Oleh:
MAHBUB RAHMADANI
NIM 122311101003
2017
LEMBAR PENGESAHAN
Nim : 122311101003
Hari :...............
Mahasiswa
PSIK Universitas Jember
Mahbub Rahmadani
NIM. 122311101003
A. General Concideration
a. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai
dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan
pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth,
2002). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat,
2005). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2011).
Fraktur adalah Patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
(Price and Wilson, 2006).
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian),
kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis.
Ada 2 tipe dari fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul
dan kapsula.
a. Melalui kepala femur (capital fraktur)
b. Hanya di bawah kepala femur
c. Melalui leher dari femur
2. Fraktur Ekstrakapsuler;
a. Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih
besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.
b. Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di
bawah trokhanter kecil.
B. Anatomi
Femur adalah tulang terpanjang dan terberat dari tubuh. Femur terdiri dari
bagian proksimal, corpus dan distal. Bagian proksimal femur terdiri dari
caput, collum/cervical dan 2 (dua) trochanter (major dan minor). Caput femur
dilapisi oleh kartilago articular kecuali bagian medial yang diganti dengan
cekungan/fovea untuk tempat caput ligamentum. Collum femur berbentuk
trapezoidal. Diantara trochanter major dan minor terdapat linea inter
trochanterica. Bagian distal femur terbagi menjadi dua oleh lengkungan spiral
menjadi condylus medial dan lateral. Condilus femoral ini membentuk sendi
dengan condilus tibia dan disebut articulation genu.
Femur dalam bahasa latin berarti paha, adalah tulang terpanjang, terkuat dan
terberat dari semua tulang pada rangka tubuh. Bentuk dari tulang femur
menyerupai bentuk silinder yang memanjang. Femur terbagi atas tiga bagian
yaitu bagian proximal, medial, dan distal (Sloane, 2003).
a. Proximal femur
Adalah bagian tulang femur yang berdekatan dengan Pelvis. Terdiri atas :
kepala (caput), leher (collum), trochanter mayor, dan minor.
1) Kepala (Caput)
Head femur atau yang biasa disebut dengan kepala femur adalah tombol
tulang dibagian atas tulang paha. Bagian ini berbentuk seperti bola yang
menghubungkan antara paha dengan panggul dan membentuk sendi panggul.
Bagian head femur ini didukung dengan adanya cairan synovial yang
memungkinkan pergerakan kesegala arah. Femur adalah tulang paha yang
merupakan tulang panjang pada ekstremitas bagian bawah. Poros femur
panjang dan silindris serta memuncak dibagian atas dengan tiga tonjolan yang
disebut dengan trokhanter mayor, trokhanter minor, dan kepala femur atau
head femur. Kepala femur adalah bagian tengah, yang merupakan bagian
terbesar dari tonjolan tersebut dan didukung oleh sebuah cabang kecil dari
tulang yang disebut dengan leher femur atau neck femur. Leher femur
mengarah menuju ke pinggul dengan sudut sekitar 126 derajat, sehingga dapat
menghubungkan dengan acetabulum. Sebuah gerakan pada bagian ini dengan
sudut kecil yang tidak teratut atau sudut besar yang teratur dapat menyebabkan
knock-lutut atau bowleggedness. Head femur hampir bulat, halus, dan
berselubung oleh tulang rawan. Tulang rawan ini membantu melindungi
tulang paha dan panggul selama gerakan sendi panggul.
Sendi pinggul adalah sendi sinovial, dimana ditandai dengan membran
sinovial yang mengeluarkan cairan pelumas sinovial, yang mengisi ruang pada
tulang yang disebut dengan rongga sinovial. Cairan ini membuat lapisan
tulang rawan pada kepala femoral dan acetabulum licin untuk mencegah
gesekan dan kerusakan pada tulang (Kenney, Caitlin. 2014).
Pada Head Femur terdapat beberapa ligamen yaitu :
2) Leher (Collum)
Collum femur menyerupai bentuk piramida memanjang, serta merupakan
penghubung antara Caput femur dengan trochanter.
3) Trochanter Mayor dan Minor.
Trochanter mayor Adalah prominance besar yang berlokasi di bagian
superior dan lateral tulang femur. Trochanter minor merupakan prominance
kecil yang berlokasi di bagian medial dan posterior dari leher dan corpus
tulang femur.
Trochanter mayor dan minor berfungsi sebagai tempat perlekatan otot untuk
menggerakan persendian panggul.
b. Medial Femur
Adalah bagian tulang femur yang membentuk corpus dari femur menyerupai
bentuk silinder yang memanjang. Bagian batang permukaannya halus dan
memiliki satu tanda saja, linea aspera yaitu lekuk kasar untuk perlekatan
beberapa otot.
c. Distal Femur
Bagian anterior dari distal femur merupakan lokasi tempat melekatnya tulang
patella, terletak 1,25 cm di atas knee joint. Bagian posterior dari distal femur
terdapat dua buah condilus, yaitu condilus lateral dan condilus medial. Kedua
condilus ini dipisahkan oleh forsa intercondilus.
Gambar Vaskularisasi Pada Femur
C. Klasifikasi atau Tipe Fraktur
Klasifikasi fraktur secara umum :
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan cruris
dst).
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang).
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang
tulang).
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur.
Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi
(permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung
pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien
mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut.
Tanda dan Gejala pada fraktur femur yaitu daerah paha yang patah tulangnya
sangat membengkak, ditemukan tanda functio laesa, nyeri tekan dan nyeri gerak.
Tampak adanya deformitas angulasi ke lateral atau angulasi ke anterior.
Ditemukan adanya perpendekan tungkai bawah. Pada fraktur 1/3 tengah femur,
saat pemeriksaan harus diperhatikan pula kemungkinan adanya dislokasi sendi
panggul dan robeknya ligamentum didaerah lutut. Selain itu periksa juga nervus
siatika dan arteri dorsalis pedis
1. Pengertian
a. Persiapan Fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2
tahapan, yaitu persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi.
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum
operasi menurut Brunner & Suddarth ( 2002 ), antara lain :
2) Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat
badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah
(albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk
defisiensi nutrisi harus dikoreksi sebelum pembedahan untuk
memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi
gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai
komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih
lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi
adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga
luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama.
Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa
mengakibatkan kematian.
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien
yang mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan
mengalami pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi
teranestesi. Sehingga ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak
nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir kental di
tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi pasien
setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut. Pasien
dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara :
4) Hold Relax
Hold Relax adalah teknik latihan gerak yang mengkontraksikan otot
kelompok antagonis secara isometris dan diikuti relaksasi otot tersebut.
Kemudian dilakukan penguluran otot antagonis tersebut. Teknik ini
digunakan untuk meningkatkan lingkup gerak sendi.
5) Latihan Jalan
Latihan transfer dan ambulasi penting bagi pasien agar pasien dapat
kembali ke aktivitas sehari-hari. Latihan transfer dan ambulasi di sini
yang penting untuk pasien adalah latihan jalan. Mula-mula latihan jalan
dilakukan dengan menggunakan dua axilla kruk secara bertahap dimulai
dari non weight bearing atau tidak menumpu berat badan sampai full
weight bearing atau menumpu berat badan. Metode jalan yang digunakan
adalah swing, baik swing to ataupun swing through dan dengan titik
tumpu, baik two point gait, three point gait ataupun four point gait.
Latihan ini berguna untuk pasien agar dapat mandiri walaupun masih
menggunakan alat bantu.
G. Komplikasi
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup
di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga
menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan
kerusakan pada otot. Gejala gejalanya mencakup rasa sakit karena
ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan dengan tekanan
yang berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif pada
otot yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih sering pada
fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius atau ulna).
c. Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal
ini terjadi ketika gelembung gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang
dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewati
sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh pembuluh darah
pulmonary yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli
lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah,
marah, bingung, stupor), tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmans Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke
tulang kurang baik. Hal ini paling sering mengenai fraktur intrascapular femur
(yaitu kepala dan leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan
menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang
terjadi dalam periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan
gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada
pasien merupakan hal yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya
melaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat
menahan beban
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi
pada fraktur.
g. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang
dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous
(infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka
fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang
panjang, fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma
dan fraktur fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular
memiliki risiko osteomyelitis yang lebih besar
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union (Penyatuan tertunda)
b. Non union (tak menyatu)
c. Malunion
H. Managemen Keperawatan
a. Pengkajian
1. Data Biografi
Identitas pasien seperti umur, jenis kelamin, alamat, agama,
penaggung jawab, status perkawinan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat medis dan kejadian yang lalu
b. Riwayat kejadian cedera, seperti kapan terjadi dan penyebab
terjadinya
3. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas/istirahat
Tanda: Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder,
dari pembengkakan jaringan, nyeri).
b. Sikulasi
Tanda: Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap
nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah). Takikardia
(respon stres, hipovolemia). Penurunan/tak ada nadi pada bagian
distal yang cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian
yang terkena. Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada
sisi cedera.
c. Neurosensori
Gejala: hilang gerakan/sensasi, spasme otot, kebas/kesemutan
(parestesis).
Tanda: deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi,
krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan/hilang
fungsi. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau
trauma lain).
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin
terlokalisasi pada area jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang
pada imobilisasi), tidak ada nyeri akibat kerusakan saraf.
Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
e. Keamanan
Tanda: laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan
warna. Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau
tiba-tiba).
f. Keadaan Lokal
5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan
pada sistem muskuloskeletal adalah harus diperhitungkan keadaan
proksimal serta bagian distal terutama mengenai status
neurovaskuler (untuk status neurovaskuler
1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan
seperti bekas operasi).
b) Fistulae.
c) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi.
d) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal).
e) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
f) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi pasien
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada
dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah, baik pemeriksa maupun pasien. Yang perlu
dicatat adalah: Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan
kelembaban kulit, apabila ada pembengkakan apakah terdapat
fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian, nyeri tekan
(tenderness), krepitasi, catat letak kelaina.
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak,
dan ukurannya.
3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan
dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat
keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini
perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan
sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari
tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam
ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada
gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat
adalah gerakan aktif dan pasif.
4) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah
pencitraan menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk
mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan
tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau
PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi
tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan
pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi
kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca
sesuai dengan permintaan.
1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi
struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada
kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks
dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur
lain juga mengalaminya.
2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf
spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae
yang mengalami kerusakan akibat trauma.
3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat
yang rusak karena ruda paksa.
4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan
potongan secara transversal dari tulang dimana
didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
5) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
b) Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk
tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat
Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase
(AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
c) Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test
sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab
infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini
sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan
bila terjadi infeksi.
3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf
yang diakibatkan fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau
sobek karena trauma yang berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan
adanya infeksi pada tulang.
I. Pathway
Kerusakan
neuromuskular
Resiko
avascular
Gangguan fungsi
necrosis organ distal
Syndrome disuse
Hambatan
mobilitas fisik
J. Diagnosa
1) Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas tulang.
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
muskuloskeletal.
3) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan kerusakan akibat
trauma.
4) Resiko infeksi berhubungan dengan adanya port de entry akibat
trauma fisik.
5) Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai oksigen
tidak adekuat
6) Resiko avaskuler nekrosis head femur berhubungan dengan rusaknya
aliran darah ke tulang.
7) Resiko dislokasi fraktur head femur berhubungan dengan kesalahan
pergerakan pasien pos operasi.
8) Syndrome disuse berhubungan dengan ketidakmauan pasien
melakukan pelatihan rehabilitasi exercise.
K. Perencanaan Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi dan
Keperawatan Hasil Rasional
1. Nyeri akut NOC : Pain level and NIC : Pain management
berhubungan Pain Control 1. Lakukan pengkajian
dengan Kriteria Hasil : nyeri secara
a. Klien mampu komprehensif
diskontinuitas
mengontrol nyeri (PQRST)
tulang. 2. Kontrol lingkungan
(tahu penyebab
nyeri dan mampu pasien yang dapat
menggunakan mempengaruhi nyeri
teknik non seperti suhu ruangan,
farmakologik untuk pencahayaan, dan
mengurangi nyeri) kebisingan
b. Mampu mengenali 3. Ajarkan tentang
nyeri (skala, teknik non
intensitas, farmakologik seperti
frekuensi) teknik nafas dalam
c. Klien menyatakan 4. Tingkatkan istirahat
rasa nyaman setelah 5. Evaluasi keefektifan
nyeri berkurang kontrol nyeri
4. Tempatkan bantal di
bawah aksila sampai
lengan bawah
7. Kolarobarsi dengan
ahli terapi fisik, untuk
latihan aktif, latihan
dengan alat bantu dan
ambulasi pasien.
Daftar pustaka
Sjamsuhidajat R,. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi. Jakarta: EGC
_. 2015. Nursing Interventions Classification (NIC). USA
_. 2015. Nursing Outcomes Classification (NOC). USA