Disusun Oleh:
Annida Hasanah, S.Kep
11194692010059
Menyetujui,
Menyetujui,
Mengetahui,
Ketua Jurusan Program Studi Profesi Ners
Head femur atau yang biasa disebut dengan kepala femur adalah
tombol tulang dibagian atas tulang paha. Bagian ini berbentuk seperti
bola yang menghubungkan antara paha dengan panggul dan
membentuk sendi panggul. Bagian head femur ini didukung dengan
adanya cairan synovial yang memungkinkan pergerakan kesegala arah.
Femur adalah tulang paha yang merupakan tulang panjang pada
ekstremitas bagian bawah. Poros femur panjang dan silindris serta
memuncak dibagian atas dengan tiga tonjolan yang disebut dengan
trokhanter mayor, trokhanter minor, dan kepala femur atau head femur.
Kepala femur adalah bagian tengah, yang merupakan bagian terbesar
dari tonjolan tersebut dan didukung oleh sebuah cabang kecil dari tulang
yang disebut dengan leher femur atau neck femur. Leher femur
mengarah menuju ke pinggul dengan sudut sekitar 126 derajat, sehingga
dapat menghubungkan dengan acetabulum. Sebuah gerakan pada
bagian ini dengan sudut kecil yang tidak teratut atau sudut besar yang
teratur dapat menyebabkan knock-lutut atau bowleggedness. Head
femur hampir bulat, halus, dan berselubung oleh tulang rawan. Tulang
rawan ini membantu melindungi tulang paha dan panggul selama
gerakan sendi panggul.
Sendi pinggul adalah sendi sinovial, dimana ditandai dengan
membran sinovial yang mengeluarkan cairan pelumas sinovial, yang
mengisi ruang pada tulang yang disebut dengan rongga sinovial. Cairan
ini membuat lapisan tulang rawan pada kepala femoral dan acetabulum
licin untuk mencegah gesekan dan kerusakan pada tulang (Kenney,
Caitlin. 2014). Pada Head Femur terdapat beberapa ligamen yaitu :
a. Ligamentum iliofmoraleapexnya terdapat pada os. Illium di antara
dua caput muskulus rectus femoris. Ligamen yang sangat tebal ini
berujung pada trochanter major dan minor. Ligamentum iniberfungsi
mempertahankan art. coxae tetap ekstensi, menghambat rotasi
femur, mencegah batang berputar ke belakang pada waktu berdiri
sehingga mengurangi kebutuhan kontraksi otot untuk
mempertahankan posisi tegak. Ligamentum iliofemorale adalah
ligamentum terkuat yang terdapat pada sendi ini.
b. Ligamentum ischiofemorale mengelilingi caput femoris, jika dilihat
dari posterior. Ligamentum ini berfungsi mencegah rotasi interna
(endorotasi) dari caput femoris.
c. Ligamentum pubofemoralis terdapat pada bagian
inferomedialdengan origo yang lebar pada pubis dan insersionya
pada trochanter minor.Ligamentum ini berfungsi mencegah abduksi,
ekstensi, dan rotasi externa (eksorotasi).
d. Ligamentum transversum acetabuli dan Ligamentum capitifemoris.
Bagian bolong disebut zona orbicularis. Capsula articularis:
membentang dari lingkar acetabulum ke linea intertrochanterica dan
crista intertrochanterica.
e. Ligamentum teres femoris berbentuk pipih dan segitiga.
Ligamentum ini melekat melalui puncaknya pada lubang yang ada
di caput femoris dan melalui dasarnya pada ligamentum
transversum dan pinggir incisura acetabuli. Ligamentum ini terletak
pada sendi dan dan dibungkus membrana synovial
Suplai darah head femur berasal dari sumber yaitu:
Vaskularisasi sampai ujung os femur pada Art.Coxae dibentuk
oleh tiga kelompok besar:
a. Pembuluh darah yang melewati colum femoris bersama dengan
retinacula kapsularis dan memasuki caput melalui foramina besar
pada basis caput. Pembuluh darah ini berasal dari cabang arteri
sirkumfleksa femoralis melalui anastomiss dengan arteri cruciate
dan arteri trochanterica. Pada orang dewasa ini merupakan sumber
pasokan darah terpenting.
b. Pembuluh darah dalam ligamentum teres yang memasuki caput
melaluli foramina kecil pada fovea. Pembuluh ini berasal dari
cabang arteri obturatoria.
c. Melalui diafisis dari pembuluh darah femoralis nutrisia.
Pada fraktur collum femoris sering terjadi terganggunya aliran darah
ke caput femori. Pembuluh darah Retinacular superior dan pembuluh
epifisial merupakan sumber terpenting untuk suplai darah. Pada fraktur
terbuka dapat menyebabkan kerusakan jaringan sekitarnya termasuk
pembuluh darah dan sinovial (Woon, Colin dan Taylor Ben. 2014).
Sumber utama dari pasokan darah ke head femur disuplai oleh
arteri sirkumfleksa femoralis medial dan lateral. Jika arteri ini rusak,
kepala femur tergantung pada arteri kecil di ligamentum kepala femur,
atau ligamentum teres. Ligamentum ini melekat pada acetabulum di satu
ujung dan fovea kepala femur di sisi lain. Fovea adalah cekungan bulat
telur di kepala femoral, hanya sedikit di bawah pusatnya. Kerusakan di
head femur jarang terjadi, tetapi dapat terjadi dalam kasus dislokasi
pinggul (Kenney, Caitlin. 2014).
2. Definisi
Fraktur head femur adalah rusaknya kontinuitas pada tulang femur
pada bagian kaput. Fraktur ini jarang terjadi dan berkaitan dengan
adanya fraktur dislokasi hip. Lokasi dan ukuran dari fraktur serta tingkat
kominusi tergantung pada posisi pinggul saat dislokasi. Kejadian head
femur ini jarang terjadi. Fraktur head femur terjadi sebagai akibat dari
cedera misalnya karena benturan, jatuh dari ketinggian, cedera olahraga,
kecelakaan industry. 5- 15% dari dislokasi pinggul posterior berhubungan
dengan fraktur head femur karena fraktur terjadi antara head femur dan
acetabulum posterior dimana dapat mengakibatkan fraktur impaksi atau
lekukan dari head femur (Woon, Colin dan Taylor Ben. 2014).
3. Etiologi
a. Penyebab fraktur femur antara lain:
1) Fraktur femur terbuka
Disebabkan oleh trauma langsung pada paha
2) Fraktur femur tertutup
Disebabkan oleh trauma langsung atau kondisi tertentu, seperti
degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau keganasan
tulang paha yang menyebabkan fraktur patologis (Arif Muttaqin,
2014).
b. Terjadinya fraktur head femur yaitu :
1) 10% dapat diakibatkan dari adanya dislokasi hip posterior
2) 25%-75% dapat disebabkan karena dislokasi hip anterior
4. Klasifikasi
a. Tipe 1
Fraktur terjadi di bawah fovea, tidak melibatkan bagian berat tubuh
dari head femur.
b. Tipe 2
Fraktur terjadi diatas fovea, dan melibatkan bagian berat tubuh dari
head femur.
c. Tipe 3
Fraktur yang terjadi pada di bagian head femur dengan disertai pula
pada bagian neck femur. Pada tipe ini, dapat menyebabkan
tingginya insiden AVN (avascular necrosis).
d. Tipe 4
Fraktur pada head femur yang melibatkan bagian acetabular (Woon,
Colin dan Taylor Ben. 2014).
Biasanya diperlukan waktu trauma yang cukup ekstrim untuk
menyebabkan kerusakan tersebut dan mungkin memerlukan
pembedahan. Gangguan ke salah satu arteri utama dapat menyebabkan
nekrosis avascular, di mana sel-sel mulai mati karena kekurangan suplai
darah. Ini merupakan komplikasi serius dan dapat memerlukan
penggantian pinggul (Kenney, Caitlin. 2014).
5. Manifestasi Klinis
Gejala Trias Klinis Dari Fraktur Head Femur
a. Nyeri hebat di tempat fraktur
b. Tidak mampu menggerakkan ekstremitas bawah
c. Rotasi luar dari kaki lebih pendek
d. Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah,
bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.
6. Patofisiologi
Fraktur femur adalah gangguan pada tulang paha biasanya
disebabkan oleh trauma gangguan adanya gaya dalam tubuh yaitu
stress, gangguan fisik, gangguan metabolik, patologik. Kemampuan otot
mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan
pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah
menurun. COP menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan.
Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem
lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur femur terbuka atau
tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan
gangguan rasa nyaman seperti nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang
dan dapat terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga
mobilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai
jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi
dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan
kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya
disebabkan oleh trauma gangguan metabolic, patologik yang terjadi itu
terbuka atau tertutup. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka
maupun tertutup akan dilakukan imobilitas yang bertujuan untuk
mempertahanakan fragmen yang telah dihubungkan, tetap pada
tempatnya sampai sembuh.
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan
rupturnya pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan. Respon dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi
tubuh, sebagai contoh vasokontriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi
visceral. Karena ada cedera, respon terhadap berkurangnya volume
darah yang akut adalah peningkatan detah jantung sebagai usaha untuk
menjaga output jantung, pelepasan katekolamin- katekolamin endogen
meningkatkan tahanan pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan
tekanan darah diastolik dan mengurangi tekanan nadi (pulse pressure),
tetapi hanya sedikit membantu peningkatan perfusi organ. Hormon-
hormon lain yang bersifat vasoaktif juga dilepaskan ke dalam sirkulasi
sewaktu terjadinya syok, termasuk histamin, bradikinin beta-endorpin
dan sejumlah besar prostanoid dan sitokin-sitokin lain. Substansi ini
berdampak besar pada mikro-sirkulasi dan permeabilitas pembuluh
darah.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar
tempat patah dan kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut.
Jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan
biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast
berakumulasi sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah
ketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa- sisa sel mati
dimulai. Ditempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan
berfungsi sebagai jala- jala untuk melakukan aktivitas astoeblast
terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan
fibrin direabsorbsi dan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat
menurunkan asupan darah ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan
saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat
anoreksia jaringan yang mengakibatkan rusaknya serabut saraf meupun
jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner
& Suddarth, 2012).
7. Pathway
Hematoma pada
Fragmen tulang yang daerah fraktur
patah menusuk organ Gangguan
sekitar panggul integritas kulit
Nyeri Akut
Aliran darah ke Port de entry
daerah distal kuman
berkurang atau
Kompartemen terhambat
sindrom, Resiko infeksi
keterbatasan
aktifitas
Warna jaringan
pucat, nadi lemah, Perfusi Perifer
sianosis, Tidak Efektif
Defisit perawatan kesemutan
diri
Kerusakan neuro
muskular
Gangguan fungsi
organ distal
Gangguan
mobilitas fisik
Tindakan Operasi
Total Hip
Replacement (THR)
Terakumulasi
Risiko
sekret
Perdarahan
Bersihan jalan
napas tidak
efektif
Lidah jatuh
Menutup
jalan napas
8. Penatalaksanaan Medis
a. Non operatif
1) Hip reduction
Indikasi:
a) Dislokasi akut
b) Mengurangi terjadinya dislokasi pinggul dalam waktu 6 jam
2) TDWB x 4-6 minggu, membatasi adduksi dan rotasi internal
Indikasi:
a) Fraktur head femur tipe 1
b) Fraktur head femur tipe 2 dengan laserasi tulang <1 mm
c) Fragmen tidak stabil
d) Sendi pinggul dalam kondisi stabil
b. Operatif
1) ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
2) THR (Total Hip Replacement)
3. Pemeriksaan Penunjang
Secara umum, pemeriksaan laboratorium atau diagnostik sangat
penting dilakukan untuk membantu menentukan diagnosa, memantau
perjalanan penyakit serta menentukan prognosa. Informasi yang
bermanfaat tentang pasien ortopedi dapat diperoroleh dari berbagai
prosedur diagnostik. Masing-masing prosedur mungkin tidak
diindikasikan untuk semua pasien. Akan tetapi, secara umum
pemeriksaan yang spesifik menunjukkan data yang paling penting
mengenai kondisi pasien. Pembagian pemeriksaan diagnostik dibagi
menjadi pemeriksaan diagnosik noninvasif dan invasif.
a. Pemeriksaan diagnostik noninvasif antara lain rontgen, MRI, dan
CT.
b. Pemeriksaan diagnostik invasif antara lain antrogram
c. Mielogram
d. Skan tulang
e. Aspirasi sendi
f. Biopsi
g. Artroskopi
h. Elektromiografi
i. Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan darah rutin, seperti hitung darah lengkap, kadar
elektrolit serum, dan pemeriksaan pembekuan darah, sering
diperlukan untuk pasien ortopedi. Pemeriksaan diagnostik khusus
akan dilakukan sesuai dengan kondisi medis pasien dan diagnosis
yang spesifik.
Cement THR
Cementless THR
5. Teknik Operasi
Komponen THR yang umum diberikan:
a. Unipolar endoprosthesis
Disebut juga endoprosthesis Moore atau Austin-Moore.
Merupakan komponen logam campuran tunggal bermesin (single,
machined metal alloy) yang terdiri atas bagian femoral stem (batang),
leher, dan kepala. Kepala implan diartikulasi dengan kartilago
asetabulum asal.
Prosthesis ini umumnya digunakan pada pasien usia lanjut
dengan mobilitas minimal, yang mengalami fraktur collum femur
intrakapsular (subkapital) yang mengalami pergeseran (displaced).
b. Bipolar endoprosthesis
Endoprosthesis bipolar terdiri atas komponen asetabulum
dengan bahan logam campuran bersaput (polished metal alloy), yang
secara anatomis disamakan dengan asetabulum agar dapat
memberikan pembebanan permukaan (surface bearing). Kepala
komponen ini berbentuk sferikal serta berukuran besar. Di dalam
komponen terdapat pelapis polyethylene (polyethylene liner),
sehingga padanya dapat dipasang komponen femoral.
Struktur ini menyebabkan terjadinya pembebanan luar (outer
bearing interface) antara permukaan implan dan asetabulum asal;
serta pembebanan dalam (inner bearing interface) antara lapisan
polyethylene dan komponen femoral. Desain seperti ini secara teori
mengurangi gerakan pada asetabulum asal (pertemuan kartilago-
metal), dengan cara meningkatkan pergerakan pada bagian
prosthetik yang bebas bergerak (moveable); dan dengannya
mengurangi pembebanan (stress), aus (wear), atau erosi.
Penggunaan endoprosthesis bipolar sama dengan unipolar, atau
dapat pula digunakan pada arthroplasti revisi (revision arthroplasty).
c. True total hip components (komponen femoral & asetabular terpisah)
Komponen THA terdiri atas femoral stem (dalam berbagia
ukuran dan bentuk), leher femoral (dalam berbagai sudut dan
panjang), serta mangkuk (cup) asetabular dengan pelapis
polyethylene dalam berbagai ukuran dan inklinasi. Komposisi ini
memungkinkan dilakukannya pelapisan ulang (resurfacing) kedua sisi
pada sendi panggul, serta memungkinkan pencetakan individual
dalam ketepatan tertinggi.
Dibanding endoprosthesis lainnya, komponen THA merupakan
alat yang paling kompleks untuk dipasang secara benar, namun
merupakan teknik yang paling sering digunakan.
6. Jenis Implan Pada THR
a. Metal
8. Komplikasi
a. Risiko Dislokasi
Dislokasi merupakan risiko tertinggi yang dapat terjadi pada
minggu pertama, khhususnya mereka yang pernah memiliki
jaringan periartikular yang lemah, tindakan pembedahan revisi, atau
riwayat dislokasi sebelumnya. Karena itu tindakan pencegahan dan
edukasi pasien memegang peranan yang sangat
penting.Kebanyakan ahli bedah melakukan pendekatan
posterolateral pada sendi panggul, dan mendislokasi sendi tersebut
dengan hiperfleksi, adduksi, dan rotasi internal. Setelah dilakukan
hip replacement, kombinasi ketiga gerakan di atas dapat berisiko
menyebabkan re-dislokasi. Karena itu “bantal-abduksi” atau baji
(wedge) harus diletakkan di antara kedua kaki untuk
mempertahankan kedudukan (alignment) yang aman. Pasien
diajarkan untuk tidak melakukan fleksi panggul saat melakukan
gerakan meraih / menjangkau benda. Selain itu perlu disediakan
alat-bantu adaptif untuk melakukan perawatan anggota tubuh
segmen bawah. Selanjutnya dudukan toilet dan/atau bathub perlu
ditinggikan untuk mencegah fleksi panggul di atas 90 derajat.
Pengawasan ketat untuk mencegah dislokasi harus dilakukan
sedikitnya selama 6 minggu. Pada beberapa kondisi, dapat
diberikan abduction hip brace untuk mencegah redislokasi panggul.
Namun hal ini dapat menyebabkan keterbatasan gerak yang berat,
keterbatasan untuk melakukan aktivitas di kamar mandi (toiletting,
bathing, etc.) dan juga hambatan mobilitas.
b. Leg-Length Discrepancy (LLD)
Tidak jarang pasien merasakan adanya LLD pasca THR.
Karena itu pada tahap awal perlu disingkirkan kemungkinan
dislokasi. LLD didiagnosis bila terdapat perbedaan sedikitnya ¾
inchi atau lebih. Pada LLD yang besar, sementara dapat diberikan
peninggian alas kaki (lifts). Namun perlu dilihat pula penyebabnya,
apakah dapat diperbaiki dengan berjalannya terapi.
Beberapa kasus LLD terjadi sebagai konsekuensi adanya
ketidak-seimbangan pada pelvic obliquity yang terjadi dari imbalans
otot atau kontraktur panggul (mis: adductor tightness).
c. Risiko Deep Vein Thrombosis
DVT dapat terjadi setiap saat pada waktu operasi, atau dalam
6 minggu pertama pasca operasi. Insidens DVT pada THR tanpa
profilaksis adalah 40% - 70%. Insidens proximal clot (trombosis
pada vena popliteal atau bagian yang lebih proksimal) adalah 10% -
20%. Risiko emboli paru fatal adalah 0,5% - 5%.
Profilaksi ideal adalah dengan pemberian warfarin, dan
mempertahankan INR dalam nilai 2 – 3. Namun kebanyakan ahli
orthopedi merasa khawatir dengan risiko perdarahan, dan memilih
untuk mempertahankan INR dalam nilai 1,8 – 2.
Pilihan profilaksis lain yaitu enoxaparin, dapat diberikan 30 mg
subkutan per 12 jam. Bekuan tungkai bawah (calf clots) yang
menjalar dapat diatasi dengan pemberian antikoagulan selama 6
minggu – 3 bulan. Sedangkan DVT yang nyata diberikan
antikoagulan selama 3-6 bulan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis
c. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan trauma
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal
f. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
g. Bersihan jalan napas tidak efektif Bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan sekresi yang tertahan
h. Risiko perdarahan dibuktikan dengan factor risiko tindakan
pembedahan
i. Risiko hipotermia perioperatif dibuktikan dengan faktor risiko
prosedur pembedahan
3. Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa keperawatan SLKI SIKI
1. Nyeri akut (D.0077) Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
Setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan 1 x 1. Identifikasi lokasi,
24 jam tingkat nyeri dapat karakteristrik, durasi,
menurun dengan kriteria frekuensi, kualiats dan
hasil : intensitas nyeri
1. Kemampuan 2. Identitas skala nyeri
menuntaskan aktivitas 3. Identifikasi faktor yang
meningkat memperberat nyeri
2. Keluhan nyeri
menurun Terapeutik
3. Meringis menurun 1. Berikan tehnik non
4. Gelisah menurun farmakologis dalam
5. Kesulitan tidur menangani nyeri
menurun 2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
1. Jelaskan strategi
mengurangi nyeri
2. Ajarkan tehnik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Gangguan Integritas Integritas Kulit dan Perawatan Integritas Kulit
Kulit/ Jaringan Jaringan (L.14125) (I.11353)
(D.0129) Setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan 1 x 1. Identifikasi penyebab
24 jam diharapkan gangguan integritas kulit
integritas kulit dan
jaringan dapat meningkat Terapeutik
dengan kriteria hasil : 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika
1. Elastisitas meningkat tirah baring
2. Hidrasi meningkat 2. Lakukan pemijatan pada
3. Kerusakan jaringan area penonjolan tulang,
menurun jika perlu
4. Kerusakan lapisan 3. Gunakan produk berbahan
kulit menurun petrolium atau minyak
5. Kemerahan menurun pada kulit kering
6. Nyeri menurun 4. Gunakan produk berbahan
7. Suhu kulit membaik ringan/ alami hipoalergik
8. Sensasi membaik pada kulit sensitif
9. Tekstur membaik 5. Hindari produk berbahan
dasar alkohol pada kulit
kering
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan
pelembab
2. Anjurkan minum air yang
cukup
3. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
5. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
3. Perfusi Perifer Tidak Perfusi Perifer (L.14125) Perawatan Sirkulasi (I.02079)
Efektif (D.0009) Setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan 1 x 1. Periksa sirkulasi perifer
24 jam diharapkan perfusi 2. Identifikasi faktor risiko
perifer dapat meningkat gangguan sirkulasi
dengan kriteria hasil : 3. Monitor panas,
1. Denyut nadi perifer kemerahan, nyeri atau
meningkat bengkak pada ekstremitas
2. Warna kulit pucat
menurun Terapeutik
3. Pengisian kapiler 1. Hindari pemasangan infus
membaik atau pengambilan darah di
4. Akral membaik area keterbatasan perfusi
5. Turgor kulit membaik 2. Hindari pengukuran
6. Tekanan darah sistolik tekanan darah pada
membaik ekstremitas dengan
7. Tekanan darah keterbatasan perfusi
diastolic membaik 3. Lakukan pencegahan
infeksi
4. Lakukan perawatan kaki
dan kuku
5. Lakukan hidrasi
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan
obat penurun tekanan
darah, antikoagulan dan
penurun kolestrol
2. Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan
4. Gangguan Mobilitas Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan Mobilisasi
Fisik (D.0054) Setelah dilakukan (I.05173)
tindakan keperawatan 1 x Observasi
24 jam diharapkan 1. Identifikasi adanya nyeri
mobilitas fisik dapat atau keluhan fisik lainnya
meningkat dengan kriteria 2. Identifikasi toleransi fisik
hasil : melakukan pergerakan
1. Pergerakan 3. Monitor frekuensi jantung
ekstremitas meningkat dan tekanan darah
2. Kekuatan otot sebelum memulai
meningkat mobilisasi
3. Rentang gerak (ROM) 4. Monitor kondisi umum
meningkat selama melakukan
4. Nyeri menurun mobilisasi
5. Kecemasan menurun
6. Kaku sendi menurun Terapeutik
7. Gerakan terbatas 1. Fasilitasi aktivitas
menurun mobilisasi dengan alat
8. Kelemahan fisik bantu/fasilitasi melakukan
menurun pergerakan
2. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pasien
dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan
5. Defisit Perawatan Diri Perawatan Diri (L.11103) Dukungan Perawatan Diri
(D.0109) Setelah dilakukan (I.11348)
tindakan keperawatan 1 x Observasi
24 jam diharapkan 1. Identifikasi kebiasaan
perawatan diri klien aktivitas perawatn diri
meningkat dengan kriteria sesuai usia
hasil : 2. Monitor tingkat
1. Kemampuan mandi kemandirian
meningkat 3. Identifikasi kebutuhan alat
2. Kemampuan bantu kebersihan diri,
mengenakan pakaian berpakaian, berhias dan
meningkat makan
3. Kemampuan makan
meningkat Terapeutik
4. Kemampuan ke toilet 1. Sediakan lingkungan yang
meningkat terapeutik
5. Verbalisasi keinginan 2. Siapkan keperluan pribadi
melakukan perawatn 3. Dampingi perawatan diri
diri meningkat sampai mandiri
6. Minat melakukan 4. Fasilitasi untuk menerima
perawatan diri keadaan ketergantungan
meningkat 5. Fasilitasi kemandirian,
7. Mempertahankan bantu jika tidak mampu
kebersihan diri melakukan perawatan diri
meningkat 6. Jadwalkan rutinitas
8. Mempertahankan perawatan diri
kebersihan mulut
meningkat Edukasi
Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai kemampuan
6. Ansietas (D.0080) Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas (I.09314)
(L.09093) Observasi
Setelah dilakukan 1. Identifikasi saat tingkat
tindakan keperawatan 1 x ansietas berubah
24 jam diharapkan tingkat 2. Identifikasi kemampuan
ansietas menurun dengan mengambil keputusan
kriteria hasil: 3. Monitor tanda- tanda
1. Verbalisasi ansietas
kebingungan
menurun Terapeutik
2. Verbalisasi khawatir 1. Ciptakan suasana
akibat kondisi yang terapeutik untuk
dihadapi menurun menumbuhkan
3. Perilaku gelisah kepercayaan
menurun 2. Temani pasien untuk
4. Perilaku tegang mengurangi kecemasan
menurun 3. Pahami situasi yang
5. Keluhan pusing membuat ansietas
menurun 4. Dengarkan dengan penuh
6. Pucat menurun perhatian
7. Pola tidur membaik 5. Gunakan pendekatan
tenang dan meyakinkan
Edukasi
1. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
2. Informasikan secara
faktual mengenai
diagnosis, pengobatan dan
prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien
4. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
5. Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi
ketegangan
6. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu
7. Bersihan Jalan Napas Bersihan Jalan Napas Manajemen Jalan Napas
Tidak Efektif (D.0001) (L.01001) (I.01011)
Setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan 1. Monitor pola napas
selama 1 x 24 2. Monitor bunyi napas
diharapkan bersihan jalan 3. Monitor sputum
napas klien meningkat
dengan kriteria hasil : Terapeutik
1. Produksi sputum 1. Pertahankan kepatenan
menurun jalan napas
2. Mengi menurun 2. Lakukan penghisapan
3. Wheezing menurun lendir kurang dari 15 detik
4. Dispnea menurun 3. Berikan oksigen
5. Batuk efektif
meningkat Edukasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik
8. Risiko Perdarahan Tingkat Perdarahan Pencegahan Syok (I.02068)
(D.0012) (L.02017) Observasi
Setelah dilakukan 1. Monitor status
tindakan keperawatan 1 x kardiopulmonal
24 jam diharapkan tingkat 2. Monitor status oksigenasi
perdarahan klien menurun 3. Monitor status cairan
dengan kriteria hasil : 4. Periksa tingkat kesadaran
1. Kelembaban dan respon pupil
membrane mukosa
meningkat Terapeutik
2. Kelembabpan kulit 1. Berikan oksigen untuk
meningkat mempertahankan saturasi
3. Perdarahan pasca oksigen >94 %
operasi menurun 2. Persiapkan intubasi dan
4. Hemoglobin membaik ventilasi mekanis
5. Hematocrit membaik 3. Lakukan penekanan
6. Tekanan darah langsung pada perdarahan
membaik eksternal
7. Suhu tubuh membaik 4. Pasang jalur IV berukuran
besar
5. Pasang kateter urin untuk
menilai produksi urin
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian IV
2. Kolaborasi pemberian
transfusi
9. Risiko Hipotermia Termoregulasi (L.14134) Manajemen Hipotermia
Perioperatif (D.0141) Setelah dilakukan (I.14507)
tindakan keperawatan 1 x Observasi
24 jam diharapkan 1. Monitor suhu tubuh
termoregulasi dapat 2. Identifikasi penyebab
membaik dengan kriteria hipotermia
hasil : 3. Monitor tanda dan gejala
1. Menggigil menurun akibat hipotermia
2. Kulit merah menurun
3. Kejang menurun Terapeutik
4. Pucat menurun 1. Sediakan lingkungan yang
5. Dasar kuku sianosis hangat
menurun 2. Ganti pakaian atau linen
6. Suhu tubuh membaik yang basah
7. Suhu kulit membaik 3. Lakukan penghangatan
8. Tekanan darah pasif
membaik 4. Lakukan penghangatan
aktif
DAFTAR PUSTAKA
Caitlin Kenney. 2014. Femoral Head Fracture. Jakarta: Salemba Medika
Colin Woon, Ben Taylor. 2014. Femoral Head Fracture Nealon, Thomas F. 2015.
PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Smeltzer, Suzanne C. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
EGC.