Anda di halaman 1dari 70

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang

perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja.

Dalam proses berkembang anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri,

pola koping dan perilaku social, dalam memberikan pelayanan

keperawatan anak selalu diutamakan, mengingat kemampuan dalam

mengatasi masalah masih dalam proses kematangan yang berbeda

dibanding orang dewasa karena struktur fisik anak dan dewasa

berbeda mulai dari besarnya ukuran hingga aspek kematangan

fisik(Ns. Yuliastati, S.Kep, M.Kep, Amelia Arnis, 2016).

Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki

tugas utama yaitu memberikan pelayanan kesehatan sesuai

keterampilan dan kemampuan yang dimiliki dalam beberapa peran.

Salah satu keterampilan perawat yaitu melakukan pemberian obat

melalui tindakan invasif. Tindakan invasif merupakan salah satu

tindakan medis yang hanya bisa dilakukan oleh dokter, namun

dapat dilakukan oleh perawat melalui pelimpahan wewenang dari

dokter sesuai pada UU No. 38 Tahun 2014 pasal 32 (1) tentang

Keperawatan (Purnawan, 2017 ) dalam (Wahyuni, 2020).


2

Fasilitas pelayanan kesehatan dalam undang-undang No. 36

Tahun 2009, merupakan suatu tempat yang digunakan untuk

menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif,

preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah

pusat, pemerintah daerah atau masyarakat umum. Kualitas pelayanan

kesehatan ditentukan oleh mutu pelayanan yang diberikan kepada

pasien serta strategi pelayanan rumah sakitnya. Salah satu strategi

pelayanan rumah sakit yaitu melakukan pendekatan mutu pelayanan

yang berorientasi kepada kepuasan pasien, kepuasan pasien tersebut

dinilai mulai dari penerimaan pasien saat pertama kali datang, hingga

saat pasien meninggalkan rumah sakit (Kemenkes RI., 2011) dan

Setiap perawat harus mengetahui macam-macam respon yang

ditunjukkan oleh anak akibat proses hospitalisasi

Anak-anak sangat rentan terhadap krisis penyakit dan

hospitalisasi, karena adanya stres akibat perubahan keadaan sehat

dan rutinitas lingkungan di rumah sakit. Atraumatic care merupakan

asuhan terapeutik melalui intervensi yang berfungsi menurunkan

distres psikologis dan fisik yang diderita oleh anak dan keluarganya

dalam sistem pelayanan kesehatan. Salah satu cara atraumatic care

pada anak saat pemasangan infus adalah dengan pemasangan spalk,

Pada proses asuhan keperawatan selama hospitalisasi, seringkali

diperlukan tindakan invasif seperti injeksi dan pemasangan infus.

Tindakan tersebut merupakan salah satu tindakan yang dapat


3

menimbulkan ketakutan pada anak dan bisa saja menjadi trauma

pada anak yang akan terbawa hingga dewasa(Pulungan, 2019)

Disease Control, National Hospital Discharge Survey (2014)

mengatakan di Amerika Serikat, diperkirakan lebih dari 5 juta anak

menjalani hospitalisasi karena prosedur pembedahan dan lebih dari

50% dari jumlah tersebut, anak mengalami kecemasan dan stres.

Diperkirakan juga dari anak usia 2-5 tahun menjalani hospitalisasi

disebabkan karena injury dan berbagai penyebab lainnya.

(Anonim,2011). Indonesia adalah salah satu bagian dari negara

berkembang di dunia. Anak-anak merupakan populasi yang rentan

mengalami gangguan kesehatan. Tercatat sepanjang tahun 2019

terdapat 34,9 persen anak Indonesia mengalami keluhan kesehatan

dan 18,9 persen mengalami gangguan kesehatan hingga

mengganggu aktivitas sehari-hari. Sebanyak 56,54 persen anak yang

mengalami keluhan kesehatan dan berobat jalan dan 3,84 persen

lainnya menjalani rawat inap(Kemenkes, 2020)

Salah satu kecemasan yang dirasakan oleh pasien anak ataupun

orang tua ketika harus mendapatkan perawatan di rumah sakit adalah

tindakan invasif yang dilakukan oleh tim kesehatan. Tindakan invasif

baik menyakitkan atau tidak merupakan suatu ancaman bagi anak

usia prasekolah karena mereka menganggap sebagai sumber

kerusakan terhadap integritas tubuhnya. Walaupun anak menerima

prosedur tindakan yang lebih menyakitkan, mereka masih


4

menganggap prosedur yang bersifat “tusukan” sebagai prosedur

tindakan yang paling menyakitkan (Kozlowski, 2013).

Hospitalisasi pada anak dapat menyebabkan kecemasan orangtua

terkait dengan Tindakan invasive dan diagnosa penyakit anak, selain

Kecemasan orangtua dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, salah

satunya yaitu lama hari rawat anak. Lama hari rawat dapat diukur dan

dinilai, lama hari rawat yang memanjang disebabkan oleh kondisi

medis pasien atau adanya infeksi nasocomial, namun Kecemasan

yang terjadi tidak saja dialami oleh seorang pasien tetapi dapat juga

dialami oleh keluarga yang anggota keluarganya dirawat di rumah

sakit sehingga diperlukan mekanisme koping keluarga yang dapat

membantu keluarga dalam menghadapi masalah kecemasan (Aryani

and Riyandry, 2019)

Hasil penelitian De Breving et al, (2015) dalam (Aryani and

Riyandry, 2019) menunjukkan bahwa lingkungan rumah sakit yang

dapat menimbulkan trauma bagi anak adalah lingkungan fisik rumah

sakit, tenaga kesehatan baik dari sikap maupun pakaian putih, alat-

alat yang digunakan, dan lingkungan sosial antara sesama pasien.

Pasien anak banyak bereaksi dengan menangis dan memberontak

serta meminta perlindungan kepada orangtua atau orang terdekatnya.

Hospitalisasi juga memberikan dampak negatif seperti suatu

perpisahan dan penyesuaian dengan lingkungan yang asing baginya.

penyesuaian dengan banyak orang mengurusinya, kerap kali


5

berhubungan dan bergaul dengan anak anak yang sakit serta

pengalaman mengikuti terapi yang menyakitkan yang menyebabkan

timbulnya rasa cemas baik pada anak pribadi maupun pada keluarga

Berdasarakan jurnal penelitian (Mulyani, 2018) tentang Riwayat

Hospitalisasi, kehadiran Orang Tua Terhadap Respon Perilaku Anak

pra Sekolah Pada Tindakan invasive menyatakan bahwa rata-rata

frekuensi anak yang mempunyai pengalaman menunjukkan bahwa

semakin tinggi frekuensi pengalaman dilakukan tindakan invasive

pada anak yang mengalami hospitalisasi maka semakin tinggi pula

respon perilaku ketakutan anak usia prasekolah.

Hasil penelitian dri jurnal lain (Pardede, Hasibuan and Hondro,

2020) tentang “perilaku caring perawat dengan koping dan

Kecemasan keluarga mengatakan bahwa perilaku caring perawat di

ruang ICU RSUP H. Adam Malik Medan mayoritas kurang baik, koping

keluarga pasien yang dirawat di ruang ICU RSUP H. Adam Malik

Medan mayoritas maladaptif dan terdapat hubungan yang kuat dan

korelasi positif antara hubungan perilaku caring perawat dengan

koping keluarga dan ada hubungan yang signifikan antara hubungan

perilaku caring perawat dengan coping keluarga pasien dan terdapat

hubungan yang kuat dan korelasi positif antara hubungan perilaku

caring perawat dengan kecemasan keluarga

Selain itu hasil penelitian dalam jurnal “perilaku caring perawat

terhadap kecemasan orang tua menghadapi Tindakan invasive”


6

mengemukakan bahwa Perilaku caring perawat secara statistik

mempengaruhi tingkat kecemasan orang tua ketika mendampingi

prosedur invasif pada anak mereka, namun dari hasil penelitian

menunjukkan kekuatan korelasi yang lemah. Meskipun begitu,

perilaku caring perawat diharapkan dapat dipertahankan dan selalu

diterapkan untuk meminimalkan tingkat kecemasan orang tua yang

mendampingi prosedur invasif pada anak selama proses hospitalisasi.

(Wahyuni, 2020)

RSUD Mokopido Tolitoli merupakan rumah sakit Umum di

daerah kabupaten Tolitoli yang memiliki ruang perawatan khusus

anak yaitu Ruang Anggrek. Berdasarkan hasil observasi yang

dilakukan oleh peneliti maka peneliti mendapatkan informasi

bahwasanya ruang anak RSUD Mokopido memiliki kapasitas 40

tempat tidur dengan rata– rata lama rawat 1-5 hari. Ruang rawat inap

anak telah melakukan upaya untuk mengurangi dampak hospitalisasi

yang mungkin terjadi pada anak maupun orang tua, yaitu dengan

terapi bermain yang dilakukan secara berkelompok sesuai dengan

tahap tumbuh kembangnya. Selain itu, ruang rawat inap anak

juga didesain secara menarik dengan stiker – stiker berkarakter

kartun dan warna – warna cerah yang disesuaikan dengan kesukaan

anak. Untuk mengurangi dampak perpisahan anak dan kekhawatiran

orang tua, di ruang rawat inap anak ini juga memperbolehkan orang

tua untuk selalu mendampingi anak dan secara aktif terlibat dalam
7

proses perawatan anaknya. Selain itu, peneliti juga mendapatkan

informasi dari bagian administrasi RSUD bahwasanya rata – rata

pasien setiap tahunnya selalu penuh pada bulan …… hingga …….

sekitar kurang lebih …….. pasien setiap harinya, namun keadaan

demikian tetap tidak menutup kemungkinan dapat menurunkan reaksi

hospitalisasi dan kecemasan orang tua pada anak.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengkaji

tentang hubungan Caring Perawat terhadap kecemasan orang Tua

terhadap Tindakan invasive pada anak di RSUD Mokopido Tolitoli

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah diuraikan diatas

maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut “Adakah

hubungan perilaku caring perawat dengan tingkat kecemasan orang

tua terkait prosedur invasif pada pasien anak di RSUD

Mokopido Tolitoli ta h u n 2 0 2 2 ? ”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian yaitu mengetahui hubungan

antara perilaku caring perawat dengan tingkat kecemasan

orang tua terkait prosedur invasif pada pasien anak di RSUD

Mokopido Tolitoli
8

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penelitian yaitu:

a. Mengidentifikasi perilaku caring perawat di RSUD

Mokopido Tolitoli

b. Mengidentifikasi tingkat kecemasan orang tua terkait

prosedur invasif pada pasien anak di RSUD Mokopido Tolitoli;

c. Menganalisis hubungan antara perilaku caring perawat

dengan tingkat kecemasan orang tua terkait prosedur

invasif pada pasien anak di RSUD Mokopido Tolitoli

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Ilmiah

Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi sumber informasi

bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti tentang Hubungan

Perilaku caring perawat dengan tingkat kecemasan orang tua

terkait prosedur invasife pada pasien anak di RSUD Mokopido

Tolitoli

b. Manfaat Institusi

Sebagai bahan masukan untuk pengembangan ilmu

keperawatan dan dapat menjadi sumber informasi bagi pihak

dan institusi tentang hubungan Perilaku caring perawat dengan

tingkat kecemasan orang tua terkait prosedur invasife pada

pasien anak di RSUD Mokopido Tolitoli.

c. Manfaat Praktis
9

Bagi peneliti sendiri merupakan suatu pengalaman yang sangat

berharga dalam mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh

serta dapat memperluas wawasan dan ilmu pengetahuan

khususnya tentang hubungan Perilaku caring perawat dengan

tingkat kecemasan orang tua terkait prosedur invasife pada

pasien anak di RSU Mokopido Tolitoli.

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran

kepada masyarakat khususnya orang tua terkait pelayanan

keperawatan berupa perilaku caring perawat ketika

melakukan prosedur invasif pada pasien anak di RSUD

Mokopido Tolitoli, Masyarakat juga dapat memberikan

masukan terkait pelayanan keperawatan yang diharapkan

untuk meningkatkan kepuasan terhadap pelayanan

kesehatan
10

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Keperawatan Anak

Menurut (Ns. Yuliastati, S.Kep, M.Kep, Amelia Arnis, 2016) :

1. Paradigma Keperawatan Anak

Paradigma keperawatan anak merupakan suatu landasan berpikir

dalam penerapan ilmu keperawatan anak. Landasan berpikir

tersebut terdiri dari empat komponen, di antaranya manusia dalam

hal ini anak, keperawatan, sehat-sakit dan lingkungan yang dapat

digambarkan berikut ini:

Manusia (anak) Sehat-sakit Lingkungan Keperawatan

Gambar 1.1 Empat Komponen Landasan Berpikir Paradigma

Keperawatan Anak

a. Manusia (Anak)

Dalam keperawatan anak yang menjadi individu (klien) adalah

anak yang diartikan sebagai seseorang yang usianya kurang

dari 18 (delapan belas) tahun dalam masa tumbuh kembang,

dengan kebutuhan khusus yaitu kebutuhan fisik, psikologis,

sosial dan spiritual. Anak merupakan individu yang berada

dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari

bayi hingga remaja. Dalam proses berkembang anak memiliki


11

ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping dan perilaku sosial.

Ciri fisik pada semua anak tidak mungkin pertumbuhan fisiknya

sama, demikian pula pada perkembangan kognitif adakalanya

cepat atau lambat. Perkembangan konsep diri sudah ada sejak

bayi akan tetapi belum terbentuk sempurna dan akan

mengalami perkembangan seiring bertambahnya usia anak.

Pola koping juga sudah terbentuk sejak bayi di mana bayi akan

menangis saat lapar. Perilaku sosial anak juga mengalami

perkembangan yang terbentuk mulai bayi seperti anak mau

diajak orang lain. Sedangkan respons emosi terhadap penyakit

bervariasi tergantung pada usia dan pencapaian tugas

perkembangan anak, seperti pada bayi saat perpisahan dengan

orang tua maka responsnya akan menangis, berteriak, menarik

diri dan menyerah pada situasi yaitu diam. Dalam memberikan

pelayanan keperawatan anak selalu diutamakan, mengingat

kemampuan dalam mengatasi masalah masih dalam proses

kematangan yang berbeda dibanding orang dewasa karena

struktur fisik anak dan dewasa berbeda mulai dari besarnya

ukuran hingga aspek kematangan fisik. Proses fisiologis anak

dengan dewasa mempunyai perbedaan dalam hal fungsi tubuh

dimana orang dewasa cenderung sudah mencapai kematangan.

Kemampuan berpikir anak dengan dewasa berbeda dimana

fungsi otak dewasa sudah matang sedangkan anak masih


12

dalam proses perkembangan. Demikian pula dalam hal

tanggapan terhadap pengalaman masa lalu berbeda, pada anak

cenderung kepada dampak psikologis yang apabila kurang

mendukung maka akan berdampak pada tumbuh kembang

anak sedangkan pada dewasa cenderung sudah mempunyai

mekanisme koping yang baik dan matang.

b. Sehat-sakit

Rentang sehat-sakit merupakan batasan yang dapat diberikan

bantuan pelayanan keperawatan pada anak adalah suatu

kondisi anak berada dalam status kesehatan yang meliputi

sejahtera, sehat optimal, sehat, sakit, sakit kronis dan

meninggal. Rentang ini suatu alat ukur dalam menilai status

kesehatan yang bersifat dinamis dalam setiap waktu. Selama

dalam batas rentang tersebut anak membutuhkan bantuan

perawat baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti

apabila anak dalam rentang sehat maka upaya perawat untuk

meningkatkan derajat kesehatan sampai mencapai taraf

kesejahteraan baik fisik, sosial maupun spiritual. Demikian

sebaliknya apabila anak dalam kondisi kritis atau meninggal

maka perawat selalu memberikan bantuan dan dukungan pada

keluarga. Jadi batasan sehat secara umum dapat diartikan

suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan sosial

serta tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan.


13

c. Lingkungan

Lingkungan dalam paradigma keperawatan anak yang

dimaksud adalah lingkungan eksternal maupun internal yang

berperan dalam perubahan status kesehatan anak. Lingkungan

internal seperti anak lahir dengan kelainan bawaan maka di

kemudian hari akan terjadi perubahan status kesehatan yang

cenderung sakit, sedang lingkungan eksternal seperti gizi buruk,

peran orang tua, saudara, teman sebaya dan masyarakat akan

mempengaruhi status kesehatan anak.

d. Keperawatan

Komponen ini merupakan bentuk pelayanan keperawatan yang

diberikan kepada anak dalam mencapai pertumbuhan dan

perkembangan secara optimal dengan melibatkan keluarga.

Upaya tersebut dapat tercapai dengan keterlibatan langsung

pada keluarga mengingat keluarga merupakan sistem terbuka

yang anggotanya dapat dirawat secara efektif dan keluarga

sangat berperan dalam menentukan keberhasilan asuhan

keperawatan, di samping keluarga mempunyai peran sangat

penting dalam perlindungan anak dan mempunyai peran

memenuhi kebutuhan anak. Peran lainnya adalah

mempertahankan kelangsungan hidup bagi anak dan keluarga,

menjaga keselamatan anak dan mensejahterakan anak untuk

mencapai masa depan anak yang lebih baik, melalui interaksi


14

tersebut dalam terwujud kesejahteraan anak (Wong, 2009).

2. Prinsip Keperawatan Anak

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak tentu berbeda

dibandingkan dengan orang dewasa. Banyak perbedaan-

perbedaan yang diperhatikan dimana harus disesuaikan dengan

usia anak serta pertumbuhan dan perkembangan karena

perawatan yang tidak optimal akan berdampak tidak baik secara

fisiologis maupun psikologis anak itu sendiri. Perawat harus

memperhatikan beberapa prinsip, mari kita pelajari prinsip tersebut.

Perawat harus memahami dan mengingat beberapa prinsip yang

berbeda dalam penerapan asuhan keperawatan anak, dimana

prinsip tersebut terdiri dari

a. Anak bukan miniatur orang dewasa tetapi sebagai individu yang

unik, artinya bahwa tidak boleh memandang anak dari segi

fisiknya saja melainkan sebagai individu yang unik yang

mempunyai pola pertumbuhan dan perkembangan menuju

proses kematangan.

b. Anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai

kebutuhan sesuai tahap perkembangannya. Sebagai individu

yang unik, anak memiliki berbagai kebutuhan yang berbeda satu

dengan yang lain sesuai tumbuh kembang. Kebutuhan fisiologis

seperti nutrisi dan cairan, aktivitas, eliminasi, tidur dan lain-lain,

sedangkan kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang akan


15

terlihat sesuai tumbuh kembangnya.

c. Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada upaya

pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan yang

bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian

pada anak mengingat anak adalah penerus generasi bangsa.

d. Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang

berfokus pada kesejahteraan anak sehingga perawat

bertanggung jawab secara komprehensif dalam memberikan

asuhan keperawatan anak. Dalam mensejahterakan anak maka

keperawatan selalu mengutamakan kepentingan anak dan

upayanya tidak terlepas dari peran keluarga sehingga selalu

melibatkan keluarga.

e. Praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan

keluarga untuk mencegah, mengkaji, mengintervensi dan

meningkatkan kesejahteraan hidup, dengan menggunakan

proses keperawatan yang sesuai dengan aspek moral (etik) dan

aspek hukum (legal).

f. Tujuan keperawatan anak dan keluarga adalah untuk

meningkatkan maturasi atau kematangan yang sehat bagi anak

dan remaja sebagai makhluk biopsikososial dan spiritual dalam

konteks keluarga dan masyarakat. Upaya kematangan anak

adalah dengan selalu memperhatikan lingkungan yang baik

secara internal maupun eksternal dimana kematangan anak


16

ditentukan oleh lingkungan yang baik.

g. Pada masa yang akan datang kecenderungan keperawatan anak

berfokus pada ilmu tumbuh kembang, sebab ini yang akan

mempelajari aspek kehidupan anak.

3. peran Perawat Anak Perawat merupakan anggota dari tim pemberi

asuhan keperawatan anak dan orang tuanya. Perawat dapat

berperan dalam berbagai aspek dalam memberikan pelayanan

kesehatan dan bekerjasama dengan anggota tim lain, dengan

keluarga terutama dalam membantu memecahkan masalah yang

berkaitan dengan perawatan anak

a. Sebagai pendidik.

b. Sebagai konselor

c. Melakukan koordinasi atau kolaborasi.

d. Sebagai pembuat keputusan etik

e. Sebagai peneliti

4. Family Centered Care (FCC)

Family Centered Care (FCC) atau perawatan yang berpusat pada

keluarga didefinisikan sebagai filosofi perawatan berpusat pada

keluarga, mengakui keluarga sebagai konstanta dalam kehidupan

anak. Family Centered Care meyakini adanya dukungan individu,

menghormati, mendorong dan meningkatkan kekuatan dan

kompetensi keluarga. Intervensi keperawatan dengan

menggunakan pendekatan family centered care menekankan


17

bahwa pembuatan kebijakan, perencanaan program perawatan,

perancangan fasilitas kesehatan, dan interaksi sehari-hari antara

klien dengan tenaga kesehatan harus melibatkan keluarga.

Keluarga diberikan kewenangan untuk terlibat dalam perawatan

klien, yang berarti keluarga dengan latar belakang pengalaman,

keahlian dan kompetensi keluarga memberikan manfaat positif

dalam perawatan anak. Memberikan kewenangan kepada keluarga

berarti membuka jalan bagi keluarga untuk mengetahui kekuatan,

kemampuan keluarga dalam merawat anak.

Perlukah orang tua terlibat dalam merawat anak saat anaknya

sedang dirawat? Tentu harus terlibat. Mengapa harus melibatkan

orang tua? Karena anak tidak bisa jauh dari orang tua dan orang

tua mempunyai sumberdaya yang bisa membantu penyembuhan

anak sehingga keluarga sangat penting dilibatkan dalam

perawatan,

Manfaat penerapan family centered care adalah sebagai berikut:

a. Hubungan tenaga kesehatan dengan keluarga semakin menguat

dalam meningkatkan kesehatan dan perkembangan setiap anak.

b. Meningkatkan pengambilan keputusan klinis berdasarkan

informasi yang lebih baik dan proses kolaborasi.

c. Membuat dan mengembangkan tindak lanjut rencana perawatan

berkolaborasi dengan keluarga.

d. Meningkatkan pemahaman tentang kekuatan yang dimiliki


18

keluarga dan kapasitas pemberi pelayanan.

e. Penggunaan sumber-sumber pelayanan kesehatan dan waktu

tenaga profesional lebih efisien dan efektif (mengoptimalkan

manajemen perawatan di rumah, mengurangi kunjungan ke unit

gawat darurat atau rumah sakit jika tidak perlu, lebih efektif

dalam menggunakan cara pencegahan).

f. Mengembangkan komunikasi antara anggota tim kesehatan.

g. Persaingan pemasaran pelayanan kesehatan kompetitif.

h. Meningkatkan lingkungan pembelajaran untuk spesialis anak dan

tenaga profesi lainnya dalam pelatihan-pelatihan.

i. Menciptakan lingkungan yang meningkatkan kepuasan

profesional.

j. Mempertinggi kepuasan anak dan keluarga atas pelayanan

kesehatan yang diterima

5. Atraumatic Care

Atraumatic care merupakan asuhan terapeutik lingkungan

oleh perawat melalui intervensi yang menggunakan prinsip

untuk menghapuskan atau memperkecil terjadinya distress

psikologis dan fisik pada anak – anak dan keluarga dalam

proses pelayanan kesehatan, Asuhan atraumatik meliputi

pencegahan trauma pada anak dan keluarga yang merupakan

bagian dari keperawatan anak. Hal ini dikarenakan anak

merupakan individu yang sedang berada dalam masa tumbuh


19

kembang, dimana apabila terdapat gangguan dalam prosesnya

akan menghambat tercapainya kematangan anak. (Wong et

al., 2010)

Prinsip – prinsip dalam penerapan atraumatic care menurut

(Wahyuni, 2020) adalah sebagai berikut:

a) Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari orang

tua

b) Hospitaisasi menyebabkan anak menjalani beberapa tindakan

perawatan yang mengharuskan anak terpisah dengan orang

tua. Hal ini dapat berdampak pada psikologis anak

c) Meningkatkan kemampuan kontrol orang tua dalam

perawatan anaknya, Kemampuan kontrol orang tua terhadap

anaknya dapat membantu untuk menentukan perawatan yang

tepat yang lebih efektif dan efisien.

d) Mencegah dan mengurangi cedera (injury) dan nyeri, Ketika

anak menjalani rawat inap di rumah sakit, beberapa tindakan

keperawatan membuat anak trauma misalnya karena nyeri

yang dirasakan. Prinsip atraumatic care berfungsi untuk

menentukan intervensi yang dapat mengurangi atau

mencegah terjadinya nyeri dan injury.

e) Tidak melakukan kekerasan pada anak. Anak merupakan

individu yang sedang berada pada masa tumbuh kembang.

Kekerasan yang mungkin dapat didapatkan akan


20

mengganggu psikologisnya sehingga dapat menghambat dan

mengganggu proses tumbuh kembang anak

f) Modifikasi lingkungan, Ketika hospitalisasi, anak akan merasa

asing dan baru dengan lingkungan rumah sakit. Oleh karena

itu, modifikasi lingkungan sangat diperlukan untuk membantu

anak beradaptasi, seperti membuat ruang perawatan yang

mirip dengan keadaan di rumah atau dibuat sebagaimana

tempat bermain anak – anak. Hal ini dapat bermanfaat untuk

mengurangi ketakutan dan stres hospitalisasi pada anak.

B. Konsep Tindakan Invasive

1) Pengertian Prosedur Invasif

Tindakan invasif adalah tindakan medik yang langsung dapat

mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh , Setiap tindakan invasif

harus dilakukan persetujuan Tindakan Kedokteran agar tidak

muncul gugatan atau tuntutan malpartek medik, Setiap tindakan

yang dilakukan harus dicatat didalam rekam medis pasien (lembar

asuhan terintegrasi), Setiap hasil tindakan invasif harus dicatat

dalam rekam medis pasien (lembar asuhan terintegrasi) dan Tidak

semua tindakan invasif dilakukan oleh doketr spesialis dan dokter

umum, terdapat daftar tindakan invasif yang dapat didelegasikan

kepada tenaga kesehatan yang lain (perawat, perawat gigi,

fisioterafis) (Dr. Vladimir, 1967)


21

Prosedur invasif merupakan suatu tindakan yang dapat

mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh pasien Prosedur invasif

membutuhkan penyisipan istrumen atau alat ke dalam tubuh

melalui kulit atau lubang dengan tujuan untuk menentukan

diagnosa atau untuk keperluan perawatan (Kementerian

Kesehatan RI, 2008) dalam (Wahyuni, 2020). Sedangkan Cousins

dkk. (2019) menjelaskan mengenai prosedur invasif adalah

prosedur yang disengaja ditujukan ke tubuh melalui sayatan atau

tusukan perkutan, dimana instrumen dimasukkan melalui tusukan

tersebut maupun melalui lubang alami. Prosedur dimulai dari

pemasangan hingga pelepasan instrumen yang harus dilakukan

oleh tenaga kesehatan profesional yang sudah terlatih.

Perawat merupakan tenaga paramedis yang memiliki tugas

utama yaitu memberikan pelayanan sesuai dengan peran,

keterampilan dan kemampuan yang dimiliki. Salah satu peran

perawat yaitu kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain termasuk

dokter. Tindakan invasif merupakan tenaga medis yang dapat

dilakukan perawat hanya dengan pelimpahan wewenang dari dokter

sesuai dengan pasal 32 (1) dalam UU No.38 Tahun 2014 tentang

Keperawatan

2) Macam – Macam Prosedur Invasif

Pendelegasian prosedur invasif kepada perawat antara lain:

Pasang IV kateter , Lepas IV kateter ,Pasang urine kateter ,Lepas


22

urine kateter ,Pasang NGT (Naso Gastric Tube) , Lepas NGT (Naso

Gastric Tube), Injeksi Intra Cutan (IC), Sub Cutan (SC), Intra

Muscular (IM), Intra Vena (IV) h. Hukna Tinggi dan

Rendah ,Tindakan Hecting dan lepas hecting, Sirkumsisi tanpa

kelainan , Debridement Luka tanpa komplikasi ,Ekstraksi kuku , Insisi

abses , Cross insisi , Irigasi telinga

3) Dampak Tindakan Invasif

Tindakan invasif pada anak ketika hospitalisasi di rumah sakit

merupakan salah satu sumber kecemasan, ketakutan, dan

ketidaknyamanan bagi anak maupun orang tua akibat nyeri yang

dirasakan. Nyeri yang dialami anak dapat memberikan efek terhadap

kelangsungan perkembangan anak. Efek segera, yaitu menimbulkan

rasa takut, gelisah, gangguan tidur, penurunan nafsu makan,

peningkatan produksi asam lambung. Efek jangka pendek, meliputi

gangguan pertahanan tubuh, proses penyembuhan yang

memanjang, dan gangguan emosi. Adapun efek jangka panjang

seperti anak akan selalu ingat dengan rasa nyeri, retardasi

pertumbuhan, dan perubahan dalam merespon nyeri (Wahyuni,

2020), Keadaan sakit pada anak juga memberikan waktu yang sulit

bagi keluarga dan dapat menimbulkan kecemasan khususnya

pada orang tua. Metode pengobatan yang dijalani anak

seperti prosedur invasif menjadi salah satu penyebab kecemasan

pada orang tua yang dapat berlanjut sampai anak keluar rumah sakit
23

C. Konsep Caring

1. Pengertian Caring dalam Keperawatan

Teori caring Swanson (1993) diawali dalam penemuan

wawancaranya yang dilakukannya pada wanita yang mengalami

keguguran, orangtua yang memiliki anak di unit perawatan

intensif, dan ibu yang secara sosial berisiko dan telah

melalui system untuk menerima berbagai macam bentuk

perawatan kesehatan (Potter et al. 2005). Kristen M. Swanson

mampu memahami ruang lingkup caring secara keseluruhan dan

pada saat yang sama menguraikan dimensi spesifik dari

keperluan seorang perawat untuk merawat klien. Salah satu hal

paling penting yang memberikan kontribusi pada teori

keperawatan dalam hal ini yaitu argumen bahwa klien

seharusnya tidak hanya dilihat sebagai individu yang terpisah,

melainkan sebagai manusia seutuhnya. Hal yang menarik

tentang pengertian klien ini adalah bahwa Swanson selalu

menempatkan peran perawat dalam proses becoming tersebut.

Jadi dalam aspek kesehatan becoming tersebut, perawat tidak

hanya menjadi dispenser pengobatan medis, tetapi juga

merupakan mitra dalam membantu klien lebih dekat dengan

tujuannya untuk mensejahterakan klien (well-being)(Putri, 2020)


24

Teori caring Swanson menyajikan permulaan yang baik

untuk memahami kebiasaan dan proses karakteristik

pelayanan. Teori caring Swanson menjelaskan tentang proses

caring yang terdri dari proses perawat mengerti kejadian yang

berarti di dalam hidup seseorang, hadir secara emosional,

melakukan suatu hal kepada orang lain sama seperti

melakukan terhadap diri sendiri, memberi informasi dan

memudahkan jalan seseorang dalam menjalani transisi

kehidupan serta menaruh kepercayaan seseorang dalam

menjalani hidupnya

Sebagai pelengkap dan langkah berikutnya dalam proses

untuk mempertahankan keyakinan, adalah knowing.Dalam

proses knowing, perawat berusaha untuk memahami apa arti

situasi yang terjadi saat ini bagi klien, hal ini muncul dalam

bentuk latihan sebagai seorang perawat, yang menciptakan

seseorang dengan rasa tertentu bagaimana kondisi fisik dan

psikologis dapat mempengaruhi seseorang secara

keseluruhan. Dengan mengetahui apa yang dialami klien,

perawat kemudian dapat melanjutkan proses do for, ada untuk

memberikan tindakan terapi dan intervensi bagi klien. Proses do

for, diikuti dengan proses enabling yang memungkinkan klien

untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraannya (well being)


25

2. Penyebab Caring

Swanson mengidentifikasi 3 tipe kondisi penyebab caring,

yaitu klien, perawat dan organisasi. Kondisi organisasi meliputi

beberapa komponen dari Profesional Practice Model (PPM) yaitu :

(1) kepemimpinan

(2) kompensasi dan penghargaan,

(3) Hubungan profesional

3. Dimensi Caring Menurut Kristen Swanson

Ada lima dimensi yang mendasari konsep Caring (Putri, 2020)

yaitu :

a. Maintaining Belief

Maintaining Belief yaitu menumbuhkan keyakinan

seseorang dalam melalui setiap peristiwa hidup dan masa-

masa transisi dalam hidupnya serta menghadapi masa

depan dengan penuh keyakinan, meyakini kemampuan orang

lain, menumbuhkan sikap optimis, membantu menemukan arti

atau mengambil hikmah dari setiap peristiwa, dan selalu ada

untuk orang lain dalam situasi apa pun. Tujuannya adalah

untuk memungkinkan orang lain terbantu dalam batas-batas

kehidupannya sehingga mampu menemukan makna dan

mempertahankan sikap yang penuh harapan. Memelihara

dan mempertahankan keyakinan nilai hidup seseorang


26

adalah dasar dari caring dalam praktek keperawatan.

Subdimensi:

1. Believing in : Perawat menanggapi apa yang klien rasakan

dan percaya bahwa perasaan – perasaan tersebut bisa

terjadi dan wajar terjadi pada siapapun yang sedang

dalam masa transisi.

2. Offering a hope – filled attitude ;Menunjukkan perilaku

bahwa perawat sepenuhnya peduli/care terhadap masalah

yang dialami dengan sikap tubuh, kontak mata dan

intonasi bicara perawat

3. Maintaining realistic optimism : Menjaga dan

menunjukan optimisme perawat dan harapan terhadap

apa yang menimpa klien secara realistis dan berusaha

mempengaruhi agar klien mempunyai optimisme dan

harapan yang sama.

4. Helping to find meaning : Membantu klien menemukan

makna akan masalah yang terjadi sehingga klien perlahan

- lahan menerima bahwa setiap orang dapat mengalami

apa yang dialami klien.

5. Going the distance (menjaga jarak) : Semakin jauh

menjalin/menyelami hubungan dengan tetap menjaga

hubungan sebagai perawat-klien yang tujuan akhir dalam

tahap ini adalah kepercayaan klien sepenuhnya terhadap


27

perawat dan responsibility serta caring secara total oleh

perawat kepada klien

b. Knowing

Knowing adalah berjuang untuk memahami peristiwa yang

memiliki makna dalam kehidupan klien. Mempertahankan

kepercayaan adalah dasar dari caring keperawatan, knowing

adalah memahami pengalaman hidup klien dengan

mengesampingkan asumsi perawat mengetahui kebutuhan

klien, menggali/menyelami informasi klien secara detail,

sensitive terhadap petunjuk verbal dan non verbal, fokus

kepada satu tujuan keperawatan, serta melibatkan orang yang

memberi asuhan dan orang yang diberi asuhan dan

menyamakan persepsi antara perawat dan klien. Knowing

adalah penghubung dari keyakinan keperawatan terhadap

realita kehidupan. Subdi- mensi:

(1) Avoiding assumptions : Menghindari asumsi-asumsi

(2) Assessing thoroughly : Melakukan pengkajian menyeluruh

meliputi bio, psiko, social, spitual dan kultural

(3) Seeking clues : Perawat menggali informasi secara

mendalam

(4) Centering on the one cared for : Perawat berfokus pada

klien dalam melakukan asuhan keperawatan


28

(5) Engaging the self of both : Melibatkan diri sebagai perawat

secara utuh dan bekerja sama dengan klien dalam

melakukan asuhan keperawatan yang efektif

c. Being With

Being with maksudnya tidak hanya hadir secara fisik, tetapi

juga komunikasi, berbagi perasaan tanpa beban dan secara

emosional bersama klien dengan maksud menawarkan

kepada klien dukungan, kenyamanan, pemantauan dan

mengurangi intensitas perasaan yang tidak diinginkan.

Subdimensi:

(6) Non-burdening : Perawat bekerjasama dengan klien

tanpa memaksa kehendak kepada klien dalam melakukan

tindakan keperawatan

(7) Convering availability : Menunjukan kesediaan perawat

dalam membantu klien dan memfasilitasi klien untuk

mencapai tahap kese- jahteraan / well being.

(8) Enduring with : Bersama-sama

(9) Sharing feelings : Berbagi pengalaman bersama klien

yang berkaitan dengan usaha peningkatan kesehatan

klien. Being with perawat dapat menunjukkan dengan cara

kontak mata, bahasa tubuh, nada suara, mendengarkan

serta memiliki sikap positif dan bersemangat yang


29

dilakukan perawat, akan membentuk sesuatu suasana

keterbukaan dan saling mengerti

d. Doing For

Doing for berarti bekerja sama melakukan sesuatu

tindakan yang bisa dilakukan, mengantisipasi kebutuhan

yang diperlukan, kenyamanan, menjaga privasi dan martabat

klien. Subdimensi:

1) Comforting ( memberikan kenyamanan) : Dalam melakukan

tindakan keperawatan dilakukan dengan memberikan

kenyamanan pada klien dan menjaga privasi klien.

2) Performing competently ( menunjukkan ketrampilan) :

Tidak hanya berkomunikasi dan memberikan kenyaman

dalam tindakannya, perawat juga menunjukkan kompetensi

atau skill sebagai perawat professional

3) Preserving dignity (menjaga martabat klien) : Menjaga

martabat klien sebagai individu atau memanusiakan

manusia.

4) Anticipating ( mengantisipasi ) : Perawat dalam melakukan

tindakan selalu meminta persetujuan klien dan keluarga

5) Protecting (melindungi) : Melindungi hak-hak klien dalam

memberikan asuhan keperawatan dan tindakan medis

e. Enablings
30

Enabling adalah memampukan atau memberdayakan klien,

memfasilitasi klien untuk melewati masa transisi dalam

hidupnya dan melewati setiap peristiwa dalam hidupnya yang

belum pernah dialami dengan memberi informasi,

menjelaskan, mendukung dengan focus masalah yang

relevan, berfikir melalui masalah dan menghasilkan alternative

pemecahan masalah sehingga meningkatkan penyembuhan

klien atau klien mampu melakukan tindakan yang tidak biasa

dia lakukan dengan cara memberikan dukungan, memvalidasi

perasaan dan memberikan umpan balik / feedback

Subdimensi:

1) Validating (memvalidasi) : Memvalidasi semua tindakan

yang telah dilakukan

2) Informing ( memberikan informasi) : Memberikan informasi

yang berkaitan dengan pening- katan kesehatan klien dalam

rangka memberdayakan kli- en dan keluarga klien.

3) Supporting (mendukung) : Memberikan dukungan kepada

klien dalam mencapai kesejahteraan / well being sesuai

kapasitas sebagai pera- wat

4) Feedback (memberikan umpan balik) : Memberikan umpan

balik terhadap apa yang dilakukan oleh klien dalam

usahanya mencapai kesembuhan / well being


31

5) Helping patients to focus generate

alternatives (membantu klien untuk fokus dan membuat

alternatif) Menolong klien untuk selalu fokus dan terlibat

dalam program peningkatan kesehatannya baik

tindakan keperawatan maupun tindakan medis (Potter &

Perry,2005).

4. Komponen Caring

Watson dalam Blasdell (2017) dalam (Wahyuni, 2020)

mengasumsikan sebelas nilai Human Care dalam keperawatan,

yaitu:

a. Care dan cinta merupakan hal yang paling umum dan dapat

berdampak luar biasa dengan cara menekankan pada energi

psikis

b. Merawat dengan penuh kasih dan perhatian. Untuk

menghadirkan rasa kemanusiaan dalam merawat pasien,

perawat perlu untuk lebih peduli dan rasa mencintai;

c. Kemampuan dalam mempertahankan cita – cita dan

ideologi keperawatan yang berkaitan dengan caring akan

mempengaruhi pengembangan peradaban manusia dan

meningkatkan kontribusi perawat di masyarakat;

d. Untuk dapat menerapkan caring kepada orang lain, dapat

dimulai dengan mencintai diri sendiri, bagaimana


32

memperlakukan diri sendiri dengan lembut dan sikap

menghargai;

e. Keperawatan berkaitan dengan merawat manusia yang

memiliki masalah kesehatan;

f. Caring merupakan inti dari keperawatan dan menjadi fokus

dan pemersatu dalam praktik keperawatan;

g. Human care yang diterima individu dan kelompok dalam

sistem pelayanan kesehatan sudah mulai berkurang;

h. Nilai caring perawat dalam keperawatan mulai tenggelam.

Oleh karena itu diharapkan ideologi caring dalam

keperawatan dapat dipraktikkan dengan lebih baik lagi supaya

peran perawat tidak akan terancam dengan semakin

berkembangnya teknologi medis dan adanya kendala birokrasi-

manajerial;

i. Pemeliharaan kemajuan keperawatan manusia menjadi upaya

epistemik dan klinis dalam menghadapi masalah sekarang

maupun untuk kedepannya;

j. Perawatan dapat efektif hanya apabila dilakukan secara

interpersonal;

k. Kontribusi sosial, moral, dan ilmiah keperawatan bagi umat

manusia dan masyarakat terletak pada komitmen terhadap

cita – cita keperawatan baik teori, praktik, dan penelitian


33

Watson dalam Blasdell (2017) mengemukakan sepuluh carative

factor terkait kebutuhan dasar, hubungan manusia, dan

pemeliharaan kesehatan, yang harus tercermin dalam perilaku

caring, yaitu:

a. Pembentukan sistem nilai humanistik-altruistik.

Humanistik-altruistik merupakan suatu perasaan puas dalam

memberikan sesuatu kepada orang lain (Marriner dan

Tomey, dalam Firmansyah dkk.,2019). Nilai humanistik-

altruistik dapat bersumber dari pengalaman hidup yang

dapat dikembangkan ketika masa pendidikan perawat.

Bentuk nilai humanistik-altruistik dapat berupa kebaikan,

kasih sayang,serta kesediaan untuk merawat dan melakukan

terapi kepada klien (Firmansyah dkk., 2019).

b. Menanamkan harapan-kepercayaan
Perawat menanamkan harapan dan kepercayaan berarti

perawat yakin tentang obat – obatan sebagai salah satu

perantara untuk sembuh. Namun perawat juga dapat

memberitahukan alternatif lain untuk pengobatan seperti

meditasi, relaksasi, ataupun kekuatan spiritual dari dalam

diri sendiri). Dengan faktor ini, perawat dapat menumbuhkan

perasaan optimis, harapan, dan kepercayaan kepada klien

(Firmansyah dkk., 2019).

c. Menumbuhkan kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain


34

Dalam melaksanakan caring, perawat harus dapat memahami

klien, mulai dari kebutuhan klien, kondisi, perasaan, dan

keadaan emosi klien (Firmansyah dkk., 2019). Belajar

menghargai kepekaan dan perasaan klien akan membuat

perawat menjadi lebih sensitif, bersikap peka secara murni

dan wajar.

d. Peningkatan hubungan saling menolong dan saling percaya

Dewi (2017) menjelaskan bahwa faktor ini merupakan hal

yang penting dalam pelaksanaan caring secara

transpersonal. Peningkatan hubungan saling percaya

dapat berupa penerapan komunikasi untuk menumbuhkan

hubungan dalam proses keperawatan. Perawat berinteraksi

dengan klien dengan terbuka dan jujur. Faktor ini memiliki

karakteristik yang sejalan dengan empati dan keramahan

(Firmansyah dkk., 2019).

e. Mengungkapkan dan menerima perasaan positif dan negative


Dalam proses perawatan kepada klien, perawat harus dapat

menerima ekspresi perasaan negatif ataupun positif dari klien.

Caring yang baik akan dapat mendorong klien mampu

mengungkapkan perasaaan positif seperti mengungkapkan

pelayanan asuhan keperawatan yang baik oleh perawat

(Firmansyah dkk., 2019). Dengan begitu, kepuasan klien

terhadap pelayanan kesehatan akan bertambah.


35

f. Metode sistematis dalam pemecahan masalah dalam


pengambilan keputusan
Proses perawatan klien memerlukan adanya berpikir

kritis. Hal ini dikarenakan perawat selalu dihadapkan

dengan masalah yang kompleks,diperlukan penilaian dan

pengambilan keputusan yang tepat, dan menjadi proses

pembelajaran yang terus menerus (Firmansyah dkk., 2019).

Berpikir kritis dapat mempengaruhi cara pengambilan

keputusan dalam pemecahan masalah yang dihadapi

perawat setiap harinya.

g . M e n g g u n a k a n pengajaran-pembelajaran interpersonal

Memandirikan klien dalam memenuhi kebutuhannya

merupakan salah satu tujuan dari proses perawatan (Watson,

dalam Dewi, 2017). Maka diperlukan proses belajar mengajar

antara perawat dengan klien, sehingga klien dapat

meningkatkan pengetahuan dan derajat kesehatan.

h.Menentukan dukungan, melindungi, dan perbaikan

lingkungan mental, fisik, sosial budaya, dan spiritual

Perawat perlu mengidentifikasi lingkungan internal dan

eksternal dari klien yang mampu mendukung kondisi sehat

sakit, sehingga mampu memfasilitasi klien untuk dapat

beradaptasi pada perubahan fisik, mental dan emosional

(Dewi, 2017).

i . M e m b a n t u memenuhi kebutuhan manusia


36

Membantu klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya

merupakan salah satu prinsip dalam keperawatan, dimana

perawat harus mampu mengenali kebutuhan klien secara

komprehensif yaitu bio-sosio-psiko-spiritual. Pemenuhan

kebutuhan dasar klien harus terlebih dahulu tercapai

sebelum beralih kepada perawatan selanjutnya (Firmansyah

dkk., 2019).

j. Meningkatkan kekuatan eksistensial-fenomenologis


Menurut Watson, dalam Firmansyah dkk. (2019), faktor ni

bertujuan untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan

klien. Perawat membantu klien memahami jalan hidup dan

menemukan arti kesulitan hidup, membantu klien untuk

menghadapi kehidupan atau kematian.

5. Perilaku Caring dalam Praktik Keperawatan

Pandangan Swanson (1993) tentang keperawatan adalah

siapa yang kita layani, bagaimana kita memberikan pelayanan

dan kenapa kita terus untuk melayani merupakan keharusan bagi

perawat untuk dapat mengintegrasikan ilmu pengetahuan, diri

sendiri, fokus pada kemanusian dan caring. Yang kemudian

disempurnakan dengan adanya transaksi antara keperawatan,

setiap perawat dan klien bahwa perawat adalah profesi yang

memiliki komitmen caring, pemeliharan akan martabat manusia

dan meningkatkan kesehatan (Alligood, 2010).


37

Swanson (1993) mempelajari tentang klien dan profesi

pemberi layanan dalam usahanya untuk membuat teori tentang

caring dalam praktik keperawatan yang bermanfaat dalam

memberikan petunjuk bagaimana membangun strategi caring

Tindakan caring bertujuan untuk memberikan asuhan fisik

dan memperhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dan

keselamatan klien. Caring juga menekankan harga diri individu,

artinya dalam melakukan praktik keperawatan, perawat

senantiasa selalu menghargai klien dengan menerima kelebihan

maupun kekurangan klien sehingga bisa memberikan

pelayanan kesehatan yang tepat. Penilaian terhadap seorang

perawat dapat terlihat dari perilaku caring yang dimiliki perawat.

Teori Caring Swanson menyajikan permulaan yang baik untuk

memahami kebiasaan dan proses karakteristik pelayanan. Teori

Caring Swanson (1993) menjelaskan tentang proses Caring yang

terdiri dari bagaimana perawat mengerti kejadian yang berarti di

dalam hidup seseorang, hadir secara emosional, melakukan suatu

hal kepada orang lain sama seperti melakukan terhadap diri

sendiri, memberi informasi dan memudahkan jalan seseorang

dalam menjalani transisi kehidupan serta menaruh kepercayaan

seseorang dalam menjalani hidup (Potter & Perry, 2009 : 112)

dalam (Putri, 2020)

6. Instrumen Penilaian Kinerja Perawat Pelaksana Berbasis Caring


38

a) Komponen Penilaian

Instrumen penilaian kinerja perawat pelaksana berbasis

caring terdiri dari dua komponen penilaian yaitu :

(1)Sasaran Kinerja Perawat

Sasaran kinerja perawat berupa uraian tugas perawat

pelaksana tentang kumpulan tugas karyawan yang ada di

RS

(2)Perilaku Kinerja Perawat Pelaksana berbasis Caring

Perilaku kinerja perawat pelaksana berdasarkan lima

dimensi dalam teori caring Swanson.Komponen penilaian

berupa 13 item sasaran kinerja perawat (uraian tugas

perawat pelaksana) dan 10 item perilaku kerja

berdasarkan 5 dimensi caring menurut Kristen Swanson

(maintaining belief, knowing, being with, doing for dan

enabling).

Dimensi maintaining belief dalam instrumen penilaian,

kinerja diterapkan dalam item penilaian komunikasi dan

optimisme. Hal ini sesuai dengan sub dimensi

maintaining belief yaitu perilaku yang menunjukkan bahwa

perawat sepenuhnya peduli/care terhadap masalah yang

dialami dengan sikap tubuh, kontak mata dan intonasi

bicara perawat yang diterpakan dalam item penilaian


39

komunikasi. Dalam penerapan item penilaian optimisme

berdasarkan subdimensi maintaining belief yaitu

menjaga dan menunjukan optimisme perawat dan

harapan terhadap apa yang menimpa klien secara

realistis.

Dimensi knowing dalam instrumen penilaian kinerja

diterapkan dalam item penilaian uraian tugas sesuai

dengan subdimensi assesing throughly yaitu melakukan

pengkajian menyeluruh meliputu bio,psiko, social,

spiritual dan kultural. Untuk item penilaian kerjasama

dalam dimensi knowing berdasarkan subdimensi

engaging the self of both yang berarti perawat

melibatkan diri secara utuh dan bekerjasama dengan klien

dalam melakukan asuhan keperawatan yang efektif.

Dimensi being with dalam instrumen penilaian kinerja

diterapkan dalam item penilaian tanggap, koordinasi dan

disiplin. Tanggap berdasarkan subdimensi convering

availability yang menunjukkan kesediaan perawat dalam

membantu klien dan memfasilitasi klien untuk

mencapai tahap kesembuhan/ well being. Koordinasi

ditunjukkan dalam dalam komitmen perawat dengan tim

dalam usaha meningkatkan kesehatan klien serta

disiplin adalah salah satu wujud penerapan komitmen


40

dalam melakukan asuhan keperawatan kepada klien.

Kedua hal tersebut sesuai dengan makna subdimensi

enduring with dalam dimensi being with.

Dimensi doing for dalam instrumen penilaian kinerja

diterapkan dalam item penilaian uraian tugas dan

etika. Dalam dimensi doing for berarti melakukan tindakan

keperawatan, mengantisipasi kebutuhan yang

diperlukan klien, memberikan kenyamanan, serta menjaga

privasi dan martabat klien teraplikasikan dalam item

penilaian uraian tugas dan etika

Dimensi enabling dalam instrumen penilaian kinerja

diterapkan dalam item penilaian motivasi dan inovatif.

Enabling memiliki makna bahwa memampukan atau

memberdayakan klien, memfasilitasi klien untuk melewati

masa transisi dalam hidupnya dan melewati setiap

peristiwa dalam hidupnya yang belum pernah dialami

dengan memberi informasi, menjelaskan, mendukung

dengan focus masalah yang relevan, berfikir

melalui masalah dan menghasilkan alternative

pemecahan masalah sehingga meningkatkan

penyembuhan klien. Dalam memampukan dan

memberdayakan klien, item penilaian motivasi dan


41

inovatif mewakili dalam penerapakan dimensi enabling

dalam penilaian kinerja perawat pelaksana.

b) Bobot Penilaian

Dalam instrumen penilaian kinerja perawat pelaksana

berbasis caring, bobot untuk SKP (uraian tugas perawat

pelaksana) adalah 40, dan perilaku kinerja berbasis caring

adalah item caring dalam penilaian kinerja perawat

pelaksana. Sesuai dengan proses penyusunan penilaian

kinerja menurut Mondy dan Noe (1993) bahwa dalam

menyusun sistem penilaian kinerja harus digali terlebih

dahulu tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi (rumah

sakit) untuk lebih memudahkan dalam menentukan metode

penilaian kinerja.

c) Hasil atau nilai penilaian

Hasil penilaian dihitung dari bobot dan target. Target

pencapaian item penilaian selama enam bulan terhitung

melalui lembar observasi kinerja perawat. Hasil akhir berupa

angka yang akan menunjukkan bagaimana kriteria kinerja

perawat tersebut. Kategori penilaian kinerja perawat

pelaksana berdasarkan PP No. 46 tahun 2011 tentang

penilaian prestasi kerja PNS. Apabila hasil penilaian

menunjukkan kinerja yang baik dan sangat baik


42

mendapatkan reward yang telah disediakan oleh pihak

manajemen RS. Sebaliknya apabila hasil penilaian

menujukkan kinerja yang kurang akan mendapatkan

pelatihan/ bimbingan dari pihak RS.

1) Feedback

Dalam penilaian kinerja dibutuhkan feedback atau

umpan balik. Umpan balik merupakan proses tindak lanjut

dari hasil penilaian kinerja yang bertujuan untuk

meningkatkan potensi pegawai di organisasi bersangkutan

(Mejia, 2004 dalam Harianto, 2014). Kalb et al. (2006)

menambahkan bahwa instrumen penilaian kinerja juga

harus efisien dan menyediakan umpan balik yang berarti

bagi perawat. Umpan balik dalam instrumen penilaian

kinerja perawat pelaksan ini merupakan rencana tindak

lanjut pengembangan SDM yang harus diisi oleh

penilai untuk menjadi wacana manajer Keperawatan

memberikan rekomendasi kepada top manager dalam

peningkatan SDM di RS.

Penilaian kinerja yang dilakukan dengan tepat dan

objektif akan memberikan dampak bagi mutu asuhan

keperawatan dan kepuasan klien. Dengan adanya

penilaian kinerja perawat pelaksana akan memberikan


43

motivasi perawat untuk memberikan kinerja (performa)

terbaiknya sehingga mutu asuhan keperawatan dapat

meningkat. Terlebih lagi unsur caring yang menjadi bagian

penting dalam penilaian dimaksudkan sebagai upaya

peningkatan interaksi antara perawat dengan klien. Selain

mutu asuhan keperawatan yang memiliki dampak positif

dengan diterapkannya sistem penilaian kinerja perawat

pelaksana berbasis caring, bagi perawat sendiri

memunculkan banyak manfaat. Hasil penilaian kinerja

yang baik dan meningkat akan memberikan keuntungan

bagi perawat dengan adanya sistem remunasi,

peningkatan karir (promosi) yang berujung dengan

peningkatan pendapatan perawat

D. Konsep Kecemasan

1. Pengertian

Kecemasan adalah sebuah kata yang kita gunakan untuk

menggambarkan perasaan tidak mudah, khawatir, sekaligus takut.

Kondisi-kondisi itu melibatkan baik emosi maupun sensasi fisik yang

mungkin kita alami ketika kita mengalami khawatir atau gugup

tentang sesuatu. Meskipun kita mengalami hal tersebut sebagai

perasaan yang kurang nyaman, kecemasan berkaitan dengan


44

respon biologis normal kita ketika merasa terancam(Pamungkas,

Joko Adi, 2018)

Kecemasan adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar

karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu

respons (penyebab tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu).

Perasaan takut dan tidak menentu sebagai sinyal yang menyadarkan

bahwa peringatan tentang bahaya akan datang dan memperkuat

individu mengambil tindakan menghadapi ancaman. Kejadian

dalam hidup seperti menghadapi tuntutan, persaingan, serta bencana

dapat membawa dampak terhadap kesehatan fisik dan psikologis.

Salah satu contoh dampak psikologis adalah timbulnya kecemasan

atau ansietas (Yusuf, A.H and , R & Nihayati, 2015)

Kecemasan adalah emosi, perasaan yang timbul sebagai respon

awal terhadap stress psikis dan ancaman terhadap nilai-nilai yang

berarti bagi individu. Kecemasan sering digambarkan sebagai

perasaan yang tidak pasti, ragu-ragu, tidak berdayaa, gelisah,

kekhawatiran, tidak tentram yang sering disertai keluhan fisik.

(Azizah, Zainuri and Akbar, 2016)

Gangguan kecemasan (Anxiety) merupakan masalah kesehatan

pada umumnya dan masalah kesehatan jiwa pada khususnya.

Anxietas dapat menjadi suatu kekuatan motivasi untuk pertumbuhan

dan perkembangan pada individu yang bersangkutan. Ansietas


45

berkaitan dengan stress. Oleh karena itu, anxietas timbul sebagai

respon stress, baik stress fisiologi maupun psikologi. Artinya,

ansietas terjadi ketika seseorang merasa terancam baik secara fisik

maupun psikologi .(nirwan, 2021)

Kecemasan muncul dari emosi manusia yang wajar. Oleh karena

itu, sangat sering beberapa gangguan kecemasan juga terkait terkait

dengan gangguan emosi. Teori kecemasan juga telah dielaborasi

pada teori kepribadian. Pada teori kepribadian, emosi disebut

sebagai trait. Dalam konteks ini, trait adalah sifat khas (dispotition)

untuk berperilaku secara konsisten selama beberapa waktu atau

beberapa situasi. Sebagai contoh adalah alat ukur trait-anxiety yang

dikembangkan oleh Spielberg, Gorsuch, & Lushene yang dinamakan

State-Trait Anxiety Invetory. Alat ini secara sederhana menanyakan

kecemasan seperti apa yang sering dirasakan dan itu dianggap

sebagai lawan dari state-nya. Sampai saat ini telah banyak model

konsep kecemasan yang diintegrasikan dengan pendekatan trait

(Rusydi, 2019)(Rusydi, 2019)

2. Penyebab Kecemasan

Menurut Pamungkas, Joko Adi, 2018 penyebab Kecemasan di

antaranya :

a) Pengalaman di masa lalu atau di masa kanak-kanak


46

b) Kebiasaan atau kehidupan sehari-hari : kelelahan atau tekanan

dalam hidup, jam kerja yang Panjang, tekanan di rumah,

tempat kerja, atau di tempat belajar, permasalahan rumah

tangga, permasalahan keuangan.

c) Kesehatan fisik dan jiwa

d) obat – obatan

e) Genetik

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Menurut Fudyartanta KI dalam (UTAMI, 2019) Faktor yang

mempengaruhi kecemasan dibedakan menjadi dua yaitu :

a) Faktor prediposisi yang menyangkut tentang teori kecemasan:

1) Teori Psikoanalitik : Teori Psikoanalitik menjelaskan tentang

konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian

yaitu ide dan ego.

2) Teori Interpersonal : Kecemasan merupakan perwujudan

penolakan dari individu yang menimbulkan perasaan takut.

Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan

trauma, seperti perpisahan dan kehilangan yang

menimbulkan kecemasan.

3) Teori perilaku :Pada teori ini, kecemasan timbul karena

adanya stimulus lingkungan spesifik, pola berpikir yang salah,

atau tidak produktif dapat menyebabkan perilaku maladaptif.

Penilaian yang berlebihan terhadap adanya bahaya dalam


47

situasi tertentu dan menilai rendah kemampuan dirinya untuk

mengatasi ancaman merupakan penyebab kecemasan pada

seseorang.

4) Teori biologis :Teori biologis menunjukan bahwa otak

mengandung reseptor khusus yang dapat meningkatkan

neuroregulator inhibisi (GABA) yang berperan penting dalam

mekanisme biologis yang berkaitan dengan kecemasan.

b) Faktor presipitasi

1) Faktor Eksternal

(a) Ancaman Integritas Fisik: Meliputi ketidakmampuan

fisiologis terhadap kebutuhan dasar sehari-hari yang

bisa disebabkan karena sakit, trauma fisik,

kecelakaan.

(b) Ancaman Sistem Diri :Diantaranya ancaman terhadap

identitas diri, harga diri, kehilangan, dan perubahan

status dan peran, tekanan kelompok, sosial budaya.

2) Faktor Internal

(a) Usia : Gangguan kecemasan lebih mudah dialami oleh

seseorang yang mempunyai usia lebih muda

dibandingkan individu dengan usia yang lebih tua.

(b) Stressor : Stressor merupakan tuntutan adaptasi

terhadap individu yang disebabkan oleh perubahan

keadaan dalam kehidupan. Sifat stresor dapat berubah


48

secara tiba-tiba dan dapat mempengaruhi seseorang

dalam menghadapi kecemasan, tergantung mekanisme

koping seseorang.

(c) Lingkungan : Individu yang berada di lingkungan asing

lebih mudah mengalami kecemasan dibanding bila

dia berada di lingkungan yang biasa dia tempati.

(d) Jenis kelamin : Wanita lebih sering mengalami

kecemasan daripada pria. Wanita memiliki tingkat

kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan pria. Hal ini

dikarenakan bahwa wanita lebih peka dengan

emosinya, yang pada akhirnya mempengaruhi

perasaan cemasnya.

(e) Pendidikan : Kemampuan berpikir individu dipengaruhi

oleh tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat

pendidikan maka individu semakin mudah berpikir

rasional dan menangkap informasi baru. Kemampuan

analisis akan mempermudah individu dalam

menguraikan masalah baru.

(f) Pengalaman masa lalu : Pengalaman di masa lalu

dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam

menghadapi stresor yang sama.


49

(g) Pengetahuan : Ketidaktahuan dapat menyebabkan

munculnya kecemasan dan pengetahuan dapat

digunakan untuk mengatasi masalah yang ada.

4. Tingkat atau Rentan Respon kecemasan

Menurut (Azizah, Zainuri and Akbar, 2016) Rentang

kecemasan berfluktuasi antara respon adaptif antisipasi dan

yang maladaptive yaitu panic.

Gambar 1 Rentang kecemasan

Adaptif Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

1) Antisipasi :Suatu keadaan yang digambarkan lapangan persepsi

menyatu dengan lingkungan.

2) Cemas Ringan : Ketegangan ringan, penginderaan lebih tajam

dan menyiapkan diri untuk bertindak.

3) Cemas Sedang :Keadaan lebih waspada dan lebih tegang,

lapangan persepsi menyempit dan tidak mampu memusatkan

pada factor/peristiwa yang penting baginya.

4) Cemas Berat :Lapangan persepsi sangat sempit, berpusat pada

detail yang kecil, tidak memikirkan yang luas, tidak mampu

membuat kaitan dan tidak mampu menyelesaikan masalah.

5) Panik :Persepsi menyimpang, sangat kacau dan tidak terkontrol,

berpikir tidak teratur, perilaku tidak tepat dan agitasi/hiperaktif.


50

5. Sumber kecemasan

Menurut (Azizah, Zainuri and Akbar, 2016) sumber kecemasan :

a) Ancaman internal dan eksternal terhadap ego (S. Freud dalam

Azizah, Zainuri and Akbar, 2016), Adanya gangguan pemenuhan

kebutuhan dasar; makan, minum, sexual.

b) Ancaman terhadap keamanan interpersonal dan harga diri

(Sullivan dalam Azizah, Zainuri and Akbar, 2016)

c) Tidak menemukan integritas diri

d) Tidak menemukan prestige

e) Tidak memperoleh aktualisasi diri

f) Malu/tidak kesesuaian antara pandangan diri dan lingkungan

nyata.

6. Gejala gangguan Kecemasan

Kecemasan merupakan hal umum yang sering terjadi untuk

merespon perubahan lingkungan atau kejadian yang menyusahkan.

Karakteristik dari kecemasan adalah rasa takut yang menyebar, rasa

tidak nyaman, sering ditandai dengan gejala otonom seperti sakit

kepala, keringat, palpitasi, sesak di dada, ketidaknyamanan pada

daerah perut yang ringan, dan kegelisahan, terindikasi jika muncul

ketidakmampuan untuk tenang atau diam dalam suatu periode

waktu. Pengalaman kecemasan mempunyai dua komponen umum,

yaitu kesadaran akan sensasi psikologis (palpitasi dan berkeringat)

dan efek viseral motorik yang memengaruhi konsep berpikir,


51

persepsi, dan belajar (Sadock et al., dalam (nirwan, 2021)

a. Akibat Kecemasan

Menurut Pamungkas, Joko Adi, 2018 Efek Jangka Panjang

Kecemasan:

1) Bermasalah dengan tidur

2) Depresi

3) Daya tahan tubuh yang menurun, yang bisa membuat lebih

rentan terhadap penyakit-penyakit tertentu

4) Merokok atau minum minuman keras dalam kadar dan jumlah

yang banyak, menyalahgunakan obat-obatan untuk

menangani masalah yang dialami.

5) Adanya perubahan dalam hasrat seksual Anda


52

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel yang diteliti

Pola makan yang baik dan teratur merupakan salah satu dari

penatalaksanaan gastritis dan juga merupakan tindakan preventif

dalam mencegah kekambuhan gastritis. Penyembuhan gastritis

membutuhkan pengaturan makanan sebagai upaya untuk

memperbaiki kondisi pencernaan, Pola makan juga mempengaruhi

kejadian penyakit gastritis karena pola makan yang tidak sesuai baik

frekuensi, makan tidak teratur atau tidak makan apapun dalam waktu

relative lama, akibatnya, kadar sama lambung terkikis hingga

menimbulkan semacam tukak. Jika pengikisan sudah terjadi, gastritis

pun akan semakin bereziko gejala penyakit yang muncul tidak lagi
53

sekedar mual, muntah atau sakit perut, tetapi juga meningkat hingga

feses yang berdarah (Sopyan, 2015).

Stres psikologi akan meningkatkan aktivitas saraf simpatik

yang dapat merangsang peningkatan produksi asam lambung.

Peningkatan HCL dapat di rangsang oleh mediator kimia yang di

keluarkan oleh neuron simpatik seperti epinefin (Ardian Ratu R 2017)

B. Pola Pikir Variabel Penelitian/Kerangka


42 Konsep

Berdasarkan konsep pemikiran tersebut di atas, maka dapat di

gambarkan satu model hubungan antara variabel yang akan di teliti

sebagai berikut.

Variabel Independen Variabel Dependen

Perilaku caring Kecemasan


Perawat

Komponen caring: Tanda dan gejala kecemasan:


1. Sistem nilai humanistik dan altruistik 1. Respon Fisiologis
2. Harapan dan kepercayaan 2. Respon perilaku
3. Peka terhadap diri sendiri dan orang lain 3. Respon kognitif
4. Hubungan saling menolong dan saling 4. Respon afektif
percaya
5. Pengungkap dan penerima ungkapan positif dan negatif
6. Metode pemecahan masalah
7. Proses pengajaran interpersonal
8. Lingkungan psikologis
54

9. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia


10. Kekuatan eksistensial fenomenologis

Gambar 3.1 (Kerangka Konsep)

Keterangan :

Variabel independen :

Variabel dependen :

C. Definisi Operasional dan Kriteria Ojektif

1. Perilaku caring perawatan

Pola makan seperti mengatur jadwal dan memilih bahan

makanan, frekuensi makanan dan jenis makanan.

Kriteria Objektif :

Baik : Bila skor dari jawaban responden ≥ 75%

Tidak Baik : Bila skor dari jawaban responden < 75%

2. Stres

Reaksi tubuh yang muncul saat sesorang menghadapi

ancaman, tekanan, atau suatu perubahan.

Kriteria Objektif

Stres ringan : Jika skor 14-27

Stres berat : Jika skor 28-41


55

3. Gastritis

Gastritis adalah suatu gangguan rasa nyaman nyeri pada

epigastrium.

Kriteria Objektif :

Kronik : Jika buku di RM pasien menyatakan gastritis kronik

Akut : Jika buku di RM pasien menyatakan gastritis akut

D. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis alternatif (Ha)

a. Ada hubungan antara pola makan dengan kejadian gastritis di

puskesmas Suppa Kecamatan Suppa kabupaten pinrang

b. Ada hubungan antara stres dengan kejadian gastritis di

puskesmas Suppa Kecamatan Suppa kabupaten pinrang

2. Hipotesis nol (Ho)

a. Tidak ada hubungan antara pola makan dengan kejadian

gastritis di puskesmas Suppa Kecamatan Suppa kabupaten

pinrang

b. Tidak ada hubungan antara stres dengan kejadian gastritis di

puskesmas Suppa Kecamatan Suppa kabupaten pinrang


56

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode

Survey analitik dengan pendekatan Cross sectional yaitu jenis

penelitian yang menekankan waktu pengukuran/observasi data

varibel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat

untuk mencari hubungan antara variabel independen dengan

variabel dependen dengan melakukan pengukuran sesaat .

Metode survei merupakan metode penelitian yang

menggunakan angket (kuesioner) sebagai instrumen utama dalam

mengumpulkan data di lapangan, Metode penelitian survei dengan


57

menggunakan instrumen angket (kuesioner) memerlukan responden

yang banyak, hal ini dimaksudkan agar validitas temuan penelitian

bisa dicapai dengan baik. Jika responden tidak banyak, akan

dikhawatirkan ”pola” yang menggambarkan objek yang diteliti tidak

dapat dijelaskan dengan baik (Samsu, 2017)

B. Populasi, Sampel dan Sampling

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas obyek

atau subyek yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sujarweni, 2014). Pada penelitian ini

populasinya adalah Orang Tua yang memiliki anak yang di

rawat di ruang anak di RSUD Mokopido Tolitoli.

2. Sampel

Sampel adalah terdiri atas bagian populasi yang terjangkau

yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui

sampling (Nursalam, 2017, dalam (Amanda, 2020).

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi

yang dapat mewakili populasi yang ada. Pengambilan

sampel dilakukan dengan metode Purposive Sampling yaitu

teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel di

antara populasi sesuai dengan yang di kehendaki peneliti


58

(tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut

dapat mewakili karakteristik dari populasi

Adapun kriteria sampel yaitu:

a. Kriteria inklusi pada penelitian:

k. Orangtua dengan bayi atau anak yang telah menjalani

perawatan selama 1-3 hari di ruangan anak

l. Orangtua yang mendampingi bayi selama di Rumah sakit

m.Orang tua yang kooperatif.

n. Orang tua yang bersedia jadi responden

b. Kriteria eklusi pada penelitian:

1) Orangtua yang bisa diajak berkomunikasi

2) Orangtua yang mampu membaca dan menuli

C. Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Sumber data

Sumber data pada penelitian ini adalah data yang

didapatkan dari orang tua yang menjadi responden pada

penelitian ini

2. Pengolahan Dan Analisa Data

Data yang didapatkan pada saat pengumpulan data di

lapangan akan diolah menggunakan SPSS, namun sebelum

diolah akan dilakukan hal hal sebagai berikut :


59

a. Screening

Tahap screening adalah tahap di mana data diperiksa

tentang kelengkapanya untuk mencegah adanya data yang

kurang, dan mengakibatkan pemgambilan data berulang,

proses screening ini akan di lakukan langsung di lapangan.

b. Coding

Proses coding adalah proses memberikan nomor ataupun

symbol pada lembar Kuesioner dan jawaban yang diberikan

responden, sehingga mudah di presentasekan ke dalam

program SPSS

c. Entry

Data kemudian diinput kedalam lembar kerja program

SPSS, untuk masing-masing variable.

d. Cleaning

Dilakukan pada semua lembar kerja untuk membersihkan

kesalahan yang mungkin terjadi selama proses input data.

Proses ini dilakukan melalui analisis frekuensi pada semua

variabel. Data missing dibersihkan dengan menginput data

yang benar.

e. Tabulating

Mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian

kemudian dimasukkan dalam tabel yang sudah disiapkan.


60

3. Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran

umum responden dan variabel dengan cara mendeskripsikan

setiap variabel yang digunakan dalam penelitian, yaitu dengan

melihat gambaran distribusi frekuensinya dalam bentuk tabel

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat keterkaitan

antara variabel independen dan variabel dependen melalui uji

hubungan dengan menguji uji Chi Square

D. Variabel Penelitian

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang

memberikan nilai beda terhadap sesuatu. Jenis variabel

diklasifikasikan menjadi:

1. Variabel Independen (bebas)

Variabel independen adalah variabel yang memengaruhi atau

nilainya menentukan variabel yang lain. Suatu kegiatan stimulus

yang dimanipulasi oleh peneliti menciptakan suatu dampak pada

variabel dependen. Variabel pada penelitian ini adalah caring

perawat dengan skala ordinal dengan mengunakan kategori yaitu

caring kode 1 dan tidak caring kode 2

2. Variabel Dependen (terikat)


61

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi nilainya

ditentukan oleh variabel lain. Variabel respons akan muncul

sebagai akibat dari manipulasi variabel-variabel lain. Variabel

pada penelitian ini adalah Kecemasan orang tua yang anaknya di

rawat di ruang Anak di RSUD Mokopido dengan skala ordinal

dengan mengunakan kategori yaitu cemas kode 1 dan tidak

cemas kode 2

E. Waktu Dan Lokasi Penelitian

1. Waktu Penelitian adalah bulan ……..tahun 2022

2. Lokasi Penelitian adalah di Ruang anak di RSUD Mokopido

Tolitoli
F. Definisi Operasional

Tabel 1 Tabel Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Parameter/ Alat Ukur Skala Data Kategori

Indikator

Perilaku caring proses perawat mengerti a. Care dan cinta yang Quisioner Nominal caring Jika ≥

perawat kejadian yang berarti di menekankan pada mengunakan Median Kode 1

dalam hidup seseorang, energi psikis skala likert Tidak caring Jika

hadir secara emosional, b. Merawat dengan penuh < Median Kode 2

melakukan suatu hal kasih dan perhatian.

kepada orang lain sama c. Kemampuan dalam

seperti melakukan terhadap mempertahankan cita

diri sendiri, memberi – cita dan ideologi

informasi dan memudahkan keperawatan

jalan seseorang dalam d. mencintai diri sendiri,

menjalani transisi memperlakukan diri

54
kehidupan serta menaruh sendiri dengan lembut

kepercayaan seseorang dan sikap menghargai;

dalam menjalani hidupnya e. Keperawatan berkaitan

dengan merawat

manusia yang memiliki

masalah kesehatan;

f. menjadi fokus dan

pemersatu dalam

praktik keperawatan;

g. Human care yang

diterima individu dan

kelompok dalam

sistem pelayanan

kesehatan sudah mulai

berkurang;

h. Pemeliharaan

55
kemajuan keperawatan

manusia menjadi

upaya epistemik dan

klinis dalam

menghadapi masalah

sekarang maupun

untuk kedepannya;

i. Dilakukan secara

interpersonal;

j. Kontribusi sosial, moral,

dan ilmiah keperawatan

bagi masyarakat

Kecemasan Kecemasan adalah Observasi kecemasan Quisioner ordinal - 1 = cemas

kekhawatiran yang tidak anak yang dilakukan mengunakan - 2 = Tidak cemas

jelas atau menyebar, yang tindakan pemasangan skala zung

56
berkaitan dengan perasaan infus dengan self rating

tidak pasti dan tidak menggunakan skala zung anxiety scale.

berdaya serta tidak memiliki self rating anxiety scale.

objek yang spesifik pada

anak yang dilakukan

pemasanganinfus

57
G. Etika Penelitian

Menurut (Hidayat, 2018) dalam (Amanda, 2020). Dalam

penelitian apapun khususnya yang menggunakan manusia sebagai

subjek tidak boleh bertentangan dengan etika, oleh karena itu, oleh

karena ini setiap peneliti menggunakan subjek untuk mendapatkan

persetujuan dari subjek yang diteliti.

Peneliti memperhatikan aspek etika responden dengan

menekankan masalah etika yang meneliti:

1. Lembar persetujuan (Informed Consed)

Informed Consed merupakan llembar persetujuan antara peneliti

dan responden yang diberikan sebelum penelitian. Tujuan

Informed Consed yaitu responden yang dapat mengerti maksud

dan tujuan penelitian. Bila responden tidak bersedia maka

peneliti harus menghormati hak responden.

2. Tanpa nama (Anonimity)

Anonimity adalah memberikan jaminan dalam penggunaan

subjek peneliti dengan cara tidak memberikan atau tidak

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan

hanya menuliskan kode pada lembaran pengumpulan data.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

58
Confidentiality adalah semua informasi yang dikumpulkan dijamin

kerahasiannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang

dilaporkan pada hasil riset.

DAFTAR PUSTAKA

Aryani, L. D. and Riyandry, M. A. (2019) ‘Caring Perawat Berhubungan

Dengan Kecemasan Orang Tua Yang Anaknya

Hospitalisasi’, Jurnal Penelitian Perawat Profesional,

1(1), pp. 61–70. Available at:

http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/J

PPP/article/download/83/65.

Azizah, L. M., Zainuri, I. and Akbar, A. (2016) Buku Ajar Keperawatan

Kesehatan Jiwa Teori dan Aplikasi Praktik Klinik,

Indomedia Pustaka.

Dr. Vladimir, V. F. (1967) ‘Panduan Tindakan invasif dan Non Infasif’,

Gastronomía ecuatoriana y turismo local., 1(69), pp.

5–24.

Kemenkes (2020) Profil Anak Indonesia 2020, Profil Anak Indonesia 2020.

jakarta.

Kemenkes RI. (2011) Profil Kesehatan Indo-nesia. jakarta.

Kozlowski, S. W. J. (Ed. ). (2013) The Oxford Handbook by psychology of

working. Edited by 1. united Stated Of America.

59
Available at: https://books.google.co.id/books?

id=nnQpOG9uztQC&lpg=PP2&ots=OaHra-

9KGm&dq=The Oxford Handbook Of Organizational

Psychology%2C

&lr&hl=id&pg=PR4#v=onepage&q=The Oxford

Handbook Of Organizational Psychology,&f=false.

Mulyani, S. (2018) ‘Riwayat Hospitalisasi, Kehadiran Orang Tua Terhadap

Respon Perilaku Anak Pra Sekolah pada Tindakan

Invasif’, Jurnal Psikologi Jambi, 03(01), pp. 41–51.

Available at:

https://online-journal.unja.ac.id/jpj/article/view/6372.

nirwan, R. sari (2021) ‘Hubungan Tingkat pengetahuan dan kecemasan

masayarakat Terhadap Vaksinasi covid-19 di desa

puncak indah Kecamatan Malili Kab. Luwu Timur

Tahun 2021’, 8(1), pp. 1–68.

Ns. Yuliastati, S.Kep, M.Kep, Amelia Arnis, M. N. (2016) Keperawatan

Anak. 1st edn. Jakarta Selatan.

Pamungkas, Joko Adi, A. samsara (2018) ‘Kecemasan & Serangan

Panik’, U.S Depertement Of Health & Human

Services. National Institute of Mental Health. Joko Adi

Pamungkas, Anta Samara, pp. 0–39.

Pardede, J. A., Hasibuan, E. K. and Hondro, H. S. (2020) ‘Perilaku Caring


60
Perawat Dengan Koping Dan Kecemasan Keluarga’,

Indonesian Journal of Nursing Science and Practice,

3(1), pp. 15–22. doi:

https://doi.org/10.24853/ijnsp.v3i1.14-22.

Pulungan, Z. S. A. (2019) ‘Atraumatic Care Dengan Spalk Manakara Pada

Pemasangan Infus Efektif Menurunkan Tingkat

Kecemasan Anak Pra Sekolah’, Journal of Health,

Education and Literacy, 15(1), pp. 1–83. doi:

10.31605/j-healt.v1i1.149.

Putri, E. M. I. (2020) Sistem Penilaian Kinerja perawat pelaksana berbasis

caring, Pena Persada.

Rusydi, A. (2019) Kecemasan Dana Psikoterapi Spiritual Dakam islam,

International Journal of Advanced Science and

Technology.

UTAMI, Y. A. P. (2019) HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN

DENGAN TINGKAT KECEMASAN REMAJA DALAM

MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI KELAS V

DAN VI DI SD NEGERI 1 CEPER KLATEN TAHUN

2019, Jurnal Keperawatan. Yogyakarta: Pustaka

pelajar. Available at: h.

Wahyuni, D. (2020) ‘Hubungan Perilaku Caring Perawat Dengan Tingkat

Kecemasan Orang Tua Terkait Prosedur Invasif Pada


61
pasien Anak di RSUD dr.Haryoto Lumajang’,

hubungan perilaku caring perawat dengan tingkat

kecemasan orang tua terkait prosedur invasif pada

pasien anak di RSUD dr.Haryoto Lumajang, pp. 1–89.

Wong, D. L. et al. (2010) ‘Buku Ajar Keperawatan Pediatrik WONG , Ed.6,

Vol. 1’, pp. 88–93.

Yusuf, A.H, F. and , R & Nihayati, H. . (2015) ‘Buku Ajar Keperawatan

Kesehatan Jiwa’, Buku Ajar Keperawatan Kesehatan

Jiwa, 1, pp. 1–366. doi: ISBN 978-xxx-xxx-xx-x.

62

Anda mungkin juga menyukai