Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERWATAN PADA Ny.

D
DENGAN DIAGNOSA MEDIS CLOSED FRAKTUR TIBIA
FIBULA DEKSTRA DENGAN KEBUTUHAN DASAR
MANUSIA MOBILATAS FISIK DI RUANG
ROE RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

OLEH:
HENDRA
2021-01-14901-025

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH


TINGGI ILMU KESEHATAN PROGRAM
PROFESI NERS ANGKATAN IX
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas segala berkat dan anugrah-Nya sehingga saya dapat mebuat “Laporan
Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan pada Ny. D Dengan Diagnosa
Medis Closed Fraktur Tibia Fibula Dekstra Dengan Kebutuhan Dasar
Manusia Mobilatas Fisik Di Ruang Roe RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya” laporan pendahuluan ini merupakan salah satu syarat untuk lulus Stase
KDP di STIKes Eka Harap Palangka Raya. Penulis menyadari bahwa tanpa
bimbingan dan arahan dari berbagai pihak kiranya asuhan keperawatan ini tidak
akan dapat terselesaikan dengan baik.
Dalam kesempatan ini, perkenankanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih
dan penghargaan setulusnya kepada:
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.pd.,M.Kes. selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Eka Harap Palangka Raya yang telah memberikan kesempatan dan
fasilitas kepada penulis untuk mengikuti Stase KDP
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners.,M.Kep. selaku Ketua Prodi S1 Keperawatan Ners
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya yang memberikan
dukungan dalam penyelesaian asuhan keperawatan ini.
3. Ibu Meilitha Carolina, Ners.,M.Kep. selaku pembimbing akademik yang
membimbing, memberikan saran dan semangat kepada saya dalam
menyelesaikan asuhan keperawatan ini.
4. Ibu Katrina, S.Kep.,Ners. selaku pembimbing klinik yang telah banyak
membantu dalam penyusunan asuhan keperawatan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini mungkin terdapat kesalahan dan masih
jauh dari kata sempurna. Maka dengan ini mengaharapkan kritik dan saran yang
membngun dari pembaca dan diharapkan laporan ini dapat memberi manfaat bagi
kita semua.
Palangka raya 19 oktober 2021

penulis

i
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Hendra

Nim : 2021-01-14901-025

Program Profesi : Ners Angkatan IX

Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada


Ny.D Dengan Diagnosa Medis Closed Fraktur Tibia fibula
dextra Dengan Kebutuhan Dasar Manusia Kebutuhan
Mobilitas Fisik Di Ruang ROE RSUD Dr.Doris Sylvanus
Palangka Raya

Telah melaksanakan Asuhan Keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Stase Keperawatan Dasar Profesi (KDP) pada Program Studi Ners
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.
Pembimbing Praktik

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep Katharina, S.Kep., Ners.

Mengetahui

KUP Prodi Sarjana Keperawatan Ners

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. i


LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii

BAB 1 TUJUAN PUSTAKA


1.1 Konsep Dasar Penyakit ......................................................................... 1
1.1.1 Definsi Penyakit ................................................................................... 1
1.1.2 Anatomi Dan Fisiologi ......................................................................... 1
1.1.3 Etiologi ................................................................................................ 4
1.1.4 Klasifikasi Fraktur ................................................................................ 5
1.1.5 Patofisiologi (WOC) ............................................................................ 8
1.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala) .................................................. 10
1.1.7 Penyembuhan Tulang ........................................................................... 10
1.1.8 Komplikasi........................................................................................... 12
1.1.9 Pemeriksaan Penunjang (Diagnostik) ................................................... 14
1.1.10 Penatalaksanaan Medis (Fraktur Fibia fibula) .................................... 15
1.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia Mobilitas fisik ............................. 17
1.2.1 Definisi mobilitas fisik ......................................................................... 17
1.2.2 Anatomi Fisiologi................................................................................. 18
1.2.3 Etiologi ................................................................................................ 19
1.2.4 Klasifikasi ............................................................................................ 19
1.2.5 Patofisiologi ......................................................................................... 20
1.2.6 Manifestasi Klinis ................................................................................ 21
1.2.7 Komplikasi........................................................................................... 23
1.2.8 Pemeriksaan Penunjang ........................................................................ 23
1.2.9 Penatalaksanaan Medis ......................................................................... 24
1.3 Manajemen Asuhan Keperawatan ....................................................... 24
1.3.1 Pengkajian Keperawatan ...................................................................... 24
1.3.2 Diagnosa Keperawatan ......................................................................... 26
1.3.3 Intervensi Keperawatan ........................................................................ 27
1.3.4 Implementasi Keperawatan .................................................................. 31
1.3.5 Evaluasi Keperawatan .......................................................................... 31

BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN.......................................................... 33


2.1 Pengkajian .............................................................................................. 33
2.2 Diagnosa Keperawatan ............................................................................ 46
2.3 Intervensi Keperawatan .......................................................................... 46
2.4 Implementasi .......................................................................................... 47
2.5 Evaluasi ................................................................................................. 47
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1
TUJUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Dasar Penyakit


1.1.1 Definsi Penyakit
Menurut Mansjoer, (2015) fraktur tibia bumper fracture/fraktur tibia plateu
adalah fraktu yang terjadi akibat trauma langsung dari arah samping lutut dengan
kaki yang masih terfikasasi ke tanah. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al,
2012). Sedangkan menurut Carpenito (2011), menyebutkan bahwa Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Fraktur atau sering disebut patah tulang
adalah terputusnya kontinuitas Jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
penyebabnya dapat dikarenakan penyakit pengeroposan tulang diantaranya
penyakit yang sering disebut osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa,
dan dapat juga disebabkan karena kecelakaan yang tidak terduga (Mansjoer,
2013). Fraktur tibia (fraktur colles) adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia
sebelah kanan akibat jatuh yang tertumpu pada tangan dorsifleksi terbuka. Fraktur
ini sering terjadi pada anak-anak dan wanita lanjut usia dengan tulang
osteoporesis dan tulang lemah yang tak mampu menahan energi akibat jatuh
(Oswari, 2015).
1.1.2 Anatomi Dan Fisiologi
Tibia merupakan tulang medial tungkai bawah yang besar dan berfungsi
menyanggah berat badan. Tibia bersendi di atas dengan condylus femoris dan
caputfibulae, dibawah dengan tolus dan ujung distal fibula. Tibia mempunyai
ujung atas yang melebar dan ujung bawah yang lebih kecil, serta sebuah corpus
pada ujung atas terdapat condyli lateralis dan medialis sering juga disebut (plateu
tibia lateral dan medial), yang persendi dengan condyli latelaris dan medialis
femoris, dan dipisahkan oleh menisci lateralis dan medialis. Permukaan atas facies
articulares condylorum tibie terbagi atas area intercondylus anterior dan posterior
dia antara kedua area ini terdapat eminentia intercondylus.

1
2

Pada aspek lateral condylus latelaris terdapat facies anticularis fibularis


circularis yang kecil, dan bersendi dengan caput fibulae. Pada aspek posterior
condylus medialisterdapat insertio semimembranosus. Corpus tibie terbentuk
segitiga pada potongan melintang, dan mempunya tiga margines dan tiga facies.
Margine anterior menonjol dan membentuk tulang kering, pada pertemuan antara
margo anterior dan ujung atas tibia terdapat tuberositas, yang merupakan tempat
lengket ligamentum pattellea. Margo lateral atau margo interosseus memberikan
tempat perlengketan untuk membrani interossea.
Facies posterior dan corpus tibiae menunjukan linea obique, yang disebut
linea musculi solei, untuk tempatnya M.soleus.
Ujung bawah tibia sedikit melebar dan pada aspek inferior terdapat
permukaan sendi berbentuk pelana untuk os.tolus, ujung bawah memanjang
kebawah dan medial untuk membentuk malleolus medialis. Facies latelaris dari
melleolus medialis bersendi dengan tolus. Pada facies latelar ujung bawah tibia
terdapat lekukan yang lebar dan kasar untuk bersendi dengan fibula. Musculi dan
ligamen penting yang melekat pada tibia.
1) Struktur Tulang
Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi
mereka masih punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut
Periosteum dimana terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah
periosteum mengikat tulang dengan benang kolagen disebut benang sharpey, yang
masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu korteks sifatnya keras dan tebal
sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid dan sangat kuat yang
disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap sistem terdiri
atas kanal utama yang disebut Kanal Haversian. Lapisan melingkar dari matriks
tulang disebut Lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut Lakunae
(didalamnya terdapat osteosit) dan Kanalikuli. Tiap sistem kelihatan seperti
lingkaran yang menyatu. Kanal Haversian terdapat sepanjang tulang panjang dan
di dalamnya terdapat pembuluh darah dan saraf yang masuk ke tulang melalui
Kanal Volkman. Pembuluh darah inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang
dan membuang sisa metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah tulang merupakan
akhir dari sistem Haversian, yang didalamnya terdapat Trabekulae (batang) dari
3

tulang. Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat sehingga disebut Tulang Spon
yang didalam nya terdapat bone marrow yang membentuk sel-sel darah merah.
Bone Marrow ini terdiri atas dua macam yaitu bone marrow merah yang
memproduksi sel darah merah melalui proses hematopoiesis dan bone marrow
kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika dalam proses fraktur bisa
menyebabkan Fat Embolism Syndrom (FES).

Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast.
Osteoblast merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru.
Osteosit adalah osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah
sel penghancur tulang dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun
yang tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut
matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang kolagen, protein, karbohidrat, mineral,
dan substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi,
oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang daengan pembuluh darah. Selain
itu, didalamnya terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang
menyebabkan tulang keras.sedangkan aliran darah dalam tulang antara 200 – 400
ml/ menit melalui proses vaskularisasi tulang (Black,J.M,et al,2012 dan
Ignatavicius, Donna. D,2014).
2) Fungsi Tulang
1. Memberi kekuatan pada kerangka tubuh.
2. Tempat melekatnya otot.
3. Melindungi organ penting.
4. Tempat pembuatan sel darah.
5. Tempat penyimpanan garam mineral.
4

1.1.3 Etiologi
Fraktur tibia berupa trauma akibat kecelakaan dengan berkecepatan sangat
tinggi. Di daerah ini dimana orang-orang mengendarai mobil dengan kecepatan
tinggi dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan dengan potensi tinggi untuk trauma
kaki (misalnya ski, sepak bola), jumlah fraktur tibia pada keadaan gawat darurat
tergolong tinggi. Sementara trauma langsung pada tibia merupakan penyebab
paling umum, tidak ada etiologi lain yang dijumpai untuk fraktur tibia shaft. Dua
yang paling umum adalah jatuh atau melompat dari ketinggian yang sifnifikan dan
luka tembak pada kaki bagian bawah.
1) Fraktur Fisiologis
Suatu kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan, tenaga
fisik, olahraga, dan trauma dapat disebabkan oleh:
1. Trauma langsung
Yaitu pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara
spontan. yang paling lazim adalah karena kecelakaan sepeda motor.
Fraktur ini disebabkan karena kekuatan yang berlebihan dan tiba-tiba,
dapat berupa pemukulan, pemuntiran, penekukan maupun penarikan
antara tendon dan ligament sehingga bisa berakibat tulang terpisah.
Trauma langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan
garis patah melintang atau miring. Benturan pada lengan bawah, ex:
fraktur tulang ulna dan radius.
2. Trauma tidak langsung
Yaitu pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya
jatuh. Trauma tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan. Jatuh
tertumpu pada tangan, ex: fraktur klavikula.
3. Trauma akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekanan, kombinasi dari ketiganya,
dan penarikan (Oswari E, 2012).
5

4. Fraktur Patologis
Dalam hal ini kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit dimana
dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur ataupun akibat
kelemahan tulang akibat kelainan tulang. Dapat terjadi pada berbagai
keadaan berikut:
a. Tumor tulang Terbagi menjadi jinak dan ganas
b. Infeksi seperti Osteomielitis
c. Scurvy (penyakit gusi berdarah)
d. Osteomalasia
e. Rakhitis
f. Osteoporosis

1.1.4 Klasifikasi Fraktur


Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi dan dibagi menjadi beberapa
kelompok, yaitu:
a. Berdasarkan sifat fraktur.
1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit
masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi
tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma,
yaitu:
1. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cidera jaringan
lunak sekitarnya.
2. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan ancaman sindroma kompartement.
2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
6

b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.


1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang
atau melalui kedua korteks tulang.
2). Fraktrur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang seperti:
a) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks
dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
b) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi
korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme


trauma.
1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
7

5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang.

d. Berdasarkan jumlah garis patah.


1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh).
f. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
g. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
8

1.1.5 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 2013). Tapi apabila tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma
pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang
(Carpnito, Lynda Juall, 2015). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit,
dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al 2013).
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik dan
patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun
tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka
volume darah menurun. COP atau curah jantung menurun maka terjadi perubahan
perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi
edema lokal maka terjadi penumpukan didalam tubuh. Disamping itu fraktur
terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi
terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak yang akan
mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka
atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan
rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi
masalah neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas
fisik terganggu. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan
dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah
dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh.
WOC FRAKTUR TIBIA FIBULA Trauma tidak langsung
Trauma langsung Kondisi Patologis

Fraktur Tibia Fibula

B1: Breathing B2: Blood B3: Brain B4: Bladder B5: Bowel B6: Bone

Sekret tertahan Trauma Pergeseran Pemenuhan


berupa Pembuluh fragmen nutrisi dan Kerusakan Pergeseran Pergeseran
Perdarahan
sputum/dahak di Darah tulang bising usus fragmen fragmen tulang fragmen
saluran napas normal. Pola tulang dan tulang
Spasme defeksi tidak jaringan
Jalan nafas Perdarahan > otot dan ada kelainan secara
terganggu 50 cc Hipovolenik Aktivitas Deformitas
kerusakan terbuka
akibat kurang terhambat
struktur
O2 - Peningkatan RR tulang dan Keter batasan
- Peningkatan jaringan - Oliguria gerak Kerusakan Nyeri saat
Gangguan
nadi - Anuria jaringan kulit kordinasi
beraktivitas
Suplai oksigen
menurun oleh - Penurunan TD gerak
Keluar
darah berkurang
- Acral dingin,
mediator Penurunan Aktivitas
basah, pucat MK:
kimia perisatik MK: terganggu
- CRT lambat Resiko
Resiko Tidak mampu
gangguan melakukan ADL
Nyeri kliminasi infeksi
MK: bersihan jalan Anoreksia
MK: urine Gangguan
nafas tidak efektif Resiko mobilitas
shock MK: Defisit perawatan
Defisit nutrisi fisik
hipovolenik Nyeri diri
1.2.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)
Menurut Smeltzer (2012), manifestasi Klinis Fraktur adalah nyeri, hilangnya
fungsi deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembekakan lokal dan
perubahan warna.
1) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2) Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap menjadi
seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada faktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa
diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas
tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung
pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3) Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm.
4) Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya fragmen satu
dengan lainnya (uji krepitus dapat kerusakan jaringan lunak yang lebih
berat).
5) Pembekakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

1.2.7 Penyembuhan Tulang


Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk
tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel
tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1) Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-
sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai
tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24-48
jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
2) Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro
kartilago yang berasal dari periosteum, endosteum,dan bone marrow yang
telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk
ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan
terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru
yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung
selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
3) Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik,
bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan
juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan
osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati.
Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk
kallus atau bebat pada permukaan endoteal dan periosteal. Sementara tulang
yang imatur (anyaman tulang) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada
tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
4) Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah
menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan
osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat
dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen
dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu
beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5) Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses
resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih
tebal diletakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak
dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk
struktur yang mirip dengan normalnya.

1.2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang mengalami fraktur femur
(Muttaqin, 2017), antara lain:
1. Fraktur leher femur
Komplikasi yang bersifat umum adalah trombosis vena, emboli paru, pneumonia,
dan dekubitus. Nekrosis avaskular terjadi pada 30% klien fraktur femur yang
disertai pergeseran dan 10% fraktur tanpa pergeseran. Apabila lokasi fraktur
lebih ke proksimal, kemungkinan terjadi nekrosis avaskular lebih besar.
2. Fraktur diafisis femur
Komplikasi dini yang biasanya terjadi pada fraktur diafisis femur adalah sebagai
berikut:
1) Syok terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walaupun fraktur bersifat
tertutup.
2) Emboli lemak sering didapatkan pada penderita muda dengan fraktur femur.
3) Trauma pembuluh darah besar. Ujung fragmen tulang menembus jaringan
lunak dan merusak arteri femoralis sehingga menmyebakan kontusi dan
oklusi atau terpotong sama sekali.
4) Trauma saraf pada pembuluh darah akibat tusukan fragmen dapat disertai
kerusakan saraf yang bervariasi dari neuropraksia sampai ke aksonotemesis.
Trauma saraf dapat terjadi pada nervus iskiadikus atau pada cabangnya,
yaitu nervus tibialis dan nervus peroneus komunis.
5) Trombo emboli. Klien yag mengalami tirah baring lama, misalnya distraksi
di tempat tidur dapat mengalami komplikasi trombo-emboli.
6) Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang terkontaminasi. Infeklsi
dapat pula terjadi setelah dilakukan operasi.
Komplikasi lanjut pada fraktur diafisis femur yang sering terjadi pada klien
dengan fraktur diafisis femur adalah sebagai berikut:

1. Delayed Union, yaitu fraktur femur pada orang dewasa mengalami union
dalam empat bulan.
2. Non union apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik.
3. Mal union apabila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen. Mal
union juga menyebabkan pemendekan tungkai sehingga dipelukan koreksi
berupa osteotomi.
4. Kaku sendi lutut. Setelah fraktur femur biasanya terjadi kesulitan pergerakan
pada sendi lutut. Hal ini dapat dihindari apabila fisioterapi yang intensif dan
sistematis dilakukan lebih awal.
5. Refraktur terjadi pada mobilisasi dilakukan sebelum union yang solid.
1.1.9 Pemeriksaan Penunjang (Diagnostik)
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting
adalah “pencitraan” menggunakan sinar
rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran
3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang
sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP
atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu
diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada
indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya
superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi
kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan
permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
(1) Bayangan jaringan lunak.
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik
atau juga rotasi.
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya
seperti:
(1) Tomografi
Menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang
sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya.
(2) Myelografi
Menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang
tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
(3) Arthrografi
Menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
(4) Computed Tomografi-Scanning
Menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan
suatu struktur tulang yang rusak.
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
(2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
(3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
(4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
(5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
(6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

1.1.10 Penatalaksanaan Medis (Fraktur Fibia fibula)


Penatalaksanaan medis menurut Chaeruddin Rosjad (2011), sebelum
menggambil keputusan untuk melakukan penatalaksanaan definitife. Prinsip
penatalaksanaan fraktur ada 4 R yaitu :
a. Recognition: diagnose dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anamnesa, pemeriksaan klinis dan radiologi. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan: lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan tehnik yang sesuai
untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.
b. Reduction
Tujuannya untuk mengembalikan panjang dan kesegarisan tulang. Dapat
dicapai yang manipulasi tertutup/reduksi terbuka progresi. Reduksi tertutup
terdiri dari penggunaan traksimoval untuk menarik fraktur kemudian
memanipulasi untuk mengembalikan kesegarisan normal/dengan traksi
mekanis.
Reduksi terbuka diindikasikan jika
reduksi tertutup gagal / tidak
memuaskan. Reduksi terbuka
merupakan alat frusasi internal
yang digunakan itu
mempertahankan dalam posisinya
sampai penyembuhan tulang solid
seperti pen, kawat, skrup dan plat.
Reduction interna fixation (ORIF) yaitu dengan pembedahan terbuka dan
mengimobilisasi fraktur yang berfungsi pembedahan untuk memasukkan
skrup/pen kedalam fraktur yang berfungsi untuk menfiksasi bagian-bagian
tulang yang fraktur secara bersamaan.
c. Retention
Imobilisasi fraktur tujuannnya mencegah
fragmen dan mencegah pergerakan yang
dapat mengancam union. Untuk
mempertahankan reduksi (ektremitas yang
mengalami fraktur) adalah dengan traksi.
Traksi merupakan salah satu pengobatan
dengan cara menarik/tarikan pada bagian tulang-tulang sebagai kekuatan
dengan control dan tahanan beban keduanya untuk menyokong tulang dengan
tujuan mencegah reposisi deformitas, mengurangi fraktur dan dislokasi,
mempertahankan ligament tubuh/mengurangi spasme otot, mengurangi nyeri,
mempertahankan anatomi tubuh dan mengimobilisasi area spesifik tubuh. Ada
2 pemasangan traksi adalah: skin traksi dan skeletal traksi.
d. Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional seoptimal mungkin.
1) Imobilisasi fraktur yaitu setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus
diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan.
2) Rehabilitasi adalah proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula
dengan cara melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai
dengan kemampuan pasien.
1.1.10.1 Terapi Medis
1. Pemberian anti obat antiinflamasi seperti ibuprofen atau prednisone.
2. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut.
3. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot.
4. Bedrest, Fisioterapi. (Ramadhan: 2017)

1.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia Mobilitas fisik


1.2.1 Definisi Mobilitas fisik
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak
secara mudah, bebas dan teratur untuk mencapai suatu tujuan, yaitu untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara mandiri maupun dengan bantuan orang
lain dan hanyadengan bantuan alat (Widuri, 2010).
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah
dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Setiap orang
butuh untuk bergerak.Kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan
ketergantungan, keadaan ini jelas membutuhkan tindakan keperawatan. Mobilisasi
diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan,
memperlambat proses penyakit (Mubarak, Indrawati, & Susanto, 2015)
Menurut (Ignatavicius, Workman, & Rebar, 2016) mobilisasi adalah
kemampuan individu untuk melakukan gerakan fisik yang disengaja dari tubuh.
Ketika seseorang mampu bergerak, dia biasanya mampu melakukan aktivitas hidup
sehari-hari / activity daily living seperti makan, berpakaian, dan berjalan.
Kemampuan ini terutama tergantung pada fungsi sistem saraf pusat dan perifer dan
sistem moskuloskeletal dan kadang-kadang disebut sebagai kemampuan fungsional.

1.2.2 Anatomi Fisiologi


Muskuloskeletal terdiri dari kata Muskulo yang berarti otot dan kata Skeletal yang
berarti tulang.

1) Otot ( Muskulus / Muscle )


Otot merupakan organ tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah
energi kimia menjadi energi mekanik/gerak sehingga dapat berkontraksi
untuk menggerakkan rangka, sebagai respons tubuh terhadap perubahan
lingkungan.Otot disebut alat gerak aktif karena mampu berkontraksi,
sehingga mampu menggerakan tulang.Semua sel-sel otot mempunyai
kekhususan yaitu untuk berkontraksi. Fungsi dari otot adalah sebagai
Pergerakan dan Penopang tubuh dan mempertahankan postur
2) Rangka (skeletal)
Sistem rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi, dan tulang
rawan (kartilago) sebagai tempat menempelnya otot dan memungkinkan
tubuhuntuk mempertahankan sikap dan posisi. Tulang sebagai alat gerak pasif
karena hanya mengikuti kendali otot. Akan tetapi tulang tetap mempunyai
peranan penting karena gerak tidak akan terjadi tanpa tulang.
3) Fungsi Rangka
Penyangga; berdirinya tubuh, tempat melekatnya ligamen-ligamen, otot,
jaringan lunak dan organ.
4) Penyimpanan mineral (kalsium dan fosfat) dan lipid (yellow marrow)

a. Produksi sel darah (red marrow)


b. Pelindung; membentuk rongga melindungi organ yang halus dan
lunak.
c. Penggerak; dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka saat
d. bergerakkarena adanya persendian.
e. Jenis Tulang
f. Berdasarkan jaringan penyusun dan sifat-sifat fisiknya, yaitu:
g. Tulang Rawan (kartilago)

1. Tulang Rawan Hyalin: kuat dan elastis terdapat pada ujung


tulangpipa.
2. Tulang Rawan Fibrosa: memperdalam rongga dari cawan-cawan
(tulang Panggul) dan rongga glenoid dari skapula.
3. Tulang Rawan Elastik: terdapat dalam daun telinga, epiglotis
danfaring.

1.2.3 Etiologi
Faktor penyebab terjadinya gangguan mobilitas fisik yaitu :
1. Penurunan kendali otot
2. Penurunan kekuatan otot
3. Kekakuan sendi
4. Kontraktur
5. Gangguan muskuloskletal
6. Gangguan neuromuskular
7. Keengganan melakukan pergerakan (Tim Pokja DPP PPNI, 2017)

1.2.4 Klasifikasi
1. Mobilisasi penuh
1. Mobilisasi penuh ini menunjukkan syaraf motorik dan sensorik mampu
mengontrol seluruh area tubuh. Mobilisasi penuh mempunyai banyak
keuntungan bagi kesehatan, baik fisiologis maupun psikologis bagi pasien
untukmemenuhi kebutuhan dan kesehatan secara bebas, mempertahankan
interaksi sosial dan peran dalam kehidupan sehari hari.
2. Mobilisasi Dini
Mobilisasi dini juga dapat didefinisikan sebagai suatu pergerakan, posisi atau
adanya kegiatan yang dilakukan pasien setelah operasi. Mobilisasi dini
merupakan suatu aspek terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial
untuk mempertahankan kemandirian. Konsep mobilisasi dini sendiri
sebenarnyaadalah untuk mencegah komplikasi pasca operasi.
3. Mobilisasi sebagian
Pasien yang mengalami mobilisasi sebagian umumnya mempunyai gangguan
syaraf sensorik maupun motorik pada area tubuh. Mobilisasi sebagian dapat
dibedakan menjadi:
a. Mobilisasi temporer yang disebabkan oleh trauma reversibel pada
sistim muskuloskeletal seperti dislokasi sendi dan tulang
b. Mobilisasi permanen biasanya disebabkan oleh rusaknya sistim
syaraf

1.2.5 Patofisiologi
Neuromuskular berupa sistem otot, skeletal, sendi, ligamen, tendon, kartilago,
dan saraf sangat mempengaruhi mobilisasi. Gerakan tulang diatur otot skeletal karena
adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagi sistem
pengungkit. Tipe kontraksi otot ada dua, yaitu isotonik dan isometrik. Peningkatan
tekanan otot menyebabkan otot memendek pada kontraksi isotonik. Selanjutnya, pada
kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak
terjadi pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya menganjurkan pasien untuk
latihan kuadrisep. Gerakan volunter merupakan gerakan kombinasi antara kontraksi
isotonik dan kontraksi isometrik. Perawat harus memperhatikan adanya peningkatan
energi, seperti peningkatan kecepatan pernapasan, fluktuasi irama jantung, dan tekanan
darah yang dikarenakan pada latihan isometrik pemakaian energi meningkat. Hal ini
menjadi kontraindikasi pada pasien yang memiliki penyakit seperti infark miokard atau
penyakit obstruksi paru kronik. Kepribadian dan suasana hati seseorang digambarkan
melalui postur dan gerakan otot yang tergantung pada ukuran skeletal dan
perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan kelompok otot tergantung
tonus otot dan aktivitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan
gravitasi. Tonus otot sendiri merupakan suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.
Kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja otot dapat mempertahankan
ketegangan. Immobilisasi menyebabkan aktivitas dan tonus otot menjadi berkurang.
Rangka pendukung tubuh yang terdiri dari empat tipe tulang, seperti panjang, pendek,
pipih, dan irreguler disebut skeletal. Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan,
melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam
pembentukan sel darah merah (Potter dan Perry, 2012). Pengaruh imobilisasi yang
cukup lama akan terjadi respon fisiologis pada sistem otot rangka. Respon fisiologis
tersebut berupa gangguan mobilisasi permanen yang menjadikan keterbatasan
mobilisasi. Keterbatasan mobilisasi akan mempengaruhi daya tahan otot sebagai akibat
dari penurunan masa otot, atrofi dan stabilitas. Pengaruh otot akibat pemecahan protein
akan mengalami kehilangan masa tubuh yang terbentuk oleh sebagian otot.
Karena karena itu, penurunan masa otot tidak mampu mempertahankan aktivitas
tanpa peningkatan kelelahan. Selain itu, juga terjadi gangguan pada metabolisme
kalsium dan mobilisasi sendi. Jika kondisi otot tidak dipergunakan atau karena
pembebanan yang kurang, maka akan terjadi atrofi otot. Superoksida Dismutase yang
menyebabkan kerusakan, ditambah lagi dengan menurunya catalase,
glutathioneperoksidase, dan mungkin Mn, superoksida dismutase, yaitu sistem yang
akan memetabolisme kelebihan ROS. ROS menyebabkan peningkatan kerusakan
protein, menurunnya ekspresi myosin, dan peningkatan espresi komponen jalur
ubiquitine proteolitik proteosome. Jika otot tidak digunakan selama beberapa hari
atau minggu, maka kecepatan penghancuran protein kontraktil otot (aktin dan myosin)
lebih tinggi dibandingkan pembentukkannya, sehingga terjadi penurunan protein
kontraktil otot dan terjadi atrofi otot. Terjadinya atrofi otot dikarenakan serabut-
serabut otot tidak berkontraksi dalam waktu yang cukup lama sehingga perlahan akan
mengecil dimana terjadi perubahan antara serabut otot dan jaringan fibrosa. Tahapan
terjadinya atrofi otot dimulai dengan berkurangnya tonus otot. Hal ini myostatin
menyebabkan atrofi otot melalui penghambatan pada proses translasi protein
sehingga menurunkan kecepatan sintesis protein. Reactive Oxygen Species (ROS)
pada otot yang mengalami atrofi. Atrofi pada otot ditandai dengan berkurangnya
protein pada sel otot, diameter serabut, produksi kekuatan, dan ketahanan terhadap
kelelahan. Jika suplai saraf pada otot tidak ada, sinyal untuk kontraksi menghilang
selama 2 bulan atau lebih, akan terjadi perubahan degeneratif pada otot yang disebut
dengan atrofi degeneratif. Pada akhir tahap atrofi degeneratif terjadi penghancuran
serabut otot dan digantikan oleh jaringan fibrosa dan lemak. Bagian serabut otot yang
tersisa adalah membran sel dan nukleus tanpa disertai dengan protein kontraktil.
Kemampuan untuk meregenerasi myofibril akan menurun. Jaringan fibrosa yang
terjadi akibat atrofi degeneratif juga memiliki kecenderungan untuk memendek yang
disebut dengan kontraktur (Kandarian(dalam Rohman, 2019).

1.2.6 Manifestasi Klinis


Respon fisiologik dari perubahan mobilisasi, adalah perubahan pada:

1. Muskuloskeletal seperti kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, atropi


danabnormalnya sendi (kontraktur) dan gangguan metabolisme kalsium.
2. Kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja jantung,
danpembentukan thrombus.
3. Pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik, dispnea setelah
beraktifitas.
4. Metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolic; metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein; ketidakseimbangan cairan dan elektrolit;
ketidakseimbangankalsium; dan gangguan pencernaan (seperti konstipasi).
5. Eliminasi urin seperti stasis urin meningkatkan risiko infeksi saluran
perkemihandan batu ginjal.
6. Integument seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan anoksia
jaringan.
7. Neurosensori: sensori deprivation
1.2.7 Komplikasi
Menurut Garrison (dalam Bakara D.M & Warsito S, 2016) gangguan
mobilitas fisik dapat menimbulkan komplikasi, yaitu abnormalitas tonus,
orthostatic hypotension, deep vein thrombosis, serta kontraktur. Selain itu,
komplikasi yang dapat terjadi adalah pembekuan darah yang mudah terbentuk
pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan cairan daan pembengkaan.
Kemudian, juga menyebabkan embolisme paru yaitu sebuah bekuan yang
terbentuk dalam satu arteri yang mengalir ke paru. Selanjutnya yaitu dekubitus.
Bagian yang biasa mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi kaki dan
tumit. Bila memar ini tidak dirawat akan menjadi infeksi. Atrofi dan kekakuan
sendi juga menjadi salah satu komplikasi dari gangguan mobilitas fisik. Hal itu
disebabkan karena kurang gerak dan mobilisasi. Komplikasi lainnya, seperti
disritmia, peningkatan tekanan intra cranial, kontraktur, gagal nafas, dan
kematian (Andra, Wijaya, Putri , 2013).

1.2.8 Pemeriksaan Penunjang


1) Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan
hubungan tulang.
2) CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu
tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau
cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan
panjangnyapatah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
3) Pemeriksaan laboratorium: Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama,
AlkaliFospat ↑, kreatinin dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.

1.2.9 Penatalaksanaan Medis


Saputra (2013) berpendapat bahwa penatalaksanaan untuk gangguan mobilitas
fisik, antara lain:

1.2.9.1 Pengaturan posisi tubuh sesuai dengan kebutuhan pasien, seperti


memiringkan pasien.
1.2.9.2 Ambulasi dini Salah satu tindakan yang dapat meningkatkan
kekuatan dan ketahanan otot serta meningkatkan fungsi
kardiovaskular. Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara melatih
posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke
kursi roda, dan yang lainnya.
1.2.9.3 Melakukan aktivitas sehari-hari. Melakukan aktivitas sehari-hari
dilakukan untuk melatih kekuatan, ketahanan, dan kemampuan sendi
agar mudah bergerak, serta mingkatkan fungsi kardiovaskular.
1.2.9.4 Latihan Range of Motion (ROM) aktif atau pasif.

1.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


1.3.1 Pengkajian Keperawatan
1.3.1.1 Identitas Pasien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pekerjaan,
pendidikan, status perkawinan, alamat, tanggal MRS, dan diagnosa medis.
1.3.1.2 Riwayat Kesehatan/Perawatan
1) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus open fraktur tibia adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronis tergantung dan lamanya serangan.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari open fraktur
tibia, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap
pasien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga
nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang
terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain.
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab colosed fraktur tibia
dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain
itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya open fraktur tibia, seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang
yang cenderung diturunkan secara genetik.

1.3.1.3 Pemeriksaan Fisik


1) Keadaan Umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien biasanya baik atau compos
mentis (CM) dan umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan
gelisah atau cemas akibat adanya kerusakan integritas kulit yang dialami.
2) B1 (Breathing)
Dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas atau masih dalam batas normal.
3) B2 (Bleeding)
Tekanan darah biasanya mengalami peningkatan atau dalam batas normal
tidak ada bunyi jantung tambahan dan tidak ada kelainan katup.
4) B3 (Brain)
Kaji adanya hilang gerakan atau sensasi, spasme otot, terlihat
kelemahan/kehilangan fungsi. Pergerakan mata atau kejelasan penglihatan,
dilatasi pupil. Agitasi berhubungan denan nyeri atau ansietas.
5) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine dengan intake cairan klien. Perubahan pola
kemih seperti inkontinesia urin, disuria, distensi kandung kemih, warna dan
bau urin, dan kebersihan.
6) B5 (Bowel)
Kaji adanya konstipasi, konsisten feses, frekuensi eliminasi, auskultasi bising
usus, anoreksia, adanya anoreksia abdomen, dan nyeri tekan abdomen.
1) B6 (Bone)
Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Kaji adannya berat tiba-tiba
mungkin teralokasi pada area jaringan dapat berkurang pada imobilisasi,
kontraktur atrofi otot ,laserasi kulit dan perubahan warna.

1.3 2 Diagnosa Keperawatan


1.3.2.1 Nyeri akut berhubungan dengan pergeseran posisi tulang (kode D.0077 hal.
172)
1.3.2.2 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan pemasangan fiksasi interna
(kode D.0054 hal. 124)
1.3.2.3 Risiko infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan dan pemasangan
fiksasi interna (kode D.0142 hal. 304)
1.3.2.4 Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri (kode D.0055 hal. 126)
1.3.2.5 Defisit perawatan diri berhubungn dengan gangguan neuromuskuler (D.0109,
halm 240)
1.3.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi

Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (kode I.08238 hal. 201)
dengan pergeseran posisi tindakan keperawatan
Observasi
tulang (kode D.0077 hal. 172) selama 1x7 jam
masalah nyeri akut 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
dapat teratasi kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
Kriteria Hasil : 3. Identifikasi faktor yang memperberat dan
1. Melaporkan nyeri memperingan nyeri
terkontrol 5 Terapeutik
2. Kemampuan mengenali 1. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
onset nyeri 5 Edukasi
3. Kemampuan mengenali
penyebab nyeri 5 1. Jelaskan strategi meredakan nyeri
4. Kemampuan 2. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
menggunakan teknik 3. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
nonfarmakologi 5 mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik
Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi (kode I.05173 hal. 30)
berhubungan dengan tindakan keperawatan
Observasi
pemasangan fiksasi interna selama 1x7 jam masalah
(kode D.0054 hal. 124) gangguan mobilitas fisik 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
dapat teratasi 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
3. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
Kriteria Hasil : Terapeutik
1. Kemampuan mobilitas 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
pasien meningkat 2. Fasilitasi melakukan pergerakan
2. Pasien menjadi tidak 3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
takut untuk bergerak meningkatkan pergerakan
3. Pasien mampu Edukasi
beraktivitas secara
bertahap 1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
4. Pasien mampu 2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
menggunakan alat bantu 3. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
gerak
5. Pertahankan tirah baring
dan melatih tangan serta
ekstremitas sakit dengan
lembut
6. Atur posisi elevasi
tungkai
7. Latih dan bantu ROM
Risiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi (kode. I.14539 hal. 278)
dengan insisi pembedahan tindakan keperawatan
Observasi
dan pemasangan fiksasi selama 1x7 jam masalah
interna (kode D.0142 hal. risiko infeksi dapat teratasi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
304) Terapeutik
Kriteria Hasil :
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
1. Kemerahan membaik 5 pasien dan lingkungan pasien
2. Nyeri membaik 5 2. Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
3. Bengkak membaik 5 Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian imunisasi
Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan Dukungan Tidur (kode I.05174 hal. 48)
berhubungan dengan nyeri keperawatan selama 1x7
Observasi
(kode D.0055 hal. 126) jam masalah gangguan pola
tidur dapat teratasi 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
2. Identifikasi faktor pengganggu tidur
Kriteria Hasil : 3. Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu
1. Keluhan sulit tidur 5 tidur
2. Keluhan sering terjaga 5 4. Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
3. Keluhan tidak puas tidur Terapeutik
5 1. Modifikasi lingkungan
4. Keluhan pola tidur 2. Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur
berubah 5 3. Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan
5. Keluhan istirahat tidak Edukasi
cukup 5
1. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
2. Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi

Defisit perawatan diri Setelah diberi Asuhan Dukungan perawatan diri ( I.11348, halm 36)
berhubungn dengan gangguan Keperawatan selama 1x7
Observasi
neuromuskuler (D.0109, halm jam, diharapkan
240) kemampuan melakukan atau 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri
menyelesaikan aktivitas sesuai usia
perawatan diri. dengan 2. Monitor tingkat kemandirian
kriteria hasil : 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri,
1. Kemampuan mandi berpakaian, berhias, dan makan
meningkat 5 Terapeutik
2. Kemampuan 1. Sediakan lingkungan yang terapeutik
mengenakan pakaian 2. Siapkan keperluan pribadi
meningkat 5 3. Dampingi dalam melalukan perawatan diri
3. Kemampuan ketoilet 4. Fasilitasi untuk menerima keadaan
meningkat 5 ketergantungan
4. Minat melakukan 5. Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu
perawan diri melakukan perawatan dir
meningkat 5 6. Jadwalkan rutinitas perawatan diri
5. Mempertahankan Edukasi
kebersihan diri
meningkat Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten
6. Mempertahankan sesuai kemampuan
kebersihan mulut
meningkat 5
1.3.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawatuntuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan
(Potter & Perry, 2011).

1.3.5 Evaluasi Keperawatan


Menurut Craven dan Hirnle (2011) evaluasi didefenisikan sebagai keputusan
dariefektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang
telah ditetapkandengan respon prilaku klien yang tampil.
Tujuan evaluasi antara lain :
1) Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien.
2) Untuk menilai efektifitas, efisiensi, dan produktifitas dari tindakan
keperawatan yang telah diberikan.
3) Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan.
4) Mendapatkan umpan balik
5) Sebagai tanggung jawab dan tanggunggugat dalam pelaksanaan pelayanan
keperawatan.
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Hendra


NIM : 2021-01-14901-025
Ruang Praktek : Ruang ROE
Tanggal Praktek : 18-30 Oktober 2021
Tanggal & Jam Pengkajian : Rabu 20 Oktober 2021/ 15.00-19.00 WIB

2.1 PENGKAJIAN
2.1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
Umur : 29 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Dayak/ Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Pendidikan : Sarjana
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl.Muhajirin Seruyan
Tgl MRS : 15/10/2021
Diagnosa Medis : closed fraktur tibia fibula dextra

2.1.2 RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN


2.1.3 Keluhan Utama
P: Klien mengatakan nyeri dibagian kaki kanan, Q: nyeri yang dirasakan
seperti di tusuk-tusuk, R: lokasi nyeri dirasakan di kaki kanan , S: skala nyeri
6, T: Klien mengatakan nyeri timbul tiba-tiba dan pada saat kaki digerakkan.
Berlangsung 5-10 menit saat nyeri muncul.
2.1.2.1 Riwayat Penyakit Sekarang
2.1.2.2 Pada hari Minggu,10 oktober 2021 pasien mengatakan mengeluh nyeri pada
tungkai kaki kanannya setelah mengalami kecelakaan sepeda motor,
sehingga membuat tulang tibia pada kaki kanannya patah. Pasien merasa
khawatir dengan keadaannya. Maka pada hari itu juga Minggu, 10 oktober
2021 pasien datang kerumah sakit kuala pembuang, pasien datang ke rumah
sakit dengan diantar oleh keluarganya pada pukul 09.00 WIB, maka
dilakukan pengkajian dengan didapatkan hasil pasien mengatakan mengeluh
nyeri pada tungkai kaki kanannya, nyeri bertambah saat digerakkan, nyeri
seperti tertusuk-tusuk pada tungkai kaki kanannya, skala nyeri 6, nyeri
dirasakan terus menerus dengan durasi 5-10 menit, Dengan TTV : TD :
120/80 mmHg, N : 87x/menit, RR : 22x/menit, S : 36,5°C. Spo2: 99%
33
34

tampak kaki pasien terlihat bengkak dan memar di bagian kaki kanannya dan
juga terlihat fungsionalesa dan Terapi yang diberikan yaitu terpasang infus
RL 0,9 % 20 tpm (IV), injeksi ketorolac 3 x 1 mg (IV), injeksi actrapid 3 x 1
gram (IV), amoxicillin 500 mg 3 x/hari (Oral), paracetamol 50 mg/6 jam
(Oral). Pasien pun disarankan oleh dokter untuk di rujuk kerumah RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya pada hari jumat tanggal 15 oktober masuk
IGD mendapat Terapi yang diberikan yaitu terpasang infus RL 0,9 % 20 tpm
(IV), injeksi cefotaxime 2 x 1 gram (IV), injeksi ketorolac 3 x 1 mg (IV),
injeksi actrapid 3 x 1 gram (IV), amoxicillin 500 mg 3 x/hari . Sesuai hasil
foto Rontgen di diagnosa dengan Fraktur Tibia fibula dextra tertutup dan
dilakukan operasi ORIF pada tanggal 16 oktober 2021. Setelah di IGD
pasien lalu di pindahkan ruang ROE untuk mendapatkan perawatan.
2.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi):
Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya
dan tidak pernah melakukan operasi.
2.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien mengatakan tidak mempunyai penyakit keturunan dan tidak
pernah menderita penyakit yang sama

2.1.4 KEBUTUHAN DASAR

RASA NYAMAN NYERI


Suhu : 36,5°C,  Gelisah  Nyeri  Skala Nyeri : 6  Gambaran Nyeri : Nyeri yang
dirasakan seperti di tusuk-tusuk
Lokasi nyeri : Lokasi nyeri dirasakan di kaki kanan Frekuensi Nyeri : Nyeri sedang Durasi /Perjalaan :
Tanda Obyektif : Mengerutkan muka  Menjaga area yang sakit
Respon emosional : Adaptif Penyempitan Fokus : Tidak ada
Cara mengatasi nyeri :
Lain-lain : ekspresi wajah klien meringis kesakitan
Masalah Keperawatan : Nyeri Akut
 Nyeri Ο Hipertermi Ο Hipotermi
35

1. OKSIGENASI 2. CAIRAN
Nadi : 87 x/menit, Pernapasan : 22 x/mnt Kebiasaan minum : 800 CC /hari,
TD: 120/80 mmHg Bunyi Nafas : Bronchial Jenis : Air Putih
Respirasi : 22x/menit Turgor kulit : Baik
Kedalaman : Tidak ada Fremitus : Tidak ada Mukosa mulut : Lembab, tidak ada perlukaan
Sputum : Tidak ada Sirkulasi oksigen : lancar Punggung kaki : normal warna :
Dada : simetris Pengisian kapiler :
Oksigen : ( Tgl : …Canula /sungkup :… ltr/m Mata cekung : Tidak ada
WSD : ( Tgl: …… di ……… Keadaan…….) Konjungtiva: Merah muda
Riwayat Penyakit : Tidak ada Sklera : Normal/putih
Lain – lain : ………………………………….. Edema : Tidak ada
Distensi vena jugularis : tidak ada
pembengkakakn
Asites : Tidak ada. Minum per NGT : tidak
mengguakan NGT
Terpasang Dekompresi NGT : Tidak ada
( dimulai tgl : - Jenis : -
dipasang di :-
Terpasang infuse : Nacl, 09
( dimulai tgl : 10 Oktober 2021 Jenis : -
dipasang di : tangan kiri)
Lain –lain : -
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
Ο Intolerance aktivitas Ο Pola nafas tdk efektif keperawatan
Ο Gg pertukaran gas Ο Penurunan Curah Jantung Ο Kekurangan volume cairan ,
Ο Gg Perfusi Jaringan Ο Kelebihan volume cairan
Ο dll…………………………………........................... Ο dll………………………………….

3. NUTRISI 4. KEBERSIHAN PERORANGAN


TB : 152cm BB :50Kg
Kebiasaan makan : 3kali /hari ( teratur /tdk teratur) Kebiasaan mandi : 2 x/hari
Keluhan saat ini : Tidak ada Cuci rambut : - x /hari
Tidak ada nafsu makan mual muntah Kebiasaan gosok gigi : ….. x /hari
Sakit /sukar menelan Sakit gigi Stomatis Kebersihan badan :  Bersih Kotor
Nyeri ulu hati /salah cerna , berhub dengan : - Keadaan rambut :  Bersih Kotor
Disembuhkan oleh : - Keadaan kulit kepala:  Bersih Kotor
Pembesaran tiroid : Tidak ada Keadaan gigi dan mulut:  Bersih Kotor
Hernia /massa : Tidak ada Keadaan kuku:  Pendek Panjang
Maltosa : Tidak ada Kondisi gigi/gusi : Lengkap Keadaan vulva perineal : Bersih
Penampilan lidah : normal dan tidak ada Keluhan saat ini : Tidak ada
36

peradangan/perlukaan Iritasi kulit : Tidak ada


Bising usus: 8 x /mnt Luka bakar : Tidak ada
Makanan /NGT/parental (infuse) : Keadaan luka : Tidak ada
(dimulai tgl : -J. Cairan : - Lain lain : -
Dipasang di: -
Porsi makan yang dihabiskan : satu piring
Makanan yang disukai : Buah, sayuran, ikan
Diet : tidak ada
Lain lain : -
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
Ο Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan keperawatan
Ο Ketidakseimbangan nutrisi : lebih dari kebutuhan Ο Defisit perawatan diri : ……………..
Ο dll…………………………………. Ο Gangguan integritas kulit
Ο dll………………………………….

5. AKTIVITAS ISTIRAHAT 6. ELIMINASI


Aktivitas waktu luang : Istirahat Kebiasaan BAB : 1x /hari
Aktivitas Hoby : Membaca buku BAK : 2x /hari
Kesulitan bergerak : ya akibat fraktur di kaki bagian Meggkan laxan : Tidak ada
kanan Meggkan diuretic : Tidak ada
Kekuatan Otot : ekstremitas bawah kiri : 5 (Normal = Keluhan BAK saat ini : tidak ada
Gerakan otot penuh melawan gravitasi dan tahanan) Keluhan BAB saat ini : tidak ada
ekstremitas bawah kanan 1 (Tidak ada gerakan, kontraksi Peristaltik usus : normal
otot dapat di palpasi atau dilihat), Abdomen : Nyeri tekan : tidak ada
Tonus Otot : - Lunak /keras : -
Postur : - tremor : - Massa : Tidak ada
Rentang gerak : Terbatas Ukuran/lingkar abdomen : ……cm
Keluhan saat ini : Nyeri saat kaki digerakkan Terpasang kateter urine : tidak terpasang
Penggunaan alat bantu : kruk axila ( dimulai tgl : -di : -}
( tgl : di-) Penggunaan alcohol : Tidak ada Jlh /frek : ….x
Pelaksanaan aktivitas : aktivitas terbatas /hari.
Jenis aktivitas yang perlu dibantu: ADL Makan, Mandi Lain – lain……………………………………
Berpakaian dan berpindah tempat
Lain - lain : Skala aktivitas 2 (memerlukan bantuan dan
pengawasan).
Masalah Keperawatan: Gangguan mobilitas Fisik Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
Ο Hambatan mobilisasi fisik keperawatan
Ο dll……………………………. Ο Diare Ο Konstipasi Ο Retensi urine
Ο Inkontinen urine ΟDisuria ΟKeseringan
Ο Urgensi
37

9. NEUROSENSORI 10. KEAMANAN

7. TIDUR & ISTIRAHAT 8. PENCEGAHAN TERHADAP BAHAYA


Kebiasaan tidur : Malam Siang Reflek : Normal
Lama tidur : Malam: 6-8 jam, Siang: 1 jam Penglihatan : Normal
Kebiasaan tidur : Tidak ada Pendengaran : Normal
Kesulitan tidur : Tidak ada Penciuman : Normal
Cara mengatasi : - Perabaan :Normal
Lain – lain : ………………………………. Lain – lain : ………………………
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
keperawatan keperawatan
Ο Gangguan Pola Tidur Ο Resiko Trauma Fisik Ο Resiko Injuri
Ο Gangguan Persepsi Sensorik

Rasa Ingin Pingsan /Pusing : Tidak ada Alergi /sensitifitas : Tidak ada reaksi : -
Stroke ( Gejala Sisa ) : Tidak ada Perubahan sistem imun sebelumnya : Tidak ada
Kejang : Tidak ada Tife : Tidak ada penyebabnya : -
Agra : Tidak ada Frekuensi : Tidak ada Riwayat penyakit hub seksual ( tgl /tipe : -
Status Postikal : Tidak ada Cara mengontrol :- Perilaku resiko tinggi : - periksaan : -
Status mental : Waktu : klien mengetahui waktu antara Transfusi darah /jumlah : - Kapan :-
pagi, sore dan malam Gambaran reaksi : -
Tempat : klien dan mengetahui bahwa dirinya sedang Riwayat cedera kecelakaan : Kecelakaan motor
dirawat di Rumah Sakit Fraktur /dislokasi sendi : fraktur dibagian kaki
Orang : klien dapat membedakan keluarga perawat dan kanan (closed fraktur tibia fibula dextra)
petugas kesehatan lainnya Artritis /sendi tak stabil : Tidak ada
Kesadaran : compos menthis Masalah punggung : Tidak ada
Memori saat ini - , yang lalu : - Perubahan pada tahi lalat : Tidak ada
Kaca mata : Tidak ada Kotak lensa : Tidak ada Pembesaran nodus : Tidak ada
Alat bantu dengar : , tidak menggunakan alat bantu Kekuatan Umum : Tidak ada
Ukuran /reaksi Pupil : kiri /kanan : 2-4m Cara berjalan : -
Facial Drop : Tidak ada Kaku kuduk : Tidak ada Rem : Tidak ada
Gangguan genggam /lepas : Ki / Ka : Tidak ada Hasil kultur, pemeriksaan sistem imun : -
Postur : normal Kordinasi : -
Refleks Patela Ki /Ka : -
Refleks tendo dalam bisep dan trisep : -
Kernig Sign : - Babinsky : -
Chaddock : - Brudinsky : -
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan Masalah Keperawatan : Resiko Infeksi
Ο Gangguan perfusi jaringan cerebral Ο Resiko Injuri Ο Gangguan Penularan infeksi
38

11. SEKSUALITAS
Aktif melakukan hubungan seksual : - Aktif melakukan hubungan seksual :-
Penggunaan kondom : - Penggunaan kondom : -
Masalah – masalah /kesulitan seksual : Tidak ada Masalah – masalah /kesulitan seksual :-
Perubahan terakhir dalam frekuensi /minat : - Perubahan terakhir dalam frekuensi /minat : -
Wanita : Pria :
Usia Menarke : 29 thn, Lama siklus : 28 hari Rabas penis : - Gg Prostat : -
Lokasi : - Sirkumsisi : - Vasektomi : -
Periode menstruasi terakhir : - Melakukan pemeriksaan sendiri : -
Menopause : - Payudara test : -
Rabas Vaginal : - Prostoskopi /pemeriksaan prostat terakhir : -
Perdarahan antar periode : - Tanda ( obyektif )
Melakukan pemeriksaan payudara sendiri / Pemeriksaan : -
mammogram : - Payudara /penis /testis : -
Tanda ( obyektif ) Kutil genatelia/test :-
Pemeriksaan : -
Payudara /penis /testis : -
Kutil genatelia/test :-
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
Ο Perdarahan Ο Gg citra tubuh Ο Disfungsi Seksual Ο Gg Pemenuhan Kebthn seksualitas

12. KESEIMBANGAN & PENINGKATAN HUBUNGAN PSIKO SERTA INTERAKSI SOSIAL


Lama perkawinan :- thn, Hidup dengan : - Sosiologis :-
Masalah /Stress : Tidak ada Perubahan bicara : Penggunaan alat bantu
Cara mengatasi stress : Jalan-jalan, piknik komunikasi : Tidak ada
Orang pendukung lain : - Adanya laringoskopi : Tidak ada
Peran dalam struktur keluarga : seorang anak Komunikasi verbal / non verbal dengan keluarga /
Masalah – masalah yang berhubungan dengan orang terdekat lain : komunikasi lancar dengan
penyakit /kondisi : -. keluarga
Psikologis : - Spiritual : saat melakukan sesuatu klien tidak lupa
Keputusasaan : - untuk selalu berdoa
Ketidakberdayaan : - Kegiatan keagamaan :
Lain – lain : Tidak ada Gaya hidup : -
Perunahan terakhir : -
Lain – lain : Tidak ada
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
Ο Kecemasan Ο Ketakutan Ο Koping individu tidak efektif Ο Isolasi diri Ο Resiko merusak diri
Ο Hambatan komunikasi verbal Ο Spiritual Distres Ο Harga diri rendah
39

2.1.5 PENYULUHAN DAN PEMBELAJARAN


1. Bahasa Dominan ( Khusus ) : bahasa dayak Buta huruf : Tidak ada
Ο Ketidakmampuan belajar (khusus ) Ο Keterbatasan kognitif
2. Informasi yang telah disampaikan :
 Pengaturan jam besuk Ο Hak dan kewajiban klien Ο Tim /petugas yang
merawat
Ο Lain – lain : tidak ada
3. Masalah yang ingin dijelaskan
 Perawatan diri di RS Ο Obat – obat yang diberikan
Ο Lain – lain : tidak ada
Ο Orientasi Spesifik terhadap perawatan ( seperti dampak dari agama /kultur
yang dianut )
Obat yang diresepkan ( lingkari dosis terakhir ) :
OBAT DOSIS WAKTU DIMININUM SECARA TUJUAN
TERATUR
Infus Nacl 0,9% 20 Tpm
Injeksi ketrolac 3x1 gram 08.00-20.00
WIB
Injeksi 3x500 gram 07.40-20.00
mecobelamin WIB
Injeksi Cefotaxime 2 x 1 gram 07.00 WIB
(IV)

4. Faktor resiko keluarga ( tandai hubungan ) :


Ο Diabetes Ο Tuberkulosis Ο Penyakit jantung Ο Stroke Ο TD
Tinggi
Ο Epilepsi Ο Penyakit ginjal Ο Kanker ΟPenyakit jiwa Ο Lain
– lain

2.1.6 Pemeriksaan Fisik Lengkap Terakhir :


1. Status Mental ;
 Orientasi :
Orientasi Waktu : klien dapat membedakan waktu pagi, siang,
sore dan malam
Orientasi Orang : klien dapat mengenali keluarganya dan
petugas kesehatan
Orientasi Tempat : klien dapat mengetahui Ia berada di RS
 Afektifitas :-
40

2. Status Neurologis ;
Uji Syaraf Kranial :
Nervus Kranial I : klien dapat membedakan bau minyak kayu putih
dan bau balsem
Nervus Kranial II : klien dapat melihat dengan baik
Nervus Kranial III : klien dapat menggerakan bola mata ke arah kiri
dan kanan
Nervus Kranial IV : klien dapat menggerakkan kedua matanya
Nervus Kranial V : klien dapat merasakan sentuhan panas dan dingin
pada kulitnya dan klien dapat mengunyah dengan
baik
Nervus Kranial VI : klien dapat menggerakan bola mata ke arah kanan,
kiri, atas dan bawah
Nervus Kranial VII : klien dapat membedakan rasa manis dan asin
Nervus Kranial VIII : klien dapat mendengar dengan baik
Nervus Kranial IX : klien dapat menelan makanan
Nervus Kranial X : klien dapat menjulurkan lidahnya
Nervus Kranial XI : klien dapat mengakat bahunya
Nervus Kranial XII : klien dapat mengatur posisi lidahnya keatas dan
kebawah

3. Ekstermitas Superior :
a) Motorik
Pergerakan : Bebas
Kekuatan : 5/5 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dan tahanan
b) Tonus
c) Refleks Fisiologis
- Bisep : kanan/kiri (+2)
- Trisep : kanan/kiri (+2)
- Radius : kanan/kiri (+2)
- Ulna : kanan/kiri (+2)

d) Refleks Patologis
Hoffman Tromer : normal
e) Sensibilitas
Nyeri : tidak ada
4. Ekstremitas Inferior :
a) Motorik
Pergerakan : Terbatas
Kekuatan : Ekstremitas bawah kanan 1 (Tidak ada gerakan,
kontraksi otot dapat di palpasi atau dilihat),
41

ekstremitas bawah kiri 5 (Normal = Gerakan otot


penuh melawan gravitasi dan tahanan)
b) Tonus :
c) Refleks Fisiologis
Refleks Patella : (+1)
d) Refleks Patologis
- Babinsky : kanan (+1) / kiri (+2)
- Chaddock : kanan (+1) / kiri (+2)
- Gordon : kanan (+1) / kiri (+2)
- Oppenheim : kanan (+0) / kiri (+2)
- Schuffle : (kanan (+1) / kiri (+2)
5. Rangsang Meningen
a) Kaku kuduk : (+2)
b) Brudzinksky I & II : (+2)
c) Lassaque : (+2)
d) Kernig Sign : (+2)

2.1.7 DATA GENOGRAM

Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Garis Keturunan
: Tinggal 1 rumah
: Klien (Ny.D)
: meninggal dunia

2.1.8 DATA PEMERIKSAAN PENUNJANG ( DIAGNOSTIK &


LABORATORIUM )
1. Tabel Pemeriksaan Laboratorium Dan Radiologi Ny.D
2. Data penunjang : Senin, 15 Oktober 2021
42

No Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


1 Hbg 11,3 g/Dl 13,5-18
2 Hct 34.3 % 37-48.0
3 Glukosa sewaktu 115 mg/dl <200
4 Plt 432 + 10^3/uL 150-400

5 WBC 13.01 + 10^3/uL 4.50-11.00


6 HCO3 20.8 22-26
7 PH 7.42 7,38-7,42
8 PCO2 32 38-42
9 pO2 80 80-100
10 BE-(B) -3.2 -2 s/d +2
11 SO2 96% 95-97
12 Kalium (K) 3,8 mmol/l 3,5-5,3
13 Natrium (Na) 135 mmol/l 135-148
14 Albumin 3,70 mmol/l 3,5-5,5
15 Calcium (Ca) 1,20 mmol/l 0,98-1,2
43

2.1.8 PENATALAKSANAAN MEDIS


Hari/Tanggal Pemberian Obat : Minggu, 16 Oktober 2021
No Nama Obat Dosis/Rute Indikasi Kontraindikasi
1 Infus RL 0,9 % 20 tpm Untuk mengganti cairan tubuh. Hipersensitif.
(IV)
3 Injeksi Ketorolac 3 x 1 mg Untuk penatalaksanaan jangka Hipersensitivitas terhadap ketorolac, pasien dengan riwayat asma, dan gangguan ginjal
pendek terhadap nyeri akut, sedang sedang hingga berat.
(IV)
sampai berat setelah prosedur bedah.
2 Macobelamin 3x500 mg / obat dengan fungsi untuk mengobati
Inj neuropati perifer dan beberapa jenis
anemia

Palangka Raya, 20 Oktober 2021


Mahasiswa,

Hendra
NIM. 2021-01-14901-025
l
44

ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN


MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS: Klien mengatakan Perubahan jaringan sekitar Gangguan mobilitas
aktivitas klien dibantu oleh fisik
keluarganya
Pergeseran fragmen tulang
- P: Klien mengatakan
nyeri dibagian kaki kanan.
Nyeri saat beraktivitas
- Q: nyeri yang dirasakan
seperti di tusuk-tusuk. Aktivitas terhambat
- R: lokasi nyeri dirasakan
di kaki kanan. Gangguan mobilitas fisik

- S: skala nyeri yang


dirasakan sedang 6
- T: Klien mengatakan
nyeri timbul tiba-tiba dan
pada saat kaki digerakkan.
Berlangsung 5-10 menit
saat nyeri muncul.
DO:
1. Klien tampak selalu di
bantu oleh keluarga dan
perawat dalam
melakukan aktivitas
2. Klien tampak lemas
3. Klien tampak berbaring
4. Kekutana otot
Ekstremitas bawah 5/1
5. Tampak gerakan pasien
tidak terkoordinasi
6. Tampak gerakan pasien
terbatas
7. klien tampak meringis
kesakitan jika kaki
kanannya di gerakan
8. Skala nyeri 6
9. TTV : TD = 120/80
mmHg, N = 87x/menit,
RR: 22 x/menit, S = 36.5
o
C Spo2 : 99 %
45

PRIORITAS MASALAH
1. Ganguan mobilitas fisik berhubungan dengan Gangguan musculoskeletal (closed fraktur
tibia fibula dektar) ditandai dengan Klien tampak selalu di bantu oleh keluarga dan
perawat dalam melakukan aktivitas, Fraktur Tertutup bagian kaki kanan closed fraktur
tibia fibula dextra, Ekstremitas bawah 5/1 Skala aktivitas 2 P: Klien mengatakan nyeri
dibagian kaki kanan, Q: nyeri yang dirasakan seperti di tusuk-tusuk, R: lokasi
nyeri dirasakan di kaki kanan , S: skala nyeri 6, T: Klien mengatakan nyeri timbul
tiba-tiba dan pada saat kaki digerakkan. Berlangsung 5-10 menit saat nyeri
muncul. TTV : TD = 120/80 mmHg, N = 87x/menit, RR: 22 x/menit, S = 36.5 oC. Spo2 :
99
46

RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny.D


Ruang Rawat : Ruang ROE
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
1.Ganguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi adanya nyeri atau 1. Menjadi parameter dasar untuk melihat
berhubungan dengan Gangguan keperawatan selama 3x24 jam keluhan fisik lainnya sejauh mana intervensi yang diperlukan
musculoskeletal closed fraktur tibia diharapkan mobilitas fisik dapat 2. Monitor uji kekuatan otot dan sebagai evaluasi keberhasilan dari
fibula dexstra diatasi. ekstremitas atas dan bawah intervensi menajemen nyeri keperawatan
Kriteria hasil: 3. Monitor koordinasi gerak dan 2. Mengevaluasi perkembangan masalah
1. Kemampuan mobilitas pasien keterbatasan gerak
klien
meningkat 4. Berikan papan penyangga kaki,
3. Mempertahankan posisi fungsional
2. Nyeri menurun dengan skor 5 gulungan trokanter/tangan sesuai
3. Pasien mampu menggunakan alat ekstremitas.
indikasi atau lakukan tindakan
bantu gerak 4. Meningkatkan sirkulasi darah
OREF.
4. Pergerak ekstrimitas meningkat muskuloskeletal, mempertahankan tonus
5. Ajarkan mobilisasi sederhana
5. Pertahankan tirah baring dan otot, mempertahakan gerak sendi,
melatih tangan serta ekstremitas yang harus dilakukan (mis,
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan
sakit dengan lembut duduk di tempat tidur, duduk di
pernapasan (dekubitus, atelektasis,
6. Gerakana terbata menurun dengan sisi tempat tidur, pindah dari
penumonia)
skor 5 tempat tidur ke kursi).
7. Latih dan bantu ROM 5. Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk
6. Libatkan keluarga untuk
menyusun program aktivitas fisik secara
membantu pasien dalam
individual.
meningkatkan ambulasi
6. Keluarga dapat meringankan petugas dan
7. Ajarkan ROM pasif dan aktif
memberikan kenyamanan pada klien
bertahap
7. Untuk melatih gerak pada tubuh klien
47

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/Tanggal Tanda tangan dan


Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
Diagnosa : Gangguan Mobilitas fisik: S:
1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau a. Klien mengatakan aktivitas klien dibantu oleh
keluhan fisik lainnya keluarganya.
2. Memonitor uji kekuatan otot ekstremitas O:
atas dan bawah 1. Membantu pasien melakukan rentang gerak aktif
3. Memonitor frekuensi tekenan darah pada ekstremitas bawah: Dorsofleksi: menggerakan
4. Mengajarkan mobilisasi sederhana yang telapak kaki ke arah depan atau atas.
20 Oktober 2021 harus dilakukan (mis, duduk di tempat 2. TD: 120/80 mmHg, N: 87x/menit
15.00-18.30 WIB tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah Hendra
3. Dilakukan tindakan OREF Open Reduction
dari tempat tidur ke kursi) Eksternal Fixation (luar).
5. Melibatkan keluarga untuk membantu 4. Kelurga klien tampak membantu klien melakukan
pasien dalam meningkatkan ambulasi aktivitas seperti makan dan minun
6. Berkolaborasi pelaksanan ROM pasif dan 5. Mengajarkan ROM pasif dan aktif bertahap
aktif bertahap A : Masalah sebagian teratasi
P : Lanjutkan intervensi 1 sampai 6
DAFTAR PUSTAKA

Andra Saferi Wijaya & Yessie Mariza Putri. (2013). KMB 2 Keperawatan
Medikal Bedah Keperawatan Dewasa. Yogyakarta: Nuha Medika

Bakara, D. M., & Warsito, S. (2016). Latihan Range Of Motion (ROM) pasif
terhadap rentang sendi pasien pasca stroke Exercise Range Of Motion ( ROM )
Passive toIncrease Joint Range of Post-Stroke Patients, VII(2).

Mubarak, I. Indrawati L, Susanto J. 2015. Buku 1 Ajar Ilmu Keperawatan


Dasar. Jakarta : Salemba Medika.

Potter, A & Perry, A 2012, Buku ajar fundamental keperawatan; konsep,


proses, dan praktik, vol.2, edisi keempat, EGC, Jakarta.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI):


Definisi danKreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Widuri, Hesti. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Lanjut Usia Ditatanan
Klinik. Yogyakata: Penerbit Fitramaya.
Carpenito (2010), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC,
Jakarta.
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2012. Rencana Asuhan Keperawatan:
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hardjowidjoto, S. 2013. Anatomi Fisiologi Traktus Urogenital. Surabaya,
Program Studi Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga /
RSUD. dr. Soetomo.
Long, B.C., 2012. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Price, Sylvia A,. 2015. Konsep Klinis Proses-proses penyakit. Edisi 6, Volume 2.
Jakarta: EGC.
Smeltze. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah. EGC: Jakarta.
LAMPIRAN
YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
Jalan Beliang No.110 Palangka Raya Telp/Fax (0535) 3327707

LEMBAR KONSULTASI

Nama Mahasiswa : Hendra


Program Profesi : Ners Angkatan IX
NIM : 2021-01-14901-025
Pembimbing Klinik : Katharina, S.Kep., Ners

Tanda Tangan
No. Hari/Tgl/Waktu Catatan Pembimbing
Pembimbing Mahasiswa
1. Senin, 1. Kontrak program perkuliahan/dinas
dengan CI Lahan dan CI Akademik di
18 Oktober 2021 ruang ROE
2. Pembagian kasus

Katharina, S.Kep., Ners Hendra

2. Rabu, 1. Pre conference LP dengan Kebutuhan


Dasar Manusia Kebutuhan aktivitas dan
20 Oktober 2021 latihan : Gangguan Mobilitas Fisik
2. Perbaikan WOC

Katharina, S.Kep., Ners Hendra

3. Jumat, Perbaikan Askep


1. Riwayat penyuluhan sekarang,
22 Oktober 2021 tambahkan apakah ada/tdk deformitas,
memar, luka diarea fraktur
2. Kebutuhan dasar data tertukar (gmbrn
nyeri, frekuensi dan durasi), Lengkapi
isian pengkajian kebutuhan dasar
3. Lengkapi isian pengkajian penyuluhan
dan pembelajaran, Lengkapi isian
pengkajian ekstremitas superior,
inferior dan meningen Katharina, S.Kep., Ners Hendra
4. Diagnosa keperawatan yg diangkat
cukup mobilitas fisik ssuai dg judul d
Lp.. (Nyeri dan defisit prwtn diri, tdk)
Dx mobilitas fisik
5. Perbaiki kemungkinan penyebab, cth:
trauma langsung pergeseran fragmen
tulang kerusakan
6. struktur tulang gangguan mobilitas
fisik
7. halaman 49, dx gangguan fsk b.d
pmsgn fiksasi interna Dipengkajian,
px msh blm dfiksasi kriteria hsl,
tmbhkn aktvts dan alat bantu apa yg
dgunakn
8. Intervensi, tambahkan identifikasi
adanya nyeri at kel fisik lainnya,
identifikasi toleransi fisik lama
melakukan gerakan, Sesuaikan dg
kondisi px
4. Rabu 27 Oktober Perbaikan askep
1. Tambah kan data di analisa data
2021
2. Tambah kan data target di bagian
intervensi
3. Tambah data di implemtasi dan evaluasi
sesuai perbaikan
Katharina, S.Kep., Ners Hendra

5. Jumat 29 1. Ujian virtual


Oktober 2021 2. ACC ASKEP

Katharina, S.Kep., Ners Hendra


YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
Jalan Beliang No.110 Palangka Raya Telp/Fax (0535) 3327707

LEMBAR KONSULTASI

Nama Mahasiswa : Hendra


Program Profesi : Ners Angkatan IX
NIM : 2021-01-14901-025
Pembimbing Akademik : Meilitha Carolina, Ners., M.Kep

Hari/Tgl/Wakt Tanda Tangan


No. Catatan Pembimbing
u Pembimbing Mahasiswa
1. Senin, 1. Kontrak program perkuliahan/dinas
dengan CI Lahan dan CI Akademik
18 Oktober di ruang ROE
2021 2. Pembagian kasus
Meilitha Carolina,
Ners., M.Kep;
Hendra

2. Rabu, 20 1. Pre conference LP dengan


Kebutuhan Dasar Manusia
Oktober 2021
Kebutuhan : Gangguan Mobilitas
Fisik
i. k
Meilitha Carolina,
t
o Ners., M.Kep;
Hendra
b
e
r
3 Rabu ,27 perbaikan askep post comprens
oktober 2021 1. Perbaikan analisa data
2. Perbaikan intervensi dengan
implemtasi sesuai pengkajian.
Meilitha Carolina, Hendra
Ners., M.Kep;

4. Jumat 29 1. Ujian virtual


oktober 2021
2. ACC ASKEP

Meilitha Carolina, Hendra


Ners., M.Kep;

Anda mungkin juga menyukai