Anda di halaman 1dari 46

Laporan Seminar Kasus

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NN. S DENGAN DIAGNOSA MEDIS


AMELOBLASTOMA POST REKONSTRUKSI MANDIBULA DI RUANG
LONTARA 3 BELAKANG (ONKOLOGI) RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO
MAKASSAR

OLEH:

KELOMPOK 8:

SAFRINA WIDYA HASTUTI (R014221042)

NUGRAHANI WIDYA MUFIDAH (R014221043)

FARADILLA PUTRI AHMAD ANCONG (R014221044)

GABRIELA ANASTASIA BONEFASIUS (R014221045)

ESTY SEKARYANTI (R014220046)

WINDI ALFIANI (R014221054)

NURFAJRI ATIRA (R014221047)

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Seminar Kasus
Kelompok Kami yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Nn. S dengan Diagnosa
Medis Ameloblastoma Post Rekonstruksi Mandibula di Ruang Lontara 3 Belakang
(Onkologi) RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR” untuk memenuhi
salah satu tugas dalam mata kuliah praktek profesi Keperawatan Medikal Bedah II.
Dalam penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bantuan pihak yang mendorong atau
memotivasi pembuatan laporan ini agar lebih baik. Oleh karena itu, kami ingin mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat mengarahkan, membimbing, dan
memberikan petunjuk, atau semangat maupun motivasi. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada Saldy Yusuf, S.Kep., Ns., MHS., Ph.D selaku dosen institusi akademik yang
telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan
laporan ini. Kami menyadari bahwa laporan ini masih banyak kurangnya, oleh karena itu bagi
pihak yang membaca laporan ini dapat memberikan kritik dan saran untuk mengembangkan
penyempurnaan laporan ini. Semoga penyusunan laporan ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.
Makassar, 7 September 2022

Kelompok 8
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rongga mulut merupakan salah satu unit fungsional dalam tubuh. Jaringan pada

rongga mulut dapat terserang berbagai penyakit, salah satunya adalah tumor. Tumor adalah

masa jaringan yang abnormal, tumbuh berlebihan, tidak terkoordinasi dengan jaringan

normal, tumbuh terus menerus meskipun rangsang yang menimbulkan telah hilang. Tumor

berdasarkan sifat terbagi menjadi tumor jinak dan tumor ganas. Tumor juga dapat terjadi pada

rongga mulut, dimana dapat menyerang lapisan epidermis mukosa mulut, otot, tulang rahang,

kelenjar ludah dan kelenjar getah bening. Tumor ini yang paling sering terjadi di mandibula

dan maksila.

Menurut penelitian di amerika serikat pada tahun 2001 sekitar 7.900 kematian terjadi

yang diakibatkan oleh tumor ganas rongga mulut dengan lebih dari 90% adalah squamous sel

karsinoma. Di Indonesia kasus tumor ganas rongga mulut berkisar 3 – 4% dari seluruh kasus

keganasan yang terjadi dengan etiologi tumor yang sangat beragam. Angka kematiannya

yaitu 2-3% dari seluruh kematian akibat keganasan. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) tahun 2018, prevalensi nasional tumor/kanker rongga mulut di Indonesia tahun

2018 adalah 1,79%. Sebanyak 5 provinsi mempunyai prevalensi penyakit tumor/kanker diatas

prevalensi nasional yaitu DKI Yogyakarta, Sumatera Barat, Gorontalo, DKI Jakarta, dan Bali.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana definisi ameloblastoma?

2. Bagaimana etiologi ameloblastoma?

3. Bagaimana manifestasi klinis ameloblastoma?

4. Bagaimana patofisiologi ameloblastoma?

5. Bagaimana pathway ameloblastoma?

6. Bagaimana penatalaksanaan medis ameloblastoma?

7. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan ameloblastoma?

C. Tujuan

1. Mengidentifikasi definisi ameloblastoma

2. Mengidentifikasi etiologi ameloblastoma

3. Mengidentifikasi manifestasi klinis ameloblastoma

4. Mengidentifikasi patofisiologi ameloblastoma

5. Mengidentifikasi pathway ameloblastoma

6. Mengidentifikasi penatalaksanaan medis ameloblastoma

7. Mengidentifikasi asuhan keperawatan pada pasien dengan ameloblastoma

D. Manfaat

1. Mengetahui definisi ameloblastoma

2. Mengetahui etiologi ameloblastoma

3. Mengetahui manifestasi klinis ameloblastoma

4. Mengetahui patofisiologi ameloblastoma


5. Mengetahui pathway ameloblastoma

6. Mengetahui penatalaksanaan medis ameloblastoma

7. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan ameloblastoma


BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. Asuhan Keperawatan Teori


1. Pengertian

Ameloblastoma adalah tumor odontogenik yang terjadi sebagian besarnya di


mandibula dan maksila. Tumor ini merupakan tumor yang muncul dari
epitelium yang terlibat dalam proses pembentukan gigi, akan tetapi pemicu
transformasi neoplastik pada epitel tersebut belum diketahui dengan pasti.
Secara mikroskopis, pulau-pulau epitalium yang yang terdapat di stroma
jaringan ikat kolagen merupakan pembentuk dari tumor ameloblastoma. Tipe
folikular dan pleksiform merupakan tipe yang paling sering terlihat pada
tumor ini. Pada sebagian besar kasus, ameloblastoma biasanya tanpa gejala,
tumbuh lambat, dan dapat mengenai rahang (Mansjoer, 2016). Ameloblastoma
merupakan tumor yang seringkali ditemukan jarang menyebar ke area organ
lain, dan juga perkembangan penyakit yang lambat serta lesi yang dihasilkan
memungkinkan menyebabkan kelainan/deformitas tulang wajah yang parah
ataupun kelainan rahang.

2. Etiologi

Etiologi dari ameloblastoma kemungkinan berhubungan dengan abnormalitas


pada kontrol gen yang berperan pada perkembangan gigi. Berbagai literatur
menyebut trauma atau lesi cystic, karena ameloblastoma berkembang pada basis
dari folikular atau kista odontogenik lainnya, dimana epitel dari dinding kista.

Ameloblastoma berasal dari sel pembentuk enamel dari epitel odontogenik


yang gagal mengalami regresi selama perkembangan embrional, misalnya sisa
dari lamina gigi. Faktor-faktor etiologis yang terkait dengan ameloblastoma telah
berkembang selama bertahun-tahun dan belum dapat dipastikan. Teori etiologis
sebelumnya terkait dengan trauma, peradangan, defisiensi nutrisi, iritasi
non-spesifik dari ekstraksi, dan karies gigi.

Menurut Shafer 1974 dalam (Pattisahusiwa, 2020), kemungkinan sumber


am56eloblastoma adalah sebagai berikut (a) sisa-sisa sel organ enamel (b) epitel
odontogenik, terutama kista dentigerus dan odontoma, (c) gangguan
perkembangan organ enamel, (d) sel-sel basal dari epitel permukaan rahang, (e)
epitel heterotopik dalam bagian lain tubuh, khususnya glandula pituitary.
Pernyataan bahwa sumber ameloblastoma berasal dari epitel kista odontogenik
terutama kista dentigerous didukung oleh Stanley dan Diehl yang melaporkan
secara retrospektif 33% dan 17% dari seluruh ameloblastoma timbul dalam atau
tergabung dengan kista dentigerous (Pattisahusiwa, 2020).

3. Manifestasi Klinis

Ameloblastoma biasanya berkembang perlahan, tidak menunjukkan gejala,


dan tidak menyebabkan perubahan fungsi saraf sensorik sampai terjadi
pembengkakan. Kebanyakan pasien mengeluhkan bengkak dan asimetri wajah.
Tumor kecil dapat diidentifikasi dengan sinar-x biasa. Seiring waktu, pembesaran
tersebut membentuk pembengkakan yang keras, yang kemudian dapat
menyebabkan penipisan kulit yang menghasilkan egg shell crackling.
Perkembangan tumor yang lambat juga memungkinkan pembentukan tulang
reaktif, yang dapat menyebabkan pembesaran skala besar dan distorsi rahang.
Tumor ini dapat menyebabkan perforasi tulang dan menyebar ke jaringan lunak,
sehingga mempersulit eksisi jika diabaikan. Nyeri kadang dirasakan dan biasanya
berhubungan dengan infeksi sekunder. Efek lain termasuk pergerakan dan
perpindahan gigi, resorpsi akar, paraestesia apabila canalis alveolar inferior
terlibat, kegagalan erupsi gigi, dan ameloblastoma dapat menyebabkan ulserasi
mukosa, tetapi sangat jarang (Cahyawati, 2018).

Ameloblastoma umumnya jinak, tetapi merupakan tumor invasif lokal.


Mandibula yang tebal, tidak seperti ameloblastoma maksila, memungkinkan
tumor menyebar tanpa hambatan oleh struktur di sekitarnya. ameloblastoma
maksila memanifestasikan dirinya sebagai lesi yang lebih agresif dan persisten,
mungkin karena rahang atas tipis dan rapuh, Selain itu, kontribusi suplai darah
yang baik ke rahang atas dibandingkan dengan rahang bawah mempengaruhi
percepatan penyebaran neoplasma lokal ini. Menurut sebuah penelitian pasien
dengan ameloblastoma sinonasal primer menampakkan adanya lesi massa dan
obstruksi nasal, sinusitis, epistaksis, bengkak pada wajah, dan nyeri kepala
(Cahyawati, 2018).
4. Patomekanisme

Tumor ini bersifat infiltratif, tumbuh lambat, tidak berkapsul, berdiferensiasi


baik. Lebih dari 75% terjadi di rahang bawah, khususnya regio molar dan
sisanya terjadi akibat adanya kista folikular. Tumor ini muncul setelah terjadi
mutasi pada sel normal yang disebabkan oleh zat-zat karsinogen. Karsinogen
terbagi menjadi 3 tahap :

- Tahap pertama merupakan insiasi yaitu kontak pertama sel normal dengan zat
karsinogen yang memancing sel normal tersebut menjadi ganas
- Tahap kedua yaitu promosi, sel yang terpancing tersebut membentuk klon
melalui pembelahan (poliferasi)
- Tahap terakhir yaitu progresi, sel yang telah mengalami poliferasi
mendapatkan satu atau lebih karakteristik neoplasma ganas

PATWAY AMELOBLASTOMA

5. Pemeriksaan Diagnostik

Dalam penegakkan diagnosis ameloblastoma dapat dilakukan pemeriksaan


radiologi yaitu foto polos, Computerized Tomography Scan (CT-Scan), dan
Magnetic Resonance Imaging (MRI).

Foto polos tidak dapat membedakan antara tumor dan dengan jaringan lunak
normal, dimana hanya dapat membedakan antara tumor dengan tulang yang
normal. Berbeda dengan CT-scan dan MRI yang dapat memperlihatkan dengan
jelas (Rizqi, 2022).

Pemeriksaan CT-scan berguna dalam membantu menegakkan diagnosis dengan


mengidentifikasi perluasan ke jaringan lunak, kontur, serta isi lesi. CT-scan juga
dianjurkan untuk dilakukan jika pembengkakan teraba keras dan terfiksir ke
jaringan sekitar, sedangkan untuk pemeriksaan MRI dilakukan dalam
menentukan prognosis untuk pembedahan.(Cahyawati, 2018).

6. Penatalaksanaan

Ameloblastoma umumnya dianggap tidak radiosensitif, bahkan sangat


radioresisten. Terapi radiasi, radium, kuretase atau bahkan sklerosan kurang tepat
karena ameloblastoma memiliki angka kekambuhan yang tinggi bila dilakukan
terapi selain reseksi mandibula. Karena ameloblastoma bersifat invasif, maka
perawatan rasional adalah pembedahan secara komplit. Bedah eksisi merupakan
pilihan penanganan pada ameloblastoma pada sinonasal. Perluasan serta tipe
pembedahan bergantung pada kasus dan mencakup pembedahan konservatif
(seperti polipektomi) dan prosedur yang lebih agresif seperti reaksi Caldwell-Luc,
rinotomi lateral dan maksilektomi parsial atau radikal (Cahyawati, 2018).

7. Asuhan Keperawatan Teori


- Pengkajian

Pemeriksaan fisik mulai dari kepala dsampai kaki (head to Toe)


dilakukan secara menyeluruh dan singkat.

a. Aktifitas/istirahat Data Subyektif : nyeri, mulas, pusing dan juga


sakit kepala Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam
keseimbangan cedera (trauma).

b. Sirkulasi Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola


napas (hipoventilasi, hiperventilasi, dll).

c. Integritas ego Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian


(tenang atau dramatis) Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.
d. Eliminasi Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau
mengalami gangguan fungsi.

e. Makanan dan cairan Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami


perubahanSelera makan. Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.

f. Neurosensori. Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara,


vertigo. Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma,
perubahan status mental, Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh. g.
Nyeri dan kenyamanan Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan
intensitas danlokasi

- Diagnosa
1. Nyeri akut
2. Nyeri kronis
3. Defisit Nutrisi
4. Gangguan komunikasi verbal
5. Risiko infeksi
6. Ansietas
7. Gangguan Mobilitas Fisik
- Intervensi
- Implementasi
- Evaluasi
B. Web of Caution
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Pengkajian

PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)

Nama/RM : Sarfika / 960077

: Perempuan
Jenis Kelamin
: 13 tahun
Umur
: Lontara 3 belakang, Bedah Onkologi (Kamar 7, bed 5)
Ruangan

Data Pengkajian

0
Tanggal : 30/08/2022 Jam : 13.45 S: C P : 18x/menit N : 88x/menit
SaO2 : -

Cara dengan : TD : 90/60 mmHg

Jalan kaki ⃝ Kursi roda

⃝ Brankard ⃝ Lainnya :

Cara Ukur : ⃝ Berdiri Berbaring ⃝ Duduk


Datang melalui : TB : cm BB : 30 Kg IMT :
Kg/m2
⃝ UGD Poliklinik

⃝ OK ⃝ Lainnya :

Diagnosa Masuk : Ameloblastoma post rekonstruksi mandibula

Diagnosis Medis : Ameloblastoma post rekonstruksi mandibula

Keluhan utama : Nyeri post operasi

Riwayat Alergi : Ada/ Tidak

⃝ Makanan laut : ⃝ Udara dingin ⃝ Lainnya :

⃝ Obat : ⃝ Debu

Penggunaan alat bantu : Ya/ Tidak

⃝ Kacamata/lensa kontak ⃝ Alat bantu dengar ⃝ Lainnya :

⃝ Gigi palsu ⃝ Kruk/walker/kursiroda

Riwayat Pasien

Riwayat penyakit : Ya/tidak

⃝ Hipertensi : ⃝ PPOK : ⃝ Diabetes :

⃝ Kanker:
⃝ Penyakit jantung : ⃝ Asma : sejak kecil ⃝ Hepatitis :

⃝ Stroke:

⃝ TB : ⃝ Gangguan mental :

⃝ Lainnya :

Riwayat operasi : Ya/tidak

Merokok : Ya/ tidak

Konsumsi alkohol : Ya/tidak

Riwayat Penyakit Keluarga

⃝ Hipertensi : ⃝ PPOK : ⃝ Diabetes :

⃝ Kanker:

⃝ Kanker :

⃝ Penyakit jantung : ⃝ Asma : ⃝ Hepatitis :

⃝ Stroke:

⃝ Stroke :
⃝ TB : ⃝ Gangguan mental :

⃝ Lainnya :

⃝ Lainnya : Bronkhitis (ibu)

Psikososial/Ekonomi

Status pernikahan : ⃝ Belum menikah Menikah ⃝ Janda/duda

Keluarga : Tinggal bersama ⃝ tinggal sendiri

Tempat tinggal : Rumah ⃝ Panti ⃝ Lainnya :

Pekerjaan : ⃝ PNS ⃝ Wiraswasta ⃝ Pensiunan

Lainnya : Pelajar

Status emosi : Kooperatif ⃝ Tidak kooperatif

Pengalaman hospitalisasi : Ya/ tidak

Keterangan :
Sumber informasi : Pasien Keluarga ⃝ Lainnya :

Pemeriksaan Fisik (Ceklist pada bagian yang tidak normal)

⃝ Gangguan Penglihatan : Tidak ada

MATA,
TELINGA,
⃝ Gangguan pendengaran : Tidak ada
HIDUNG

⃝ Gangguan penciuman : Tidak ada

⃝ Kemerahan : Tidak ada ⃝ Bengkak: Tidak Ada ⃝ Drainase:


Tidak ada

⃝ Nyeri : Tidak Ada ⃝ Lesi: Tidak ada

Catatan: Tidak ada gangguan pada mata, telinga, dan hidung

⃝ Asimetri: Tidak ⃝ Takipnea : Tidak ⃝ Crackles : Tidak


RESPIRASI
⃝ Kanan atas/bawah ⃝ Kiri atas/bawah

⃝ Bentuk dada : Simetris ⃝ Bradipnea : Tidak ⃝ Sputum-warna :


Tidak ada

⃝ Batuk : Tidak ⃝ Dispnea: Tidak


⃝ Wheezing: Tidak ⃝ Kanan atas/bawah

⃝ Kiri atas/bawah ⃝ Modulasi O 2 : - lpm via -

Catatan : Tidak ada gangguan pada system respirasi

⃝ Takikardi : Tidak ⃝ Iregular: Tidak

KARDIO ⃝ Tingling : Tidak ⃝ Edema : Tidak


VASKULAR

⃝ Bradikardi: Tidak ⃝ Murmur: Tidak

⃝ Mati rasa : Tidak ⃝ Nadi tidak teraba: Tidak

Catatan : Tidak ada gangguan pada sistem kardiovaskuler

GASTRO
INTESTI ⃝ Distensi ⃝ Hipoperistaltik :
NAL

⃝ Anoreksia: ⃝ Diare: ⃝ Inkontinensia


⃝ Rigiditas ⃝ Hiperperistaltik: ⃝ Disfagia

⃝ Konstipasi ⃝ Ostomi

⃝ Diet khusus ⃝ Intoleransi diit

Catatan : Tidak ada gangguan pada sistem gastrointestinal

⃝ penurunan BB > 10% satu bulan terakhir ⃝ Dekubitus : Stage 1/2/3/4


NUTRISI

⃝ perubahan nafsu makan lebih dari 3 hari ⃝ TPN/PPN/tube feeding

⃝ Diare-frekuensi : - /hari ⃝ Malnutrisi

Catatan : Tidak ada gangguan nutrisi

GENITOURI
NARI/ ⃝ Disuria ⃝ Hesitansi ⃝ Nokturia ⃝ Folley
GINEKOLO
⃝ Menopause ⃝ Lendir
GI

⃝ Frekuensi ⃝ Inkontinensia ⃝ hematuria

⃝ Urostomy ⃝ Kehamilan
Catatan : Terdapat gangguan pada sistem genitourinary/ ginekologi

NEUROLOGI ⃝ Konfusi ⃝ Sedasi ⃝ Pupil non reaktif

⃝ vertigo ⃝ Tremor ⃝ tidak seimbang

⃝ Koma ⃝ letargi ⃝ afasia

⃝ Sakit kepala ⃝ mati rasa ⃝ Paralise

⃝ Semi-koma ⃝ Suara serak ⃝ Seizure

⃝ Tingling ⃝ Kelemahan

Catatan : Tidak terdapat gangguan pada sistem neurologi

INTEGUMEN ⃝ Bengkak: Pipi Kanan ⃝ Diaforesis ⃝ Lembab

⃝ prosthesis ⃝ Warna kulit : ⃝ teraba panas


⃝ atrofi/deformitas ⃝ turgor buruk ⃝ teraba dingin ⃝ Drainase :

Gambaran area luka dan jelaskan karakteristik luka (Gambarkan lukanya)

Terdapat luka post operasi pada mandibular, bengkak pada pipi kanan.

Ukuuran benjolan sebesar bola pingpong

Jahitan di rahang banwah, dengan panjang sekitar 3-4 cm

Luka tidak berbau, tidak ada eksudat dan jahitan tidak terbuka.

Catatan :

NORTON SCALE 1. 2. 3. 4. Baik


(Skin Risk Sang Bur Sedan
Assessment) at uk g
buruk

Kondisi 1. 2. 3. Apatis 4.
Stupo Kon Sad
mental r fusi ar

1. 3. Jalan
Aktivitas Dite 2. deng 4.
mpa Kur an Jala
t si bant n
tidu rod uan Sen
r a diri
Mobilita 1. Tidak 2. 3. Agak 4.
s mam San terbat Beb
pu gat as as
berge terb berg
rak atas erak

Inkonti 1. 2. 3.
nen sia Inko Sel Kad 4.
nti- al ang Inko
nen u - ntine
urin in kad n
dan ko ang
alvi nti inko
ne ntin
en
urin

Ket : Skor: 18

< 12 : resiko tinggi decubitus, 12-15 resiko


sedang

decubitus, 16-20 : resiko rendah

1.
BARTEL INDEX Mengendalikan 0. Perlu Kadan 2. Mandiri
(Functional rangsang BAB pencah g
ar perlu
Status
penca
Assassment) har

0. 1.
Mengendalikan Pak Kad 2. Mandiri
rangsang BAK ai ang
kate tak
ter/ terk
tak end
terk ali
end
ali

Membersihkan diri 0. Butuh 1.


bantua Mandiri
n
Melepas dan memakai 0. 1. 2. Mandiri
celana, membersihkan, Tergan Tergant
menyiram jamban tung ung
orang pada
lain bebera
pada pa
setiap kegiata
kegiata n
n

1. Perlu
Makan 0. Tidak dibant 2. Mandiri
mamp u
u memo
tong
makan
an

Berubah posisi dari 1. 2.


berbaring ke duduk 0. Tidak Diban Dibantu 3.
mamp tu 1 atau M
u lebih 2 orang a
dari 2 n
orang di
ri

2.
Berpindah/berjalan 0. Tidak 1. dengan dibantu 3.
mamp kursi 1 orang M
u roda a
n
di
ri

Memakai baju 0. tergantung 1. 2. Mandiri


sebagia
n
dibantu

Naik turun tangga 0. tidak 1. 2. Mandiri


mamp sebagia
u n
dibantu
Mandi 0. tergantung 1.
Mandiri

Total Skor = 18

Keterangan :

20 : Mandiri, 12-19 : ketergantungan ringan, 9-11 : ketergantungan sedang,

5-8 : ketergantungan berat, 0-4 : ketergantungan total

FALL RISK Riwayat jatuh 3 bulan Tidak = 0 Ya = 25

Terakhir

Diagnosis medis Tidak = 0 Ya = 15

skunder > 1

Alat bantu jalan Dibantu Penopang = Furniture =


orang 15 30

=0

Menggunakan infus Tidak = 0 Ya = 25

Cara Bed rest = 0 Lemah = 15 Terganggu =


30
berjalan/berpindah

Orientasi Orientasi
Status mental sesuai = 0 tidak sesuai =
15

Total Skor = 40

Keterangan :

0-24 : tidak beresiko, 25-50 : resiko rendah, > 50 : resiko tinggi


NYERI Skala nyeri : 2 Skala angka ⃝ Face scale

Lokasi : mandibula

onset : hilang-timbul

Paliatif : tindakan operasi

Kualitas : agak ngilu

Medikasi : Metamizole

Efek nyeri :

⃝ Hubungan relasi tidur ⃝ Nafsu makan

aktivitas ⃝ Emosi

⃝ Lainnya :

Obat Tujuan
MEDIKASI Dosis/Rute Cara
Kerja
Obat

Metronidazole 500 mg/intravena

Ceftrianxone 1 gr/intravenaa

Ranitidine 50 mg/intravena

Metamizole 1 gr/intravena
PEMERIKSAAN
PENUNJANG

PEMERIKSAAN Tanggal Pemeriksaan: 03/8/2022


LABORATORIUM
(12/08/2019)
Pemeriksaan Hasil Rentang normal Interpretasi

KIMIA DARAH

Glukosa

GDS 101 mg/dl 140 mg/dl

Tanggal Pemeriksaan: 18/8/2022

Hematologi Rutin

WBC 6.70 4.0-10.0 103/mm3 Normal

RBC 5.16 4.0-6.0 106/uL Anemia

HGB 13.7 12.0 - 16.0 gr/dl Normal

HCT 44 37.0 – 48.0 % Normal


MCHC 31 31.5 – 35.0 gr/dl Normal

PLT 325 150 – 400 10^3/ul Normal

Fungsi Ginjal

Ureum 26 mg/dl 10-50 mg/dl Normal

Kreatinin 0.40 mg/dl L(<1.3); P(<1.1) Normal

Fungsi Hati

SGOT 20 U/L <38 U/L Normal

SGPT 13 U/L <41 U/L Normal

GENOGRAM *Jika perlu terutama pada kasus herediter


B. Analisa Data Dan Rumusan Diagnosa Keperawatan

No. Data Fokus Masalah

1. DS: Nyeri Akut b.d Agen


Pencedera Fisik (prosedur
· Nyeri pada area operasi operasi)
DO:

· Skala Nyeri: 3 NRS

· Tidak tampak meringis

· TD: 90/60 mmHg

· N: 88 x/menit

2. DS: Risiko Infeksi

DO:

· Terdapat luka post operasi di mandibula


yang menunjukkan tidak ada tanda-tanda
infeksi (mis. kemerahan, bengkak, atau
terdapat pus)

3. DS: Gangguan Komunikasi


Verbal
DO:

· Pasien sulit mengungkapkan kata-kata

· Pasien hanya menggeleng/mengangguk


C. Intervensi Keperawatan
No. R.M : 960077
Inisial Pasien : An. Sarfika

Tujuan dan Intervensi


N Diagnosa kriteria hasil Rasional
o. Keperawata
n

Setelah Manajemen Nyeri


1. Nyeri Akut dilakukan
b.d Agen inervensi Aktivitas-aktivitas:
Pencedera selama 3 x 24
Fisik Observasi
jam, nyeri akut · Berguna
(prosedur dapat teratasi · Identifikasi dalam
operasi) dengan kriteria lokasi, pengawasan
hasil: karakteristik, keefektifan
durasi, obat,
Tingkat nyeri
Kondisi frekuensi, kemajuan
klinis terkait: 1. Tidak kualitas, penyembuhan
mengeluh intensitas nyeri . Perubahan
· nyeri · Identifikasi pada
Kon skala nyeri karakteristik
disi 2. Skala nyeri nyeri
pem berkurang · Identifikasi
kualitas nyeri menunjukkan
beda terjadinya
han 3. Tidak pada kualitas
abses/peritoni
tampak hidup
meringis tis,
Terapeutik memerlukan
· Berikan teknik upaya
nonformakologis evaluasi
untuk medik dan
mengurangi intervensi
rasa nyeri
Edukasi
· Ajarkan teknik · Memberikan
nonfarmakologis teknik
untuk relaksasi
mengurangi seperti napas
nyeri dalam dan
relaksasi
Kolaborasi untuk
· Kolaborasi mengurangi
pemberian nyeri secara
analgesic, jika bertahap dan
perlu dapat
dilakukan
mandiri

· Program
terapi sebagai
system
kolaboratif
daam
menyelesaika
n masalah
nyeri
Setelah Perawatan Luka
2. Risiko dilakukan
Infeksi Observasi
inervensi
· Monior · Adanya
selama 3 x 24
karakteristik luka kemerahan
jam, risiko
(mis. drainase, dan rasa
Faktor infeksi dapat
warna, ukuran, panas pada
risiko: teratasi
bau) luka
dengan kriteria
merupakan
· hasil: · Monitor tanda adanya
Pros tanda-tanda
Tingkat infeksi
edur infeksi
inva Infeksi
Terapeutik
sive
1. Luka post · Lepaskan
operasi balutan dan
sembuh plester secara
dan tidak perlahan
menunjukk
an · Bersihkan
tanda-tanda dengan cairan
infeksi (mis. NaCl atau
pembersih · Meningkatkan
kemerahan,
nontoksik, penyembuhan
bengkak,
sesuai dan
atau
kebutuhan menghindari
terdapat
infeksi pada
pus) · Bersihkan
luka operasi
jaringan nekrotik
· Berikan salep
yang sesuai ke
kulit/lesi, jika
perlu · Pemberian
· Pasang balutan nutrisi yang
sesuai jenis luka baik dapat
meningkatkan
· Pertahankan
daya tahan
teknik steril saat
tubuh
melakukan
perawatan luka
· Ganti balutan
sesuai jumlah · Untuk
eksudat dan diberikan
drainase secara
profilaktik atau
Edukasi menurunkan
· Jelaskan tanda jumlah,
dan gejala penyebaran
dan
infeksi
pertumbuhan
· Anjurkan mikroorganis
mengkonsumsi me penyebab
makanan tinggi infeksi
kalori dan
protein
· Ajarkan
prosedur
perawatan luka
secara mandiri
Kolaborasi
· Kolaborasi
pemberian
antibiotik jika
perlu

Setelah Promosi
3. Gangguan dilakukan Komunikasi: Defisit
komunikasi inervensi Bicara
verbal selama 3 x 24 Observasi
jam, risiko Observasi
infeksi dapat · Monitor
teratasi kecepatan, - Untuk mengetahui
Kondisi
dengan kriteria tekanan, kecepatan, tekanan,
klinis terkait:
hasil: kuantitas, kuantitas, volume dan
· volume dan diksi bicara klien
Komunikasi diksi bicara
Tum Verbal
or Terapeutik Terapeutik
1. Respon · Gunakan kode - Untuk membantu
perilaku komunikasi dalam menyampaikan
2. alternatif (mis. isi pesan yang di
Pemahama isyarat tangan) maksud
n · Sesuaikan
- Untuk
komunikasi gaya
mempermudah
komunikasi
Dukungan komunukasi
dengan
Sosial kebutuhan
1. (mis. meminta - Menvalidasi bahasa
Kemampua bantuan klien agar dapat
n meminta keluarga untuk tersampaikan dengan
memahami baik
bantuan
pada orang ucapan pasien)
lain · Ulangi apa
yang
disampaikan
pasien
D. Impelementasi dan Evaluasi

Diagnosa Keperawatan: Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisik (prosedur


operasi)

Hari I (Selasa, 30 Hari 2 (Rabu, 31 Hari 3 (Kamis, 1


Agustus 2022) Agustus 2022) September 2022)

CATATAN IMPLEMENTASI

Implementasi: Implementasi: Implementasi:


1. (Jam 10.15) 1. (Jam 14.45) 1. (Jam 21.35)
Mengidentifikasi Identifikasi lokasi, Identifikasi skala
lokasi, karakteristik, karakteristik, nyeri
durasi, frekuensi, durasi, frekuensi, Hasil:
kualitas, intensitas kualitas, intensitas
nyeri nyeri Skala nyeri: 0 NRS

Hasil: Hasil: 2. (Jam 05.45 – 2


September)
Lokasi : luka di Lokasi : luka di Mengukur
mandibula mandibula tanda-tanda vital
Onset : hilang timbul Onset : hilang timbul Hasil:
Palliatif : pembedahan Palliatif : pembedahan
- TD: 80/60 mmHg
2. (Jam 10.17) 2. 1. (Jam 14.47)
Mengidentifikasi Mengidentifikasi - N: 88 x/menit
skala nyeri skala nyeri
Hasil: Hasil: - S : 36,40C

Skala nyeri: 3 NRS Skala nyeri: 2 NRS - P: 20 x/menit


3. (Jam 10.18) 2. (Jam 14.48)
Mengidentifikasi Mengidentifikasi
kualitas nyeri pada kualitas nyeri pada
kualitas hidup kualitas hidup
Hasil: Hasil:
Nyeri tidak Nyeri tidak
mempengaruhi kualitas mempengaruhi
hidup pasien kualitas hidup pasien
4. (Jam 11.00) 3. (Jam 17.20)
Mengukur Mengukur
tanda-tanda vital tanda-tanda vital
Hasil: Hasil:

TD: 90/60 mmHg TD: 100/70 mmHg

N: 102 x/menit N: 90 x/menit

S: 36,60C S: 36,20C

P: 20 x/menit P: 18 x/menit
4. (Jam 15.00)
Pemberian terapi
obat
Hasil:
Pemberian
metamizole untuk
mengurangi nyeri
5. (Jam 19.52)
Mengajarkan
terapi teknik
relaksasi napas
dalam
Hasil:
Pasien mampu
mendemonstrasikan
teknik relaksasi
napas dalam

CATATAN PERKEMBANGAN
S: - S: - S: -

O: O: O:

- Skala nyeri: 3 (NRS) - Skala nyeri: 2 (NRS) - Skala nyeri: 0 (NRS)

- Tidak tampak - Tidak tampak - Tidak tampak meringis


meringis meringis
- TD: 90/60 mmHg
- TD: 90/60 mmHg - TD: 100/70 mmHg
N: 102 x/menit
N: 102 x/menit N: 90 x/menit
S: 36,60C
S: 36,60C S: 36,20C
P: 20 x/menit
P: 20 x/menit P: 18 x/menit
A:
A: A:
- Nyeri akut teratasi
- Nyeri akut berkurang - Nyeri akut berkurang
P:
P: P:
- Ukur ttv
- Ukur ttv - Ukur ttv

Diagnosa Keperawatan: Risiko Infeksi

Hari I (Selasa, 30 Hari 2 (Rabu, 31 Hari 3 (Jumat, 2


Agustus 2022) Agustusr 2022) September 2022)

CATATAN IMPLEMENTASI
Implementasi: Implementasi: Implementasi:
1. (Jam 09.15) Monior 1. (Jam 16.15) 1. (Jam 06.15) Monior
karakteristik luka Monior karakteristik luka
(mis. drainase, karakteristik luka (mis. drainase,
warna, ukuran, bau) (mis. drainase, warna, ukuran, bau)
Hasil: warna, ukuran, Hasil:
bau)
- Tidak ada bau Hasil: - Tidak ada bau

- Tidak ada eksudat - Tidak ada bau - Tidak ada eksudat

- Tidak ada - Jahitan operasi


eksudat tidak terbuka
2. (Jam 06.17) Monitor
- Jahitan operasi
tanda-tanda infeksi
tidak terbuka
Hasil:
2. (Jam 15.00)
pemberian - Tidak ada
antibiotik kemerahan
Hasil:
- Tidak ada
- Pemberian pembengkakan
metrodinazole pada area operasi
(15.00)
- Tidak terdapat pus
- Pemberian 3. (Jam 06.18)
ceftriaxone Lepaskan balutan
(19.00) dan plester secara
perlahan
Hasil:
Selesai melepaskan
balutan dan plester
4. Bersihkan dengan
cairan NaCl atau
pembersih
nontoksik, sesuai
kebutuhan
Hasil:
Selesai membersihkan
dengan cairan NaCl
5. Bersihkan jaringan
nekrotik
Hasil:
Selesai membersihkan
jaringan nekrotik
6. Pasang balutan
sesuai jenis luka
Hasil:
Selesai memasang
balutan
7. Pertahankan teknik
steril saat
melakukan
perawatan luka
Hasil:
Selesai
mempertahankan
teknik steril
8. Ganti balutan sesuai
jumlah eksudat dan
drainase
Hasil:
Selesai mengganti
balutan sesuai jumlah
eksudat
9. (Jam 06.30)
Mengajarkan
prosedur perawatan
luka secara mandiri
Hasil:
Selesai mengajarkan
perawatan luka mandiri
(06.45) Aff infus (pasien
rencana pulang)
CATATAN PERKEMBANGAN

S: - S: - S: -

O: O: O:

- Luka belum sembuh - Luka belum sembuh - Luka belum sembuh


tapi tidak ada tapi tidak ada tapi tidak ada
tanda-tanda infeksi tanda-tanda infeksi tanda-tanda infeksi

A: A: A:

- Risiko infeksi tidak - Risiko infeksi tidak - Risiko infeksi tidak


terjadi terjadi terjadi

P: P: P:

- Monitor tanda-tanda - Monitor tanda-tanda - Lanjut perawatan


infeksi infeksi rawat jalan

- Monitor balutan luka - Monitor balutan luka

- Monitor TTV - Monitor TTV

Diagnosa Keperawatan: Gangguan Komunikasi Verbal

Hari I (Selasa, 30 Hari 2 (Rabu, 31 Hari 3 (Jumat, 2


Agustus 2022) Agustus 2022) September 2022)

CATATAN IMPLEMENTASI
Implementasi: Implementasi: Implementasi :

1. (08.30) Monitor 1. (15. 15) Monitor 1. (06.50) Menggunakan


kecepatan, tekanan, kecepatan, tekanan, kode komunikasi alternatif
kuantitas, volume dan diksi kuantitas, volume dan diksi (mis. isyarat tangan)
bicara bicara
Hasil:
Hasil: Hasil:
- Pasien memberikan kode
- Klien bicara dengan - Klien bicara dengan isyarat jika ingin
volume suara kecil volume suara kecil menyampaikan pesan, seperti
saat lapar atau haus dia
- Diksi bicara kurang jelas - Diksi bicara kurang jelas memperagakan tubuhnya
seperti saat makan dan
- Klien menganggukkan - Klien menganggukkan
minum
kepala dan menunjuk saat kepala dan menunjuk saat
ingin menyampaikan pesan ingin menyampaikan pesan 2. (06.55)Sesuaikan gaya
komunikasi dengan
2. (08.32) Menggunakan 2. (15.20) Menggunakan
kebutuhan (mis. meminta
kode komunikasi alternatif kode komunikasi alternatif
bantuan keluarga untuk
(mis. isyarat tangan) (mis. isyarat tangan)
memahami ucapan pasien)
Hasil: Hasil:
Hasil :
- Pasien memberikan kode - Pasien memberikan kode
- Komunikasi dibantu oleh
isyarat jika ingin isyarat jika ingin
keluarga untuk memahami
menyampaikan pesan, menyampaikan pesan,
ucapan pasien
seperti saat lapar atau haus seperti saat lapar atau haus
dia memperagakan tubuhnya dia memperagakan
seperti saat makan dan tubuhnya seperti saat
minum makan dan minum 3. (07.00) Ulangi apa yang
disampaikan pasien
3. (08.33) Sesuaikan gaya 3. (15.25) Sesuaikan gaya
komunikasi dengan Hasil : mengulangi pesan
komunikasi dengan
kebutuhan (mis. meminta yang disampaikan
kebutuhan (mis. meminta
bantuan keluarga untuk pasien agar
bantuan keluarga untuk
memahami ucapan pasien) tersampaikan dengan
memahami ucapan pasien)
baik
Hasil : Hasil :

- Komunikasi dibantu oleh - Komunikasi dibantu oleh


keluarga untuk memahami keluarga untuk memahami
ucapan pasien ucapan pasien
4. (08.35) Ulangi apa yang 4. (15.30) Ulangi apa yang
disampaikan pasien disampaikan pasien

Hasil : mengulangi pesan Hasil : mengulangi pesan


yang disampaikan pasien yang disampaikan
agar tersampaikan pasien agar
dengan baik tersampaikan dengan
baik

CATATAN PERKEMBANGAN

S: - S: - S: -

O: O: O:

- Volume suara kecil - Volume suara kecil - Volume suara kecil

- Diksi bicara kurang jelas - Diksi bicara kurang jelas - Diksi bicara kurang jelas

- Klien kurang mampu untuk - Klien kurang mampu - Klien mampu untuk
menyampaikan pesan yang untuk menyampaikan pesan menyampaikan pesan yang
ingin disampaikan yang ingin disampaikan ingin disampaikan

- Klien menyampaikan pesan - Klien menyampaikan - Klien menyampaikan pesan


dengan bahasa tubuh seperti pesan dengan bahasa tubuh dengan bahasa tubuh seperti
mengangguk dan menunjuk seperti mengangguk dan mengangguk dan menunjuk
menunjuk
- Pesan yang disampaikan - Pesan yang disampaikan
klien kurang tersampaikan - Pesan yang disampaikan klien tersampaikan dengan
dengan baik klien kurang tersampaikan baik
dengan baik
A: A:
A:
Gangguan komunikasi Gangguan komunikasi verbal
verbal terjadi Gangguan komunikasi teratasi
verbal terjadi
P: P:
P:
Lanjutkan intervensi Lanjutkan perawatan jalan
Lanjutkan intervensi
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Kesesuaian dan Kesenjengan antara Teori dan Praktik

Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang sebagian besar terjadi di


mandibula dan aksila. Pada sebagian besar kasus, ameloblastoma biasanya tanpa gejala,
tumbuh lambat, dan dapat mengenai rahang. Pada kasus An. S manifestasi klinis yang
dialami oleh pasien berupa pembesaran dan pembengkakan pada mandibula yang terasa
nyeri. Manifestasi klinis yang dialami oleh pasien sesuai dengan konsep teori, dimana pada
ameloblastoma seiring waktu, pembesaran akan membentuk pembengkakan yang keras, yang
kemudian dapat menyebabkan penipisan kulit yang menghasilkan egg shell crackling.
Perkembangan tumor yang lambat juga memungkinkan pembenstukan tulang reaktif, yang
dapat menyebabkan pembesaran skala besar dan distorsi rahang. Nyeri kadang dirasakan dan
biasanya berhubungan dengan infeksi sekunder.

Diagnosa keperawatan yang dapat muncul berdasarkan teori, yaitu defisit nutrisi,
nyeri akut, nyeri kronis, risiko infeksi, ansietas, dan gangguan mobilitas fisik. Sedangkan
diagnosa keperawatan yang disusun berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada pasien di
lahan praktik yaitu; nyeri akut, risiko infeksi, dan gangguan komunikasi verbal.

Nyeri akut merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan omset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. Setelah pasien
diberikan intervensi tentang manajemen nyeri nonfarmakologis dan kolaborasi farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri maka terjadi penurunan nyeri dari skala 3 NRS menjadi skala 2
NRS dan tanpa nyeri. Sehingga dapat disimpulkan bahwa nyeri akut pada pasien belum
teratasi, akan tetapi nyeri yang dirasakan sudah berkurang dengan memberikan intervensi
manajemen nyeri.

Risiko infeksi merupakan kondisi yang rentang mengalami peningkatan terserang


organisme patogenik. Intervensi yang dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi pada
pasien adalah pencegahan infeksi. Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah melakukan
perawatan luka post operasi dan kolaborasi farmakologi untuk pemberian antibiotik. Setelah
dilakukan perawatan luka post operasi pada pasien selama 3 hari tidak terdapat tanda-tanda
infeksi dan pasien diizinkan pulang dan melanjutkan rawat jalan.
Gangguan komunikasi verbal merupakan kondisi penurunan, perlambatan, atau
ketiadaan kemampuan untuk menerima atau memproses, mengirim, dan atau menggunakan
sistem simbol. Intervensi yang dilakukan pada pasien adalah komunikasi verbal dan
dukungan sosial. Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam defisit bicara belum teratasi.

B. TINJAUAN EVIDENCE BASED


1. Analisis Tindakan Relaksasi Napas Dalam
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan salah satu metode manajemen nyeri
nonfarmakologis dalam teknik penanggulangan nyeri (Potter & Perry, 2006). Teknik
relaksasi napas dalam dipercaya dapat menurunkan intensitas nyeri dengan
merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme yang disebabkan oleh
peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan akan
meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami spasme dan iskemik. Relaksasi
napas dalam melibatkan sistem otot dan respirasi dan tidak membutuhkan alat lain
sehingga mudah dilakukan kapan saja atau sewaktu-waktu nyeri muncul (Igiany,
2018).
Penurunan intensitas nyeri disebabkan karena teknik relaksasi napas dalam
dapat merangsang tubuh untuk mengeluarkan opioid endogen yang akan menghambat
impuls nyeri sehingga dapat menurunkan persepsi nyeri pasien. Penanganan nyeri
dengan melakukan teknik relaksasi napas merupakan tindakan keperawatan yang
dilakukan untuk mengurangi nyeri. Lela & Reza (2018) menyebutkan bahwa bahwa
relaksasi napas dalam dapat menurunkan tingkat nyeri setelah operasi. Haryani, et al.
(2021) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa relaksasi napas dalam efektif dalam
menurunkan intensitas nyeri yang dirasakan oleh pasien.
2. Analisis Tindakan Perawatan Luka
Salah satu komplikasi pada pasien post operasi adalah terjadinya infeksi pada
luka operasinya. Luka operasi merupakan salah satu port de entry mikroorganisme ke
dalam tubuh. Perawatan luka adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk
membersihkan luka dengan menggunakan prinsip steril. Tujuan dari perawatan luka
ini adalah untuk membersihkan dan menghindari luka dari kotoran, membantu
mempercepat timbulnya sel-sel epitel atau proses penyembuhan serta mencegah
kemungkinan cacat atau jaringan parut dan mencegah terjadinya infeksi (Sinaga &
Siringoringo, 2017).
Standar operasional prosedur perawatan luka telah diatur oleh Departemen
Kesehatan RI Tahun 1995 yang didalamnya disebutkan bahwa dalam perawatan luka
perawat harus mempertahankan prinsip steril, menggunakan sarung tangan dengan
antiseptic serta menggunakan pinset steril untuk mengambil kasa/kapas steril. Salah
satu jenis balutan yang digunakan dalam perawatan luka post operasi adalah
transparent dressing (balutan transparan). Balutan ini merupakan balutan yang tahan
terhadap air yang semi oklusive, berarti air dan gas dapat melalui permukaan balutan
transparan ini dan termasuk juga dapat mempertahankan lingkungan luka yan tetap
lembab (Hana, 2009).
Apriliyasari, et al (2018) menyebutkan bahwa waktu penyembuhan luka
dengan menggunakan balutan transparent dressing lebih cepat dibandingkan dengan
balutan kasa. Hal ini dikarenakan transparent dressing yang terbuat dari polyurethane
memiliki sifat tipis, transparan, dan merekat dapat mempertahankan kelembaban luka
lebih lama. Transparan film memungkinkan transmisi uap air, oxygen dan
karbondioksida.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Ameloblastoma adalah tumor odontogenik yang terjadi sebagian besarnya di


mandibula dan maksila. Tumor ini merupakan tumor yang muncul dari epitelium yang
terlibat dalam proses pembentukan gigi, akan tetapi pemicu transformasi neoplastik pada
epitel tersebut belum diketahui dengan pasti. Secara mikroskopis, pulau-pulau epitalium yang
yang terdapat di stroma jaringan ikat kolagen merupakan pembentuk dari tumor
ameloblastoma. Tipe folikular dan pleksiform merupakan tipe yang paling sering terlihat
pada tumor ini. Pada sebagian besar kasus, ameloblastoma biasanya tanpa gejala, tumbuh
lambat, dan dapat mengenai rahang (Mansjoer, 2016). Beberapa kemungkinan diagnosa
keperawatan yang dapat ditegakkan berdasarkan konsep dan teori antara lain nyeri akut b.d
agen pencedera fisik (prosedur operasi), risiko infeksi, gangguan komunikasi verbal, ansietas,
defisit nutrisi, nyeri kronis. Berdasarkan kasus Nn. S yang dirawat di ruang perawatan
Onkologi RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo pada tanggal 30 Agustus 2022 dengan diagnosa
Ameloblastoma post rekonstruksi mandibula keluhan utama nyeri luka post op. Berdasarkan
kasus, diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan yaitu nyeri akut b.d agen pencedera fisik
(prosedur operasi), risiko infeksi, gangguan komunikasi verbal.

B. Saran
1. Bagi Perawat
Perawat dalam memberikan Asuhan Keperawatan hendaknya mengikuti Langkah-
langkah proses keperawatan dalam pelaksanaan tindakannya dilakukan secara
sistematis dan tertulis, sehingga dapat memberikan Asuhan Keperawatan yang
komprehensif dan meningkatkan mutu pelayanan Asuhan Keperawatan.

2. Bagi Institusi
Diharapkan laporan seminar kasus ini dapat menjadi referensi dan bahan bacaan
untuk menambah wawasan khususnya mengenai Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan Ameloblastoma.
DAFTAR PUSTAKA

Apriliyasari, R. W., Faidah, N., & Wulan, E. S. (2018). Perbedaan Perawatan Luka Post
Operasi Bersih Menggunakan Balutan Kasa Dengan Balutan Transparan Terhadap
Waktu Penyembuhan Luka Di RSUD Dr. Loekmono Hadi Kudus. Prosiding HEFA
(pp. 154-160). Kudus: LP2M STIKES Cendekia Utama Kudus.
Cahyawati, T. D. (2018). Ameloblastoma. Jurnal Kedokteran Unram, 7(1), 19–25.

Haryani, F., Sulistyowati, P., & Ajiningtiyas, E. S. (2021). Literature Review Pengaruh
Teknik Relaksasi Napas Dalam Terhadap Intensitas Nyeri Pada Post Operasi Sectio
Caesarea. Jurnal Kesehatan, 6(1), 15-24.

Igiany, P. D. (2018). Perbedaan Nyeri pada Pasien Pasca Bedah Fraktur Ekstremitas
Sebelum dan Sesudah Dilakukan Teknik Relaksasi Napas Dalam. Jurnal Manajemen
Informasi dan Administrasi Kesehatan, 1(1), 16-21.

Lela, A., & Reza, R. (2018). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap
Penurunan Nyeri pada Pasien Fraktur. Jurnal Kesehatan, 9(2), 262-266.

Mansjoer, Arif. 2016. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1.UI: Media.

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik (4th ed.). Jakarta: EGC.

Rizqi, N. (2022). Asuhan Keperawatan pada Pasien Ny. R dengan Ameloblastoma Tipe
Flexiform Post Op Mandibulektomi di Ruang Anggrek 1 RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta [Poltekkes Yogyakarta]. http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/8806/

Pattisahusiwa, M. Z. A. (2020). Prevalensi Am]\eloblastoma yang Disebabkan oleh Gigi


Impaksi Berdasarkan Regio, Usia Dan Jenis Kelamin: Sebuah Literatur Review
[Universitas Hasanuddin].

PPNI, T. Pokja SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Dewan


Pengurus Pusat PPNI.

PPNI, T. Pokja SIKI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan


Pengurus Pusat PPNI.

PPNI, T. Pokja SLKI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus
Pusat PPNI.
Sinaga, S. H., & Siringoringo, M. (2017). Gambaran Penerapan Standar Operasional
Prosedur Perawatan Luka pada Post Operasi Fraktur Femur Tertutup di
Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2017. Elisabeth Health Journal,
2(2), 1-7.

Anda mungkin juga menyukai