Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hospitalisasi adalah masuknya individu ke rumah sakit sebagai pasien
dengan berbagai alasan seperti pemeriksaan diagnostik, prosedur operasi dan
perawatan medis, pemberian obat dan menstabilkan atau pemantauan kondisi
tubuh (Saputro & Fazrin 2017). Penyakit dan hospitalisasi sering kali menjadi
faktor utama yang harus dihadapi anak. Anak sangat rentan terhadap krisis
penyakit dan hospitalisasi, antara lain stres akibat perubahan dari keadaan sehat
dan rutinitas lingkungan serta anak memiliki jumlah mekanisme koping yang
terbatas untuk menghadapi stressor (Hockenberry dan Wilson, 2015).
Pravelansi anak yang dirawat dirumah sakit mengalami peningkatan
yang cukup besar. Menurut data United Nations Children’s Fund (UNICEF)
tahun 2015, Pravalensi anak yang menjalani hospitalisasi sekitar 84% dari
jumlah anak di dunia. Indonesia merupakan negara dengan angka kematian
anak 27 per 1000 kelahiran hidup. Menurut Survei Kesehatan Nasional
(SUSENAS) tahun 2010 jumlah anak usia prasekolah di Indonesia sebesar 72%
dari jumlah total penduduk Indonesia, dan diperkirakan dari 35 per 100 anak
menjalani hospitalisasi dan 45% diantaranya mengalami kecemasan.
Perawatan dirumah sakit akan memberikan pengalaman yang berbeda
pada setiap anak. Anak- anak akan menunjukan berbagai perilaku sebagai
reaksi terhadap pengalaman hospitalisasi. Anak dapat bereaksi terhadap stres
hospitalisasi sebelum mereka masuk, selama hospitalisasi, dan setelah
pemulangan. Stresor utama dari hospitalisasi antara lain adalah perpisahan,
kehilangan kendali, cedera tubuh, dan nyeri. Reaksi anak terhadap krisis-krisis
tersebut dipengaruhi oleh usia perkembangan mereka, pengalaman mereka
sebelumnya dengan penyakit, perpisahan atau hospitalisasi, keterampilan

1
2

koping yang mereka miliki dan dapatkan, keparahan diagnosis dan sistem
pendukung yang ada (Hockenberry dan Wilson, 2015).
Cemas akibat perpisahan dibagi menjadi tiga fase yaitu fase protes, fase
putus asa, dan fase pelepasan. Salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah
stres akibat hospitalisasi adalah jumlah kendali yang anak tersebut rasakan.
Kurangnya kendali akan meningkatkan persepsi ancaman dan dapat
mempengaruhi keterampilan koping anak-anak. Anak prasekolah juga
menderita akibat kehilangan kendali yang disebabkan oleh restriksi fisik,
perubahan rutinitas dan ketergantungan yang harus dipatuhi. Takut cedera
tubuh dan nyeri sering terjadi di antara anak-anak. Konsep sakit dimulai selama
periode prasekolah dan dipengaruhi oleh kemampuan kognitif pada tahap
praoperasional (Hockenberry dan Wilson, 2007).
Kecemasan adalah rasa takut yang tidak jelas disertai dengan perasaan
ketidakpastian, ketidak berdayaan, isolasi dan ketidakamanan (Stuart, 2016).
Kecemasan akibat perpisahan merupakan stres terbesar yang ditimbulkan oleh
hospitalisasi selama masa kanak-kanak awal. Pada anak usia prasekolah, stres
karena penyakit biasanya membuat anak menjadi kurang mampu menghadapi
perpisahan. Akibatnya, anak akan menunjukan banyak tahap perilaku cemas
akibat perpisahan. Anak juga dapat menunjukan kecemasan akibat perpisahan
dengan cara menolak makan, mengalami sulit tidur, menangis diam-diam
karena kepergian orangtua mereka, terus bertanya kapan orangtua mereka akan
datang, atau manarik diri dari orang lain. Anak dapat mengungkapan rasa
marah secara tidak langsung dengan memecahkan mainan, memukul anak lain,
atau menolak bekerja sama selama aktivitas perawatan diri yang biasa
dilakukan (Hockenberry dan Wilson, 2015).
Salah satu cara yang efektif untuk mengurangi kecemasan akibat dampak
dari hospitalisasi anak yaitu dengan cara terapi bermain. Dunia anak adalah
dunia bermain. Melalui kegiatan bermain, semua aspek perkembangan anak
ditumbuhkan sehingga anak-anak menjadi lebih sehat sekaligus cerdas. Saat
bermain, anak-anak mempelajari banyak hal penting. Dengan bermain bersama
teman, anak-anak akan lebih terasah rasa empatinya, mereka juga bisa
3

mengatasi penolakan dan dominasi, serta bisa mengelola emosi (Adriana,


2017).
Bermain bersifat terapeutik pada berbagai usia. Bermain memberikan
sarana untuk melepaskan diri dari ketegangan dan stres yang dihadapi di
lingkungan. Dalam bermain, anak dapat mengekspresikan emosi dan
melepaskan impuls yang tidak dapat diterima dalam cara yang dapat diterima
masyarakat. Anak-anak mampu untuk mencoba dan menguji situasi yang
menakutkan dan dapat menjalankan dan menguasi peran dan posisi yang tidak
dapat mereka lakukan di dunia nyata. Anak-anak banyak menunjukan diri
mereka sendiri dalam bermain. Dalam bermain anak-anak mampu
mengomunikasikan kebutuhan, rasa takut, dan keinginan mereka kepada
pengamat yang tidak dapat mereka ekspresikan karena keterbatasan
ketermpilan bahasa mereka (Wong, 2009).
Bermain merupakan aktivitas yang dapat dilakukan anak sebagai upaya
stimulasi pertumbuhan dan perkembangannya. Bermain pada anak yang
dirawat dirumah sakit menjadi media bagi anak untuk mengekspresikan
perasaan, relaksasi, distraksi perasaan yang tidak nyaman (Supartini, 2004).
Kegiatan bermain tidak hanya dibutuhkan oleh anak yang sehat. Anak yang
sakitpun memerlukannya, apalagi saat mereka harus menjalani rawat inap
dirumah sakit atau hospitaisasi (Adriana, 2017).
Terapi bermain mewarnai gambar juga merupakan salah satu jenis terapi
bermain yang efektif untuk merubah perilaku anak dalam menerima perawatan
dirumah sakit. Melalui pemberian terapi bermain mewarnai, anak dapat
mengekspresikan pikiran, perasaan, fantasi, dan dapat mengembangkan
kreativitas anak. Melalui aktivitas mewarnai gambar dapat menjadikan diri
anak lebih senang dan nyaman serta stress dan ketegangan dapat dihindarkan
(Rani, 2019).
Berdasarkan hasil penelitin yang dilakukan oleh Davidson Bency (2014)
dapat diambil kesimpulan bahwa pada kelompok control tidak ada perbedaan
yang signifikan rata-rata dan kecemasan standar deviasi dilevel (M=49.5, 88
SD = 8.30, 8,56) sebelum dan sesudah terapi. Sedangkan pada kelompok
4

eksperimen perbedaan signifikan rata-rata dan sesudah kecemasan deviasi


(M=49,42, 76 SD 8.40, 8.29) dicatat sebelum dan sesudah terapi p<0.001.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Herniati (2015) dapat
diambil kesimpulan bahwa terapi bermain (mewarnai) pada pasien anak
prasekolah yang mengalami hospitalisasi diperoleh nilai p value = 0,0001 < α
0,05 yang berarti bahwa ada efektivitas terapi bermain (mewarnai) terhadap
peningkatan dampak hospitalisasi positif pada pasien anak usia prasekolah
yang mengalami hospitalisasi di Rumah Sakit Zainab Pekanbaru.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Fricilia (2014) menunjukan
nilai rata-rata tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah sebelum diberikan
terapi bermain sebesar 42,43 dan setelah diberikan terapi bermain diperoleh
nilai rata-rata 37,17 yang berarti terjadi penurunan tingkat kecemasan anak
prasekolah dengan nilai rata-rata sebesar 5,26. Jadi dapat disimpulkan bahwa
ada pengaruh penurunan tingkat kecemasan anak usia prasekolah yang
mengalami hospitalisasi dari sebelum dan sesudah dilakukan terapi bermain
mewarnai gambar di Ruangan Irina E BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Rani (2018)
mengemukakan bahwa hasil penelitian pada terapi menggambar didapatkan
nilai pre-test 13 responden (86,7%) berada dalam cemas berat dengan nilai rat-
rata 2,13, sedangkan nilai post-test 9 responden (60%) berada dalam cemas
sedang dengan nilai rata-rata 3,13. Hasil penelitian dari terapi bermain
mewarnai didapatkan nilai pre-test 11 responden (73,4%) berada dalam cemas
berat dengan nilai rata-rata 2,0 sedangkan nilai post-test 10 responden (66,7 %)
berada dalam cemas ringan dengan nilai rata-rata 3,36. Jadi dapat disimpulkan
bahwa ada perbedaan efektifitas terapi menggambar dan mewarnai gambar
terhadap penurunan kecemasan pada anak usia prasekolah di Rumah Sakit
RSUD dr. H. Andi Abdurrahman Noor.
Rumah Sakit Umum Daerah Soreang yang berada di Kabupaten
Bandung, mempunyai peranan penting dalam upaya memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat. RSUD Soreang sebagai salah satu Satuan Kerja
5

Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung memiliki


tupoksi utama memberikan pelayanan kesehatan rujukan di Kabupaten
Bandung. RSUD Soreang mempunyai instalasi pelayanan kesehatan rawat
inap, salah satunya rawat inap anak di ruangan anyelir dan melati. Berdasarkan
hasil wawancara dengan perawat yang bertugas pada tanggal 8 maret 2019,
terdapat 34 tempat tidur yang tersebar di kelas II dan III di ruang anyelir dan
melati RSUD Soreang. Ruang Anyelir memiliki 12 tempat tidur untuk kelas II
dan 8 tempat tidur untuk kelas III, sedangkan diruang melati memiliki 14
tempat tidur untuk kelas III saja.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di ruangan anak
Anyelir dan Melati RSUD Soreang, selama 3 bulan terakhir dari bulan
desember 2018 sampai dengan februari 2019 didapatkan data jumlah pasien
anak usia 3-5 tahun sebanyak 98 pasien. Hasil observasi menemukan anak
yang menangis terutama saat dilakukan tindakan perawatan. Selain menangis,
pasien anak juga tidak mau berpisah dengan orangtua/walinya dan menghindar
ketika akan dilakukan tindakan perawatan. Di ruangan anak Anyelir dan Melati
RSUD Soreang perawat mengatakan belum ada program terapi bermain untuk
mengurangi kecemasan pada anak, sehingga tindakan perawatan menjadi tidak
maksimal. Dengan tidak adanya program terapi bermain mewarnai gambar
untuk mengurangi kecemasan pada anak di RSUD Soreang menarik peneliti
untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai
Gambar Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Anak Usia Prasekolah (3-5
tahun) Akibat Hospitalisasi di RSUD Soreang.

1.2 Identifikasi Masalah


Penyakit dan hospitalisasi sering kali menjadi krisis pertama yang harus
dihadapi anak. Anak sangat rentan terhadap krisis penyakit dan hospitalisasi,
antara lain stres akibat perubahan dari keadaan sehat dan rutinitas lingkungan
serta anak memiliki jumlah mekanisme koping yang terbatas untuk
menghadapi stresor. Anak-anak dapat bereaksi terhadap stres hospitalisasi
6

sebelum mereka masuk, selama hospitalisasi, dan setelah pemulangan


(Hockenberry, 2007).
Kecemasan akibat perpisahan merupakan stres terbesar yang timbul oleh
hospitalisasi selama masa kanak-kanak awal. Kecemasan adalah rasa takut
yang tidak jelas disertai dengan perasaan ketidakpastian, ketidak berdayaan,
isolasi dan ketidakamanan (Stuart, 2016).
Terapi bermain adalah usaha mengubah tingkah laku bermasalah,
dengan menempatkan anak dalam situasi bermain. Bermain merupakan
cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan sosial. Bermain
merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain anak-anak
akan berkata-kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan
lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukannya dan mengenal waktu,
jarak, serta suara (Adriana, 2017).

1.3 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “Apakah ada pengaruh
terapi bermain mewarnai gambar terhadap penurunan tingkat kecemasan anak
usia prasekolah (3-5 tahun) yang mengalami hospitalisasi di RSUD Soreang?”

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang
pengaruh terapi bermain terhadap penurunan tingkat kecemasan pada anak usia
pra sekolah (3-5 tahun) yang mengalami hospitalisasi di RSUD Soreang.
1.4.2 Tujuan Khusus
a) Mengetahui gambaran tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah (3-
5 tahun) yang mengalami hospitalisasi sebelum diberikan terapi
bermain.
b) Mengetahui gambaran tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah (3-
5 tahun) yang mengalami hospitalisasi sesudah diberikan terapi
bermain.
7

c) Mengetahui penurunan tingkat kecemasan pada anak prasekolah (3-5


tahun) yang mengalami hospitalisasi sebelum dan sesudah dilakukan
terapi bermain mewarnai.

1.5 Hipotesis Penelitian


Hipotesis dalam penelitian ini yaitu ada pengaruh terapi bermain
mewarnai gambar terhadap penurunan tingkat kecemasan anak usia
prasekolah (3-5 tahun) yang mengalami hospitalisasi di RSUD Soreang.

1.6 Manfaat Penelitian


1.6.1 Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan Asuhan Keperawatan pada anak yang mengalami kecemasan
pada saat hospitalisasi di RSUD Soreang.

1.6.2 Manfaat praktik


a) Meningkatkan pengetahuan perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan tentang manfaat terapi bermain bagi anak yang mengalami
kecemasan akibat hospitalisasi.
b) Meningkatkan pengetahuan perawat tentang pentingnya terapi bermain
sebagai salah satu intervensi terapi komplementer dalam memberikan
asuhan keperawatan untuk membantu menurunkan kecemasan anak usia
prasekolah yang mengalami hospitalisasi.
c) Meningkatkan pengetahuan keluarga pasien tentang terapi bermain
mewarnai gambar untuk menurunkan kecemasan anak yang sedang
menjalani hospitalisasi.

Anda mungkin juga menyukai