Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Costa atau iga merupakan salah satu komponen pembentuk rongga dada
yang memiliki fungsi untuk memberikan perlindungan terhadap organ didalamnya
dan yang lebih penting adalah mempertahankan fungsi ventilasi paru.
Fraktur costa atau iga terutama disebabkan karena trauma tumpul dada. Perlu
ketelitian untuk membedakan apakah kontusio dinding dada atau fraktur kosta.
Fraktur ini sebagian terbesar disebabkan kecelakaan lalu lintas diikuti jatuh dari
tempat yang tinggi.
Costa merupakan salah satu komponen pembentuk rongga dada yang
memiliki fungsi untuk memberikan perlindungan terhadap organ didalamnya dan
yang lebih penting adalah mempertahankan fungsi ventilasi paru. Fraktur costa
akan menimbulkan rasa nyeri, yang mengganggu proses respirasi, disamping itu
adanya komplikasi dan gangguan lain yang menyertai memerlukan perhatian
khusus dalam penanganan terhadap fraktur ini. Pada anak fraktur costa sangat
jarang dijumpai oleh karena costa pada anak masih sangat lentur.
Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah depan,
samping ataupun dari arah belakang. Trauma yang mengenai dada biasanya akan
menimbulkan trauma costa, tetapi dengan adanya otot yang melindungi costa pada
dinding dada, maka tidak semua trauma dada akan terjadi fraktur costa.
Sebanyak 25% dari kasus fraktur costa tidak terdiagnosis, dan baru
terdiagnosis setelah timbul komplikasi, seperti hematotoraks dan pneumotoraks.
Hal ini dapat terjadi pada olahragawan yang memiliki otot dada yang kuat dan
dapat mempertahankan posisi frakmen tulangnya.

B. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:

1
1. Mengetahui konsep dasar penyakit fraktur iga (pengertian, anatomi rongga
dada, klasifikasi fraktur, klasifikasi fraktur iga, etiologi, patofisiologi, tanda
dan gejala, pemeriksaan diagnostik, dan penatalaksanaan medis).
2. Mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan kegawatdaruratan fraktur iga
(pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi).

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian
Fraktur iga yaitu retak atau rusaknya struktur tulang iga. Fraktur pada iga
(costae) merupakan kelainan tersering yang diakibatkan trauma tumpul pada
dinding dada (Smeltzer dan Bare, 2011)
Fraktur pada iga (costae) merupakan kelainan tersering yang diakibatkan
trauma  tumpul pada dinding dada.  Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan
fraktur iga, oleh karena luas permukaan trauma yang sempit, sehingga gaya
trauma dapat melalui sela iga.
Fraktur pada iga (costae) adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang /
tulang rawan yang disebabkan oleh ruda paksa pada spesifikasi lokasi pada
tulang costa. Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga, oleh karena
luas permukaan trauma yang sempit, sehingga gaya trauma dapat melalui sela
iga. Fraktur iga terutama pada iga IV-X (mayoritas terkena). Perlu diperiksa
adanya kerusakan pada organ-organ intra-toraks dan intra abdomen.

2. Anatomi Rongga Dada


Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan, dibatasi oleh:
a. Depan : Sternum dan tulang iga.
b. Belakang : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis).
c. Samping : Iga-iga beserta otot-otot intercostal.
d. Bawah : Diafragma
e. Atas : Dasar leher.
Adapun isisnya:
a. Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru beserta
pembungkus pleuranya.

3
b. Mediatinum: ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya
meliputi jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus, aorta
desendens, duktus torasika dan vena kava superior, saraf vagus dan frenikus
serta sejumlah besar kelenjar limfe (Pearce, 2015).

3. Klasifikasi Fraktur

Penampilkan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang


praktis, dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
a.   Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1)  Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi.
2)  Fraktur Terbuka (Open/Compound),  bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.
b.   Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
1)   Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2)   Fraktrul Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang seperti:
a)   Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b)   Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
c)   Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
c.  Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma.
1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.

4
2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3)  Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4)  Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5)   Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.
d.   Berdasarkan jumlah garis patah.
1)   Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2)   Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3)   Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
e.   Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1)  Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2)  Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a)  Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah 
sumbu dan overlapping).
b)   Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c)   Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
f.     Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
1) 1/3 proksimal
2) 1/3 medial
3) 1/3 distal
g.    Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.

5
h.   Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan
jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement.

4. Klasifikasi Fraktur Iga

a.    Menurut jumlah costa yang mengalami fraktur dapat dibedakan :


1) Fraktur simple
2) Fraktur multiple
b .    Menurut jumlah fraktur pada setiap costa dapat :
1) Fraktur segmental
2) Fraktur simple
3) Fraktur comminutif
c.     Menurut letak fraktur dibedakan :
1) Superior (costa 1-3)
2) Median (costa 4-9)
3) Inferior (costa 10-12).
d.    Menurut posisi :
1) Anterior,
2) Lateral
3) Posterior.

6
5. Etiologi

Secara garis besar penyebab fraktur iga dapat dibagi dalam 2 kelompok :

a. Disebabkan trauma

1) Trauma tumpul

Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur costa


antara lain: Kecelakaan lalulintas,kecelakaan pada pejalan kaki ,jatuh dari
ketinggian, atau jatuh pada dasar yang keras atau akibat perkelahian.

2) Trauma Tembus

Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa :Luka


tusuk dan luka tembak

b. Disebabkan bukan trauma

Yang dapat mengakibatkan fraktur costa ,terutama akibat gerakan yang


menimbulkan putaran rongga dada secara berlebihan atau oleh karena
adanya gerakan yang berlebihan dan stress fraktur,seperti pada gerakan
olahraga : Lempar martil, soft ball, tennis, golf.

6. Patofisiologi

Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah
depan,samping ataupun dari arah belakang.Trauma yang mengenai dada
biasanya akan menimbulkan trauma costa,tetapi dengan adanya otot yang
melindungi costa pada dinding dada,maka tidak semua trauma dada akan terjadi
fraktur costa.
Pada trauma langsung dengan energi yang hebat dapat terjadi fraktur
costa pada tempat traumanya .Pada trauma tidak langsung, fraktur costa dapat
terjadi apabila energi yang diterimanya melebihi batas tolerasi dari kelenturan
costa tersebut.Seperti pada kasus kecelakaan dimana dada terhimpit dari depan

7
dan blakang,maka akan terjadi fraktur pada sebelah depan dari angulus
costa,dimana pada tempat tersebut merupakan bagian yang paling lemah.
Fraktur costa yang “displace” akan dapat mencederai jaringan sekitarnya
atau bahkan organ dibawahnya.Fraktur pada costa ke 4-9 dapat mencederai
a.intercostalis ,pleura visceralis,paru maupun jantung ,sehingga dapat
mengakibatkan timbulnya hematotoraks,pneumotoraks ataupun laserasi
jantung.

7. Tanda dan Gejala

a. Nyeri tekan, crepitus dan deformitas dinding dada


b. Adanya gerakan paradoksal
c. Tanda–tanda insuffisiensi pernafasan : Cyanosis, tachypnea.
d. Kadang akan tampak ketakutan dan cemas, karena saat bernafas bertambah
nyeri
e. Korban bernafas dengan cepat , dangkal dan tersendat . Hal ini sebagaiusaha
untuk membatasi gerakan dan mengurangi rasa nyeri.
f. Nyeri tajam pada daerah fraktur yang bertambah ketika bernafas dan batuk
g. Mungkin terjadi luka terbuka diatas fraktur, dan dari luka ini dapat terdengar
suara udara yang “dihisap” masuk ke dalam rongga dada.
h. Gejala-gejala perdarahan dalam dan syok.

8. Pemeriksaan Diagnostik

a. Rontgen standar
1) Rontgen thorax anteroposterior dan lateral dapat membantu diagnosis
hematothoraks dan pneumothoraks ataupun contusio pulmonum,
mengetahui jenis dan letak fraktur costae.
2) Foto oblique membantu diagnosis fraktur multiple pada orang dewasa.
Pemeriksaan Rontgen toraks harus dilakukan untuk menyingkirkan
cedera toraks lain, namun tidak perlu untuk identifikasi fraktur iga.

8
b. EKG
c. Monitor laju nafas, analisis gas darah
d. Pulse oksimetri

9. Penatalaksanaan Medis

a. Fraktur 1-2 iga tanpa adanya penyulit/kelainan lain : konservatif (analgetika)

b. Fraktur >2 iga : waspadai kelainan lain (edema paru, hematotoraks,


pneumotoraks)

c. Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit pneumotoraks,


hematotoraks, atau kerusakan organ intratoraks lain, adalah:

1) Analgetik yang adekuat (oral/ iv / intercostal block)

2) Bronchial toilet

3) Cek Lab berkala : Hb, Ht, Leko, Tromb, dan analisa gas darah

4) Cek Foto Ro berkala

Dengan blok saraf interkostal, yaitu pemberian narkotik ataupun relaksan


otot merupakan pengobatan yang adekuat. Pada cedera yang lebih hebat,
perawatan rumah sakit diperlukan untuk menghilangkan nyeri, penanganan
batuk, dan pengisapan endotrakeal.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Kegawatdaruratan

a. Pengkajian Primer
1) Data Subjektif
a) Riwayat Penyakit Pasien
 Pasien mengeluh sesak
 Pasien mengeluh nyeri pada dada (biasanya pada pasien fraktur
rusuk dan sternum)

9
 Pasien mengeluh batuk berdarah, berdahak
 Pasien mengeluh lemas, lemah
 Pasien mengatakan mengalami kecelakaan dan terbentur dan
tertusuk di bagian dada
b) Riwayat Kesehatan Pasien
 Riwayat penyakit sebelumnya
 Riwayat pengobatan sebelumnya
 Adanya alergi
2. Data Objektif
a. Airway (A)
Batuk dengan sputum kental atau darah, terkadang disertai dengan
muntah darah, krekels (+), jalan nafas tidak paten.
b. Breathing (B)
Adanya napas spontan, dengan gerakan dada asimetris (pada pasien
tension pneumotoraks), napas cepat, dipsnea, takipnea, suara napas
kusmaul, napas pendek, napas dangkal.
c. Circulation (C)
Terjadi hipotensi, nadi lemah, pucat, terjadi perdarahan, sianosis,
takikardi
d. Disability (D)
Penurunan kesadaran (apabila terjadi penanganan yang terlambat)
b. Pengkajian Sekunder
1) Eksposure (E)
Adanya kontusio atau jejas pada bagian dada. Adanya penetrasi penyebab
trauma pada dinding dada
2) Five Intervention / Full set of vital sign (F)
a) Tanda – tanda vital : RR meningkat, HR meningkat, terjadi
hipotensi
b) Pulse oksimetri : mungkin terjadi hipoksemia
c) Aritmia jantung

10
d) Pemeriksaan Lab :
o Gambaran pada hasil X ray yang biasa dijumpai :
 Kontusio paru : bintik-bintik infiltrate
 Pneumotoraks : batas pleura yang radiolusen dan tipis, hilangnya
batas paru (sulit mendiagnosa pada foto dengan posisi supinasi).
 Injury trakeobronkial : penumomediastinum, udara di servikal.
 Rupture diafragma : herniasi organ abdomen ke dada, kenaikan
hemidiafragma.
 Terdapat fraktur tulang rusuk, sternum, klavikula, scapula dan
dislokasi sternoklavikular.
o CT scan dapat ditemukan gambaran hemotoraks, pneumotoraks,
kontusi paru atau laserasi, pneumomediastinum, dan injuri
diafragma.
o Esofagogram dan atau esofagografi dilakukan jika dicurigai injury
esophagus.
o Broncoskopy untuk terjadi trakeobronkial injury.
o Echokardiogram akan memperlihatkan gambaran tamponade jantung
(pada umumnya echokariogram digunakan utuk melihat cedera
pada katup jantung)
o EKG akan memperlihatkan adanya iskemik, aritmia berhubungan
dengan miokardia kontusion atau iskemia yang berhubungan
dengan cedera pada arteri koronaria.
o Pemeriksaan cardiac enzym kemungkinan meningkat berhubungan
dengan adanya iskemik atau infak yang disebabkan dari hipotensi
miokardia kontusion.
3) Give comfort / Kenyamanan (G) : pain assessment (PQRST)
Adanya nyeri pada dada yang hebat, seperti tertusuk atau tertekan, terjadi
pada saat bernapas, nyeri menyebar hingga abdomen
4) Head to toe (H)
Lakukan pemeriksaan fisik terfokus pada :

11
- Daerah kepala dan leher : mukosa pucat, konjungtiva pucat, DVJ
(Distensi Vena Jugularis)
- Daerah dada :
Inspeksi : penggunaan otot bantu napas, pernapasan Kussmaul, terdapat
jejas, kontusio, penetrasi penyebab trauma pada daerah dada.
Palpasi : adanya ketidak seimbangan traktil fremitus, adanya nyeri tekan
Perkusi : adanya hipersonor
Auskultasi : suara napas krekels, suara jantung abnormal. Terkadang
terjadi penurunan bising napas.
- Daerah abdomen : herniasi organ abdomen
- Daerah ekstrimitas : pada palpasi ditemukan penurunan nadi femoralis

2. Diagnosis
Berdasarkan prioritas kegawatdaruratan, diagnosa yang diangkat adalah
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
akibat sekret darah
b. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
c. Kerusakan Pertukaran Gas berhubungan dengan gangguan pertukaran O2
dan CO2
d. PK Perdarahan
e. PK Syok Kardiogenik

3. Perencanaan

No Diagnosa Rencana Keperawatan


Tujuan Intervensi Rasional
1 Bersihan jalan Setelah diberikan Mandiri
nafas tidak efektif askep selama 1) Airway
berhubungan 3 x 24 jam, klien Management
dengan obstruksi diharapkan (manajemen jalan
jalan nafas akibat bersihan jalan nafas nafas):
sekret darah kembali a) Auskultasi a) bunyi ronchi
efektif dengan kriteria bunyi nafas menandakan

12
hasil: tambahan; ronchi, terdapat
wheezing. penumpukan sekret
Respiratory status: atau
airway sekret berlebih di
patency (status jalan
pernapasan: nafas.
kepatenan jalan b) Berikan posisi b) posisi
napas) yang nyaman memaksimalkan
· Frekuensi untuk ekspansi paru dan
pernapasan dalam mengurangi menurunkan upaya
batas normal (16- dispnea. pernapasan.
20x/mnt) (skala 5 = Ventilasi
no deviation from maksimal
normal range) membuka area
· Irama pernapasn atelektasis dan
normal (skala 5 = no meningkatkan
deviation from gerakan
normal range) sekret ke jalan
· Kedalaman nafas besar
pernapasan normal untuk dikeluarkan.
(skala 5 = no c) Bersihkan sekret c) mencegah
deviation from dari mulut dan obstruksi
normal range) trakea; lakukan atau aspirasi.
· Klien mampu penghisapan sesuai Penghisapan
mengeluarkan sputum keperluan. dapat diperlukan
secara efektif (skala 5 bia klien
= no deviation from tak mampu
normal range) mengeluarkan
Tidak ada akumulasi sekret sendiri.
sputum d) Bantu klien d) memaksimalkan
(skala 5 = none) untuk batuk dan pengeluaran
nafas sputum.
dalam.
e) Ajarkan batuk e) membantu
efektif. mempermudah
pengeluaran sekret.
f) Anjurkan asupan f) mengoptimalkan
cairan adekuat. keseimbangan
cairan dan
membantu
mengencerkan
sekret sehingga
mudah
Kolaborasi dikeluarkan.

13
g) Kolaborasi g) meringankan
pemberian oksigen kerja
paru untuk
memenuhi
kebutuhan oksigen.
h) Kolaborasi h) broncodilator
pemberian meningkatkan
broncodilator ukuran
sesuai indikasi. lumen percabangan
trakeobronkial
sehingga
menurunkan
tahanan
terhadap aliran
udara.
2 Pola Nafas tidak Setelah diberikan Monitoring Monitoring
efektif askep selama …x24 respirasi respirasi
berhubungan jam diharapkan pola 1. Pantau RR, 1. Ketidakefektifan
dengan napas klien efektif irama dan pola napas
penurunan dengan kriteria hasil: kedalaman dapat dilihat
ekspansi paru Status pernapasan: pernapasan dari
ventilasi klien peningkatan
- Kedalaman atau penurunan
pernapasan normal RR, serta
(skala 5 = no perubahan
deviation from dalam irama
normal range) dan kedalaman
- Tidak tampak pernapasan
penggunaan otot 2. Pantau adanya 2. Penggunaan otot
bantu pernapasan penggunaan bantu
(skala 5 = no otot bantu pernapasan dan
deviation from pernapasan dan retraksi dinding
normal range) retraksi dinding dada
- Tidak tampak dada pada klien menunjukkan
retraksi dinding dada terjadi
(skala 5 = no gangguan
deviation from ekspansi paru
normal range) Memfasilitasi Memfasilitasi
Tanda-tanda vital ventilasi ventilasi
- Frekuensi 1. Berikan posisi 1. Posisi
pernapasan dalam semifowler semifowler
batas normal (16- pada klien dapat
20x/mnt) (skala 5 = membantu
no deviation from meningkatkan

14
normal range) toleransi tubuh
untuk inspirasi
dan ekspirasi
2. Pantau status 2. Kelainan status
pernapasan dan pernapasan dan
oksigen klien perubahan
saturasi O2
dapat
menentukan
indikasi terapi
untuk klien
3. Berikan dan 3. Pemberian
pertahankan oksigen sesuai
masukan indikasi
oksigen pada diperlukan
klien sesuai untuk
indikasi mempertahanka
n masukan O2
saat klien
mengalami
perubahan
3 Kerusakan Setelah diberikan Airway Airway
Pertukaran Gas asuhan keperawatan Management Management
berhubungan selama ... x 30menit a. Buka jalan a. untuk
dengan gangguan diharapkan gangguan nafas, gunakan memperlancar
pertukaran O2 pertukaran gas dapat teknik chin lift jalan napas
dan CO2 diatasi dengan kriteria atau jaw thrust klien.
hasil: bila perlu.
-Mendemonstrasikan b. Posisikan pasien b. memaksimalkan
peningkatan untuk ventilasi klien.
ventilasi dan memaksimalkan
oksigenasi yang ventilasi.
adekuat c. Keluarkan sekret c. menghilangkan
- Tidak ada sianosis dengan batuk obstruksi jalan
dan dyspneu atau suction. napas klien.
(mampu bernafas d. Auskultasi suara
dengan mudah) nafas, catat d. memantau
- RR= 16-20 x/menit adanya suara kondisi jalan
tambahan. napas klien.
Respiratory
Monitoring Respiratory
a. Monitor rata – Monitoring
rata, a. mengetahui
kedalaman, karakteristik

15
irama dan napas klien
usaha respirasi.
b. Catat
pergerakan b. penggunaan otot
dada, amati bantu
kesimetrisan, pernapasan
penggunaan menandakan
otot tambahan, perburukan
retraksi otot kondisi klien
supraclavicular
dan intercostal
4 PK Perdarahan Setelah diberikan Bleeding Bleeding
Askep Reduction Reduction
selama … x 24 jam a. Identifikasi a. Untuk mencegah
diharapkan penyebab adanya trauma
perdarahan dapat perdarahan sekunder akibat
berkurang penyebab
bahkan berhenti. perdarahan
b. Berikan b. Meminimalisir
penekanan pada terjadinya
area perdarahan perdarahan hebat
dan membatasi
perdarahan
c. Perdarahan
c. Identifikasi dengan volume
jumlah besar dapat
perdarahan dan meningkatkan
warna darah risiko terjadinya
syok
hipovolemik
d. Penurunan status
d. Perhatikan kesadaran dan
kondisi TTV dan kondisi TTV
status kesadaran klien dapat
klien mengindikasikan
klien mengalami
perburukkan
kondisi
e. Penurunan
e. Perhatikan asupan oksigen
asupan oksigen ke jaringan dapat
ke jaringan : cek meningkatkan
CRT klien risiko terjadinya
shock pada

16
pasien
f. Meningkatnya
pergerakan
f. Anjurkan klien berisiko
untuk terhadap
mengurangi perdarahan yang
aktivitas atau lebih hebat dan
pergerakan meningkatkan
terjadinya ruptur
Kolaborasi :
a. Adanya
Kolaborasi : perubahan
a. Lakukan jumlah
pemerikasaan komponen darah
komponen dapat membantu
darah dalam
menentukan
intervensi
lanjutan
b. Membantu
mengganti
b. Pemasangan cairan dan
infus elektrolit yang
telah hilang
akibat
perdarahan
c. Membantu
mengganti darah
c. Pemberian yang telah
tranfusi (sesuai banyak hilang
indikasi) akibat
perdarahan
5 PK Syok Setelah diberikan Shock Shock
Kardiogenik Askep Management: Management:
selama … x 24 jam Cardiac Cardiac
diharapkan syok a. Monitor tanda a. Penurunan
kardiogenik dapat dan gejala dari cardiac output
diatasi penurunan dapat
cardiac output menyebabkan
penurunan
kondisi pasien
b. Auskultasi suara b. Adanya suara
paru-paru paru-paru
tambahan dapat

17
mengindikasikan
adanya obstruksi
atau gangguan
pada jalan nafas
c. Kaji kondisi c. Kondisi TTV
TTV dan status klien dapat
mental pasien mengindikasikan
klien mengalami
perburukkan
kondisi
Kolaborasi: Kolaborasi:
a. Monitor adanya a. Penurunan
ketidakadekuat perfusi arteri
an perfusi arteri koronaria dapat
koronaria mengindikasikan
(dengan gangguan pada
pemasangan curah jantung
EKG)
b. Monitor dan b.Mengindikasikan
evaluasi adanya adanya
hipoksia gangguan pada
jaringan : cek jaringan perifer
CRT
c. Berikan c. Pemberian
resusitasi cairan resusitasi
dan obat bertujuan untuk
vasopressor menormalkan
sesuai indikasi MAP >90
mmHg
d. Persiapkan d. Untuk
pasien untuk memperbaiki
Cardiac vaskularisasi
Revascularizati pasien terutama
on dari jantung
(percutaneous
coronary
intervention)
(jika
diinstruksikan)
e. Berikan oksigen e. Membantu
sesuai indikasi meningkatkan
asupan oksigen
ke jaringan

18
4. Pelaksanaan

Implementasi dilaksanakan berdasarkan perencanaan yang telah dibuat.

5. Evaluasi

Evaluasi dinyatakan berhasil apabila kriteria hasil dari masing – masing


diagnosi telah tercapai.
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
akibat sekret darah
Klien mampu batuk dan mengeluarkan sputum dengan efektif.
Bunyi napas klien normal tidak ada ronchi.
Frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan normal dengan RR : 12-20
x/menit
b. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
Kedalaman pernapasan normal (skala 5 = no deviation from normal range)
Tidak tampak penggunaan otot bantu pernapasan (skala 5 = no deviation
from normal range)
Tidak tampak retraksi dinding dada (skala 5 = no deviation from normal
range)
Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/mnt) (skala 5 = no
deviation from normal range)
c. Kerusakan Pertukaran Gas berhubungan dengan gangguan pertukaran O2
dan CO2
Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
Tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu bernafas dengan mudah)
RR= 16-20 x/menit
d. PK Perdarahan
Setelah diberikan Askep diharapkan perdarahan dapat berkurang bahkan
berhenti.
e. PK Syok Kardiogenik

19
Setelah diberikan Askep diharapkan syok kardiogenik dapat diatasi

20
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizaberth. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Muslihah. (2010). Keperawatan Gawat Darurat. Yokyakarta: Nuha Medika.

Smeltze, & Barre. (2011). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Sutrisno. (2013). Keperawatan Kegawat Daruratan. Jakarta: Media Aesculapins.

21

Anda mungkin juga menyukai