Anda di halaman 1dari 39

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kasus gastritis bukanlah hal yang baru di tahun ini, karena gastritis
menyerang orang dewasa maupun anak-anak bahkan juga lansia. Masyarakat
Indonesia banyak yang menganggap penyakit gastritis bukanlah sesuatu hal
yang serius, sehingga dianggap tidak memerlukan penanganan dengan segera.
Sehingga pada gastritis lanjut beresiko menimbulkan kanker, dan juga
mengakibatkan pengikisan lambung. Gastritis merupakan gangguan system
pencernaan yang biasa disebut (maag). Peradangan yang terjadi pada lambung
individu atau inflamasi yang terjadi pada mukosa lambung, yang dikenal di
masyarakat sebagai pengertian gastritis (Nurjannah, 2018).

Data dari hasil penelitian Kesehatan Dunia World Health Organization


(WHO) yang di kutip oleh Huzaifah (2017) menemukan bahwa beberapa
Negara yang mengalami angka persentase kejadian gastritis tertinggi di Dunia
diantaranya adalah Inggris 22% ,Chin 31% ,Jepang 14.5% ,Kanada 35%, dan
Prancis 29,5%. Hasil dari Riskesdas (2018) angka terjadinya gastritis di
Indonesia dalam berbagai daerah cukup tinggi 40,8% dengan preferensi
274,396 kasus dari penduduk 238,452,952 jiwa. Beberapa kota dengan
presentasi cukup besar mempunyai penyakit gastritis diantaranya: Surabaya
(31,2%), Denpasar (46%) dan Medan (91,6%). Dan untukPrevalensi gastritis
(maag) di Jawa timur pada tahun 2017 mencapai 44,5% yaitui dengan jumlah
58.116 kejadian. Dan berdasarkan data dari Dinas Kesehatan pada tahun 2017
jumlah penderita gastritis di kota Surabaya sebesar 10.260 (Kemenkes RI,
2017). Hingga di Kota Malang pada Tahun 2016 insiden gastritis mencapai
13,840 kasus (Profil Kesehatan Kota Malang,2016). Terjadinya angka kejadian
gastritis di pengaruhi oleh beberapa faktor secsra garis besar penyabab gastritis
dibedakan atas zat internal yaitu adanya kondisi yang memicu pengeluaran
asam lambung yang berlebihan,dan zat eksternal yang menyebabkan iritasi dan
infeksi.

Saat ini semakin banyak yang mengangap bahwa gaya hidup seseorang
tidak terlalu penting sehingga adanya bakteri yang menyebabkan salah satunya
inflamasi pada dinding lambung. Pola makan yang tidak teratur sangat
berhubungan dengan gastritis. Apabila tidak segera ditangani asam lambung
akan naik mengakibatkan terjadinya luka-luka (ulkus) yang disebut sebagai
tukak lambung. Mengkonsumsi alcohol, stress, merokok, frekuensi makan, dan
jenis makanan sangat erat hubungannya dengan gastritis yang secara tidak
langsung akan menyebabkan terjadinya iritasi pada lambung. Kurangnya
pengetahuan dan juga konsumsi makanan berlebih, serta kurangnya dukungan
keluarga sering menjadi faktor pemicu gastritis. Pola makan yang kurang benar
menjadi faktor utama penyebab gastritis, Kurangnya pengetahuan dan juga
konsumsi makanan berlebih, serta kurangnya dukungan keluarga sering
menjadi faktor pemicu gastritis (Mahaji Putri, R. S., Agustin, H., & . W.
(2018). Di Indonesia ada beberapa pola makan yang dapat mengakibatkan
gastritis seperti makan sambal berlebihan, makan makanan terlalu asam, dan
lain sebagainya.Pola hidup yang tidak baik akan menjadi masalah dikemudian
hari, salah satunya gastritis.

Awal terjadinya gastritis hingga mengakibatkan Resiko Defisit nutrisi


dikarenakan adanya bakteri Helicobakteri pylori,virus atau parasite,
peningkatan asam lambung, menghancurkan mukosa lambung menyebabkan
inflamsai dan menurunnya kemampuan produktif terhadap asam hingga
terjdinya gastritis dan meningkatkan motilitas sehinggga mengakibatkan
gangguan absorbsi nutrisi dan cairan oleh mukosa lambung yang biasanya di
dapati adanya mual,muntah,kembung,tidak nafsu makan dan anoreksia sehinga
menyebabkan asupan nutrisi tidak adekuat sehingga mengakibatkan resiko
defisit nutrisi (Ali, 20117).
Klien dengan penyakit tersebut jika tidak segera ditangani dengan tepat
akan menyebabkan resiko defisit nutrisi karena mual dan muntah yang berlebih
dan diikuti kurangnya asupan makanan per-oral sehingga proses absorbsi
makanan menjadi terganggu, hal ini akan semakin memburuk jika tubuh
semakin kekurangan asupan gizi dan pathogen akan banyak yang masuk
sehingga menginfeksi saluran usus dan akan semakin meningkat karena proses
inflamasi dalam rentang waktu yang lama, jika dibiarkan tubuh akan mendapat
pasokan nutrisi yang tidak adekuat dan akan mengalami penurunan daya tahan
tubuh. Hal ini dapat menyebabkan keadaan klien memburuk dan bisa terjadi
kematian (Ardiansyah, 2017).

Perawat sebagai pemberi layanan asuhan keperawatan memiliki peranan


yang sangat penting dalam perawatan pada klien yang mengalami penyakit
Gastritis dengan masalah resiko defisit nutrisi. Peranan yang pertama perawat
memperhatikan asupan nutrisi yang masuk dalam tubuh. Perawat juga harus
membantu melakukan hygiene oral sebelum dan sesudah makan sehingga
membuat makanan menjadi lebih menggugah selera, kemudian perawat
menganjurkan makan dengan porsi kecil tapi sering (Ardiansyah, 2017;
Lemone, Burke& Bauldoff, 2015).

Berdasarkan fenomena diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan


studi kasus tentang “Asuhan keperawatan pada gastritis dengan masalah resiko
defisit nutrisi” untuk meminimalkan angka kejadian penyakit gastritis yang
sering di jumpai pada kalanagan maayarakat menengah dan menengah
kebawah.

1.2 Batasan Masalah

Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada Asuhan Keperawatan


pada Pasien Gaatritis dengan Resiko Defisit Nutrisi Diwilayah Kerja
Puskesmas Pakis Kabupaten malang?
1.3 Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran Asuhan Keperawatan pada Pasien Gastritis


dengan Resiko Defisit Nutrisi Diwilayah kerja Puskemas Pakis Kabupaten
malang?

1.4 Tujuan Peneliti


1.4.1 Tujuan Umum
Menerapkan asuhan keperawatan serta memaplikasikannya pada
pasien gastritis dengan resiko defisit nutrisi diwilayah kerja puskesmas
pakis kabupaten malang.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Melaksanakan pengkajian keperawatan pada pasien gastritis dengan
resiko defisit nutrisi.
2. Menyusun diagnosa prioritas pada Pasien Gastritis dengan Resiko
Defisit Nutrisi.
3. Merencanakan tindakan keperawatan pada pasien gastritis dengan
resiko defisit nutrisi
4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien gastritis dengan
resiko defisit nutrisi.
5. Mengevaluasi keperawatan pada pasien gastritis dengan resiko defisit
nutrisi.
1.5 Manfaat peneliti
1.5.1 Manfaat Teoritis
1. Bagi Pengetahuan
Dapat memperkuat wacana yang telah ada tentang Resiko
Defisit Nutrisi pada pasien Gastritis Diwilayah Kerja Puskesmas
Pakis Kabupaten Malang.
2. Bagi profesi Keperawatan
Dpat dijadikan informasi maupun sebagai gambaran bagi
profesi Keperawatan yang lain dalam proses melakukan tindakan
Asuhan Keperawatan maupun bagi peneliti selanjutnya dalam
mengetahui bagaimana cara melakukan tindakan Asuhan
Keperawatan yang tepat pada Klien Gastritis dengan Resiko Defisit
Nutrisi Diwilayah Kerja Puskesmas Pakis Kabupaten Malang.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Bagi klien
Dapat memberikan Imformasi kepada pasien mengenai
Gastritis sehingg mampu mencegah lebih dini untuk resiko dan
komplikasi dari Gastritis.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Agar dapat dijadikan referensi maupun masukan bagi
lembaga pendidikan STIKes Kendedes dalam prosen belajar
mengajar untuk mengetahui pengelaman reaksi fiskologis klien
Gastritis Dengan Resiko Defisit Nutrisi Diwilayah Kerja Puskesmas
Pakis Kabupaten Malang.
3. Bagi Peneliti
Diharapakan peneliti dapat memperluas ilmu pengetahuan
dan menambah wawasan tentang Asuhan Keperawatan pada pasien
Gaatritis dengn Resiko defiait nutrisi Diwilayah Kerja Puskesmas
Pakis Kabupaten Malang.
4 .Bagi Masyarakat
Msyarakat dapat mengerti dan memahami tentang bagaimana
pengobatan pada Masyarakat atau klien Gastritis Dengan Resiko
Defisit Nutrisi Diwilayah Kerja Puskesmas Pakis Kabupaten
Malang.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Gastritis


2.1.1 Definisi Gastritis
Proses inflamasi pada lambung mengakibatkan mukosa lambung
terka sehingga seringkali penderita dapat merasakan mual, muntah dan
merasa nyeri pada ulu hati. Sehingga penyakit ini sering kali menyebabkan
kekambuahan oleh beberapa factor (Melani, 2016). Pola makan yang tidak
benar menjadi faktor utama penderita gastritis mengalami gangguan
pencernaan.
Penderita harus memperhatikan dengan benar makanan yang
dikonsumsi. Frekuensi makanan, jenis makanan dan juga tekstur harus
sesuai dan memastikan lambung tidak dalam keadaan kosong (Muhith,a.,&
Siyoto, 2017). Selain pola makan aktivitas yang berlebihan juga dapat
mempengarui pencernaan. Penderita yang mengalami stres juga dapat
memicu kekambuhan gastritis kronis, dikarenakan faktor fikiran dapat
meimbulkan kekambuhan (Kurniyawan & Kosasih, 2015).
2.1.2 Klasifikasi Gastritis
Beberapa klarifikasi gastritis menurut Angos, r. (2016) gastritis
dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Gastritis Akut
Penyakit yang diakibatkan peradangan pada dinding lambung, untuk
melindungi lambung dari kerusakan akibat asam lambung, dinding
lambung dilapisi oleh lendir mukus yang cukup tebal. Gastritis akut
dialami kurang dari tiga bulan. Gastritis akut dapat mengakibatkan luka
pada lambung bahkan sering terjadi (Kurniyawan & Kosasih, 2015).
Ada beberapa tipe pada gastritis kronis diantaranya gastritis akut,
erosive, dan eosinofilik. Secara umum gastritis mempunyai tanda gejala
yang serupa.
2. Gastritis kronik
Gastritis kronik, peradangan di lapisan lambung yang terjadi cukup
lama penderita mengalami nyeri ulu hati perlahan dan dalam cukup
lama. Nyeri diawali dengan yang lebih ringan dibanding dengan
gastritis akut. Namun terjadi lebih lama dan sering muncuk sehingga
mengakibatkan peradangan kronis. Hal ini juga beresiko pada kanker
lambung apabila tidak segera ditangani. Atropi progresif kelenjar
menjadi tanda bahwa terjadi gastritis kronis pada lambung, karena
hilangnya sel yang berperang pada lambung yaitu, sel parietal dan chief
sel. Gastritis kronik dibedakan menjadi tiga jenisn yaitu gastritis
superfisial, gastritis atropi dan gastritis hipertropi (Kurniyawan &
Kosasih, 2015).

2.1.3 Etiologi
Penyebab utama gastritis adalah bakteri Helicobacter pylori, virus,
atau parasit lainnya juga dapat menyebakan gastritis. Kontributor gastritis
akut adalah meminum alkohol secara berlebihan, infeksi dari kontaminasi
makanan yang dimakan, dan penggunaan kokain. Kortikosteroid juga dapat
menyebabkan gastritis seperti NSAID aspirin dan ibuprofen (Dewit, S. C.,
Stromberg, H., & Dallred, C. 2016).
Menurut Sipponen and Maaroos (2015), Penyebab gastritis dapat di
bedakan sesuai dengan klasifikasi, yaitu sebagai berikut :
1) Gastritis Akut, disebabkan oleh penggunaan obat-obat analgetik dan anti
inflamasi terutapan aspirin secara bebas tidak menggunakan resep
dokter. Mengkonsumsi bahan-bahan kimia seperti alkohol, kopi yang
banyak mengandung kafein dan juga orang yang.
2) Gastritis Kronik, penyebab yang terjadi pada umumnya belum diketahui
secara rinci, hanya saja sering bersifat multifaktor. Bisa terjadi akibat
kuman, pola makan yang tidak benar, memakan makanan yang
dipantang,dan kurangnya kepatuhan dalam terapi pengobatan.

2.1.4 Manifestasi Klinis


Menurut Dhani (2019), Gambaran klinis pada gastritis dibedakan
menjadi dua dengan manifestasi sebagai berikut, yaitu:
1. Gastritis Akut, gambaran klinis meliputi:
a. Timbulnya hemoragi yang mengakibatkan ulserasi superfisial pada
lambung.
b. Perasaan mual dan ingin muntah, sakit kepala kelelahan dan
ketidaknyamanan pada abdomen.
c. Gejala asimptomatik sering terjadi pada beberapa pasien
d. Memuntahkan makanan yang membuat lambung iritasi agar tidak
terjadi diare dan kolik.
e. Dalam beberapa hari pasien akan pulih, namun sering kali nafsu
makan belum kembali selama kurang lebih 3 hari.
2. Gastritis Kronis
Pada kasus gastritis kronis, sering terjadi penderita mengalami
kembung setelah memakan sesuatu, ketidaknyamanan pada mulut,
terjadinya mual dan muntah, paenderita juga sering mengalami nyeri pada
ulu hati, dan juga mengalami penurunan nafsu makan (anoreksia). Gelaja
defisiensi B12 tidak akan terjadi pada gastritis dengan tipe a yang
mengalami asimtomatik. 2.1.5 Patofisiologi
Gastritis adalah peradangan yang terjadi pada mukosa lambung,
salah satu faktor penyebab gastritis yaitu ketidakteraturan makan. Penyakit
gastritis biasanya mengalami kekambuhan apabila seseorang yang tidak
teratur makan.Jika seseorang terlambat makan sampai 2-3 jam maka
produksi asam lambung akan semakin meningkat atau berlebih sehingga
menyebabkan iritasi pada mukosa lambung dan dapat menimbulkan
rasa nyeri di area sekitar epigastrium(Takdir et al, 2018).
Mukosa lambung mengalami pengikisan akibat konsumsi alkohol,
Obat-obatan antiinflamasi nonsteroid,infeksi helicobacter pylori. Pengikisan
ini dapat menimbulkan reaksi peradangan. Inflamasi pada lambung juga
dapat dipicu oleh peningkatan sekresi asam lambung sehingga lambung
teraktivitas oleh rasa mual,muntah dan anoreksia. Anoreksia juga dapat
menyebabkan rasa nyeri yang di timbulkan karena kontak HCI dengan
mukosa gaster. Peningkatan sekresi lambung dapat dipicu oleh rangsangan
pernafasan,misalnya dalam kondisi cemas, stress , marah,melalui serabut
parasimpatik vagus akan menjadi peningkatan transmitter asetikolin,
histamine, gastrin releasing peptide yang dapat meningkatkan sekresi
lambung. Peningkatan ion H+ (hidrogen) tidak diikuti peningkatan
penawarnya seperti prostagladin, HCO3+, mukus akan menjadikan lapisan
mukosa lambung tergerus terjadi reaksi inflamasi. Prostagladin di butuhkan
untuk memproduksi kekebalan lapisan mukosa, serta bikabirnat untuk
menghambat produksi asam lambung dan meningkatkan aliran dalam
lambung. Semua efek ini di perlukan lambung untuk mempertahankan
integritas pertahanan mukosa lambung agar mengalami iritasi pada mukosa
lambung. ( Rukmana, 2018).
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik.
1. Urea Breath Test ( Test Nafas Urea ), Test Seroligis, Test Antigen feses
untuk pemeriksaan adanya Infeksi H. Pylori.
2. Analisis Lambung, Untuk mengkaji Sekresi Asam Hidroklorat.
3. Kadar Himoglobin, Hematokrit dan sel darah merah di evaluasi untuk
mengatasi adanya Anemia.
4. Endoscopi saluran cerna atas untuk menginpeksi perubahan mukosa
lambung, Mengidentifikasi Area pendarahan dan mendapat jaringan
untuk biospy. ( Lemone, Et Al . 2016 ).
2.1.7 Penatalaksanaan
Obat-obatan yang mengurangi jumlah asam lambung dan dapat
mengurangi Gejala yang mungkin menyertai Gastritis dan meningkatkan
penyembuhan lapisan perut. Pengobatan meliputi:
1. Antasida doen yang berisi aluminium, Karbonat Kalsium dan
Magnesium untuk mengurangi gejala yang berhubungan dengan
kelebihan asam lambung, tukat lambung, Gastritisd, dengan gejala
mual, nyeri lambung, nyeri ulu hati dan perasaan penuh pada lambung.
2. Histamine (H2) Bloker, seperti Ranatidin, untuk pengobatan jangka
pendek Tukak lambung, Gastritis, Tukak Usus 12 jari, pengobatan
Hiperekskresi patologis.
3. Inhibitor pomba proton (Ppi), seperti Omeprazole untuk pengobatan
jangka pendek tukak Duodenum, Tukak Lambung, Refluks Esophagus,
Gastritis.
4. Lanzoprazole, pengobatan jangka pendek Tukak Lambung, Gastritis,
Tukak Usus ( Anggraini, 2018 )
2.1.8 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin dapat terjadi pada Gastritis menurut
Sipponen And Maaroos (2015) adalah:Terjadinya saluran pencernaan yang
mengalami pendarahan.Terganggunya absorbsi dari Vitamin B12 yang
menjadikan ulkus,perforasi dan anemiaPada gastritis akut , sering sekali
terjadi komplikasi yang menimbulkan pendarahan pada bagian
saluranpencernaan.Terjadinya anemia akibat mengalami kuranag
penyerapan yang disebabkan gangguan Vitamin B12.
2.1.9 Pathway

(Amin & Hardhi, NANDA NIC-NOC : 2013)

Obat-obatan Kafein
H.Phylori
(NISAD,Aspirin,Sulfano
mida,Steroid,Digitalis).
Menurun produksi
Melekat pada
bikabornat(HCO3)
Menganggu pemb epitel lambung
entukan sawat
mukosa lambung Menurun kemampuan
Menghancurkan produktif terhadap asam
lapisan mukosa
lambung

Menurun barrier lambungng


terhadap asam dan pepsin

Menyebabkan perfusi
kembali asam lambung dan
pepsin

Inflmasi Erosi mukosa lambung

Nyeri
epigastrium Menurun tonus dan Mukosa lambung
peristaltic lembung kehilangan integritas
Nyeri akut
jaringan

Menurun sensori untuk Refluk isi duodenum


makan kelambung
Anoreksia Mual Dorongan ekspulasi isi
lambung kemulut

2.2 Resiko
Resiko Defisit Nutrisi
defisit
Muntah
nutrisi Risiko Defisit Nutrsi berhubungan dengan asupan Pendarahan
nutrisi yang tidak
adekuat. Definisi risiko defisit nutrisi adalah kondisi keadaan dimana klien
Kehilanagan cairan
berisiko dan elektrolit
mengalami asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi
Defisit kebutuhan
ketidakseimbanagan cairan
metabolisme (SDKI, 2017).
Defisit nutrisi adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme. Diagnosis defisit nutrisi menurut Standar Diagnosa
Keperawatan Indonesia termasuk kedalam kategori fisiologis dan
subkategori nutrsi dan cairan (PPNI, 2017). Penyebab (etiologi) dari defisit
nutrisi yaitu ketidakmampuan menelan makanan, ketidakmampuan
mencerna makanan dan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient. Adapun
gejala dan tanda (sign/symptom) yang muncul berupa tanda gejala mayor
defisit nutrisi yaitu obyektif (berat badan menurun minimal 10% dibawah
rentang ideal). Tanda gejala minor diantaranya yaitu subyektif (cepat
kenyang setelah makan, nafsu makan menurun) dan obyektif (bising usus
hiperaktif, otot menelan lemah, membran mukosa pucat, sariawan, serum
albumin turun, dan diare) (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
2.2.1 Definisi Nutrisi
Nutrisi adalah zat-zat gizi dan zat lain yang berhubungan dengan
kesehatan dan penyakit, termasuk keseluruhan proses-prose dalam tubuh
manusia untuk menerima makanan atau bahan-bahan dari lingkun hidupnya
serta mengeluarkan sisanya. Nutrisi dapat dikatakan sebagai ilmu tentang
makanan, zat-zat gizi dan zat lain yang terkandung, aksi reaksi dan
keseimbangan yang berhubungandengan ksehatan dan penyakit
(Wartonah,2010).
Konsumsi nutrisi yang baik tercermin dengan bahan yang sehat
ditandai dengan berat badan yang normal sesuai dengan tinggi badan serta
usianya, tidak mudah teransang penyakit infeksi ataupun penyakit menular,
terlindungi dari berbagi penyakit kronis,dan penyakit lebih produktif
(Defkes,2014).
2.2.2 Komponen Nutrisi
Nutrien adalah zat organic dan anorganik dalam makanan yang
diperlukan tubuh agar dapat berfungsi untuk beraktivitas, pertumbuhan dan
perkembangan, memilihara kesehatan dan mencegah penyakit, memelihara
fungsi tubuh, kesehatan jaringan dan suhu tubuh, mencegah defisiensi,
meningkatkan kesembuhan dan membentuk kekebalan tubuh (Harnonto
A.M. & Surnasih R. 2016). Nutrien terbagi kedalam 6 kategori yaitu
,karbohidrt, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air.
1. Karbohidrat
Karbohidrat adalah makanan yang memberikan energi bagi tubuh
untuk memakukan aktivitas. Karbohidrat menjadi sumber energi pertama
yang dibutukan dalam tububuh. Karbohidrat terbagi atas karbohidrat
komplek dan sedarhana. (Sutomo dan Anggraeni 2010) menyebutkan bahwa
glikogen merupakan karbohidrat komplek adalah simpanan energi dalam
tubuh yang disimpan dalam tubuh,hati dan otot. Apabila simpanan glikogen
ini berlebih maka tubuh mengubah menjadi lemak, sehimgga kondisi ini
merupakan pemicu terjadinya obesitas.
2. Protein
Protein merupakan zat yang dibutukan oleh tubuh dan protein juga
merpakan zat pembentuk jaringan tubuh seperti otot,otak, dan jaringan tubul
lainnya. Makanan yang kaya akan protein seperti telur, ayam, daging, susu,
keju, kedelai, dan makanan laut. Sedangkan makanan yang mengandung
cukup protein seperti kacang polong, kancanag buncis, kacang tanah,
sayuran hijau, biji-bijian serta kacang-kacangan lainya (Werner, Thuman, &
Maxwell, 2010). Protein berfungsi sebagi zat energi dan pembangun,
apabila karbohidrat dan lemak didalam tubuh tidak memenuhi kebutuhan
energi maka protein diubah menjadi sumber energi. Akibat yang
ditimbulkan apabila protein tidak menjalankan fungsi sebagi zat
pembangun.

3. Lemak
Lemak atau lipid, termasuk lemak netral, minyak, asam lemak,
kolestrol, dan phospholipid. Lemak berfunsi sebagai tranport sel, proteksi
organ vital, energi, simpanan energi pada adipose, absorsi vitamin, dan
transport vitamin larut lemak. lemak yang dioksidasi menghasilkan energi
9kkal/g.
Werner, Thuman, & Maxwell, 2010 lemak merupan cadangan
makanan yang di simpan dalam tubuh. Vitamin A, D, E, dan K merupakan
vitamin yang dapat larut dalam leamk. Lemak berasal dari bahan makanan
seperti minyak goring, mentega, margarin, dan lemak hewani dan botani
4. Vitamin
Vitamin merupakan zat organic yang biasanya tidak disintesis oleh
organisme dan hanya diperoleh dari lingkungangnya dan jumlah sangat
kecil (mikronutrien). Vitamin merupakan komponen yang sangat penting
dalam menentukan keatifan suatu enzim. Vitamin memiliki peran penting
dalam oksidasi biologis. Vitamin dapat digolongkan menjadi vitamin yang
larut dalam air dan viKtamin yang larut dalam lemak. Vitamin yang larut
dalam air adalah vitamin B dan vitamin C, sedangkan vitamin yang larut
dalam lemak adalah vitamin A, D, E, dan K.
5. Mineral
Mineral merupakan zat yang berfungsi sebagi pemelihara fungsi
tubuh, baik sel, jaringan, organ, ataupunseluruh fungsi tubuh
a. Calium
Calium berfunsi untuk membentuk dan memelihara tulamg dan gigi,
kontraksi dan relaksasi otot, permeabilitas membrane sel, pembekuan
darah dan transmisi saraf.
b. Magnesium
magnesium berfungsi untuk membentuk tulang, sintesi protein dan
relaksasi otot.
c. Sodium
Sodium berfunsi untuk membantu memelihara keseimbnagan assam
basa dan cairan tubuh.
d. Potasium/klium
Funsi patosium untuk keseimbngan cairan, regulasi kontraksi otot dan
sintesis protein.
e. Fosfor
Fosfor berfungsi utuk pembentukan dan pemeliharaan tulang dan gigi,
bregulasi hormone dan koenzim, keseimbngan asam basa, stektur
membran sel dan metabolisme energi.
f. Besi (Fe)
Besi berfunsi sebagi unsur pokok sistem enzim serta membawa oksigen
melalui hemoglobin dan miyoglobin.
g. Iodine
Funsi iodine dalah meregulasi basal metabolism rate yang merupakan
unsur pokok hormone tiroid.
h. Zinc
Fungsi zinc untuk pertumbuhan jaringan, perkembangan dari
penyembuhan kematangan seksual dan reproduksi, unsur utama
beberapa enzim dalam energi dan metabolism asam nuklet.
6. Air
Air sangat penting diberikan karena air merupakan media untuk
nutrisi lainnya. Sebaian besar tubuh manusia tersusun oleh air 50-75% dari
berat badan total tubuh. Air merupakan zat yang penting bagi tubuh
sehingga harus dijaga supaya asupan air seimbang.

2.2.3 Status Gizi


1. Definisi status nutrisi
Status gizi adalah kondisi didalam tubuh yang dapat mempengaruhi
Oleh komsumsi mkanan seseorang setiap harinya (Amalia, & Santoso,
2014). Status gizi merupakan keadaan satatus pada tubuh manusia yang
berhubungan konsumsi makanan, serta di pengaruhi berbagai faktor internal
maupun eksternal seperti usia, jenis kelamin, aktiovitas fisik, penyakit, serta
keadaan sosisal ekonomi (Wolley, Gunawan, & Warouw, 2016).

2.Penilaian Status Nutrisi


A. Penilaian langsung
1. 1.Antropometri
Pengukuran antropometri merupakan pengukuran yang dapat
melibatkan berat badan tinggi/panjang badan. Pengukuran dangan
antropometri dapat menggunakan tiga indicator yaitu BB/U, TB/U,
dan BB/TB. Dalam melakukan pengukuran tinggi/panjang badan
serta berat badan dengan antopometri harus dikonversikan nilai
standar (Zscore). Penggunaan antopometri adalah untuk pengukuran
ketidakseimbangan komsumsi karbohidrat dan protein terkait dengan
pertumbuhan fisik serta jaringan tubuh seperti lemak, otot, maupun
kandungan air didalam tubuh (Supariasa, 2013).
2. Penilaian klinis
Penilaian klinis biasanya digunakan jika mengalami
ketidakseimbnagan gizi pada jaringan epitel yaitu rambut, kulit,
mata, mukosa mulut serta kelenjar tiroid. Penilaian klinis digunakan
untuk melakukan deteksi cepat menngani tanda klinis secara umum
dari kelebihan maupun kekurangan gizi (Supariasa, 2013).
3. Biokimia
Penilaian biokimia merupakan penilaian dengan diuji didalam
laboratorium, jaringan tubuh yang digunakan dalam penilaian ini
yaitu otot, darah, hati, tinja serta urine. Penilaian biokimia biasanya
dimamfaatkan dalam masalah kurang gizi secara spesifik (Supariasa,
2013).
4. Biofisika
Penilaian biofisika digunakan dalam melihat kemampuan fungsi
seperti perubahan struktur dari jaringan. Penggunaannya biasanya
pada kondisi tertentu antara lain pada kasus rabun senja (Supariasa,
2013).
B. Penilaian tidak lansung
1. survey konsumsi makanan
Survey konsumsi makanan merupakan cara yang dapat digunakan
dengan melihat jenis maupun jumlah dari nutrisi yang biasa
dikonsumsi. Biasanya dapat dimanfaatkan dalam mengidentifikasi
kekurangan maupun kelebihan dari zat gizi (Supariasa, 2013)
2. Stalrik vital
Static vital digunakan dalam menganalisis bberapa data statistic
seperti umur,angka kesakitan dan angka kematian. Pengukuran ini
digunakan untuk indicator pengukuran status gizi masyrakat
(Supariasa, 2013).
3. Ekologi
Penilaian dengan ekologi penting dilakukan untuk tahu akan
penyebab kejadian malnutrisi dalam masyarakat. Malnutrisi
merupakan kondisi dari factor fisik, biplogis, dan lingkungan budaya
(Supariasa, 2013)
3. Klasifikasi Status Gizi
Status gizi di klasifiasikan berdasarkan tiga rumus yang pertama
adalah BB/U digunakan untuk mengklasifikasi gizi buruk,gizi kurang
(underweight), kedua adalah BB/TB yang digunakan untuk
mengklasifikasiakan kuru sekali,kurus (wasting), serta gemuk (obesitas).
Terakhir TB/U yang digunakan untuk sangat pendek (stunting), dan tinggi
normal. Klasifikasi tersebut mengcu pada standar Zscore WHO 2005.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi


a. Faktor langsung
Penyebab langsung masalah gizi yaitu ketidakseimbngan
antara asupan makanan dan penyakit infeksi.Kedua penyebab
langsung tersbut saling berkaitan, jika asupan makanan yang
dikonsumsi kurang dari kebutuhan maka menyebabkan daya tahan
tubuh melemah sehingga memudahkan penyakit infeksi untuk masuk
kedalam tubuh. Menurut Ulfah & Fransiska (2014) yang menyatakan
bahwa tingkat konsumsi makanan dan penyakit infeksi merupakan
penyebab langsung dari keadaan status gizi. Tingkat konsumsi
makanan yang dapat memenuhi kebutuhan baik secara kualitas
maupun kuantitasnya dapat mempengaruhi kondisi kesehatan gizi,
tetapi denagn adanya penyakit infeksi dapat mengurangi asupan
makanan, tubuh akan kehilanagan zat yang diperlukan dalam
metabolisme.
b. Faktor tidak langsung
Faktor yang dapat mempengaruhi status secara tidak
langsung menurut penelitain Putri & Wahyono (2013) mengatakan
bahwa hal lain yang mempengaruhi seperti kecukupan nutrisi dalam
sebuah keluaraga, sanitasi lingkungan, kemudahan dalam akses
layanan kesehatan, usia, jenis kelamin, rumah sebagi temapt tinggal,
pendidikan serta pekerjaan.
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Gastritis Dengan Resiko Defisit
Nutrisi

2.3.1 Pengkajian

A). Anamese

1. Identitas klien
a) Nama klien1 : untuk mengidentifikasi klien dan membedakan
antara satu klien dengan klien yang lainnya.
b) Usia : Menurut Wahyu dkk (2015) usia 30-65 tahun mempunyai
resiko lebih tinggi terkena gastritis.
c) Jenis kelamin : menurut jenis kelaminnya laki-laki dan
perempuan mempunyai potensi yang sama dapat menderita
gastritis (Tarwoto dan Wartonah, 2015).
d) Pendidikan : bagi orang yang tingkat pendidikan rendah/minim
mendapatkan pengetahuan tentang gastritis, maka akan
menganggap remeh penyakit ini bahkan hanya menganggap
gastritis sebagai sakit perut biasa dan akan memakan makanan
yang dapat menimbulkan// serta memperparah penyakit ini
(Khanza , et al., 2017).
2. Keluhan utama :
penderita datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri
epigastrium. Munculnya keluhan nyeri pada epigastrium diakibatkan
iritasi mukosa lambung yang merangsang noniseptor nyeri pada
lapisan otot lambung pada bagian pleksus saraf mienterikus
(Auerbach) (Sukarmin, 2012).
a. Riwayat Penyakit Sekarang : keluhan pasien berupa nyeri ulu
hati sampai datang ke rumah sakit (Mardalena, 2018).
b. Riwayat Penyakit Dahulu : pasien gastritis dengan
riwayatkebiasaan mengkonsumsi makanan berbumbu dan
minuman dengan kandungan kafein, alkohol yang merupakan
agen-agen yang menyebabkan iritasi mukosa lambung, riwayat
diet dan pola makan tidak teratur (Muttaqin dan Sari, 2013).
c. Riwayat Penyakit Keluarga : diisi dengan menyebutkan nama
penyakit berat yang pernah diderita oleh keluarga dan
dikhususkan terhadap riwayat kesehatan terutama penyakit
genetik dan penyakit keturunan (Setiadi, 2012).
d. Riwayat Alergi : riwayat alergi yang dimiliki klien harus
diketahui perawat. Alergen dapat berupa makanan, obat, bulu
hewan, serbuk sari maupun alergen lain yang dapat
menimbulkan alergi (Debora, 2017).
e. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Nutrisi
Peningkatan asam lambung pada penderita gastritis
akanmenurunkan nafsu makan, karena produk sekretorik
lambung akan lebih banyak mengisi lumen lambung
(Sukarmin, 2012).
b. Pola Eliminasi
Pola fungsi ekskresi feses, urine dan kulit seperti pola
bab,bak, dan gangguan atau kesulitan ekskresi. Faktor yang
mempengaruhi fungsi ekskresi seperti pemasukan cairan dan
aktivitas (Tarwoto dan Wartonah, 2015).
c. Pola Aktivitas
Penderita juga tampak malas untuk beraktivitas, banyak
tiduran, dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti
makan, BAB, BAK banyak dibantu oleh keluarga (Sukarmin,
2012).
d. Pola Istirahat
Difokuskan pada pola tidur, istirahat, relaksasi dan bantuan-
bantuan untuk merubah pola tersebut (Setiadi, 2012).

e. Pola Kebersihan Diri


Difokuskan pada upaya yang dilakukan individu dalam
memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya baik secara
fisik maupun mental guna memberikan perasaan stabil dan
aman pada diri individu (Ambarwati, 2014).
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : kemungkinan lemah akibat penurunan oksigen
jaringan, cairan tubuh dan nutrisi.
Tingkat kesadaran mungkin masih composmentis sampai apatis
kalau disertai penurunan perfusi dan elektrolit (kalium, natrium,
kalsium).
4. Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah: terjadi peningkatan tekanan darah.
Normalnya sistole 120-139 mmHg, diastole 80-89 mmHg.
b. Suhu : suhu tubuh dalam batas normal. Normalnya 36,5-
37,5◦C.
c. Nadi : adanya peningkatan denyut nadi karena pembuluh darah
menjadi lemah, volume darah menurun sehingga jantung
melakukan kompensasi menaikkan heart rate untuk menaikkan
cardiac output dalam mencukupi kebutuhan tubuh. Normalnya,
60-100x/menit.
d. Frekuensi pernapasan : pernapasan lebih cepat sekitar 24-
30x/menit. Normalnya 18-24x/menit (Sukarmin, 2012; Debora,
2017).
5. Pemerikaas fisik :
a. Pemeriksaan kulit dan kuku
Inspeksi : persebaran warna kulit, ada atau tidak edema, ada atau
tidak lesi, bentuk dan warna dasar kuku.
Palpasi : kelembaban kulit, turgor kulit elastis atau tidak, CRT,
suhu akral dingin atau hangat (Mubarak, et al., 2015).
b. Pemeriksaan kepala
Inspeksi : bentuk kepala, kebersihan pada kulit kepala, kebotakan
dan tanda-tanda kemerahan.
Palpasi : ada atau tidaknya massa pada kepala, ada atau tidaknya
nyeri tekan (Ambarwati, 2014).
c. Pemeriksaan mata
kemungkinan kelihatan cekung akibat penurunan cairan tubuh dan
anemis akibat penurunan oksigen jaringan, anemia perniosa, anemia
defisiensi besi.
Palpasi : kaji kekenyalan pada bola mata (Sukarmin, 2012).
Inspeksi
d. Pemeriksaan hidung
Inspeksi : kesimetrisan lubang hidung, kepatenan jalan napas, ada
atau tidak pernapasan cuping hidung.
Palpasi : ada atau tidak massa, ada atau tidak pembengkakan, ada
atau tidak nyeri tekan (Debora, 2017).
e. Pemeriksaan telinga
Inspeksi : kesimetrisan daun telinga, kebersihan, ada atau tidak lesi
Palpasi : ada atau tidaknya nyeri tekan pada daun telinga saat
ditarik dan tragus ditekan (Mubarak, et al., 2015).
f. Pemeriksaan mulut
Inspeksi : kemungkinan mukosa mulut kering akibat penurunan
cairan intrasel mukosa, bibir pecah-pecah, bau mulut tidak sedap,
ada atau tidaknya perdarahan pada gusi, kebersihan lidah (Setiadi,
2012).
g. Pemeriksaan leher
Inspeksi : ada atau tidaknya pembengkakan, ada atau tidak jaringan
parut.
Palpasi : ada atau tidak pembesaran kelenjar limfe, teraba atau tidak
kelenjar tiroid (Estrada, 2014).

6. Pemeriksaan thoraks
a. Pemeriksaan dinding dada dan paru-paru
Inspeksi : bentuk dan gerakan dinding dada, warna kulit, ada atau
tidak lesi.
Palpasi : pergerakan dinding dada, ada atau tidak massa,
pemeriksaan taktil fremitus.
Perkusi : hasil normal perkusi adalah resonan
Auskultasi : ada atau tidak suara nafas tambahan, suara nafas
vesikuler (Debora, 2017).
b. Pemeriksaan jantung
Inspeksi : tampak atau tidak ictus cordis, tampak atau tidak vena
jugularis.
Palpasi : adanya peningkatan denyut nadi karena pembuluh darah
menjadi lemah, volume darah menurun sehingga jantung melakukan
kompensasi menaikkan heart rate untuk menaikkan cardiac output
dalam mencukup kebutuhan tubuh.
Auskultasi : ada atau tidak bunyi jantung tambahan (Sukarmin,
2012).
c. Pemeriksaan payudara
Inspeksi : kesimetrisan dan warna kulit payudara.
Palpasi : ada atau tidak benjolan pada payudara, kebersihan putting
susu dan areola (Mubarak, et al., 2015).
d. Pemeriksaan abdomen.
Inspeksi : persebaran warna kulit, bentuk dan pergerakan dinding
abdomen, tampak kembung atau normal.
Auskultasi : dengarkan bunyi peristaltik usus kemungkinan terjadi
penurunan peristaltik usus (normalnya 5-30x/menit) karena lambung
teriritasi.
Perkusi : mengeluh atau adanya nyeri abdomen bagian epigastrium,
terdengar bunyi timpani pada area usus dan pekak pada area hepar
dan pancreas.
Palpasi : ada atau tidak massa, mengeluh atau tidak adanya nyeri
abdomen bagian epigastrium, ada atau tidak pembesaran pada hepar
(Sukarmin, 2012; Bickley, 2015; Debora, 2017).
7. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah
Inspeksi : kesimetrisan ekstremitas atas dan bawah, ada atau tidak
pembengkakan, kelengkapan jumlah jari.
Palpasi : ada atau tidak nyeri tekan pada struktur tulang dan otot
pada pergelangan tangan dan kaki (Estrada, 2014).
8. Pemeriksaan genetalia
Inspeksi : kebersihan area kulit genetalia, pertumbuhan rambut
pubis, keadaan lubang uretra, cairan yang dikeluarkan (Tarwoto dan
Wartonah, 2015).

2.3.2 Diagnosis Keperawatan


Diagnosis keperawatan yang sering muncul pada pasien gastritis
menurut Bulecheck, M Gloria, dkk (2016) adalah Resiko Defisit Nutrisi
berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan, mual/muntah,
kehilangan selera makan, dan atau gangguan makan. Penggunaan diagnosis
ini, hanya jika terdapat satu diantara tanda sebagai berikut :
1. Berat badan 20 % atau lebih di bawah ideal.
2. Kehilangan berat badan dengan asupan makanan yang adekuat.
3. Melaporkan adanya intake makanan yang kurang dari RDA
(Recomended Daily Allowance).
Diagnosi keperawatan merupakan pernyatan yang menggambarkan
respon manusia (keadan sehat atau perubahan pola interaksi atual/potensial)
dari individu atau kelompok ketika perawat secara legal mengidentifikasi
dan dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status
kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan atu mencegah perubahan.
Tujuan dari diagnose kepeawatan ini adalah:
1. Memungkinkan perawat untuk menganalisi dan mensintesis data yang
telah dikelompokan di bawah pola kesehatan.
2. Untuk mengidentifikasi masalah, factor penyebab masalah, kemampuan
klien untuk dapat mencegah atau memcahkan masalah (Doenges,
2000).
Menurut Deonges (2000), langkah-langkah menentukan diagnose
keperawatan yaitu: Klafikasi data, interpretasi data, menentukan hubungan
sebab akibat, dan merumuskan diagnose keperawatan. Focus diagnose
keperawatan yng mungkin muncul:
1. Nyeri berhubungan dengan mukosa lambung teriritasi.
2. Resiko Defisit Nutrisi berhubungan dengan mual, muntah, masukan
nutrient yang tidak adekuat.
3. Defisit Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan masukan cairan
yang tidak adekuat dan kehilangan cairan karena muntah.
2.3.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan adalah segala treatment yang di dikejakan
oleh perawat yang diasarakan pada pengetahuan dan penilaian klinis luaran
(Outcome) yang di harapkan.(Tim pokja SIKI.(2016).
No Diagnosa  Kriteria hasil Intervensi
1. Nyeri akut Tujuan: Manajemen nyeri
Definisi: Pengelaman sensorik atau Setelah dilakukan tinfakan keperawatan Definisi:
emosional yang berkaitan dengan kerusakan selama 3x24 jam di harapkan nyeri dapat Mengidentifikasi dan mengelola pengelaman sensorik
jaringan akutal atau fungsional,dengan onset berkurang atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
mendadak atau lamabat dan berintensitas Luaran Utama: jaringan atau fungsional dengan onset mendadak atau
ringan hinga berat yang berlangsung dari 3 Tingkat nyeri lambat dan berintensitas ringan hinga berat dan
bulan. Definisi: konstan.
Penyebab: Pengelaman sensorik atau emosional yang Observasi:
1. Agen pencedera fisiologi (mis, berkaitan dengan kerusakan jaringan atual 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
inflamasi, iskemia,neoflasma). atau fungsional dengan onset mendadak frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
2. Agen pencedra kimiawai (mis,terbakar, atau lambat berintensitas ringan hinga 2. Identifikasi skala nyeri.
bahan kimia iritan). berat dan konstan. 3. Identifikasi respon nyeri non verbal.
3. Agen pencedera fisik (mis, abses, No Idikator 1 2 3 4 5 4. Identifikasi factor penyebab dan memperingan
amputasi, terbakar, terpotong). 1 Espresi wajah nyeri.
saat nyeri
4. Mengangkat berat,prosedur operasi, 2 Keluhan nyeri 5. Identifiksasi pengetahuan atau keyakinan
trauma, latihan fisik berlebihan). tentang nyeri.
Gejala dan Tanda Mayor. 6. Identifikasi pengruh budaya terhadap respon
No Diagnosa  Kriteria hasil Intervensi
Subjektif: 3 Sikap nyeri.
1. Mengeluh nyeri. produktif 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
Objektif: gelisah hidup.
1. Tmapak meringis. 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer
2. Bersikap protektif (mis X : Sebelum intervensi yang sudah diberikan.
waspada,posisi menghindari nyeri). √ : Setelah intervensi 9. Monitor efek samping pengunaan analgesic.
3. Gelisah. Keterangan penilaian Terapatik:
4. Frekuensi nadi meningkat. 1. Keluhan sangat berat 1. Berikan teknik non farmakologi untuk
5. Sulit tidur. 2. Keluhan berat menguirangi rasa nyeri (mis, TENS, hypnosis,
Gejala dan Tanda Minor 3. Keluhan sedang akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
Objektif 4. Keluhan ringan pijat, aroma terapi, teknik imajinasi
1. Tekanan darah meningkat. 5. Tidak ada keluahan terbimbing, kompres hangat/dingin,terapi
2. Pola nafas berubah. bermain).
2. 3. Nafsu makan berubah. 2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
4. Prose berpikir terganggu. nyeri (mis, suhu rungan, pencahayaan,
5. Menaraik diri. kebisingan).
6. Berfokus pada diri sendri. 3. Fasilitasi istilahat dan tidur.
No Diagnosa  Kriteria hasil Intervensi
7. Diaforesis 4. Mempertimbangkan jenis dansumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri.
Edukasi:
1. Jelaskan penyebab, priode, dan pemicu nyeri.
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri.
3. Anjurkan monitor secara mandiri.
Resiko Defisit Nutrisi Tujuan: 4. Anjurkan pengunaan analgesik .secara tepat.
Definis: Berisiko mengalami asupan nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan mengurangi rasa nyeri.
metabolism. nutrisi pasien dapat terpenuhi. Kolaborasi:
Fakator resiko: Luaran utama: 1. Kolaborasi analgesic jika perlu.
1. Ketidakmampuan mengabsorbsi Status nutrisi Manajemen nutrisi
nutrient Definisi: Berisiko mengalami asupan Definisi: Mengidentifikasi dan mengelola asupan
2. Peningkatan kebutuhan metabolism nutrisi tidak cukup untuk memenuhi nutrisi yang seimbang.
3. Faktot ekonimi (mis, finansial tidak kebutuhan metabolism. Oservasi:
mencukupi) 1. Identifikasi status nutrisi.
4. Faktor fisiologis (mis, stress, 2. Identifikasi alergi dan intoteransi makanan.
No Diagnosa  Kriteria hasil Intervensi
keengganan untuk makan) 3. Identifikasi makanan yang disukai
5. Ketidakmampuan menelan makanan 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
No Indikator 1 2 3 4 5 nutrient.
Kondisi klinis terkait: 1. Identifikasi 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang
1. Strok status nasogastric.
2. Parkinson nutrisi 6. Monitor asupan makanan.
2. Monitor
3. Mobius syndrome 7. Monitor berat badan.
asupan
4. Cerebral palsy 8. Monitor hasil laboratorium.
makanan
5. Cleft lip 3. Monitor Terapiutik
3. 6. Cleft palate berat 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan,jika
7. Amyotropic lateral sclerosis badan perlu.
8. Kerusakan neuromuscular 2. Pasilitasi menentukan pedoman diet (mis,
9. Luka bakar X: Sebelum intervensi piramida makanan).
10. Kanker √: Seteleh intervensi 3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu
11. Infeksi Keterangan penilaian yang sesuai.
12. AIDS 1. Memburuk 4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
13. Penyakit Crhn’s 2. Cukup memburuk konstipasi.
No Diagnosa  Kriteria hasil Intervensi
14. Enterokolitis 3. Sedang 5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
15. Fibrosis kistik 4. Cukup membaik protein.
5. Membaik 6. Berikan suplamen makanan, jika perlu.
7. Hentikan pemberan makanan melalui selang
nasalgastrik jika asupan oral dapat di toleransi.
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika perlu.
Tujuan: 2. Ajarkan diet yang diprogramkan.
Setelah dilakauakan tindakan keperawatan Kolaborasi
selama 1x24 jam di harapkan 1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
ketidakseimbanagn cairan pasien dapat makan (mis,pereda nyeri,antlemetik), jika
terpenuhi. perlu.
Resiko Ketidakseimbangan cairan Luaran Utama: 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
Definisi:berisiko mengalami penurunan, Keseimbangan cairan mennentukan jumlah kalori dan dan jenis
peningkatan atau percepatan perpindahan Definisi: nutrient yang dibutukan, jika perlu.
cairan dari intravaskuler, interstisial, atau Mengidentifikasi dan mengolah
intraceluler. keseimbangan cairan dan mencegah
No Diagnosa  Kriteria hasil Intervensi
Faktor Resiko: komplikasi akibat ketidakseimbangan
1. Prosedur pembedahan mayor cairan.
2. Trauma atau pendarahan No Indikator 1 2 3 4 5
3. Luka bakar 1. Identifikasi Pemantauana cairan
4. Aperesis resiko Definisi:
5. Asites 2. Pencegahan Mengumpulkan dan menganalisis data
6. Obstruksi intenstinal pendarahan terkaitpengaturan keseimbangan cairan.
3. Pemantauan
7. Peradangan pangkreas Observasi:
elektrolit
8. Penyakit ginjal dan kelenjar X: Sebelum intervensi 1. Monitor frekuensi dan kekuatan nadi.
9. Disfungsi intestinal √: Setelah intervensi 2. Monitor frekuensi nafas.
Kondisi Klinis Terkait Keteranagan 3. Monitor tekanan darah.
1. Prosedur pembedahan mayor 1. Memburuk 4. Monitor berat badan.
2. Penyakit gijal dan kelenjar 2. Cukup memburuk 5. Monitor waktu pengisian kapiler.
3. Perdarahan 3. Sedang 6. Monitor elastisitas dan tugor kuli.
4. Luka bakar 4. Cukup membaik 7. Monitor jumlah, warna dan jenis urine.
5. Membaik 8. Monitor kadar albumin dan protein total.
9. Monitor hasil pemeriksaan serum (mis,
No Diagnosa  Kriteria hasil Intervensi
osmoralitas serum, hematocrit, natrium,
kalium, BUM).
10. Moniror intrek dan output cairan
11. Identifikasi tanda-tanda hivpovolomia (mis,
frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah ,
tekanan darah menurun, tekanan nadi
menyempit, tugor kulit menurun, membrane
mukosa kering, volume urine menurun dalam
waktu singkat).
12. Identifikasi tanda-tanda hipovolomia (mis
dyspnea, edema perifer, edema anasarka, JVP
meningkat, CVP meningkat, reflex
hepatojugular positif, berat badan menurun
dalam waktu sin gkat).
13. Identifikasi fakto resikoketidakseimbangan
cairan (mis,prosedur pembedahan
mayor,trauma/perdarahan, luak bakar,
No Diagnosa  Kriteria hasil Intervensi
apheresis, obstruksi intestinal, peradangan
prangkeas, penyakit ginjar dan kelenjar,
disfungsi intestinal).
Terapeutik
1. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien.
2. Dokumentasikan hasil pemantauan.
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.
2. Informasikan hasil pemantauan, jika petlu.
2.3.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah tahap ketika perawat mengapikasikan rencana asuhan keperawatan


kedalam bentuk intervensi keperawatan guna untuk menbantu pasien dalam mencapai tujuan
yang telah di tetapkan. Perawat melaksanakan tidakan keperawatan untuk intervensi yang di
susun dalam tahap perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat
keperawatan dan respon pasien terhadap tidakan tersebut (Anggaini, 2018).

2.3.5 Evaluasi

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan yaitu suatu proses yang digunakan untuk
mengukur dan memonitor kondisi pasien dengan membandigkan hasil tindakan yang telah
dilakukan dengan krateria hasil yang sudah ditetapkan (Debora, 2017).
BAB III
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Panelitian


Desain penelitian yang digunakan adalah studi kasus, studi kasus dalam penelitian
memberikan pemahaman tentang teori dan menambah ilmu pengetahuan serta wawasan di
bidang Asuhan Keperawatan pada pasien Gastritis dengan Resiko Defisit Nutrisi.

4.2 Batasan Istilah


Gastritis merupakan suatu peradangan mukosa lambung yang bersifat akut, kronik difus
atau lokal, dengan karakteristik anoreksia, perasaan penuh di perut (begah), tidak nyaman
pada epigastrium, mual, dan muntah, sehingga pada klien Gastritis akan mengalami resiko
defisit nutrisi.
Risiko Defisit Nutrsi berhubungan dengan asupan nutrisi yang tidak adekuat. Definisi
risiko defisit nutrisi adalah kondisi keadaan dimana klien berisiko mengalami asupan nutrisi
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme (SDKI, 2017).
Berdasarkan definisi di atas peneliti dapat menentukan siapa pasien yang dapat di teliti.
Klien yang ditemukan factor resiko defisit nutrisi, yaitu:
1. Ketidakmampun mengabsorbsi nutrient.
2. Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal.
3. Ketidakmampuan mencerna makanan
4.3 Partisipan
Partisipan penelitian ini adalah 2 klien dewasa yang menderita Gastritis dengan Resiko
Defisit Nutrisi, yang menjalani pengobatan diwilayah kerja Puskesmas Pakis, Kabupaten
Malang dan bersedia diberikan Asuham Keperawatan yaitu;
1. Mengidentifikasi dan mengelolah asupan nutrisi yang seimbang.
2. Memberikan informasi untuk meningkatkan kempuan pemenuhan kebutuhan nutrisi.
3. Melakukan test antigen feses untuk pemeriksaan adanya infeksi H.pylori
4.4 Lokasi dan Waktu penelitian
Lokasi penelitian terletak diwilayah kerja Puskesmas Pakis, Kabupaten Malang. Lama
waktu penelitian selama 2 mingu dengan waktu kunjungan minimal 4 kali selama masa
penyembuhan (recovery).
4.5 Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang diguanakan penelitia ini
1. Wawancara (observation)
Wawancara ini meliputi Identitas Klien, Keluhan Utama. Riwayat Penyakit
dahulu dan sekarang, Riwayat Penyakit Keluarga, Genogram, Pola Nutrisi, Pola
Eliminasi, Personal higyine, Istilahat dn Tidur, Kebiasaan mengisi waktu luang,
Kebiasaan yang mempengarui waktu luang, Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan,
Pengkajian kecemasan, pengkajain fungsional, Identifikasi masalah kognitif, Tingkat
kerusakan Intelektual, Pengkajian ADL, pengkajian keseimbangan, pengkajian nutrisi.
2. Observasi (observation).
Oservasi pengumpulan data melalui hasil pengamatan (inspeksi,palpasi,perkusi
dan aukultasi). Dengan cara melakuakan anamese,wawancara,observasi tingkat
permasalahan pasien.
1. Identifikasi status nutrisi.
2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan.
3. monitor asupan makan (mengukur intake dan output makanan).
4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient.
5. Monitor asupan makanan.
6. Pengukuran berat badan setiap pagi hari.
Dilakuan 1x24 jam selama intervensi
3. Dokumentasi.
Merupakan metode pengumpualn data dengan cara mengambil data yang berasal
dari dokumen asli. Dokumen asli tersebut dapat berupa dari pemeriksaan penujang dan
Rekam Medik. Memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan
infoermed consent agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui
dampaknya. Jika subjek bersedia maka mereka harus menandatangai lembar persetujuan.
Jika responden tidak bersedia maka peneli harus menghormati hak pasien. Beberapa
imformasi yang harus ada dalam informed consent tersebut antara lain: partisipan pasien,
tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang di butuhkan, komitmen,
prosedur,pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan,
informasi yang mudah di hubungi,dan lain-lain.
4.6 Uji keabsahan data
Uji keabsahan data. Uji keabsaha data yang di maksudkan untuk meguji kualitas
data/informasi yang diperoleh sehingga menghasilkan data dengan validasi tinggi. Uji
keabsahan data dilakukan dengan memperpanjang waktu pengamatan/tindakan. Sumber
informasi tambahan mengunakan trigulasi dari tiga data sumber utama yaitu klien,perawat
dan keluarga klien yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
4.7 Analisa data
Analisa data dilakaukan dengancara mengemukan data fakta, selanjutnya
membandingkan dengan teori yang ada dan selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan.
Teknik analisis yang digunakan dengan cara menerasikan jawaban-jawaban yang di peroleh
dari hasil interpretasi wawancara mendalam yang dilakuakan untuk menjawab rumusan
masalah. Teknik analisis yang digunakan cara observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi
yang menghasilkan data untuk selanjutnya diinterprestasiakan dan dibandingkan teori yang
ada sebagai bahan untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi tersebut.
Urutan dalam analisis adalah:
1. Pengumpulan data. Data yang dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara,observasi,
dokumentasi). Hasil di tulis dalam catatan lapanagan, kemudian disalin dalam bentuk
profosal.
2. Meredukasi data. Dari hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk cacatan lapangan
dijadikan dalam bentuk profosal dan dikelompokan menjadi data subjektif dan objektif,
di analisis berdasarkan pemeriksaaan diagnostic kemudian dibandingkan nilai normal.
3. Penyajian data. Penyajian data dapat dilakukan dengan table, gambar, bagan, maupun
tesk naratif, kerahasiaaan di jamin dengan tidak mengumbarkan identitas dari klien.
4. Kesimpulan. Dari data yang disjikan, kemudian data dibahas dan dibandigkan dengan
hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilakau kesehatan.
Penariakan kesimpulan dilakukan dengan metode indukasi. Data yang dikumpulkan
terkait dengan data pengkajian, diagnosis, perencanaan, tindakan dan evaluasi.
4.8 Etika penelitian
Dalam melakukan studi kasus, peneliti, mengajukan permohonan ijin kepada kepala
puskesmas. Untuk mendapatkan persetujuan dengan menekan pada masalah studi kasus yang
melipiti:
1. Informed Consent (persetujuan menjadi klien).
Merupakam bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian
dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut dibriakan sebelum
peneliti denagn memberikan lembar persetujan untuk menjadi respunden. Tujuan
informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui
dampaknya. Jika subjek b ersedia, maka merka harus menandatangani lembar
persetujuan. Jika responden tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak pasien.
Beberapa informasi yang harus ada dalam informed constent tersebut antar lain:
partisipasi pasien, tujuan dilakuakan tidakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen,
prosedur peleksanaan, potensial masalah yang lain-lain.
2. Anonymity (tampa nama).
Merupakan etika dalam studi kasus keperawatan dimana tidak menuliskan nama
pasien dalam data identitas pasien dan hanya diberikan nama inisial pasien.
3. Confidentiality (kerahasiaan).
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan
hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainya. Sesuai informasi yang
telah dikumpulkan dijamin kerahasiananya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu
yang akan diperboleh pada hasil riset.
4. Justice (Keadilan)
Peneliti memberikan kesempatan yang sama bagi pasien yang memenuhi kriteria
untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Selain itu, peneliti memberikan kesempatan
yang sama dengan partisipan untuk mengungkapkan perasaannya baik sedih maupun
senang dan mengungkapkan seluruh pengalamannya terkait motivasi hidupn.

Anda mungkin juga menyukai