Anda di halaman 1dari 51

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gastritis merupakan penyakit yang sering kita jumpai dalam

masyarakat maupun dalam bangsa penyakit dalam. Kurang tahunya

dan cara penanganan yang tepat merupakan salah satu

penyebabnya. Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa

dan sub mukosa pada lambung. Pada orang awam sering

menyebutnya dengan penyakit maag. Gastritis merupakan salah satu

yang paling banyak dijumpai klinik penyakit dalam pada umumnya.

Masyarakat sering menganggap remeh panyakit gastritis, padahal ini

akan semakin besar dan parah maka inflamasi pada lapisan mukosa

akan tampak sembab, merah, dan mudah berdarah. Penyakit gastritis

sering terjadi pada remaja, orang-orang yang stres,karena stres dapat

meningkatkan produksi asam lambung, pengkonsumsi alkohol dan

obat-obatan anti inflamasi non steroid. Gejala yang timbul pada

penyakit gastritis adalah rasa tidak enak pada perut, perut kembung,

sakit kepala, mual, lidah berlapis. Penyakit gastritis sangat

menganggu aktifitas sehari-hari, karena penderita akan merasa nyeri

dan rasa sakit tidak enak pada perut. Selain dapat menyebabkan rasa

tidak enak, juga menyebabkan peredaran saluran cerna atas, ulkus,

anemia kerena gangguan absorbsi vitamin B12 . (Ahmad Nur.2018)

1
2

Gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa

lambung. Peradangan ini dapat menyebabkan pembengkakan pada

mukosa lambung sampai terlepasnya epitel gangguan saluran

pencernaan. Pelepasan epitel akan merangsang timbulnya proses

inflamasi pada lambung. Inflamasi lambung disebabkan oleh bakteri

helicobactery pylori (H.phylori), faktor diet seperti minum air panas

atau pedas, penggunaan obat obatan, alkohol dan merokok(R &

Adwan, 2017).
3

Selain tingkat stres, pola makan juga mempengaruhi kejadian

penyakit gastritis karena pola makan yang tidak sesuai baik frekuensi,

makan tidak teratur atau tidak makan apapun dalam waktu relative

lama, akibatnya, kadar sama lambung terkikis hingga menimbulkan

semacam tukak. Jika pengikisan sudah terjadi, gastritis pun akan

semakin bereziko gejala penyakit yang muncul tidak lagi sekedar

mual, muntah dan sakit perut (Sopyan, 2015).

WHO (2017), insiden gastritis di dunia sekitar 1,8-2,1 juta dari

jumlah penduduk setiap tahunnya, di inggris (22%), China (31%),

Jepang (14,5%), Kanada (35%) dan Perancis (29,5%). Di Asia

Tenggara sekitar 586.635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya.

Presentase dari angka kejadian gastritis di Indonesia menurut (WHO

2017) adalah 40,8%.

Angka kejadian gastritis di Indonesia cukup tinggi dengan

prevalensi 274,396 kasus (Budiana dalam Syamsu 2017). Prevalensi

di Jawa Timur pada tahun 2013 mencapai 44,5% yaitu dengan jumlah

58.116 kejadian (Dinkes Jatim dalam Rumpianana 2017). Sedangkan

data dari Dinkes Kesehatan Kabupaten Madiun selama tahun 2018

dari seluruh Puskesmas se-Kabupaten Madiun penderita gastritis

mencapai 11.923 penderita. Di Puskesmas Kebonsari setiap tahunnya

mengalami peningkatan pada penderita gastritis pada tahun 2018

penderita gastritis mencapai 1.626, sementara pada tahun 2019

penderita gastritis berjumlah 1.804.


4

Data dari Sulawesi Selatan, penyakit gastritis termasuk

kedalam sepuluh besar penyakit rawat inap di Rumah Sakit Tingkat

Provinsi Sulawesi Selatan dengan jumlah pasien yang keluar karena

meninggal sebanyak 1,45% dari jumlah pasien yang dirawat (Dinkes

Sulsel, 2018).

berdasarkan rekap data penyakit gastritis dinas kesehatan

Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan tahun 2021 di 17 Puskesmas

Kabupaten pinrang tahun 2021 yaitu Puskesmas Suppa sebesar 500

(6,41%) kasus Gastritis, Puskesmas Ujung Lero sebesar 97 (1,24%)

kasus Gastritis, Puskesmas Mattiro Bulu sebesar 373 (4,79%) kasus

Gastritis, Puskesmas Mattiro Deceng sebesar 277 (3,55%) kasus

Gastritis, Puskesmas Mattombong sebesar 1179 (15,13%) kasus

Gastritis, Puskesmas Lanrisang sebesar 997 (12,79%) kasus Gastritis,

Puskesmas Cempa sebesar 56 (0,72%) kasus Gastritis, Puskesmas

Tadang Palie sebesar 262 (3,36%) kasus Gastritis, Puskesmas Teppo

sebesar 117 (1,50%) kasus Gastritis, Puskesmas Leppangan sebesar

205 (2,63%) kasus Gastritis, Puskesmas Lampa sebesar 624 (8,01%)

kasus Gastritis, Puskesmas Bungi sebesar 1148 (14,73%) kasus

Gastritis, Puskesmas Tuppu sebesar 921 (11,82%) kasus Gastritis,

Puskesmas Salimbongan sebesar 533 (6,84%) kasus Gastritis, dan

Puskesmas sulili sebesar 506 (6,49%) kasus Gastritis, Meskipun

Puskesmas suppa bukan urutan 5 besar Gastritis tertinggi namun

puskesmas suppa masuk di urutan ke 8, tetapi 10 besar terbanyak


5

kasus gastritis di kabupaten pinrang, tren/kecenderungan Gastritis

berdasar hasil rekap data dinas kesehatan 2019-2021, Puskesmas

Suppa mengalami kenaikan kasus Gastritis yang setiap tahunya

dibandingkan dengan puskesmas yang ada di Kabupaten Pinrang.

(Dinkes, 2022).

Berdasarkan hasil pengambilan data awal yang diperoleh di

Puskesmas Suppa Kecamatan Supaa Kabupaten Pinrang, tentang

jumlah gastritis selama 3 tahun terakhir sebanyak 378 (28,51%)

kasus Gastritis pada tahun 2019. Pada tahun 2020 sebanyak 448

(33,79%) Kasus Gastritis. Pada tahun 2021 sebanyak 500 (37,71%)

Kasus gastritis. Pada tahun 2022 bulan Januari sebanyak 24 orang,

Februari 36 orang, dan Maret sebanyak 41 orang. Dimana pada tahun

2019 ke tahun 202 mengalami peningkatan. (Puskesmas Suppa,

Tahun 2022).
6

Penelitian Prasetyo (2015), didapatkan dari 70 responden

sebanyak 28 (40%) responden mengalami stress sedang, sebanyak

25 (36%) responden mengalami stress ringan dan 17 (24%)

responden tidak mengalami stres. Sedangkan kejadian gastritis

sebanyak 39 (55,7%) responden mengalami gastritis dan sebanyak 31

(44,3%) responden tidak mengalami gastritis. Adapun menurut

penelitian Zenab (2013), membuktikan dari 60 responden sebanyak

31 (52%) responden mengalami pola makan buruk dan sebanyak 29

(48%) responden mengalami pola makan baik, sedangkan untuk

kejadian gastritis sebanyak 35 (58%) responden mengalami gastritis

akut dan sebanyak 25 (42%) responden mengalami gastritis kronis.

Dari hal tersebut maka perbedaan dari penelitian terdahulu yaitu

penelitian ini meneliti kejadian stress dan pola makan yang

menyebabkan gastritis.

Berdasarkan survey awal pada bulan mei 2022 melalui

metode wawancara. Menurut peneliti dari 7 pasien yang menderita

gastritis di puskesmas suppa Kecamatan suppa kabupaten pinrang,

didapatkan 5 pasien yang mengalami pola makan yang tidak teratur

diantaranya pada anak sekolah menengah atas (SMA), dan 2

diantaranya menderita gastritis akibat faktor stres. Dari fenomena

diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang “ Hubungan Pola Makan

dan Stres dengan Kejadian Gastritis di Puskesmas suppa Kecamatan

suppa Kabupaten Pinrang.


7

Berdasarkan latar belakang di atas maka, peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian dengan maksud untuk mengetahui

tentang Hubungan Pola Makan Dan Stress Dengan Kejadian Gastritis

di Puskesmas Suppa Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang Tahun

2022.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah diuraikan diatas

maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut “Adakah

Hubungan Pola Makan dan Stres dengan Kejadian Gastritis di

Puskesmas Suppa Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang Tahun

2022?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan Pola Makan dan Stres

dengan Kejadian Gastritis di Puskesmas Suppa Kecamatan Suppa

Kabupaten Pinrang Tahun 2022.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk Mengetahui Hubungan Pola Makan dengan Kejadian

Gastritis di Puskesmas Suppa Kecamatan Suppa Kabupaten

Pinrang?

b. Untuk Mengetahui Hubungan Stres dengan Kejadian Gastritis

di Puskesmas Suppa Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang?


8

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi sumber informasi

bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti tentang Hubungan Pola

Makan dengan Kejadian Penyakit Gastritis

2. Manfaat Institusi

Sebagai bahan masukan untuk pengembangan ilmu keperawatan

dan dapat menjadi sumber informasi bagi pihak dan institusi

tentang hubungan pola makan dan stres dengan kejadian penyakit

gastritis. di Puskesmas Suppa Kecamatan Suppa Kabupaten

Pinrang.

3. Manfaat Praktis

Bagi peneliti sendiri merupakan suatu pengalaman yang sangat

berharga dalam mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh serta

dapat memperluas wawasan dan ilmu pengetahuan khususnya

tentang hubungan pola makan dan stres dengan kejadian penyakit

gastritis di Puskesmas Suppa Kecamatan Suppa Kabupaten

Pinrang.
9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Pola Makan

1. Pengertian Pola Makan

Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan

gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang

dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas suatu

kelompok masyarakat tertentu (Sulistyoningsih, 2016).

Pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh

sesorang atau sekelompok orang dalam memilih, menggunakan

bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi

frekuensi makan, porsi makan, dan jenis makan yang bedasarkan

faktor-faktor sosial, budaya dimana mereka hidup (Hudha dalam

Bagas, 2016).

Pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh

sesorang atau sekelompok orang dalam memilih, menggunakan

bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi

frekuensi makan, porsi makan, dan jenis makan yang bedasarkan

faktor-faktor sosial, budaya dimana mereka hidup (Hudha dalam

Bagas, 2016).

Pola makan adalah cara atau usaha dalam pengaturan

jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertentu seperti

8
10

mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau

membantu kesembuhan penyakit.

Pola makan yang sehat selalu mengacu kepada gizi yang

seimbang yaitu terpenuhinya semua zat gizi sesuai dengan

kebutuhan (Depkes RI, 2016).

Pola makan yang baik dan benar mengandung karbohidrat,

lemak, protein, vitamin dan mineral. Pola makan 3 kali sehari yaitu

makan pagi, selingan siang, selingan sore, makan malam dan

sebelum tidur. Makan selingan sangat diperlukan terutama jika

porsi makanan utama yang dikonsumsi saat makan pagi, siang,

dan malam belum tercukupi. Makan selingan tidak boleh

berlebihan karena dapat menyebabkan nafsu makan saat

menyantap makanan utama berkurang akibat kekenyangan

makanan selingan (Sari, 2016).

Pola makan memiliki 3 (tiga) komponen yaitu jenis, frekuensi dan

jumlah makan.

a. Jenis Makan

Jenis makan adalah sejenis makanan pokok yang

dimakan setiap hari terdiri dari makanan pokok, lauk hewani,

lauk nabati, sayuran dan buah yang dikonsumsi setiap hari.

Makanan pokok adalah sumber makanan utama di negara

indonesia yang dikonsumsi setiap orang atau sekelompok


11

masyarakat terdiri dari beras, jangung, sagu, umbi-umbian dan

tepung (Sulistyoningsih, 2016).

Jenis makanan yang dianjurkan untuk dikonsumsi guna

mencegah gastritis adalah sumber karbohidrat yang mudah

dicerna (nasi lunak, roti, biskuit, krekers), sumber protein yang

diolah dengan cara direbus dan dipanggang dan ditumis,

sayuran yang tidak bergas dan tidak banyak serat (bayam dan

wortel), buah-buahan yang tidak bergas (pepaya,pisang,pir),

dan minuman (teh,susu). Jenis makanan yang tidak dianjurkan

adalah sumber karbohidrat yang sulit dicerna (nasi keras,beras

ketan, mie, jagung, singkong, talas, cake, kue tart), sumber

protein yang diolah dengan cara digoreng dan digulai, sarden,

kormet dan keju, sayuran yang bergas dan banyak serat (daun

singkong, kol, kembang kol, sawi), buah-buahan yang bergas

dan tinggi serat (kedondong, jambu biji, durian, nangka, dan

buah-buahan masam), makanan yang pedas, makanan bergas,

dan berlemak tinggi (tapai, cokelat, gorengan, jeroan) dan

minuman bergas (Almatsier, 2010).

Kesehatan lambung sangat erat kaitannya dengan

makanan yang kita konsumsi. Seperti yang dikatakan Brunner

dan Sudarth dalam bukunya Medical Surgical Nursing, bahwa

gastritis adalah suatu penyakit yang paling sering diakibatkan

oleh ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan


12

cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu (Brunnerth

dan Sudarth, 2016).

b. Frekuensi Makan

a) Defenisi

Frekuensi makan adalah berapa kali makan dalam

sehari meliputi makan pagi, makan siang, makan malam dan

makan selingan (Depkes RI, 2016).

Frekuensi makan adalah jumlah makan sehari-hari

baik kualitatif dan kuanitatif, secara alamiah makanan diolah

dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut

sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung

tergantung sifat dan jenis makanan, jika rata-rata lambung

kosong antara 3-4 jam, jadwal makanpun menyesuaikan

dengan kosongnya lambung (Okviani, 2011).

b) Frekuensi makan makanan beresiko

Makanan yang terbukti berhubungan dengan

kejadian gastritis, yaitu makanan pedas, makanan asam, dan

makanan yang bergaram (asin) tinggi. (Yunita, 2015).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yunita dikatakan

bahwa frekuensi makan makanan pedas berhubungan

signifikan dengan kejadian gastritis. Semakin sering makan

makanan pedas, maka akan semakin beresiko terkena

gastritis.
13

c) Frekuensi minum minuman beresiko

Minuman bersoda merupakan minuman yang

mengandung banyak gas. Gas dalam lambung dapat

memperberat kerja lambung, oleh karena itu orang yang

memiliki gangguan pencernaan dianjurkan untuk tidak

mengkonsumsi makan dan minuman yang mengandung

banyak gas. Minuman bersoda juga mengandung kafein.

Seperti yang telah disampaikan sebelumnyua bahwa kafein

dapat memicu sekresi getah lambung yang sangat asam

lebih dari yang dibutuhkan meskipun tidak ada makanan di

dalam lambung. Minuman bersoda juga memiliki pH antara

3-4, artinya bersifat asam. Seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya bahwa asam dapat memperlambat

pengosongan lambung sebelum dinetralisasi masuk ke

duodenum. Asam yang tertahan lama ada lambung akan

meningkatkan peluang lapisan mukosa lambung untuk

teriritasi (Anonim, 2015)

c. Porsi Makan

Jumlah atau porsi merupakan suatu ukuran maupun

takaran makanan yang dikonsumsi pada tiap kali makan.

Jumlah porsi (porsi) makanan sesuai dengan anjuran makanan

bagi remaja menurut (Hudha dalam Bagas, 2016). Jumlah

(porsi) standar bagi remaja antara lain : makanan pokok berupa


14

nasi, roti tawar, dan mie instant. Jumlah atau porsi makanan

pokok antara lain : nasi 100 gram, telur 50 gram, tempe 50

gram (dua potong) tahu 100 gram (dua potong). Sayur

merupakan bahan makanan yang berasal dari tumbuh-

tumbuhan, jumlah atau porsi sayuran dari berbagai jenis

masakan sayuran antara lain : sayur 100 gram. Buah

merupakan suatu hidangan yang disajikan setelah makanan

utama berfungsi sebagai pencuci mulut. Jumlah porsi buah

ukuran 100 gram, ukuran potong 75 gram.

2. Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan

Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya

pola makan adalah faktor ekonomi, sosial budaya, agama,

pendidikan, dan lingkungan (Sulistyoningsih, 2016).

a. Faktor ekonomi

Variabel ekonomi mencukup dalam peningkatan

peluang untuk daya beli pangan dengan kuantitas dan kualitas

dalam pendapatan menurunan daya beli pangan secara kualitas

maupun kuantitas masyarakat.Pendapatan yang tinggidapat

mencakup kurangnya daya beli dengan kurangnya pola makan

masysrakat sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih di

dasarkan dalam pertimbangan selera dibandingkan aspek

gizi.kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan impor.


15

b. Faktor Sosial Budaya

Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan dapat

dipengaruhi oleh faktor budaya sosial dalam kepercayaan

budaya adat daerah yang menjadi kebiasaan atau adat.

Kebudayaan disuatu masyarakat memiliki cara mengkonsumsi

pola makan dengan cara sendiri. Dalam budaya mempunyai

suatu cara bentuk macam pola makan seperti:dimakan,

bagaimana pengolahanya, persiapan dan penyajian.

c. Pendidikan

Dalam pendidikan pola makan iala salah satu

pengetahuan, yang dipelajari dengan berpengaruh terhadap

pemilihan bahan makanan dan penentuan kebutuhan gizi.

d. Lingkungan

Dalam lingkungan pola makan ialah berpengaruh

terhadap pembentuk perilaku makan berupa lingkungan

keluarga melalui adanya promosi, media elektroni, dan media

cetak.

3. Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Gastritis

Menurut Potter & Perry (2016) pola makan yang tidak baik

dan tidak teratur dapat meningkatkan asam lambung sehingga

lambung menjadi sensitif dan menyebabkan terjadinya gatritis. Hal

ini sebagaimana yang disampaikan oleh Restianti (2016) bahwa

orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang


16

penyakit gastritis. Sebab pada saat perut harus di isi, tapi dibiarkan

kosong atau ditunda pengisiannya maka asam lambung akan

mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbul rasa nyeri.

Pola makan tidak teratur akan membuat lambung sulit beradaptasi.

Jika hal tersebut berlangsung lama, produksi asam lambung akan

berlebih sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa lambung.

Selain keluarnya asam lambung, kontraksi lapar juga akan

menghasilkan gerakan kontraksi yang kuat. Kontraksi ini sering

terjadi bila lambung dalam kondisi kosong dalam waktu yang lama.

Kontraksi ini biasanya merupakan kontraksi peristaltik ritmik yang

mungkin merupakan gelombang pencampuran tambahan pada

korpus lambung. Gelombang ini akan menjadi sangat kuat sekali.

Dinding lambung satu sama lain saling bergabung dan

menimbulkan kontraksi yang berlangsung terus menerus selama

dua sampai tiga menit. Kontraksi lapar biasanya paling kuat pada

orang muda sehat dan akan bertambah kuat pada keadaaan kadar

gula darah rendah (Guyton & Hall, 2016).

Pola makan disuatu daerah dapat berubah-ubah sesuai

dengan perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat

antara lain faktor budaya, agama/kepercayaan, status sosial

ekonomi, hal-hal yang disukai atau tidak disukai, rasa lapar, nafsu

makan,rasa kenyang dan kesehatan. Berbicara tentang makanan

berarti membicarakan saluran pencernaan yaitu dimulai dari mulut,


17

kerongkongan, esofagus, lambung, usus halus, usus besar dan

anus. Masing-masing bagian saluran makanan ini dapat

mengakibatkan berbagai macam penyakit karena pola makan yang

salah. Pola makan yang tidak sehat, dapat menyebabkan

gangguan pencernaan. Salah satu penyakit yang dapat timbul

pada lambung adalah Gastritis (Nurminda, 2016).

B. Tinjauan Umum Tentang Stres

1. Pengertian Stres

Stres adalah kondisi yang disebabkan oleh interaksi antara

individu dengan lingkungan, menimbulkan persepsi jarak antara

tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi yang bersumber pada

sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang. Stres juga

dikatakan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak

menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang (Legiran, Azis

& Bellinawati, 2015).

Stres merupakan suatu kondisi pada individu yang tidak

menyenangkan dimana dari hal tersebut dapat menyebabkan

terjadinyanya tekanan fisik maupun pisikologi pada individu

(Manurung,2016).

Stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang

disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan, yang

dipengaruhi oleh lingkungan maupun penampilan individu didalam

lingkungan (Lestari, 2015).


18

Lazarus dan Folkman (dalam Evanjeli, 2012) yang

menjelaskan stres sebagai kondisi individu yang dipengaruhi oleh

lingkungan. Kondisi stres terjadi karena ketidakseimbangan antara

tekanan yang dihadapi individu dan kemampuan untuk menghadapi

tekanan tersebut. Individu membutuhkan energi yang cukup untuk

menghadapi situasi stres agar tidak mengganggu kesejahteraan

mereka.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa stres

adalah suatu peristiwa atau pengalaman yang negatif sebagai

sesuatu yang mengancam, ataupun membahayakan dan individu

yang berasal dari situasi yang bersumber pada sistem biologis,

psikologis dan sosial dari seseorang.

2. Aspek-Aspek Stres

Pada saat seseorang mengalami stres ada dua aspek utama dari

dampak yang ditimbulkan akibat stres yang terjadi, yaitu aspek

fisik dan aspek psikologis (Sarafino, 1998) yaitu :

a. Aspek fisik

Berdampak pada menurunnya kondisi seseorang pada saat stres

sehingga orang tersebut mengalami sakit pada organ tubuhnya,

seperti sakit kepala, gangguan pencernaan.

b. Aspek psikologis

Terdiri dari gejala kognisi, gejala emosi, dan gejala tingkah laku.

Masing-masing gejala tersebut mempengaruhi kondisi psikologis


19

seseorang dan membuat kondisi psikologisnya menjadi negatif,

seperti menurunnya daya ingat, merasa sedih dan menunda

pekerjaan. Hal ini dipengaruhi oleh berat atau ringannya stres.

Berat atau ringannya stres yang dialami seseorang dapat dilihat

dari dalam dan luar diri mereka yang menjalani kegiatan

akademik di kampus. Berdasarkan teori yang diuraikan diatas

maka dapat didimpulkan aspek-aspek stres terdiri dari aspek fisik

dan aspek psikologis, aspek-aspek tersebut dijadikan sebagai

indikator alat ukur skala sters akademik.

3. Faktor-Faktor Stres

Setiap teori yang berbeda memiliki konsepsi atau sudut

pandang yang berbeda dalam melihat penyebab dari berbagai

gangguan fisik yang berkaitan dengan stres. Di bawah ini akan

dijelaskan beberapa sudut pandang tersebut.

a. Sudut pandang psikodinamik

Sudut pandang psikodinamik mendasarkan diri mereka

pada asumsi bahwa gangguan tersebut muncul sebagai akibat

dari emosi yang direpres. Hal-hal yang direpres akan

menentukan organ tubuh mana yang terkena penyakit. Sebagai

contoh, apabila seseorang merepres kemarahan, maka

berdasarkan pandangan ini kondisi tersebut dapat memunculkan

essensial hypertension.
20

b. Sudut pandang biologis

Salah satu sudut pandang biologis adalah somatic

weakness model. Model ini memiliki asumsi bahwa hubungan

antara stres dan gangguan psikofisiologis terkait dengan

lemahnya organ tubuh individu. Faktor biologis seperti misalnya

genetik ataupun penyakit yang sebelumnya pernah diderita

membuat suatu organ tertentu menjadi lebih lemah daripada

organ lainnya, hingga akhirnya rentan dan mudah mengalami

kerusakan ketika individu tersebut dalam kondisi tertekan dan

tidak fit.

c. Sudut pandang kognitif dan perilaku

Sudut pandang kognitif menekankan pada bagaimana

individu mempersepsi dan bereaksi terhadap ancaman dari luar.

Seluruh persepsi individu dapat menstimulasi aktivitas sistem

simpatetik dan pengeluaran hormon stres. Munculnya emosi

yang negatif seperti perasaan cemas, kecewa dan sebagainya

dapat membuat sistem ini tidak berjalan dengan berjalan lancar

dan pada suatu titik tertentu akhirnya memunculkan penyakit.

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa bagaimana seseorang

mengatasi kemarahannya ternyata berhubungan dengan

penyakit tekanan darah tinggi (Fausiah dan Widury, 2015).

Stres bersumber dari frustasi dan konflik yang dialami

individu dapat berasal dari berbagai bidang kehidupan manusia.


21

Dalam hal hambatan, ada beberapa macam hambatan yang

biasanya dihadapi oleh individu seperti :

1) Hambatan fisik : kemiskinan, kekurangan gizi, bencana alam

dan sebagainya.

2) Hambatan sosial : kondisi perekonomian yang tidak bagus,

persaingan hidup yang keras, perubahan tidak pasti dalam

berbagai aspek kehidupan. Hal-hal tersebut mempersempit

kesempatan individu untuk meraih kehidupan yang layak

sehingga menyebabkan timbulnya frustasi pada diri

seseorang.

3) Hambatan pribadi : keterbatasan-keterbatasan pribadi individu

dalam bentuk cacat fisik atau penampilan fisik yang kurang

menarik bisa menjadi pemicu frustasi dan stres pada individu.

4. Tahapan Stres

Martaniah dkk, 1991(dalam Rumiani, 2006 ) menyebutkan bahwa

stresterjadi melalui tahapan :

a. Tahap 1 : stres pada tahap ini justru dapat membuat seseorang

lebih bersemangat, penglihatan lebih tajam, peningkatan

energi, rasa puas dan senang, muncul rasa gugup tapi mudah

diatasi.

b. Tahap 2 : menunjukkan keletihan, otot tegang, gangguan

pencernaan.
22

c. Tahap 3 : menunjukkan gejala seperti tegang, sulit tidur, badan

terasa lesu dan lemas.

d. Tahap 4 dan 5 : pada tahap ini seseorang akan tidak mampu

menanggapi situasi dan konsentrasi menurun dan mengalami

insomnia.

e. Tahap 6 : gejala yang muncul detak jantung meningkat,

gemetar sehingga dapat pula mengakibatkan pingsan.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan tahapan stres

terbagi menjadi 6 tahapan yang tingkatan gejalanya berbeda-

beda di setiap tahapan.

5. Tingkat Stres

Stres adalah suatu kondisi dimana keadaan tubuh

terganggu karena tekanan yang didapat secara mental maupun

fisik.Tingkat stres yaitu hasil penilaian derajat stres yang dialami

individu.Tingkat stres dapat digolongkan menjadi stres normal,

stres ringan, stres sedang dan stres berat (Mardiana & Zelfino,

2018).

a. Stres Normal

Stres normal yang dihadapi secara teratur dan

merupakan bagian alamiah dari kehidupan. Seperti dalam

situasi: kelelahan setelah mengerjakan tugas, takut tidak lulus

ujian, merasakan detak jantung berdetak lebih keras ketika

melakukan bimbingan skipsi maupun ketika akan melakukan


23

persentasi. Stres normal alamiah dan menjadi penting, karena

setiap mahasiswa pasti pernah mengalami stres bahkan, sejak

dalam kandungan (Purwati, 2015).

b. Stres Ringan

Stres ringan adalah stressor yang dihadapi setiap orang

secara teratur, umumnya dirasakan oleh setiap mahasiswa

misalnya: lupa, kebanyakan tidur, kemacetan, dikritik atau revisi

skripsi yang menumpuk. Situasi seperti ini biasanya berakhir

dalam beberapa menit atau beberapa jam dan biasanya tidak

akan menimbulkan bahaya (Rachmadi, 2014).

c. Stres Sedang

Stres sedang berlangsung lebih lama dari beberapa

jam sampai beberapa hari. Misalnya masalah perselisihan yang

tidak dapat diselesaikan dengan teman atau pacar,kesepakatan

yang belum selesai,beban kerja yang

berlebihan,mengharapkan pekerjaan baru, (Potter & Perry,

2017).

d. Stres Berat

Stres berat yang terjadi beberapa minggu sampai

tahun.Semakin sering dan lama situasi stress, semakin tinggi

resiko kesehatan yang ditimbulkan (Mardiana & Zelfino,

2018).Stres berat seperti perselisihan dengan dosen atau

teman secara terus-menerus, kesulitan finansial yang


24

berkepanjangan, dan penyakit fisik jangka panjang.Makin

sering dan lama situasi stres, makin tinggi risiko stres yang

ditimbulkan. Stressor ini dapat menimbulkan gejala, antara lain

merasa tidak dapat merasakan perasaan positif, merasa tidak

kuat lagi untuk melakukan suatu kegiatan, merasa tidak ada hal

yang dapat diharapkan di masa depan, sedih dan tertekan,

putus asa, kehilangan minat akan segala hal, merasa tidak

berharga sebagai seorang manusia, berpikir bahwa hidup tidak

bermanfaat. Semakin meningkat stres yang dialami mahasiswa

tingkat akhir secara bertahap maka akan menurunkan energi

dan respon adaptif (Purwati, 2015).

6. Pengukuran Stres

Instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur skla

stress adalah HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) yang

biasanya digunakan untuk mengukur skla kecemasan karena

merupakan salah satu emosi yang paling menimbulkan stress yang

dirasakan oleh banyak orang (Wangmuba, 2009). Disamping itu,

salah satu respon individu dalam menghadapi stres adalah

perasaan cemas (Herlambang, 2008). Hars terdiri dari 14 kelompok

gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-

gejala yang lebih spesifik(Hawari, 2008).

a. Perasaan Cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah

tersinggung.
25

b. Ketegangan merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu

dan lesu.

c. Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila

tinggal sendiri dan takut pada binatang besar.

d. Gangguan tidur : sukar memulai tidur, terbangun pada malam

hari, tidur tidak pulas dan mimpi buruk.

e. Gangguan kecerdasan : penurunan daya ingat, mudah lupa dan

sulit konsentrasi.

f. Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan

pada hobi, sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.

g. Gejala somatik : nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi,

suara tidak stabil dan kedutan otot.

h. Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur,

muka merah dan pucat serta merasa lemah.

i. Gejala kardiovaskuler : takikardi, nyeri di dada, denyut nadi

mengeras dan detak jantung hilang sekejap.

j. Gejala pernapasan : rasa tertekan di dada, perasaan tercekik,

sering menarik napas panjang dan merasa napas pendek.

k. Gejala gastrointestinal : sulit menelan, obstipasi, berat badan

menurun, mual dan muntah, nyeri lambung sebelum dan

sesudah makan, perasaan panas di perut.

l. Gejala urogenital : sering kencing, tidak dapat menahan kencing,

aminorea, ereksi lemah atau impotensi.


26

m.Gejala vegetatif : mulut kering, mudah berkeringat, muka merah,

bulu roma berdiri, pusing atau sakit kepala.

n. Perilaku sewaktu wawancara : gelisah, jari-jari gemetar,

mengkerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot

meningkat dan napas pendek dan cepat.

Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan

nilai dengan kategori :

0 = tidak ada gejala sama sekali

1 = Satu dari gejala yang ada

2 = Kurang dari separuh gejala yang ada

3 = Separuh atau lebih dari pilihan yang ada

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah

nilai skor dan item 1- 14 dengan hasil :

Semua gejala ada

0 = Skor <14 tidak ada stress

1 = Skor 14-20 stres ringan

2 = Skor 21-27 stres sedang

3 = Skror 28-41 stres berat

7. Gejala-gejala Stres

Stres memiliki dua gejala, yaitu gejala fisik dan psikis (Bandiyah,

2015) :

a. Gejala stress secara fisik dapat berupa jantung berdebar, nafas

cepat dan memburu /teregah-engah, mulut kering, lutut gemetar,


27

suara menjadi serak, perut melilit, nyeri kepala seperti diikat,

berkeringat banyak, tangan lembab, letih yang tak berasalan,

merasa gerah, panas otot tegang.

b. Keadaan stres dapat membuat orang-orang yang mengalaminya

merasa gejala-gejala psikoneurosa, seperti cemas, resah,

gelisah, sedih, depresi, curiga, fobia, jengkel, marah, panic.

8. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Stres

Secara umum, Pedak (2009) membagi faktor-faktor yang dapat

menyebabkan stres menjadi tiga, yaitu :

a. Stressor Ruhani (spiritual)

Stressor jenis ini berhubungan dengan ke-diri-an

manusia. Stresor ini timbul karena kecintaan manusia yang

mendalam terhadap dirinya sendiri. Hal yang paling membuat

manusia stres adalah ketakutan akan kematian dan rasa cinta

terhadap kedudukan, harta dan sesama manusia.

b. Stresor Mental (psikologi)

Stressor jenis ini berhubungan dengan adanya tekanan

yang timbul akibat perlakuan orang lain. tekanan itu akan

membuat batin kita timbul rasa benci, marah atau sedih.

c. Stressor Jasmani (fisikal)

Stressor jenis ini berhubungan dengan faktor nutrisi dan

lingkungan. Pola makan yang tidak baik juga menyebabkan

stres. Mislanya stres dapat meningkat akibat terlalu banyak


28

mengkonsumsi gula, kafein, alkohol, garam, dan lemak serta

sedikit mengkonsumsi zat-zat gizi. Sedangkan faktor lingkungan

mislanya adanya mikroorganisme, populasi udara, asap rokok,

temperatur dan gerakan fisik. Dari penjelasan di atas dapat

disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan munculnya

stres (stressor) terbagi menjadi tiga yaitu, stressor ruhani

(spiritual), stressor mental (psikologi) dan stressor jasmani

(fisikal).

9. Hubungan stres dengan kejadian gastritis

Stres psikologi akan meningkatkan aktivitas saraf simpatik

yang dapat merangsang peningkatan produksi asam lambung.

Peningkatan HCL dapat di rangsang oleh mediator kimia yang di

keluarkan oleh neuron simpatik seperti epinefin (Ardian Ratu R

2017).

C. Tinjaun Umum Tentang Gastritis

1. Teori Gastritis

a. Anatomi dan fisiologi Gaster (lambung)

Gaster merupakan bagian dari saluran pencernaan yang dapat

mengembang paling banyak terutama didaerah epigaster.

Bagian lambung terdiri dari :

1) Fundus ventrikuli

Adalah bagian yang menonjol ke atas terletak sebelah kiri

osteum kardium dan biasanya penuh berisi gas.


29

2) Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium

Adalah suatu lekukan pada bagian bawah kurvatura minor.

3) Antrum pylorus

Adalah bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot

yang tebal membentuk spinter pilorus. 

4) Kurvatura minor

Terdapat sebelah kanan lambung terbentang dari osteum

kardiak sampai ke pilorus.

5) Kurvatura mayor

Lebih panjang dari kurvatura minor terbentang dari sisi kiri

osteuom kardiokum melalui fundus ventrikuli menuju ke

kanan sampai ke pilorus inferior.

6) Osteum kardiakum

Merupakan tempat dimana osofagus bagian abdomen

masuk ke lambung.

Fungsi lambung terdiri dari :

a) Menampung makanan, menghancurkan dan

menghaluskan oleh peristalik lambung dan getah

lambung.

b) Getah cerna lambung yang dihasilkan : Pepsin, fungsinya

memecah putih telur menjadi asam amino (Albumin dan

pepton). Asam garam, fungsinya mengasamkan makanan,

sebagai antiseptik dan desinfektan dan membuat suasana


30

asam pada pepsinogen sehingga menjadi pepsin. Renin,

fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan

membentuk kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein

susu). Lapisan lambung, memecah lemak menjadi asam

lemak yang merangsang sekresi getah lambung.

b. Definisi gastritis

Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung

yang bersifat akut, kronik difus, atau lokal. Karakteristik dari

peradangan ini antara lain anoreksia, rasa penuh atau tidak

nyaman pada epigastrium, mual, dan muntah. Peradangan lokal

pada mukosa lambung ini akan berkembangan bila mekanisme

protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan

lainnya.

(Suratan dalam ida,2017).

Gastritis merupakan suatu peradangan atau

perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut,kronis

dan difus (local). Dua jenis gastritis yang sering terjadi adalah

gastritis superficial akut dan gastritis atropik kronis (Hardi &

Huda Amin, 2015).

Penyakit gastritis atau sering dikenal sebagai penyakit

maag merupakan penyakit yang sangat mengganggu. Bisanya

penyakit gastritis terjadi pada orang-orang yang mempunyai

pola makan yang tidak teratur dan menekan makanan yang


31

merangsang produksi asam lambung. Beberapa infeksi

mokroorganisme juga dapat menyebabkan terjadinya gastritis.

Gejala-gejala sakit gastritis selain nyeri ulu hati juga

menimbulkan gejala seperti mual, muntah, lemas, kembung,

terasa sesak, nafsu makan menurun, wajah pucat, suhu badan

naik, keluar keringat dingin, pusing, selalu bersendawa dan

pada kondisi yang lebih parah, bisa muntah darah (Wijayanto

dalam Syamsu 2017).

Gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau

perdarahan mukosa lambung yang yang dapat bersifat akut,

kronis (Sylfia A.Price 2015).

Gastritis adalah inflamasi pada mukosa lambung (Arif

Mansjoer 2017). Dari beberapa pengertian di atas dapat

disimpulkan bahwa panyakit gastritis adalah suatu penyakit

yang menyerang sistem pencernaan yang mengenai lambung.

c. Etiologi

Berbagai kasus yang terjadi pada gastritis berkaitan

dengan hal-hal sebagai berikut :

1) Pemakaian obat anti imflamasi nonsteroid seperti aspirin,

asam mafenamat, aspilet dalam jumlah besar. Obat anti

inflamsi non steroid dapat memicu kenaiakan produksi

asam lambung yang berlebihan sehingga mengiritasi

mukosa lambung karena terjadinya difusi balik ion hidrigen


32

ke epitel lambung. Selain itu jenis obat ini juga dapat

mengakibatkan kerusakan langsung epitel mukosa karena

dapat bersifat iritatif dan sifatnya yang asam dapat

menambah derajat keasaman pada lambung. (Ardian Ratu R

2017)

2) Komsumsi alkohol berlebih

Menurut Ardian Ratu R (2017) Bahan etanol

merupakan salah satu bahan yang dapat merusak sawar

pada mukosa lambung. Rusaknya sawar memudahkan

terjadinya iritasi pada mukosa lambung.

3) Banyak merokok

Asam nikotinat pada rokok dapat meningkatkan

edhesi thrombus yang berkontibusi pada penyempitan pada

pembuluh darah sehingga suplai darah ke lambung

mengalami penurunan. Penurunan ini dapat berdampak

pada penurunan produksi mucus yang salah satu fungsinya

untuk melindungi lambung dari iritasi. Selain itu CO yang di

hasilkan oleh rokok lebih muda di ikat Hb dari pada oksigen

sehingga memungkinkan penurunan perfusi jaringan pada

lamung. Kejadian gastritis pada rokok juga dapat di picu

oleh pengaruh asam nikotinat yang menurunkan

rangsangan pada pusat makan, perokok menjadi tahan

lapar sehingga asam lambung dapat langsung mencerna


33

mukosa lambung, bukan makanan karena tidak ada

makanan yang masuk.

4) Pemberian obat kemoterapi

Menurut G. Made adwan (2017) Obat kemoterapi

mempunyai sifat dasar merusak sel yang pertumbuhannya

abnormal, kerusakan ini ternyata dapat juga mengenai sel

inang pada tubuh manusia. Pada kemoterapi dapat juga

mengakibatkan kerusakan langsung pada epitel mukosa

lambung.

5) Uremia

Ureum pada darah dapat mempengaruhi proses

metabolisme di dalam tubuh terutama saluran pencernaan

(gastrointestinal lumerik) Perubahan ini dapat memicu

kerusakan pada epitel mukosa lambung. (Ardian Ratu R

2017)

6) Infeksi sistemik

Menurut G. Made adwan (2017) Pada infeksi sistem

sistemik toksik yang di hasilkan oleh mikroba akan

merangsang peningkatan laju metabolik yang berdampak

pada peningkatan aktivitas lambung dalam mencerna

makanan. Peningkatan HCL lambung dalam kondisi seperti

ini memicu timbulnya luka pada lambung.


34

7) Sters berat

Stres psikologi akan meningkatkan aktivitas saraf

simpatik yang dapat merangsang peningkatan produksi

asam lambung. Peningkatan HCL dapat di rangsang oleh

mediator kimia yang di keluarkan oleh neuron simpatik

seperti epinefin (Ardian Ratu R 2017).

8) Iskemia dan syok

Kondisi iskemia dan syok hipovolemia mengancam

mukosa lambung karena penurunan perfusi jaringan

lambung yang dapat mengakibatkan nekrosis lapisan

lambung. (Ardian Ratu R 2017)

9) Komsumsi kimia secara oral yang bersifat asam atau basa

Komsumsi asam maupun basa yang kuat seperti etanol,

obat- obatan serangga dan hama tanaman. Jenis kimia ini

dapat merusak lapisan mukosa dengan cepat sehingga

sangat berisiko terjadi perdarahan. (Ardian Ratu R 2017).

10) Trauma mekanik

Menurut G. Made adwan (2017) Trauma mekanik

yang mengenai daerah abdomen seperti bantuan saat

kecelakaan yang cukup kuat juga dapat menjadi penyebab

gangguan keutuhan jaringan lambung. Kadang kerusakan

tidak sebatas mukosa, tetapi juga jaringan otot dan

pembuluh darah lambung sehingga pasien dapat


35

mengalami perdarahan hebat. Trauma juga dapat di

sebabkan tertelannya benda asing yang keras dan sulit

untuk di cerna.

11) Infeksi mikroorganisme

Koloni bakteri yang menghasilkan toksik dapat

merangsang pelepasan gastrin dan peningkatan sekresi

asam lambung seperti bakteri helicobarter pyroli. (Ardian

Ratu R 2017).

d. Patofisiologi

Mukosa lambung mengalami pengikisan akibat

konsumsi alcohol, obat-obatan anti inflamasi nonsteroid, infeksi

helicobakterpylori. Pengikisan ini dapat menimbulkan reaksi

peradangan.

Inflamasi pada lambung juga dapat di picu oleh

peningkatan sekresi asam lambung. Ion H + yang merupakan

susunan utama asam lambung di produksi oleh sel parietal

lambung dengan bantuan enzim Na +/K+ ATPase. Peningkatan

sekresi lambung dapat di picu oleh peningkatan rangsangan

persarafan, misalnya dalam kondisi cemas, stres, marah melalui

saraf parasimpatik vagus akan terjadi peningkatan

transmitterasitekolin, histamine, gastrin releasing peptide yang

dapat meningkatkan sekresi lambung. Peningkatan ion H + yang

tidak di ikuti peningkatan penawarnya seperti prostaglandin.


36

HCO3+, mucus akan menjadikan lapisan mukosa lambung

tergerus terjadi reaksi inflamasi.

Peningkatan sekresi lambung dapat memicu

rangsangan serabut aferen nervus vagus yang menuju medulla

oblongata melalui kemoreseptor yang banyak mengandung

neurotransmitter epinefrin, serotonin, GABA sehingga lambung

teraktivasi oleh rasa mual dan muntah.

Mual dan muntah mengakibatkan berkurangnya asupan

nutrisi. Sedangkan muntah selain mengakibatkan penurunan

asupan nutrisi juga mengakibatkan penurunan cairan tubuh dan

cairan dalam darah (hipovolemia). Kekurangan cairan

merangsang pusat muntah untuk meningkatkan sekresi

antidiuretik hormon (ADH) sehingga terjadi retensi cairan,

kehilangan NaCl, NaHCO3 berlebihan di tambahkan dengan

kehilangan natrium lewat muntah maka penderita dapat jatuh

hiponatremia. Muntah juga mengakibatkan penderita kehilangan

K+ dan penderita dapat jatuh pada kondisi alkalosis yang di

perburuk oleh hipokalemia. Muntah yang tidak terkontrol juga

dapat mengancam saluran pernapasan melalui aspirasi

muntahan.

Perbaikan sel epitel dapat di capai apabila penyebab

yang menggerus di hilangkan. Penutupan celah yang luka di

lakukan melalui migrasi sel epitel dan pembelahan sel epitel


37

dan pembelahan sel yang di rangsang oleh insulin like growth

factore dan gastrin. (Ardian Ratu R-G.Made Adwan 2017 ).

e. Manifestasi Klinis

Secara umum, tanda dan gejala yang ditimbulkan dari penyakit

gastritis adalah sebagai berikut :

1) Nyeri epigastrium.

2) Mual dan muntah kadang-kadang.

3) Kembung.

4) Kadang ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa

hematemisis dan melena.

5) Disusul dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan.

6) Biasanya jika dilakukan anamnese lebih dalam, terdapat

riwayat penggunaan obat-obatan atau bahan kimia tertentu.

7) Nafsu makan menghilang.

8) Kadang-kadang juga suhu tubuh meninggi.

9) Nyeri kepala.

f. Klasifikasi Gastritis

1) Gastritis Akut

Gastritis (inflamasi mukosa lambung) sering akibat

diet yang sembrono. Individu ini makan terlalu banyak atau

terlalu cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu

atau mengandung mikroorganisme penyakit. Penyebab lain


38

dari gastritis akut mencakup alkohol, aspirin, refleks

empedu, atau terapi radiasi.

Bentuk terberat dari gastritis akut di sebabkan oleh

mencerna asam atau alkali kuat, yang dapat menyebabkan

mukosa menjadi gangren atau perforasi. Pembentukan

jaringan parut dapat terjadi, yang menyebabkan obstruksi

pilorus. Gastritis juga merupakan tanda pertama dari infeksi

sistemik akut. (Brunner & Suddarth 2016)

Lesi mukosa akut berupa erosi dan peradangan

akibat faktor-faktor agresif atau akibat gangguan sirkulasi

akut mukosa lambung. (Arif Mansjoer dkk, 2017).

Nyeri akut dapat di deskripsikan sebagai nyeri yang

terjadi setelah cedera akut, penyakit atau intervansi bedah,

dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas yang

bervariasi (ringan sampai berat) serta berlangsung singkat

(kurang dari 6 bulan) dan menghilang dengan atau tanpa

pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang rusak.

Nyeri akut biasanya berlangsung singkat. Pasien yang

mengalami nyeri akut biasanya menunjukkan gejala

perspirasi meningkat, denyut jantung dan tekanan darah

meningkat serta pallor (Mubarak et al., 2015).


39

a) Etiologi

Penyebab penyakit ini antara lain :

Obat-obatan : aspirin, obat anti inflamasi non steroid

(AINS), Alkohol, gangguan mikrosirkulasi mukosa

lambung : trauma, luka bakar, sepsis.

Secara mikroskopi terdapat laserasi mukosa

dengan lokasi berbeda. Jika ditemukan pada korpus dan

fundus, biasanya disebabkan stres. Jika disebabkan

karena obat-obatan AINS, terutama ditemukan di daerah

antrum, namun dapat juga menyeluruh. Sedangkan

secara mikroskopik, terdapat erosi dengan regenerasi

epitel, dan ditemukan reaksi sel inflamasi neutrofil yang

minimal.

b) Manifestasi Klinik

Sindrom dispepsia berupa nyeri epigastrium,

mual, kembung, muntah, merupakan salah satu

keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula

perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan

melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia

pasca perdarahan. Biasanya, jika dilakukan anamneses

lebih dalam, terdapat riwayat penggunaan obat-obatan

atau bahan kimia tertentu.


40

2) Gastritis Kronis

Inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh

ulkus benigna atau maligna dari lambung, atau oleh bakteri

helicibacter pylory (H. pylory). (Brunner & Suddarth, 2016).

Penyakit kronik merupakan jenis penyakit degeneratif yang

berkembang atau bertahan dalam jangka waktu yang sangat

lama, yakni lebih dari 6 bulan (Sarafino, 2015).

a) Etiologi

Perubahan sel pariental, yang menimbulkan atrofi

dan infiltrasi seluler. Bakteri Helicobacter pylory (H.

Pylory) dan juga faktor diet seperti minuman panas atau

pedas; penggunaan obat-obatan dan alkohol, merokok

atau refluks isi usus kedalam lambung.

b) Manifestasi Klinis

Kebanyakan pasien tidak mempunyai keluhan.

Hanya sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati, anoreksia,

nausea, dan pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai

kelainan.

g. Komplikasi

1) Gastritis akut

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA)

berupa hametemesis dan melena, dapat berakhir sebagai

syok hemoragi. Khusus untuk perdarahan SCBA, perlu


41

dibedakan dengan tukak peptik. Gambaran klinis yang

diperhatikan hampir sama. Namun pada tukak peptik

penyebab utamanya adalah infeksi Helicobakter Pylory,

sebesar 100% pada tukak duodenum dan 60-90% pada

tukak lambung. Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan

endoskopi. (Arif Mansjoer dkk, 2017).

2) Gastritis kronis

Perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus,

perforasi, dan anemia karena gangguan absorbsi vitamin

B12. (Arif Mansjoer 2017).

h. Penatalaksanaan/ Pengobatan gastritis

1) Gastritis akut

Faktor utama adalah dengan menghilangkan

etiologinya. Diet lambung, dengan porsi kecil dan sering.

Obat-obatan ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung,

berupa antagonis reseptor H2, inhibitor pompa proton,

antikolinergik, dan antasid. Juga ditujukan sebagai

sitoprotektor, berupa sukralfat dan prostaglandin. (Arif

Mansjoer 2017).

2) Gastritis kronis

Pada pusat-pusat pelayanan kesehatan di mana

endoskopi tidak dapat dilakukan. Penatalaksanaan diberikan

seperti pada pasien dengan sindrom dispepsia, alergi jika


42

tes serologi negatif. Pertama-tama dilakukan adalah

mengatasi dan menghindari penyebab pada gastritis akut,

kemudian diberikan pengobatan empiris berupa antasid,

antagonis H2 inhibitor pompa proton dan obat-obat

prokinetik. Jika endoskopi dapat dilakukan, dilakukan terapi

eradikasi kecuali jika hasil CLO, kultur dan PA ketiganya

negatif atau hasil serologi negatif. (Arif Mansjoer dkk, 2017).

Penyembuhan gastritis membutuhkan pengaturan

makanan selain upaya untuk memperbaiki kondisi

pencernaan. Perlu diketahui bahwa kedua unsur ini

mempunyai hubungan yang erat. Menurut Adnan (2016),

pemberian diet untuk penderita gastritis antara lain bertujuan

untuk :

1) Memberikan makanan yang adekuat dan tidak mengiritasi

lambung.

2) Menghilangkan gejala penyakit.

3) Menetralisir asam lambung dan mengurangi produksi

asam lambung.

4) Mempertahankan keseimbangan cairan.

5) Mengurangi gerakan peristaltik lambung.

6) Memperbaiki kebiasaan makan pasien.


43

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel yang diteliti

Pola makan yang baik dan teratur merupakan salah satu dari

penatalaksanaan gastritis dan juga merupakan tindakan preventif

dalam mencegah kekambuhan gastritis. Penyembuhan gastritis

membutuhkan pengaturan makanan sebagai upaya untuk

memperbaiki kondisi pencernaan, Pola makan juga mempengaruhi

kejadian penyakit gastritis karena pola makan yang tidak sesuai baik

frekuensi, makan tidak teratur atau tidak makan apapun dalam waktu

relative lama, akibatnya, kadar sama lambung terkikis hingga

menimbulkan semacam tukak. Jika pengikisan sudah terjadi, gastritis

pun akan semakin bereziko gejala penyakit yang muncul tidak lagi

sekedar mual, muntah atau sakit perut, tetapi juga meningkat hingga

feses yang berdarah (Sopyan, 2015).

Stres psikologi akan meningkatkan aktivitas saraf simpatik

yang dapat merangsang peningkatan produksi asam lambung.

Peningkatan HCL dapat di rangsang oleh mediator kimia yang di

keluarkan oleh neuron simpatik seperti epinefin (Ardian Ratu R 2017)

42
44

B. Pola Pikir Variabel Penelitian/Kerangka Konsep

Berdasarkan konsep pemikiran tersebut di atas, maka dapat di

gambarkan satu model hubungan antara variabel yang akan di teliti

sebagai berikut.

Variabel Independen Variabel Dependen

Pola Makan
Kejadian Gastritis

Stres

Gambar 3.1 (Kerangka Konsep)

Keterangan :

Variabel indevenden :

Variabel dependen :

C. Definisi Operasional dan Kriteria Ojektif

1. Pola Makan

Pola makan seperti mengatur jadwal dan memilih bahan

makanan, frekuensi makanan dan jenis makanan.

Kriteria Objektif :

Baik : Bila skor dari jawaban responden ≥ 75%

Tidak Baik : Bila skor dari jawaban responden < 75%


45

2. Stres

Reaksi tubuh yang muncul saat sesorang menghadapi

ancaman, tekanan, atau suatu perubahan.

Kriteria Objektif

Stres ringan : Jika skor 14-27

Stres berat : Jika skor 28-41

3. Gastritis

Gastritis adalah suatu gangguan rasa nyaman nyeri pada

epigastrium.

Kriteria Objektif :

Kronik : Jika buku di RM pasien menyatakan gastritis kronik

Akut : Jika buku di RM pasien menyatakan gastritis akut

D. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis alternatif (Ha)

a. Ada hubungan antara pola makan dengan kejadian gastritis di

puskesmas Suppa Kecamatan Suppa kabupaten pinrang

b. Ada hubungan antara stres dengan kejadian gastritis di

puskesmas Suppa Kecamatan Suppa kabupaten pinrang

2. Hipotesis nol (Ho)

a. Tidak ada hubungan antara pola makan dengan kejadian

gastritis di puskesmas Suppa Kecamatan Suppa kabupaten

pinrang
46

b. Tidak ada hubungan antara stres dengan kejadian gastritis di

puskesmas Suppa Kecamatan Suppa kabupaten pinrang


47

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

survei analitik dengan rancangan penelitian cross-sectional study

dimana variabel independen dan variabel dependen di ukur sekali

dalam waktu bersamaan (Nursalam 2009).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Suppa

Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang.

2. Waktu penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan juni 2022

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek

yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini

adalah semua pasien gastritis di Puskesmas Suppa Kecamatan

Suppa kabupaten Pinrang dengan jumlah populasi sebanyak 41

orang.

46
48

2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau

sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki populasi

(Notoatmodjo,S.2010).

a. Penentuan Besar Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini dihitung menurut

Jumlah populasi dalam penelitian ini, atau dengan teknik total

sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebesar 41 orang,

Cara Pengambilan Sampel

b. Kriteria Sampel

1) Kriteria Inklusi dalam penelitian :

a) Pasien yang bersedia untuk diteliti

b) Pasien dengan diagnosa gastritis yang rawat jalan di

puskesmas Suppa Kecamatan Suppa kabupaten pinrang

c) Pasien yang dalam keadaan sadar

2) Kriteria Eksklusi dalam penelitian ini :

a) Pasien yang tidak bersedia untuk diteliti

b) Pasien yang tidak mengidap penyakit gastritis

c) Pasien yang diagnosa gastritis di ruang rawat inap

puskesmas Suppa Kecamatan Suppa kabupaten pinrang


49

D. Pengumpulan dan Penyajian Data

1. Pengumpulan Data

a. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini adalah data tentang pola makan

dan stres dengan kejadian gastritis yang dikumpulkan dengan

cara wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner.

b. Data sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data tentang jumlah

Gastritis selama kurang waktu tiga tahun terakhir yakni tahun

2019 - 2021, yang diperoleh dari puskesmas

2. Pengolahan Data

Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan program

SPSS 22 For Windows dengan menggunakan langkah-langkah

sebagai berikut :

a. Seleksi

Hal ini bertujuan untuk mengklarifikasi data yang telah masuk

kategori.

b. Editing

Merupakan langkah pemeriksaan ulang atau pengecekan jumlah

dan kelengkapan data kemudian dilakukan pengecekan dengan

memeriksa kelengkapan data, kesinambungan dan

keseragaman data.
50

c. Koding

Setelah data masuk, setiap jawaban dikonversi atau

disederhanakan ke dalam angka-angka atau simbol-simbol

tertentu sehingga memudahkan dalam pengolahan data

selanjutnya.

d. Tabulasi

Pengelompokan data ke dalam suatu tabel menurut sifat-sifat

yang dimiliki, kemudian data dianalisa secara statistik.

E. Penyajian Data

Setelah dilakukan pengolahan data, kemudian data disajikan

dalam bentuk tabel yang di narasikan

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar chek list,

di gunakan untuk mengetahui hubungan pola makan dan stres dengan

kejadian gastritis

G. Analisis Data

Setelah memperoleh nilai dari tiap variabel, selanjutnya data

dianalisis dengan cara sebagai berikut :

1. Analisis Univariat

Untuk memberikan gambaran dalam bentuk distribusi

frekuensi dari masing-masing tabel variabel.


51

2. Analisis Bivariat

Analisa Bivariat dilakukan untuk mengetahui dan melihat

hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat atau variabel

independen terhadap variabel dependen dengan menggunakan uji

statistik pearson Chi-Square dengan tingkat kemaknaan jika p < α

(0,05). Bila uji ini tidak dapat dilakukan maka uji alternatif yang

digunakan adalah uji Fisher’s Exact Test.

Analisis bivariat analitik dilakukan untuk melihat hubungan variabel

independen dan dependen, maka analisis bivariat dilakukan

dengan uji statistik chi- square.

Adapun interpretasi hasil ujinya adalah sebagai berikut :

a. Apabila p< 0,05, maka H0 ditolak, berarti ada hubungan pola

makan dengan kejadian Gastritis,

b. Apabila p> 0,05, maka H0 diterima, berarti tidak ada hubungan

pola makan dengan kejadian Gastritis,

c. Apabila p< 0,05, maka H0 ditolak, berarti ada hubungan stres

dengan kejadian Gastritis,

d. Apabila p> 0,05, maka H0 diterima, berarti tidak ada hubungan

stres dengan kejadian Gastritis.

Anda mungkin juga menyukai