W
DENGAN DIAGNOSA MEDIS APENDISITIS AKUT DENGAN KEBUTUHAN
DASAR MANUSIA RASA NYAMAN NYERI DI RUANG ROE
RSUD DR.DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA
Oleh :
ANGGI
2021-01-14901-006
1
2
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Anggi
Nim : 2021-01-14901-006
Program Profesi : Ners Angkatan IX
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada
Ny.W Dengan Diagnosa Medis Apendisitis Akut Dengan
Kebutuhan Dasar Manusia Gangguan Rasa Nyaman Nyeri
Di Ruang ROE RSUD Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya
Pembimbing Praktik
Mengetahui
KUP Prodi Sarjana Keperawatan Ners
i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan Dan
Asuhan Keperawatan yang berjudul “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan
Keperawatan Pada Ny. W Dengan Diagnosa Medis Appendisitis akut Dengan
Kebutuhan Dasar Manusia Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Di Ruang ROE RSUD
Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya”. Laporan Kasus Asuhan Keperawatan ini
merupakan salah satu persyaratan pada Pendidikan Program Profesi Ners Stase
Keperawatan Dasar Profesi (KDP) di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap
Palangka Raya.
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua STIKes Eka Harap Palangka
Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep., selaku Pembimbing Akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, serta penuh kesabaran membimbing
penyusunan dalam menyelesaikan laporan kasus asuhan keperawatan ini.
4. Ibu Katharina, S.Kep., Ners, selaku pembimbing klinik yang telah memberikan
dorongan, arahan dan pemikiran serta penuh kesabaran membimbing penyusunan
dalam menyelesaikan laporan kasus asuhan keperawatan ini.
5. Semua pihak yang telah membantu hingga laporan kasus asuhan keperawatan ini
dapat terselesaikan, yang mana telah memberikan bimbingan dan bantuan kepada
penyusu.
ii
Palangka Raya, 01 November 2021
Penyusun
DAFTAR ISI
iii
1.3.2 Diagnosa Keperawatan..........................................................................19
1.3.3 Intervensi Keperawatan.........................................................................19
1.3.4 Implementasi Keperawatan...................................................................21
1.3.5 Evaluasi Keperawatan ..........................................................................21
BAB 3 PENUTUP...................................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1
Gambar 1.1 Anatomi Apendisitis
Sumber : (Eylin, 2009b).
2
kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya disaluran cerna dan
diseluruh tubuh (Arifin, 2014).
1.1.3 Etiologi
Appendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor
pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris
dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan
appendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica (Jong,
2019).
Penyebab dari apendisitis adalah adanya obstruksi pada lamen apendikeal
oleh apendikolit, tumor apendiks, hiperplasia folikel limfoid submukosa, fekalit
(material garam kalsium, debris fekal), atau parasit E- Histolytica. (Katz 2017
dalam muttaqin, & kumala sari, 2018). Selain itu apendisitis juga bisa disebabkan
oleh kebiasaan makan makanan rendah serat sehingga dapat terjadi konstipasi.
Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang mengakibatkan terjadinya
sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora
kolon.
1.1.4 Klasifikasi
Apendisitis dibagi menjadi 2, antara lain sebagai berikut :
Peradangan pada apendiks dengan gejala khas yang memberi tanda setempat.
Gejala apendisitis akut antara lain nyeri samar dan tumpul merupakan nyeri visceral di
saerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini disertai rasa mual muntah dan
penurunan nafsu makan. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik McBurney.
Pada titik ini, nyeri yang dirasakan menjadi lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatik setempat (Hidayat 2005 dalam Mardalena,Ida 2017)
Apendisitis kronis baru bisa ditegakkan apabila ditemukan tiga hal yaitu pertama,
pasien memiliki riwayat nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen selama paling sedikit
tiga minggu tanpa alternatif diagnosa lain. Kedua, setelah dilakukan apendiktomi, gejala
yang dialami pasien akan hilang. Ketiga, secara histopatologik gejala dibuktikan sebagai
3
akibat dari inflamasi kronis yang aktif atau fibrosis pada apendiks (Santacroce dan
Craig 2006 dalam Mardalena, Ida 2017).
1.1.5 Patofisiologi
Apendisitis terjadi karena disebabkan oleh adanya obstruksi pada lamen apendikeal
oleh apendikolit, tumor apendiks, hiperplasia folikel limfoid submukosa, fekalit (material
garam kalsium, debris fekal), atauparasit E-Histolytica. Selain itu apendisitis juga bisa
disebabkan oleh kebiasaan makan makanan yang rendah serat yang dapat menimbulkan
konstipasi. Kondisi obstruktif akan meningkatkan tekanan intraluminal dan
peningkatan perkembangan bakteri. Hal ini akan mengakibatkan peningkatan kongesti
dan penurunan perfusi pada dinding apendiks yang berlanjut pada nekrosis dan inflamasi
apendiks. Pada fase ini penderita mengalami nyeri pada area periumbilikal. Dengan
berlanjutnya pada proses inflamasi, akan terjadi pembentukan eksudat pada
permukaan serosa apendiks. Ketika eksudat ini berhubungan dengan perietal peritoneum,
maka intensitas nyeri yang khas akan terjadi (Santacroce, 2009 dalam dalam
muttaqin & kumala sari, 2018). Dengan berlanjutnya proses obstruksi, bakteri akan
berproliferasi dan meningkatkan tekanan intraluminal dan membentuk infiltrat pada
mukosa dinding apendiks yang ditandai dengan ketidaknyamanan pada abdomen. Adanya
penurunan perfusi pada dinding akan menimbulkan iskemia dan nekrosis serta diikuti
peningkatan tekanan intraluminal, juga akan meningkatkan risiko perforasi dari apendiks.
Pada proses fagositosis terhadap respon perlawanan terhadap bakteri ditandai dengan
pembentukan nanah atau abses yang terakumulasi pada lumen apendiks.
Berlanjutnya kondisi apendisitis akan meningkatkan resiko terjadinya perforasi dan
pembentukan masa periapendikular. Perforasi dengan cairan inflamasi dan bakteri masuk
ke rongga abdomen kemudian akan memberikan respon inflamasi permukaan peritoneum
atau terjadi peritonitis. Apabila perforasi apendiks disertai dengan abses, maka akan
ditandai dengan gejala nyeri lokal akibat akumulasi abses dan kemudian akan
memberikan respons peritonitis. Gejala yang khas dari perforasi apendiks adalah
adanya nyeri hebat yang tiba-tiba datang pada abdomen kanan bawah (Tzanaki, 2005
dalam muttaqin, Arif & kumala sari, 2018).
4
5
Penyebab dari apendisitis adalah adanya
WOC Appendisitis obstruksi pada lamen apendikeal oleh
Apendisitis adalah peradangan akibat apendikolit, tumor apendiks, hiperplasia folikel Pemeriksaan Penunjang :
infeksi pada usus buntu atau umbai limfoid submukosa, fekalit (material garam
cacing (apendiks) (Wim de jong, kalsium, debris fekal), atau parasit E- - Laboratorium
2005 dalam Nurarif, 2015). Histolytica. (Katz 2017 dalam muttaqin, & - Radiologi
kumala sari, 2018).
Appendisitis
6
1.1.6 Manifestasi Klinis
Beberapa manifestasi klinis yang sering muncul pada apendisitis antara lain sebagai
berikut:
1.1.6.1 Nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium disekitar umbilikus atau
periumbilikus. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri beralih ke kuadaran kanan
bawah ke titik Mc Burney (terletak diantara pertengahan umbilikus dan spina
anterior ileum) nyeri terasa lebih tajam.
1.1.6.2 Bisa disertai nyeri seluruh perut apabila sudah terjadi perionitis karena kebocoran
apendiks dan meluasnya pernanahan dalam rongga abdomen
1.1.6.3 Mual dan muntah
1.1.6.4 Nafsu makan menurun
1.1.6.5 Konstipasi
1.1.6.6 Demam
(Mardalena 2017 ; Handaya, 2017
1.1.7 Komplikasi
Komplikasi bisa terjadi apabila adanya keterlambatan dalam penanganannya.
Adapun jenis komplikasi menurut (LeMone, 2016) diantaranya sebagai berikut:
1.1.7.1 Perforasi apendiks
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi nanah sehingga bakteri menyebar
ke rongga perut. Perforasi dapat diketahui dengan gambaran klinis seperti suhu tubuh
lebih dari 38,50C dan nyeri tekan pada seluruh perut yang timbul lebih dari 36 jam sejak
sakit.
1.1.7.2 Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum (lapisan membran serosa rongga
abdomen). Komplikasi ini termasuk komplikasi berbahaya yang dapat terjadi dalam
bentuk akut maupun kronis.
1.1.7.3 Abses
Abses adalah peradangan pada apendiks yang berisi nanah. Teraba massa lunak
di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis.
7
1.1.8.2 Pemeriksaan Radiologi
1) Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang membantu)
2) Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG dilakukan untuk menilai inflamasi dari apendiks
3) CT – Scan
Pemeriksaan CT – Scan pada abdomen untuk mendeteksi apendisitis dan adanya
kemungkinan perforasi.
4) C – Reactive Protein (CRP)
C – Reactive Protein (CRP) adalah sintesis dari reaksi fase akut oleh hati
sebagai respon dari infeksi atau inflamasi. Pada apendisitis didapatkan
peningkatan kadar CRP (Mutaqqin, Arif & Kumala Sari 2018)
8
1.1.9.2.2 Tindakan Operasi
1) Perawat dan dokter menyiapkan pasien untuk tindakan anastesi sebelum
dilakukan pembedahan
2) Pemberian cairan intravena ditujukan untuk meningkatkan fungsi ginjal adekuat
dan menggantikan cairan yang telah hilang.
3) Aspirin dapat diberikan untuk mengurangi peningkatan suhu.
4) Terapi antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi.
9
nyeri akut disebabkan oleh stimulasi noxious akibat trauma, proses suatu penyakit atau
akibat fungsi otot atau viseral yang terganggu. Nyeri tipe ini berkaitan dengan stress
neuroendokrin yang sebanding dengan
1.2.3 Etiologi
1.2.3.1 Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu penyebab
yang berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis. Secara fisik
misalnya, penyebab nyeri adalah trauma (baik trauma mekanik, termis, kimiawi,
maupun elektrik), neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah. Secara
psikis, penyebab nyeri dapat terjadi oleh karena adanya trauma psikologis.
1.2.3.2 Nyeri yang disebabkan oleh faktor psikis berkaitan dengan terganggunya serabut
saraf reseptor nyeri. serabut saraf resptor nyeri ini terletak dan tersebar pada
lapisan kulit dan pada jaringan-jaringan tertentu yang terletak lebih dalam.
Sedangkan nyeri yang disebabkan faktor psikologis merupakan nyeri yang
dirasakan bukan karena penyebab organik, melainkan akibat trauma psikologis
dan pengaruhnya terhadap fisik.
1.2.4 Klasifikasi
Menurut Prasetyo (2017) klasifikasi nyeri di bagi menjadi :
1.2.4.1 Nyeri Akut
Nyeri akut terjadi setelah terjadinya cidera akut, penyakit, atau intervensi bedah
memiliki awitan yang cepat dengan intensitas yang bervariatif (ringan sampai berat) dan
10
berlangsug untuk waktu singkat. Nyeri akut merupakan signal bagi tubuh akan cidera atau
penyakit yang akan datang namun nyeri akut akan menghilang dengan atau tanpa
pengobatan setelah area pulih kembali. Nyeri akut disebabkan oleh aktivitas nosireseptor
dan biasanya berlangsung dalam wantu yang singkat atau kurang dari 6 bulan, dan datang
tiba-tiba. Nyeri akut dianggap memiliki durasi terbatas dan bias diprediksi, seperti nyeri
pasca operasi, yang biasanya akan menghilang ketika luka sembuh. Klien sebagian besar
menggunakan kata-kata “tajam”,“tertusuk”, dan tertembak untuk mendiskripsikan
nyerinya (Black & Hawks, 2014). Nyeri Akut adalah pengalaman sensorik atau
emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau labat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari
3 bulan(SDKI, 2016).
1.2.4.2 Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang periode
waktu. Nyeri kronik berlangsung diluar waktu penyembuhan yang sering dikaitkan
dengan penyebab atau cedera fisik. Nyeri kronik dapat terjadi pada kanker tetapi nyeri
jenis ini mempunyai penyebab yang dapat diidentifikasi. Misal nyeri pada kanker timbul
akibat kompresi saraf perifer, atau meninges akibat kerusakan struktur ini setelah
pembedahan, kemoterapi dan infiltrasi tumor. (Smeltzer & Bare, 2013). Nyeri Kronis
adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan
aktual atau fungsional dengan onset mendadak aau lambat dan berintensitas ringan hingga
berat dan konstan, yang berlangsung lebih dari 3 bulan (SDKI, 2016).
1.2.4.2.1 Menurut lokasinya
1) Perifer pain : Daerah perifer (kulit & mukosa)
2) Deep pain : Somatik (periosteum/lapisan luar tulang, otot, sendi/tendon, pembuluh
darah)
3) Viseral / splanik pain : Organ viseral (renal colik, cholesistisis/radang kandung
empedu, apendisitis, ulkus gaster)
4) Reffered pain : Penyakit organ / struktur tubuh (vertebrata, viseral, otot),
ditransmisikan di bagian tubuh lain.
5) Psykogenik pain : Tanpa penyebab organik, tapi karena trauma psikologis.
6) Phantom pain : Pada bagian tubuh yang sebenarnya sudah tidakada. Contohnya
yaitu nyeri pada kaki yang sudah diamputasi.
7) Intractable pain : Nyeri yang resisten (melawan)
1.2.4.2.2 Menurut serangannya
1) Nyeri akut : mendadak, berlangsung < 3 bulan, intensitas berat, area dapat
diidentifikasi, karakteristik ketegangan otot meningkat, dan cemas.
11
2) Nyeri kronis : Berlangsung > 3 bulan, intensitas ringan hingga berat, sumber nyeri
tidak diketahui dan sulit dihilangkan, sensasi difus (menyebar).
1.2.4.2.3 Menurut sifatnya
1) Insidentil : Timbul sewaktu-waktu lalu menghilang, contohnya yaitu trauma
ringan.
2) Stedy : Menetap dan dalam waktu yang lama, contohnya yaitu abses.
3) Paroximal : Intensitas tinggi dan kuat, ± 10-15 menit lalu hilang dan timbul lagi.
1.2.5 Patofisiologi
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor
nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh
yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespons
hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga
nyeri nosiseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri (nosiseptor) ada yang bermialin dan ada
yang tidak bermialin dari saraf eferen.
Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut
nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan
akhirnya sampai didalam massa berwarna abu-abu di medula spinalis. Sekali stimulus
nyeri mencapai korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan
memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi
kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri. Semua kerusakan selular, yang
disebabkan oleh stimulus internal, mekanik, kimiawi, atau stimulus listrik yang
menyebabkan pelepasan substansi yang menghasilkan nyeri.
Nosiseptor kutanius berasal dari kulit dan subkutan. Nyeri yang berasal dari daerah
ini biasanya mudah untuk dilokalisasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan
kulit(kutaneus) terbagi dalam dua komponen, yaitu:
1.2.5.1 Serabut Adelta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan transmisi 6-30 m/det) yang
memungkinkan timbulnya nyeri tajam, yang akan cepat hilang apalagi penyebab nyeri
dihilangkan.
1.2.5.2 Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan transmisi 0,5-2m/det) yang
terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit
dilokalisasi (Tamsuri, 2010).
12
Patway gangguan rasa nyaman nyeri
13
1.2.6.2 Nyeri Kronis
1) Perubahan berat badan
2) Melaporkan secara verbal dan non verbal
3) Menunjukan gerakan melindungi, gelisah, depresi, focus pada diri sendiri
4) Kelelahan
5) Perubahan pola tidur
6) Takut cedera
7) Interaksi dengan orang lain menurun
1.2.7 Komplikasi
1.2.7.1 Edema pulmonal
1.2.7.2 Kejang
1.2.7.3 Masalah mobilisasi
1.2.7.4 Hipertensi
1.2.7.5 Hipertermi
1.2.7.6 Gangguan pola istirahat dan tidur
14
endogen pada susunan saraf pusat. Namun penggunaan obat ini menimbulkan efek
menekan pusat pernapasan dimedulla batang otak.
2) Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminifen dan ibuprofen selain
memiliki efek anti nyeri juga memiliki efek anti inflamasi dan antipiretik. Efek
samping obat ini paling umum terjadi gangguan pencernaan seperti adanya ulkus
gaster dan perdarahan gaster.
1.2.9.2 Non Farmakologi
Tindakan pengontrolan nyeri melalui tindakan non-farmakologi menurut:
1) Membangun hubungan terapeutik perawat-klien
Terciptanya hubungan terapeutikantara klien dengan perawat akan memberikan
pondasi dasar terlaksananya asuhan keperawatan yang efektif pada klien yang
mengalami nyeri.
2) Bimbingan Antisipasi
Menghilangkan kecemasan klien sangatlah perlu, terlebih apabila dengan
timbulnya kecemasan akan meningkatkan persepsi nyeri klien.
3) Relaksasi
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk “membebaskan” mental dan fisik dari
ketegangan dan stres, sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri.
4) Imajinasi terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah upaya untuk menciptakan kesan dalam pikiran klien,
kemudian berkonsentrasi pada kesan tersebut sehingga secara bertahap dapat
menurunkan persepsi klien terhadap nyeri.
5) Distraksi
Merupakan tindakan pengalihan perhatian klien ke hal-hal diluar nyeri, yang
dengan demikian diharapkan dapat menurunkan kewaspadaan klien terhadap nyeri
bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri.
6) Akupunktur
Akupunktur merupakan terapi pengobatan kuno dari Cina, di mana akupunktur
menstimulasi titik-titik tersebut pada tubuh untuk meningkatkan aliran energi
disepanjang jalur yang disebut jalur meridian.
7) Biofeedback
Metode elektrik yang mengukur respon fisiologis seperti gelombang pada otak,
kontraksi otot, atau temperatur kulit kemudian “mengembalikan”memberikan
informasi tersebut kepada klien.
8) Stimulasi kutaneus
15
Teknik ini berkerja dengan menstimulasi permukaan kulit untuk mengontrol
nyeri. Sebagai contoh tindakan ini adalah mandi air hangat/sauna, masase,
kompres dengan air dingin/panas, pijatan dengan menthol atau TENS
(Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation).
9) Akupresur
Terdapat beberapa teknik akupresur untuk membebaskan rasa nyeri yang dapat
dilakukan secara mandiri. Klien dapat mengguanan ibu jari atau jari unrtuk
memberikan tekanan pada titik akupresur untuk membebaskan ketegangan pada
otot kepala, bahu atau leher.
10) Psikoterapi
Psikoterapi dapat menurunkan persepsi pada nyeri pada beberapa klien, terutama
pada klien yang sangat sulit sekali mengontrol nyeri, pada klien yang mengalami
depresi, atau pada klien yang pernah mempunyai riwayat masalah psikiatri.
Numerical Rating Scale (NRS) menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10.
Skala ini sangat efektif untuk digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan
setelah intervensi terapeutik.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
5 Sangat menyedihkan. Kuat dalam, nyeri yang menusuk, seperti kaki terkilir.
6 Intens. Kuat dalam, nyeri yang menusuk begitu kuat sehingga tampak
7 Sakit intens. Sama seperti skala 6, rasa sakit benar-benar mendominasi indra, tidak
8 Benar – benar mengerikan. Nyeri sangat kuat dan sangat mengganggu sampai
9 Menyiksa tak tertahankan. Nyeri sangat kuat, tidak bisa ditoleransi dengan terapi.
10 Nyeri tak terbayangkan dan tak dapat diungkapkan. Nyeri sangat berat sampai tidak
16
Dikelompokkan menjadi: Tabel 1.2 Pengelompokan Skala Nyeri
17
1.3.1.5 Riwayat kesehatan dahulu
Berisi pengalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi pengaruh pada penyakit
yang diderita sekarang, riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, penggunaan obat-obatan antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, konsumsi alkohol berlebihan (Muttaqin, 2011).
1.3.1.6 Riwayat kesehatan keluarga
Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang menderita sakit yang
sama seperti klien, dikaji pula mengenai adanya penyakit keturunan yang menular
dalam keluarga (Muttaqin,2011).
1.3.1.7 Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai proses emosi
klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam
keluarga maupun dalam masyarakat (Muttaqin, 2011).
1.3.1.8 Pengkajian nyeri
Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif. Data yang terkumpul secara
komprehensif dapat dijadikan sebagai acuan dalam menentukan manajemen nyeri yang
tepat.
18
1.3.2 Riwayat nyeri
Saat mengkaji nyeri, perawat harus memberikan pasien kesempatan untuk
mengungkapkan cara pandang mereka terhadap nyeri dan situasi tersebut dengan cara
atau kata-kata mereka sendiri. Langkah ini akan membantu perawat memahami makna
nyeri pada pasien, pengkajian riwayat nyeri meliputi beberapa aspek, antara lain:
1.3.2.4Pola: pola nyeri meliputi, waktu, durasi, dan kekambuhan interval nyeri.
Maka, perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri
berlangsung, apakah nyeri berulang, dan kapan nyeri terakhir kali muncul.
1.3.2.6 Gejala yang menyertai: nyeri juga bisa menimbulkan gejala yang
menyertai, seperti mual, muntah, dan pusing.
19
1.3.2.8 Sumber koping: setiap individu memiliki strategi koping berbeda-beda
dalam menghadapi nyeri. Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh pengalaman
nyeri sebelumnya, atau pengaruh agama dan budaya.
1.3.2.9Respon afektif: respon afektif pasien terhadap nyeri bervariasi, bergantung pada
situasi, derjat dan durasi nyeri, dan faktor lainnya. Perawat perlu mengkaji
adanya perasaan ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan gagal pada diri
pasien (Mubarak & Chayatin, 2008).
1.3.5.2 Meningkatkan kemampuan individu untuk dapat melakukan aktivitas fisik yang
diperlukan untuk penyembuhan (misal: batuk dan napas dalam, ambulasi).
20
Tabel 1.4 Intervensi Nyeri Akut Menurut SIKI 2018
21
ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat &
tidur.
4) Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi:
1) Jelaskan penyebab,
metode, dan pemicu
nyeri.
2) Jelaskan strategi
meredakan nyeri.
3) Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi:
1) Kolaborasi pemberian
analgetik, jika Perlu
Sumber: Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018.
22
Evaluasi keperawatan terhadap pasien dengan masalah nyeri dilakukan dengan
menilai kemampuan dalam merespons rangsangan nyeri, diantaranya:
1.3.7.1 Klien menyatakan adanya penurunan rasa nyeri,
1.3.7.2 Mendapatkan pemahaman yang akurat mengenai nyeri,
1.3.7.3Mampu mempertahankan kesejahteraan dan meningkatkan kemampuan
fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki,
1.3.7.4Mampu menggunakan tindakan-tindakan peredaan nyeri
nonfarmakologis,
1.3.7.5 Mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri
(Andarmoyo,2017).
23
5) Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang
serta tidak bisa mengeluarkan urin secara lancer.
6) Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena proses
perjalanan penyakit.
7) Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis, pucat.
8) Abdomen : terdapat nyeri lepas, peristaltik pada usus ditandai dengan distensi
abdomen.
1.4.1.4 Pola fungsi kesehatan menurut Gordon.
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan kebiasaan
olahraga (lama frekwensinya), karena dapat mempengaruhi lamanya
penyembuhan luka.
2) Pola nutrisi dan metabolism
Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi akibat pembatasan
intake makanan atau minuman sampai peristaltik usus kembali normal.
3) Pola Eliminasi.
Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi kandung kemih, rasa
nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat tidur akan mempengaruhi pola
eliminasi urine. Pola eliminasi alvi akan mengalami gangguan yang sifatnya
sementara karena pengaruh anastesi sehingga terjadi penurunan fungsi.
4) Pola aktifitas.
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri, aktifitas
biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya setelah
pembedahan.
5) Pola sensorik dan kognitif.
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta pendengaran,
kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu
dan tempat.
6) Pola Tidur dan Istirahat.
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat
mengganggu kenyamanan pola tidur klien
7) Pola Persepsi dan konsep diri.
Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak segala
kebutuhan harus dibantu. Klien mengalami kecemasan tentang keadaan dirinya
sehingga penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
8) Pola hubungan.
24
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan peran
baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat. penderita mengalami emosi yang
tidak stabil.
9) Pemeriksaan diagnostic.
- Ultrasonografi adalah diagnostik untuk apendistis akut
- Foto polos abdomen : dapat memperlihatkan distensi sekum, kelainan non
spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan abnormal atau untuk mengetahui
adanya komplikasi pasca pembedahan.
- Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang
merupakan tanda adanya infeksi.
- Pemeriksaan Laboratorium.
- Darah : Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 µ/ml.
- Urine : Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit.
1.4.3Intervensi Keperawatan
25
2) Tidak meringis 1) Identifikasi karakteristik
3) Tidak bersikap protektif nyeri (mis. pencetus,
4) Tidak gelisah pereda, kualitas, lokasi,
5) Kesulitan tidur menurun intensitas, frekuensi,
6) Frekuensi nadi membaik durasi)
7) Melaporkan nyeri 2) Identifikasi riwayat
terkontrol alergi obat
8) Kemampuan mengenali 3) Identifikasi kesesuaian
onset nyeri meningkat jenis analgesik (mis.
9) Kemampuan mengenali narkotika, non-
penyebab nyeri narkotika, atau NSAID)
meningkat dengan tingkat
10) Kemampuan keparahan nyeri
menggunakan teknik 4) Monitor tanda-tanda
non- farmakologis vital sebelum dan
meningkat sesudah pemberian
analgesik
5) Monitor efektifitas
analgesik
Terapeutik
1) Diskusikan jenis
analgesik yang disukai
untuk mencapai
analgesia optimal, jika
perlu
2) Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinu, atau bolus
oploid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
3) Tetapkan target
efektifitas analgesik
untuk mengoptimalkan
respons pasien
26
4) Dokumentasikan
respons terhadap efek
analgesik dan efek yang
tidak diinginkan
Edukasi
1) Jelaskan efek terapi
dan efek samping obat
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis
analgesik, sesuai
indikasi
27
4) Tingkatkan asupan
cairan dan nutrisi yang
adekuat.
5) Kolaborasi pemberian
antiperetik
Resiko Infeksi Setelah dilakukan intervensi Intervensi Resiko infeksi
berhubungan dengan efek keperawatan selama 3 x 4 1) Monitor tanda gejala
prosedur iinvasif jam, diharapkan tingkat infeksi lokal dan
(D.0142) resiko infeksi menurun sistemikTerapeutik
kriteri hasil : 2) Batasi jumlah
1) Demam menurun pengunjung
2) Bengkak menurun 3) Berikan perawatan kulit
3) Nyeri menurun pada daerah edema
4) Cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
5) Pertahankan teknik
aseptik pada pasien
berisiko tinggi
6) Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
7) Ajarkan cara
memeriksa luka
8) Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan
28
efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien,
kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons klien
terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia
perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi
dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya
(Wilkinson.M.J, 2012).
29
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
2.1.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. W
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Banjar/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah tangga
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan : menikah
Alamat : Jln. Sulawesi
Tgl MRS : Rabu, 27 Oktober 2021 /15.00WIB
Diagnosa Medis : Appendisitis Akut
30
dipindahkan keruang ROE untuk mendapatkan pengobatan dan penanganan
lebih lanjut.
2.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi):
Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya dan
tidak pernah melakukan operasi.
2.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien mengatakan tidak mempunyai penyakit keturunan dan tidak
pernah menderita penyakit yang sama
1. OKSIGENASI 2. CAIRAN
Nadi : 84 x/menit, Pernapasan : 20 x/mnt Kebiasaan minum : 1500 CC /hari,
TD: 150/80 mmHg Bunyi Nafas : Vesikuler Jenis : Air Putih
Respirasi : 20x/menit Turgor kulit : Baik
Kedalaman : Tidak ada Fremitus : Tidak ada Mukosa mulut : Lembab, tidak ada perlukaan
Sputum : Tidak ada Sirkulasi oksigen : lancar Punggung kaki : normal warna :
Dada : simetris Pengisian kapiler :
Oksigen : ( Tgl : …Canula /sungkup :… ltr/m Mata cekung : Tidak ada
WSD : ( Tgl: …… di ……… Keadaan…….) Konjungtiva: Merah muda
Riwayat Penyakit : Tidak ada Sklera : Normal/putih
Lain – lain : ………………………………….. Edema : Tidak ada
Distensi vena jugularis : tidak ada
pembengkakan
31
Asites : Tidak ada. Minum per NGT : tidak
mengguakan NGT
Terpasang Dekompresi NGT : Tidak ada
( dimulai tgl : - Jenis : -
dipasang di :-
Terpasang infuse : Ringer Laktat
( dimulai tgl : 27 Oktober 2021 Jenis : -
dipasang di : tangan kiri)
Lain –lain : -
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
Ο Intolerance aktivitas Ο Pola nafas tdk efektif keperawatan
Ο Gg pertukaran gas Ο Penurunan Curah Jantung Ο Kekurangan volume cairan ,
Ο Gg Perfusi Jaringan Ο Kelebihan volume cairan
Ο dll…………………………………........................... Ο dll………………………………….
32
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan keperawatan
Ο Ketidakseimbangan nutrisi : lebih dari kebutuhan Ο Defisit perawatan diri : ……………..
33
Ο Gangguan Pola Tidur Ο Resiko Trauma Fisik Ο Resiko Injuri
Ο Gangguan Persepsi Sensorik
11. SEKSUALITAS
Aktif melakukan hubungan seksual : iya Aktif melakukan hubungan seksual :-
Penggunaan kondom : - Penggunaan kondom : -
Masalah – masalah /kesulitan seksual : Tidak ada Masalah – masalah /kesulitan seksual :-
Perubahan terakhir dalam frekuensi /minat : - Perubahan terakhir dalam frekuensi /minat : -
Wanita : Pria :
Usia Menarke : 14 thn, Lama siklus : 28 hari Rabas penis : - Gg Prostat : -
34
Lokasi : - Sirkumsisi : - Vasektomi : -
Periode menstruasi terakhir : - Melakukan pemeriksaan sendiri : -
Menopause : - Payudara test : -
Rabas Vaginal : - Prostoskopi /pemeriksaan prostat terakhir : -
Perdarahan antar periode : - Tanda ( obyektif )
Melakukan pemeriksaan payudara sendiri / Pemeriksaan : -
mammogram : - Payudara /penis /testis : -
Tanda ( obyektif ) Kutil genatelia/test :-
Pemeriksaan : -
Payudara /penis /testis : -
Kutil genatelia/test :-
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
Ο Perdarahan Ο Gg citra tubuh Ο Disfungsi Seksual Ο Gg Pemenuhan Kebthn seksualitas
35
Pengaturan jam besuk Ο Hak dan kewajiban klien Ο Tim /petugas yang
merawat
Ο Lain – lain : tidak ada
3. Masalah yang ingin dijelaskan
Perawatan diri di RS Ο Obat – obat yang diberikan
Ο Lain – lain : tidak ada
Ο Orientasi Spesifik terhadap perawatan ( seperti dampak dari agama /kultur yang
dianut )
Obat yang diresepkan ( lingkari dosis terakhir ) :
36
Orientasi Tempat : klien dapat mengetahui Ia berada di RS
Afektifitas :-
2. Status Neurologis ;
Uji Syaraf Kranial :
Nervus Kranial I : klien dapat membedakan bau minyak kayu putih dan
bau balsem
Nervus Kranial II : klien dapat melihat dengan baik
Nervus Kranial III : klien dapat menggerakan bola mata ke arah kiri
dan kanan
Nervus Kranial IV : klien dapat menggerakkan kedua matanya
Nervus Kranial V : klien dapat merasakan sentuhan panas dan dingin pada
kulitnya dan klien dapat mengunyah dengan baik
Nervus Kranial VI : klien dapat menggerakan bola mata ke arah kanan, kiri,
atas dan bawah
Nervus Kranial VII : klien dapat membedakan rasa manis dan asin
Nervus Kranial VIII : klien dapat mendengar dengan baik
Nervus Kranial IX : klien dapat menelan makanan
Nervus Kranial X : klien dapat menjulurkan lidahnya
Nervus Kranial XI : klien dapat mengakat bahunya
Nervus Kranial XII : klien dapat mengatur posisi lidahnya keatas dan
kebawah
3. Ekstermitas Superior :
a) Motorik
Pergerakan : Bebas
Kekuatan : 5/5 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dan tahanan
b) Tonus
c) Refleks Fisiologis
- Bisep : kanan/kiri (+2)
- Trisep : kanan/kiri (+2)
- Radius : kanan/kiri (+2)
- Ulna : kanan/kiri (+2)
d) Refleks Patologis
Hoffman Tromer : normal
e) Sensibilitas
37
Nyeri : tidak ada
4. Ekstremitas Inferior :
a) Motorik
Pergerakan : Bebas
Kekuatan : Ekstremitas bawah kiri 5 (Normal = Gerakan otot penuh
melawan gravitasi dan tahanan), ekstremitas bawah kanan
5 (Normal = Gerakan otot penuh melawan gravitasi dan
tahanan)
b) Tonus :
c) Refleks Fisiologis
Refleks Patella : (+1)
d) Refleks Patologis
- Babinsky : kanan (+2) / kiri (+1)
- Chaddock : kanan (+2) / kiri (+1)
- Gordon : kanan (+2) / kiri (+1)
- Oppenheim : kanan (+2) / kiri (+0)
- Schuffle : (kanan (+2) / kiri (+1)
5. Rangsang Meningen
a) Kaku kuduk : (+2)
b) Brudzinksky I & II : (+2)
c) Lassaque : (+2)
d) Kernig Sign : (+2)
38
3 DATA GENOGRAM
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Garis Keturunan
: Tinggal 1 rumah
: Klien (Nn.E)
: meninggal dunia
39
No Nama Obat Dosis Pemberian Indikasi
.
Keterolac 3x30mg
1. Meredakan peradangan dan nyeri
Anggi
NIM. 2021-01-14901-006
ANALISIS DATA
40
DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN
MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS: Agen Pencedera Fisik Gangguan rasa aman
P: Klien mengatakan nyeri ↓ nyeri
perut bagian kanan bawah, Tindakan invasive apendiktomi
Q: nyeri yang dirasakan ↓
seperti di tusuk-tusuk, R: Respon peradangan
lokasi nyeri dirasakan di ↓
perut bagian kanan bawah, Pelepasan mediator nyeri dan
S: skala nyeri 4, T: Klien merangsang nosireseptor pada
mengatakan nyeri timbul ujung saraf bebas serabut tipe c
pada saat bergerak. ↓
Berlangsung 5-10 menit Gangguan rasa nyaman nyeri
saat nyeri muncul.
DO:
1. Klien tampak meringis
2. Klien tampak menahan
sakit
3. Klien tampak
mengerutkan muka
4. Klien tampak gelisah
5. Skala nyeri 4
6. TTV : TD = 150/80
mmHg, N = 84x/menit,
RR: 20x/menit, S = 36,8
o
C
PRIORITAS MASALAH
41
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai
dengan Klien tampak meringis, Klien tampak menahan sakit, Klien tampak
mengerutkan muka, Klien tampak gelisah, Skala nyeri 4TTV : TD = 150/80
mmHg, N = 84x/menit, RR: 20x/menit, S = 36,8 oC
42
RENCANA KEPERAWATAN
43
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Hari/Tanggal Tanda tangan dan
Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
S:
P: Klien mengatakan nyeri perut bagian kanan bawah,
Q: nyeri yang dirasakan seperti di tusuk-tusuk, R: lokasi
nyeri dirasakan di perut bagian kanan bawah, S: skala
Diagnosa 1 Gangguan Rasa nyaman Nyeri:
nyeri 4, T: Klien mengatakan nyeri timbul pada saat
1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, bergerak. Berlangsung 5-10 menit saat nyeri muncul.
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri. O:
2. Mengidentifikasi skala nyeri 1. Nyeri di bagian perut kanan bawah, nyeri seperti
3. Memberikan teknik non farmakologis untuk ditusuk-tusuk, nyeri berlangsung 5-10 menit, nyeri
02 November 2021 mengurangi rasa nyeri timbul pada saat bergerak. Anggi
08.00 WIB 4. Mengontrol lingkungan yang memperberat 2. Skala nyeri 4
rasa nyeri 3. Dilakukan teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri
5. Menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu pada pasien
nyeri 4. Memberitahukan kepada keluarga untuk tidak bising
6. Menjelaskan strategi meredakan nyeri di dalam ruangan
7. Berkolaborasi pemberian analgetik 5. Diberikan obat ketorolac 3x30mg, Cefriaxone 2x1
gram, ranitidin 2x50mg
A : Masalah sebagian teratasi
P : Lanjutkan intervensi
44
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Apendisitis adalah radang pada usus buntu atau dalam bahasa latinnya appendiks
vermivormis, yaitu suatu organ yang berbentuk memanjang dengan panjang 6-9 cm
dengan pangkal terletak pada bagian pangkal usus besar bernama sekum yang terletak
pada perut kanan bawah (Handaya, 2017).
Pengkajian yang dilakukan pada Ny.W difokuskan pada asuhan keperawatan KDP
klien dengan diagnosa Apendisitis akut dengan kebutuhan dasar manusia gangguan rasa
nyaman nyeri tetapi tetap mencakup aspek holistik yaitu meliputi seluruh aspek
biopsikososial spiritual klien. Data yang dikumpulkan saat pengkajian merupakan dasar
penetapan diagnosa keperawatan. Pengkajian dilakukan dengan teknik wawancara dengan
klien dan keluarga, observasi dan pemeriksaan fisik langsung pada pasien, juga melalui
catatan keperawatan mengenai status klien. Proses pengkajian dilakukan sesuai teori dan
data yang didapat mempunyai kesesuaian dengan tinjauan pustaka tentang Apendisitis
akut dengan kebutuhan dasar manusia gangguan rasa nyaman nyeri
Diagnosa keperawatan yang diangkat pada Ny.W dibuat berdasarkan analisa data
fokus yang didapat pada klien dan disusun berdasarkan kebutuhan dasar manusia menurut
hirarki Maslow dan prioritas masalah yang mengancam kehidupan klien. Diagnosa
keperawatan yang muncul pada Ny.W yaitu sebagai berikut :
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan agen pencedera fisik (SDKI
D.0074 Hal 166).
3.2 Saran
Sebagai perawat diharapkan mampu membuat asuhan keperawatan dengan baik
terhadap Apendisitis akut. Oleh karena itu, perawat juga harus mampu berperan sebagai
pendidik dalam hal ini melakukan penyuluhan ataupun memberikan edukasi kepada
pasien maupun keluarga pasien terutama mengenai tanda-tanda, penanganan dan
pencegahannya.
45
DAFTAR PUSTAKA
Adhar, Lusia & Andi. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nurarif dan Kusuma. (2015). Keperawatan Medical Bedah Volume 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C & Brenda G. Bare, 2014, Buku Ajar Keperawatan M edikal Bedah
Brunner & Suddarth’s Edisi 10, Jakarta, EGC.
Naiken, G., 2013, Apendisitis Akut, http://www.scribd.com/doc/149322791/APEN
DISITIS- AKUT.
Nursalam. (2016). Manajemen Keperawatan : Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan
Profesional, Edisi 3.Jakarta, Selamba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta Selatan : DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1
Cetakan II. Jakarta Selatan : DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1
Cetakan II. Jakarta Selatan : DPP PPNI
46
47
48
49
50
51
.
52
53
54