Anda di halaman 1dari 3

EVIDENCE BASED PRACTICE

KASUS CA MAMMAE

OLEH :

WILDANA (R014221015)

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
Evidence Based Practice

1. Manajemen Nutrisi Pada Pasien dengan defisit nutrisi


Nutrisi merupakan bagian yang penting pada pelaksanaan kanker/tumor, baik
pada pasien yang sedang menjalani terapi, pemulihan dari terapi, pada keadaan remisi
maupun untuk mencegah kekambuhan (Marischa, Anggraini, & Putri, 2017).
Menurunnya kualitas hidup penderita kanker/tumor sebagian besar disebabkan oleh
karena gangguan nutrisi menjadikan penurunan berat badan dan penurunan albumin.
Kadar albumin pada penderita sangat penting karena merupakan parameter pengukuran
status gizi (Aji, 2010).
Asupan tinggi protein dapat menimbulkan keseimbangan nitrogen positif atau
netral, namun kadang-kadang diet tinggi protein dengan nilai bioogi rendah menimbulkan
keseimbangan nitrogen negatif.
Konsumsi vitamin A, vitamin C dan vitamin E dalam sayur dan buah buahan,
dapat melindungi sel dari kerusakan dan kanker/tumor. Seperti wortelm kubis, produk
kedelai, terutama pada saat anak-anak dapat menurunkan risiko kanker. Efek protektif ini
berhubungan dengan efek antioksidan dan pencegahan pembentukan nitrosamine atau
senyawa penyebab kanker (Widia, 2014)
Jalur pemberian nutrisi yang pertama melalui oral, apabila asupan belum adekuat
dapat diberikan oral nutritional supplementation hingga asupan optimal (Tisdale, 2009).
Bila 10-14 hari asupan kurang dari 60% dari kebutuhan, maka indikasi pemberian
enternal. Pemberian enternal jangka pendek (4-6 minggu) menggunaka percutaneus
endoscopic gastronomy (PEG). Penggunaan pipa nasogastrik tidak memberikan efek
terhadap respons tumor maupun efek negatif berkaitan dengan kemoterapi. Pemasangan
pipa nasogastrik tidak harus dilakukan rutin, kecuali apabila terdapat ancaman ileus atau
asupan nutrisi yang tidak adekuat (Tazi & Errhani, 2010). Nutrisi parenteral digunakan
apabila nutrisi oran enteral tidak memenuhi kebutuhan pasien, atau bila saluran cerna
tidak berfungsi normal misalnya perdarahan masif saluran cerna, diare berat, obstruksi
usus total atau mekanik, malabsorpsi berat (Argiles, Olivan, Busquets, & Lopes-Soriano,
2010)
2. Perawatan Luka dengan Teknik Aseptik

Infeksi terkait pelayanan kesehatan atau Healthcare Associated Infection (HAIs)


merupakan salah satu masalah global termasuk di Indonesia. World Health Organization
(WHO) menunjukkan bahwa prevalensi kejadian HAIs pada pasien sebesar 7% di Negara
maju dan 10% di negara berkembang terjadi setiap tahunnya (WHO, 2016). Centre for
Disease Control and Preventin (CDC) Menyebutkan bahwa infeksi ini terus meningkat di
berbagai negara (CDC, 2015). Untuk itu setiap petugas kesehatan khususnya perawat
dituntut untuk dapat melakukan tindakan aseptik dengan baik dan benar, sehingga tidak
terjadi infeksi berkelanjutan terhadap pasien.
Menurut Budiana & Nggarang (2019), terdapat dua jenis teknik aseptik dalam
praktek keperawatan yaitu aseptik medis dan aseptik bedah. Aseptik medis adalah teknik
atau prosedur yang dilakukan untuk mengurangi jumlah mikroorganisme disuatu obyek,
serta menurunkan kemungkinan penyebaran dari mikroorganisme tersebut. Aseptik medis
dikenal juga sebagai teknik bersih seperti mencuci tangan, mengganti lien ditempat tidur
dan menggunakan cangkir untuk obat. Sedangkan aseptik bedah atau teknik steril
termasuk prosedur yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme dari suatu daerah.
Sterilisasi membunuh semua mikroorganisme dan spora.

Anda mungkin juga menyukai