus
Hipertonus utenls-tekanan intmteurus tinggi yang berlebihan dapat
menyebabkan janin mengalami stress.
f) Hipertensi
Mengakibatkan peningkatan ketahanan vaskular, yang mengakibatkan
penurunan aliran darah uterus.

2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali
masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik secara bio, pisiko, sosial
dan spiritual (Dermawan 2012). Beriku pengkajian keperawatan meliputi yaitu :
2.3.1.1 Anamnesa, Indentitas pasien, riwayat penyakit,keluhan utama
2.3.1.2 Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya rasa nyeri. Lokasi
luka biasanya terdapat pada daerah- daerah yang menonjol, misalnya pada
daerah abdomen , daerah tangan , telapak kaki.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi keluhan,
intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau
memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain yang menyertai dan
upaya- upaya yang telah dilakukan perawat disini harus menghubungkan
masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal, panas, mati rasa, immobilisasi,
nyeri, demam, edema, dan neuropati
3. Riwayat Kesehatan masa lalu
Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM, dan
hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada
masa lalu yang masih relevan. Catat adanya efek samping yang terjadi di
masa lalu. Tanyakan alergi obat dan reaksi alergi apa yang timbul
4. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan luka dapat
dipengauhi oleh penyakit-penyakit yang diturunkan seperti : DM, alergi,
Hipertensi ( CVA ). Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang pernah
dialami klien. Hal ini untuk memberikan informasi apakah perubahan pada
kulit merupakan manifestasi dari penyakit sistemik.
5. Riwayat perkawinan
Pada riwayat perkawinan hal yang perlu dikaji adalah menikah sejak usia berapa,
lama pernikahan, berapa kali menikah, status pernikahan saat ini.
6. Riwayat obsterti
Pada pengkajian riwayat obstetri meliputi riwayat kehamilan, persalinan dan nifas
yang lalu, berpa kali ibu hamil, penolong persalinan, dimana ibu bersalin,
cara bersalin, jumlah anak, apakah pernah abortus, dan keadaan nifas yang
lalu.
7. Riwayat persalinan sekarang
Meliputi tanggal persalinan, jenis persalinan, lama persalinan, jenis kelamin anak,
keadaan anak.
8. Riwayat KB
Pengkajian riwayat KB dilakukan untuk mengetahui apakah klien pernah ikut
program KB, jenis kontrasepsi, apakah terdapat keluhan dan maalah dalam
penggunaan kontrasepsi tersebut, dan setelah masa nifas ini akan
menggunakan alat kontrasepsi apa.
2.3.1.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan suatu proses memeriksa tubuh pasien dari ujung kepala sampai
ujung kaki (head to toe) untuk menemukan tanda klinis dari suatu penyakit.
(Dermawan,2012).
1. Pada pemeriksaan kepala meliputi bentuk kepala, kulit kepala, apakah ada lesi atau
benjolan, dan kesan wajah, biasanya terdapat chloasma gravidarum pada ibu post
partum. Pada pemeriksaan mata meliputi kelengkapan dan kesimetrisan
mata,kelompok mata, konjungtiva, cornea, ketajaman pengelihatan. Pada ibu post
sectio caesarea biasanya terdapat konjungtiva yang anemis diakibatkan oleh kondisi
anemia atau dikarenakan proses persalinan yang mengalami perdarahan.
2. Pada pemeriksaan hidung meliputi tulang hidung dan posisi septum nasi, pernafasan
cuping hidung, kondisi lubang hidung, apakah ada secret, sumbatan jalan nafas,
apakah ada perdarahan atau tidak, apakah ada polip dan purulent. Pada pemeriksaan
telinga meliputi bentuk, ukuran, ketegangan lubang telinga, kebersihan dan ketajaman
pendengaran.
3. Pada pemeriksaan leher meliputi posisi trakea, kelenjar tiroid, bendungan vena
jugularis. Pada ibu post partum biasanya terjadi pemebesaran kelenjar tiroid yang
disebabkan proses meneran yang salah. Pada pemeriksaan mulut dan orofaring
meliputi keadaan bibir, keadaan gigi, lidah, palatum, orofaring, ukuran tonsil, warna
tonsil.
4. Pada pemeriksaan thorak meliputi inspeksi (bentuk dada, penggunaan otot bantu
nafas, pola nafas), palpasi (penilaian voval fremitus), perkusi (melakukan perkusi
pada semua lapang paru mulai dari atas klavikula kebawah pada setiap spasiem
intercostalis), auskultasi (bunyi nafas, suara nafas, suara tambahan).
5. Pada pemeriksaan payudara pada ibu yang mengalami bendungan ASI meliputi
bentuk simetris, kedua payudara tegang, ada nyeri tekan, kedua puting susu menonjol,
areola hitam, warna kulit tidak kemerahan, ASI belum keluar atau ASI hanya keluar
sedikit. Pada pemeriksaan jantung meliputi inspeksi dan palpasi (amati ada atau tidak
pulsasi, amati peningkatan kerja jantung atau pembesaran, amati ictus kordis), perkusi
(menentukan batas-batas jantung untuk mengetahui ukuranjantung), auskultasi (bunyi
jantung).
6. Pada pemeriksaan abdomen meliputi inspeksi (lihat luka bekas operasi apakah ada
tanda-tanda infksi dan tanda perdarahan, apakah terdapat striae dan linea), auskultasi
(peristaltic usus normal 5-35 kali permenit), palpasi (kontraksi uterus baik atau tidak).
7. Pada pemeriksaan genetalia eksterna meliputi inspeksi (apakah ada hematoma,
oedema,tanda-tanda infeksi,periksa lokhea meliputi warna, jumlah, dan
konsistensinya). Pada pemeriksaan kandung kemih diperiksa apakah kandung kemih
ibu penuh atau tidak, jika penuh minta ibu untuk berkemih, jika ibu tidak mampu
lakukan kateterisasi.
8. Pada pemeriksaan anus diperiksa apakah ada hemoroid atau tidak. Pada pemeriksaan
integument meliputi warna, turgor, kerataan warna, kelembaban, temperatur kulit,
tekstur, hiperpigmentasi. Pada pemeriksaan ekstermitas meliputi ada atau tidaknya
varises, oedema, reflek patella, reflek Babinski, nyeri tekan atau panas pada betis,
pemeriksaan human sign.
9. Pada pemeriksaan status mental meliputi kondisi emosi, orientasi klien, proses
berpikir, kemauan atau motivasi serta persepsi klien.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah bagian dari proses keperawatan yang merupakan
bagian dari penilaian klinis tentang pengalaman/tanggapan individu, keluarga, atau
masyarakat terhadap masalah kesehatan aktual/potensial/proses kehidupan, diagnosa
keperawatan yang muncul pada pasien POST SC adalah :
2.3.2.1 Nyeri akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik SDKI (D.0077. Hal 172)
2.3.2.2 Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri SDKI (D.0055.Hal 126)
2.3.2.3 Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tubuh yang tidak adekuat
SDKI (D.0142. Hal 304)
2.3.2.4 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan SDKI (D.0129.
Hal 282)
2.3.2.5 Resiko Syok berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler SDKI (D.0039. Hal 92)
2.3.2.6 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot SDKI (D.0056. Hal 128 )

2.3.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut SDKI Tingkat Nyeri SLKI Manajemen Nyeri SIKI
(D.0077 Hal. 172) (L.08066 Hal 145) (I.08238, hal 201)
berhubungan dengan Setelah dilakukan Observasi :
Agen pencedera fisik tindakan keperawatan 1. Identifikasi
selama 1x8 jam lokasi,karakteristik,dur
diharapkan rasa nyeri asi
pada pasien dapat frekuensi,kualitas,inten
menurun dengan kriteria sitas nyeri
hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri pasien 3. Identifikasi respon
menurun.(5) nyeri secara non verbal
2. Meringis pasien 4. Identifikasi faktor yang
menurun.(5). memperberat dan
3. Skala nyeri menurun memperingan nyeri
(5) 5. Identifikasi
4. Kegelisahan pasien pengetahuan dan
menurun.(5) keyakinan tentang nyeri
5. Ketegangan otot 6. Identifikasi pengaruh
pasien.(5) budaya terhadap respon
6. Kesulitan tidur pasien nyeri
menurun 7. Monitor keberhasilan
7. Kemampuan terapi komplementer
menuntaskan aktivitas yang sudah diberikan
pasien meningkat. (5) 8. Monitor efek samping
8. TTV dalam batas penggunaan analgesic
normal Terapeutik :
1. Berikan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri.
2. Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
4. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan
penyebab,periode,dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgesik secara tepat
5. Anjurkan teknik
nonfamakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgesic
2. Gangguan pola tidur Pola tidur SLKI (05045 Perawatan luka SIKI
SDKI (D.0055 Hal 126) Hal 96 ) Setelah (I.14564, Hal.328)
berhubungan dengan dilakukan tindakan Observasi :
nyeri keperawatan selama 1x8 1. Monitor karakteristik
jam diharapkan pola tidur luka
pasien kembali membaik 2. Monitor tanda-tanda
dengan kriteria hasil : infeksi
1. Keluhan sulit tidur Terapeutik :
menurun.(5) 1. Lepaskan balutan dan
2. Keluhan sering plester secara perlahan
terjaga menurun.(5) 2. Cukur rambut disekitar
3. Keluhan tidak puas daerah luka, jika perlu
tidur pasien menurun. 3. Bersihkan dengan
(5) cairan NaCl atau
4. Keluhan pola tidur pembersih nontoksik,
pasien berubah sesuai kebutuhan
menurun. (5) 4. Besihkan jaringan
5. Keluhan istirahat nekrotik
tidak cukup menurun. 5. Berikan salep yang
(5) sesuai ke kulit/lesi, jika
6. Kemampuan perlu
beraktivitas pasien 6. Pasang balutan sesuai
jenis luka
7. Pertahankan teknik
steril saat melakukan
perawatan luka
8. Ganti balutan sesuai
jumlah eksudat dan
drainase
9. Jadwalkan perubahan
posisi setiap 2 jam atau
sesuai kondisi pasien
10. Berikan diet dengan
kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan
protein 1,25- 1,5
g/kgBB/hari
11. Berikan suplemen
vitamin dan mineral
12. Berikan terapi TENS
(stimulasi saraf
transcutaneous), jika
perlu
Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2. Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi kalori
dan protein
3. Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi prosedur
debridement
2. Kolaborasi pemberian
antibiotik
3. Resiko infeksi SDKI Kontrol risiko SLKI Pencegahan Infeksi SDKI
(D.0142 Hal 304) (L.14128 Hal 60) Setelah (I.14539 Hal.278)
berhubungan dengan dilakukan tindakan Observasi :
pertahanan primer tubuh keperawatan selama 1x8 1. Monitor tanda dan gejala
yang tidak adekuat jam diharapkan resiko infeksi lokal dan sitemik
infeksi pada pasien Terapeutik :
menurun dengan kriteria 1. Batasi jumlah
hasil : pengunjung
1. Pasien mampu 2. Berikan perawatan kulit
mengidentifikasi pada area edema
resiko meningkat. (5) 3. Cuci tangan sebelum
2. Kemampuan dan sesudah kontak
melakukan strategi dengan pasien dan
kontrol resiko lingkungan pasien
meningkat. (5) 4. Pertahankan teknik
3. Kemampuan pasien aseptik pada pasien
mengubah prilaku berisiko tinggi
meningkat. (5) Edukasi :
4. Kemampuan pasien 1. Jelaskan tanda dan
menghindari faktor gejala infeksi
resiko meningkat. (5) 2. Ajarkan cara mencuci
5. Kemampuan tangan dengan benar
mengenali perubahan 3. Ajarkan etika batuk
status kesehatan 4. Ajarkan cara
meningkat.(5) memeriksa kondisi luka
atau luka operasi
5. Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
6. Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
4. . Gangguan integritas Integritas kulit dan Perawatan luka SIKI
kulit SDKI (D.0129 Hal jaringan SLKI ( L.14125 (I.14564, Hal 328)
282) berhubungan Hal 33) Setelah dilakukan Observasi :
dengan kerusakan tindakan keperawatan 1. Monitor karakteristik
jaringan selama 1x8 jam luka
diharapkan keutuhan 2. Monitor tanda-tanda
kulit meningkat dengan infeksi
kriteria hasil : Terapeutik :
1. Suhu kulit membaik. 1. Lepaskan balutan dan
(5) plester secara perlahan
2. Sensasi kulit 2. Cukur rambut disekitar
membaik.(5) daerah luka, jika perlu
3. Tekstur kulit 3. Bersihkan dengan
membaik.(5) cairan NaCl atau
4. Nyeri menurun.(5) pembersih nontoksik,
5. Kemerahan pada kulit sesuai kebutuhan
menurun.(5) 4. Besihkan jaringan
6. Elastisitas kulit nekrotik
meningkat.(5) 5. Berikan salep yang
sesuai ke kulit/lesi, jika
perlu
6. Pasang balutan sesuai
jenis luka
7. Pertahankan teknik
steril saat melakukan
perawatan luka
8. Ganti balutan sesuai
jumlah eksudat dan
drainase
9. Jadwalkan perubahan
posisi setiap 2 jam atau
sesuai kondisi pasien
10. Berikan diet dengan
kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan
protein 1,25- 1,5
g/kgBB/hari
11. Berikan suplemen
vitamin dan mineral
12. Berikan terapi TENS
(stimulasi saraf
transcutaneous), jika
perlu
Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2. Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi kalori
dan protein
3. Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi prosedur
debridement
2. Kolaborasi pemberian
antibiotik
5. Resiko Syok SDKI Tingkat syok SLKI Manajemen syok
(D.0039) berhubungan (L.03032 Hal 148) hipovolemik SIKI
dengan perdarahan yang Setelah dilakukan (I.02050. hal. 222)
berlebihan, pindahnya tindakan Observasi :
cairan intravaskuler ke keperawatan selama 1x8 1. Monitor status
ekstravaskuler jam diharapkan Tingkat kardiopulmonal
syok menurun dengan 2. Monitor status
kriteria hasil : oksigenasi
1. Kekuatan nadi 3. Monitor status cairan
meningkat. (5) 4. Periksa tingkat
2. Output urine kesadaran dan respom
meningkat. (5) pupil
3. Tingkat kesadaran 5. Periksa seluruh
meningkat. (5) permukaan tubuh
4. Pucat pada wajah terhadap adanya DOTS
pasien menurun. (5) Terapeutik :
5. Tekanan nadi 1. Pertahankan jalan
membaik. (5) napas paten
6. Meanarterial pressure 2. Berikan oksigen untuk
membaik.(5) mempertahankan
7. Frekuensi napas saturnasi oksigen >94%
membaik.(5) 3. Persiapkan intubasi dan
8. Frekuensi nadi ventilasi mekanis,jika
membaik. (5) perlu
4. Lakukan penekanan
langsung (direct
pressure) pada
pendarahan eksternal
5. Berikan posisi syok
6. Pasang jalur IV
berukuran besar
7. Pasang kateter urine
untuk dekompresi
lambung
8. Ambil sampel darah
untuk pemeriksaan
darah lengkap dean
elektrolit
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
infus cairan kristaloid
1-2 L pada orang
dewasa
2. Kolaborasi pemberian
infus cairan kristaloid
20 mL/kgBB pada anak
3. Kolaborasi pemberian
transfuse darah, jika
perlu
6. Intoleransi aktivitas Toleransi aktivitas SLKI Dukungan Mobilisasi SIKI
(D.0056. Hal 128 ) ( L.05047 Hal 149) (I.05173, hal 30)
berhubungan dengan Setelah dilakukan Observasi :
kelemahan otot tindakan keperawatan 1. Identifikasi adanya
selama 1x8 jam nyeri atau keluhan fisik
diharapkan mobilisasi lainnya
fisik meningkat dengan 2. Identifikasi toleransi
kriteria hasil : fisik melakukan
1. Frekuensi nadi pergerakan
meningkat (5) 3. Monitor frekuensi
2. Kemudahan dalam jantung dan tekanan
melakukan kegiatan darah sebelum memulai
sehari-hari meningkat mobilisasi
(5) 4. Monitor kondisi umum
3. Kekuatan tubuh selama melakukan
bagian bawah mobilisasi
meningkat (5) Terapeutik :
4. Keluhan lelah 1. Fasilitasi aktivitas
menurun (5) mobilisasi dengan alat
5. Warna kulit membaik bantu
(5) 2. Fasilitasi melakukan
6. Tekanan darah pergerakan, jika perlu
membaik (5) 3. Libatkan keluarga
7. Frekuensi nafa untuk membantu pasien
membaik (5) dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi :

1. Jelaskan tujuan dan


prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan
2.2.1 Implementasi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) Implementasi merupakan tidakan
yang sudah direncanakan dalam rencana perawatan. Tindakan keperawatan
mencakup tindakan mandiri (independen) dan tindakan kolaborasi.
Tindakan mandiri (independen) adalah aktivitas perawat yang didasarkan
pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau
perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan
didasarkan hasil keputusan bersama, seperti dokter dan petugas kesehatan lain.
Implementasi keperawatan dapat berbentuk:
1) Bentuk perawatan seperti melakukan pengkajian untuk mengidentifikasi
masalah baru atau mempertahankan masalah yang ada.
2) Pengajaran/pendidikan kesehatan pada pasien untuk membantu menambah
pengetahuan tentang kesehatan.
3) Konseling pasien untuk memutuskan kesehatan pasien
4) Konsultasi atau berdiskusi dengan tenaga profesional kesehatan lainnya
sebagai bentuk perawatan holistik.
5) Bentuk pelaksanaan secara spesifik atau tindakan untuk memecahkan
masalah kesehatan.
6) Membantu pasien dalam melakukan kesehatan sendiri.
7) Melakukan monitoring atau pengkajian terhadap komplikasi yang mungkin
terjadi terhadap pengobatan atau penyakit yang dialami.
2.2.2 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat
menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan. Evaluasi pada dasarnya
adalah membandingkan status keadaan kesehatan pasien dengan tujuan atau
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
Tujuan dari evaluasi adalah:
1) Mengevaluasi status kesehatan pasien
2) Menentukan perkembangan tujuan perawatan
3) Menentukan efektivitas dari rencana keperawatan yang telah ditetapkan.
Sebagai dasar menentukan diagnosis keperawatan sudah tercapai atau tidak, atau
adanya perubahan diagnosis.
Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari hasil tindakan
keperawatan. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan
dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang
diberikan.
Langkah-langkah evaluasi adalah sebagai berikut:
1) Daftar tujuan-tujuan pasien
2) Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu
3) Bandingkan antara tujuan dengan kemampuan pasien.
4) Diskusikan dengan pasien, apakah tujuan dapat tercapai atau tidak.
Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya, dicari jalan
keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah perlu dilakukan
perubahan intervensi
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
FORMAT PENGKAJIAN POST PARTUM
Nama Mahasiswa : Stella Ratna Clarissa
NIM. : 2019.C.11a.1028
Tempat Praktek : Ruang Cempaka
Tanggal Pengkajian & Jam : 03 November 2021 & Jam 07.00 WIB
A. Pengumpulan data
a. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Y
Tempat/Tgl lahir : 31-07-1991
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Pendidikan terkahir : SMA
Pekerjaan : IRT
Gol. Darah : B+
Alamat : Jl. Tjilik Riwut km5
Diagnosa Medis : Post SC Atas Indikasi Fetal Distress
Penghasilan perbulan :-
Tanggal masuk RS : 31-10-2021
Tanggal Pengkajian : 03-11-2021
Nomor Medrek : 38.35.XX
b. IDENTITAS SUAMI
Nama : Tn. A
Umur : 39 Tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Dayak/Indonesia
Pendidikan terakhir : SMP
Pekerjaan : Swasta
Gol. Darah :-
Alamat : Jl. Tjilik Riwut km5
c. Status Kesehatan
a. Keluhan utama :
Pasien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi
a. Riwayat Kesehatan sekarang :
Pada tanggal 31 Oktober 2021 Pasien mengatakan mules-mules sejak
kemaren malam keluar lender bercampur darah kemudian Pasien
dibawa oleh keluarganya ke IGD RSUD dr. Doris Sylvanus kemudian
masuk ke IGD Ponek. Berdasarkan hasil pemeriksaan di IGD Ponek
didapatkan kesadarn Pasien compos mentis, dan wajah tampak
meringis dan gelisah, G1P0A0 usia kehamilan 36 minggu, dengan
kondisi Gawat Janin, tidak ada pembukaan, Lepold 1: TFU 2 jari di
bawah PX, Leopold 2: Punggung Kiri, Leopold 3: Kepala, Leopold 4:
divergen, hist 1-2x/ 10 mnt dengan durasi 5-10 detik teratur, DJJ 158-
160/ mnt, teratur, TD: 107/72 mmHg, N: 90x/mnt, Sp02: 98%, DI IGD
Ponek pasein diberikan infus RL 20 tpm, diberikan oksigen nasal
kanul 2 L/menit. Selanjutnya Pasien dipindahkan keruangan ruang
Cempaka untuk persiapan SC.
Pada saat dikaji Pasien mengatakan nyeri pada bagian luka operasi, P:
Nyeri bertambah ketika banyak bergerak, Q: Nyeri seperti ditusuk-
tusuk, R: Nyeri di bagian perut bawah sampai ke pinggang, S: Skala
nyeri 6 (nyeri sedang), T: Nyeri terus menerus, Pasien tampak
meringis, Pasien tampak gelisah, Pasien tampak hati-hati saat
bergerak. Pasien juga mengatakan ASI nya belum bisa keluar dan
pasien mengatakan belum mengetahui cara merawat payudara agar
ASI bisa keluar.
b. Riwayat Kesehatan yang lalu :
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat hipertensi, asma, dan
penyakit menural lainnya seperti HIV dll, Pasien tidak memiliki
riwayat alergi obat dan makanan.
c. Riwayat Kesehatan keluarga :
Pasien mengatakn di dalam anggota keluarga tidak ada riwayat
penyakit keturunan seperti DM, hipertensi, stroke jantung, dan tidak
ada riwayat penyakit menular seperti Hepatitis, TB Paru dll.

d. Genogram 3 generasi :

Pasien sudah menikah, dan mempunyai dua orang anak.


KETERANGAN:
= Laki-laki
= Perempuan
= Meninggal
= Hubungan keluarga
= Tinggal serumah
= Pasien
e. Riwayat obstetric dan ginekologi
1. Riwayat Ginekologi
a. Riwayat Menstruasi :
 Menarche : 14 Tahun
 Lamanya haid : ± 4-5 hari
 Siklus : 28 Hari
 Banyaknya : 2 x ganti pembalut/hari
 Sifat darah : merah, cair, dan berbau amis
 HPHT : 20-02-2021
 Taksiran persalinan : 27-11-2021
b. Riwayat Perkawinan :
 Lamanya pernikahan : 2 Tahun
 Pernikahan yang ke : Ke 1
c. Riwayat Keluarga Berencana :
 Jenis kontrasepsi apa yang digunakan sebelum hamil : -
 Waktu dan lamanya penggunaan : -
 Apakah ada masalah dengan cara tersebut : Tidak ada
masalah
 Jenis, kontrasepsi yang direncanakan setelah persalinan
sekarang : Belum direncanakan
 Berapa jumlah anak yang direncanakan oleh keluarga : -
2. Riwayat Obstetri
a. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu : P1A0
Jenis Masalah
Tgl Umur Tempat/ Jenis Keadaan
No partu BB Ni
partus hamil Penolong kelamin Hamil Lahir Bayi Anak
s fas
1 1 Nov 9 SC RSUD Peremp 3.2 Mual Fetal - Tida Hidup
2021 bulan Dr. uan 50 munta distres k ada
Sylvanus g h s
Palangka
Raya

b. Riwayat Kehamilan sekarang :


 Keluhan waktu hamil : Pada Trimester 1 Pasien mengalami
mual dan kepala pusing
 Imunisasi : Hepatitis A, dan Hepatitis B, Campak, Tetanus,
Influenza dan Difteri
 Penambahan BB selama hamil : 9 Kg
 Pemerikasaan Kehamilan : Riwayat USG usia kehamilan
36 minggu
 Tempat pemeriksaan dan hasil pemeriks aan : Puskesmas
Kayon dan Rumah Sakit
c. Riwayat Persalinan sekarang :
 P1A0
 Tanggal melahirkan : 01 November 2021
 Jam : 04.00 WIB
 Jenis Persalinan : Sectio Caesarea
 Lamanya persalinan : 40 Menit
 Penyulit Persalinan : Fetal Distress
 Pendarahan : 250cc
 Jenis kelamin bayi : perempuan
 BB : 3.250 Gr
 APGAR Score : 1 Menit = 4, 5 Menit = 8
3. Pemerikasaan Fisik
3.1. Ibu
b. Keadaan umum
 Suhu : 36,7 0C
 Nadi : 96x/menit
 Pernapasan : 22x/menit
 Tekanan Darah : 120/80 mmHg
 BB : 60kg
 BB sebelum hamil : 51 Kg
 Tinggi badan : 160 Cm
c. Kepala
 Warna rambut : Hitam
 Keadaan : Bersih, tidak ada lesi
 Kesadaran : Compos Mentis
 Turgor Kulit : Normal
c. Muka
 Oedema : Tidak ada
 Cloasma gravidarum : Tidak ada
d. Mulut
 Mukosa mulut & bibir : Mukosa dan bibir tampak lembab
 Keadaan gigi : Tidak terdapat caries gigi, gigi gusi nampak
rusak
 Fungsi pengecapan : Normal
 Keadaan mulut : Bersih
 Fungsi menelan : Normal
e. Mata
 Konjungtiva : Tampak merah
 Sklera : Tidak ikterik
 Fungsi Pengelihatan : Baik
f. Hidung
 Pendarahan/Peradangan : Tidak ada
 Keadaan/kebersihan : Bersih
g. Telinga
 Keadaan : Bersih
 Fungsi pendengaran : Normal
h. Leher
 Pembesaran kel. Tyroid : Tidak ada pembesaran
 Distensi Vena Jugularis : Tidak ada
 Pemebesaran KGB : Tidak ada
i. Daerah dada
 Suara napas : Vesikuler
Jantung dan paru-paru
 Bunyi jantung : Bunyi S1 dan S2 normal
 Retraksi dada : Tidak ada
Payudara
 Perubahan : Tidak ada
 Bentuk buah dada : Bulat
 Hyperigmentasi areola : Tidak ada
 Keadaan puting susu : warna kecoklatan
 Cairan yang keluar : warna putih
 Keadaan/Kebersihan : Bersih
 Nyeri/Tegang : Tegang
 Pasien mengatakan ASI belum bisa keluar
 ASI tampak belum keluar
 Bayi belum menyusu pada ibu
j. Abdomen
 Tinggi FU : 3 Jari
 Kontraksi Uterus : Ada dan teraba keras
 Konsistensi Uterus : Normal
 Posisi Uterus : 3 jari dibawah pusar
 Diastasis RA : Belum tertutup
 Bising usus : 12x/menit
 Keluhan lain : Adanya bekas luka Post SC ± 10 cm pada
bagian perut, post SC hari ke 3, tidak terdapat
pembengkakan pada luka post SC, terdapat kemerahan pada
luka post SC, dan Pasien sulit berjalan karena nyeri.
k. Genetalia Eksterna
 Keluhan : Tidak ada keluhan
 Oedema : Tidak ada odema
 Varises : Tidak ada
 Pembesaran Kel Bartolin :
 Pengeluaran/lochea :
Warna : Merah
Jumlah : Sedikit
Bau : Amis
Blas : Tidak teraba
l. Anus
 Haemorrhoid : Tidak ada
a. Ekstermitas Atas & Bawah
 Refleks patela : Baik
 Varises : Tidak ada
 Oedema : Tidak ada
 Simetris : Simetris
 Kram : Tidak ada
3.2. Bayi
1. Keadaan umum : Baik
2. Tanda-tanda vital : Normal
3. Kepala : Simetris, Tidak ada masalah
4. Dada : Simetris, Tidak ada masalah
5. Abdomen : Normal
6. Genetalia : Normal
7. Anus : Normal
8. Ekstremitas : Normal
4. Pola Aktivitas Sehari-hari
a. Pola Nutrisi
 Frekuensi makan : 3 x sehari
 Jenis makanan : Bubur, lauk pauk, sayuran, dan buah-
buahan
 Makanan yang disukai : Nasi, bubur, lauk pauk, sayuran,
dan buah-buahan
 Makanan yang tidak disukai : Tidak ada
 Makanan pantang / alergi : Tidak ada
 Nafsu makan : Normal
 Porsi makan : Sedang
 Minum (jumlah dan jenis) : Air putih 2.000 cc/hari
b. Pola Eliminasi
1. Buang Air Besar (BAB)
 Frekuensi : 1 x sehari
 Warna : Kecoklatan
 Bau : Khas feses
 Konsistensi : Lembek
 Masalah / Keluhan : Tidak ada masalah
2. Buang Air Kecil (BAK)
 Frekuensi : 7-8 x/ Hari
 Warna : Jernih kekuningan
 Bau : Khas amoniak
 Masalah / Keluhan : Tidak ada
c. Pola tidur dan istirahat
 Waktu tidur : Siang dan malam
 Lama tidur/hari : Siang 1 jam, malam 7 jam
 Kebiasaan pengantar tidur : Tidak ada
 Kebiasaan saat tidur : Tidak ada
 Kesulitan dalam tidur : Tidak ada
d. Pola aktivitas dan latihan
 Kegiatan dalam pekerjaan : Menyapu, mencuci piring,
menjemur pakaian, dan memasak
 Olah raga : Tidak ada
 Mobilisasi dini : Bertahap
 Kegiatan di waktu luang : Main Handphone, mendengarkan
musik
 Menyusui (posisi, cara, frekuensi) : Posisi baring, cara
normal, 8-10x/hari: Pasien mengatakan belum mengetahui
cara merawat payudara agar ASI bisa keluar, Pasien
mengatakan ASI belum keluar, ASI tampak belum keluar,
bayi belum menyusu pada ibu
 Keluhan lainya : Pasien terlihat terbatas melakukan gerakan,
aktivitas Pasien dibantu oleh suami, keluarga, perawat
maupun bidan, Pasien hanya melakukan aktivitas diatas bad.
e. Personel Hygiene
 Kulit : Sawo matang
 Rambut : Hitam lebat
 Mulut dan Gigi : Bersih tidak ada caries gigi, gigi gusi
nampak rusak
 Pakaian : Tampak rapi
 Kuku : Pendek, bersih
f. Ketergatungan fisik
 Merokok : Tidak ada
 Minuman keras : Tidak ada
 Obat-obatan : Tidak ada
 Lain-lain : Tidak ada masalah
5. Aspek Psikososial dan Spiritual
a. Pola pikir dan persepsi
 Apakah ibu telah mengetahu cara memberi ASI dan
memberi makanan tambahan pada bayi : Sudah tahu
 Apakah ibu merencanakan pemberiaan ASI pada bayinya :
Iya
 Jenis kelamin yang diharapkan : Laki-Laki atau Perempuan
 Siapa yang membantu merawat bayi dirumah : Suami dan
orang tua
 Apakah ibu telah mengetahui nutrisi ibu menteteki : Sudah
tahu
 Apakah hamil ini diharapkan : Sangat diharapkan
 Apakah ibu merencanakan untuk mengimunisasikan
bayinya : Iya
 Apakah ibu telah mengetahui cara memandikan dan
merawat tali pusat : Iya
b. Persepsi diri
 Hal yang amat dipikirkan saat ini : Nyeri pada bagian luka
bekas operasi
 Harapan setelah menjalani perawatan : Pasien berharap
nyeri pada luka bekas operasi dapat berkurang dan mampu
melakukan aktivitas seperti biasa
 Perubahan yang dirasa setelah hamil : Belum merasakan
perubahan
c. Konsep diri
 Body image : Pasien mengatakan bahwa ia bahagia dengan
kehidupannya sekarang
 Peran : Pasien merupakan anak ketiga dari empat
bersaudara dan merupakan seorang istri, dan seorang ibu
 Ideal diri : Pasien adalah seorang yang sopan dan juga
santun, Pasien berharap dapat cepat pulang dan mengurus
anak-anak dan suaminya
 Identitas diri : Pasien lulusan SMA dan sudah menikah,
sebagai ibu rumah tangga
 Harga diri : Pasien mengatakan sangat dihargai, dan
disenangi oleh orang-orang
d. Hubungan/Komunikasi
 Bicara : Jelas dan mampu mengerti orang lain
 Bahasa utama : Indonesia
 Bahasa daerah : Dayak
 Yang tinggal serumah : Suami dan anak-anak
 Adat istiadat yang dianut : Adat dayak
 Yang memegang peranan penting dalam keluarga : Suami
dan istri
 Motivasi dari suami : Suami memberikan motivasi agar
Pasien lekas sembuh
 Apakah suami perokok : Tidak
 Kesulitan dalam keluarga : Tidak ada
e. Kebiasaan Seksual
 Gangguan hubungan seksual : Tidak ada
 Pemahaman terhadap fungsi seksual post partum : Sudah
mengerti karena sudah dijelaskan oleh perawat
f. Sistem nilai - kepercayaan
 Siapa dan apa sumber kekuatan : -
 Apakah Tuhan, agama, Kepercayaan penting untuk anda :
Pasien mengatakan sangat penting
 Kegiatan agama atau kepercayaan yang dilakukan (macam
frekuensi) sebutkan : Sholat
 Kegiatan agama atau kepercayaan yang dilakukan selama di
Rumah Sakit, sebutkan : Sholat

6. Pemerikasaan Penunjang Tgl 3 November 2021


a. Darah
Golongan Darah : B+
Parameters Unit Refference Ranges
WBC 16.06 + [10^3/uL] (4.50 – 11.00)
HGB 9.4 [g/dL] (10.5 – 18.0)
HCT 29.5 – [%] (37.0 – 48.0)
PLT 2.92 + [10^3/uL] (150 – 400)

b. Urine
 Protein : Normal
 Sedimen : Normal
 Reduksi : Normal
c. Pemeriksaan tambahan
 Rontgent : Tidak ada
I. PENGOBATAN
Dosis Rute Indikasi
Injeksi ondansentron IV Untuk mengatasi mual dan muntah
3x1 (4 mg)
Injeksi Ranitidin 3x1 IV Untuk menangani gejala atau penyakit
yang berkaitan dengan produksi asam
berlebih di dalam lambung.
Injeksi Metronidazole IV Untuk mengobati infeksi. Obat ini
2x1 bekerja dengan cara menghentikan
pertumbuhan berbagai bakteri dan
parasit.
Injeksi cefotaxim 2X1 IV Untuk mengobati berbagai macam
gr infeksi bakteri
Injeksi Ketorolac 3x1 IV Untuk meredakan nyeri dan peradangan
(30 mg)
Injeksi IV Untuk meredakan mual dan muntah
Metoclopramide 1 amp yang bisa disebabkan oleh penyakit
asam lambung, efek samping dari
prosedur bedah, kemoterapi, atau
radioterapi.
Injeksi Mephergin 3x1 IV Terapi atoni/pendarahan uterus yang
terjadi selama dan setelah persalinan yang
berhubungan dengan seksio sesaria serta
terapi subinvolusi uterus, lokiometra dan
pendarahan pada masa nifas.

Palangka Raya, 03 November 2021


Mahasiswa

Stella Ratna Clarissa


ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN M ASALAH


DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS : Tindakan SC Nyeri Akut
 Pasien mengatakan nyeri pada
bagian luka operasi
 P: Nyeri bertambah ketika Terputusnya
banyak bergerak kontinuitas jaringan
 Q: Nyeri seperti ditusuk-tusuk
 R: Nyeri di bagian perut
bawah sampai ke pinggang Pengeluaran mediator
 S: Skala nyeri 6 ( nyeri nyeri
sedang)
 T: Nyeri terus menerus
DO : Nyeri saat beraktivitas
 Pasien tampak meringis
 Pasien tampak gelisah
 Pasien tampak hati-hati saat Nyeri Akut
bergerak
 Pasien tampak terpasang infus
RL ditangan sebelah kiri
 TTV :
 TD : 120/80 mmHg
 S = 36,7 0C
 Nadi: 96x/menit,
 RR = 22x/menit,

DS : Proses kelahiran Defisit


Pasien mengatakan belum Pengetahuan
mengetahui cara merawat 
payudara agar ASI bisa keluar Adaptasi Psikologis

DO : Belum pengalaman
 Ibu bayi tampak bertanya 
 ASI belum keluar Kurang terpapar
 Bayi belum menyusu pada ibu informasi
 Intake bayi tidak adekuat 
Defisit pengetahuan tentang
perawatan payudara

DS : - Tindakan SC Risiko Infeksi


DO:
 Terdapat luka post SC kurang
lebih 10 cm Terputusnya kontinuitas
 Post SC hari ke 3 jaringan
 Tanda-tanda Infeksi
Dolor : Nyeri Skala 6 (Nyeri
sedang) Terdapat luka post SC
Kalor : Suhu 36,7 0C
Tumor : Tidak terdapat
pembengkakan pada luka post Risiko Infeksi
SC
Rubor : Terdapat kemerahan
pada luka post SC
Fungsi Laesa : Pasien sulit
berjalan karena nyeri
 Hasil Lab
WBC : 16.06 + [10^3/uL]
 TTV
1. TD : 120/80 mmHg
2. Suhu : 36,7 0C
3. Nadi : 60x/menit
4. RR : 22x/menit
PRIORITAS MASALAH
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedara fisik (prosedur operasi)
dibuktikan dengan Pasien mengeluh nyeri pada bagian luka bekas operasi, P:
Nyeri bertambah ketika banyak bergerak, Q: Nyeri seperti ditusuk-tusuk, R:
Nyeri di bagian perut bawah sampai ke pinggang, S: Skala nyeri 6 (nyeri
sedang), T: Nyeri terus menerus, Pasien tampak meringis, Pasien tampak
gelisah, Pasien tampak hati-hati saat bergerak, Pasien tampak terpasang infus
RL ditangan sebelah kiri, TTV : TD = 120/80 mmHg, S = 36,7 0C, Nadi:
96x/menit, RR = 22x/menit.
2. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi dibuktikan
dengan pasien mengatakan belum mengetahui cara merawat payudara agar ASI
bisa keluar, pasien mengatakan ASI belum bisa keluar, Ibu bayi tampak
bertanya, ASI belum keluar, bayi belum menyusu pada ibu, intake bayi tidak
adekuat
3. Risiko Infeksi berhubungan dengan agen pencedera fisik (Luka Operasi)
RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. Y


Ruang Rawat : Cempaka

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


1. Nyeri Akut berhubungan dengan SLKI. L. 08066. Hal: 145 Manajemen Nyeri (SIKI.I. 08238. Hal 201) 1. Membantu mengetahui rasa nyeri yang
agen pencedara fisik (prosedur Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi di rasakan.
operasi). (SDKI.D. 0077. selama 1x24 jam diharapkan nyeri akut 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, 2. Melaporkan nyeri secara dini
Hal.172) teratasi dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas, intensitas nyeri memberikan kesempatan pemberian
1. Keluhan nyeri cukup menurun (4) 2. Identifikasi skala nyeri analgesi pada waktu yang tepat dan
2. Meringis cukup menurun (4) 3. Identifikasi respon nyeri non verbal membantu meningkatkan kemampuan
3. Gelisah cukup menurun (4) 4. Identifikasi faktor yang memperberat koping Pasien dalam menurunkan
4. Melaporkan nyeri terkontrol (4) dan memperingan nyeri ansietas.
5. Kemampuan menggunakan teknik non- 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan 3. Meningkatkan relaksasi dan
farmakologi cukup meningkat (4) tentang nyeri menurunkan ketegangan otot.
6. Monitor keberhasilan terapi 4. Mengalihkan perhatian dan membantu
komplementer yang sudah diberikan relaksasi otot.
7. Monitor efek samping penggunaan 5. Analgetik biasanya diberikan selama
analgetik episode akut untuk menurunkan nyeri
Terapeutik dan meningkatkan relaksasi
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk otot/mental.
mengurangi rasa nyeri (mis, relaksasi 6. Menurunkan refleks spasme, dapat
napas dalam, terapi musik, terapi pijat, menurunkan nyeri.
aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Control lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi (Penkes Tentang Nyeri)
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyri secara
mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi keterolac 3x30 mg/ IV
2. Defisit pengetahuan berhubungan SLKI. L. 12111.Hal. 146) Edukasi Menyusui (SIKI.I.12393. Hal 71)
dengan kurang terpapar informasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi: 1. Mengetahui kesiapan pasien dan
(SDKI. D. 0111. Hal.246) selama 1x 7 jam di harapkan tingkat 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan keluarga menerima informasi
pengetahuan klien meningkat dengan menerima informasi 2. Mengetahui keinginan ibu menyusui
Kriteria hasil: 2. Identifikasi tujuan atau keinginan menyusui 3. Materi yang memadai mempermudah
1. Perilaku sesuai anjuran meningkat (5) Terapeutik: pasien memahami dan mempraktekkan
2. Verbalisasi minat dalam belajar 1. Sediakan materi dan media pendidikan tindakan
meningkat (5) kesehatan 4. Menyesuaikan kesiapan waktu pasien
3. Kemampuan menjelaskan pengetahuan 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai 5. Memberikan kesempatan pasien
tentang suatu topik meningkat (5) kesepakatan menggali hal yang belum dipahami
4. Pertanyaan tentang masalah yang 3. Berikan kesempatan untuk bertanya 6. Memberikan kepercayaan diri pasien
dihadapi menurun (5) 4. Dukung ibu meningkatkan kepercayaan diri 7. Meningkatkan dukungan dari keluarga
5. Ibu dapat menyusui meningkat (4) dalam menyusui dengan memberikan pujian 8. Meningkatkan pemahaman pasien
6. Perlekatan bayi pada susu ibu terhadap perilaku positif ibu tentang menyusui
meningkat (5) 5. Libatkan sistem pendukung (suami dan 9. Meningkatkan pemahaman pasien
keluarga) tentang manfaat menyusui
Edukasi: 10. Agar bayi menyusui dengan perlekatan
1. Berikan konseling menyusui yang benar
2. Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu dan 11. Agar pasien mampu melakukan secara
bayi mandiri
3. Ajarkan posisi menyusui dan perlekatan
dengan benar
4. Ajarkan perawatan payudara post partum
(misalnya memerah ASI, pijat payudara,
pijat okxytosin).

3. Risiko Infeksi berhubungan (SLKI.L.182) Edukasi Pencegahan Infeksi (SIKI.I.12406. 1. Mengidentifkasi kesiapan menerima
dengan agen pencedera fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan Hal 80) informasi
(Luka Operasi) (SDKI.D.0142 selama 1x24 jam diharapkan risiko infeksi Observasi: 2. Mempermudah Pasien dan keluarga
hal. 304) teratasi dengan kriteria hasil : 1. Periksa kesiapan dan kemampuan menerima mempelajari materi
1. Kemerahan menurun (5) informasi terapeutik 3. Agar Pasien dan keluarga siap menerima
2. Nyeri menurun (5) 2. Siapkan materi, media tentang faktor-faktor informasi
3. Leukosit dalam batas normal (5) penyebab, cara identifikasi dan pencegahan 4. Meningkatkan pemahaman Pasien dan
infeksi dirumah sakit maupun di rumah keluarga pada hal yang belum jelas
3. Jadualkan waktu yang tepat untuk 5. Agar Pasien dan kelurga mengetahui
memberikan pendidikan kesehatan sesuai tanda dan gejala infeksi
kesepakatan dengan Pasien dan keluarga 6. Agar Pasien dan keluarga mengetahui
4. Berikan kesempatan untuk bertanya hasil pemeriksaan yang normal maupun
Edukasi: tidak
5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi lokal dan 7. Mencegah infeksi
sistemik 8. Mengurangi resiko infeksi silang
6. Informasikan hasil pemeriksaan 9. Meningkatkan kemampuan keluarga
laboratorium misalnya leukosit merawat Pasien
7. Anjurkan mengikuti tindakan pencegahan 10. Nutrisi meningkatkan proses
sesuai kondisi penyembuhan luka
8. Anjurkan membatasi pengunjung 11. Mobilisasi meningkatkan peredaran
9. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau darah dan mempercepat proses
luka operasi penyembuhan luka
10. Anjurkan kecukupan nutrisi, cairan dan 12. Meningkatkan relaksasi
istirahat 13. Mencegah infeksi
11. Anjurkan kecukupan mobilisasi
12. Anjurkan latihan napas dalam sesuai
kebutuhan
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Hari/Tanggal Tanda tangan
Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Nama Perawat
Rabu, 3 November 2021 & Jam Observasi S : Pasien mengatakan nyeri pada
1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, bagian luka operasi berkurang
08.00 WIB
kualitas, intensitas nyeri O:
1. Nyeri Akut berhubungan 2. Mengidentifikasi skala nyeri 1. Skala nyeri 3 (ringan)
dengan agen pencedara fisik 3. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri 2. Nyeri terasa saat bergerak atau
(prosedur operasi). (SDKI.D. Terapeutik beraktivitas dan berkurang saat
0077. Hal.172) 4. Memberikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa beristirahat Stella Ratna
nyeri dengan nafas dalam, caranya : Tarik nafas dalam 3. Pasien tampak rileks Clarissa
melalui hidung, jaga mulut tetap tertutup, hitung sampai 3 4. Pasien dapat melakukan teknik
selama inspirasi, tahan napas 3-5 detik dan hembuskan udara nonfarmakologis (teknik napas
lewat mulut seperti meniup secara perlahan-lahan. dalam) pada saat nyeri timbul
Kolaborasi 5. Pasien sudah di inj. Ketorolac 30
5. Kolaborasi keterolac 30 mg/ IV mg/IV
6. TTV :
- TD = 110/70 mmHg,
- S = 36,3 0C,
- Nadi = 80x/menit,
- RR = 20x/menit.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi

Rabu, 3 November 2021 & Jam Observasi: S : Ibu mengatakan mengetahui cara
1. Menidentifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi merawat payudara dengan memberikan
08.30 WIB
2. Menidentifikasi tujuan atau keinginan menyusui kompres hangat, membersihkan dan
2. Defisit pengetahuan Terapeutik: melakukan pijatan pada payudara
berhubungan dengan kurang 6. Menyediakan materi dan media pendidikan kesehatan O:
terpapar informasi (SDKI. D. 7. Menjadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan 1. Ibu tampak mempraktekkan cara Stella Ratna
0111. Hal.246) 8. Memberikan kesempatan untuk bertanya memijat payudara seperti yang
9. Memberikan dukung ibu meningkatkan kepercayaan diri dalam dicontohkan Clarissa
menyusui dengan memberikan pujian terhadap perilaku positif 2. Ibu melakukan kompres pada
ibu payudara di bantu suami
10. Melibatkan sistem pendukung (suami dan keluarga) 3. Ibu merekatkan bayi untuk mencoba
Edukasi: menyusui
5. Memberikan konseling menyusui A : Masalah teratasi sebagian
6. Menjelaskan manfaat menyusui bagi ibu dan bayi P : Lanjutkan intervensi
7. Menajarkan posisi menyusui dan perlekatan dengan benar
8. Menajarkan perawatan payudara post partum (pijat payudara).

Senin, 3 November 2021 & Jam Observasi: S: -


1. Melakukan pemeriksaan kesiapan dan kemampuan menerima O:
08.45 WIB
informasi terapeutik 1. Terdapat luka post SC
3. Risiko Infeksi berhubungan 2. Memberikan materi, media tentang faktor-faktor penyebab, cara 2. Masih tampak luka Post Sc ± 10 cm
dengan agen pencedera fisik identifikasi dan pencegahan infeksi dirumah sakit maupun di pada bagian perut, pinggiran luka
(Luka Operasi) rumah tampak mengering
(SDKI.D.0142 hal. 304) Edukasi: Tanda tanda infeksi :
3. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik Dolor : Nyeri Skala 3
4. Menganjurkan mengikuti tindakan pencegahan sesuai kondisi Kalor : Suhu 36,3 0C
5. Menganjurkan membatasi pengunjung Tumor : Tidak terdapat
6. Mengajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi pembengkakan pada luka post SC
7. Memberikan obat sesuai advice dokter: Rubor : Pinggiran luka tampak
Stella Ratna
Injeksi cefotaxim 1 gr/IV mengering pada luka post SC
Injeksi Metronidazole 1 gr/ IV 3. Tidak ada tanda-tanda infeksi Clarissa
4. Pasien mendapat tindakan
perawatan luka
5. Pasien dan keluarga tampak
memahami tanda dan gejala
infeksi
6. Pasien dan keluarga dapat
memaham cara perawatan luka
7. Pasien sudah di inj. Cefotaxim 1
gr/IV dan Inj. Metronidazole 1
gr/IV
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2018).Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Armyati, Eky Oktaviana. 2018. Buku Ajar Psikologi Kebidanan. Ponorogo: Unmuh Ponorogo
Press.
Ikhtiarini, Dewi Erti. 2017. Keperawatan Klinik VIII: Panduan Praktikum. Jurnal Keperawatan
Soedirman Vol. 7, No. 1. Tahun 2017.
LAMPIRAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Oleh :
Stella Ratna Clarissa
NIM : 2019.C.11a.1028

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2020/2021

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Pokok Bahasan : Perawatan Payudara Pada Masa Nifas


Sasaran : Ny. Y
Waktu : 25 Menit
Tempat : Ruang Cempaka
Hari, tanggal : Rabu, 3 November 2021

A. Latar Belakang
Pasca melahirkan (masa nifas) merupakan masa atau keadaan selama enam
minggu atau 40 hari. Pada masa ini, ibu mengalami perubahan fisik dan alat-alat
reproduksi yang kembali ke keadaan sebelum hamil, masa laktasi (menyusui),
maupun perubahan psikologis menghadapi keluarga baru.
Pada masa nifas perawatan payudara merupakan suatu tindakan yang sangat
penting untuk merawat payudara terutama untuk memperlancarkan pengeluaran
ASI. Perawatan payudara sangat penting dilakukan selama hamil sampai masa
menyusui. Hal ini karena payudara merupakan satu-satunya penghasil ASI yang
merupakan makanan pokok bayi yang baru lahir sehingga harus dilakukan sedini
mungkin. Dimana tujuan perawatan payudara setelah melahirkan, salah satunya
untuk meningkatkan produksi ASI dengan merangsang kelenjar-kelenjar air susu
melalui pemijatan. (Saryono dan Pramitasari, 2008).
Pemberian ASI ekslusif serta proses menyusui yang benar merupakan
sarana yang diandalkan untuk membangun SDM yang berkualitas. Selain itu
dalam proses menyusui yang benar, bayi akan mendapatkan perkembangan
jasmani, emosi dan spiritual yang baik dalam kehidupannya (Saleha, 2009).
Agar produksi ASI pada ibu nifas lancar maka diperlukan berbagai
perawatan diantaranya perawatan payudara. Perawatan payudara adalah suatu
tindakan untuk merawat payudara terutama pada masa nifas (masa menyusui)
untuk memperlancarkan pengeluaran asi (Indah Fedri, 2013).
B. Tujuan Instruksional
1. Tujuan Umum
Setelah mendapat penyuluhan ini, diharapkan ibu nifas dapat mengetahui
tentang perawatan payudara yang baik dan dapat dilakukan sendiri di
rumah.
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan tentang perawatan payudara, diharapkan ibu
dapat:
a. Mengetahui pengertian perawatan payudara
b. Mengetahui manfaat dan tujuan perawatan payudara
c. Mengetahui akibat jika tidak dilakukan perawatan payudara
d. Mengetahui waktu pelaksanaan perawatan payudara
e. Mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
perawatan payudara
f. Mengetahui langkah-langkah perawatan payudara
g. Mengetahui teknik perawatan payudara
h. Mengetahui perawatan payudara dengan masalah

C. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
3. Demontrasi

D. Materi
1. Pengertian perawatan payudara
2. Manfaat dan tujuan perawatan payudara
3. Akibat jika tidak dilakukan perawatan payudara
4. Waktu pelaksanaan perawatan payudara
5. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan perawatan payudara
6. Langkah-langkah perawatan payudara
7. Teknik perawatan payudara
8. Perawatan payudara dengan masalah

E. Media
1. Leaflet
F. Pelaksanaan Kegiatan
No. Tahap Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta Waktu Media
Kegiatan
1. Pembukaan Memberi salam Pembuka  Menjawab salam 5 menit Suara
Memperkenalkan diri  Mendengarkan
Kontrak waktu  Memberikan
respon
2 Kegiatan Penjelasan  Mendengarkan 10 Leaflet
inti - Menjelaskan pengertian  Memperhatikan menit
perawatan payudara  Menyimak
- Menjelaskan manfaat dan
tujuan perawatan
payudara
- Menjelaskan akibat jika
tidak dilakukan
perawatan payudara
- Menjelaskan waktu
pelaksanaan perawatan
payudara
- Menjelaskan hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam
melakukan perawatan
payudara
- Menjelaskan langkah-
langkah perawatan
payudara
- Menjelaskan teknik
perawatan payudara
- Perawatan payudara
dengan masalah
3 Demonstrasi Pasien mempraktekan terkait  Memperagakan 10 Baby
perwatan payudara dipandu menit oil
oleh mahasiswa
G. Evaluasi
1. Evaluasi Persiapan
a. Kesiapan pasien dalam menerima informasi
b. Media dan alat memadai
c. Tempat sesuai dengan kegiatan
2. Evaluasi Proses
a. Kegiatan penyuluhan dilakukan sesuai dengan waktu yang
direncanakan
b. Pasien kooperatif dan aktif selama proses penyuluhan
3. Evaluasi Hasil
a. Mampu menjelaskan materi perawatan payudara
b. Pasien mampu menjawab pertanyaan
1) Apa yang dimaksud dengan perawatan payudara?
2) Apa manfaat dan tujuan perawatan payudara?
3) Apa yang terjadi jika tidak dilakukan perawatan payudara?
4) Waktu pelaksanaan perawatan payudara
5) Apa saja hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
perawatan payudara?
6) Bagaimana teknik perawatan payudara?
7) Bagaimana melakukan perawatan payudara dengan masalah?
c. Pasien mampu mendemonstrasikan cara perawatan payudara yang
benar
MATERI PENYULUHAN
PERAWATAN PAYUDARA (Breast Care)
PADA MASA NIFAS

A. Pengertian
Post natal breast care pada ibu nifas merupakan perawatan payudara yang
dilakukan pada ibu pasca melahirkan/nifas untuk melancarkan sirkulasi darah dan
mencegah tersumbatnya saluran payudara sehingga memperlancar pengeluaran
ASI. Pelaksanaan perawatan payudara dimulai sedini mungkin, yaitu 1-2 hari
setelah bayi dilahirkan dan dilakukan 2 kali sehari. (Saleha, 2009)
Perawatan payudara adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan
teratur untuk memelihara kesehatan payudara waktu hamil dengan tujuan untuk
mempersiapkan laktasi pada waktu post partum (Saryono, 2009).
Perawatan payudara adalah perawatan yang dilakukan pada payudara ibu
setelah melahirkan dan menyusui yang merupakan suatu cara yang dilakukan saat
merawat payudara agar ASI keluar dengan lancar (Suririnah,2007).
Jadi perawatan payudara masa nifas adalah kegiatan yang dilakukan oleh ibu
pasca melahirkan sebagai upaya untuk memelihara kesehatan payudara dan
membantu memperlancar produksi ASI.

B. Manfaat dan tujuan perawatan payudara


Perawatan payudara hendaknya dilakukan sedini mungkin selama kehamilan
dalam upaya mempersiapkan bentuk dan fungsi payudara sebelum terjadi laktasi.
Jika persiapan kurang dapat terjadi gangguan penghisapan pada bayi akibat
ukuran puting yang kecil atau mendelep. Akibat lain bisa terjadi produksi Asi
akan terlambat serta kondisi kebersihan payudara ibu tidak terjamin sehingga
dapat membahayakan kesehatan bayi. Dipihak ibu, akibat perawatan yang kurang
pada saat persalinan ibu belum siap menyusui sehingga jika bayi disusukan ibu
akan merasakan geli atau perih pada payudaranya.
Tujuan perawatan payudara adalah :
1. Menjaga kebersihan payudara sehingga terhindar dari infeksi
2. Mengenyalkan serta memperbaiki bentuk puting susu, sehingga produksi
ASI lancar
3. Merangsang kelenjar air susu sehingga produksi ASI lancar
4. Mengetahui secara dini kelainan puting susu dan melakukan usaha untuk
mengatasinya

C. Akibat jika tidak dilakukan perawatan payudara


Berbagai dampak negatif dapat timbul jika tidak dilakukan perawatan
payudara sedini mungkin. Dampak tersebut meliputi :
1. Puting susu mendelep
2. Anak susah menyusui
3. ASI lama keluar
4. Produksi ASI terbatas
5. Pembengkakan pada payudara
6. Payudara meradang
7. Payudara kotor
8. Ibu belum siap menyusui
9. Kulit payudara terutama puting akan mudah lecet.

D. Waktu Pelaksanaan
1. Pertama kali dilakukan pada hari kedua setelah melahirkan
2. Dilakukan minimal 2x dalam sehari

E. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Melakukan Perawatan


Payudara
1. Potong kuku tangan sependek mungkin,serta kikir agar halus dan tidak
melukai payudara.
2. Cuci bersih tangan dan terutama jari tangan.
3. Lakukan pada suasana santai,misalnya pada waktu mandi sore atau
sebelum berangkat tidur.

F. Langkah-langkah perawatan payudara


1. Persiapan alat untuk perawatan payudara
- Handuk 2 buah
- Washlap 2 buah
- Waskom berisi air dingin 1 buah
- Waskom berisi air hangat 1 buah
- Minyak kelapa/baby oil
- Waskom kecil 1 buah berisi kapas/kasa secukupnya
- Baki, alas dan penutup
2. Pelaksanaan
- Menjelaskan prosedur yang akan dilaksanakan
- Mengatur lingkungan yang aman dan nyaman
- Mengatur posisi klien dan alat-alat peraga supaya mudah dijangkau
- Cuci tangan sebelum dilaksanakan perawatan payudara
- Pasang handuk di pinggang klien satu dan yang satu dipundak

G. Teknik Perawatan Payudara


1. Tempelkan kapas yang sudah diberi minyak kelapa atau baby oil selama
± 5 menit, kemudian puting susu dibersihkan
2. Tempelkan kedua telapak tangan diantara kedua payudara.
a. Pengurutan dimulai kearah atas, kesamping, lalu kearah bawah.
Dalam pengurutan posisi tangan kiri kearah sisi kiri, telapak tangan
kanan kearah sisi kanan.
b. Pengurutan diteruskan kebawah, kesamping selanjutnya melintang,
lalu telapak tangan mengurut kedepan kemudian kedua tangan
dilepaskan dari payudara, ulangi gerakan 20-30 kali
c. Gerakan-gerakan pada perawatan payudara
1. Pengurutan Pertama
- Licinkan telapak tangan dengan sedikit minyak/baby oil
- Kedua tangan diletakkan diantara kedua payudara ke arah atas,
samping, bawah, dan melintang, sehingga tangan menyangga
payudara lakukan 20-30 kali selama 5 menit
2. Pengurutan Kedua
Talapak kanan kiri menopang payudara kiri dan jari-jari tangan
kanan saling dirapatkan . Sisi kelingking tangan kanan memegang
payudara kiri dari pangkal payudara ke arah putting, demikian
pula payudara kanan. Lakukan 20-30 kali selama 5 menit
3. Pengurutan Ketiga
Telapak tangan kiri menopang payudara kiri. Jari-jari tangan
kanan dikepalkan, kemudian tulang kepalan tangan kanan
mengurut payudara dari pangkal ke arah putting susu. Lakkan 20-
30 kali selama 5 menit.
4. Pengurutan Keempat
Pijat sel-sel pembuat ASI dan saluran ASI tekan 2-4 jari ke
dinding dada, buat gerakan melingkar pada satu titik di area
payudara Setelah beberapa detik pindah ke area lain dari
payudara, dapat mengikuti gerakan spiral. mengelilingi
payudarake arah puting susu atau gerakan lurus dari pangkal
payudara ke arah puting susu. Lakukan 20-30 kali selama 5 menit.
5. Perawatan Terakhir
- Lakukan gerakan melintir puting susu sampai putting susu
elastis dan kenyal.
- Bersihkan payudara dengan air hangat dan kompres payudara
menggunakan handuk kecil yang sudah dibasahi dengan air
hangat secara bergantian pada payudara yang lain selama 5
menit.
6. Selesai pengurutan, payudara dibilas dengan air hangat dan dingin
bergantian selama ±5 menit, keringkan payudara dengan handuk
bersih kemudian gunakan BH yang bersih dan menopang buah
dada atau langsung susui bayi. (Saryono, 2009)

H. Perawatan Payudara Dengan Masalah


1. Cara Mengatasi Bila Putting Tenggelam
Lakukan gerakan menggunakan kedua ibu jari dengan menekan kedua sisi
puting dan setelah puting tampak menonjol keluar lakukan tarikan pada
puting menggunakan ibu jari dan telunjuk lalu lanjutkan dengan gerakan
memutar puting ke satu arah.Ulangi sampai beberapa kali dan dilakukan
secara rutin.
2. Jika Asi Belum Keluar
Walaupun asi belum keluar ibu harus tetap menyusui. Mulailah segera
menyusui sejak bayi baru lahir, yakni dengan inisiasi menyusui dini, Dengan
teratur menyusui bayi maka hisapan bayi pada saat menyusu ke ibu akan
merangsang produksi hormon oksitosin dan prolaktin yang akan membantu
kelancaran ASI. Jadi biarkan bayi terus menghisap maka akan keluar ASI.
Jangan berpikir sebaliknya yakni menunggu ASI keluar baru menyusui.
3. Penanganan puting susu lecet
Bagi ibu yang mengalami lecet pada puting susu, ibu bisa mengistirahatkan 24
jam pada payudara yang lecet dan memerah ASI secara manual dan di
tampung pada botol steril lalu di suapkan menggunakan sendok kecil .Olesi
dengan krim untuk payudara yang lecet. Bila ada madu, cukup di olesi madu
pada puting yang lecet.
4. Penanganan pada payudara yang terasa keras sekali dan nyeri, asi menetes
pelan dan badan terasa demam.
Pada hari ke empat masa nifas kadang payudara terasa penuh dan keras, juga
sedikit nyeri.Justru ini pertanda baik. Berarti kelenjar air susu ibu mulai
berproduksi. Tak jarang diikuti pembesaran kelenjar di ketiak, jangan cemas
ini bukan penyakit dan masih dalam batas wajar.Dengan adanya reaksi
alamiah tubuh seorang ibu dalam masa menyusui untuk meningkatkan
produksi ASI, maka tubuh memerlukan cairan lebih banyak.Inilah pentingnya
minum air putih 8 sampai dengan 10 gelas sehari. (Mellyna, 2009)

Anda mungkin juga menyukai