Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

Y DENGAN DIAGNOSA MEDIS BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA


(BPH)DI RUANG DAHLIA RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Disusun Oleh :
Hepi Novita Sari
20231490104031

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2023
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Hepi Novita Sari


Nim : 20231490104031
Program Studi : Profesi Ners
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.
Y dengan Diagnosa Medis Benign Prostatic Hyperplasia
(BPH) di Ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya.

Telah melaksanakan Asuhan Keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB) pada Program Studi
Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Asuhan Keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Praktik

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Hermanto, Ners.,M.Kep. Yuliana Ernawati, S.Kep.,Ners


KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,


karena atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun
dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan Dan Asuhan
Keperawatan yang berjudul “Laporan Pendahuluan Dan
Asuhan Keperawatan Pada Tn. Y dengan Diagnosa Medis
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) di Ruang Dahlia RSUD
dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.”. Asuhan Keperawatan
ini merupakan salah satu persyaratan pada Pendidikan
Program Profesi Ners Stase Keperawatan Medikal Bedah
(KMB) di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap
Palangka Raya.

Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan


berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan
terimakasih kepada :

1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Bapak Hermanto, Ners.,M.Kep., selaku Pembimbing Akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, serta penuh kesabaran membimbing
penyusunan dalam menyelesaikan laporan kasus asuhan keperawatan ini.
4. Ibu Yuliana Ernawati, S.Kep.,Ners selaku pembimbing klinik yang telah
memberikan dorongan, arahan dan pemikiran serta penuh kesabaran
membimbing penyusunan dalam menyelesaikan laporan kasus asuhan
keperawatan ini.
5. Semua pihak yang telah membantu hingga laporan kasus asuhan keperawatan
ini dapat terselesaikan, yang mana telah memberikan bimbingan dan bantuan
kepada penyusu.
Semoga laporan kasus asuhan keperawatan ini dapat
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya
di bidang ilmu keperawatan. Penyusun menyadari bahwa
dalam menyusun laporan kasus asuhan keperawatan ini
masih jauh dari sempurna untuk itu kepada semua pihak,
penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun
sehingga dapat menunjang kesempurnaan laporan kasus
asuhan keperawatan ini.
Palangka Raya, 17 Oktober 2023

Hepi Novita Sari

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................... ii
DAFTAR ISI.............................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................... `1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................... 2
1.3 Tujuan........................................................................................................ 2
1.4 Manfaat...................................................................................................... 5
BAB 2 TINJAUAN TEORI...................................................... 8
2.1 Konsep Dasar Penyakit Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).................... 10
2.1.1 Definisi.................................................................................................... 10
2.1.2 Anatomi Fisiologi.................................................................................... 10
2.1.3 Klasifikasi................................................................................................ 11
2.1.4 Etiologi.................................................................................................... 11
2.1.5 Patofisiologi (Pathway)........................................................................... 12
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda Dan Gejala)................................................... 13
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang........................................................................... 14
2.1.8 Komplikasi.............................................................................................. 15
2.1.9 Penatalaksanaan Medis........................................................................... 16
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan.............................................................. 17
2.2.1 Pengkajian............................................................................................... 17
2.2.2 Diagnosa.................................................................................................. 18
2.2.3 Intervensi................................................................................................. 19
2.2.4 Implementasi........................................................................................... 20
2.2.5 Evaluasi................................................................................................... 25
2.3 Penelitian Terkait........................................................................................ 27
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN........................................................................ 28
2.1 Pengkajian............................................................................................................... 28
2.2 Diagnosa................................................................................................................. 41
2.3 Intervensi................................................................................................................ 43
2.4 Implementasi........................................................................................................... 46
2.5 Evaluasi................................................................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 50
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Benigna Prostatic Hyperplasia (BPH) disebut pembesaran kelenjar prostat
merupakan penyakit yang sangat sering mengakibatkan masalah pada pria. Selain
dapat meningkatkan morbiditas, juga mengganggu kualitas hidup pria. Benign
Prostatic Hyperplasia mempunyai karakteristik berupa hyperplasia pada stroma
pembesaran prostat (Wahyu, 2016). Pembesaran prostat disebabkan oleh dua
factor penting yaitu ketidakseimbangan hormone esterogen dan androgen, serta
faktor umur atau proses penuaan sehingga obstruksi saluran kemih dapat terjadi.
Adanya obstuksi ini akan menyebabkan, respon nyeri pada saat buang air kecil
pada klien dan menyebabkan masalah nyeri akut (Andre, Terrence & Eugene,
2011).
Menurut data WHO (2013), diperkirakan terdapat sekitar 70 juta kasus
degeneratif salah satunya ialah BPH, dengan insiden di negara maju sebanyak
19%, sedangkan di negara berkembang sebanyak 5,35 % kasus. Tahun 2013 di
Indonesia terdapat 9,2 juta kasus BPH, di antaranya di derita oleh laki-laki berusia
di atas 60 tahun. BPH terjadi pada sekitar 70 % pria di atas usia 60 tahun. Angka
ini meningkat hingga 90% pada pria berusia diatas 80 tahun angka kejadian BPH
di Indonesia yang pasti belum pernah diteliti, tetapi sebagai gambaran hospital
prevelance di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sejak tahun 1994-
2013 ditemukan 3.804 kasus dengan rata-rata penderita berusia 66,61 tahun.
Sedangkan data yang didapatkan dari rumah sakit Hasan Sadikin dari tahun 2012-
2016 ditemukan 718 kasus dengan ratarata penderita berusia 67.9 tahun. (AIUI,
2017). Di Indonesia pada tahun 2017 terdapat 6,2 juta kasus penderita BPH
(Benigna Prostat Hyperplasia) (Purnomo, 2014).
Penyebab terjadinya BPH hingga saat ini belum dikketahui secara pasti, tetapi
beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan penngkatan
dihidrosteron (DTH) dan proses aging (penuaan). (Purnomo, 2014). Penanganan
BPH dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain wachfull waiting,
medikamentosa dan Tindakan pembedahan seperti Transeurethral Resection
Prostate (TURP) menjadi salah satu tindakan pembedahan yang paling umum
dilakukan untuk mengatasi pembesaran prostat. (Adelia, Monoarfa, & Wagiu,
2017). Tindakan pembedahan dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang actual
dan potensial sehingga seseorang dapat mengalami nyeri yang berdampak pada
aktivitas seharihari. Nyeri merupakan salah satu gejala yang sering timbul pasca
bedah dimana melibatkan empat proses fisiologis; transduction,transmission,
modulationdanperception.Nyeri sebagai konsekuensi operasi yakni pengalaman
sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan terkait dengan jaringan actual
atau potensial (Herdman, 2015). Nyeri pasca operasi disebabkan karena trauma
(reseksi jaringan prostat). (Ariani, 2010).
Upaya pemberian asuhan keperawatan sesuai Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SKLI) dan Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dan DPP PPNI pada pasien dengan
Diagnosis medis Post Operasi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) sehingga perlu
dilakukan penelitian untuk mengoptimalkan asuhan keperawatan pada pasien
Benigna Prostatic Hyperplasia (BPH).

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada studi kasus ini yaitu Bagaimana Asuhan Keperawatan
Pada Tn. A dengan Diagnosa Medis Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) di
Ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa
medis Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) di Ruang Dahlia RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian pada Tn. Y dengan Diagnosa Medis Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH) di Ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.
2. Menyusun Analisa data dan Diagnosis keperawatan menurut Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) pada Tn. Y dengan Diagnosa
Medis Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) di Ruang Dahlia RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya.
3. Menyusun rencanaan keperawatan serta luaran keperawatan menurut Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dan Standar Luaran Keperawatan
Indonesia (SLKI) pada Tn. Y dengan Diagnosa Medis Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH) di Ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.
4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada Tn. Y dengan Diagnosa Medis
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) di Ruang Dahlia RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya.
5. Melakukan evaluasi pada Tn. Y dengan Diagnosa Medis Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH) di Ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.
6. Melakukan dokumentasi pada Tn. Y dengan Diagnosa Medis Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH) di Ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya.

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Merupakan kegunaan hasil studi kasus, ini adalah untuk pengembangan
Asuhan Keperawatan sesuai dengan standar Diagnosis keperawatan Indonesia
(SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) dan Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (SIKI) dengan Diagnosa Medis Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH) di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.3.1 Bagi Rumah Sakit
Diharapkan hasil penulisan ini sebagai bahan pertimbangan oleh para
pelaksana program dalam meningkatkan upaya di bidang Kesehatan khususnya
perawatan post operasi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).
1.4.3.2 Bagi Institusi
Sebagai sarana mengaplikasikan mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
(KMB) berkaitan dengan ilmu penyakit Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) di
Ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.

1.4.3.3 Institusi Pendidikan


Sebagai sarana mengaplikasikan mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
(KMB) berkaitan dengan ilmu penyakit Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) di
Ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Dasar Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)


1.1.1 Definisi
BPH (Benign Prostatic Hyperthropy) atau bisa disebut Hipertrofi Prostat
Jinak merupakan kondisi yang belum diketahui penyebabnya, ditandai oleh
meningkatnya ukuran zona dalam (kelenjar periuretra) dari kelenjar prostat. BPH
adalah pembesaran prostat yang mengenai uretra dan menyebabkan gejala
uritakaria. Selain itu Hiperplasia Prostat Benigna adalah pembesaran progresif
dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun)
menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius
(Nuari, 2017).
Selain itu menurut Budaya (2019), BPH dikarakteristikkan sebagai
peningkatan jumlah sel-sel stroma dan epitel prostat di area periuretra yang
merupakan suatu hyperplasia dan bukan hipertrofi, selain itu secara etiologi pada
BPH terjadi peningkatan jumlah sel akibat dari proliferasi sel-sel stroma dan
epitel prostat atau terjadi penurunan kematian sel-sel prostat yang terprogram.
Menurut Brunner (2013) kelenjar prostat membesar, meluas ke atas menuju
kandung kemih dan menghambat aliran keluarnya urine. Berkemih yang tidak
tuntas dan retensi urine yang memicu stasis urine dapat menyebabkan
hidronefrosis, hidroureter, dan infeksi saluran kemih. Dimana penyebab gangguan
tersebut tidak dipahami dengan baik, tetapi bukti menunjukkan adanya pengaruh
hormonal. BPH sering terjadi pada pria berusia lebih dari 40 tahun.

1.1.2 Anatomi Kelenjar Prostat


Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami
pembesaran, organ ini menyumbat uretra posterior dan buila pembesaran terjadi
pada uretra pars prostatika dapat mengakibatkan terhambatnya aliran urine keluar
dari buli-buli. Secara anatomis bentuk kelenjar prostat sebesar buah kenari dengan
berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram. Menurut beberapa ahli,
kelenjar prostat dibagi dalam beberapa zona antara lain zona perifer, zona sentral,
zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan zona periuretra.

1.1.3 Klasifikasi
Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon testosteron.
Dalam sel-sel kelenjar prostat, hormone akan tumbuh menjadi Dihidrotestosteron
(DHT) dengan bantuan enzim α- reduktase. DHT inilah yang secara langsung
memacu mRNA dalam sel-sel kelenjar prostat yaitu sejenis hormon yang memacu
sintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat. Pada usia lanjut
beberapa pria mengalami pembesaran prostat benigna. Keadaan ini dialami oleh
50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun.
Pemebesaran kelenjar prostat mengakibatkan terganggunya aliran urine sehingga
menimbulkan gangguan miksi.

1.1.4 Etiologi
Menurut Sjamsuhidajat 2011, derajat BPH dibedakan menjadi empat,
yaitu:
1) Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine
sampai habis.
2) Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine
sampai habis, masih terasa kira-kira 60- 150 cc, ada rasa tidak enak BAK
atau dysuria dan menjadi nocturia.
3) Staudium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
4) Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh paisen tampak kesakitan, urine
menetes secara periodic ontinen.

1.1.5 Patopisiologi
Menurut Nuari (2017) & Duarsa (2020), penyebab BPH belum diketahui,
namun beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia prostat erat
kaitannya dengan kadar dihidrotestoteron (DHT) dan proses penuaan.
Selain faktor tersebut ada beberapa hipotesis yang diduga sebagai
penyebab timbulmya hyperplasia antara lain:
1) Teori Dihydrotestosterone
Dihydrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat
pentng pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari
testosterone di dalam sel prostat oleh 5α- reduktase dengan bantuan
koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor
androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan
selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi
pertumbuhan sel prostat. Peningkatan 5α-reduktase dan reseptor androgen
menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi.
Teori ini didukung pada praktek klinis dengan pemberian 5α-reduktase
inhibitor yang menghambat perubahan testosteron menjadi
dihidrotestosteron, dalam waktu 3-6 bulan akan membuat pengurangan
volume prostat 20-30%.
2) Ketidakseimbangan hormon estrogen-testosteron
Pada proses penuaan pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma. Diketahui
bahwa estrogen di dalam prostat berperan pada terjadinya proliferasi sel-
sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitiviras sel –sel prostat
terhadap rangsangan hormone androgen, meningkatkan jumlah reseptor
androgen, dan menurunkan jumlah kematian terprogram sel-sel prostat
(apoptosis). Sehingga meskipun rangsangan terbentuknya sel- sel baru
akibat rangsangan testosterone menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah
ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat menjadi
lebih besar.
3) Interaksi stroma-epitel
Peningkatan epidermal growth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi
stroma dan epitel.
4) Berkurangnya kematian terprogram (apoptosis) sel prostat
Pada jaringan normal terdapat keseimbangan antara laju proliferasi dengan
kematian sel. Pada saat pertumbuhan prostat sampai dewasa, penambahan
jumlah sel prostat seimbang dengan sel yang mengalami apoptosis.
Berkurangnya jumlah sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan
jumlah sel prostat meningkat sehingga terjadi pertambahan massa prostat.
5) Teori sel punca
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk
sel-sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel punca yaitu sel
yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Sel punca
yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit. Kehidupan sel ini
sangat bergantung pada keberadaan hormone androgen sehingga jika
hormone ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, akan
menyebabkan apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH
dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel punca sehingga terjadi
produksi yang berlebihan pada sel stroma maupun sel epitel.
6) Teori inflamasi kronis
Pada uji klinis oleh Medical Therapy of Prostatic Symptoms (MTOPS)
menunjukkan bahwa volume prostat dengan inflamasi cenderung tumbuh
lebih cepat dibandingkan dengan tanpa inflamasi.
1.1.6 Manifestasi Klinis
Menurut Nuari 2017, manifestasi klinis yang timbulkan oleh BPH
disebut sebagai syndroma prostatisme. Sindroma prostatisme ini dibagi
menjadi dua, antara lain:
1. Gejala obstruktif
a. Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai
dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destructor buli-
buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan
intravesikel guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika
b. Intermittency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang
disebabkan oleh karena ketidakmampuan otot destrussor dalam
mempertahankan tekanan intravesikel sampai berakhirnya miksi
c. Terminal dribbling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing
d. Pancaran lemah yaitu kelemahan kekuatan dan pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa
belum puas
2. Gejala iritasi
a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan
b. Frequency yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat
terjadi pada malam hari (nocturia) dan pada siang hari
c. Dysuria yaitu nyeri pada waktu kencing

1.1.7 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Nuari 2017, pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada
pasien BPH adalah antara lain:
1. Sedimen urin
Untuk mncari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi slauran
kemih.
2. Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus
menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa anti mikroba yang
diujikan.
3. Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat
dan kadang menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin yang
merupakan tanda dari retensi urine.
4. IVP (Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter
atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit
pada buli-buli.
5. Ultrasonografi (Trans abdominal dan trans rektal)
Untuk mengetahui pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur
sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.
6. Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan megukur panjang uretra
parsprostatika dan melihat prostat ke dalam rectum

1.1.8 Komplikasi
Komplikasi BPH dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu
komplikasi pada traktus urinarius dan komplikasi di luar traktus urinarius.
Di dalam traktus urinarius komplikasi BPH meliputi retensi urine berulang
atau kronis, hematuria, infeksi saluran kemih berulang, batu kandung
kemih, perubahan patologi pada kandung kemih (trabekulasi, sakulasi
divertikel), hidroureteronefrosis bilateral dan gagal ginjal. Sedangkan
komplikasi di luar traktus urinarius adalah hernia dan hemoroid (Budaya,
2019).
Selain itu menurut Harmilah (2020), komplikasi pembesaran
prostat meliputi:
a. Ketidakmampuan untuk buang air kecil mendadak (retensi urine). Pasien
memerlukan kateter yang dimasukkan ke kandung kemih untuk
menampung urine. Beberapa pria dengan pembesaran prostat
membutuhkan pembedahan untuk meredakan retensi urine.
b. Infeksi saluran kemih (ISK). Ketidakmampuan untuk mengososngkan
kandung kemih dapat meningkatkan resiko infeksi saluran kemih.
c. Batu empedu. Ini umumnya disebabkan oleh ketidakmampuan untuk
sepenuhnya mengosongkan kandung kemih. Batu kandung kemih daoat
menyebabkan infeksi, iritasi kandung kemih, adanya darah dalam urine,
dan obstruksi saluran urine.
d. Kerusakan kandung kemih. Kandung kemih yang tidak dikosongkan
sepenuhnya dapat meregang dan melemah seiring waktu. Akibatnya
dinidng kandung kemih tidak lagi berkontraksi dengan baik.
e. Kerusakan ginjal. Tekanan di kandung kemih dari retensi urine langsung
dapat merusak ginjal atau memungkinkan infeksi kandung kemih
mencapai ginjal.

1.1.9 Penatalaksanaan
Menurut Nuari 2017, penatalaksanaan terapi BPH tergantung pada
penyebab, keparahan obstruksi, dan kondisi pasien. Berikut beberapa
penatalaksanaan BPH antara lain:
a. Observasi (watchfull waiting)
Biasa dilakukan untuk pasien dengan keluhan ringan dan biasanya pasien
dianjurkan untuk mengurangi minum, setelah makan malam untuk
mengurangi nokturia, menghindari obat-obatan dekongestan, mengurangi
minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu
sering miksi. Setiap 3 bulan dilakukan kontrol keluhan, sisa kencing, dan
pemeriksaan colok dubur.
b. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergika (prazosin, tetrazosin): menghambat
reseptor pada otot polos di leher vesika, prostat sehingga terjadi
relaksasi. Hal ini menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika
sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang.
b. Penhambat enzim 5-a-reduktase, menghambat pembentukan DHT
sehingga prostat yang membesar akan mengecil
c. Terapi bedah
Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk
terapi bedah yaitu:
a. Retensi urine berulang
b. Hematuria
c. Tanda penurunan fungsi ginjal
d. Infeksi saluran kemih berulang
e. Tanda obstruksi berat seperti hidrokel
f. Ada batu saluran kemih
Menurut Brunner (2013), beberapa tindakan bedah yang dilakukan
antara lain sebagai berikut:
a. Terapi invasif secara minimal yang meliputi terapi panas mikro-
gelombang transuretra (Transurethral Microwave Heat Treatment
/TUMT), kompres panas ke jaringan prostat, ablasi jarum transuretra
(Transurethral Needle Ablation/TUNA), melalui jarum tipis yang
ditempatkan di dalam kelenjar prostat, sten prostat (tetapi hanya untuk
pasien retensi kemih dan untuk pasien yang memiliki resiko bedah
yang buruk).
b. Reseksi bedah antara lain reseksi prostat transuretra/ TURP
(Transurethral Resection of The Prostate) yang merupakan standar
terapi bedah, insisi prostat transuretra/ TUIP (Transurethral Incision of
The Prostate), elektrovaporisasi transuretra, terapi laser, dan
prostatektomi terbuka.
d. Kateterisasi urine
Tindakan ini digunakan untuk membantu pasien yang mengalami
gangguan perkemihan karena retensi urine. Kateterisasi urine adalah
tindakan memasukkan selang karet atau plastik melalui uretra kedalam
kandung kemih. Pemasangan kateter menyebabkan urine mengalir secara
continue pada pasien yang tidak mampu mengontrol perkemihan atau
pasien yang mengalami obstruksi pada saluran kemih.

1.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


1.2.1 Pengkajian
Menurut Siregar (2021), pengkajian keperawatan merupakan langkah
pertama dalam proses keperawatanyang mencakup pengumpulan data yang
sistematis, verifikasi data, pengorganisasian data, intepretasi data, dan melakukan
dokumentasi data dan dilakukan oleh perawat yang professional di bidang
kesehatan. Menurut Diyono (2019), pengkajian keperawatan meliputi antara lain:

1) Riwayat keperawatan
BPH biasanya tidak langsung menimbulkan masalah yang berat pada
pasien. Secara umum gejala yang dikeluhkan pasien hanyalah sulit buang
air kecil dan beberapa waktu
2) Keluhan utama
Adanya retensi urine atau gejala komplikasi harus diidentifikasi dengan
cermat. Perawat dapat menanyakan kepada pasien dan keluarga tentang
keluhan yang dirasakan seperti tidak bias berkemih, badan lemas,
anoreksia, mual muntah, dan sebagainya.
3) Persepsi dan manajemen kesehatan
Kaji dan identifikasi pola penanganan penyakit yang dilakukan pasien dan
keluarga. Termasuk dalam hal apa yang dilakukan jika keluhan muncul.
4) Pola eliminasi
Kaji masalah berkemih seperti retensi urine, nokturia, hesistensi,
frekuensi, urgensi, anuria, hematuria.
5) Pola aktivitas dan latihan
Bagaiamana pola aktivitas pasien terganggu dengan masalah BAK,
misalnya kelelahan akibat tidak bias tidur, sering ke kamar mandi, dan
sebagainya.
6) Pola tidur
Identifikasi apakah gangguan berkemih sudah mengganggu istirahat tidur.
7) Pola peran
Apakah peran dan fungsi keluarga terganggu akibat gangguan berkemih.
8) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan dengan benign prostatic
hyperplasia (BPH) meliputi pemeriksaan abdomen dan color dubur.
Pemeriksaan abdomen berupa inspeksi, palpasi, dan perkusi,
9) Pemeriksaan diagnostik
Amati hasil pemeriksaan USG, BNO, IVP dan hasil laboratorium.
Perhatikan adanya kesan pembesaran prostat, hidroureter, hidronefrosis,
hipeureki, peningkatan kratinin, leukosit, anemia, dan sebagainya.

10) Program terapi


Kelola dengan baik program operasi, pemasangan kateter, monitoring
laboratorium, dan sebagainya.

1.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (Mis.
Neoplasma) (D.0077)
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penurunan kapasitas
kandung kemih (D.0040)
3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional (D.0080)
1.2.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi


1 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen Nyeri (D.l.08238) Observasi
dengan agen pencedera 1x7 diharapkan nyeri menurun dengan Kriteris 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
fisiologis (Mis. hasil (D.L.08066) : frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Neoplasma) (D.0077) 1) Kemampuan pasien untuk menuntaskan Identifikasi skala nyeri Identifikasi respons
aktivitas menurun nyeri non verbal Identifikasi factor yang
2) Keluhan nyeri menurun memperberat dan memperingan nyeri
3) Pasien tampak meringis menurun 2) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
4) Frekuensi nadi membaik tentang nyeri Identifikasi pengaruh nyeri
5) Pola nafas membaik pada kualitas hidup
6) Tekanan darah membaik 3) Monitor keberhasilan terapi komplementer
7) Fungsi berkemih membaik yang sudah di berikan
8) Perilaku membaik 4) Monitor efek samping penggunaan analgesic
9) Pola tidur membaik Terapeutik
Berikan eknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, Teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain) Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan) Fasilitasi istirahat
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri Jelaskan strategi meredakan nyeri
2) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
3) Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat Ajarkan Teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2 Gangguan eliminasi urin Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen eliminasi urin & katerisasi urine
berhubungan dengan 1x7 diharapkan pola eliminasi kembali normal (l.04148)
penurunan kapasitas dengan kriteria hasil (L.03019) : Observasi
kandung kemih (D.0040) 1) Sensasi berkemih meningkat 1) Identifikasi tanda dan gejala retensi atau
2) Desakan kandung kemih menurun inkontenensia urine
3) Distensi kandung kemih menurun 2) Identifikasi factor yang menyebabkan retensi
4) Berkemih tidak tuntas menurun atau inkokntenensia urine
5) Nocturia menurun 3) Monitor urine (mis. Frekuensi, konsistensi,
6) Dysuria menurun aroma, volume, dan warna )
Terapeutik
Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih
Batasi asupan cairan, jikaperlu
Edukasi
Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
ajarkan minum yang cukup jika tidak ada
kontraindikasi jelaskan tujuan dan prosedur
pemasangan kateter urine anjurkan menarik
nafas saat insersi selang urine
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat suposutoria uretra,
jika perlu
3 Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Reduksi ansietas (l.09314) Obeservasi
dengan krisis situasional 1x7 diharapkan pasien tidak cemas dengan kriteria 1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
(D.0080) hasil (L09093): (mis. Kondisi, waktu, stresor)
1) Perilaku gelisah menurun 2) Identifikasi kemampuan mengambil
2) Perilaku tegang menurun mengambil keputusan
3) Frekuensi pernafasan menurun 3) Monitor tandatanda ansietas (verbal dan
4) Frekuensi nadi membaik menurun nonverbal)
5) Konsentrasi pola tidur membaik Terapeutik
6) Pola berkemih membaik Ciptakan suasan terapeutik untuk menumbuhkan
kepercayaan temani pasien untuk mengurangi
kecemasan, jika memungkinkan gunakan
pendekatan yang tenang dan meyakinkan
motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
Edukasi
Informasikan secara factual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis anjurkan
mengungkapkan perasaan dan presepsi latih
Teknik relaksasi
1) Anjurkan keluarga untuk tetap Bersama
pasien, jika perlu
2) latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
1.2.4 Implementasi Keperawatan
Menurut Siregar (2021), implementasi merupakan
pelaksanaan rencana asuhan keperawatan yang
dikembangkan selama tahap perencanaan. Implementasi
mencakup penyelesaian tindakan keperawatan untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya dan
menilai pencapaian atau kemajuan dari kriteria hasil pada
diagnosa keperawatan. Implementasi bertujun untuk
membantu pasien mencapai kesehatan yang optimal dengan
promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan, dan memfasilitasi pasien mengatasi fungsi tubuh
yang berubah dalam berbagai fasilitas kesehatan seperti
pelayanan kesehatan di rumah, klinik, rumah sakit, dan
lainnya. Implementasi juga mencakup pendelegasian tugas
dan pendokumentasian tindakan keperawatan.

1.2.5 Evaluasi Keperawatan


Menurut Siregar (2021), evaluasi adalah penilaian
hasil dan proses seberapa jauh keberhasilan yang dicapai
sebagai keluaran dari tindakan. Evaluasi dilakukan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam
perencenaan, membanduingkan hasil tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan
mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan.
Evaluasi disusun menggunakan SOAP yang berarti:
S: keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga atau pasien setelah
diberikan implementasi keperawatan.
O: keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif.
A: analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif meliputi
masalah teratasi (perubahan tingkah laku dan perkembangan kesehatan sesuai
dengan kriteria pencapaian yang sudah ditetapkan), masalah teratasi sebagian
(perubahan dan perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian
yang sudah ditetapkan), masalah belum teratasi (sama sekali tidak menunjukkan
perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan muncul masalah
baru)
P: perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
1.3 Penelitian Terkait
Nama
No Peneliti/ Judul
Metode Penelitian Hasil Penelitian
. Tahun Penelitian
Penelitian
1. Riselena Benign Metode Penelitian ini merupakan Diagnosis BPH dapat ditegakkan dengan melakukan
Alyssa Prostatic penelitian deskriptif dalam rancangan anamnesis, pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan colok
Amadea Hyperplasia studi kasus dengan pendekatan tahapan dubur dan pemeriksaan penunjang. Baik itu melakukan
(BPH) proses keperawatanya itu pengkajian, pemeriksaan darah maupun pemeriksaan USG dalam
2019 diagnosa, intervensi, implementasi, dan kasus ini. Penatalaksanaan dalam kasus ini
evaluasi. silakukan prostatectomy karena hipertrofi prostat Grade
3 sehingga lebih efektif dilakukan prostatectomy
dibandingkan TURP.
2. Reynardi Hiperplasia Tulisan ini dibuat dengan penelusuran Berdasarkan penelusuran literatur termutakhir,
Larope Prostat literatur (literature review) dari setidaknya terdapat tiga tipe kelompok tatalaksana, yaitu
Sutanto Jinak: panduan terapi konservatif (watchful waiting), medikamentosa,
Manajemen praktik klinis, literatur ilmiah, situs web, dan pembedahan. Pemilihan terapi dilakukan dengan
2020 Tatalaksana dan buku teks terbaru dan terpercaya memulai dari pilihan yang paling tidak invasif terlebih
Dan mengenai topik BPH. dahulu. Di sisi lain, meski sulit dicegah, beberapa
Pencegahan tindakan preventif, seperti pemilihan obat-obatan yang
tidak menimbulkan BPH lebih awal, gaya hidup
sehat dengan tidak merokok, berolahraga, menjaga
berat badan, dan mengatur pola diet seimbang, dapat
dilakukan guna mencegah dan menunda kemunculan
BPH pada populasi laki-laki lanjut usia.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Hepi Novita Sari


NIM : 2023
Ruang Praktek : Dahlia
Tanggal Praktek : 16 Oktober – 4 November
Tanggal & Jam Pengkajian : 05 November 2023 & 10.00 WIB

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
I. DATA UMUM
1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama : Tn. Y
Umur : 56 Tahun
Agama : Islam
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Kawin
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Swasta
Suku bangsa : Dayak
Alamat : Tumbang Talang
Tanggal Masuk : 1 November 2023
Tanggal Pengkajian : 5 November 2023
No. Register :
Diagnose medis : Benig Prostatic Hyperplasia (BPH)

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. L
Umur : 50 tahun
Hub. Dengan pasien : Istri
Pekerjaan : IRT
Alamat : Tumbang Talang
2. Status Kesehatan
a. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan utama (saat MRS dan Saat ini)
Pada tanggal 1 November 2023 klien dibawa ke rumah sakit langsung ke poli
bedah urologi karena klien mengeluh BAK sedikit-sedikit dan tidak tuntas,
nyeri dibagian bawah perut . Pada tanggal 5 November 2023 jam 10.00 WIB
klien mengatakan sudah merasa lega karena BAK nya sudah tuntas dibantu
dengan pemasangan kateter, masih terasa nyeri bertambah saat bergerak skala
nyeri 3 (Nyeri Sedang), nyeri hilang timbul, tampak ada benjolan dibagian
bawah perut. dan benjolan di bawah perut sudah berkurang, namun klien
tampak pucat, tampak lemah tugor kulit klien menurun pada saat di cubit
membutuhkan yang waktu untuk kembali ke posisi normal, keluarga klien juga
mengatakan bahwa klien kurang minum air putih, tampak terpasang infus Nacl
20 tpm, TTV : TD : 150/90, N : 103, S : 36,2 ˚c, RR : 22 x/mnt, Spo : 98 x/mnt
2) Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan saat ini
Pada tanggal 1 November 2023 klien dibawa ke rumah sakit langsung ke poli
bedah urologi karena klien mengeluh BAK sedikit-sedikit dan tidak tuntas,
nyeri dibagian bawah perut, tampak ada benjolan dibagian bawah perut, klien
tampak pucat, tampak lemah, tugor kulit klien menurun pada saat di cubit
membutuhkan yang waktu untuk kembali ke posisi normal, keluarga klien juga
mengatakan bahwa klien kurang minum air putih, TTV : TD : 140/90, N : 88,
S : 36 ˚c, RR : 22 x/mnt, Spo : 98 x/mnt
3) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Klien sudah dilakukan tindakan operasi Tur.P
b. Status kesehatan masa lalu
1) Penyakit yang pernah dialami
Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit sebelumnya
2) Pernah dirawat
Klien mengatakan tidak pernah dirawat
3) Alergi
Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat alegi
4) Kebiasaan (merokok/kopi/alcohol dll)
Klien mengatakan mempunyai kebiasaan merokok
c. Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit keluarga
d. Diagnose medis dan therapy
Diagnosa medis :
- Benig Prostatic Hyperplasia (BPH)
- Hipertensi
Therapy :
- Injeksi Ceftriaxon 2x1 gr
- Injeksi Ranitidine 2x50 gr
- Injeksi Antrain 3x1 gr

II. POLA KESEHATAN FUNGSIONAL (bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)


1. Pola persepsi dan Pemeliharaan kesehatan
Sebelum sakit:
Klien mengatakan jarang memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan
Saat sakit:
Pasien mengatakan saat sakit baru berobat ke puskesmas
2. Pola nutrisi dan metabolic
Sebelum sakit:
Klien mengatakan makan teratur 3 kali sehari dengan menu seimbang
Saat sakit:
Klien mengatakan saat sakit makan sesuai dengan jadwal pemberian makanan di
rumah sakit, namun terkadang juga suka makan-makanan yang dibawa oleh
keluarga pasien.
BB sebelum sakit : 65
BB sesudah sakit : 50
TB : 160
IMT : 50
1,6 x 1,6
= 50
25,6
= 19,5
3. Pola eliminasi
1) Eliminasi Feses
Sebelum sakit :
Klien mengatakan BAB teratur 1 kali
Saat sakit :
Klien mengatakan BAB teratur 1 kali
2) BAK
Sebelum sakit:
Klien mengatakan BAK nya 3-4 kali dalam sehari tetapi sedikit-sedikit
Saat sakit:
Klien mengatakan sulit saat BAK, nyeri saat BAK, pasien tampak
menggunakan kateter dan selama 24 jam pasien BAK 2000cc, pasien juga
mengatakan tidak nyaman dengan kondisi terpasang kateter
4. Pola aktivitas dan latihan
1) Aktivitas

Penilaian:
Kemampuan 0: Mandiri
0 1 2 3 1: Kergantungan minimal
Perawatan diri
Makan dan minum √ 2: Keteragntungan parsial
3: Ketergantungan total
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √

2) Latihan
Sebelum sakit
Klien mengaakan sebelum sakit sering melakukan aktivitas sehari-hari tanpa
adanya hambatan
Saat sakit
Klien mengatakan saat sakit terhambat melakukan aktvitas sehari-hari
karena jika terlalu berat melakukan aktvitas pasien merasa cepat lelah.
5. Pola kognitif dan perseptual sensori
 Kognitif
Sebelum sakit: Klien mengatakan sudah 1 bulan mengalami sulit BAK
dan baru memeriksakan diri ke rumah sakit
Saat sakit: Pasien dan keluarga klien sudah mengatahui tentang
penyakitnya klien secara mendatail, dan akan dijadwal untuk dilakukan
tindakan operasi
 Persepsi
Sebelum sakit: Klien mengatakan selalu berpikir yang baik baik saja
Saat sakit: Klien mengatakan selalu berpikir ingin cepat sembuh.
6. Pola persepsi diri dan Konsep diri
 Persepsi diri
Sebelum sakit: Klien mengatakan sebelum sakit klien selalu bisa beraktivitas
setiap hari
Saat sakit: Klien mengatakan menerima kenyataan dengan keadaannya saat
ini
 Konsep diri
Sebelum sakit: Sebelum sakit pasien merasa yakin terhadap kemampuannya
sendiri dalam melakukan apapun
Saat sakit: Klien memahami diri dengan kondisinya sekarang yang
membutuhkan perawatan dari tim medis untuk merawat pasien
7. Pola istirahat tidur
Sebelum sakit:
Klien mengatakan sebelum sakit tidur 6-8 jam malam hari
Saat sakit:
Klien mengatakan selama sakit pasien lebih banyak waktunya untuk beristirahat
8. Pola peran hubungan dengan orang lain
Sebelum sakit:
Tidak ada masalah pada pola peran hubungan dengan orang lain
Saat sakit:
Tidak ada masalah pada pola peran hubungan dengan orang lain
9. Pola seksual-reproduksi:
Sebelum sakit :
Tidak ada masalah pada pola seksual-reproduksi
Saat sakit :
Klien mengatakan tidak ada lagi melakukan hubungan seksual karena factor
umur
10. Pola mekanisme koping:
Sebelum sakit:
a. Pengambilan keputusan penting dilakukan oleh keluarga secara
musyawarah, terutama pasien dan anak pasien
b. Klien mengatakan sudah cukup bahagia melihat anak-anak dan cucu
c. Klien mengatakan jika stress pasien melakukan pemecahan masalah dengan
keluarga
Saat sakit:
a. Pengambilan keputusan dalam menjalankan tindakan dilakukan oleh
keluarga secara musyawarah, terutama pasien dan anak pasien
b. Klien mengatakan sudah cukup bahagia melihat anak-anak dan cucu
c. Klien mengatakan jika stress pasien melakukan pemecahan masalah dengan
keluarga
11. Pola nilai dan kepercayaan:
Sebelum sakit:
Klien mengatakan rajin beribadah
Saat sakit:
Klien mengatakan rajin berdoa ditempat tidur
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum:
Klien tampak tampak pucat, tampak lemah, tugor kulit klien menurun pada saat
di cubit membutuhkan yang waktu untuk kembali ke posisi normal, keluarga
klien juga mengatakan bahwa klien kurang minum air putih
Tingkat kesadaran:
GCS : 15 Mata: 4 Verbal: 5 Motorik: 6

b. Tanda-tanda vital
Nadi : 103 ×/mnt
Suhu : 36,2 ˚c
TD : 150/90 mmHg
RR : 22 ×/mnt
Spirometri : 98 %

c. Keadaan fisik
1) Kepala dan leher: (kepala,rambut,hidung,telinga,mata,mulut dan leher)
Inspeksi : kepala simetris dan ada pergerakan, Finger print di tengah
frontal terdehidrasi, kulit kepala bersih, bentuk kepala oval, penyebaran
rambut merata, warna hitam, tidak mudah patah dan tidak bercabang, rambut
terlihat cerah. Mata lengkap dan simetris kanan dan kiri, tidak ada
pembengkakan pada kelopak mata, kornea mata jernih, konjungtiva tidak
anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor. Tidak ada pernafasan cuping
hidung, tidak ada secret atau sumbatan pada lubang hidung, mukosa merah
muda, tidak ada masalah pada tulang hidung dan posisi septum nasi
ditengah. Tidak ada sianosis, tidak ada luka, gigi lengkap, warna lidah merah
muda, mukosa bibir lembab, letak uvula simetris ditengah. Daun telinga
simetris kanan dan kiri, ukuran sedang, kanalis telinga tidak kotor dan tidak
ada benda asing, ketajaman pendengaran baik pasien dapat mendengar suara
gesekan jari. Posisi trakea simetris di tengah.
Palpasi : tidak ditemukan adanya penonjolan pada tulang kepala pasien,
tidak ada pembesaran pada kelenjar tiroid dan kelenjar lympe, denyut nadi
karotis teraba kuat.

2) Dada:
1. Paru:
Inspeksi : Bentuk thorak simetris (normal chest) pola pernafasan normal
dan teratur dengan frekuensi pernafasan 22 x/menit, tidak terdapat
penggunaan otot bantu pernafasan.
Palpasi : Pada pemeriksaan vocal premitus getaran paru kanan dan kiri
teraba sama kuat,
Perkusi : Suara paru sonor
Auskultasi : tidak terdapat pernafasan cuping hidung, suara perkusi
sonor, suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan.
2. Jantung:
Inspeksi : Tidak ada nyeri dada, Ictus cordis tidak terlihat, suara perkusi
redup,.
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V linea midclavikula kiri , basic
jantung terletak di ICS III sterna kanan dan ICS III sterna kiri.
Perkusi : apeks jantung terletak di ICS V midclavikula kiri suara
perkusi redup.
Auskultasi : Bunyi jantung I terdengar lup dan bunyi jantung II terdengar
dup. Tidak ada bunyi jantung tambahan.
3) Payudara dan ketiak:
Inspeksi : Tidak dikaji
Palpasi : Tidak dikaji
4) Abdomen:
Inspeksi : Tampak ada benjolan dibagian bawah perut
Auskultasi : Bising usus klien terdengar normal 10 x/mnt
Palpasi : Terdapat nyeri tekan diarea bawah perut
Perkusi : Suara pekak

5) Genetalia :
Inspeksi : Ada pembesaran kelenjar prostat dan terpasang DC irigasi
Palpasi : Terdapat nyeri saat bergerak

6) Integument:
Inspeksi : Kulit klien tampak kering, tugor kulit klien menurun pada saat
di cubit membutuhkan yang waktu untuk kembali ke posisi
normal
Palpasi : Turgor kulit menurun

7) Ektremitas :
Atas : Tidak ada edema, suhu kulit teraba hangat, tidak ada luka,
tidak ada benjolan.
Inspeksi : Tangan kanan dan kiri bisa digerakkan secara leluasa,
kekuatan otot 5, tangan kiri terpasang infus RL 20 tpm.
Palpasi : tidak ada nyeri dan tampak normal tanpa ada benjolan dan
vulnus
Bawah : Suhu kulit teraba hangat, tidak ada luka di kaki kanan dan
kiri,tidak ada benjolan.

Inspeksi : Kaki kanan dan kiri bias digerakan secara leluasa


Palpasi : Tidak ada nyeri, kaki kiri dan kanan bebas bergerak
8) Neurologis:
- Status mental dan emosi: (tingkat kesadaran, orientasi, memori, suasana
hati dan afek, nyeri, intelektual, bahasa).
i. Kesadaran pasien compos mentis,
Tingkat kesadaran : Composmenthis
 Orientasi Waktu : Klien dapat membedakan waktu pagi, siang dan
malam.
 Orientasi Orang : Klien dapat mengenali keluarganya dan petugas
kesehatan.
 Orientasi Tempat : Klien dapat mengetahui ia berada di RS
Memori : Baik
Suasana hati : Tenang
Nyeri : Pada kaki sebelah kanan bagian punggung kaki dan
bagian tumit
Bahasa : Bahasa sehari-hari menggunakan bahasa dayak dan
bahasa Indonesia
- Pengkajian saraf cranial :
Nervus Kranial I (Olvaktori) : Pasien dapat membedakan bau-bauan
seperti : minyak kayu putih
Nervus Kranial II (Optik) : Pasien dapat melihat dengan jelas orang yang
ada disekitarnya.
Nervus Kranial III (Okulomotor) : Pupil pasien dapat berkontraksi saat
melihat cahaya.
Nervus Kranial IV (Trokeal) : Pasien dapat menggerakan bola matanya
ke atas dan ke bawah.
Nervus Kranial V (Trigeminal) : Pasien dapat mengunyah makanan
seperti : nasi, kue, buah.
Nervus Kranial VI (Abdusen) : Pasien dapat melihat kesamping kiri
ataupun kanan.
Nervus Kranial VII (Fasial) : Pasien dapat tersenyum.
Nervus Kranial VIII (Auditor) : Pasien dapat mendengar perkataaan
dokter, perawat dan keluarganya dengan jelas.
Nervus Kranial IX (Glosofaringeal) : Pasien dapat membedakan rasa
pahit dan manis.
Nervus Kranial X (Vagus) : Pasien dapat berbicara dengan jelas.
Nervus Kranial XI (Asesori) : Pasien dapat mengangkat bahunya.
Nervus Kranial XII (Hipoglosol) : Klien dapat menjulurkan lidahnya
- Pemeriksaan reflek :
Reflek bisep kanan positif dengan skala 2 (normal) dan reflex bisep kiri
klien positif skala 2 (normal), replek trisep kanan positif dengan skala 2
(normal) dan reflek trisep kiri positif dengan skala 2 (normal), reflek
brakioradialis kanan positif dengan skala 2 (normal) dan reflek
brakioradialis kiri klien positif skala 2, patella kanan 0 (tidak ada) kiri
klien positif dengan skala 2 (normal), dan akhiles kanan 0 (tidak ada)
dan kiri klien positif dengan skala 2 (normal). Uji sensasi pasien di
sentuh bisa merespon
- Pemeriksaan Sensorik :
Fungsi sensorik tangan sebelah kanan dan kiri klien masih merasakan
adanya sentuhan pada tangannya dan masih merasakan adanya nyeri di
tangan. Pada kaki kanan klien sensorik masih merasakan adanya
sentuhan dan merasakan adanya nyeri di kaki ketika disentuh, pada kaki
kiri klien masih merasakan adanya sentuhan dan masih merasakkan
adnaya nyeri di kakinya.
- Pemeriksaan motorik :
Fungsi mototorik ekstermitas atas normal, kemampuan pergerakan sendi
klien bebas dan dapat melakukan pergerakan pada anggotan tubuh
ekstermitas atas. Fungsi motoric ektremitas bawah, klien tidak bebas
melakukan gerakan pada anggota tubuhnya khususnya pada bagian kaki
sebelah kanan, kemampuan pergerakan sendi klien kaku dan lutut klien
tidak dapat digerakkan atau di tekukkan, adanya nyeri di bagian luka
punggung kaki dan tumit kaki, ada bengkak pada jari-jari kaki. Pada
anggota gerak kaki sebelah kiri bebas dan tidak ada nyeri pada bagian
kaki kiri. Otot klien teraba simetris. Uji kekuatan otot ekstermitas atas =
5/5 dan ektermitas bawah = 5/2. Deformitas tulang mengalami
perubahan bentuk pada telapak kaki, adanya peradangan pada luka DM
di punggung kaki kanan, ada perlukaan ditelapak kaki kanan, tidak ada
patah tulang, tulang belakang normal.
- Pemeriksaan rangsangan meningeal : Tidak dikaji
IV. DATA PENUNJANG
1) Data laboratorium yang berhubungan:
Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan

17/10/2023 Hemoglobin 12,3 L:13,5-18,0; P : g/dL


11,5-16,0

Leukosit 9.050 4.500-11.000 /mm3

Eosinofil 9 20-500 /mm3

Basofil 2 0-100 /mm3

Nuetrofil 68 5.000-7.000 /mm3

Limfosit 10 800-4.000 /mm3

Monosit 11 120-1.200 /mm3

Monosit (%) 4,3 1-5 Juta/mm3

Eritosit 424.000 4-6 %

Trombosit 36 150.000-400.000 /mm3

Hematrokit 84 37-48 %

MCV 28 80-100 fL

MCH 34 27-34 fg

2) Pemeriksaan radiologi
3) Hasil konsultasi: -
4) Terapi farmakologi:
No Nama Obat Kegunaan
1. Ceftriaxon 2x1 g Obat yang digunakan untuk membantu
mengobati infeksi pada saluran nafas bagian
bawah, sistem saluran kemih dan saluran kelamin,
infeksi alat kelamin, infeksi saluran cerna, infeksi
tulang dan sendi, infeksi sistem syaraf, serta
infeksi sel darah.
2. Ranitidine 2x50 g Obat yang di gunakan untuk mengobati penyakit-
penyakit yang di sebabkan oleh kelebihan
produksi asam lambung, seperti sakit maag dan
tukak lambung. Ranitidine termasuk golongan
antagonis reseptor histamin H2 yang bekerja
dengan cara menghambat secara kompetitif kerja
reseptor histamin H2, yang sangat berperan dalam
sekresi asam lambung. Penghambatan kerja
reseptor H2 menyebabkan produksi asam
lambung menurun baik dalam kondisi istirahat
maupun adanya rangsangan oleh makanan,
histamin, pentagastrin, kafein dan insulin. Obat ini
digunakan untuk tukak lambung dan tukak
duodenum, refluks esofagitis, dispepsia episodik
kronis, tukak akibat AINS, tukak duodenum
karena H.pylori, sindrom Zollinger-Ellison,
kondisi lain dimana pengurangan asam lambung.
3. Antrain 3x1 g Obat ini berfungsi untuk meringankan rasa sakit,
terutama nyeri kolik dan sakit setelah
operasi. Metamizole sodium mempunyai khasiat
analgesik yang bekerja dengan cara menghambat
transmisi rasa sakit ke susunan saraf pusat dan
perifer sehingga meringankan rasa sakit.

5) Pemeriksaan penunjang diagnostik lain : -


B. ANALISA DATA
1. Analisa data
No Data Interpretasi Masalah
1 DS : Kehilangan cairan aktif Resiko hipovolemia
Klien mngeluh hau namun
ketika diberi air minum Kegagalan mekanisme
keluarga klien mengatakan regulasi
klien sedikit minum air putih
DO : Peningkatan
- Klien tampak pucat permeabilitas kapiler
- Klien tampak lemah
- Tugor kulit menurun Kekurangan intake

- Membrane mukosa kering cairan

TTV :
TD : 150/90 mmHg Kekurangan volume

N : 103 x/mnt cairan (Hipovolemia)

S : 36 ˚C
RR : 22 x/mnt
Spo : 98 x/mnt
2 DS : Keluarga klien Ketidakmampuan Resiko defisit
mencerna makanan nutrisi
mengatakan klien tidak nafsu
makan
Ketidakmampuan
DO : bb sebelum sakit 55 kg,
mengabsorbsi nutrient
bb sesudah sakit 50 kg
- Pasien tampak lesu
Peningkatan kebutuhan
- Nafsu makan pasien
metabolisme
menurun
- Makanan yang diberikan
dari rumah sakit Nampak
Resiko defisit nutrisi
tidak habis
- Sebelum sakit 1 porsi habis
- Sesudah sakit 1 porsi tidak
habis
- BB Sebelum sakit 55 dan
BB sesudah sakit 50.
TB : 160

- IMT : 50
1,6 x 1,6
= 50
25,6
= 19,5
3 DS :- Pemasangan alat-alat Resiko Infeksi
DO : invasive
- Tampak terpasang keteter (IVFD,DC,DRAIN)
- Nyeri di bagian yang
Kurangnya
terpasang kateter, nyeri pengetahuan tentang
bertambah saat bergerak cara perawatan kateter
di rumah
skala nyeri 3 (Nyeri
Sedang), nyeri hilang
Resiko Infeksi
timbul
- Keluarga klien tampak
bingung saat di Tanya cara
perawatan kateter
TTV
TD : 150/90 mmHg
N : 103 x/mnt
S : 36 ˚C
RR : 22 x/mnt
Spo : 98 x/mnt

2. Diagnosa keperawatan
Tanggal/
No Jam Diagnosa keperawatan
ditemukan
1 5 November Resiko hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan
2023
Jam 10.00 aktif (D.0034)
WIB
2 5 November
Resiko defisit nutris berhubungan dengan peningkatan
2023
Jam 10.00 kebutuhan metabolisme (D.0032)
WIB
3 5 November
Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invansif (D.0142)
2023
Jam 10.00
WIB
C. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Rencana Perawatan
Hari/ tgl No Diagno Ttd
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
D.0034 Setelah dilakukan Observasi
intervensi 3x24 jam
keperawatan, diharapkan
1. Periksa tanda dan gejala
hipovolemia (mis: frekuensi nadi
Untuk
status cairan membaik
dengan KH :
1. Membran
meningkat, nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun, tekanan
nadi menyempit, turgor kulit
mengetahui
mukoasa membaik
2. Frekuensi nadi
menurun, membran mukosa
kering, volume urin menurun, lokasi,
karakteristik
membaik hematokrit meningkat, haus,
3. Turgor kulit lemah)
meningkat 2. Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
1. Hitung kebutuhan cairan ,
2. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
1. Anjurkan memperbanyak asupan
durasi,
cairan oral
2. Anjurkan menghindari perubahan
posisi mendadak
frekuensi,
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan IV kualitas
isotonis (mis: NaCL, RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (mis: glukosa 2,5%,
dan
NaCl 0,4%)
3. Kolaborasi pemberian cairan
koloid (albumin, plasmanate)
intensitas
4. Kolaborasi pemberian produk
darah nyeri.
2. Agar
kita
mengetahui
tingkat
cedera
yang
dirasakan
oleh
pasien
3. Agar
kita
mengetahui
ting katan
nyeri yang
sebenarny
Untuk
mengetahui
lokasi,
karakteristik
,
durasi,
frekuensi,
kualitas
dan
intensitas
nyeri.
2. Agar
kita
mengetahui
tingkat
cedera
yang
dirasakan
oleh
pasien
3. Agar
kita
mengetahui
tingkatan
nyeri yang
arn
1. Untuk mengetahui bagaimana
kondisi pasien, tanda-tanda
kekurangan cairan
2. Untuk memantau intake dan
output cairan
3. Untuk mengetahui kehilangan
kebutuhan cairan
4. Pemenuhan kebutuhan dasar
cairan dan menurunkan resiko
kekurangan cairan
5. Untuk pemenuhan keburuhan
cairan mempertahankan cairan
6. Untuk mencegah kesalahan posisi
pada pasien dalam menjalani
perencanaan keperawatan
7. Untuk membantu mempercepat
dalam pemenuhan kebutuhan
cairan
D.0032 Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi 1. Memilih makan yang sesuai
keperawatan 1 x 7 jam 1. Monitor asupan makanan dengan kebutuhan diet pasien
diharapkan nurtisi pasien 2. Lakukan oral hygine sebelum 2. Agar meminimalisir terjadinya
membaik, dengan kriteria makan infeksi
hasil : 3. Ajarkan diet yang di programkan 3. Menjelaskan diet yang di lakukan
1. Nutrisi yang di butuhkan 4. Kolaborasi dengan ahli gizi 4. Berkolaborasi agar status gizi
terpenuhi untuk menentukan jumblah kalori pasien terpenuhi
2. Berat badan kembali dan jenis nutrient yang diberikan,
normal jika perlu
3. Nafsu makannya
bertambah
4. Frekwensi makan
membaik

D.0142 Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi (L.14539) 1) Mengetahui apakah tanda dan
gejala infeksi hanya pada bagian
keperawatan selama 1x7 Observasi
tertentu atau menyebar melalui
diharapkandapat 1) Periksa kesiapan dan kemapuan darah yang memengaruhi seluruh
tubuh
mengurangi infeksi yang menerima informas
2) Menurunkan luka terhadapa
terjadi kriteria hasil 2) Jelaskan tanda dan gejala infeksi infeksi dengan lingkungan luar
3) Mencuci tangan sebelum dan
(L.14137) : lokal dan sistemik
sesudah kontak dengan pasien
1. Kebersihan tangan dapat mengurangi resiko infeksi
meningkat Edukasi 4) Mengindari terjadinya infeksi
akibat tindakan yang tidak steril
2. Kebersihan badan 1) Anjurkan membatasi pengunjung
5) Memberikan penkes tentang
meningkat 2) Ajarkan cara merawat kulit pada infeksi pada luka
6) Agar keluarga atau klien
3. Nyeri menurun daerah yang terpasang kateter
mengatahui bagaimana kondisi
3) Anjurkan nutrisi, cairan dan luka atau luka operasi apakah
infeksi atau tidak
istirahat
4) Anjurkan mengelola antibiotik
sesuai resep
5) Anjarkan cara mencuci tangan

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Hari/tgl/ No
No Tindakan Keperawatan Evaluasi Proses Ttd
jam Dx
1 D.0034 1. Memeriksa tanda dan gejala hipovolemia Pada saat dilakukan tindakan
2. Memonitor intake dan ouput cairan keperawatan kepada klien
3. Memberikan asupan cairan per oral 1. Pasien kooperatif
4. Berkaloborasi pemberian IV 2. Pasien tampak meringis
5. Menganjurkan asupan cairan per oral kesekitan pada bagian genetalia
yang terpasang kateter
3. Pasien mampu mengikuti apa
yang dianjurkan
2 D.0032 1. Menghitung makan yang masuk/ yang dimakan pasien Pada saat dilakukan tindakan
sesuai diet atau tidak keperawatan kepada klien
2. Melakukan oral hygine mengurangi terjadinya infeksi 1. Pasien kooperatif
3. Menjelaskan tentang diet TKTP yang dijalaninya 2. Pasien tampak meringis
4. Berkolaborasi agar status gizi pasien terpenuhi kesekitan pada bagian genetalia
yang terpasang kateter
3. Pasien mampu mengikuti apa
yang dianjurkan

3 D.0142 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik Pada saat dilakukan tindakan
2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan keperawatan kepada klien
pasien dan lingkungan pasien 1. Pasien kooperatif
3. Mempertahankan teknik aseptik 2. Pasien tampak meringis
4. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi kesekitan pada bagian genetalia
5. Mengajarkan cara memeriksa kondisi kateter yang terpasang kateter
6. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian
antibiotic, Injeksi Cefazolin 1g 3. Pasien mampu mengikuti apa
yang dianjurkan

E. EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/tgl/
No No Dx Evaluasi Ttd
jam
1 D.0034 S:
Pasien mengatakan sudah lebih bertenaga dan merasa lebih baik dari sebelumnya karena sudah
banyak cairan
O:
1. Asupan cairan meningkat
2. Dehidra menurun
3. Membran mukosa membaik
4. Tugor kulit membaik
A : Resiko hipovolemia teratasa sebagian
P : Lanjutkan intervensi
1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
2. Monitor intake dan ouput cairan
3. Berikan asupan cairan per oral
4. Kaloborasi pemberian IV
5. Anjurkan asupan cairan per oral
2 D.0032 S : Pasien mengatakan nafsu makannya sudah mulai membaik
O:
1. Makanan yang diberikan sudah sesuai dengan diet pasien
2. Dengan adanya oral hygine sebelum makan, pasien terbiasa dengan perilaku hidup sehat
3. Pasien mengerti tentang diet yang di jalaninya
4. Status gizi pasien terpenuhi
A : Defisit nutrisi teratasi
P : lanjutan intervensi
1. Menghitung makan yang masuk/ yang dimakan pasien sesuai diet atau tidak
2. Melakukan oral hygine mengurangi terjadinya infeksi
3. Menjelaskan tentang diet TKTP yang dijalaninya
4. Berkolaborasi agar status gizi pasien terpenuhi
3 D.0142 S:
- Pasien dan keluarga mengatakan bisa merawat kateter dirumah setelah mendengar dan melihat
edukasi dari perawat
O:
1. Pasien tampak tenang
2. Pasien dan keluarga dapat melakukan pemeriksaan luka secara mandiri
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
DAFTAR PUSTAKA

Adelia, F., Monoarfa, A., & Wagiu, A. (2017). 250 Gambaran Benigna Prostat Hiperplasia di
RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado Periode Januari 2014²Juli 2017. e-CliniC, 5(2).

Andre, Terrence & Eugene.(2011). Case FilesIlmu Bedah.Edisi 3. Jakarta Karisma


Publishing Group.

Brunner and Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC.

Budaya, T. N. (2019). A To Z BPH (Benign Prostatic. Hyperplasia). Malang: UB Press.

Diyono & Mulyanti, S. (2019). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Urologi.Yogyakarta:


CV. Andi Offset.

Harmilah. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan.
PT. PUSTAKA BARU.

Herdman, T Heather. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015- 2016.
Edisi 10. Jakarta: EGC

Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI). 2017. Panduan Penatalaksanaan Klinis Pembesaran
Prostat Jinak (Benign Prostatic Hyperplasia/BPH). Jakarta: Ikatan Ahli Urologi
Indonesia

Nuari,N.A.(2017).Gangguan pada Sistem Perkemihan dan Penatalaksanaan Keperawatan.


Yogyakarta: Deepublish.

Purnomo, B.B. (2014). Dasar-Dasar Urologi.Edisi 3.Jakarta: Sagung Seto.

Siregar, D. (2021). Pengantar Proses Keperawatan. Jakarta: Yayasan Kita Menulis.

Sjamsuhidajat & de jong. (2011). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : definisi dan
indikator diagnostik. Jakarta Selatan : DPP PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta :
PPNI

Anda mungkin juga menyukai