Disusun Oleh :
Dwi Kurniawati (1610711006)
S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
2019
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN FRAKTUR
A. Pengertian
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan otot dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar
tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price
dan Wilson, 2006).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
(Brunner & Suddarth, 2001).
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total
maupun sebagian. (Muttaqin, Arif. 2008)
Mandibula adalah tulang rahang bawah, tulang yang tidak teratur dan merupakan satu-
satunya tulang kepala yang dapat bergerak (Watson,2002).
B. Etiologi
Klasifikasi Fraktur (Chairuddin, 2003)
Klasifikasi Etiologis:
1. Trauma langsung: benturan pada tulang mengakibatkan fraktur ditempat
tersebut.
2. Trauma tidak langsung: tulang dapat mengalami fraktur pada tempat
yang jauh dari area benturan.
3. Fraktur patologis: fraktur yang disebabkan trauma yamg minimal atau
tanpa trauma. Contohfraktur patologis: Osteoporosis, penyakit
metabolik, infeksi tulang dan tumor tulang.
Klasifikasi Klinis
1. Fraktur tertutup, merupakan fraktur tidak menyebabkan robek pada kulit
2. Fraktur terbuka, merupakan dengan luka pada kulit atau robek dan ujung
tulang menonjolsampai menembus kulit
3. Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran
Fraktur tidak komplit, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis
tengah tulang
Klasifikasi Radiologis
1. Lokalisasi/letak fraktur seperti diafisis, metafisis, intra-artikular.
2. Konfigurasi/sudut patah dari fraktur :
Fraktur transversal
Fraktur oblik
Fraktur spiral
Fraktur kominutif
Fraktur segmental
Fraktur Impaksi/kompresi
3. Menurut ekstensi:
Fraktur total
Fraktur tidak total (fracture crack)
Fraktur buckle/torus
Fraktur garis rambut
Fraktur greenstick
Fraktur avulse
Fraktur sendi
4. hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya yaitu tidak bergeser
dan Bergeser (bersampingan, angulasi, rotasi, distraksi, overiding,
impaksi).
Menurut R. Gustino Fraktur Terbuka dibagi atas 3 derajat yaitu:
Derajat I:
Luka < 1 cm
Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk
Fraktur sederhana, transversal, atau kominutif ringan
Kontaminasi minimal
Derajat II:
Laserasi >1 cm
Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulsi
Fraktur kominutif sedang
Kontaminasi sedang
Derajat III:
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur
kulit, otot.
C. Manifestasi Klinis
Tidak dapat menggunakan anggota gerak
Nyeri pembengkakan
Terdapat trauma
Gangguan fungsi anggota gerak
Deformitas
Kelainan gerak
D. Patofisiologi
Penyebab fraktur diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa yang
Trauma, yaitu benturan pada tulang. Biasanya terjatuh dengan posisi dagu langsung
terbentur dengan benda yang lebih kuat/keras daripada tulang itu sendiri.
E. Pathway
F. Pemeriksaan penunjang
X.Ray
Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
CCT kalau banyak kerusakan otot.
G. Penatalaksanaan
Konservatif : Immobilisasi, mengistirahatkan daerah fraktur.
Operatif : dengan pemasangan Traksi, Pen, Screw, Plate, Wire ( tindakan Asbarg)
H. Komplikasi
1. Malunion : tulang patah telahsembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
2. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
3. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien datang dari IGD diantar oleh Saudaranya jam 19.57 WIB dengan keluhan
jatuh dari motor saat menghindari kucing pada pukul 3 dini hari. Pasien memakai
helm, sempat pingsan dan muntah-muntah. Kondisi jatuh kesebelah kiri mengenai
wajah. Wajah pasien saat datang ke IGD bengkak pada pipi kiri dan sulit berbicara.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat saat masuk RS :
Pasien mual, wajah bagian pipi sebelah kiri bengkak dan sulit bicara.
Genogram :
Keterangan:
= laki-laki meninggal
= perempuan meninggal
= laki-laki
= Pasien
= perempuan
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
b. Tanda-tanda Vital
1) Tekanan Darah
Sistolik : 147
Diastolik : 114
MAP : 124 mmHg
Heart Rate : 61x/mnt
Respirasi : 10x/mnt
2) Suhu : 36,50C
3) Nilai CPOT : (pasien terpasang intubasi)
No Indikator Skala pengukuran Skor Hasil
Penilaian
1 Ekspresi wajah Rileks, netral 0
Tegang 1 0
Meringis 2
2 Gerakan tubuh Tidak bergerak 0
Perlindungan 1 0
Gelisah 2
3 Kesesuaian dengan Dapat mentoleransi 0
ventilasi mekanik Batuk, tapi dapat 1
0
mentoleransi
Fighting ventilator 2
4 Ketegangan otot Rileks 0 0
Tegang dan kaku 1
Sangat tegang /kaku 2
Total skor 0
2) Sistem Pernapasan :
Paru-paru : dada simetris kanan-kiri, retraksi dada dalam
Inspeksi : vocal premitus kanan-kiri sama
Perkusi : Pekak pada lobus 3
Auskultasi : Vesikuler/tidak ada suara tambahan
3) Sistem Kardiovaskuler
Jantung : Ictus Cordis tampak di ICS 5
Inspeksi : Ictus Cordis teraba di ICS 5
Palpasi : Batas atas di mid ICS 2
Perkusi : Klafikula Sinistra
Batas kanan : ICS 5-6 mid sternum
Batas kiri : sternum dextra
Batas bawah : ICS 6-7 mid klavikula
Auskultasi : S1 S2 intensitas normal
Perdarahan di OK 300 cc
4) Sistem Pencernaan
Bising usus : 12x/menit
Terpasang NGT
5) Sistem Perkemihan
Kebersihan terjaga, terpasang dower cateter dan tidak ada infeksi
Balance Cairan : Input-Output = 126-50 = 76ml
6) Sistem Neurologis
Tingkat kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6
Refleks :+
Pulsasi arteri teraba kuat
7) Sistem Endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada kaku kuduk.
8) Sistem Muskuloskeletal
Kulit terasa hangat, tidak ada perubahan bentuk tulang, kekuatan otot ekstremitas
atas dan bawah
9) Sistem Integumen
Karakteristik kulit : tidak ada lesi
Warna : sawo matang
Tekstur kulit : normal
Suhu : akral hangat
Kelembapan : normal
d. Aspek Psikologis
Pasien dan keluarganya merasa cemas serta khawatir dengan kondisi pasien saat ini.
e. Aspek Sosial
Hubungan dengan keluarga harmonis, juga hubungan dalam masyarakat juga baik.
Di lingkungan tetangga pasien dianggap baik dan rajin mengikuti kegiatan kerja
bakti.
f. Asek Spiritual
Pasien beribadah 5 waktu
4. Data Penunjang
a. Data Laboratorium (Hematologi, Analisis gas darah arteri, dll)
Tanggal dan Jam Pemeriksaan
No Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Interpretasi
HEMATOLOGI
RUTIN
1 Hemogoblin 12.7 g/dl 13.2 - 17.2 Rendah
2 Hematokrit 36 % 33 - 45 Normal
HEMOSTASIS
1 PT 13 Detik 10.0 – 15.0 Normal
3 INR 0.91
KIMIA KLINIK
1 Glukosa darah 157 Mg/dl <110 Tinggi
puasa
2 SGOT 13 U/1 < 50 Normal
ANALISA GAS
DARAH
1 PH 7.47 7.37 – 7.45 Normal
Sinus rythem PR 148 QRSD 102 QT 438 QTc 452. Axis P 68 QRS
Elektrokardiografi 87 T 61
d. APACHE II SCORE (1x24 jam)
Nilai APACHE II :
Serum 0
e. SOFA score
Pemeriksaan Hasil Score
Respiratory 153 3
Koagulasi 155 0
Hepar 0,37 0
Kardiovaskuler (MAP) 27 1
SSP (GCS) 15 0
Ginjal 50 ml/dl 3
5. Penatalaksanaan Medis
a. Obat Obatan
Nama Obat Dosis Cara Indikasi Side effects
Pemberian
IVFD RL 500 ml IV Cairan tubuh
OMZ 2 x 40 mg IV Mengatasi asam Gangguan
lambung pencernaan
Ceftriaxone 2 x 20 mg IV Untuk Ruam, memar,
mengobati adanya
infeksi bakteri perdarahan, sakit
ataupun infeksi perut, mual, nyeri
bedah
Ketorolac 30 mg IV (dimasukan Mengatasi nyeri Nyeri dada, lemas,
dalam RL) sesak, mual,
demam, sakit
kepala
Ondancentron 3 x 4 mg IV Mengatasi mual Sakit kepala,
dan muntah pusing, mudah
lelah, sakit perut,
mudah mengantuk
M.P 3 x 125 mg IV Meredakan Meningkatkan
(Methylprednisolone) peradangan kadar gula, mual,
muntah, sakit
kepala, nyeri otot
Citicolin 2 x 500 mg IV Mengobati luka Sakit kepala,
di kepala, diare, tekanan
serebrovaskular darah tinggi, mual,
dan glaukoma sesak
b. Nutrisi
Pasien terpasang selang NGT (+) sehingga nutrisi yang didapat diberi lewat selang NGT.
6. Analisa Data
Masalah
Data Etiologi
DS : -
DO :
- Pasien terpasang ventilator
- Pasien terpasang ETT
- RR : 10 x/menit Gangguan Pertukaran Pola Napas
Gas (00030) Abnormal
- Pasien tidak bernapas spontan
- TD : 147/114 mmHg
- N : 61 x/menit
- Suhu : 36,50C
DS :-
DO :
- Pasien terlihat lemas Ketidakseimbangan antara
- Pasien terpasang NGT Resiko intoleransi suplai dan kebutuhan
- Pasien Terpasang Kateter urine aktivitas (00094) oksigen
- Pasien bergerak terbatas
- Pasien Terpasang IVDL
- Pasien Terpasang ETT
DS : -
DO :
- Pasien terlihat meringis saat dilakukan
perawatan ETT dan oral hygiene Nyeri Akut Agen Cedara Fisik
- Ada perdarahan pada bibir bagian atas
pasien
7. Diagnosa
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan pola napas abnormal.
2) Resiko intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
3) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
8. Intervensi Keperawatan
Intervensi
Dx Keperawatan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan napas
Gangguan pertukaran gas (3140)
keperawatan 3 x 24 jam pada pasien Tn. 1. Posisikan pasien
R dengan Gangguan pertukaran gas untuk
dapat teratasi dengan kriteria hasil : memaksimalkan
1. Frekuensi dan irama pernapasan ventilasi
kembali normal 2. Lakukan suction
2. Menunjukkan jalan nafas yang melalui ETT
3. Monitor status
paten pernapasan klien
3. Tanda – tanda vital dalam
rentang normal Monitor Pernapasan
Tekanan Darah: 120/80 mmhg (3350)
1. Monitor kecepatan,
Nadi: 60 -100x/menit irama, kedalaman
Respirasi : 16 – 24 x/menit dan kesulitan
0
Suhu : 36,5 – 37,5 C bernapas pasien.
2. Monitor pola napas
pasien.
3. Monitor sekresi
pernapasan pasien
Diagnosa
Senin, 16 Des 2019 Selasa, 17 Des 2019 Rabu, 18 Des 2019
keperawatan
Tn. R
No.Dx Jam Implementasi Respon pasien Jam Implementasi Respon pasien Jam Implementasi Respon pasien
Dx 1 12.15 Memonitor S: Tidak terkaji 09.05 Memonitor S: Pasien 09.05 Memonitor S: pasien
status adanya mengatakan nafas status megatakan sesak
pernafasan dyspnea terasa sedikit lega. pernafasan nafas
berkurang.
O: Pasien tidak O: Respirasirate :
bernapas 28 x/menit, O:Pasien tampak
spontan. terpasang O2 sedikit rileks dan
nasal canul 4 liter masih
RR : 10x/menit per menit. terpasanag O2
terpasang nasal kanul 3
ventilator dan liter per menit.
ETT 09.20 Memonitor S: Pasien
09.10
toleransi mengatakan Memonitor S: pasien
aktivitas bersedia dan adanya dyspnea mengatakan
pasien merasa sesak nafas sudah
12.30 Posisikan nafas saat terasa lega.
S: Tidak terkaji beraktivitas berat
pasien dan O: Respirasi
lakukan O:Respiratory O: Pasien tampak rate: 27 x/menit,
suction jika rate : 15 x/menit nafas tersengal- masih terpasang
terdapat sengal dan terlihat O2 nasal kanul 3
sekret pada kelelahan. liter per menit.
jalan napas
pasien Memastikan
09.30 S: - 10.00 Mendorong S: Pasien
tingkat mengatakan
aktivitas lebih
aktivitas O: Pasien terlihat Ringan dalam bersedia
pasien yang beraktivitas melakukan
tidak sesuai aktivitas O: Pasien tampak
membahayak kemampuan. mematuhi
curah jantung larangan untuk
mengangkat
beban berat dan
memilih aktivitas
yang ringan.
Dx 2 13.00 Melakukan S: Tidak terkaji 11.05 Memonitor S: Pasien 11.00 Memantau S: Pasien
Mika-miki tanda-tanda mengatakan tanda-tanda vital mengatakan
vital bersedia. bersedia.
O: Pasien
tamopak
kooperatif dan
ingin tahu.
Dx 3 14.00 Melakukan S: Tidak terkaji 13.00 Mengobservas S: Pasien 13.00 Mengobservasi S: Pasien
pengkajian i kemampuan mengatakan kemampuan mengatakan
nyeri pasien sebagian pasien sebagian
aktivitas sudah aktivitas sudah
tidak dibantu. tidak di bantu.
O:Pasien terlihat
meringis O:Pasien tampak O: Pasien sudah
Skala Nyeri : 5 saat duduk masih mulai duduk
dibantu keluarga. sendiri tanpa
bantuan.
O: O: O:
Tekanan Darah: 160/100 Tekanan Darah: 130/80 Tekanan Darah: 120/80 mmHg
mmHg mmHg Nadi : 85 x/menit, teraba kuat
Nadi : 95 x/menit, teraba Nadi : 88 x/menit, teraba Suhu: 360C
lemah kuat Respirasi rate : 26 x/menit
Suhu : 36,00C Suhu: 36,70C Terpasang O2 nasal kanul 3 lpm
Respirasi rate: 36 Respirasi rate : 28 A: masalah teratasi
x/menit Terpasang O2 x/menit 1. Pertahankan posisi pasien.
nasal kanul 4 lpm Terpasang O2 nasal kanul 3 2. Edukasi tentang
Menggunakan otot bantu lpm pentingnya tidur posisi 450
nfas Menggunakan otot bantu 3. Kolaborasi pemberian O2
A: masalah belum nafas nasal kanul 3 lpm.
teratasi A: masalah teratasi P: pertahankan intervensi
P:lanjutkan intervensi sebagian 1. Pantau tanda-tanda vital.
1. Monitoring aliran 1. Monitoring aliran 2. Pertahankan posisi pasien.
oksigen. oksigen.
2. Pantau tanda – 2. Pantau tanda – tanda
tanda vital. vital.
3. Posisikan pasien 3. Posisikan pasien
untuk untuk
memaksimalkan memaksimalkan
ventilasi. ventilasi.
4. Atur posisi 450 4. Atur posisi 450
5. Pertahankan P: lanjutkan intervensi
posisi pasien. 1. Pertahankan
6. Edukasi tentang posisi pasien.
pentingnya tidur 2. Edukasi tentang
posisi 450. pentingnya tidur
7. Kolaborasi posisi 450
pemberian O2 3. Kolaborasi
nasal kanul 4 pemberian O2
liter per menit. nasal kanul 3 liter
per menit.
Dx 2 S: pasien mengatakan S: pasien mengatakan S: pasien mengatakan dada sedikit
dada terasa sesak dada terasa sesak terasa sesak
O: O: O:
Pasien tampak sesak nafas Pasien tampak sesak nafas Pasien tampak tidak sesak nafas
dan kelelahan berkurang berkurang
Akral teraba dingin Akral mulai teraba hangat Akral teraba hangat
Hasil EKG: A: masalah teratasi A: masalah teratasi
Sinus rythem 90 bpm sebagian 1. Kolaborasi pemberian
LAD LVH Cornell, Q 1. Monitor status obat sesuai indikasi.
patologis V2-V5, ST pernafasan. 2. Dorong aktivitas lebih
Elevasi V2-V5 Hasil JVP: 2. Monitor adanya ringan dalam melakukan
5+2 cmH2O dyspnea. aktivitas.
Hasil Ecokardiografi: EF Monitor toleransi 3. Jelaskan pada pasien
21-26% aktivitas pasien. tujuan dari pemberian O2.
A: masalah belum 3. Pastikan tingkat P: hentikan intervensi
teratasi aktivitas pasien yang
P: lanjutkan intervensi tidak membahayakan
1. Monitor status curah jantung.
pernafasan. P: lanjutkan intervensi
2. Monitor adanya 1. Dorong aktivitas
dyspnea. lebih ringan
3. Monitor toleransi dalam melakukan
aktivitas pasien aktivitas.
4. Pastikan tingkat 2. Jelaskan pada pasien
aktivitas pasien tujuan dari
yang tidak pemberian O2.
membahayakan 4. Kolaborasi
curah jantung. pemberian obat
5. Dorong aktivitas sesuai indikasi.
lebih ringan
dalam melakukan
aktivitas.
6. Jelaskan pada
pasien tujuan dari
pemberian O2.
7. Kolaborasi
pemberian
obat sesuai
indikasi.
Dx 3 S: pasien mengatakan S: pasien mengatakan lemas S: pasien mengatakan sudah sedikit
lemas dan lelah dan lelah bertenaga dan tidak lemas
1. Jurnal 1 (Deep Breathing Exercise dan Active Range of Motion Efektif Menurunkan
Dyspnea pada Pasien Congestive Heart Failure)
Pada jurnal “Deep Breathing Exercise dan Active Range of Motion Efektif
Menurunkan Dyspnea pada Pasien Congestive Heart Failure” peneliti ingin mengetahui
pengaruh deep breathing exercise dan active range of motion terhadap dyspnea pada
pasien CHF (Congestive Heart Failure)
Deep Breathing merupakan aktivitas keperawatan yang berfungsi meningkatkan
kemampuan otot-otot pernafasan untuk meningkatkan compliance paru dalam
meningkatkan fungsi ventilasi dan memperbaiki oksigenasi. Oksigenasi yang adekuat
akan menurunkan dyspnea. Latihan pernafasan juga akan meningkatkan relaksasi otot,
menghilangkan kecemasan, menyingkirkan pola aktivitas otot-otot pernafasan yang tidak
berguna dan tidak terkoordinasi, melambatkan frekuensi pernafasan dan mengurangi
kerja pernafasan. Pernafasan yang lambat, rileks dan berirama membantu dalam
mengontrol klien saat mengalami dyspnea. Selain Deep Breathing peneliti juga
mengajarkan aktivitas Range of motion (ROM) yang merupakan latihan gerak dengan
menggerakkan sendi seluas gerak sendi. Latihan tersebut bertujuan untuk meningkatkan
aliran darah ke otot sehingga meningkatkan perfusi jaringan perifer. Pergerakan tubuh
yang sifatnya teratur sangat penting untuk menurunkan resistensi pembuluh darah perifer
melalui dilatasi arteri pada otot yang bekerja sehingga meningkatkan sirkulasi darah.
Sirkulasi darah yang lancar akan melancarkan transportasi oksigen ke jaringan sehingga
kebutuhan oksigen akan terpenuhi dengan adekuat.
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
intervensi deep breathing exercise dan active range of motion efektif menurunkan
dyspnea pada pasien dengan congestive heart failure (CHF). Intervensi ini dapat
dijadikan penatalaksanaan non-farmakologis pada pasien CHF dan dapat dikembangkan
perawat dengan mempertahankan kemampuan pasien dalam melakukan intervensi
tersebut. Intervensi dapat dilakukan sebagai bentuk pilihan dalam pelayanan kesehatan
fase inpatient untuk mengurangi dyspnea dalam meningkatkan kualitas hidup pada pasien
CHF.
2. Jurnal 2 (Kualitas Hidup Pasien Gagal Jantung Kongsif (GJK) Berdasarkan
Karakteristik Demografi)
Pada jurnal “Kualitas Hidup Pasien Gagal Jantung Kongsif (GJK) Berdasarkan
Karakteristik Demografi” peneliti bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis
kualitas hidup berdasarkan data demografi pasien gagal jantung kongestif.
Pasien gagal jantung kongestif (GJK) mengalami kelelahan dan dyspnea yang
berkontribusi memperburuk kualitas hidupnya. Menurut NYHA, GJK (Gagal Jantung
Kongesif) dibagi berdasarkan 4 derajat kemampuan fisik. Derajat I menunjukkan
seseorang bisa beraktifitas secara normal, pada derajat II pasien menunjukan gejala
ringan saat melakukan aktivitas sehingga pasien merasa lebih nyaman bila beristirahat,
pada derajat III pasien sudah mulai menunjukan adanya keterbatasan fisik, dan pada
derajat IV pasien sudah tidak bisa melakukan aktivitas apapun tanpa keluhan. Kondisi
tersebut akan mempengaruhi sejauh mana pasien mampu memaksimalkan fisiknya,
sehingga mempengaruhi kualitas hidup pasien. Faktor tersebut juga dipengaruhi tingkat
pendidikan dan pengetahuan seseorang dalam mengenal masalahnya.
Kualitas hidup pasien dengan GJK dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur,
jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, dan derajat NYHA (New York Heart Assosiation).
Umur dan jenis kelamin merupakan faktor yang sangat penting pada pasien GJK.
Semakin bertambah tua umur seseorang, maka penurunan fungsi tubuh akan terjadi baik
secara psikologis maupun fisik. Begitu juga dengan jenis kelamin, pria lebih cenderung
memiliki kemampuan fungsi tubuh yang lebih baik daripada wanita terutama fisik.
Dampak dari kemampuan fungsi fisik yang menurun akan mempengaruhi derajat GJK
seseorang.
Kesimpulan hasil yang didapatkan oleh peneliti dalam penelitiannya yaitu Faktor-
faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup adalah umur, pendidikan dan derajat
GJK. Umur memiliki hubungan negatif terhadap kualitas hidup yang menyatakan bahwa
semakin bertambahnya umur seseorang maka kualitas hidupnya akan menurun.
Pendidikan memiliki hubungan positif terhadap kualitas hidup yang menyatakan bahwa
semakin tinggi pendidikan pasien maka semakin baik kualitas hidup pasien. Derajat
menurut NYHA memiliki perbedaan yang signifikan terhadap kualitas hidup pasien gagal
jantung kongestif (GJK). Faktor yang tidak berhubungan dengan kualitas hidup adalah
jenis kelamin, dan pekerjaan.
3. Jurnal 3 (Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Tidur pad Paisen
Congestive Heart Failure)
Pada Jurnal “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Tidur pad Paisen
Congestive Heart Failure” peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan kualitas tidur pada pasien CHF yang dirawat di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.
CHF menimbulkan berbagai gejala klinisdiantaranya;dipsnea, ortopnea,
pernapasan Cheyne-Stokes, Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND), asites, piting edema,
berat badan meningkat, dan gejala yang paling sering dijumpai adalah sesak nafas pada
malam hari, yang mungkin muncul tiba-tiba dan menyebabkan penderita terbangun.
Munculnya berbagai gejala klinis pada pasien gagal jantung tersebut akan menimbulkan
masalah keperawatan dan mengganggu kebutuhan dasar manusia salah satudiantaranya
adalah tidur seperti adanya nyeri dada pada aktivitas, dyspnea pada istirahat atau
aktivitas, letargi dan gangguan tidur. Selain itu usia, jenis kelamin, budaya, makna nyeri,
perhatian, kecemasan, keletihan dan pengalaman sebelumnya dapat mempengaruhi
respon dan persepsi nyeri. Gangguan tidur adalah simptom yang paling sering dilaporkan
pada pasien CHF dan dirasakan oleh 75% penderitanya. Faktor yang berhubungan
dengan gangguan tidur pada kelompok ini multidimensional seperti karakteristik
demografi (jenis kelamin, umur), perjalanan penyakit CHF, beberapa masalah kesehatan
(nyeri, depresi), simptom dari CHF , medikasi, stress dan kecemasan.
Berdasarkan Hasil uji statistik dalam penelitian ini pada faktor tingkat nyeri
diperoleh ρvalue 0,925 > α (0,05), sehingga didapatkan kesimpulan tidak ada hubungan
antara tingkat nyeri dengan kualitas tidur responden. Hasil uji statistik terhadap faktor
kecemasan diperoleh ρvalue 0,001 < α (0,05), sehingga didapatkan kesimpulan ada
hubungan antara kecemasan dengan kualitas tidur responden. Hasil uji statistik terhadap
faktor pernapasan (PND) diperoleh ρvalue 0,008 < α (0,05), sehingga didapatkan
kesimpulan ada hubungan antara pernpasan ( PND) dengan kualitas tidur responden.
Hasil uji statistik terhadap faktor kelebihan cairan diperoleh ρ value 0,985 > α (0,05),
sehingga didapatkan kesimpulan tidak ada hubungan antara kelebihan cairan dengan
kualitas tidur responden.
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association. 2012. Understand your risk for herat failure.
http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/Unde
rstandYourRiskforHeartFailure/Understand-Your-Risk-for-Heart-
Failure_UCM_002046_Article.jsp
Hudak, C.,M., & Gallo, B.,M.. 2010. Keperawatan Kritis Holistik (VIII ed.Vol I). Jakarta: EGC.
Kasron. 2012. Buku Ajar Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Yogyakarta: Nuha Medika.
Nurarif A. H & Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC NOC. Yogyakarta:Media Action Publishing.
Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
PotterA Patricia & Perry A Griffin. 2007. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Konsep Proses
dan Praktik, Alih Bahasa Renata Komalasari, Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC.
Wijaya Andra Sefari & Yessie Mariza Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah .Yogyakarta:
Nuha Medika.
Nirmalasari, N. (2017). Deep Breathing Exercise and Active Range of Motion Effectively
Reduce Dyspnea in Congestive Heart Failure Patients. NurseLine Journal, 2(2), 159.
https://doi.org/10.19184/nlj.v2i2.5940
Akhmad, A. N. (2018). Kualitas hidup pasien Gagal Jantung Kongestif (GJK) Berdasarkan
karakteristik Demografi. Jurnal Keperawatan Soedirman, 11(1), 27.
https://doi.org/10.20884/1.jks.2016.11.1.629