Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kecemasan merupakan suatu respon yang tepat terhadap ancaman,

tetapi kecemasan dapat menjadi abnormal bila tingkatannya tidak sesuai

dengan proporsi ancaman. Seseorang yang mengalami kecemasan memiliki

rentang respon dan tingkatan yang berbeda-beda. Ada empat tingkat

kecemasan yang dialami individu, yaitu kecemasan ringan, kecemasan

sedang, kecemasan berat, serta kecemasan sangat berat/ panik (Jeffrey, et

al., 2009).

Kecemasan bisa diartikan pula sebagai suatu kejadian yang mudah

terjadi atau menyebar, namun tidak mudah diatasi karena faktor

penyebabnya yang tidak spesifik. Anak yang cemas akan mengalami

kelalahan karena mengangis terus, tidak mau berinteraksi dengan perawat,

rewel, merengek minta pulang terus, menolak makan sehingga

memperlambat proses penyembuhan, menurunnya semangat untuk sembuh

(Sartika & Madya. 2012). Prevelensi kecemasan pada anak saat hospitalisasi

di Indonesia mencapai 75%.

Hospitalisasi merupakan suatu proses oleh karena itu suatu alasan

yang terencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah

sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke

rumah. Anak yang sakit dan harus dirawat di rumah sakit akan mengalami

masa sulit karena tidak dapat melakukan kebiasaan seperti biasanya.


Lingkungan dan orang-orang asing, perawatan dan berbagai prosedur yang

dijalani oleh anak merupakan sumber utama stressor, kecewa dan cemas,

terutama untuk anak yang pertama kali dirawat di rumah sakit (Elfira, 2011).

Reaksi hospitalisasi yang paling banyak dialami oleh anak adalah pada

kategori anak usia prasekolah (Meadow, 2009). Selama proses hospitalisasi,

anak dapat mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa penelitian

ditunjukan dengan pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan

kecemasan. Kecemasan dialami oleh masing-masing anak sangat bervariasi

dan membawa dampak yang berbeda-beda sesuai dengan tahapan usia

perkembangan anak, terlebih pada anak usia prasekolah, yaitu antara 3

sampai 6 tahun (Potter & Perry, 2010).

Di Indonesia angka kesakitan anak yang dirawat di rumah sakit cukup

tinggi, sekitar 35 per 1000 anak menderita sakit yang ditunjukan dengan

selalu penuhnya ruangan anak baik rumah sakit pemerintah maupun swasta

(Sumaryoko, 2012). Untuk anak-anak hospitalisasi dan penyakit merupakan

pengalaman yang penuh tekanan, terutama karena perpisahan dengan orang

tua. Anak merasa kehilangan kasih sayang dari orang yang berada di

lingkungan normalnya selama anak sehat (Potter & Perry, 2010)

Bagi anak usia prasekolah, sakit adalah sesuatu yang menakutkan.

Selain itu, perawatan di rumah sakit dapat menimbulkan cemas karena anak

merasa kehilangan lingkungan yang dirasakannya aman, penuh kasih

sayang, dan menyenangkan. Anak juga harus meninggalkan lingkungan

rumah yang dikenalnya, permainan, dan teman sepermainannya. Periode


anak usia para sekolah berada pada rentang usia 3 sampai 6 tahun.

Perkembangan fisik pada anak usia prasekolah terus berlangsung menjadi

lambat. Sedangkan perkembangan kognitif dan psikososial anak berlangsung

dengan cepat (Potter & Perry, 2010).

Reaksi anak prasekolah saat mengalamu perawatan di rumah sakit

adalah dengan menunjukan reaksi prilaku seperti protes, putus asa dan

regresi. Hal ini biasa dibuktikan dengan anak tampak tidak aktif, sedih, tidak

tertarik pada lingkungan, tidak komunikatif, mudur ke perilaku sebelumnya

(misalnya: menghisap ibu jari, mengompol dan lain-lain) dan juga perilaku

regresi seperti: ketergantungan, menarik diri dari ansietas (Wong, 2009).

Pada anak usia prasekolah dan usia sekolah rentan terkena penyakit,

sehingga banyak anak pada usia tersebut yang harus dirawat di rumah sakit

dan menyebabkan populasi anak yang dirawat di rumah sakit mengalami

peningkatan yang sangat dramatis (Wong, 2009). Berdasarkan data WHO

(2012) bahwa 3-10% anak dirawat di Asia Tenggara baik anak toddler,

prasekolah ataupun anak usia sekolah, dan sekitar 3 sampai dengan 7% dari

anak toddler dan 6 sampai 10% anak prasekolah yang menjalani

hospitalisasi (Purwandari, 2013). Di Indonesia sendiri jumlah anak yang

dirawat pada tahun 2014 sebanya 15,24% (Susenas, 2014).

Ada cara agar anak bisa mengatasi kecemasan di rumah sakit yaitu

dengan cara bermain. Salah satu fungsi bermain di rumah sakit adalah untuk

membantu mengurangi stress anak selama menjalani hospitalisasi, memberi

kesempatan untuk mempelajari bagia-bagian tubuh, memperbaiki konsep-


konsep yang salah tentang penggunaan dan tujuan peralatan serta prosedur

medis, memberi peralihan dan relaksasi, membentuk anak untuk merasa

lebih aman dilingkungan yang asing, memberi cara untuk mengurangi

tekanan, menganjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-sikap

yang positif terhadap orang lain, memberi cara untuk mengekspresikan ide

kreatif dan minat, memberi cara untuk tujuan terapeutik (Adriana & Dian,

2013).

Permainan yang dikuasai anak prasekolah diantaranya adalah

puzzle, boneka puppet, mewarnai gambar dll. Puzzle meruapakan alat

permainan sederhana yang dimainkan dengan bongkar pasang yang edukatif

dan dapat merangsang daya imajinasi anak (Adriana, 2011).

Menurut penelitian yang menunjang permainan puzzle dari Noverita,

Mulyadi, dan Mudatsir (2017) menunjukan bahwa terdapat pengaruh antara

terapi bermain terhadap penurunan tingkat kecemasan pada anak usia 3-6

tahun. Kecemasan menurut David A. Tomb dalam Riyadi (2013) adalah suatu

perasaan takut yang tidak menyenangkan yang sering disertai gejala

fisiologis, sedangkan pada gangguan ansietas terkandung unsur ketakutan

yang dalan dab

Rumah Sakit Umum Daerah Sayang Cianjur merupakan salah satu

rumah sakit yang terdapat di Kabupaten Cianjur yang memiliki fasilitas ruang

rawat inap untuk anak. Ruang rawat inap anak salah satunya yaitu ruang

Samolo 3. Dimana jumlah pasien rawat inap ruang Aromanis selama tiga
bulan terakhir dari bulan November 2018 – Januari 2019 adalah sebagai

berikut:

Tabel 1.1 Rekapitulasi anak yang dirawat di Ruang Aromanis RSUD

Sayang Cianjur

Bulan Infant Prasekolah Sekolah Toddler


November 2018 63 55 62 67
Desember 2018 89 60 44 35
Januari 2019 120 57 69 44
272 175 172 146

Sumber: Medical Record Ruang Aromanis Lt. 1 RSUD Sayang Cianjur 2018.

Berdasarkan table 1.1 jumlah anak yang dirawat di ruang Aroamis

selama 3 bulan terakhir dari bulan November 2018 sampai Januari 2019

didapatkan hasil jumlah anak yang dirawat tertinggi adalah kategori usia

infant dengan total 272 anak. Jumlah anak dirawat terbanyak kedua adalah

anak usia prasekolah dengan jumlah 175 anak. Jumlah anak sekolah yang

dirawat 3 bulan terkakhir dengan jumlah 172 anak.

Hasil observasi langsung yang dilakukan pada tanggal 22 januari

2020 pada anak yang menjalani hospitalisasi ditemukan bahwa anak

mengalami perubahan respon seperti rewel, menjerit, mengeluarkan ekspresi

verbal (“Ow”, “Akh”, “Sakit”), memukul dengan tangan atau kaki, meminta

atau memohon agar prosedur tindakan yang dilakukan dihentikan, berpegang

erat pada orang tua, meminta dukungan emosional seperti merangkul,

kelelahan dan mudah terganggu jika rasa nyeri terus berlanjut. Didukung dari
hasil wawancara keluarga yang mengatakan hal serupa tentang perilaku

anaknya yang menjalani hospitalisasi.

Saat melakukan wawancara terhadap perawat ruang Aroamis, anak

yang menjalani hospitalisasi khususnya anak usia prasekolah ketika anak

dilakukan tindakan medis anak tidak dapat kooperatif baik dengan dokter

maupun perawat yang ada diruangan. Dan menurut perawat kegiatan

bermain belum diterapkan secara khusus sebagai pendekatan kepada pasien

anak selama menjalankan hospitalisasi.

Dalam memenuhi kebutuhan anak selama hospitalisasi, perawat

tidak hanya memenuhi kebutuhan fisik, tetapi juga memenuhi kebutuhan

psikologis, sosial dan kebutuhan perkembangan anak (Hart & Willton, 2010).

Salah satu model keperawatan dalam menghadapi anak yang mengalami

kecemasan dalam menjalani hospitalisasi adalah teori keperawatan Katarine

Kolcaba tentang teori kenyamanan yang menekankan kesempurnaan praktik

keperawatan melalui kenyamanan hidup (Alligood dan Tomey, 2006). Pada

teori tersebut terdapat intervensi untuk rasa nyaman dimana tindakan

keperawatan ditunjukan untuk mencapai kebutuhan kenyamanan penerima

asuhan, mencakup fisikologis, sosial, ekonomi, psikologis, lingkungan dan

intervensi fisik (Kolcaba, 2003).

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk

mengaplikasikan jurnal tentang pengaruh bermain puzzle terhadap

penurunan tingkat kecemasan dengan memodifikasi jenis permainannya


dengan lego /balok alphabet yang sesuai dengan karakteristik dan usia

pasien.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang

akan dikemukakan adalah apakah ada “Pengaruh Aplikasi terapi bermain

lego /balok alphabet terhadap penurunan tingkat kecemasan pada usia

preschool (3-6 tahun) diruang aromanis lt. 1 RSUD Sayang Cianjur”?.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh sebelum

dan sesudah diberikan terapi bermain lego /balok alphabet terhadap

penurunan tingkat kecemasan pada usia preschool (3-6 tahun) diruang

aromanis lt. 1 RSUD Sayang Cianjur.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran kecemasan anak yang menjalani hospitalisasi

sebelum diberikan terapi bermain lego /balok alphabet terhadap

penurunan tingkat kecemasan pada usia preschool (3-6 tahun)

diruang aromanis lt. 1 RSUD Sayang Cianjur.

b. Mengetahui gambaran kecemasan anak yang menjalani hospitalisasi

sesudah diberikan diberikan terapi bermain lego /balok alphabet

terhadap penurunan tingkat kecemasan pada usia preschool (3-6

tahun) diruang aromanis lt. 1 RSUD Sayang Cianjur.


c. Mengetahui adanya pengaruh sebelum dan sesudah diberikan terapi

bermain lego /balok alphabet terhadap penurunan tingkat kecemasan

pada usia preschool (3-6 tahun) diruang aromanis lt. 1 RSUD

Sayang Cianjur.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Sebagai referensi dan informasi dalam bidang keperawatan anak terkait

pengaruh terapi berman puzzle yang dimodifikasi menajdi bermain lego

/balok alphabet terhadap penurunan tingkat kecemasan pada usia

preschool (3-6 tahun) diruang aromanis lt. 1 RSUD Sayang Cianjur.

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat bagi RSUD Sayang Cianjur

Dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan dengan

memberikan fasilitas bermain di ruangan anak sesuai dengan

perkembangan anak.

b. Manfaat bagi STIKES Budhi Luhur Cimahi

Memberi referensi dan meningkatkan kajian keilmuan perpustakaan

dan semoga dapat menambah bahan ajaran kepada para pengajar

tentang terapi bermain lego /balok alphabet terhadap penurunan

tingkat kecemasan pada usia preschool (3-6 tahun) diruang aromanis

lt. 1 RSUD Sayang Cianjur terhadap pentingnya terapi bermain bagi

anak yang mengalami hospitalisasi.


c. Manfaat bagi Peneliti Selanjutnya

d. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi

peneliti selanjutnya serta bermanfaat untuk pengembangan teori dan

pengembangan penelitian tentang pengaruh terapi bermain lego

/balok alphabet terhadap penurunan tingkat kecemasan pada usia

preschool (3-6 tahun) diruang aromanis lt. 1 RSUD Sayang Cianjur.

Anda mungkin juga menyukai