Anda di halaman 1dari 31

ANALISIS JURNAL

ATRAUMATIC CARE DENGAN SPALK MANAKARA PADA


PEMASANGAN INFUS EFEKTIF MENURUNKAN TINGKAT
KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH

Oleh kelompok 2 :
Devi Lia (11194561920124)
Dian Bardiansyah (11194561920125)
Diar (11194561920126)
Elisa Lindayanti (11194561920127)
Elsiyani (11194561920128)
Fatmawati (11194561920130)
Fazriani Safitri (11194561920131)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kabupaten Polewali Mandar masuk dalam kategori daerah
tertinggal yang menempati posisi 74 dari 122 Kabupaten tertinggal
yang ada di Indonesia yang ditegaskan oleh Perpres Nomor
131/2015 tentang penetapan daerah tertinggal tahun 2015-2019.
Angka kematian Ibu di Kabupaten Polewali Mandar tahun 2013
adalah 11/1.000 kelahiran hidup, sedangkan AKI tahun 2014
adalah 5/1.000 kelahiran hidup, pada tahun 2015 mengalami
peningkatan dengan angka kejadian 15/1.000 kelahiran hidup,
sedangkan pada awal tahun 2016 sudah ada 1 kasus kematian ibu.
Artinya pada tahun 2015 angka kematian ibu mengalami
peningkatan Penyebab kematian yaitu salah satunya infeksi 5,56%
(Dinas Kesehatan Kabupaten Polewali Mandar, 2015). Data dari
Dinas Kesehatan Polewali Mandar jumlah PUS 65.063 Pasangan
dan pengguna kontrasepsi sebanyak 32.008 (49%) pasangan. Data
yang diperoleh dari Kec. Alu terdapat 8 desa yaitu desa Mombi
402 PUS, Sayoang 103 PUS, alu 296 PUS, Petoosang 295 PUS,
Puppuring 235 PUS, Pao-pao 317 PUS, Saragian 286 PUS,
Kalumammang 220 PUS dari 8 desa tersebut desa mombi
merupakan desa yang memiliki PUS Terbanyak pada bulan Mei
jumlah sasaran PUS terdapat 2154 pasangan, dari keseluruhan
data tersebut terdapat 1309 (60,77%) PUS yang menjadi sasaran
KB. dari data puskesmas Tutallu jumlah PUS Terbanyak di daerah
Mombi Kec. Alu jumlah PUS pada bulan Mei terdapat 402
Pasangan dan yang aktif menggunakan KB ada 240 pasangan atau
sekitar 61.96% artinya jumlah pasangan yang tidak menggunakan
KB di wilayah tersebut masih tinggi.(Data puskesmas Alu, 2017)
Metode Penyu merupakan proses Pendampingan dan penyuluhan
dengan berbagai model dan metode yang berlangsung terus
menerus (Continues) dalam waktu tertentu dilakukan oleh semua
PENELITIAN Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, Volume 15, No.
2, Oktober 2019 P-ISSN 1907 - 0357 E-ISSN 2655 – 2310 [79]
pihak yang kompeten.Pada penelitian ini metode penyu melibatkan
mahasiswa KKN, dimana mahasiswa akan intens menemani
keluarga sebagai binaannya selama 2 bulan lamanya. Oleh sebab
itu dalam proses Penyuluhan KB tidak hanya menggunakan satu
atau dua metoda saja yang dilakukan secara Komprehensif dan
terus menerus. Karena untuk meyakinkan keluarga ber KB adalah
merupakan proses belajar terus menerus dan sebelum mengambil
keputusan akan selalu diliputi keraguan, ketakutan, kekhawatiran,
was-was baik dari sisi harapan sosial, masa depan keluarga
maupun dari sisi medis. Dimana Mahasiswa KKN memiliki
kesempatan yang baik untuk berinteraksi dan bersentuhan dengan
frekuensi yang cukup sering dengan masyarakat sehingga kondisi
ini memungkinkan dilaksanakannya penyuluhan dengan metode
pendampingan yang lebih intens dan terukur, sehingga harapannya
masyarakat dapat memahami lebih mendalam manfaat dari
menjadi akseptor KB daripada hanya penyuluhan yang bersifat
seremonial. Tapi mahasiswa akan digiring untuk lebih intensif
mendekati masyarakat mengkaji dan menemukan solusi yang
paling baik dalam memilih kontrasepsi yang terbaik yang
dibutuhkan keluarga binaannya. Anak adalah mahluk unik yang
memiliki kebutuhan berbeda disetiap tahap tumbuh kembangnya,
oleh karena itu orang tua perlu memahami pentingnya
menyediakan fasilitas untuk mendukung pertumbuhan dan
perkembangan tersebut (Cahyaningrum, 2012). Anak usia pra
sekolah adalah usia perkembangan yang dimulai pada usia 3
sampai 6 tahun (Muscari, 2005). Pada masa ini anak memandang
bahwa penyakit sebagai suatu hukuman, sehingga ketika anak
sakit dan mengalami hospitalisasi dapat menimbulkan stres pada
anak. Stressor yang ditunjukkan dapat berupa cemas, kehilangan
kendali, cedera tubuh, dan nyeri. Stres hospitalisasi dapat
memberikan efek pada perilaku anak saat pemulangan seperti
menuntut perhatian lebih dari orang tua, sangat menentang
perpisahan, ketakutan baru, terbangun di malam hari, menarik diri,
pemalu, rewel, dan tempertantrum (Wong et al., 2009). Survey
awal yang dilakukan di RSUD Kabupaten Mamuju, jumlah anak
yang dirawat di ruang perawatan anak semakin meningkat. Kondisi
anak yang dirawat sering gelisah, rewel dan selalu ingin ditemani
saat menjalani proses perawatan. Anak juga sering menangis dan
mengatakan ingin pulang. Penyebab kecemasan yang dialami
beragam, mulai dari rasa cemas terhadap petugas kesehatan,
tindakan medis, nyeri yang dialami, cemas karena berada pada
tempat dan lingkungan baru, cemas akibat perpisahan dengan
teman dan saudaranya. Hal ini sejalan dengan data The National
Centre for Health Statistic yang memperkirakan bahwa 3-5 juta
anak di bawah usia 15 tahun menjalani hospitalisasi setiap tahun.
Angka kesakitan anak di Indonesia yang dirawat di rumah sakit
juga cukup tinggi yaitu 15,26% yang ditunjukkan dengan selalu
penuhnya ruangan anak baik rumah sakit pemerintah maupun
swasta. Bila dibandingkan angka kesakitan anak di daerah
perdesaan dan perkotaan menunjukkan angka kesakitan di
pedesaan lebih tinggi dibanding perkotaan (15,75 vs 14,74%).
Berdasarkan survei kesehatan ibu dan anak tahun 2010 juga
didapatkan hasil bahwa dari 1.425 anak yang mengalami dampak
hospitalisasi, 33,2% diantaranya mengalami dampak hospitalisasi
berat, 41,6% mengalami dampak hospitalisasi sedang, dan 25,2%
mengalami dampak hospitalisasi ringan (Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2015). Selama
hospitalisasi pada umumnya asuhan keperawatan pada anak
memerlukan tindakan invasif berupa injeksi maupun pemasangan
infus. Injeksi merupakan tindakan medis yang sering ditakuti oleh
anak dan bisa terbawa sampai dewasa. Respon anak tersebut
dapat menjadi kendala dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
yang akan diberikan sehingga menghambat proses penyembuhan
dan mengakibatkan perawatan yang lebih lama bahkan akan
mempercepat terjadinya komplikasi-komplikasi selama perawatan
(Nursalam, Susilaningrum, & Utami, 2005). Terpaparnya anak pada
kejadian traumatik pada masa kecil akan memberikan pengalaman
yang tidak menyenangkan dalam waktu yang lama, Jurnal Ilmiah
Keperawatan Sai Betik, Volume 15, No. 2, Oktober 2019 P-ISSN
1907 - 0357 E-ISSN 2655 – 2310 [80] tidak hanya pada anak tetapi
lingkungan terutama keluarga juga akan terpengaruh (Fletcher,
2003). Intervensi keperawatan dalam upaya mengatasi masalah
yang timbul pada anak maupun orang tua selama hospitalisasi
adalah meminimalkan stressor, memaksimalkan manfaat
hospitalisasi, memberikan dukungan psikologi terhadap anggota
keluarga dan mempersiapkan anak sebelum hospialisasi
(Supartini, 2004). Atraumatic care merupakan suatu tindakan
asuhan keperawatan yang terapeutik dengan menyediakan
lingkungan yang nyaman oleh petugas kesehatan, dan
menggunakan intervensi yang menghilangkan atau mengurangi
distress fisik maupun psikologis pada anak-anak dan keluarga
dalam sistem pelayanan kesehatan. Prinsip yang mendasari
atraumatic care adalah bagaimana mencegah atau mengurangi
pemisahan anak dan keluarga; meningkatkan pengendalian diri
pada anak; dan mencegah atau mengurangi nyeri dan cedera pada
tubuh (Wong et al., 2009). Beberapa contoh tindakan atraumatic
care adalah dengan memodifikasi lingkungan rumah sakit seperti
di rumah sendiri. Dekorasi bernuansa anak seperti tirai, hiasan
dinding dan papan nama bergambar binatang lucu, sprei
bergambar bunga, dan dinding dicat dengan warna cerah
(Supartini, 2004). Hasil penelitian yang mengeksplorasi tentang
atraumatic care seperti penelitian yang dilakukan oleh Festini et
al. (2009) dengan menggunakan pakaian perawat non
konvensional atau seragam perawat berwarna menunjukkan
peningkatan hubungan antara anak dan perawat dan berpotensi
mengurangi ketidaknyamanan yang dialami anak karena
hospitalisasi. Hal ini dapat diterapkan pada penelitian serupa
dengan pemasangan Spalk Manakarra pada anak untuk
menurunkan tingkat kecemasan selama pemasangan infus.
Penggunaan spalk atau bidai pada anak pada pemasangan infus
dapat mengurangi resiko komplikasi (Batalha et al., 2010). Spalk
atau fiksasi selang intra vena (IV) merupakan alat yang dirancang
untuk melindungi area IV yang digunakan pada bayi dan anak
untuk menghindari lepasnya jarum atau kateter (Wong et al.,
2009). Menurut Dalal et al. (2009) pengguanan spalk atau bidai
dapat mengurangi gerak atau immobilisasi sendi pada
pemasangan infus. Berdasarkan penelitian ini penggunaan spalk
masih efektif pada pasien anak. Spalk atau bidai yang digunakan
di RSUD Kab. Mamuju masih terbuat dari potongan karton yang
dilapisi dengan kain kasa sehingga pada saat pemasangan infus
sering menimbulkan rasa takut, cemas dan ketidaknyamanan pada
anak karena jari-jari tangan ikut terfiksasi. Spalk Manakarra
dirancang mengikuti struktur anatomi tangan anak sehingga
nyaman untuk dipakai. Spalk ini juga dilapisi dengan kain yang
lembut, bermotif boneka, berwarna cerah dan dilengkapi dengan
boneka kecil yang dapat menyala. Hal ini dibuat sebagai distraksi
pada saat pemasangan infus. Memanipulasi dengan cara distraksi
pada prosedur yang mengakibatkan perlukaan tubuh dapat
mengurangi ketakutan dan kecemasan pada anak (Nursalam,
Susilaningrum, & Utami, 2005).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan
Cemas merupakan perasaan tidak menyenangkan berupa
ketegaran, kegelisahan dan ketidaknyamanan yang tidak
dapat dijelaskan disertai dengan gejala fisiologis dan
psikologis. Kecemasan adalah suatu perasaan yang
berlebihan terhadap kondisi ketakutan, kegelisahan, bencana
yang akan datang, kekhawatiran atau ketakutan terhadap
ancaman nyata atau yang dirasakan (Saputro, 2017).

2. Tingkat Kecemasan
Menurut Saputro (2017), tingkat kecemasan dibagi menjadi 3
yaitu:
a. Kecemasan Ringan
Tingkat kecemasan ringan seorang yang
mengalami ketegangan yang dirasakan setiap hari
sehingga menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan lahan persepsi. Seseorang akan lebih
tanggap dan bersikap positif terhadap peningkatan minat
dan motivasi. Tanda-tanda kecemasan ringan berupa
gelisah, mudah marah, dan perilaku mencari perhatian.

b. Kecemasan Sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang
untuk memusatkan pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif, namun dapat
melakukan sesuatu yang terarah. Pada kecemasan
sedang, seseorang akan kelihatan serius dalam
memperhatikan sesuatu. Tenda-tanda kecemasan sedang
berupa suara bergetar, perubahan dalam nada suara
takikardi, gemetaran, peningkatan ketegangan otot.

c. Kecemasan Berat
Kecemasan berat sangat mengurangi lahan
persepsi, cenderung untuk memusatkan pada suatu yang
rinci dan spesifikasi serta tidak dapat berpikir tentang hal
lain. Semua perilaku ditunjukan untuk mengurangi
menurunkan cemas dan focus pada kegiatan lain
berkurang. Orang tersebut memerlukan banyak
pengarahan untuk dapat memusnahkan pada suatu
daerah lain. Tanda-tanda kecemasan berat berupa
perasaan terancam, ketegangan otot berlebihan,
perubahan pernapasan, perubahan gastroentesntinal
(mual, muntah, rasa terbakar pada ulu hati, sendawa
anoreksia dan diare), perubahan kardiovaskuler dan
tidak mampuan untuk berkonsentrasi.

B. Atraumatic Care
1. Definisi Atraumatic Care
Atraumatic care adalah bentuk perawatan terapeutik
yang diberikan oleh tenaga kesehatan dalam tatanan
pelayanan kesehatan anak, melalui penggunaan tindakan
yang dapat mengurangi distres fisik maupun distres
psikologis yang dialami anak maupun orang tua (Supartini,
2014).

2. Manfaat Atraumatic Care


Anak sebagai individu yang masih dalam usia tumbuh
kembang perlu perhatian lebih, karena masa anak
merupakan proses menuju kematangan. Berbagai peristiwa
yang dialami anak, seperti sakit atau hospitalisasi akan
menimbulkan trauma pada anak seperti cemas, marah, nyeri,
dan lain-lain. Kondisi tersebut jika tidak ditangani dengan
baik, akan menimbulkan masalah psikologis pada anak yang
akan mengganggu perkembangan anak. Oleh karena itu,
manfaat atraumatic care adalah mencegah masalah
psikologis (kecemasan) pada anak, serta mengoptimalkan
pertumbuhan dan perkembangan anak (Hidayat, 2012).
Beberapa penelitian juga telah membuktikan bahwa
penerapan atraumatic care memiliki pengaruh atau hubungan
terhadap penurunan respon kecemasan pada anak yang di
hospitalisasi (Bolin, 2011 & Breving, et al., 2015).

3. Prinsip Atraumatic Care


Supartini (2014) menyatakan bahwa prinsip atraumatic care
dibedakan menjadi empat, yaitu: mencegah atau menurunkan
dampak perpisahan antara orang tua dan anak dengan
menggunakan pendekatan family centered, meningkatkan
kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan
anaknya, mencegah atau meminimalkan cedera fisik maupun
psikologis (nyeri) serta memodifikasi lingkungan fisik ruang
perawatan anak.
a. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari
keluarga
Dampak perpisahan bagi keluarga, anak
mengalami gangguan psikologis seperti kecemasan,
ketakutan, dan kurangnya kasih sayang. Gangguan ini
akan menghambat proses penyembuhan anak dan dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak
(Hidayat, 2012).

b. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol


perawatan
anak
Perawat berperan penting dalam meningkatkan
kemampuan orang tua dalam merawat anaknya. Beberapa
bukti ilmiah menunjukkan pentingnya keterlibatan orang
tua dalam perawatan anaknya di rumah sakit. Orang tua
dipandang sebagai subjek yang mempunyai potensi untuk
melaksanakan perawatan pada anaknya (Darbyshire,
1992 dan Carter & Dearmun, 1995, dalam Wong, et al.,
2009).

c. Mencegah atau menurunkan cedera fisik maupun


psikologis (nyeri)
Nyeri sering dihubungkan dengan rasa takut,
cemas, dan stres. Mengurangi nyeri merupakan tindakan
yang harus dilakukan dalam keperawatan anak. Proses
pengurangan nyeri sering tidak dapat dihilangkan tetapi
dapat dikurangi melalui teknik farmakologi dan teknik
nonfarmakologi (Wong, et al., 2009).

d. Modifikasi lingkungan fisik


Modifikasi lingkungan fisik yang bernuansa anak dapat
meningkatkan keceriaan, perasaan aman, dan nyaman
bagi lingkungan anak sehingga anak selalu berkembang
dan merasa nyaman di lingkungannya (Hidayat, 2012).

4. Intervensi Atraumatic Care


Perawat sebagai salah satu anggota tim kesehatan,
memegang posisi kunci untuk membantu orang tua
menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan
perawatan anaknya di rumah sakit karena perawat berada di
samping pasien selama 24 jam dan fokus asuhan adalah
peningkatan kesehatan anak. Asuhan yang berpusat pada
keluarga dan atraumatic care merupakan falsafah utama
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan anak. Oleh karena
itu, upaya dalam mengatasi masalah yang timbul baik pada
anak maupun orang tuanya selama dalam masa perawatan
berfokus pada intervensi atraumatic care yang berlandaskan
pada prinsip atraumatic care (Supartini, 2014).
a. Intervensi menurunkan atau mencegah dampak
perpisahan dari keluarga.
Mencegah atau meminimalkan dampak perpisahan pada
anak dapat dilakukan dengan cara melibatkan orang tua
berperan aktif dalam perawatan anak (Supartini, 2014),
yaitu:
1) Memperbolehkan orang tua untuk tinggal bersama
anak selama 24 jam (rooming in) atau jika tidak
memungkinkan untuk rooming in maka berikan
kesempatan orang tua untuk melihat anak setiap saat
dengan maksud untuk mempertahankan kontak antara
mereka.
2) Modifikasi ruang perawatan dengan cara membuat
situasi ruang rawat seperti di rumah.
3) Pempertahankan kontak dengan memfasilitasi
pertemuan dengan guru, teman sekolah dan
berhubungan dengan siapa saja yang anak inginkan.
4) Libatkan orang tua untuk berpartisipasi dalam merawat
anak yang sakit (Susilaningrum, et al., 2013).

b. Intervensi meningkatkan kemampuan orang tua dalam


mengontrol perawatan anak
Perawat dapat mendiskusikan dengan keluarga
tentang kebutuhan anak untuk membantu orang tua
dengan cara memberikan informasi sehubungan dengan
penyakit, prosedur pengobatan, prognosis serta
perawatan yang dapat dilakukan orang tua, dan reaksi
emosional anak terhadap sakit dan hospitalisasi (Wong,
et al., 2009). Perawat dapat juga menginformasikan
kepada orang tua mainan yang boleh dibawa ke rumah
sakit, membuatkan keluarga jadwal untuk anak, serta
penting untuk perawat mempersiapkan anak dan orang
tuanya sebelum dirawat di rumah sakit melalui kegiatan
pendidikan kesehatan pada orang tua. Sehingga selama
perawatan di rumah sakit orang tua diharapkan dapat
belajar dalam hal peningkatan pengetahuan maupun
keterampilan yang berhubungan dengan keadaan sakit
anaknya (Supartini, 2014).

c. Intervensi mencegah atau menurunkan cedera fisik


maupun psikologis (nyeri)
Pengkajian nyeri merupakan komponen penting
dalam proses keperawatan terkait mengurangi atau
mencegah dampak nyeri. Dalam pengkajian nyeri penting
bagi perawat menggunakan definisi operasional nyeri
yang diungkapkan oleh McCaffery dan Pasero (1999)
dalam Wong dan koleganya (2009) yaitu nyeri adalah
apapun yang dikatakan oleh orang yang mengalaminya,
ada pada saat orang tersebut mengatakan itu terjadi.
Wong dan koleganya (2009) juga menyatakan bahwa
prinsip pengkajian nyeri pada anak-anak adalah QUESTT
yaitu question the child (tanyakan pada anak), use a pain
rating scale (gunakan skala nyeri), evaluate behavioral
and physiologic changes (evaluasi perubahan perubahan
sikap dan fisiologis), secure parent’s involvement
(pastikan keterlibatan orang tua), take the cause of pain
into account (pertimbangkan penyebab nyeri), dan take
action and evaluate results (lakukan tindakan dan
evaluasi hasilnya).
Penatalaksanaan nyeri dapat dilakukan dengan dua
teknik. Pertama, teknik nonfarmakologi dapat
dilaksanakan melalui distraksi, relaksasi, imajinasi
terbimbing, stimulasi kutaneus, memberikan strategi
koping yang dapat mengurangi persepsi nyeri dengan
cara bicara hal yang positif pada diri, berhenti berfikir
tentang hal menyakitkan, dan kontrak perilaku (Wong, et
al., 2009). Kedua, teknik farmakologis dilakukan dengan
cara meningkatkan efektivitas dari pemberian obat
melalui penggunaan prinsip enam benar, meliputi: benar
klien, benar obat, benar dosis, benar cara, benar waktu,
benar dokumentasi (Rusy dan Weisman, 2000 dalam
Utami, 2012).
Untuk prosedur yang menimbulkan nyeri, anak
harus menerima analgesik dan sedasi yang cukup untuk
meminimalkan nyeri dan kebutuhan restrein yang
berlebihan. Untuk anestesi lokal gunakan lidokain yang
dibufer untuk mengurangi sensasi sakit atau berikan
EMLA (Extectic Mixture of Local Anesthetics) secara
topikal sebelum dilakukan injeksi parenteral (Wong,
2013). Apabila tindakan pencegahan tidak dilakukan
maka cedera dan nyeri akan berlangsung lama pada anak
sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan (Hidayat, 2012).
Supartini (2014) menyatakan bahwa meminimalkan
rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri dapat
dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1) Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk
tindakan prosedur yang menimbulkan rasa nyeri
Persiapan ini dilakukan perawat dengan cara
menjelaskan apa yang akan dilakukan dan
memberikan dukungan psikologis pada orang tua
(Supartini, 2014).

2) Lakukan permainan terlebih dahulu sebelum


melakukan persiapan fisik anak
Permainan yang bisa dilakukan diantaranya
bercerita, menggambar, menonton video kaset dengan
cerita yang berkaitan dengan tindakan atau prosedur
yang akan dilakukan pada anak (Supartini, 2014).
Bermain adalah salah satu aspek penting dari
kehidupan anak dan salah satu alat paling efektif
untuk penatalaksanaan stres, serta bermain juga
sangat penting bagi mental, emosional dan
kesejahteraan sosial anak (Wong, et al., 2009).
Supartini (2014) mengemukakan bahwa dalam
melakukan aktivitas bermain perawat hendaknya
memperhatikan prinsip permainan pada anak di rumah
sakit, yaitu:
a) Permainan tidak boleh bertentangan dengan
pengobatan yang sedang dijalankan pada anak
b) Permainan yang tidak membutuhkan banyak
energi, singkat, dan sederhana
c) Permainan yang harus mempertimbangkan
keamanan anak
d) Permainan harus melibatkan kelompok umur yang
sama
e) Melibatkan orang tua

3) Pertimbangkan untuk menghadirkan orang tua


Pada saat anak dilakukan tindakan atau prosedur yang
menimbulkan rasa nyeri apabila orang tua tidak dapat
menahan diri, bahkan menangis bila melihatnya.
Maka, perlu dipertimbangkan untuk menghadirkan
orang tua. Sebaiknya dalam kondisi ini tawarkan pada
anak dan orang tua untuk mempercayakan kepada
perawat sebagai pendamping anak selama prosedur
tindakan (Supartini, 2014).

4) Tunjukkan sikap empati


Menunjukkan sikap empati sebagai pendekatan utama
dalam mengurangi rasa takut akibat prosedur yang
menyakitkan. Empati merupakan kemampuan untuk
memahami dan menerima realita seseorang,
merasakan perasaan dengan tepat, dan
mengkomunikasikan pengertian kepada pihak lain.
Untuk mengekspresikan empati, perawat
memperlihatkan pengertian atas kepentingan pesan
berdasarkan tingkat perasaan. Teknik ini
mengharuskan perawat untuk sensitif dan imajinatif,
terutama jika perawat tidak memiliki pengalaman
terdahulu. Empati merupakan tujuan yang penting,
kunci untuk menyelesaikan masalah, dan mendukung
komunikasi. Pernyataan yang menunjukkan empati
sangat efektif karena memperlihatkan perhatian
perawat atas kandungan perasaan dan fakta dari
komunikasi. Pernyataan empati bersifat netral, tidak
menuduh, dan membantu pembentukan kepercayaan
dalam situasi yang sulit (Potter & Perry, 2009).

5) Lakukan persiapan khusus jauh hari sebelumnya pada


tindakan pembedahan elektif (apabila memungkinkan)
Persiapan khusus yang dapat dilakukan misalnya,
dengan mengorientasikan kamar bedah, tindakan yang
akan dilakukan, dan petugas yang akan menangani
anak melalui cerita, gambar, atau menonton film video
yang menggambarkan kegiatan operasi tersebut.
Terlebih dahulu lakukan pengkajian yang akurat
tentang kemampuan psikologis anak dan orang tua
untuk menerima informasi ini dengan terbuka. Lakukan
pula relaksasi pada fase sebelum operasi sebagai
persiapan untuk perawatan pasca operasi (Supartini,
2014).

d. Intervensi modifikasi lingkungan fisik


Modifikasi lingkungan bernuansa anak dapat
dilakukan dengan penataan atau dekorasi menggunakan
alat tenun dan tirai bergambar bunga atau binatang lucu,
hiasan dinding bergambar dunia binatang atau fauna,
papan nama pasien bergambar lucu, dinding berwarna
dan penggunaan warna yang cerah di ruangan, serta
tangga dicat warna-warni (Supartini, 2014).
Penggunaan Pakaian seragam tim kesehatan yang
berwarna putih pun bisa menjadi stresor bagi anak,
layaknya lingkungan rumah sakit yang asing bagi anak
dan orang tua (Supartini, 2014).
BAB III
ANALISIS JURNAL

Penulis Zulhaini Sartika A. Pulungan, Yusuf, Ni


Komang Sudiartini, Muh. Zen, Muhammad
Irfan Ali, Widyatma Arya Sawitra, Edi
Purnomo.
Tahun Terbit 2019
Judul ATRAUMATIC CARE DENGAN SPALK
MANAKARA PADA PEMASANGAN INFUS
EFEKTIF MENURUNKAN TINGKAT
KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH
Lembaga Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik
penerbit
Volume, nomer , Volume 15, No. 2, hal 78-83
& Halaman P-ISSN 1907 - 0357
E-ISSN 2655 – 2310
Tanggal terbit 2 oktober 2019

N ASPEK YANG ISI JURNAL HASIL ANALISIS


O DINILAI
I. JUDUL
ATRAUMATIC CARE Judul Jurnal baik tidak
DENGAN SPALK lebih dari 20 kata
MANAKARA PADA
PEMASANGAN INFUS
EFEKTIF
MENURUNKAN
TINGKAT KECEMASAN
ANAK PRA SEKOLAH

II. PENDAHULUAN
1. Latar belakang Anak adalah mahluk Pada masa anak, anak
unik yang memiliki memandang bahwa
kebutuhan berbeda penyakit sebagai suatu
disetiap tahap tumbuh hukuman, sehingga
kembangnya, oleh ketika anak sakit dan
karena itu orang tua mengalami hospitalisasi
perlu memahami dapat menimbulkan
pentingnya stres pada anak.
menyediakan fasilitas Stressor yang
untuk mendukung ditunjukkan dapat
pertumbuhan dan berupa cemas,
perkembangan tersebut kehilangan kendali,
(Cahyaningrum, 2012). cedera tubuh, dan
Anak usia pra sekolah nyeri. Survei awal
adalah usia dilakukan di RSUD
perkembangan yang Kabupaten Mamuju,
dimulai pada usia 3 jumlah anak yang
sampai 6 tahun dirawat di ruang
(Muscari, 2005). Pada perawatan anak
masa ini anak semakin meningkat.
memandang bahwa Kondisi anak yang
penyakit sebagai suatu dirawat sering gelisah,
hukuman, sehingga rewel dan selalu ingin
ketika anak sakit dan ditemani saat menjalani
mengalami hospitalisasi proses perawatan.
dapat menimbulkan Anak juga sering
stres pada anak. menangis dan
Stressor yang mengatakan ingin
ditunjukkan dapat pulang. Penyebab
berupa cemas, kecemasan yang
kehilangan kendali, dialami beragam, mulai
cedera tubuh, dan dari rasa cemas
nyeri. Stres terhadap petugas
hospitalisasi dapat kesehatan, tindakan
memberikan efek pada medis, nyeri yang
perilaku anak saat dialami. Atraumatic
pemulangan seperti care merupakan suatu
menuntut perhatian tindakan asuhan
lebih dari orang tua, keperawatan yang
sangat menentang terapeutik dengan
perpisahan, ketakutan menyediakan
baru, terbangun di lingkungan yang
malam hari, menarik nyaman oleh petugas
diri, pemalu, rewel, dan kesehatan, dan
tempertantrum (Wong menggunakan
et al., 2009). intervensi yang
Survei awal dilakukan menghilangkan atau
di RSUD Kabupaten mengurangi distress
Mamuju, jumlah anak fisik maupun psikologis
yang dirawat di ruang pada anak-anak dan
perawatan anak keluarga dalam sistem
semakin meningkat. pelayanan kesehatan.
Kondisi anak yang Spalk atau bidai yang
dirawat sering gelisah, digunakan di RSUD
rewel dan selalu ingin Kab. Mamuju masih
ditemani saat menjalani terbuat dari potongan
proses perawatan. karton yang dilapisi
Anak juga sering dengan kain kasa
menangis dan sehingga pada saat
mengatakan ingin pemasangan infus
pulang. Penyebab sering menimbulkan
kecemasan yang rasa takut, cemas dan
dialami beragam, mulai ketidaknyamanan pada
dari rasa cemas anak karena jari-jari
terhadap petugas tangan ikut terfiksasi.
kesehatan, tindakan Spalk Manakarra
medis, nyeri yang dirancang mengikuti
dialami, cemas karena struktur anatomi tangan
berada pada tempat anak sehingga nyaman
dan lingkungan baru, untuk dipakai. Spalk ini
cemas akibat juga dilapisi dengan
perpisahan dengan kain yang lembut,
teman dan saudaranya. bermotif boneka,
Atraumatic care berwarna cerah dan
merupakan suatu dilengkapi dengan
tindakan asuhan boneka kecil yang
keperawatan yang dapat menyala.
terapeutik dengan Sehingga Peneliti
menyediakan tertarik meneliti tentang
lingkungan yang Antraumtic Care
nyaman oleh petugas Dengan Spalk
kesehatan, dan Manakara Pada
menggunakan Pemasangan Infus
intervensi yang Efektif Menurunkn
menghilangkan atau Tingkat Kecemasan
mengurangi distress Anak Pra Sekolah.
fisik maupun psikologis
pada anak-anak dan
keluarga dalam sistem
pelayanan kesehatan.
Prinsip yang mendasari
atraumatic care adalah
bagaimana mencegah
atau mengurangi
pemisahan anak dan
keluarga; meningkatkan
pengendalian diri pada
anak; dan mencegah
atau mengurangi nyeri
dan cedera pada tubuh
(Wong et al., 2009).
Spalk atau fiksasi
selang intra vena (IV)
merupakan alat yang
dirancang untuk
melindungi area IV
yang digunakan pada
bayi dan anak untuk
menghindari lepasnya
jarum atau kateter
(Wong et al., 2009).
Spalk atau bidai yang
digunakan di RSUD
Kab. Mamuju masih
terbuat dari potongan
karton yang dilapisi
dengan kain kasa
sehingga pada saat
pemasangan infus
sering menimbulkan
rasa takut, cemas dan
ketidaknyamanan pada
anak karena jari-jari
tangan ikut terfiksasi.
Spalk Manakarra
dirancang mengikuti
struktur anatomi tangan
anak sehingga nyaman
untuk dipakai. Spalk ini
juga dilapisi dengan
kain yang lembut,
bermotif boneka,
berwarna cerah dan
dilengkapi dengan
boneka kecil yang
dapat menyala. Hal ini
dibuat sebagai distraksi
pada saat pemasangan
infus. Memanipulasi
dengan cara distraksi
pada prosedur yang
mengakibatkan
perlukaan tubuh dapat
mengurangi ketakutan
dan kecemasan pada
anak (Nursalam,
Susilaningrum, &
Utami, 2005).
2. Rumusan Masalah Apakah Atraumatic Rumusan masalah
Care Dengan Spalk ditulis dengan baik dan
Manakara Pada sesuai.
Pemasangan Infus
Efektif Menurunkan
Tingkat Kecemasan
Anak Pra Sekolah?

3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan Tujuan penelitian ditulis


untuk mengetahui dengan baik dan sesuai
efektivitas atraumatic dalam kondisi
care dengan “spalk
manakarra” pada
pemasangan infus
terhadap tingkat
kecemasan anak pra
sekolah.
4. Manfaat Penelitian Atraumatic care Manfaat penelitian
merupakan asuhan menuliskan dengam
terapeutik melalui baik dan benar
intervensi yang
berfungsi menurunkan
distres psikologis dan
fisik yang diderita oleh
anak dan keluarganya
dalam sistem
pelayanan kesehatan.
Salah satu cara
atraumatic care pada
anak saat pemasangan
infus adalah dengan
pemasangan spalk.
Spalk Manakarra
dimodifikasi untuk
mengurangi tingkat
kecemasan anak pada
pemasangan infus
sebagai salah satu
upaya dalam
melaksanakan asuhan
atraumatic care.
III. METODE
PENELITIAN
1. Pendekatan Penelitian ini Pada jurnal tersebut
Penelitian merupakan penelitian dituliskan dengan baik
eksperimen semu atau dan benar dan sudah di
quasy experiment lakukan beberapa
dengan rancangan teknik
pretest and posttest
with control group
design.

2. Populasi dan Populasi penelitian Populasi dituliskan


Sampel adalah semua anak penulis dengan baik
yang dirawat di Ruang dan benar
Perawatan Anak RSUD
Kab. Mamuju. Jumlah
sampel sebanyak 30
orang

3. Variabel Penelitian Metode purposive Metode dituliskan


sampling teknik penulis dengan baik
dan benar
4. Teknik Pengumpulan data Teknik pengumpulan
pengumpulan data dilakukan dengan data dituliskan dengan
mengisi lembar baik dan benar sudah
checklist tingkat teruji
kecemasan anak pra
sekolah. Kuesioner
yang digunakan
mengacu pada
kuesioner tingkat
kecemasan Hamilton
Rating Scala For
Anxiety (HARS).

5. Teknik analisis Analisis data dilakukan Pada jurnal di tulis


data dengan menggunakan dengan baik dan benar
independent sample t
test

IV. HASIL DAN


PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian Hasil penelitian Pada jurnal peneliti
menunjukkan ada menuliskan demgan baik
perbedaan yang dan benar
bermakna tingkat
kecemasan anak pra
sekolah yang dipasang
spalk manakarra
dibandingkan dengan
yang dipasang spalk
rumah sakit dengan
nilai p= 0,026.

2. Pembahasan Pada umumnya Pada jurnal,


hospitalisasi akan pembahasan dijelaskan
menimbulkan bahwa Tingkat
kecemasan pada anak. kecemasan anak
Beberapa penelitian bervariasi mulai dari
yang menunjukkan cemas ringan sampai
adanya hubungan cemas sedang.
antara kecemasan American Heart
dengan hospitalisasi Association (AHA)
seperti penelitian yang tahun 2003,
dilakukan oleh Rini et menyatakan anak-anak
al. (2013); Breving sangat rentan terhadap
et.al. (2015); Pulungan stres yang
et al. (2017). Tingkat berhubungan dengan
kecemasan anak prosedur tindakan
bervariasi mulai dari invasif. Pemasangan
cemas ringan sampai infus tentu saja akan
cemas sedang. menimbulkan nyeri,
American Heart rasa sakit pada anak,
Association (AHA) dan juga akan
tahun 2003, menimbulkan trauma
menyatakan anak-anak sehingga anak akan
sangat rentan terhadap mengalami kecemasan
stres yang dan stres. sehingga
berhubungan dengan tindakan yang
prosedur tindakan dilakukan dalam
invasif. Pemasangan mengatasi masalah
infus tentu saja akan anak apapun bentuknya
menimbulkan nyeri, harus berlandaskan
rasa sakit pada anak, pada prinsip atraumatic
dan juga akan care. Hal ini
menimbulkan trauma menjelaskan bahwa
sehingga anak akan Spalk Manakarra efektif
mengalami kecemasan menurunkan tingkat
dan stres. Kecemasan kecemasan anak pada
juga disebut dengan saat pemasangan infus.
ketakutan atau Penelitian ini juga
perasaan gugup. membuktikan bahwa
Beberapa kasus spalk Manakarra dapat
kecemasan (5-42%), digunakan sebagai alat
merupakan suatu dalam melaksanakan
perhatian terhadap asuhan atraumatic
proses fisiologis. care.
Kecemasan ini dapat
disebabkan oleh
penyakit fisik atau
keabnormalan, tidak
oleh konflik emosional
(Stuart dan Sunden,
2007), sehingga
tindakan yang
dilakukan dalam
mengatasi masalah
anak apapun bentuknya
harus berlandaskan
pada prinsip atraumatic
care.
Hal ini menjelaskan
bahwa Spalk Manakarra
efektif menurunkan
tingkat kecemasan
anak pada saat
pemasangan infus.
Penelitian ini juga
membuktikan bahwa
spalk Manakarra dapat
digunakan sebagai alat
dalam melaksanakan
asuhan atraumatic
care. Hal ini juga
sejalan dengan
penelitian yang
dilakukan oleh
(Subandi, 2012) yang
menyatakan adanya
pengaruh pemasangan
spalk bermotif terhadap
tingkat kooperatif anak
usia pra sekolah
selama prosedur injeksi
intra vena di rumah
sakit Wilayah Cilacap.
Atraumatic care
sebagai asuhan
terapeutik memiliki
beberapa tujuan seperti
jangan melukai,
mencegah dan
mengurangi stres fisik
dan psikologis. Distres
psikologis meliputi
kecemasan, ketakutan,
kemarahan,
kekecewaaan,
kesedihan, malu, atau
rasa bersalah. Distres
fisik seperti kesulitan
tidur dan immobilisasi
sampai pengalaman
stimulus sensori yang
mengganggu seperti
rasa sakit (nyeri),
temperatur ekstrem,
bunyi keras, cahaya
yang dapat
menyilaukan atau
kegelapan dapat
diminimalkan (Wong,
2009; Supartini, 2014).
V. KESIMPULAN,
SARAN DAN
IMPLIKASI
KEPERAWATAN
1. Kesimpulan Tingkat kecemasan Dapat disimpulkan
anak pra sekolah pada bahwa pemasangan
saat pemasangan infus spalk manakarra efektif
paling banyak dengan menurunkan tingkat
tingkat kecemasan kecemasan anak pra
ringan dan pemasangan sekolah pada saat
spalk manakarra efektif pemasangan infus.
menurunkan tingkat Spalk Manakarra dapat
kecemasan anak pra digunakan sebagai
sekolah pada saat alternatif spalk yang
pemasangan infus. dapat mengurangi
Spalk Manakarra dapat kecemasan anak pada
digunakan sebagai pemasangan infus di
alternatif spalk yang rumah sakit.
dapat mengurangi
kecemasan anak pada
pemasangan infus di
rumah sakit. Spalk
Manakarra dapat
digunakan sebagai
bahan inovasi yang
dapat dikembangkan
untuk meningkatkan
kreativitas perawat.

2. Saran Melihat banyaknya Saran di tuliskan


penelitian terkait dwmgan baik dan benar
perawaatan atraumatik,
peneliti juga
merekomendasikan
agar rumah sakit
menggunakan Spalk
Manakarra untuk
menurunkan tingkat
kecemasan anak
selama pemasangan
infus dirumah sakit.

3. Implikasi Spalk Manakarra dapat Pada jurnal implikasi


Keperawatan digunakan sebagai keperawatan dituliskan
alternatif spalk yang dengan baik dan benar
dapat mengurangi dan bermanfaat bagi
kecemasan anak pada pembaca
pemasangan infus di
rumah sakit. Spalk
Manakarra dapat
digunakan sebagai
bahan inovasi yang
dapat dikembangkan
untuk meningkatkan
kreativitas perawat.
Beberapa contoh
tindakan atraumatic
care adalah dengan
memodifikasi
lingkungan rumah sakit
seperti di rumah
sendiri. Dekorasi
bernuansa anak seperti
tirai, hiasan dinding dan
papan nama bergambar
binatang lucu, sprei
bergambar bunga, dan
dinding dicat dengan
warna cerah (Supartini,
2004).

BAB IV
Hasil Dan Pembahasan
1. Hasil Penelitian
Data karakteristik responden menunjukan bahwa rata-rata usia
ibu pada kelompok kontrol adalah 27,93 tahun dengan usia
minimun 23 tahun dan maksimum 38 tahun, sedangkan rata-rata
usia ibu pada kelompok intervensi adalah 27 tahun dengan usia
minimun 22 tahun dan maksimum 33 tahun. Rata-rata usia anak
pada kelompok kontrol adalah 4,2 tahun, sedangkan rata-rata
usia anak pada kelompok intervensi adalah 3,87 tahun.
Sedangkan dari jenis kelamin menunjukkan bahwa jenis kelamin
responden pada kelompok kontrol dan intervensi terbanyak
adalah laki-laki yang berjumlah 8 (53.3%) dan 11 (73.3%).

Tabel 1
tingkat kecemasan pada kelompok kontrol paling banyak dengan
tingkat kecemasan ringan 10 (66,7%) dan kecemasan sedang
sebanyak 5 (33,3%). Sedangkan pada kelompok intervensi ada
penurunan tingkat kecemasan menjadi tidak cemas 3 (20%)
walaupun paling banyak dengan tingkat kecemasan ringan 10
(66,7%).

Tabel 2
perbedaan tingkat kecemasan anak antara kelompok intervensi
yang dipasang Spalk Manakarra dengan kelompok kontrol yang
dipasang spalk rumah sakit dengan nilai p=0,026.

2. Pembahasan

Pada umumnya hospitalisasi akan menimbulkan kecemasan pada anak.


Beberapa penelitian yang menunjukkan adanya hubungan antara
kecemasan dengan hospitalisasi seperti penelitian yang dilakukan oleh
Rini et al. (2013); Breving et.al. (2015); Pulungan et al. (2017). Tingkat
kecemasan anak bervariasi mulai dari cemas ringan sampai cemas
sedang.Pemasangan infus tentu saja akan menimbulkan nyeri, rasa sakit
pada anak, dan juga akan menimbulkan trauma sehingga anak akan
mengalami kecemasan dan stres.Kecemasan juga disebut dengan
ketakutan atau perasaan gugup. Beberapa kasus kecemasan (5-42%),
merupakan suatu perhatian terhadap proses fisiologis. Kecemasan ini
dapat disebabkan oleh penyakit fisik atau keabnormalan, tidak oleh
konflik emosional (Stuart dan Sunden, 2007), sehingga tindakan yang
dilakukan dalam mengatasi masalah anak apapun bentuknya harus
berlandaskan pada prinsip atraumatic care. Hasil penelitian ini
menunjukkan perbedaan yang bermakna tingkat kecemasan anatara
kelompok intervensi dan kontrol. Hal ini menjelaskan bahwa Spalk
Manakarra efektif menurunkan tingkat kecemasan anak pada saat
pemasangan infus. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh (Subandi, 2012) yang menyatakan adanya pengaruh pemasangan
spalk bermotif terhadap tingkat kooperatif anak usia pra sekolah selama
prosedur injeksi intra vena di rumah sakit Wilayah Cilacap.
Beberapa penelitian juga telah membuktikan bahwa penerapan
atraumatic care memiliki pengaruh atau hubungan terhadap
penurunan respon kecemasan pada anak yang mengalami
hospitalisasi (Bolin, 2011 & Breving et al., 2015). Gold (2006)
juga menyatakan dalam penelitiannya bahwa menggunakan
media virtual reality selama pemasangan infus memberikan
ketenangan pada anak, mengurangi kecemasan serta
meningkatkan sikap kooperatif pasien selama tindakan
keperawatan. Penelitian lain oleh (Natalie, 2011) menunjukkan
terapi bermain dengan menggunakan teknik bercerita
berpengaruh terhadap tingkat kooperatif anak usia pra sekolah
selama dirawat di rumah sakit.

BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Setelah berdiskusi dengan kelompok, hasil dari penelitian ini
menunjukkan adanya pengaruh penerapan atraumatic care
terhadap respon kecemasan anak, Dapat disimpulkan bahwa
pemasangan spalk manakarra efektif menurunkan tingkat
kecemasan anak pra sekolah pada saat pemasangan infus. Spalk
Manakarra dapat digunakan sebagai alternatif spalk yang dapat
mengurangi kecemasan anak pada pemasangan infus di rumah
sakit.
B. Saran
Saran dari kelompok adalah alangkah baiknya penulis
dari jurnal tersebut untuk menuliskan saran bagi penelitian
selanjutnya agar tahu bagian apa saja yang perlu ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA

Wong, D. L., Hockenberry, M., Eaton, Wilson, D., Winkelstein, M. L., &
Schwartz, P. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
Supartini. Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta. EGC
Hidayat, A.A.. (2014). Metode penelitian keperawatan dan teknis
analisis data. Jakarta : Salemba Medika

Breving, R. M. D., Ismanto, A. Y., & Onibala, F. (2015). Pengaruh


penerapan
atraumatic care terhadap respon kecemasan anak yang mengalami
hospitalisasi di RSU Pancaran Kasih GMIM Manado dan RSUP Prof
Kandou Manado. E-journal keperawatan 3(2), Mei 2015. Diunduh pada
9 Oktober 2015 dari http://ejournal.unsrat.ac.id/

Wong, et al. (2009). Wong buku ajar keperawatan pediatrik. (alih


bahasa: Andry
Hartono, dkk). Jakarta. EGC.
Susilaningrum et al., 2013. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak untuk
Perawat
dan Bidan. Jakarta : Salemba Medika pp. 35-37, 43-44
Potter & Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta :
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai