RHEUMATOID ARTHRITIS
Disusun Oleh:
Kelompok 2
Penyakit rematik merupakan penyakit yang sering diderita kelompok usia 45-54 tahun
seiring dengan bertambahnya umur, yang disebabkan oleh adanya pengapuran sendi,
sehingga orang dengan jenis penyakit ini akan mengalami nyeri sendi dan keterbatasan gerak.
Selain itu, Penyakit ini menyebabkan inflamasi, kekakuan, pembengkakan, dan rasa sakit
pada sendi, otot, tendon, ligamen, dan tulang. rematik dapat menyebabkan kecacatan
(mordibilitas), ketidakmampuan (disabilitas), penurunan kualitas hidup, dan dapat
meningkatkan beban ekonomi penderita maupun keluarga.Nyeri sendi sering disebut dengan
rematik adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di seluruh dunia. Rematik
merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat
(MSU) pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat di dalam cairan ekstraseluler
merupakan pemicu utama terjadinya peradangan atau inflamasi kejadian rematik. Gangguan
metabolisme yang mendasarkan rematik adalah hiperurisemia yang didefinisikan sebagai
peninggian kadar urat lebih dari 7,0 ml/dl untuk pria dan 6,0 ml/dl untuk wanita, kejadian ini
meningkat pada lanjut usia. Di dunia, rematik merupakan penyakit muskuloskeletal yang
paling sering terjadi. Angka kejadian rematik pada tahun 2013 yang dilaporkan oleh World
Health Organization (WHO) adalah mencapai 20% dari penduduk dunia yang telah terserang
rematik, dimana 5-10% adalah mereka yang berusia 5-20 tahun dan 20% adalah mereka yang
berusia 55 tahun.Berdasarkan data RisetKesehatan Dasar (2013), menunjukkan bahwa
kecenderungan prevalensi rematik di Indonesia tahun 2007-2013 pada usia lansia terdapat
30,3 % pada tahun 2007, dan mengalami penurunan pada tahun 2013 yaitu menjadi 24,7%.
Pada Tahun 2016 jumlah penderita rematik adalah sebanyak 23,8% (Meliny, dkk., 2018).
Patofisiologis
Rheumatoid arthritis tidak diketahui penyebabnya. Meskipun etiologi infeksi telah
berspekulasi bahwa penyebabnya adalah organism Micoplasma, virus Epstein-Barr,
parvovirus, dan rubella, tetapi tidak ada organidsme yang terbukti bertanggung jawab.
Rheumatoid arthritis dikaitkan dengan banyak respons autoimun, tetapi apakah autoimunitas
merupakan peristiwa sekunder atau perifer masih belum diketahui. Rheumatoid arthritis
memiliki komponen genetik yang signifikan dan berbagai epitop dari cluster HLA-DR4/DR1
hadir pada 90% pasien dengan rheumatoid arthritis. Hyperplasia sel cairan sendi dan aktivasi
sel endotel adalah kejadian pada awal proses patologis yang berkembang menjadi peradangan
yang tidak terkontrol dan berakibat pada kehancuran tulang dan tulang rawan. Faktor genetik
dan kelainan sistem kekebalan berkontribusi terhadap progresivitas penyakit. Sel T CD4,
fagosit monokuler, fibroblast, osteoklas, dan neutrofil memainkan peran selular utama dalam
patofisiologi rheumatoid arthritis , sedangkan limfosit B memproduksi autoantibodi. Produksi
sitokin abnormal, kemokin, dan mediator inflamasi lain (misalnya TNF-alpha,
interleukin(IL)-1, IL6,IL-8, serta faktor pertumbuhan fibroblas) telah ditunjukkan pada pasien
dengan rheumatoid arthritis. Pada akhirnya, peradangan dan proliferasi sinovium (yaitu
pannus) ligament, dan pembuluh darah. Meskipun struktur artikular adalah tempat utama
yang terlibat oleh rheumatoid arthritis, tetapi jaringan lain juga terpengaruh (Noor Z. , Buku
Ajar Gangguan Muskuloskeletal, 2016).
Pathway
Predisposisi dari reaksi auto imun dan infeksi
pada sendi lutut
Kasus Kelompok 2
Seorang perempuan berusia 56 tahun dirawat diruang penyakit dalam dengan diagnosa
medis Hipertensi dan dengan keluhan bengkak dan nyeri pada lutut klien, hasil
pengkajian tampak pada lutut sebelah kanan klien bengkak dan kemerahan saat dikaji
klien m.engatakan nyeri dan terasa panas pada daerah lututnya yang bengkak, klien juga
mengungkapkan sebelumnya sering mengalami kaku pada daerah lututnya pada malam
hari saat tidak beraktivitas, klien juga mengungkapkan saat ini sangat mudah lelah untuk
beraktivitas, hasil pengkajian tanda-tanda vital : TD 150/90 mmHg, Frekeunsi Nadi: 98
x/menit, Frekuensi Napas: 24 x/menit, T: 37.8 0C. Hasil pemeriksaan Laboratorium
Hematologi: Hb : 10 g/dl, Limfosit: 18 %, Leukosit : 15 103/μl, Trombosit : 450 103/μl.
I. Pengkajian
Hari/Tanggal pengkajian :
A. IDENTITAS
1. IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny.
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 56 thn
Diagnosa Medis : Rematik
B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan bengkak dan nyeri pada lutut
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
TTV = TD/BP : 150/90 mmHg RR : 24x/ menit
N : 98 x/menit T : 37,80C
E. DATA FOKUS
Data Objektif :
1. Inspeksi : Tampak pada Lulut sebelah kanan klien bengkak dan kemerahan
2. Palpasi :-
3. Perkusi :-
4. Auskultasi :-
Data Subjektif :
1. klien mengatakan nyeri dan terasa panas pada daerah lututnya yang bengkak
2. klien juga mengungkapkan sebelumnya sering mengalami kaku pada daerah
lututnya pada malam hari saat tidak beraktivitas.
3. klien juga mengungkapkan saat ini sangat mudah lelah untuk beraktivitas.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium
Hematologi : Hb : 10 gr/dl (12,0 – 16,0 (P)) (Rendah)
Limfosit : 18 % (20,0 – 40,0) (Rendah)
Leukosit : 15 103/ μl, (5.0-10,0) (Normal)
Trombosit : 450 103/ μl (150-400) (Tinggi)
IV. Intervensi
No Diagnosa Planning (NOC) Intervensi (NIC)
. keperawatan
1. Hambatan Mobilitas Setelah dilakukan tindakan Label : Manajemen nyeri
Fisik berhubungan keperawatan selama 2 x 24 (Hal. 198).
dengan Nyeri jam Hambatan mobilitas 1. Lakukan pengkajian nyeri
fisik teratasi dengan meliputi
kriteria hasil: lokasi,karekteristik
Label : Pergerakan (Hal. ,onset/durasi,
641) frekuensi,kualitas,intensitas
1. Gerakan otot tidak kaku atau beratnya nyeri dan
dan nyeri berkurang faktor pencetus
2. Bergerak dengan mudah 2. Ajarkan prinsip manajemen
3. Pasien mampu nyeri
melakukan aktivitas 3. Kurangi faktor pencetus
seperti biasa tanpa adanya terjadinya nyeri
keluhan 4. Berikan informasi mengenai
nyeri,seperti penyebab
nyeri,berapa lama akan
dirasakan dan antisipasi
dari ketidaknyamanan.
5. kolaborasi dengan dokter
terkait pemberian terapi/
obat nyeri.
E:
1. Berikan Edukasi kepada
pasien dan keluarga
mengenai tanda dan
gejalan infeksi dan kapan
harus melaporkan nya.
2. Berikan Edukasi pasien dan
keluarga mengenai teknik
mencuci tangan dengan
tepat 6 langkah 5 moment
C:
1. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian obat
antibiotik