Oleh kelompok 2 :
Devi Lia (11194561920124)
Dian Bardiansyah (11194561920125)
Diar (11194561920126)
Elisa Lindayanti (11194561920127)
Elsiyani (11194561920128)
Fatmawati (11194561920130)
Fazriani Safitri (11194561920131)
A. Latar Belakang
Kabupaten Polewali Mandar masuk dalam kategori daerah
tertinggal yang menempati posisi 74 dari 122 Kabupaten tertinggal
yang ada di Indonesia yang ditegaskan oleh Perpres Nomor
131/2015 tentang penetapan daerah tertinggal tahun 2015-2019.
Angka kematian Ibu di Kabupaten Polewali Mandar tahun 2013
adalah 11/1.000 kelahiran hidup, sedangkan AKI tahun 2014
adalah 5/1.000 kelahiran hidup, pada tahun 2015 mengalami
peningkatan dengan angka kejadian 15/1.000 kelahiran hidup,
sedangkan pada awal tahun 2016 sudah ada 1 kasus kematian ibu.
Artinya pada tahun 2015 angka kematian ibu mengalami
peningkatan Penyebab kematian yaitu salah satunya infeksi 5,56%
(Dinas Kesehatan Kabupaten Polewali Mandar, 2015). Data dari
Dinas Kesehatan Polewali Mandar jumlah PUS 65.063 Pasangan
dan pengguna kontrasepsi sebanyak 32.008 (49%) pasangan. Data
yang diperoleh dari Kec. Alu terdapat 8 desa yaitu desa Mombi
402 PUS, Sayoang 103 PUS, alu 296 PUS, Petoosang 295 PUS,
Puppuring 235 PUS, Pao-pao 317 PUS, Saragian 286 PUS,
Kalumammang 220 PUS dari 8 desa tersebut desa mombi
merupakan desa yang memiliki PUS Terbanyak pada bulan Mei
jumlah sasaran PUS terdapat 2154 pasangan, dari keseluruhan
data tersebut terdapat 1309 (60,77%) PUS yang menjadi sasaran
KB. dari data puskesmas Tutallu jumlah PUS Terbanyak di daerah
Mombi Kec. Alu jumlah PUS pada bulan Mei terdapat 402
Pasangan dan yang aktif menggunakan KB ada 240 pasangan atau
sekitar 61.96% artinya jumlah pasangan yang tidak menggunakan
KB di wilayah tersebut masih tinggi.(Data puskesmas Alu, 2017)
Metode Penyu merupakan proses Pendampingan dan penyuluhan
dengan berbagai model dan metode yang berlangsung terus
menerus (Continues) dalam waktu tertentu dilakukan oleh semua
PENELITIAN Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, Volume 15, No.
2, Oktober 2019 P-ISSN 1907 - 0357 E-ISSN 2655 – 2310 [79]
pihak yang kompeten.Pada penelitian ini metode penyu melibatkan
mahasiswa KKN, dimana mahasiswa akan intens menemani
keluarga sebagai binaannya selama 2 bulan lamanya. Oleh sebab
itu dalam proses Penyuluhan KB tidak hanya menggunakan satu
atau dua metoda saja yang dilakukan secara Komprehensif dan
terus menerus. Karena untuk meyakinkan keluarga ber KB adalah
merupakan proses belajar terus menerus dan sebelum mengambil
keputusan akan selalu diliputi keraguan, ketakutan, kekhawatiran,
was-was baik dari sisi harapan sosial, masa depan keluarga
maupun dari sisi medis. Dimana Mahasiswa KKN memiliki
kesempatan yang baik untuk berinteraksi dan bersentuhan dengan
frekuensi yang cukup sering dengan masyarakat sehingga kondisi
ini memungkinkan dilaksanakannya penyuluhan dengan metode
pendampingan yang lebih intens dan terukur, sehingga harapannya
masyarakat dapat memahami lebih mendalam manfaat dari
menjadi akseptor KB daripada hanya penyuluhan yang bersifat
seremonial. Tapi mahasiswa akan digiring untuk lebih intensif
mendekati masyarakat mengkaji dan menemukan solusi yang
paling baik dalam memilih kontrasepsi yang terbaik yang
dibutuhkan keluarga binaannya. Anak adalah mahluk unik yang
memiliki kebutuhan berbeda disetiap tahap tumbuh kembangnya,
oleh karena itu orang tua perlu memahami pentingnya
menyediakan fasilitas untuk mendukung pertumbuhan dan
perkembangan tersebut (Cahyaningrum, 2012). Anak usia pra
sekolah adalah usia perkembangan yang dimulai pada usia 3
sampai 6 tahun (Muscari, 2005). Pada masa ini anak memandang
bahwa penyakit sebagai suatu hukuman, sehingga ketika anak
sakit dan mengalami hospitalisasi dapat menimbulkan stres pada
anak. Stressor yang ditunjukkan dapat berupa cemas, kehilangan
kendali, cedera tubuh, dan nyeri. Stres hospitalisasi dapat
memberikan efek pada perilaku anak saat pemulangan seperti
menuntut perhatian lebih dari orang tua, sangat menentang
perpisahan, ketakutan baru, terbangun di malam hari, menarik diri,
pemalu, rewel, dan tempertantrum (Wong et al., 2009). Survey
awal yang dilakukan di RSUD Kabupaten Mamuju, jumlah anak
yang dirawat di ruang perawatan anak semakin meningkat. Kondisi
anak yang dirawat sering gelisah, rewel dan selalu ingin ditemani
saat menjalani proses perawatan. Anak juga sering menangis dan
mengatakan ingin pulang. Penyebab kecemasan yang dialami
beragam, mulai dari rasa cemas terhadap petugas kesehatan,
tindakan medis, nyeri yang dialami, cemas karena berada pada
tempat dan lingkungan baru, cemas akibat perpisahan dengan
teman dan saudaranya. Hal ini sejalan dengan data The National
Centre for Health Statistic yang memperkirakan bahwa 3-5 juta
anak di bawah usia 15 tahun menjalani hospitalisasi setiap tahun.
Angka kesakitan anak di Indonesia yang dirawat di rumah sakit
juga cukup tinggi yaitu 15,26% yang ditunjukkan dengan selalu
penuhnya ruangan anak baik rumah sakit pemerintah maupun
swasta. Bila dibandingkan angka kesakitan anak di daerah
perdesaan dan perkotaan menunjukkan angka kesakitan di
pedesaan lebih tinggi dibanding perkotaan (15,75 vs 14,74%).
Berdasarkan survei kesehatan ibu dan anak tahun 2010 juga
didapatkan hasil bahwa dari 1.425 anak yang mengalami dampak
hospitalisasi, 33,2% diantaranya mengalami dampak hospitalisasi
berat, 41,6% mengalami dampak hospitalisasi sedang, dan 25,2%
mengalami dampak hospitalisasi ringan (Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2015). Selama
hospitalisasi pada umumnya asuhan keperawatan pada anak
memerlukan tindakan invasif berupa injeksi maupun pemasangan
infus. Injeksi merupakan tindakan medis yang sering ditakuti oleh
anak dan bisa terbawa sampai dewasa. Respon anak tersebut
dapat menjadi kendala dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
yang akan diberikan sehingga menghambat proses penyembuhan
dan mengakibatkan perawatan yang lebih lama bahkan akan
mempercepat terjadinya komplikasi-komplikasi selama perawatan
(Nursalam, Susilaningrum, & Utami, 2005). Terpaparnya anak pada
kejadian traumatik pada masa kecil akan memberikan pengalaman
yang tidak menyenangkan dalam waktu yang lama, Jurnal Ilmiah
Keperawatan Sai Betik, Volume 15, No. 2, Oktober 2019 P-ISSN
1907 - 0357 E-ISSN 2655 – 2310 [80] tidak hanya pada anak tetapi
lingkungan terutama keluarga juga akan terpengaruh (Fletcher,
2003). Intervensi keperawatan dalam upaya mengatasi masalah
yang timbul pada anak maupun orang tua selama hospitalisasi
adalah meminimalkan stressor, memaksimalkan manfaat
hospitalisasi, memberikan dukungan psikologi terhadap anggota
keluarga dan mempersiapkan anak sebelum hospialisasi
(Supartini, 2004). Atraumatic care merupakan suatu tindakan
asuhan keperawatan yang terapeutik dengan menyediakan
lingkungan yang nyaman oleh petugas kesehatan, dan
menggunakan intervensi yang menghilangkan atau mengurangi
distress fisik maupun psikologis pada anak-anak dan keluarga
dalam sistem pelayanan kesehatan. Prinsip yang mendasari
atraumatic care adalah bagaimana mencegah atau mengurangi
pemisahan anak dan keluarga; meningkatkan pengendalian diri
pada anak; dan mencegah atau mengurangi nyeri dan cedera pada
tubuh (Wong et al., 2009). Beberapa contoh tindakan atraumatic
care adalah dengan memodifikasi lingkungan rumah sakit seperti
di rumah sendiri. Dekorasi bernuansa anak seperti tirai, hiasan
dinding dan papan nama bergambar binatang lucu, sprei
bergambar bunga, dan dinding dicat dengan warna cerah
(Supartini, 2004). Hasil penelitian yang mengeksplorasi tentang
atraumatic care seperti penelitian yang dilakukan oleh Festini et
al. (2009) dengan menggunakan pakaian perawat non
konvensional atau seragam perawat berwarna menunjukkan
peningkatan hubungan antara anak dan perawat dan berpotensi
mengurangi ketidaknyamanan yang dialami anak karena
hospitalisasi. Hal ini dapat diterapkan pada penelitian serupa
dengan pemasangan Spalk Manakarra pada anak untuk
menurunkan tingkat kecemasan selama pemasangan infus.
Penggunaan spalk atau bidai pada anak pada pemasangan infus
dapat mengurangi resiko komplikasi (Batalha et al., 2010). Spalk
atau fiksasi selang intra vena (IV) merupakan alat yang dirancang
untuk melindungi area IV yang digunakan pada bayi dan anak
untuk menghindari lepasnya jarum atau kateter (Wong et al.,
2009). Menurut Dalal et al. (2009) pengguanan spalk atau bidai
dapat mengurangi gerak atau immobilisasi sendi pada
pemasangan infus. Berdasarkan penelitian ini penggunaan spalk
masih efektif pada pasien anak. Spalk atau bidai yang digunakan
di RSUD Kab. Mamuju masih terbuat dari potongan karton yang
dilapisi dengan kain kasa sehingga pada saat pemasangan infus
sering menimbulkan rasa takut, cemas dan ketidaknyamanan pada
anak karena jari-jari tangan ikut terfiksasi. Spalk Manakarra
dirancang mengikuti struktur anatomi tangan anak sehingga
nyaman untuk dipakai. Spalk ini juga dilapisi dengan kain yang
lembut, bermotif boneka, berwarna cerah dan dilengkapi dengan
boneka kecil yang dapat menyala. Hal ini dibuat sebagai distraksi
pada saat pemasangan infus. Memanipulasi dengan cara distraksi
pada prosedur yang mengakibatkan perlukaan tubuh dapat
mengurangi ketakutan dan kecemasan pada anak (Nursalam,
Susilaningrum, & Utami, 2005).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan
Cemas merupakan perasaan tidak menyenangkan berupa
ketegaran, kegelisahan dan ketidaknyamanan yang tidak
dapat dijelaskan disertai dengan gejala fisiologis dan
psikologis. Kecemasan adalah suatu perasaan yang
berlebihan terhadap kondisi ketakutan, kegelisahan, bencana
yang akan datang, kekhawatiran atau ketakutan terhadap
ancaman nyata atau yang dirasakan (Saputro, 2017).
2. Tingkat Kecemasan
Menurut Saputro (2017), tingkat kecemasan dibagi menjadi 3
yaitu:
a. Kecemasan Ringan
Tingkat kecemasan ringan seorang yang
mengalami ketegangan yang dirasakan setiap hari
sehingga menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan lahan persepsi. Seseorang akan lebih
tanggap dan bersikap positif terhadap peningkatan minat
dan motivasi. Tanda-tanda kecemasan ringan berupa
gelisah, mudah marah, dan perilaku mencari perhatian.
b. Kecemasan Sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang
untuk memusatkan pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif, namun dapat
melakukan sesuatu yang terarah. Pada kecemasan
sedang, seseorang akan kelihatan serius dalam
memperhatikan sesuatu. Tenda-tanda kecemasan sedang
berupa suara bergetar, perubahan dalam nada suara
takikardi, gemetaran, peningkatan ketegangan otot.
c. Kecemasan Berat
Kecemasan berat sangat mengurangi lahan
persepsi, cenderung untuk memusatkan pada suatu yang
rinci dan spesifikasi serta tidak dapat berpikir tentang hal
lain. Semua perilaku ditunjukan untuk mengurangi
menurunkan cemas dan focus pada kegiatan lain
berkurang. Orang tersebut memerlukan banyak
pengarahan untuk dapat memusnahkan pada suatu
daerah lain. Tanda-tanda kecemasan berat berupa
perasaan terancam, ketegangan otot berlebihan,
perubahan pernapasan, perubahan gastroentesntinal
(mual, muntah, rasa terbakar pada ulu hati, sendawa
anoreksia dan diare), perubahan kardiovaskuler dan
tidak mampuan untuk berkonsentrasi.
B. Atraumatic Care
1. Definisi Atraumatic Care
Atraumatic care adalah bentuk perawatan terapeutik
yang diberikan oleh tenaga kesehatan dalam tatanan
pelayanan kesehatan anak, melalui penggunaan tindakan
yang dapat mengurangi distres fisik maupun distres
psikologis yang dialami anak maupun orang tua (Supartini,
2014).
II. PENDAHULUAN
1. Latar belakang Anak adalah mahluk Pada masa anak, anak
unik yang memiliki memandang bahwa
kebutuhan berbeda penyakit sebagai suatu
disetiap tahap tumbuh hukuman, sehingga
kembangnya, oleh ketika anak sakit dan
karena itu orang tua mengalami hospitalisasi
perlu memahami dapat menimbulkan
pentingnya stres pada anak.
menyediakan fasilitas Stressor yang
untuk mendukung ditunjukkan dapat
pertumbuhan dan berupa cemas,
perkembangan tersebut kehilangan kendali,
(Cahyaningrum, 2012). cedera tubuh, dan
Anak usia pra sekolah nyeri. Survei awal
adalah usia dilakukan di RSUD
perkembangan yang Kabupaten Mamuju,
dimulai pada usia 3 jumlah anak yang
sampai 6 tahun dirawat di ruang
(Muscari, 2005). Pada perawatan anak
masa ini anak semakin meningkat.
memandang bahwa Kondisi anak yang
penyakit sebagai suatu dirawat sering gelisah,
hukuman, sehingga rewel dan selalu ingin
ketika anak sakit dan ditemani saat menjalani
mengalami hospitalisasi proses perawatan.
dapat menimbulkan Anak juga sering
stres pada anak. menangis dan
Stressor yang mengatakan ingin
ditunjukkan dapat pulang. Penyebab
berupa cemas, kecemasan yang
kehilangan kendali, dialami beragam, mulai
cedera tubuh, dan dari rasa cemas
nyeri. Stres terhadap petugas
hospitalisasi dapat kesehatan, tindakan
memberikan efek pada medis, nyeri yang
perilaku anak saat dialami. Atraumatic
pemulangan seperti care merupakan suatu
menuntut perhatian tindakan asuhan
lebih dari orang tua, keperawatan yang
sangat menentang terapeutik dengan
perpisahan, ketakutan menyediakan
baru, terbangun di lingkungan yang
malam hari, menarik nyaman oleh petugas
diri, pemalu, rewel, dan kesehatan, dan
tempertantrum (Wong menggunakan
et al., 2009). intervensi yang
Survei awal dilakukan menghilangkan atau
di RSUD Kabupaten mengurangi distress
Mamuju, jumlah anak fisik maupun psikologis
yang dirawat di ruang pada anak-anak dan
perawatan anak keluarga dalam sistem
semakin meningkat. pelayanan kesehatan.
Kondisi anak yang Spalk atau bidai yang
dirawat sering gelisah, digunakan di RSUD
rewel dan selalu ingin Kab. Mamuju masih
ditemani saat menjalani terbuat dari potongan
proses perawatan. karton yang dilapisi
Anak juga sering dengan kain kasa
menangis dan sehingga pada saat
mengatakan ingin pemasangan infus
pulang. Penyebab sering menimbulkan
kecemasan yang rasa takut, cemas dan
dialami beragam, mulai ketidaknyamanan pada
dari rasa cemas anak karena jari-jari
terhadap petugas tangan ikut terfiksasi.
kesehatan, tindakan Spalk Manakarra
medis, nyeri yang dirancang mengikuti
dialami, cemas karena struktur anatomi tangan
berada pada tempat anak sehingga nyaman
dan lingkungan baru, untuk dipakai. Spalk ini
cemas akibat juga dilapisi dengan
perpisahan dengan kain yang lembut,
teman dan saudaranya. bermotif boneka,
Atraumatic care berwarna cerah dan
merupakan suatu dilengkapi dengan
tindakan asuhan boneka kecil yang
keperawatan yang dapat menyala.
terapeutik dengan Sehingga Peneliti
menyediakan tertarik meneliti tentang
lingkungan yang Antraumtic Care
nyaman oleh petugas Dengan Spalk
kesehatan, dan Manakara Pada
menggunakan Pemasangan Infus
intervensi yang Efektif Menurunkn
menghilangkan atau Tingkat Kecemasan
mengurangi distress Anak Pra Sekolah.
fisik maupun psikologis
pada anak-anak dan
keluarga dalam sistem
pelayanan kesehatan.
Prinsip yang mendasari
atraumatic care adalah
bagaimana mencegah
atau mengurangi
pemisahan anak dan
keluarga; meningkatkan
pengendalian diri pada
anak; dan mencegah
atau mengurangi nyeri
dan cedera pada tubuh
(Wong et al., 2009).
Spalk atau fiksasi
selang intra vena (IV)
merupakan alat yang
dirancang untuk
melindungi area IV
yang digunakan pada
bayi dan anak untuk
menghindari lepasnya
jarum atau kateter
(Wong et al., 2009).
Spalk atau bidai yang
digunakan di RSUD
Kab. Mamuju masih
terbuat dari potongan
karton yang dilapisi
dengan kain kasa
sehingga pada saat
pemasangan infus
sering menimbulkan
rasa takut, cemas dan
ketidaknyamanan pada
anak karena jari-jari
tangan ikut terfiksasi.
Spalk Manakarra
dirancang mengikuti
struktur anatomi tangan
anak sehingga nyaman
untuk dipakai. Spalk ini
juga dilapisi dengan
kain yang lembut,
bermotif boneka,
berwarna cerah dan
dilengkapi dengan
boneka kecil yang
dapat menyala. Hal ini
dibuat sebagai distraksi
pada saat pemasangan
infus. Memanipulasi
dengan cara distraksi
pada prosedur yang
mengakibatkan
perlukaan tubuh dapat
mengurangi ketakutan
dan kecemasan pada
anak (Nursalam,
Susilaningrum, &
Utami, 2005).
2. Rumusan Masalah Apakah Atraumatic Rumusan masalah
Care Dengan Spalk ditulis dengan baik dan
Manakara Pada sesuai.
Pemasangan Infus
Efektif Menurunkan
Tingkat Kecemasan
Anak Pra Sekolah?
BAB IV
Hasil Dan Pembahasan
1. Hasil Penelitian
Data karakteristik responden menunjukan bahwa rata-rata usia
ibu pada kelompok kontrol adalah 27,93 tahun dengan usia
minimun 23 tahun dan maksimum 38 tahun, sedangkan rata-rata
usia ibu pada kelompok intervensi adalah 27 tahun dengan usia
minimun 22 tahun dan maksimum 33 tahun. Rata-rata usia anak
pada kelompok kontrol adalah 4,2 tahun, sedangkan rata-rata
usia anak pada kelompok intervensi adalah 3,87 tahun.
Sedangkan dari jenis kelamin menunjukkan bahwa jenis kelamin
responden pada kelompok kontrol dan intervensi terbanyak
adalah laki-laki yang berjumlah 8 (53.3%) dan 11 (73.3%).
Tabel 1
tingkat kecemasan pada kelompok kontrol paling banyak dengan
tingkat kecemasan ringan 10 (66,7%) dan kecemasan sedang
sebanyak 5 (33,3%). Sedangkan pada kelompok intervensi ada
penurunan tingkat kecemasan menjadi tidak cemas 3 (20%)
walaupun paling banyak dengan tingkat kecemasan ringan 10
(66,7%).
Tabel 2
perbedaan tingkat kecemasan anak antara kelompok intervensi
yang dipasang Spalk Manakarra dengan kelompok kontrol yang
dipasang spalk rumah sakit dengan nilai p=0,026.
2. Pembahasan
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Setelah berdiskusi dengan kelompok, hasil dari penelitian ini
menunjukkan adanya pengaruh penerapan atraumatic care
terhadap respon kecemasan anak, Dapat disimpulkan bahwa
pemasangan spalk manakarra efektif menurunkan tingkat
kecemasan anak pra sekolah pada saat pemasangan infus. Spalk
Manakarra dapat digunakan sebagai alternatif spalk yang dapat
mengurangi kecemasan anak pada pemasangan infus di rumah
sakit.
B. Saran
Saran dari kelompok adalah alangkah baiknya penulis
dari jurnal tersebut untuk menuliskan saran bagi penelitian
selanjutnya agar tahu bagian apa saja yang perlu ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Wong, D. L., Hockenberry, M., Eaton, Wilson, D., Winkelstein, M. L., &
Schwartz, P. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
Supartini. Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta. EGC
Hidayat, A.A.. (2014). Metode penelitian keperawatan dan teknis
analisis data. Jakarta : Salemba Medika