Anda di halaman 1dari 19

OA (osteoartritis)

Portofolio Medik
Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Program Internship Dokter Indonesia

Disusun oleh

dr. Suryanita S

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP KEMENKES

RS BEN MARI MALANG

KABUPATEN MALANG JAWA TIMUR

2019
Nama peserta : dr. Suryanita S
Nama wahana: RS Ben Mari Malang
Topik: OA
Tanggal (kasus): 1 Maret 2019
Nama Pasien: NY K No. RM: 060211
Tanggal presentasi: Nama pendamping: 1. dr. Nyimas Izzati Auliyah
Tempat presentasi: RS Ben Mari Malang
Obyektif presentasi:
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi: Ny. ‘K usia 55 tahun pekerjaan sebagai IRT
□ Tujuan: mampu mengetahui, mendiagnosis dan tatalaksana osteoartritis
Bahan bahasan: □ Tinjauan pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Cara membahas: □ Diskusi □ Presentasi □ Email □ Pos
dan diskusi
Data pasien: Nama: Ny K Usia: 55 th Nomor RM: 060211
Nama klinik: RS Ben Mari Telp: Terdaftar sejak: 2009
Malang
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/ gambaran klinis:
Keluhan Utama : Kedua lutut nyeri dan sulit berjalan

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan kedua lutut terasa nyeri dan sulit untuk berjalan.
Keluhan ini dirasakan pasien secara tiba – tiba sejak ± 2 hari SMRS. Nyeri dirasakan
pasien seperti berdenyut dan tertusuk jarum. Nyeri tersebut juga tidak menghilang
dengan kompres, minyak urut, maupun obat pengurang rasa sakit. Nyeri semakin
memberat saat pasien melipat lututnya dan menggerakkan kakinya tetapi sedikit
berkurang dengan istirahat. Awalnya, pasien mengaku mendapatkan keluhan nyeri
dan sulit berjalan ini ketika pasien ingin beranjak dari tempat tidurnya menuju kamar
mandi. Ketika akan berdiri, pasien merasakan kedua kakinya sangat nyeri dan sulit

1
untuk digerakkan hingga pasien terjatuh ke lantai. Pasien menyangkal adanya
benturan di kepala saat jatuh. Riwayat pingsan setelah jatuh, mual, muntah, sesak,
kejang, pusing, lumpuh separo, cedal, pelo, merot semuanya juga disangkal. Riwayat
makan minum, buang air besar dan buang air kecil semuanya masih dalam batas
normal. Sebenarnya, pasien sudah lama merasakan nyeri pada kedua lututnya ini
yaitu selama ± 1 tahun SMRS, namun perlahan dirasa semakin memberat sejak ada
bengkak di kedua lututnya dan puncaknya yaitu 2 HSMRS karena keluhan pasien ini
menyebabkan dirinya tidak bisa berjalan lagi. Pasien mengaku baru menyadari ada
pembengkakan di kedua lututnya ini kira – kira 6 bulan terakhir (SMRS). Bengkak
tersebut menyebabkan pasien susah menggerakkan kakinya dan menyebabkan
terhambatnya aktivitas sehari – hari pasien. Namun, pasien masih bisa berjalan pelan
– pelan tanpa tongkat. Di daerah lutut yang bengkak tersebut terasa hangat. Pasien
mengatakan bengkaknya tidak mengecil setelah dikompres dengan air dingin ataupun
setelah pasien beristirahat.
Pasien mengaku sudah pernah berobat ke alternatif (dipijat) dan
mengkonsumsi obat yang dibeli di apotek untuk meredakan keluhan bengkak dan
nyeri pada lututnya, hanya saja pasien lupa nama obatnya. Pasien juga mengaku
bahwa sebelum sakit selama ± 1 tahun ini, pasien masih sering melakukan pekerjaan
rumah seperti menyapu dan memasak, tetapi semenjak kedua lututnya terasa nyeri
pasien hanya bisa berjalan santai di sekeliling rumahnya.

2. Riwayat pengobatan:
-
3. Riwayat kesehatan/ penyakit:
DM (-) HT (-)

4. Riwayat keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa seperti pasien.

5. Lain-lain:
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik
GCS : 456

2
Kesadaran : Compos Mentis
Vital sign : Tekanan Darah : 130/110 mmHg
Nadi : 88x/ mnt
Suhu : 36,5 C
RR : 18 x/menit
Kepala/ leher :
Inspeksi: anemia (-), ikterus (-), sianosis (-), dyspsneu (-), mata cowong (–), napas
cuping hidung (-)
Palpasi: JVP meningkat -, pembesaran KGB -, deviasi trakea -, alopesia –
Auskultasi: bruit arteri temporalis -
Thorak :

Paru :
Inspeksi: Pergerakan dinding dada simetris, retraksi -,
Palpasi: Pergerakan dinding dada simetris, krepitasi -, stem fremitus +
Perkusi: Sonor/sonor
Auskultasi : Suara nafas vesikuler/vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Jantung :
Inspeksi: ictus cordis (-)
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat, thrill/fremissment (-)
Perkusi: Normal
Auskultasi : S1S2 Tunggal, Murmur -, gallop –

Abdomen:
Inspeksi: flat
Palpasi : nyerti tekan (-) , hepar dan lien tak teraba
Perkusi : timpani,
Auskultasi : BU + N.
Extermitas:
Hangat, kering, merah, edema -, CRT < 2 detik

Status lokalis :
Pergerakan motorik sendi lutut terbatas (+), tanda-tanda inflamasi
sendi lutut (+), oedem sendi lutut (+), deformitas sendi lutut (+),
3
krepitasi sendi lutut (+), nyeri gerak dan tekan(+), hiperemi (-), kuku
nekrosis (-), akral hangat (+).
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Darah Lengkap

 Leukosit : 5600
 Eritrosit : 4.280.000
 Hemoglobin : 10,6
 MCV : 72.40
 MCH : 23.60
 MCHC : 32.60
 Trombosit : 289.000
 Ureum : 22
 Kreatinin : 0.44
 SGOT : 32
 SGPT : 28

Foto rontgen genue d/s


Kesan :
 Osteofit pada condylus lateralis dan medialis os tibia femoralis dekstra disertai
penyempitan sendi tibia femoralis lateralis dekstra merupakan gambaran
osteoarthrosis genu dekstra grade III.
 Osteofit pada condylus lateralis dan medialis os tibia femoralis sinistra disertai
penyempitan sendi femoro tibialis sinistra disertai irreguler pada tulang tibia
fibula sekitar sendi dan sklerotik subcondral merupakan gambaran osteoarthosis
genu sinistra grade IV disertai osteoarthritis / peradangan.

Diagnosis
OA Genue d/s
Terapi
 Infus RL 20 tpm
 Inj antrain 3x1
 Inj ranitidine 2x1
 Meloksikam 1x15

4
 Methylprednisolone 1x4
 Injeksi trilac

HASIL PEMBELAJARAN

I. Definisi
Osteoarthritis (OA, dikenal juga sebagai arthritis degeneratif, penyakit
degeneratif sendi) merupakan penyakit sendi degeneratif yang mengenai sendi-sendi
penumpu berat badan dengan gambaran patologis yang berupa kerusakan kartilago sendi,
dimana terjadi proses degradasi interaktif sendi yang kompleks, terdiri dari proses
perbaikan pada kartilago, tulang dan sinovium diikuti komponen sekunder proses

II. Patofisiologi Osteoartritis


Terjadinya OA tidak lepas dari banyak persendian yang ada di dalam tubuh manusia.
Sebanyak 230 sendi menghubungkan 206 tulang yang memungkinkan terjadinya gesekan.
Untuk melindungi tulang dari gesekan, di dalam tubuh ada tulang rawan. Namun karena
berbagai faktor risiko yang ada, maka terjadi erosi pada tulang rawan dan berkurangnya
cairan pada sendi. Tulang rawan sendiri berfungsi untuk meredam getar antar tulang.
Tulang rawan terdiri atas jaringan lunak kolagen yang berfungsi untuk menguatkan sendi,
proteoglikan yang membuat jaringan tersebut elastis dan air (70% bagian) yang menjadi
bantalan, pelumas dan pemberi nutrisi.9,10
Kondrosit adalah sel yang tugasnya membentuk proteoglikan dan kolagen pada
rawan sendi. Osteoartritis terjadi akibat kondrosit gagal mensintesis matriks yang
berkualitas dan memelihara keseimbangan antara degradasi dan sintesis matriks
ekstraseluler, termasuk produksi kolagen tipe I, III, VI dan X yang berlebihan dan sintesis
proteoglikan yang pendek. Hal tersebut menyebabkan terjadi perubahan pada diameter dan
orientasi dari serat kolagen yang mengubah biomekanik dari tulang rawan, sehingga tulang
rawan sendi kehilangan sifat kompresibilitasnya yang unik.9
Selain kondrosit, sinoviosit juga berperan pada patogenesis OA, terutama setelah
terjadi sinovitis, yang menyebabkan nyeri dan perasaan tidak nyaman. Sinoviosit yang
mengalami peradangan akan menghasilkan Matrix Metalloproteinases (MMPs) dan

5
berbagai sitokin yang akan dilepaskan ke dalam rongga sendi dan merusak matriks rawan
sendi serta mengaktifkan kondrosit. Pada akhirnya tulang subkondral juga akan ikut
berperan, dimana osteoblas akan terangsang dan menghasilkan enzim proteolitik. 9,10
Agrekanase merupakan enzim yang akan memecah proteoglikan di dalam matriks
rawan sendi yang disebut agrekan. Ada dua tipe agrekanase yaitu agrekanase 1 (ADAMTs-
4) dan agrekanase 2 (ADAMTs-11). MMPs diproduksi oleh kondrosit, kemudian
diaktifkan melalui kaskade yang melibatkan proteinase serin (aktivator plasminogen,
plamsinogen, plasmin), radikal bebas dan beberapa MMPs tipe membran. Kaskade
enzimatik ini dikontrol oleh berbagai inhibitor, termasuk TIMPs dan inhibitor aktifator
plasminogen. Enzim lain yang turut berperan merusak kolagen tipe II dan proteoglikan
adalah katepsin, yang bekerja pada pH rendah, termasuk proteinase aspartat (katepsin D)
dan proteinase sistein (katepsin B, H, K, L dan S) yang disimpam di dalam lisosom
kondrosit. Hialuronidase tidak terdapat di dalam rawan sendi, tetapi glikosidase lain turut
berperan merusak proteoglikan.10
Berbagai sitokin turut berperan merangsang kondrosit dalam menghasilkan enzim
perusak rawan sendi. Sitokin-sitokin pro-inflamasi akan melekat pada reseptor di
permukaan kondrosit dan sinoviosit dan menyebabkan transkripsi gene MMP sehingga
produksi enzim tersebut meningkat. Sitokin yang terpenting adalah IL-1, selain sebagai
sitokin pengatur (IL-6, IL-8, LIFI) dan sitokin inhibitor (IL-4, IL-10, IL-13 dan IFN-γ).
Sitokin inhibitor ini bersama IL-Ira dapat menghambat sekresi berbagai MMPs dan
meningkatkan sekresi TIMPs. Selain itu, IL-4 dan IL-13 juga dapat melawan efek
metabolik IL-1. IL-1 juga berperan menurunkan sintesis kolagen tipe II dan IX dan
meningkatkan sintesis kolagen tipe I dan III, sehingga menghasilkan matriks rawan sendi
yang berkualitas buruk. 9,10

6
III. Klasifikasi Osteoartritis
OA dapat terjadi secara primer (idiopatik) maupun sekunder, seperti yang
tercantum di bawah ini :19
IDIOPATIK SEKUNDER
Setempat Trauma
Tangan − akut
- nodus Heberden dan Bouchard (nodal) − kronik (okupasional, port)
- artritis erosif interfalang Kongenital atau developmental:
- karpal-metakarpal I Gangguan setempat:
Kaki: − Penyakit Leg-Calve-Perthes
- haluks valgus − Dislokasi koksa kongenital
- haluks rigidus − Slipped epiphysis
- jari kontraktur (hammer/cock-up toes) Faktor mekanik
- talonavikulare − Panjang tungkai tidak sama
Coxae − Deformitas valgus / varus
- eksentrik (superior) − Sindroma hipermobilitas
- konsentrik (aksial, medial) Metabolik
- difus (koksa senilis) − Okronosis (alkaptonuria)
Vertebra − Hemokromatosis
- sendi apofiseal − Penyakit Wilson
- sendi intervertebral − Penyakit Gaucher
- spondilosis (osteofit) Endokrin
- ligamentum (hiperostosis, − Akromegali
penyakit Forestier, diffuse idiopathic − Hiperparatiroidisme
skeletal hyperostosis=DISH) − Diabetes melitus
Tempat lainnya: − Obesitas
- glenohumeral − Hipotiroidisme
- akromioklavikular Penyakit Deposit Kalsium
- tibiotalar − Deposit kalsium pirofosfat dihidrat
- sakroiliaka − Artropati hidroksiapatit
- temporomandibular Penyakit Tulang dan Sendi lainnya
Menyeluruh: Setempat:
Meliputi 3 atau lebih daerah yang tersebut − Fraktur
diatas (Kellgren-Moore) −Nekrosis avaskular

Tabel 2.1 Osteoartritis Idiopatik dan Sekunder

7
IV. Manifestasi Klinis 15
1. Nyeri sendi
Terutama bila sendi bergerak atau menanggung beban, yang akan berkurang bila
penderita beristirahat.
2. Kaku pada pagi hari (morning stiffness)
Kekakuan pada sendi yang terserang terjadi setelah imobilisasi yang cukup lama (gel
phenomenon), bahkan sering disebutkan kaku muncul pada pagi hari setelah bangun
tidur (morning stiffness).
3. Hambatan pergerakan sendi
Hambatan pergerakan sendi ini bersifat progresif lambat, bertambah berat secara
perlahan sejalan dengan bertambahnya nyeri pada sendi.
4. Krepitasi
Rasa gemeretak (seringkali sampai terdengar) yang terjadi pada sendi yang sakit.
5. Perubahan bentuk sendi
Sendi yang mengalami osteoarthritis biasanya mengalami perubahan berupa
perubahan bentuk dan penyempitan pada celah sendi.
6. Perubahan gaya berjalan
Hal yang paling meresahkan pasien adalah perubahan gaya berjalan, hampir semua
pasien osteoarthritis pada pergelangan kaki, lutut dan panggul mengalami perubahan
gaya berjalan (pincang).

V. Faktor Risiko Osteoartritis Lutut (Genu)


Secara garis besar, terdapat dua pembagian faktor risiko OA lutut yaitu faktor
predisposisi dan faktor biomekanis.
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Demografi
1) Umur
Dari semua faktor risiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan adalah
yang terkuat. Proses penuaan dianggap sebagai penyebab peningkatan
kelemahan di sekitar sendi, penurunan kelenturan sendi, kalsifikasi tulang
rawan dan menurunkan fungsi kondrosit, yang semuanya mendukung
terjadinya OA. Studi Framingham menunjukkan bahwa 27% orang berusia
63 – 70 tahun memiliki bukti radiografik menderita OA lutut, yang
meningkat mencapai 40% pada usia 80 tahun atau lebih.7
8
2) Jenis kelamin
Prevalensi OA pada laki-laki sebelum usia 50 tahun lebih tinggi
dibandingkan perempuan, tetapi setelah usia lebih dari 50 tahun prevalensi
perempuan lebih tinggi menderita OA dibandingkan laki-laki. Hal ini
dikaitkan dengan pengurangan hormon estrogen yang signifikan pada
wanita.8
3) Ras / Etnis
Prevalensi OA lutut pada penderita di negara Eropa dan Amerika tidak
berbeda, sedangkan suatu penelitian membuktikan bahwa ras Afrika –
Amerika memiliki risiko menderita OA lutut 2 kali lebih besar
dibandingkan ras Kaukasia. Penduduk Asia juga memiliki risiko menderita
OA lutut lebih tinggi dibandingkan Kaukasia.10,11 Suatu studi lain
menyimpulkan bahwa populasi kulit berwarna lebih banyak terserang OA
dibandingkan kulit putih.9
b. Faktor Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya mutasi
dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang
rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan berperan dalam timbulnya
kecenderungan familial pada osteoartritis.10
c. Faktor Gaya Hidup
1) Kebiasaan Merokok
 Merokok dapat merusak sel dan menghambat proliferasi sel tulang
rawan sendi.
 Merokok dapat meningkatkan tekanan oksidan yang mempengaruhi
hilangnya tulang rawan.
 Merokok dapat meningkatkan kandungan karbonmonoksida dalam
darah, menyebabkan jaringan kekurangan oksigen dan dapat
menghambat pembentukan tulang rawan.12
2) Konsumsi Vitamin D
Orang yang tidak biasa mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin
D memiliki peningkatan risiko 3 kali lipat menderita OA lutut.13
d. Faktor Metabolik
1) Obesitas

9
Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan mekanik
pada sendi penahan beban tubuh, dan lebih sering menyebabkan osteoartritis
lutut.7
2) Osteoporosis
Hubungan antara OA lutut dan osteoporosis mendukung teori bahwa gerakan
mekanis yang abnormal tulang akan mempercepat kerusakan tulang rawan
sendi.10
3) Penyakit Lain
OA lutut terbukti berhubungan dengan diabetes mellitus, hipertensi dan
hiperurikemi, dengan catatan pasien tidak mengalami obesitas.10
4) Histerktomi
Hal ini diduga berkaitan dengan pengurangan produksi hormon estrogen
setelah dilakukan pengangkatan rahim. 10
5) Manisektomi
Menisektomi merupakan operasi yang dilakukan di daerah lutut dan telah
diidentifikasi sebagai faktor risiko penting bagi OA lutut. Hal ini berkaitan
dengan hilangnya jaringan meniscus.14

2. Faktor Biomekanis
a. Riwayat Trauma Lutut
Trauma lutut yang akut termasuk robekan pada ligamentum krusiatum dan
meniskus merupakan faktor risiko timbulnya OA lutut.9
b. Kelainan Anatomis
Faktor risiko timbulnya OA lutut antara lain kelainan lokal pada sendi lutut
seperti genu varum, genu valgus, Legg – Calve –Perthes disease dan displasia
asetabulum.10
c. Pekerjaan
Osteoartritis banyak ditemukan pada pekerja fisik berat, terutama yang banyak
menggunakan kekuatan yang bertumpu pada lutut (petani, kuli, dll).9
d. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik berat seperti berdiri lama (2 jam atau lebih setiap hari), berjalan
jarak jauh (2 jam atau lebih setiap hari), mengangkat barang berat (10 kg – 50 kg
selama 10 kali atau lebih setiap minggu), mendorong objek yang berat (10 kg –
10
50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), naik turun tangga setiap hari
merupakan faktor risiko OA lutut. 9
e. Kebiasaan Olahraga
Atlit olah raga benturan keras dan membebani lutut seperti sepak bola, lari
maraton dan kung fu memiliki risiko meningkat untuk menderita OA lutut.10
VI. Kriteria Diagnosis Osteoartritis Lutut (Genu)
Kriteria diagnosis OA lutut menggunakan kriteria klasifikasi American College of
Rheumatology seperti tercantum pada tabel berikut ini :16

Derajat osteoartritis lutut dinilai menjadi lima derajat oleh Kellgren dan Lawrence, yaitu :17
- Derajat 0 : tidak ada gambaran osteoartritis.
- Derajat 1 : osteoartritis meragukan dengan gambaran sendi normal, tetapi
terdapat osteofit minimal.
- Derajat 2 : osteoartritis minimal dengan osteofit pada 2 tempat, tidak terdapat
sklerosis dan kista subkondral, serta celah sendi baik.
- Derajat 3 : osteoartritis moderat dengan osteofit moderat, deformitas ujung
tulang, dan celah sendi sempit.
- Derajat 4 : osteoartritis berat dengan osteofit besar, deformitas ujung tulang,
celah sendi hilang, serta adanyasklerosis dan kista subkondral.

11
VII. Penatalaksanaan Osteoarthritis
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:18
1. Meredakan nyeri
2. Mengoptimalkan fungsi sendi
3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan kualitas hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi

Pilar terapi pada pasien dengan osteoarthritis yaitu:


Nonfarmakologis:
1. Modifikasi pola hidup
2. Edukasi
3. Istirahat teratur yang bertujuan mengurangi penggunaan beban pada sendi
4. Modifikasi aktivitas
5. Menurunkan berat badan
6. Rehabilitasi medik/ fisioterapi
a. Latihan statis dan memperkuat otot-otot
b. Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan otot,
dan menambah luas pergerakan sendi
7. Penggunaan alat bantu.
Farmakologis:
1. Sistemik
a. Analgetik
 Non narkotik: parasetamol
 Opioid (kodein, tramadol)
b. Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
 Oral
 Injeksi
 Suppositoria
c. DMOADs (disease modifying OA drugs)
Diantara nutraceutical yang saat ini tersedia di Indonesia adalah
Glucosamine sulfate dan Chondroitine sulfate.
2. Topikal

12
a. Krim rubefacients dan capsaicin.
Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada umumnya
bersifat counter irritant.
b. Krim NSAIDs
Beberapa yang dapat digunakan adalah gel piroxicam, dan sodium diklofenak.
3. Injeksi intraartikular/intra lesi
Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra artikular yakni penanganan simtomatik
dengan steroid, dan viskosuplementasi dengan hyaluronan untuk modifikasi
perjalanan penyakit. Beberapa preparat injeksi intraartikular, diantaranya :
a. Steroid ( triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone )
Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri dan
inflamasi yang kurang responsif terhadap pemberian NSAIDs, tak dapat
mentolerir NSAIDs atau ada komorbiditas yang merupakan kontra indikasi
terhadap pemberian NSAIDs.
Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk
sendi-sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg.
b. Hyaluronan: high molecular weight dan low molecular weight
Diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu
masing-masing 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan. Sediaan di Indonesia diantaranya
adalah Hyalgan dan Osflex.
4. Pembedahan
Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan terlebih
dahulu risiko dan keuntungannya. Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila :

a. Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi


b. Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa dan
rehabilitatif
Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement joint.
Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis :
a. Partial replacement/unicompartemental
b. High tibial osteotomy : orang muda
c. Patella & condyle resurfacing
d. Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan sebagian
oleh ligament asli dan sebagian oleh sendi buatan.
13
e. Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang hilang dan severe
instability.
f. Total knee replacement, apabila didapatkan nyeri, deformitas, instability akibat
dari rheumatoid atau osteoarthritis.

Gambar 2.1 Piramida Penatalaksanaan Osteoartritis

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoartritis. In: Sudoyo AW,


Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Indonesia; 2006. p. 1195-201.
2. Osteoarthritis. Wikipedia The Free Encyclopedia [serial on the internet]. 2009 [cited
2009 Sep 1]; Available from :
http://en.wikipedia.org/wiki/Osteoarthritis
3. Reginster J.Y. The Prevalence and Burden of Osteoarthritis. Rheumatology, 2002; 41
(suppl 1) : 3 – 6.
4. Wibowo Dhidik Tri, Kurniawan Yusuf, Latifah Tati, Gunadi Rachmat. Perancangan dan
Implementasi Sistem Bantu Diagnosis Penyakit Osteoartritis dan Reumatoid Artritis
Melalui Deteksi Penyempitan Celah Sendi pada Citra X-Ray Tangan dan Lutut. Dalam
Temu Ilmiah Reumatologi. Jakarta, 2003 : 168 – 172.
5. Konggres Nasional Ikatan Reumatologi Indonesia VI. http://pemda-diy.go.id/berita,
2005, 10:21:40.
6. Arthritis Research Campaign 2000. Available at :
http:///www.arc.org.uk/about_arth/astats.htm.
7. Felson D.T, Zhang Y., Hannan M.T., et al. The Incidence and Natural History of Knee
Osteoarthritis in the Elderly : The Framingham Osteoarthritis Study. Arthritis
Rheumatology; 1995; 38 : 1500 – 1505.
8. Felson D.T., Zhang Y. An Update on the Epidemiology of Knee and Hip Osteoarthritis
with a View to Prevention. Arthritis Rheumatology, 1998; 41 : 1343 – 1355.
9. Setiyohadi Bambang. Osteoartritis Selayang Pandang. Dalam Temu Ilmiah
Reumatologi. Jakarta, 2003 : 27 – 31.
10. Klippel John H., Dieppe Paul A., Brooks Peter, et al. Osteoarthritis. In : Rheumatology.
United Kingdom : Mosby – Year Book Europe Limited, 1994 : 2.1 – 10.6.
11. Abbate L., Renner J.B, Stevens J., et al. Do Body Composition and Body Fat
Distribution Explain Ethnic Differences in Radiographic Knee Osteoarthritis Outcomes
in African -American and Caucasian Women? The North American Association for the
Study of Obesity, 2006; 14 : 1274 – 1281.

15
12. Amin, Niu Jingbo, Hunter David, et al. Smoking Worsens Knee Osteoarthritis. News
Center Oklahoma City, Oklahoma USA, 2006 : 1 – 4.
13. McAlindon Timothy E., Felson David T., Zhang Yuqing, et al. Relation of Dietary
Intake and Serum Levels of Vitamin D to Progression of Osteoarthritis of the Knee
Among Participants in the Framingham Study.
14. Englund M. and Lohmander L.S. Patellofemoral Osteoarthritis Coexistent with
Tibiofemoral Osteoarthritis in a Meniscectomy Population. Annals of the Rheumatic
Diseases, 2005; 64 : 1721 – 1726.
15. Carter MA. Osteoartritis. In: Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-
proses penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC; 2006. p. 1380-4.
16. Altman R.D. Criteria for the Classification of Osteoarthritis. Journal of Rheumatology,
1991; 27 (suppl) : 10 – 12.
17. Milne AD, Evans NA, Stanish WD. Nonoperative Management of Knee Osteoarthritis.
In: Hartono IM. Studi komparasi antara WOMAC index dengan Kellgren-Lawrence
grading system pada penderita osteoarthritis genu [PPDS1 thesis]. Semarang: Medical
Faculty Diponegoro University; 2007. p. 12.
18. Haq I., Murphy E., Dacre J. Osteoarthritis Review. Postgrad Med J, 2003; 79 : 377 –
383.
19. Anonim. [1986] Criteria for classification of idiopathic osteoarthtritis (OA) of the knee.
American College of Rheumatology [serial on the internet]. 2010 [cited 2010 Jan 20];
Available from:
http://www.rheumatology.org/publications/classification/oaknee.asp? aud=mem

16
17
18

Anda mungkin juga menyukai