W DENGAN GANGGUAN
MOBILITAS FISIK PADA PASIEN STROKE
DI RUANG NEUROLOGI (BOUGENVILE)
RSUD SAYANG CIANJUR
OLEH :
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga
Laporan Asuhan Keperawatan pada Tn. W dengan Gangguan Mobilitas Fisik pada Pasien
Stroke dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih
atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan bimbingannya.
Dan harapan kami semoga Laporan ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca dan dapat mengaplikasikannya bagi Perawat. Untuk
kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isinya agar menjadi lebih baik.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................
A. Latar Belakang...........................................................................................
B. Rumusan Masalah.....................................................................................
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................
1. Tujuan Umum.......................................................................................
2. Tujuan Khusus.....................................................................................
D. Manfaat Penelitian.....................................................................................
1. Manfaat Teoritis...................................................................................
2. Manfaat Praktis....................................................................................
BAB IV PEMBAHASAN...................................................................................
A. Pembahasan..............................................................................................
B. Keterbatasan Asuhan Keperawatan..........................................................
BAB V SIMPULAN DAN SARAN.....................................................................
A. Simpulan....................................................................................................
B. Saran.........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke merupakan gangguan peredaran darah otak yang merupakan deficit neurologi
mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak (amin huda, hardhi
kusuma 2016). Badan Kesehatan Dunia memprediksikan bahwa kematian stroke akan
meningkat seiring dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker, stroke menjadi
penyebab kematian ketiga setelah jantung dan kanker (Auryn, 2007). Berdasarkan data
WHO (2010) setiap tahunnya terdapat 15 juta orang di seluruh dunia menderita stroke.
Diantaranya ditemukan jumlah kematian sebanyak 5 juta orang dan 5 juta lainnya
mengalami kecacatan yang permanen (Corwin, 2009). Indonesia merupakan negara dengan
angka stroke tertinggi, di Asia menempati urutan ketiga sebagai penyakit mematikan setelah
merupakan pembunuh nomor tiga, pada usia 45-54 tahun angka kematian akibat stroke
sebesar 15,9% (di daerah perkotaan) dan 11,5% (di daerah pedesaan). Dari jumlah total
penderita stroke di Indonesia sekitar 500 ribu, sekitar 25% atau 125 ribu orang meninggal
dunia dan sisanya cacat ringan maupun berat. Prevalasi stroke di provinsi jawa tengah
berdasarkan Riset Kesehtan pada tahun 2015 jumlah stroke hemorgaik sebanyak 4.558 dan
stroke non hemoragi sebanyak 12.795. Jumalah kasus stroke tahun 2015 tertinggi terdapat
di Kota Kebumen sebesar 588 kasus,urutan kedua terdapat di Kabupaten Demak sebesar
556 kasus, untuk urutan ketiga terdapat di Kota Surakarta sebesar 365 kasus, untuk urutan
keempat terdapat di Kota Boyolali sebesar 320 kasus dan urutan kelima yaitu seragen
sebesar 287 kasus (Nasution,2013). Menurut Misbach (2007) Stroke menempati urutan
pertama sebagai penyebab kematian di beberapa rumah sakit di seluruh Indonesia dan
penyebab utama kecacatan pada kelompok usia dewasa. Serangan stroke lebih banyak
pada laki-laki yang terjadi pada usia dibawah 45 tahun sebanyak 11,8%, 54,2% pada usia
45 – 64 tahun serta diatas usia 65 tahun sebanyak 33,5% (Rasyid, et al, 2007). Jumlah
pasien Stroke di RSUD Sayang Kabupaten Cianjur menjadi urutan ke 8 dari 10 besar
penyakit pada tahun 2017 yaitu sebanyak 3350 orang. Menururut Black & Hawks (2009),
stroke adalah suatu kondisi yang digunakan untuk menjelaskan perubahan neurologik yang
disebabkan gangguan dalam sirkulasi darah ke bagian otak. Secara umum hal ini dapat
menyebabkan gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses
patologi pada pembuluh darah serebral. Stroke merupakan kelainan dari otak sebagai
susunan saraf pusat yang mengontrol dan mencetus gerak dari sisten neuro-
muskuloskeletal. Gejala klinis yang sering muncul adalah hemiparese atau hemiplegi.
Keadaan tersebut merupakan salah satu faktor yang menjadi penyebab hilangnya postural
normal, seperti mengontrol siku untuk bergerak, mengontrol gerak kepala untuk
menyerang dengan tiba – tiba, orang yang menderita stroke kadang tidak sadar bahwa dia
terserang stroke. Tiba – tiba saja penderita mengalami kelainan seperti kelumpuhan pada
sebagian sisi tubuhnya, bicara pelo, pandangan kabur dan lain sebagainya tergantung
bagian otak mana yang terkena. (Irdawati, 2012). Pada klien dengan stroke non hemoragik
kemampuan mobilitas pasien. Kelumpuhan merupakan salah satu gejala klinis yang
adalah hambatan mobilitas. Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan
fisik satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah (Herdman H., & Kamitsuru S.,
2014). Intervensi pertama yang dapat dilakukan pada pasien dengan stroke adalah
memperbaiki kemampuan mobilitas pasien agar tidak terjadi deformitas.. Mobilisasi perlu
membutuhkan tindakan keperawatan salah satunya adalah dengan latihan ROM ( Mubarak,
2008) . Latihan ROM merupakan salah satu bentuk latihan dalam proses rehabilitasi yang
dinilai cukup efektif untuk mencegah terjadinya kecacatan pada pasien stroke. Latihan ini
merupakan salah satu bentuk intervensi fundamental perawat yang dapat dilakukan untuk
keberhasilan regimen terapeutik bagi pasien dan dalam upaya pencegahan terjadinya cacat
permanen. Lewis (2007) mengemukakan bahwa sebaiknya latihan ROM dilakukan beberapa
kali dalam sehari. Semakin dini proses rehabilitasi dimulai maka kemungkinan pasien
mengalami defisit kemampuan akan semakin kecil. Menurut Carpenito (2009) latihan
Range Of Motion dibedakan menjadi ROM aktif dan ROM pasif. ROM aktif adalah kontraksi
otot secara aktif melawan gaya gravitasi seperti mengangkat tungkai dalam posisi kaki lurus,
sedangkan ROM pasif adalah gerakan otot klien yang dilakukan dengan bantuan orang lain.
Menurut Model Konsep Keperawatan Orem (dalam Hidayat 2013), Perawat dalam
keperawatan guna memenuhi kebutuhan dasar manusia (pasien). Dalam hal ini konsep
keperawatan orem mendasari peran perawat dalam memenuhi kebutuhan dasar pasien
untuk mencapai kemandirian dan kesehatan yang optimal. Salah satu aplikasi model
keperawatan yang digunakan adalah teori orem yaitu mengenai self care.
Model Self Care ini memberi pengertian bahwa bentuk pelayanan keperawatan
dipandang dari suatu pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan individu dalam memenuhi
sesuai dengan keadaan sehat dan sakit yang ditekankan pada kebutuhan – kebutuhan klien
tentang perawatan diri sendiri. Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis melakukan
“Asuhan Keperawatan pada Tn. W dengan Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke Di
B. Rumusan Masalah
Mobilitas Fisik pada pasien Stroke di Ruang Neurologi (Bougenvile) RSUD Sayang
Cianjur.
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan laporan ini untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada
Tn. W dengan Gangguan Mobilitas Fisik pada pasien Stroke di Ruang Neurologi
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui
b. Mengetahui
c. Mengetahui
d. Mengetahui
e. Mengetahui
f. Mengetahui
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil ini di harapkan dapat menjadi sumber informasi bagi pembaca dan
2. Manfaat praktis
c. Bagi Perawat
Keperawatan
d. Bagi Pasien
Hasil ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi peneliti selanjutnya dan
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Penyakit .
D e ! i n i s i
" . E t i o l o g i
#.Pato!isiologi $an Pat%&ay
a . P e r d a r a h a n i n t r a s e r e b r a l Pe!
ahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensimengakibatkan darah masu
k k e d a l a m j a r i n g a n o t a k m e m b e n t u k massa atau hematoma yang menekan jaringan otak dan
menimbulkane d e m a d i s e k i t a r o t a k . P e n i n g k a t a n 5 # ( y a n g t e r j a d i d e n g a n ! e p a t dapat
mengakibatkan kematian
yang mendadak karena herniasi otak.P e r d a r a h a n i n t r a s e r e b r a l s e r i n g d i j u m p a i d i
d a e r a h p u t a m e n , thalamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan !erebellum.
+ i p e r t e n s i k r o n i s m e n g a k i b a t k a n p e r u b a h a n s t r u k t u r d i n d i n g pembuluh darah
berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid. b.Perdarahan sub ara!hnoidP e !
a h n y a p e m b u l u h d a r a h k a r e n a a n e u r i s m a a t a u A 6 . Aneurisme paling sering didapat
pada per!abangann pembuluh
darah besar di sirkulasi willisi. A6 dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan piameter dan 'entrikel
otak, ataupun di dalam 'entrikelotak dan ruang sub ara!hnoid. Pe!ahnya arteri dan keluarnya darah
keruang sub ara!hnoid mengakibatkan terjadinya peningkatan
tekanani n t a k r a n i a l y a n g m e n d a d a k , m e r e g a n g n y a s t r u k t u r p e k a n y e r i , sehing
ga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda7tanda rangsangan selaput otak
lainnya. Peningkatan tekananintra kranial yang mengakibatkan perdarahan subhialoid pada
retinad a n p e n u r u n a n k e s a d a r a n . P e r d a r a h a n s u b a r a ! h n o i d
d a p a t mengakibatkan 'aso spasme pembuluh darah serebral. 6aso spasme ini sering kali terjadi
37$ hari setelah timbulnya perdarahan, men!apai pun!aknya pada hari ke $7-, dan dapat menghilang setelah
minggu ke 2-5 timbulnya vaso spasme diduga karena interaksi antara bahan-
bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan ke dalam aliranserebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang
sub arahnoid. vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global nyeri
kepala, penurunan kesadaran* maupun fokal hemiparase, gangguanhemisensorik, afasia, dan lain7lain*. 8tak d
apat berfungsi jikakebutuhan oksigen dan glukosa otak dapat terpenuhi. 9nergi
yangdihasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui prosesoksidasi. 8tak tidak punya !adangan oksigen
jadi kerusakan,kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkangangguan fungsi. "emikian pula
dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kekurangan dari 20 mg %karena
akan menimbulkan koma. (ebutuhan glukosa sebanyak 2$ %dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga
bila kadar glukosa plasma turun sampai 0 % maka akan terjadi gejala disfungsi serebral.Pada saat otak
hipoksia, tubuh berusaha memenuhi oksigen melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan
dilatasi pembuluhdarah otak.Pri!e :ilson, 200;*
@ e j a l a s t r o k e h e m o r a g i k b e r ' a r i a s i t e r g a n t u n g p a d a l o k a s i perdarahan dan jumla
h jaringan otak yang terkena. @ejala biasanyam u n ! u l t i b a 7 t i b a , t a n p a p e r i n g a t a n d a n s e r i n g
s e l a m a a k t i ' i t a s . @ e j a l a mungkin sering mun!ul dan menghilang atau perlahan7lahan menjadi
lebih buruk dari waktu ke waktu.@ejala stroke hemoragik bisa meliputi)a.Perubahan tingkat
kesadaran mengantuk, letih, apatis, koma*. b.(esulitan berbi!ara atau memahami orang lain.! .
( e s u l i t a n m e n e l a n . d.(esulitan menulis atau memba!
a.e . S a k i t k e p a l a y a n g t e r j a d i k e t i k a b e r b a r i n g , b a n g u n d a r i
t i d u r , membungkuk, batuk atau kadang terjadi se!ara tiba7tiba.f . ( e h i l a n g a n k o o r d i n a s i . g .
(ehilangan
keseimbangan.h.Perubahan gerakan biasanya pada satu sisi tubuh, seper
t i k e s u l i t a n menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan
ketrampilanmotorik.i . u a l a t a u m u n t a h . j.(ejang.k . S e n s a s i p e r u b a h a n b i a s a n y a n
p a d a s a t u s i s i t u b u h , s e p e r t i p e n u r u n a n sensasi, baal atau kesemutan.l .
( e l e m a h a n p a d a s a t u s i s i t u b u h . Batti!a!a, 200/
A. Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasca Stroke Non Hemoragik 1. Pengertian Mobilitas Mobilitas
atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara mudah, bebas dan teratur
untuk mencapai suatu tujuan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara mandiri
maupun dengan bantuan orang lain dan hanya dengan bantuan alat (Widuri, 2010). Mobilitas adalah
proses yang kompleks yang membutuhkan adanya koordinasi antara sistem muskuloskeletal dan
sistem saraf (P. Potter, 2010) Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan
kegiatan dengan bebas (Kozier, 2010). Jadi mobilitas atau mobilisasi adalah kemampuan individu
untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas guna mempertahankan kesehatannya untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara
mandiri. 2. Pengertian Gangguan Mobilitas Gangguan Mobilitas atau Imobilitas merupakan keadaan
di mana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan
(aktivitas), misalnya trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas,
dan sebagainya (Widuri, 2010). Imobilitas atau gangguan mobilitas adalah keterbatasan fisik tubuh
atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah (Nurarif .A.H. dan Kusuma. H, 2015). 9
Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North American Nursing Diagnosis
Association (NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu yang mengalami atau beresiko
mengalami keterbatasan gerakan fisik. Individu yang mengalami atau beresiko mengalami
keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia, individu dengan penyakit yang mengalami penurunan
kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomic akibat perubahan
fisiologik (kehilangan fungsi motorik, klien dengan stroke, klien penggunaa kursi roda), penggunaan
alat eksternal (seperti gips atau traksi), dan pembatasan gerakan volunter, atau gangguan fungsi
motorik dan rangka (Kozier, Erb, & Snyder, 2010). 3. Jenis Mobilitas a. Mobilitas penuh merupakan
kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi
sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik
volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang. b. Mobilitas sebagian
merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak
secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya.
Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu : 1) Mobilitas sebagian temporer merupakan
kemampun individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi
sendi dan tulang. 2) Mobilitas sebagian permanen merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang
reversibel, contohnya terjadi hemiplegia karena stroke, parapelgia karena cedera tulang belakang,
poliomielitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik (Widuri, 2010). 4. Jenis
Imobilitas a. Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan hemiplegia yang
tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi
tubuhnya untuk mengurangi tekanan. b. Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat
suatu penyakit. c. Imobilitas emosional, keadan ketika seseorang mengalami pembatasan secara
emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Sebagai contoh,
keadaan stres berat dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami
kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai. d. Imobilitas sosial,
keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan
penyakit sehingga dapat memengaruhi perannya dalam kehidupan social (Widuri, 2010). 11 5.
Etiologi Faktor penyebab terjadinya gangguan mobilitas fisik yaitu : a. Penurunan kendali otot b.
Penurunan kekuatan otot c. Kekakuan sendi d. Kontraktur e. Gangguan muskuloskletal f. Gangguan
neuromuskular g. Keengganan melakukan pergerakan (Tim Pokja DPP PPNI, 2017) 6. Tanda dan
Gejala Gangguan Mobilitas Fisik Adapun tanda gejala pada gangguan mobilitas fisik yaitu : a. Gejala
dan Tanda Mayor 1) Subjektif a) Mengeluh sulit menggerakkan ektremitas 2) Objektif a) Kekuatan
otot menurun b) Rentang gerak (ROM) menurun. b. Gejala dan Tanda Minor 1) Subjektif a) Nyeri
saat bergerak b) Enggan melakukan pergerakan c) Merasa cemas saat bergerak 2) Objektif a) Sendi
kaku 12 b) Gerakan tidak terkoordinasi c) Gerak terbatas d) Fisik lemah (Tim Pokja DPP PPNI, 2017).
7. Dampak Gangguan Mobilitas Fisik Imobilitas dalam tubuh dapat memengaruhi sistem tubuh,
seperti perubahan pada metabolisme tubuh, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan
dalam kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi gastrointestinal, perubahan sistem pernafasan,
perubahan kardiovaskular, perubahan sistem muskuloskeletal, perubahan kulit, perubahan eliminasi
(buang air besar dan kecil), dan perubahan perilaku (Widuri, 2010). a. Perubahan Metabolisme
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal, mengingat imobilitas dapat
menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme dalam tubuh. Hal tersebut dapat dijumpai pada
menurunnya basal metabolism rate ( BMR ) yang menyebabkan berkurangnya energi untuk
perbaikan sel-sel tubuh, sehingga dapat memengaruhi gangguan oksigenasi sel. Perubahan
metabolisme imobilitas dapat mengakibatkan proses anabolisme menurun dan katabolisme
meningkat. Keadaan ini dapat berisiko meningkatkan gangguan metabolisme. Proses imobilitas
dapat juga menyebabkan penurunan ekskresi urine dan pengingkatan nitrogen. Hal tersebut dapat
ditemukan pada pasien yang mengalami imobilitas pada hari kelima dan keenam. Beberapa dampak
perubahan metabolisme, di antaranya adalah pengurangan jumlah metablisme, atropi kelenjar dan
katabolisme protein, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, deminetralisasi tulang, gangguan
dalam mengubah zat gizi, dan gangguan gastrointestinal. 13 b. Ketidakseimbangan Cairan dan
Elektrolit Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari imobilitas akan
mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsentrasi protein serum berkurang sehingga
dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Di samping itu, berkurangnya perpindahan cairan dari
intravaskular ke interstisial dapat menyebabkan edema sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit. Imobilitas juga dapat menyebabkan demineralisasi tulang akibat menurunnya
aktivitas otot, sedangkan meningkatnya demineralisasi tulang dapat mengakibatkan reabsorbsi
kalium. c. Gangguan Pengubahan Zat Gizi Terjadinya gangguan zat gizi disebabkan oleh menurunnya
pemasukan protein dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel
menurun, di mana sel tidak lagi menerima glukosa, asam amino, lemak, dan oksigen dalam jumlah
yang cukup untuk melaksanakan aktivitas metabolisme. d. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal. Hal ini disebabkan karena
imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna, sehingga penurunan jumlah masukan
yang cukup dapat menyebabkan keluhan, seperti perut kembung, mual, dan nyeri lambung yang
dapat menyebabkan gangguan proses eliminasi. e. Perubahan Sistem Pernapasan Imobilitas
menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan. Akibat imobilitas, kadar haemoglobin
menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses
metabolisme terganggu. Terjadinya 14 penurunan kadar haemoglobin dapat menyebabkan
penurunan aliran oksigen dari alveoli ke jaringan, sehingga mengakibatkan anemia. Penurunan
ekspansi paru dapat terjadi karena tekanan yang meningkat oleh permukaan paru. f. Perubahan
Kardiovaskular Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas antara lain dapat berapa hipotensi
ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya pembentukan trombus. Terjadinya hipotensi
ortostatik dapat disebabkan oleh menurunnya kemampuan saraf otonom. Pada posisi yang tetap
dan lama, refleks neurovaskular akan menurun dan menyebabkan vasokontrriksi, kemudian darah
terkumpul pada vena bagian bawah sehingga aliran darah ke sistem sirkulasi pusat terhambat.
Meningkatnya kerja jantung dapat disebabkan karena imobilitas dengan posisi horizontal. Dalam
keadaan normal, darah yang terkumpul pada ekstermitas bawah bergerak dan meningkatkan aliran
vena kembali ke jantung dan akhirnya jantung akan meningkatkan kerjanya. Terjadinya trombus juga
disebabkan oleh vena statsi yang merupakan hasil penurunan kontrasi muskular sehingga
meningkatkan arus balik vena. g. Perubahan Sistem Muskuloskeletal Perubahan yang terjadi dalam
sistem muskuloskeletal sebagai dampak dari imobilitas adalah sebagai berkut: 1) Gangguan
Muskular Menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas dapat menyebabkan turunya kekuatan
otot secara langsung. Menurunnya fungsi kapasitas otot ditandai dengan menurunnya stabilitas.
Kondisi berkurangnya massa otot dapat menyebabkan atropi pada otot. Sebagai contoh, otot betis
seseorang yang telah 15 dirawat lebih dari enam minggu ukurannya akan lebih kecil selain
menunjukkan tanda lemah atau lesu. 2) Gangguan Skeletal Adanya imobilitas juga dapat
menyebabkan gangguan skletal, misalnya akan mudah terjadinya kontraktur sendi dan osteoporosis.
Kontraktur merupakan kondisi yang abnormal dengan kriteria adanya fleksi dan fiksasi yang
disebabkan atropi dan memendeknya otot. Terjadinya kontraktur dapat menyebabkan sendi dalam
kedudukan yang tidak berfungsi. h. Perubahan Sistem Integumen Perubahan sistem integumen yang
terjadi berupa penurunan elastisitas kulit karena menurunannya sirkulasi darah akibat imobilitas dan
terjadinya iskemia serta nekrosis jaringan superfisial dengan adanya luka dekubitus sebagai akibat
tekanan kulit yang kuat dan sirkulasi yang menurun ke jaringan. i. Perubahan Eliminasi Perubahan
dalam eliminasi misalnya penurunan jumlah urine yang mungkin disebabkan oleh kurangnya asupan
dan penurunan curah jantung sehingga aliran darah renal dan urine berkurang. j. Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain lain timbulnya rasa bermusuhan, bingung,
cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan siklus tidur dan menurunnya koping mekanisme.
Terjadinya perubahan perilaku tersebut merupakan dampk imobilitas karena selama proses
imobilitas seseorang akan mengalami perubahan peran, konsep diri, kecemasan, dan lain-lain
(Widuri, 2010). 16 8. Manifestasi Klinis a. Respon fisiologik dari perubahan mobilisasi, adalah
perubahan pada: 1) Muskuloskeletal seperti kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, atropi
dan abnormalnya sendi (kontraktur) dan gangguan metabolisme kalsium. 2) Kardiovaskuler seperti
hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja jantung, dan pembentukan thrombus. 3) Pernafasan
seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik, dispnea setelah beraktifitas. 4) Metabolisme dan
nutrisi antara lain laju metabolic; metabolisme karbohidrat, lemak dan protein; ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit; ketidakseimbangan kalsium; dan gangguan pencernaan (seperti konstipasi). 5)
Eliminasi urin seperti stasis urin meningkatkan risiko infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal. 6)
Integument seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan anoksia jaringan. 7) Neurosensori:
sensori deprivation (Asmadi, 2008). 9. Komplikasi Pada stroke non hemoragik dengan gangguan
mobilitas fisik jika tidak ditangani dapat menyebabkan masalah, diantaranya: a. Pembekuan darah
Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan cairan, pembengkaan selain itu
juga menyebabkan embolisme paru yaitu sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri yang
mengalir ke paru. 17 b. Dekubitus Bagian yang biasa mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi
kaki dan tumit bila memar ini tidak dirawat akan menjadi infeksi. c. Pneumonia Pasien stroke non
hemoragik tidak bisa batuk dan menelan dengan sempurna, hal ini menyebabkan cairan berkumpul
di paru-paru dan selanjutnya menimbulkan pneumonia. d. Atrofi dan kekakuan sendi Hal ini
disebabkan karena kurang gerak dan mobilisasi Komplikasi lainnya yaitu: a) Disritmia b) Peningkatan
tekanan intra cranial c) Kontraktur d) Gagal nafas e) Kematian (saferi wijaya, 2013). 10. Gangguan
Pemenuhan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Gangguan pemenuhan mobilitas fisik
pada stroke non hemoragik disebabkan oleh kerusakan pada beberapa sistem saraf pusat meregulasi
gerakan volunter yang menyebabkan gangguan kesejajaran tubuh, keseimbangan, dan mobilisasi.
Iskemia akibat stroke dapat merusak serebelum atau strip motoric pada korteks serebral. Kerusakan
pada serebelum menyebabkan masalah pada keseimbangan dan gangguan motorik yang
dihubungkan langsung dengan jumlah kerusakan strip motorik. Misalnya seseorang dengan
hemoragi serebral sisi kanan 18 disertai nekrosis telah merusak strip motorik kanan yang
menyebabkan hemiplegia sisi kiri (P. Potter, 2010). 11. Penatalaksanaan Mobilitas Fisik Dengan
Latihan Range Of Motion (ROM) Range of motion atau ROM merupakan latihan gerakan sendi yang
memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakan masing-masing
persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif. Latihan range of motion
(ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat
kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk
meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2006). Latihan ROM pasif adalah latihan
ROM yang di lakukan pasien dengan bantuan perawat pada setiap-setiap gerakan. Indikasi latihan
pasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu
melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total
atau pasien dengan paralisis ekstermitas total. Latihan ROM aktif adalah Perawat memberikan
motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai
dengan rentang gerak sendi normal. Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi
dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif . Sendi yang digerakkan pada ROM aktif adalah
sendi di seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendiri secara aktif (Suratun,
2008). Gerakan Range of Motion (ROM) pada sendi di seluruh tubuh yaitu : 19 Tabel 1 Gerakan
Range of Motion (ROM ) 1 2 3 Leher Gerakan Penjelasan Rentang Fleksi Menggerakkan dagu
menempel ke dada. Rentang 45° Ekstensi Mengembalikan kepala keposisi tegak. Rentang 45°
Hyperekstensi Menekuk kepala kebelakang sejauh mungkin. Rentang 40-45° Fleksi lateral
Memiringkan kepala sejauh mungkin kearah setiap bahu. Rentang 40-45° Rotasi Memutar kepala
sejauh mungkin dalam gerakan sirkuler. Rentang 45° Bahu Ekstensi Mengembalikan lengan keposisi
di samping tubuh. Rentang 180° Hiperekstensi Menggerakkan lengan kebelakang tubuh, siku tetap
lurus. Rentang 45-60° Abduksi Menaikkan lengan posisi samping di atas kepala dengan telapak
tangan jauh dari kepala. Rentang 180° Adduksi Menurunkan lengan kesamping dan menyilang tubuh
sejauh mungkin Rentang 320° Rotasi dalam Dengan siku fleksi, memutar bahu dengan
menggerakkan lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam dan ke belakang. Rentang 90° Fleksi
Menaikkan lengan dari posisi di samping tubuh ke depan ke posisi di Rentang 180° 20 1 2 3 atas
kepala. Rotasi luar Dengan siku fleksi, menggerakkan lengan sampai ibu jari ke atas dan samping
kepala. Rentang 90° Sirkumduksi Menggerakkan lengan dengan lingkaran penuh. Rentang 360° Siku
Fleksi Menggerakkan siku sehingga lengan bahu bergerak kedepan sendi bahu dan tangan sejajar
bahu. Rentang 150° Ekstensi Meluruskan siku menurunkan tangan. Rentang 150° Lengan Bawah
Supinasi Memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak tangan menghadap keatas. Rentang
70-90° Pronasi Memutar lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap ke bawah. Rentang 70-
90° Pergelangan Tangan Fleksi Menggerakkan telapak tangan kesisi bagian dalam lengan bawah.
Rentang 80-90° Ekstensi Menggerakkan jari – jari tangan sehingga jari – jari, tangan, lengan bawah
berada dalam arah yang sama. Rentang 80-90° Hiperkesktensi Membawa permukaan tangan dorsal
kebelakang sejauh mungkin. Rentang 89-90° Abduksi Menekuk pergelangan tangan miring ke ibu
jari. Rentang 30° 21 1 2 3 Jari – Jari Tangan Fleksi Membuat genggaman. Rentang 90° Ekstensi
Meluruskan jari – jari tangan kebelakang sejuh mungkin. Rentang 90° Hiperekstensi Meregangkan
jari – jari tangan kebelakang sejauh mungkin. Rentang 30-60° Abduksi Meregangkan jari – jari tangan
yang satu dengan yang lain. Rentang 30° Adduksi Merapatkan kembali jari – jari tangan Rentang 30°
Ibu Jari Fleksi Menggerakkan ibu jari menyilang permukaan telapak tangan. Rentang 90° Ekstensi
Menggerakkan ibu jari lurus menjauh dari tangan. Rentang 90° Abduksi Menjauhkan ibu jari kedepan
tangan. Rentang 30° Adduksi Menggerakkan ibu jari ke depan tangan. Rentang 30° Oposisi
Menyentuh ibu jari ke setiap jari – jari tangan pada tangan yang sama. Panggul Ekstensi
Menggerakkan kembali kesamping tungkai yang lain. Rentang 90-120° Hiperekstensi Menggerakkan
tungkai kebelakang tubuh. Rentang 30-50° Abduksi Menggerakkan tungkai kesamping tubuh.
Rentang 30-50° Adduksi Menggerakkan tungkai kembali keposisi media dan melebihi jika mungkin
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
I. DATA DASAR
A. Identitas Pasien
1. Nama (Inisial Klien) : Tn. W
2. Usia : 65 Tahun
3. Status Perkawinan : Kawin
4. Pekerjaan : Wiraswasta
5. Agama : Islam
6. Pendidikan : SD
7. Suku : Sunda
8. Bahasa yang digunakan : Sunda
9. Alamat Rumah : Ciluncat RT 03 RW 01 Cibadak Cibeber Kabupaten Cianjur
10. Sumber Biaya : BPJS
11. Tanggal Masuk RS : 19 Oktober 2019
12. Diagnosa Medis : Stroke e.c Perdarahan Cerebelum Sistem VB FRHT
13. Tanggal Pengkajian : 22 Oktober 2019
14. No RM : 001664
: Perempuan meninggal
: Laki – laki
: Perempuan
c. Kepala
Keadaan rambut : Bersih
Kekuatan : Tidak Rontok
Warna : Hitam Campur Uban
Kebersihan : Tidak ada kotoran
Kesimetrisan wajah : Wajah Simetris
Kelainan : Tidak ada kelainan di daerah kepala
d. Mata
- Posisi mata : ( √ )simetris
( ) Asimetris
- Kelopak mata : ………………..
- Pergerakan bola mata :………………..
- Konjungtiva :…………………
- Kornea :…………………
- Sklera :………………..
- Pupil :…………………
- Lapang Pandang :………………….
- Ketajaman penglihatan :………………….
- Tanda-tanda radang :………………..
- Pemakaian alat bantu :……………………
- Kelainan :………………….
e. Hidung
Bentuk utuh : Ya/ tidak
Membedakan bau : Dapat / tidak
Sekresi : Ya/ warna/ tidak
Mukosa : ...
Pembengkakan : ...
Kelainan : ...
f. Telinga
Posisi : Simetris ya/ tidak
Pendengaran : Jelas / berkurang
Nyeri : Ada/ tidak
Serumen : Ada / tidak
Pinna, tulang rawan : Ya/ tidak
elastis
Tanda radang : ...
Pemakaian alat bantu :
Kelainan :
g. Mulut
Bibir : Warna ..., simetris/ tidak
h. Leher
Kelembaban : Basah/ kering/ lesi
Gigi : Caries ada/tidak, jumlah...
Warna...
Gigi palsu....buah, letak...
Lidah : Warna...
Lesi ada/tidak
Pergerakan bebas/kaku
Sensasi rasa: panas/dingin, asam/pahit, manis
Reflex menelan : Dapat/ tidak
Reflex mengunyah : Dapat/ tidak
Pembesaran tonsil : Ada/ tidak
Kelainan : ...
Bau mulut : Ureum +/-, amoniak +/-, aseton +/-, busuk +/-, alkohol +/-
Sekret : Ada/tidak, warna...
- Bentuk :
- JPV :
- Kelenjar getah bening :
- Kelenjar tyroid :
- Nyeri menelan :
- Kelainan :
i. Thorax
1. Dada
2. Paru
- Jenis napas :………………
- Keluhan :( ) Sesak ( ) Nyeri
- Bila nyeri : Jelaskan……………
- Frekwensi : ………………….X/mnt
-
Bentuk simetris : Ya/ tidak Ira
m a
Bercak-bercak merah : Ya/ tidak
Mamae simetris : Ya/ tidak
:(
Puting) Teratur
susu : Masuk/ keluar
Ekskresi mamae : Ada/ tidak, warna...
Benjolan : Ada/ tidak, bila ada...
Lesi : Ada/ tidak, bila ada...
:( ) Tidak teratur
:( ) Sputum
:( )Warna Sputum
:( ) Konsistensi
:( ) Terdapat darah
j. Sirkulasi Jantung
- Irama :( ) Teratur
:( ) Tidak teratur
:( ) Berdebar-debar/palpitasi
:( ) Keringat dingin
:( ) Gemeteran
:( ) Kesemutan
- Kelainan :
k. Abdomen
Bentuk : Datar/ membuncit/ cekung/ tegang/ dll...
Kulit : Parut/ striae/ lesi/ bercak-bercak merah
Benjolan : Ada/ tidak, bila ada jelaskan...
Nyeri tekan : Ada/ tidak, bila ada jelaskan...
Bising usus : Ada/ tidak, 4-12 x/mnt (...), <4 x/mnt (...), >12 x/mnt (...)
Kelainan : ...
Palpasi Hepar,gaster :………………..
Perkusi Hepar, gaster :………………
Ginjal
- Kandung kemih :…………………
- Palpasi :………………..
- Perkusi :…………………
Warna : ...
Turgor : Menurun / lembab/ kering
Pucat : (...), ikterus (...), hiperemis (...), lesi (...)
Edema : (...), daerah...
Tekstur : Licin/ keriput/ kasar
Kelainan : ...
b. Kuku
Ekstremitas bawah
I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Diagnostik
EKG
CT SCAN Kepala
Pemeriksaan Laboratorium
Penyempitan
pembuluh darah
Aliran darah
terhambat
Eritrosit bergumpal
endotel rusak
Cairan plasma
hilang
Edema cerebral
Peningkatan TIK
Disfungsi N.XI
(Assesoris)
Pe ↓ fungsi motoric
dan musculoskeletal
Kelemahan pada
anggota gerak
Hemiparasi/ plegi
kanan
Gangguan mobilitas
fisik
2. DS : Disfungsi N.XI Deficit perawatan
Pasien mengatakan selama dirawat (Assesoris) diri b.d kelemahan
di Rumah Sakit belum pernah fisik
mandi Pe ↓ fungsi motoric
DO : dan musculoskeletal
Kulit pasien terasa lengket
Kelemahan pada
anggota gerak
bagian kanan
ADL Terganggu
Ketidak mampuan
merawat diri (mandi)
Deficit perawatan
diri
Dx Medis : ............................................................................
No MR : .......................................................................
CATATAN IMPLEMENTASI
Nama Klien : ..............................................................................................................
Ruang : .......................................................................................................
Dx Medis : ...............................................................................................................
No MR : ........................................................................................................
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Klien : ..............................................................................................................
Ruang : .......................................................................................................
Dx Medis : ...............................................................................................................
No MR : ........................................................................................................
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Pengkajian
Pada pengkajian berdasarkan kasus yang ada tidak semua data terdapat pada teori
ditemukan dalam kasus nyata, seperti gangguan penglihatan, riwayat hipertensi dan
2. Diagnosa Dalam literatur tidak semua diagnosa keperawatan ditemukan dalam kasus
nyata, hanya empat diagnosa keperawatan yang muncul, antara lain: Gangguan
mobilitas fisik, Defisit Perawatan diri. Hal ini disesuaikan dengan kondisi pasien saat
pengkajian.
teratasi, diagnosa kedua masalah teratasi sebagian, diagnosa ketiga masalah belum
A. KESIMPULAN
B. SARAN
keluarga merupakan orang terdekat pasien yang tahu akan perkembangan dan
kebiasaan pasien.
2. Dalam memberikan implementasi tidak harus sesuai dengan apa yang terdapat pada
teori, akan tetapi harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pasien serta
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/2703.diperoleh
http://id.scribd.com/document/357012321/asuhan-keprawatan-
http://www.academia.edu/28865207/gangguan-mobilitas-fisik.
https://www.academia.edu/20378617/Asuhan_Keperawatan_STROKE_HEMORAGIK
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/394/3/BAB%20II.pdf