Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH PEMAKAIAN GOWN BERGAMBAR TERHADAP

KETAKUTAN PADA ANAK USIA


PRA SEKOLAH YANG MENGALAMI HOSPITALISASI DI RUANG
ANAK RS INDRIATI

Fitri Noor Millaningrum1) Ratih Dwilestari PujiUtami2) Noerma Shovie Rizqiea3)


1)
Mahasiswa Program Studi Keperawatan Program Sarjana Universitas Kusuma Husada
Surakarta
2)
Dosen Program Studi Keperawatan Program Sarjana Universitas Kusuma Husada
Surakarta

ABSTRAK

Hospitalisasi merupakan pengalaman takut bagi anak dan keluarga. Kecemasan dan
ketakutan anak yang paling utama adalah perpisahan dengan orang tua, lingkungan yang
asing, kesendirian dan kehilangan kontrol, dan kebebasan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui ketakutan anak sebelum dan sesudah pemakaian gown bergambar saat
melakukan perawatan. Penelitian ini menggunakan metode Quasi Eksperimental dengan
Pre and post test without control. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
non probality Sampling dengan jumlah sampling 52 responden, anak usia 3-6 tahun di
rumah sakit Indriati Sukoharjo. Penelitian ini menggunakan kuesioner CMFS-R. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa sebelum menggunkan gown bergambar jumlah anak
yang mengalami ketakutan dengan tingkat sangat takut sebanyak 35 responden (67,3%)
dan tidak takut sama sekali 17 responden (32,7%). Setelah menggunaan gown jumlah anak
yang mengalami ketakutan dengan tingkat sangat takut sebanyak 13 responden (25.0%)
dan tidak takut sama sekali sebanyak 39 responden (75%). Disimpulkan ketakutan anak
akibat hospitalisasi di Rumah Sakit Indriati Sukoharjo setelah dilakukan tindakan
pemakaian gown bergambar oleh perawat tingkat ketakutan anak menurun menjadi
(25,0%). Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan refrensi bagi penelitian
selanjutnya dan dapat ditambahkan intervensi sebagai terapi ketakutan pada anak.

Kata Kunci : ketakutan, anak prasekolah, hospitalisasi, gown bergambar


Daftar Pustaka : 30 (2011-2020)

ABSTRACT
Hospitalization is an anxious, fearful experience for children and families.
Children experience anxiety and fear like separation from parents. This study aimed to
determine the children's anxiety before and after dressing in a picture gown during
treatment. This study adopted a quasi-experimental method with pre and post-test without
control. Sampling applied non-probability sampling with 52 children aged 3-6 years as
respondents at the Indriati of Sukoharjo hospital. The instrument practiced the CMFS-R
questionnaire. The result on pre-dressing gowns presented 35 respondents (67.3%) with
extreme fear and 17 respondents (32.7%) without fear. In the post-intervention, 13
respondents (25.0%) experienced anxiety with extreme fear and 39 respondents (75%)
were without fear. The research infers that nurses' pictured gowns could reduce
hospitalized children's fear to 25.0% at the Indriati Hospital of Sukoharjo. It is expected
to be a supplementary material for further research and fear therapy for children.

Keywords : Fear, Preschool Children, Hospitalization, Pictured Gown.


Bibliography : 30 (2011-2020.

1
PENDAHULUAN

Anak adalah individu yang Organization (WHO) pada tahun 2015


selalu mengalami perubahan yaitu adalah sebanyak 45% dari keseluruhan
dimulai dari bayi, hingga pada masa jumlah pasien anak usia pra sekolah
remaja. Pada masa pertumbuhan dan yang dihospitalisasi (WHO, 2015).
perkembangan anak tidak selalu dalam Angka kesakitan anak di Indonesia
kondisi sehat yang optimal tetapi juga mencapai lebih dari 45% dari jumlah
anak berada pada rentang sehat sakit keseluruhan populasi anak di Indonesia
(Mariyam, 2011). Anak belajar mandiri (Kemenkes RI, 2018). Menurut data
dimulai sejak usia prasekolah (3- Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun
6tahun), seorang anak akan belajar 2018 angka rawat inap anak di Indonesia
mengembangkan kemampuan dalam naik sebesar 13% dibandingkan pada
menyusun bahasa dan memulai tahun 2017 (Badan Pusat Statistik,
berinteraksi dengan orang lain. Pada 2018). Persentase Anak usia 0-17 tahun
usia ini anak mampu melakukan yang menjalani rawat inap di Provinsi
berbagai gerakan seperti berhitung, Jawa Tengan didaerah pedesaan
berlari, dan melempar (Kyle and sebanyak 4,64% (Profil Anak
Carman, 2014). Indonesia, 2018 ).

Penyakit dan hospitalisasi sering Reaksi anak usia pra sekolah


kali menjadi krisis pertama yang harus yang mengalami ketakutan akibat
dihadapi anak, terutama selama tahun hospitalisasi disebabkan karena mereka
awal sangat rentan terhadap krisis belum beradaptasi dengan lingkungan di
penyakit dan hospitalisasi karena stress rumah sakit, masih merasa asing,
akibat perubahan dari keadaan sehat perpisahan dengan orang tua, takut
biasa dan rutinitas lingkungan . Anak dengan cidera atau perlukaan dan para
usia pra sekolah menangis dengan petugas kesehatan yang menggunakan
tenang, menolak untuk tindakan seragam sehingga anak tidak dapat
invasive, makan , atau minum obat , atau mengontrol emosi dan mengalami
secara umum tidak kooperatif dengan ketakutan menimbulkan trauma bagi
tenaga medis. Anak yang mengalami anak, reaksinya berupa menolak
hospitalisasi akan kehilangan kontrol makanan, sering bertanya, menangis dan
terhadap lingkungan (Kyle and Carman, tidak kooperatif dengan petugas
2014). Hospitalisasi merupakan proses kesehatan.. Sejalan dengan penelitian
dimana karena suatu alasan tertentu baik (putri, 2020) menyatakan bahwa anak
darurat atau bencana mengharuskan prasekolah saat menjalani hospitalisasi
anak tinggal di rumah sakit menjalani mengalami ketakutan yang tinggi.
terapi dan perawatan sampai Seperti halnya (kyle & Carman, 2014)
pemulangan kembali kerumah menyatakan bahwa tingkat ketakutan
(Supartini, 2012). Hospitalisasi dapat anak usia prasekolah saat menjalani
menyebabkan perubahan yang negatif hospitalisasi lebih tinggi dibandingkan
yaitu anak akan takut pada lingkungan usia yang lain.
yang baru, anak lebih sering menangis, Atraumatic care merupakan
manja, agresif dan mengalami tindakan asuhan keperawatan yang
kemunduran dalam perkembangan terapeutik dengan menyediakan
(Susanti, 2013). lingkungan yang nyaman oleh petugas
kesehatan (Bolin, 2011). Beberapa
Prevelensi (angka kesakitan) tindakan atraumatic care adalah
hospitalisasi pada anak usia pra sekolah memodifikasi lingkungan rumah sakit
menurut data World Health seperti dekorasi rumah sakit bernuansa

2 2
anak, menggunakan tirai, papan nama 31 juli 2021 tercatat ada 86 anak usia
bergambar binatang, sprei bergambar prasekolah yang menjalani rawat inap.
bunga, dinding dicat dengan warna Wawancara peneliti kepada 5 orang tua
cerah, menggunakan pakaian perawat yang menunggu anaknya, didapatkan 4
non konfesional atau seragam perawat orang tua mengatakan anak masih
berwarna menunjukan peningkatan teringat saat di IGD dilakukan
hubungan antara anak dan perawat, pemasangan infus dipegangi oleh
berpotensi mengurangi banyak perawat yang menggunakan baju
ketidaknyamanan yang dialami anak berwarna hijau, dan 1 orang tua
karena hospitalisasi (Batalha et al, mengatakan saat diruangan, infus anak
2010). Atraumatic care dapat macet seorang perawat yang datang
memberikan asuhan keperawatan yang masuk keruang perawatan memakai baju
tidak menimbulkan rasa trauma baik berwarna hijau akan melepas dan
fisik maupun psikis pada anak dan memasang ulang infus, anak menolak
keluarga (Fradianto, 2014). Atraumatic dengan menunjukkan respon menangis
care diruang anak perlu diterapkan menjerit saat dilakukan tindakan medis .
untuk mengurangi ketakutan akibat Saat perawat melakukan wawancara ke
hospitalisasi. Ketika anak sakit dan anak pra sekolah usia 3-6 tahun satu
dianjurkan untuk dirawat di rumah sakit diantaranya mengatakan “ Semua yang
anak tidak terlepas dari dampak negatif pake baju hijau nakal sukanya nyuntik
hospitalisasi, dengan melibatkan orang aku “ orang tua mengatakan di IGD saat
tua dalam setiap tindakan atau dilakukan pemasangan infus oleh
implementasi yang akan dilakukan perawat disana perawat menggunakan
untuk kesembuhan sang buah hati. gown berwarna hijau. Anak menjadi
Pemakaian seragam perawat putih-putih takut melihat atribut yang digunakan
bisa menjadi faktor penyebab oleh perawat yang membuat kesan
peningkatan kecemasan pada anak menakutkan dan fobia , dimana fobia
(Hatfield, 2014). merupakan salah satu bentuk gangguan
Seragam perawat dapat kecemasan. Tujuan dari penelitian ini
menimbulkan peningkatan kecemasaan adalah untuk mengetahui pengaruh
pada anak saaat dilakukan perawatan di penggunaan gown bergambar terhadap
rumah sakit. Seragam perawat pada ketakutan pada anak usia pra sekolah
dasarnya adalah stimulus yang yang mengalami hospitalisasi di Ruang
menyebabkan anak takut (Hatfield, Anak RS Indriati.
2014). Seragam yang bernuansa putih
membawa persepsi yang kurang METODOLOGI PENELITIAN
menyenangkan dan muncul persepsi
menakutkan bagi anak (Supartini, 2012). Penelitian ini dilaksanakan di
Penggunaan baju bermotif atau RS Indriati Sukoharjo. penelitian yang
berwarna dapat membuat anak lebih digunakan yaitu penelitian kuantitatif,
tenang, dan nyaman serta mengurangi eksperiemen semu yang bertujuan untuk
ketegangan akibat lingkungan baru menyelidiki ada tidaknya hubungan
(Indrawati, 2020). Rompi bergambar sebab akibat serta seberapa besar
merupakan salah satu bentuk solusi hubungan sebab akibat tersebut dengan
untuk mengatasi ketakutan pada anak cara memberikan perlakuan – perlakuan
terhadap seragam yang digunakan oleh tertentu pada beberapa kelompok
perawat (quartilosia et al). eksperimental untuk mengetahui
pengaruh pemakaian alat pelindung diri
Berdasarkan studi awal yang (Gown) bergambar terhadap ketakutan
dilakukan peneliti, data yang didapatkan pada anak usia prasekolah yang
dari rekam medik (Rumah Sakit Indriati mengalami hospitalisasi di ruang anak
Sukoharjo) tanggal 1 juni 2020 sampai RS Indriati . Penelitian ini menggunakan

3
rancangan penelitian Quasi Karakteristik Penilaian
Eksperimental dengan Pre and post test Min Max Mean
without control yang artinya peneliti Usia 3 6 3,94
hanya melakukan intervensi pada satu Bedasarkan hasil penelitian yang
kelompok tanpa pembanding dengan dilakukan pada anak usia praskolah saat
maksud peneliti ingin mengetahui mengalami hospitalisasi diruang anak Rs
apakah ada perbedaan sebelum dan Indriati Sukoharjo menunujukkan
sesudah diberikan intervensi karakteristik responden berdasarkan usia
penggunaan gown bergambar yaitu rata-rata berusia 4 tahun, dengan
(Dharma,2011). Populasi dalam usia termuda 3 tahun dan usia tertua
penelitin ini adalah anak usia adalah 6 tahun. Hal ini sejalan dengan
prasekolah yang menjalani rawat penelitian yang dilakukan Putri (2020)
inap dirumah sakit Indriati Sukoharjo yang meneliti tentang gambaran
yaitu sebanyak 52 anak pada bulan ketakutan anak usia pra sekolah yang
Oktober tahun 2021. Kriteria inklusi mengalami hospitalisasi paling banyak
dalam penelitian ini adalah anak yang terjadi pada usia 4 tahun (31,6%). Hal
menjalani rawat inap minimal 1 hari ini juga didukung oleh Amalia (2018)
yang mengatakan bahwa pada usia
dan maksimal 7 hari, orangtua dapat
prasekolah merupakan fase
membaca dan menulis, a,nak yang perkembangan pada anak, dimana anak
dapat diajak komunikasi atau mulai memiliki kesadaran tentang
berbicara, anak pada usia prasekolah dirrinya sendiri dan dapat mengenal
(3-6 tahun). Kriteria eksklusi pada beberapa hal yang dianggap berbahaya
penelitian ini adalah anak yang bagi anak tersebut yang dianggap anak
menjalani rawat inap dengan kondisi akan mencelakai dirinya sendiri.
yang lemah, anak yang menjalani Perasaan takut pada anak usia
perawatan intensif, anak dalam keadaan prasekolah terhadap keamanan tubuhnya
tidak sadarkan diri atau koma (Ilmiasih, lebih tinggi dibandingkan pada usia
2012). sekolah (Kyle & Carman 2017).
Instrumen yang digunakan dalam Tabel 1.2 Distribusi frekuensi
penelitian ini adalah menggunakan karakteristik jenis kelamin :
kuesioner CMFS-R (Child Medical Fear
Scale-Revised). Saat anak menjalani Usia Frekuens Presentas
rawat inap dirumah sakit minimal 1 hari i (f) e (%)
dan maksimal 7 hari diukur ketakutan Laki-laki 17 32,7
anak tersebut saat menjalani Perempua 35 67,3
hospitalisasi menggunakan kuesioner n
CMFS-R. Jumlah 52 100.0

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian


menunjukan responden paling banyak
Berdasarkan penelitian yang telah adalah perempuan dengan 35 responden
dilakukan terhadap 52 responden dengan (67,3%) sedangkan laki-laki sebanyak
metode pre dan post test penggunaan 17 responden (32,7%). Hal ini sejalan
gown bergambar selama 1x24 jam dengan penelitian Putri (2020) yang
didapatkan hasil sebagai berikut : mengatakan bahwa meskipun jenis
kelamin bukan faktor dominan terhadap
1. Analisa Univariat munculnya ketakutan dan kecemasan
Tabel 1.1 distribusi responden anak, namun ada penelitian yang
berdasarkan karakteristik usia : mengatakan bahwa tingkat kecemasan
dan ketakutan anak yang tinggi terjadi

4 4
pada wanita dibandingkan dengan laki- Menurut Putri (2020) hospitalisasi
laki yaitu 2:1. sangat mempengaruhi tingginya tingkat
Sedangkan penelitian yang ketakutan anak.
dilakukan Reni (2012) mengatakan
bahwa perempuan lebih cenderung Hasil penelitian lain menunjukan
emosional dalam mengekspresikan bahwa anak yang dirawat di rumah sakit
perasaan cemas maupun takut. Sehingga cenderung memiliki perasaan yang tidak
anak perempuan memiliki tingkat nyaman karena lingkungan rumah sakit
ketakutan yang lebih tinggi4 yang tetap sama, dan membuat anak
dibandingkan laki-laki pada saat tidak bisa bebas bergerak sesuai dengan
hospitalisasi dirumah sakit. Selain itu keinginannya (Westwood N, 2012).
pada perempuan juga dipengaruhi oleh Menurut Reni (2012) anak usia
faktor budaya dan faktor hormonal yang prasekolah akan memberikan reaksi
berbeda antara perempuan dan laki-laki. negatif terhadap hospitalisasi. Pada
tahap ini akan beresiko mengalami
Tabel 1.3 Identifikasi Ketakutan kecemasan akibat dari perpisahan.
Anak Usia Pra Sekolah yang Mengalami Selain itu anak juga belum mampu
Hospitalisasi di Ruang Anak RS Indriati memahami tujuan dilakukan perawatan,
Sebelum Pemakaian Gown Bergambar : akan tetapi sering mengalami tindakan
perawatan yang menyakitkan dan
menjadikan stress saat diberikan
perawatan dirumah sakit. Selain itu
Pre Test Frekuensi Persentase lingkungan sekitar rumah sakit menjadi
(f) (%) salah satu faktor yang mempengaruhi
peningkatan ketakutan pada anak.
Tidak 17 32,7 Lingkungan fisik rumah sakit seperti
Takut bangunan atau ruang rawat, alat-alat,
Sama dan bau yang khas, pakaian putih
Sekali petugas rumah sakit maupun lingkungan
sosial seperti sesama pasien anak dan
Sangat 35 67,3 sikap petugas kesehatan mengakibatkan
Takut anak memiliki perasaan yang sering
muncul adalah perasaan yang cemas,
Jumlah 52 100 tegang, nyeri, perasaan tidak
menyenangkan dan rasa takut (Yusuf,
Berdasarkan dari hasil 2013).
penelitian ini adalah menunjukan hasil Tabel 1. 4 Identifikasi
bahwa sebelum pemakaian gown Ketakutan Anak Usia Pra Sekolah yang
bergambar mayoritas responden Mengalami Hospitalisasi di Ruang Anak
memiliki memiliki ketakutan sangat RS Indriati Sesudah Pemakaian Gown
takut selama hospitalisasi sebanyak 35
responden (67,3%). Hal ini sesuai
dengan pengukuran CMSF-R yang Post Test Frekuensi Persentase
dilakukan oleh Istiningtyas (2017) (f) (%)
dimana jawaban nilai yang melebihi
rata-rata maka dimasukkan dalam Tidak Takut 39 75,0
kategori sangat takut dan jika dibawah Sama Sekali
rata-rata makan dikategorikan tidak
takut sama sekali. Hal ini sejalan dengan Sangat Takut 13 25,0
penelitian yang dilakukan oleh Putri
(2020) yang mendistribusi frekuensi
Jumlah 52 100
rata-rata sebanyak 73,7% (14 responden)
anak memiliki ketakutan sangat takut.
5
Bergambar :

Dari hasil penelitian ini dapat diketahui akan diberikan. Menurut peneliti dengan
tingkat ketakutan anak usia prasekolah adanya rasa saling percaya anak akan
yang menjalani hospitalisasi di ruang bertindak kooperatif saat diberikan
anak RS Indriati Sukoharjo menunjukan tindakan medis oleh perawat yang
hasil bahwa setelah pemakaian gown memakai gown bermotif kesukaan
mayoritas responden memiliki ketakutan mereka. Anak akan mendapatkan
tidak takut sama sekali selama informasi yang jelas terlebih dahulu
hospitalisasi sebanyak 39 responden sebelum dan sesudah mendapatkan
(75%). prosedur rumah sakit, sehingga
Hal ini sejalan dengan penelitian ketakutan anak berkurang selama dan
yang dilakukan oleh Subandi (2012), setelah tindakan (Gordon JB et al.,
mengenai penggunaan spalk bermotif 2011).
untuk meningkatkan tingkat kooperatif
anak usia pra sekolah yang 2. Analisa Bivariat
menunjukkan perbedaan yang signifikan Analisa bivariat dalam penelitian
antara kelompok kontrol dan kelompok ini untuk mengetahui pengaruh
intervensi, dimana spalk bermotif akan penggunaan gown bergambar terhadap
memberikan kenyamanan pada anak ketakutan pada anak usia pra sekolah
dalam tindakan injeksi IV sehingga anak yang mengalami hospitalisasi di Ruang
mampu kooperatif dengan tindakan. Anak RS Indriati adalah menggunakan
Selain itu penelitian ini sejalan dengan uji statistik wilcoxon sign rank test.
penelitian yang dilakuakan Reni (2012) Hasil uji pengaruh penggunaan gown
mengenai seragam rompi perawat bergambar terhadap ketakutan pada anak
bergambar terhadap tingkat kecemasan usia pra sekolah yang mengalami
anak usia pra sekolah yang hospitalisasi di Ruang Anak RS Indriati
menunjukkan pengaruh yang signifikan dapat dilihat pada tabel berikut :
antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol. Tabel 2.1 Hasil Uji Wilcoxon
Penurunan kecemasan ini Sign Rank Test :
dikarenakan pemakaian seragam
perawat yang lucu dan berwarna-warni Ketakutan Hospitalisasi Z Asymp.Sig
lebih disukai anak dan membuat anak Pre Test & Post Test -4,690 0 ,000
merasa lebih dekat dengan perawat
sehingga mampu menciptakan suasana Berdasarkan tabel 4.5
yang lebih santai, nyaman, dan menunjukan bahwa uji wilcoxon sign
menyenangkan pada anak, sehingga rank test menunjukan nilai p value =
kecemasan anak berkurang saat anak 0,000 (p value < 0,05), maka Ho ditolak
bertemu dengan perawat. Kecemasan dan Ha diterima, sehingga dapat
dan ketakutan merupakan kesadaran disimpulkan bahwa ada pengaruh
kognitif terhadap adanya ancaman, yang penggunaan gown bergambar terhadap
dapat memacu respon fisiologis dan ketakutan pada anak usia pra sekolah
psikologis pada anak, sehingga anak yang mengalami hospitalisasi di Ruang
menjadi sejahtera (Wiraguna, 2015). Anak RS Indriati..
Selain itu pemakaian gown bermotif Hal ini sejalan dengan penelitian
dapat menciptakan perasaan thrust yang dilakukan oleh Pulungan (2019)
(percaya) antara perawat dan anak mengenai penggunaan modifikasi spalk
sehingga akan meningkatkan bermotif yaitu spalk manakarra
komunikasi efektif yang akan dibandingkan dengan yang dipasang
mempengaruhi penurunan tingkat spalk rumah sakit dengan nilai p= 0,026.
ketakutan anak akan suatu tindakan yang Penelitian Reni (2012) mengenai

6 6
pengaruh penggunaan rompi bergambar bergambar memberikan suasana yang
terhadap kecemasan anak dengan nyaman sehingga menciptakan perasaan
hospitalisasi dengan nilai p value = yang menyenangkan bagi anak dalam
0,003. menerima tindakan perawatan di rumah
Menurut Pulungan (2019) dalam sakit selama hospitalisasi. Pengaruh
penelitiannya tentang penggunaan obyek pemakaian gown bergambar terhadap
motif (stiker) pada elastic bandage akan ketakutan pada anak usia prasekolah
ditangkap oleh mata dan dilanjutkan yang mengalami hospitalisasi di ruang
oleh sistem saraf optikus. Stimulus ini anak Rumah Sakit Indriati Sukoharjo
dilanjutkan menuju lobus temporalis dengan nilai p value = 0,000.
pada area brodman untuk dilanjutkan ke
area wernicke dan dilakukan proses SARAN
pemaknaan sinyal. Pemaknaan sinyal
diteruskan menuju sistem limbik pada Berdasarkan hasil penelitian
daerah amigdala sebagai fungsi bawah tersebut, diharapkan untuk meneliti
sadar respon perilaku emosi. Perasaan pengaruh pelatihan dengan metode
senang dari amigdala dilanjutkan maupun jenis penelitian yang berbeda.
menuju hipotalamus yang berkaitan Peneliti lain juga dapat menjadikan
dengan pengeluaran hormon anti stres penelitian ini sebagai salah satu
yaitu endorfin sehingga sistem saraf dan pandangan agar dapat melakukan
otot menjadi relaksasi sehingga anak penelitian yang lebih komprehensif dan
merasa lebih rileks dan nyaman. Rompi juga dapat melakukan penelitian dengan
atau gown bergambar warna-warni dan topic yang sama dengan responden yang
bermotif lucu akan dipersepsikan berbeda, sehingga hasil penelitian dapat
sebagai obyek yang menyenangkan bagi dibandingkan. Bagi profesi perawat
anak-anak. Selain itu gown bergambar penelitian ini dapat digunakan sebagai
merupakan bagian dari bentuk salah satu sumber ilmu informasi dan
keperawatan atraumatik , yaitu perawat lebih kreatif dalam memilih
perawatan yang tidak menimbulkan stres media dan metode pendidikan kesehatan
fisik maupun psikologis (Reni, 2012). agar meningkatkan keterampilan siswa
Jika dikaitkan dengan teori comfort yang maupun masyarakat..
dikemukakan oleh Colcaba, penggunaan
gown ini bertujuan untuk mengurangi
ketakutan. Ketakutan merupakan bentuk
gangguan kebutuhan rasa aman dan
nyaman yang membutuhkan perawatan
dalam hal ini yaitu penggunaan gown
bergambar. Gown bergambar membuat
suasana menjadi nyaman (enhace
comfort) dan menyenangkan sehingga
dapat menurunkan rasa takut dan cemas
anak terhadap proses perawatan di
rumah sakit dalam masa hospitalisasi.

KESIMPULAN

Pemakaian gown bergambar


menyebabkan adanya penurunan
ketakutan anak pada hospitalisasi
dikarenakan dengan pemakain gown

7
Usia Pra Sekolah Yang
Mengalami Hospitalisasi
DAFTAR PUSTAKA diRSUD dr. Soedarso
Pontianak.http://jurnal.
Badan Pusat Statistik. (2018). Profil Untan.ac.id/index.php.fk
Kesehatan Ibu dan Anak /article/view/5274
2018. Jakarta : Badan diunduh tanggal 10
Pusat Statistik. Januari 2021.
Bolin. (2011). Hubungan antara
Penerapan Autraumatik Care Hidayat, (2011). Metode Penelitian
Dalam Pemasangan Infus Kebidanan Dan Teknik
Mengalami Hospitalisasi Di Analisa Data. Jakarta:
IRNA D Anak Rumah Sakit DR. Salemba Medika.
M. Djamil Padang Tahun 2011.
Padang: Universitas Andalas. Ilmsih, Reni. (2012). Pengaruh Seragam
Breving, R. M., Ismanto, A. Y., Onibala, Perawat: Rompi
F. (2015). Pengaruh Bergambar Terhadap
penerapan atraumatic Kecemasan Anak Pra
care terhadap respon Sekolah Akibat
kecemasan anak yang Hospitalisasi. Thesis.
mengalami hospitalisasi Jakarta. Fakultas Ilmu
di RSU Pancaran Kasih Keperawatan :
GMIM Manado dan Universitas Indonesia
RSUP Prof. DR. R.D.
Kandou Manado. Istinengtyas. et al., (2017). Relationship
eJournal Keperawatan. Between Nurse Supports
3(2): 1-9 And FearsnOf
Hospitalized School
Dharma, (2011). Metodologi Penelitian Age Children In PKU
Keperawatan. Muhamadiyah Hospital,
Jakarta : Trans Info Yogyakarta, Indonesia.
Media Belitung Nursing
Journal.3. (4) :376-382.
Enok, S., Marwah (2017) “Perbedaan
Kecemasan Anak Usia
Prasekolah Pada Kementrian Kesehatan RI. (2018). Riset
Tindakan Injeksi Kesehatan Dasar.
Dengan Diterapkan Dan Jakarta : Kemenkes RI.
Tanpa Diterapkan Diakses pada tanggal 02
Pemakaian Rompi Januri 2021
Bergambar Di Ruang
Melati RSUD Abdul Ketut Arta Agus Wiguna, Francisca
Wahab Sjahranie Shanti, K., Made
samarinda”. Jurnal Sumarni. (2015).
Ilmiah Manuntung. 3(1), Pengaruh Penggunaan
106-115, 201. Elastic Bandage
Fradianto, I. (2014).Pengaruh Terapi Bermotif (Stiker)
Bermain Lilin Terhadap Terhadap Tingkat
Penurunan Tingkat Kooperatif Anak Usia
Kecemasan Pada Anak Pra Sekolah Selama

8
8
Prosedur Injeksi IV Nursalam. (2013). Metodologi
(Intra Vena) Perset. Penelitian Ilmu
Program Studi Ilmu Keperawatan.
Keperawatan Fakultas Jakarta.
KedokteranUniversitas
Udayana. RSUP Nursalam. (2016). Metodelogi
Sanglah Denpasar. Penelitian Ilmu
Keperawatan
Kyle T & Carman S. (2014). Buku Ajar Pendekatan Praktis.
Keperawatan Pediatri.2.
Jakarta : Penerbit Buku Putri, NT. (2020). Gambaran Ketakutan
Kedokteran EGC. Anak Usia Prasekolah
Akibat Hospitalisasi.
Mariyam, Nurhaeni, N., Besral. (2011). 7(2):13-17
Pengaruh Guided
Imagery Terhadap
Tingkat Nyeri Anak
Usia 7-13 Tahun Saat
Dilakukan Pemasangan
Infus Di RSUD Kota
Semarang. Tesis.
Fakultas Megister
Keperawatan,
Peminatan Keperawatan 8
Anak : Universitas
Indonesia.
Notoatmodjo. (2012). Metodologi
Penelitian
Kesehatan. Jakarta
: Renika Cipta.

Notoatmojo (2014). Ilmu Perilaku


Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.

9
10

Anda mungkin juga menyukai