Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI (MIOMA UTERI)

Disusun oleh:

NENDEN DEWI MARINI

J.0105.19.088

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS TAHAP PROFESI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BUDI LUHUR CIMAHI
2020
MIOMA UTERI

1. Definisi
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul
yang berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibro
mioma uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini merupakan
neoplasma jinak yang sering ditemukan pada traktus genitalia wanita,
terutama wanita sesudah produktif (menopouse).Mioma uteri  jarang 
ditemukan  pada  wanita  usia  produktif  tetapi  kerusakan
reproduksi dapat berdampak karena mioma uteri pada usia produktif berupa
infertilitas, abortus spontan, persalinan prematur dan malpresentasi (Aspiani,
2017).
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot polos
dinding uterus. Beberapa istilah untuk mioma uteri adalah fibromioma,
miomafibroma, lalomioma, fibroleiomioma, atau uterin fibroid. Mioma
merupakan tumor uterus yang ditemukan pada 20-25% wanita di atas umur
35 tahun (Wim de jong, 2005, dalam Nurarif amin huda, 2016 jilid 2).

2. Manifestasi Klinik
Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari
lokasi, arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai
pada 20-50% saja mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya
tidak mengeluh apapun. Hipermenore, menometroragia adalah merupakan
gejala klasik dari mioma uteri. Dari penelitian multisenter yang dilakukan
pada 114 penderita ditemukan 44% gejala perdarahan, yang paling sering
adalah jenis mioma submukosa, sekitar 65% wanita dengan mioma
mengeluh dismenore, nyeri perut bagian bawah, serta nyeri pinggang.
Tergantung dari lokasi dan arah pertumbuhan mioma, maka kandung kemih,
ureter, dan usus dapat terganggu, dimana peneliti melaporkan keluhan
disuria (14%), keluhan obstipasi (13%). Mioma uteri sebagai penyebab
infertilitas hanya dijumpai pada 2-10% kasus. Infertilitas terjadi sebagai
akibat obstruksi mekanis tuba falopii. Abortus spontan dapat terjadi bila
mioma uteri menghalangi pembesaran uterus, dimana menyebabkan
kontraksi uterus yang abnormal, dan mencegah terlepas atau tertahannya
uterus di dalam panggul.

2
a. Massa di Perut Bawah
Penderita mengeluhkan merasakan adanya massa atau benjolan di
perut bagian bawah.
b. Perdarahan Abnormal
Diperkirakan 30% wanita dengan mioma uteri mengalami kelainan
menstruasi, menoragia atau menstruasi yang lebih sering. Tidak
ditemukan bukti yang menyatakan perdarahan ini berhubungan dengan
peningkatan luas permukaan endometrium atau karena meningkatnya
insidens disfungsi ovulasi. Teori yang menjelaskan perdarahan yang
disebabkan mioma uteri menyatakan terjadi perubahan struktur vena
pada endometrium dan miometrium yang menyebabkan terjadiny
avenule ectasia. Miometrium merupakan wadah bagi faktor endokrin
dan parakrin dalam mengatur fungsi endometrium. Aposisi kedua
jaringan ini dan aliran darah langsung dari miometrium ke endometrium
memfasilitasi interaksi ini. Growth factor yang merangsang stimulasi
angiogenesis atau relaksasi tonus vaskuler dan yang memiliki reseptor
pada mioma uteri dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal dan
menjadi target terapi potensial. Sebagai pilihan, berkurangnya
angiogenik inhibitory factor atau vasoconstricting factor dan reseptornya
pada mioma uteri dapat juga menyebabkan perdarahan uterus yang
abnormal.
c. Nyeri Perut
Gejala nyeri tidak khas untuk mioma, walaupun sering terjadi. Hal ini
timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang
disertai dengan nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran
mioma submukosa yang akan dilahirkan, pada pertumbuhannya yang
menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan dismenorrhoe.
Dapat juga rasa nyeri disebabkan karena torsi mioma uteri yang
bertangkai. Dalam hal ini sifatnya akut, disertai dengan rasa enek dan
muntah-muntah. Pada mioma yang sangat besar, rasa nyeri dapat
disebabkan karena tekanan pada urat syaraf yaitu
pleksusuterovaginalis, menjalar ke pinggang dan tungkai bawah.
d. Pressure Effects (Efek Tekanan)
Pembesaran mioma dapat menyebabkan adanya efek tekanan pada
organ-organ di sekitar uterus. Gejala ini merupakan gejala yang tak

3
biasa dan sulit untuk dihubungkan langsung dengan mioma. Penekanan
pada kandung kencing, pollakisuria dan dysuria. Bila uretra tertekan bisa
menimbulkan retensio urine. Bila berlarut-larut dapat menyebabkan
hydroureteronephrosis. Tekanan pada rectum tidak begitu besar,
kadang-kadang menyebabkan konstipasi atau nyeri saat defekasi.
e. Penurunan Kesuburan dan Abortus
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan kesuburan
masih belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma
uteri mengalami infertilitas. Penurunan kesuburan dapat terjadi apabila
sarang mioma menutup atau menekan pars interstisialis tuba,
sedangkan mioma submukosa dapat memudahkan terjadinya abortus
karena distorsi rongga uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena
adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan
implantasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat
perubahan histologi endometrium dimana terjadi atrofi karena kompresi
massa tumor. Apabila penyebab lain infertilitas sudah disingkirkan dan
mioma merupakan penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan
suatu indikasi untuk dilakukan miomektomi.

3. Etiologi dan Faktor Predisposisi


a. Etiologi
Walaupun mioma uteri ditemukan terjadi tanpa penyebab yang
pasti, namun dari hasil penelitian Miller dan Lipschlutz dikatakan bahwa
mioma uteri terjadi tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat
pada “Cell Nest” yang selanjutnya dapat dirangsang terus-menerus oleh
hormon estrogen.
Mioma biasanya membesar pada saat kehamilan dan mengecil
setelah menopause jarang ditemukan sebelum menarche.
b. Faktor Predisposisi
Menurut Aspiani ada beberapa faktor yang diduga kuat merupakan
faktor predisposisi terjadinya mioma uteri:
1) Umur
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia produktif dan
sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri
jarang ditemukan sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid).

4
2) Hormon Endogen (endogenous hormonal)
Konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi dari
pada jaringan miometrium normal.
3) Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan
penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk
menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis
keturunan penderita mioma uteri.
4) Makanan
Dilaporkan bahwa daging sapi, daging setengah matang (redmeat),
dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran
hijau menurunkan insiden menurunkan mioma uteri.
5) Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya
kadar estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi
ke uterus. Hal ini mempercepat pembesaran mioma uteri. Efek
estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan
respon dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan
produksi reseptor progesteron, dan faktor pertumbuhan epidermal.
6) Paritas
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara dibandingkan
dengan wanita yang mempunyai riwayat melahirkan 1 (satu) kali
atau 2(2) kali.
 Faktor terbentuknya tomor:
1) Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang terjadinya reflikasi pada saat sel –
sel yang mati diganti oleh sel yang baru merupakan kesalahan
genetika yang diturunkan dari orang tua. Kesalahan ini biasanya
mengakibatkan kanker pada usia dini. Jika seorang ibu mengidap
kanker payudara, tidak serta merta semua anak gandisnya akan
mengalami hal yang sama, karena sel yang mengalami kesalahan
genetik harus mengalami kerusakan terlebih dahulu sebelum
berubah menjadi sel kanker. Secara internal, tidak dapat dicegah
namun faktor eksternal dapat dicegah. Menurut WHO, 10% -15%

5
kanker, disebabkan oleh faktor internal dan 85% disebabkan oleh
faktor eksternal (Apiani, 2017).
2) Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dapat merusak sel adalah virus, polusi udara,
makanan, radiasi dan berasal dari bahan kimia, baik bahan kimia
yang ditambahkan pada makanan, ataupun bahan makanan yang
berasal dari polusi. Bahan kimia yang ditambahkan dalam makanan
seperti pengawet dan pewarna makanan cara memasak juga dapat
mengubah makanan menjadi senyawa kimia yang berbahaya.
Kuman yang hidup dalam makanan juga dapat menyebarkan racun,
misalnya aflatoksin pada kacang-kacangan sangat erat
hubungannya dengan kanker hati. Makin sering tubuh terserang
virus makin besar kemungkinan sel normal menjadi sel kanker.
Proses detoksifikasi yang dilakukan oleh tubuh, dalam prosesnya
sering menghasilkan senyawa yang lebih berbahaya bagi tubuh,
yaitu senyawa yang bersifat radikal atau korsinogenik. Zat
korsinogenik dapat menyebabkan kerusakan pada sel.
 Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada
mioma, disamping faktor predisposisi genetik:
1) Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarche. Sering kali, pertumbuhan
tumor yang cepat selama kehamilan terjadi dan dilakukan terapi
estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat
menopouse dan oleh pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak
ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita
dengan sterilitas. Enzim hidrxydesidrogenase mengubah estradiol
(sebuah estrogen kuat) menjadi estrogen (estrogen lemah).
Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga
mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak dari pada
miometrium normal.
2) Progesteron
Progesteron merupakan antogonis natural dari estrogen.
Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara,
yaitu mengaktifkan hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah
reseptor estrogen pada tumor.

6
3) Hormon pertumbuhan (growth hormone)
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi
hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa,
yaitu HPL, terlihat pada periode ini dan memberi kesan bahwa
pertumbuhan yang cepat dari leimioma selama kehamilan mungkin
merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan estrogen.

4. Jenis Mioma Uteri


Menurut letaknya, dibagi menjadi:
a. Mioma Submukosum: di bawah endometrium dan menonjol ke cavum
uteri.
b. Mioma Intramural: berada di dinding uterus di antara serabut
miometrium.
c. Mioma Subserosum: tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol
pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa.

5. Patofisiologi
a. Patway Pre Operatif

Herediter, Pola hidup, Hormonal Myoma Uteri

Myoma Submukosum Myoma Subserosum


Myoma Intramural (dinding (tumbuh menjadi polip, (diantara ligament
K antara miometrium) dilahirkan melalui servik mluteum)

Penurunan Imun Tubuh Risiko Infeksi Tanda/Gejala

Perdarahan Pervagina Pembesaran Uterus

HB ↓ Risiko Kekurangan Penekanan Organ


Volume Cairan Sekitar

Tak Tertangani dgn Cepat Risiko Syok

Kurang Informasi
mengenai prognosis
penyakit dan terapi

7
Ansietas

Menekan Vesica Urinaria Penekanan Syaraf


dan rektum

Pola Eliminasi Terganggu Nyeri

Retensi Urine Konstipasi

b. Patway Post Operatif

Mioma Uteri

Perdarahan, Pembesaran Uterus

Miomektomi atau Histerektomi

Luka Insisi/Operasi

Terputusnya Kontinuitas Luka Terbuka Hilangnya Uterus


Jaringan Ovarium

Merangsang mediator
Port de Entry Estrogen Berkurang
kimia

Rangsangan diteruskan
Risiko Infeksi Produksi wanita ↓
ke Thalamus
8
Kortek Serebri Libido seksual menurun

Nyeri dipersepsikan Disfungsi Seksual

Nyeri Akut Gangguan Mobilitas


Fisik

6. Pemeriksaaan Penunjang (Wim de Jong, 2005 dalam Nurarif Amin


Huda, 2016)
a. Tes Laboratorium
Hitung darah lengkap dan apusan darah: leukositosis dapat disebabkan
oleh nekrosis akibat torsi atau degenerasi. Menurunnya kadar
hemoglobin dan hematokrit menunjukkan adanya kehilangan darah
yang kronik.
b. Tes Kehamilan Terhadap Chorioetic Gonadotropin
Sering membantu dalam evaluasi suatu pembesaran uterus yang
simetrik menyerupai kehamilan atau terdapat bersama-sama dengan
kehamilan.
c. Ultrasonografi
Apabila keberadaan massa pelvis meragukan, sonografi dapat
membantu.
d. Pielogram Intravena
Dapat membantu dalam evaluasi diagnostik.
e. Pap Smear Serviks
Selalu diindikasikan untuk menyingkap neoplasia serviks sebelum
histerektomi.
f. Histerosal Pingogram
Dianjurkan bila klien menginginkan anak lagi dikemudian hari untuk
mengevaluasi distorsi rongga uterus dan kelangsungan tuba falopi.

9
7. Penatalaksanaan Pengobatan dan Implikasi Keperawatan
a. Penatalaksanaan Pengobatan (Reeves, 2001 dalam Nurarif Amin
Huda, 2016 jilid 2)
1) Terapi Medisinal (Hormonal)-releasing hormone (GnRH)
Saat ini pemakaian agonis Gonadotropin memberikan hasil untuk
memperbaiki gejal-gejala klinis yang ditimbulkan oleh mioma uteri.
Pemberian GnRH agonis bertujuan untuk mengurangi ukuran
mioma dengan jalan mengurangi produksi estrogen dari ovarium.
Efek maksimal pemberian GnRH agonis baru terlihat setelah 3
bulan. Pada 3 bulan berikutnya tidak terjadi pengurangan volume
mioma secara bermakna. Pemberian GnRH agonis sebelum
pembedahan akan mengurangi vaskularisasi pada tumor sehiingga
akan memudahkan tindakan pembedahan. Terapi hormonal lainnya
seperti kontrasepsi oral dan preparat progesteron akan mengurangi
gejala perdarahan uterus abnormal namun tidak dapat mengurangi
ukuran dari moima.
2) Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakukan terhadap mioma
yang menimbulkan gejala. Menurut American Collage of
Obstetricians and Gynecologists (ACOG) dan American Society for
Reproductive Medicine (ASRM) indikasi pembedahan pada pasien
dengan mioma uteri adalah:
a) Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi
konservatif
b) Sangkaan adanya keganasaan
c) Pertumbuhan mioma pada masa menopause
d) Infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun karena
oklusi tuba
e) Nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu
f) Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
g) Anemia akibat perdarahan
Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi maupun
histerektomi:
a) Miomektomi

10
Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang ingin
mempertahankan fungsi reproduksinya dan tidak ingin
dilakukan histerektomi. Dewasa ini ada beberapa pilihan
tindakan untuk melakukan miomektomi, berdasarkan ukuran
dan lokasi dari mioma. Tindakan miomektomi dapat dilakukan
dengan laparatomi, histeroskopi maupun dengan laparoskopi.
b) Histerektomi
Tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus dapat
dilakukan dengan 3 cara yaitu dengan pendekatan
abdominal(laparatomi), vaginal, dan pada beberapa kasus
secara laparoskopi. Tindakan histerektomi pada pasien dengan
mioma uteri merupakan indikasi bila didapati keluhan
menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus
urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14
minggu.
b. Implikasi Keperawataan
1) Manajemen nyeri
2) Reduksi ansietas
3) Manajemen konstipasi
4) Perawatan retensi urine
5) Pencegahan syok
6) Manajemen hipovolemia
7) Pencegahan infeksi
8) Konseling sensualitas
9) Dukungan mobilisasi

8. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Anamnesa
a) Identitas Klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku bangsa, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, alamat.
b) Identitas Penanggung jawab: Nama, umur, jenis
kelamin,hubungan dengan keluarga, pekerjaan, alamat.2.
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama

11
Keluhan yang paling utama dirasakan oleh pasien mioma
uteri,misalnya timbul benjolan diperut bagian bawah yang relatif
lama.Kadang-kadang disertai gangguan haid
b) Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang di rasakan oleh ibu penderita mioma saat
dilakukan pengkajian, seperti rasa nyeri karena terjadi tarikan,
manipulasi jaringan organ. Rasa nyeri setelah bedah dan
adapun yang yang perlu dikaji pada rasa nyeri adalah lokasih
nyeri, intensitas nyeri, waktu dan durasi serta kualitas nyeri.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita dan
jenis pengobatan yang dilakukan oleh pasien mioma uteri,
tanyakan penggunaan obat-obatan, tanyakan tentang riwayat
alergi, tanyakan riwayat kehamilan dan riwayat persalinan
dahulu, penggunaan alat kontrasepsi, pernah dirawat/dioperasi
sebelumnya.
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan kepada keluarga apakah ada anggota keluarga yang
mempunyai penyakit mioma uteri dan apakah ada anggota
keluarga yang mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes
melitus, hipertensi, jantung, penyakit kelainan darah dan
riwayat kelahiran kembar dan riwayat penyakit mental.
e) Riwayat Obstetri Untuk mengetahui riwayat obstetri pada
pasien mioma uteri yang perlu diketahui adalah
1) Keadaan haid
Tanyakan tentang riwayat menarche dan haid terakhir,
sebab mioma uteri tidak pernah ditemukan sebelum
menarche dan mengalami atrofi pada masa menopause.
2) Riwayat kehamilan dan persalinan
Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri,
dimana mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini
dihubungkan dengan hormon estrogen, pada masa ini
dihasilkan dalam jumlah yang besar.

12
3) Faktor Psikososial
a) Tanyakan tentang persepsi pasien mengenai penyakitnya,
faktor- faktor budaya yang mempengaruhi, tingkat pengetahuan
yang dimiliki pasien mioma uteri, dan tanyakan mengenai
seksualitas dan perawatan yang pernah dilakukan oleh pasien
mioma uteri.
b) Tanyakan tentang konsep diri: Body image, ideal diri, harga diri,
peran diri, personal identity, keadaan emosi, perhatian dan
hubungan terhadap orang lain atau tetangga, kegemaran atau
jenis kegiatan yang disukai pasien mioma uteri, mekanisme
pertahanan diri, dan interaksi sosial pasien mioma uteri dengan
orang lain.
4) Pola Kebiasaan sehari-hari
Pola nutrisi sebelum dan sesudah mengalami mioma uteri yang
harus dikaji adalah frekuensi, jumlah, tanyakan perubahan nafsu
makan yang terjadi.
5) Pola eliminasi
Tanyakan tentang frekuensi, waktu, konsitensi, warna, BABterakhir.
Sedangkan pada BAK yang harus di kaji adalah frekuensi,warna,
dan bau.
6) Pola Aktivitas, Latihan, dan bermain
Tanyakan jenis kegiatan dalam pekerjaannya, jenis olahraga dan
frekwensinya, tanyakan kegiatan perawatan seperti mandi,
berpakaian, eliminasi, makan minum, mobilisasi.
7) Pola Istirahat dan Tidur
Tanyakan waktu dan lamanya tidur pasien mioma uteri saat siang
dan malam hari, masalah yang ada waktu tidur
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Kaji tingkat kesadaran pasien mioma uteri
2) Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi,suhu, pernapasan.
3) Pemeriksaan Fisik Head to toe
a) Kepala dan rambut : lihat kebersihan kepala dan keadaan
rambut.
b) Mata : lihat konjungtiva anemis, pergerakan bola mata simetris

13
c) Hidung : lihat kesimetrisan dan kebersihan, lihat adanya
pembengkakan konka nasal/tidak
d) Telinga : lihat kebersihan telinga, kesimetrisan telinga
e) Mulut : lihat mukosa mulut kering atau lembab, lihat kebersihan
rongga mulut, lidah dan gigi, lihat adanya penbesaran tonsil.
f) Leher dan tenggorokan : raba leher dan rasakan adanya
pembengkakan kelenjar getah bening/tidak, ada/tidaknya
peningkatan JVP, dan kesimetrisan leher.
g) Dada atau thorax : paru-paru/respirasi, jantung/kardiovaskuler
dan sirkulasi, ketiak dan abdomen.
h) Abdomen
 Infeksi: bentuk dan ukuran, adanya lesi, terlihat menonjol,
 Palpasi: terdapat nyeri tekan pada abdomen
 Perkusi: timpani, pekak
 Auskultasi: bagaimana bising usus
i) Ekstremitas/ muskoluskletal terjadi pembengkakan
padaekstremitas atas dan bawah pada pasien mioma uteri
j) Genetalia dan anus perhatikan kebersihan, adanya lesi,
perdarahan diluar siklus menstruasi
c. Analisa Data
1) Pre Operatif
No Data Etiologi Masalah
1. DS: Herediter, Pola hidup, Nyeri Akut
 Mengeluh nyeri Hormonal

DO: Myoma Uteri
 Tampak meringis ↓
 Bersikap protektif Tanda dan Gejala
(mis waspada, ↓
posisi Pembesaran Uterus
menghindari ↓
nyeri) Penekanan Organ Sekitar
 Gelisah ↓
 Frekuensi nadi Penekanan Syaraf
meningkat ↓
 Sulit tidur
Nyeri
 Tekanan darah
meningkat
 Pola napas
berubah
 Nafsu makan
berubah
 Proses berpikir

14
terganggu
 Menarik diri
 Menarik diri
 Diaforesis

2. DS: Herediter, Pola hidup, Ansietas


 Merasa bingung Hormonal
 Merasa khawatir ↓
dengan akibat Myoma Uteri
dari kondisi yang ↓
dihadapi Tanda dan gejala
 Sulit ↓
berkonsentrasi Perdarahan Pervagina
 Tampak gelisah ↓
 Tampak tegang Kurang Informasi mengenai
 Sulit tidur prognosis penyakit dan terapi
DO: ↓
Ansietas
 Mengeluh pusing
 Anoreksia
 Palpitasi
 Merasa tidak
berdaya
 Frekuensi napas
meningkat
 Frekuensi nadi
meningkat
 Tekanan darah
meningkat
 Diaforesis
 Tremor
 Muka tampak
pucat
 Suara bergetar
 Kontak mata
buruk
 Sering berkemih

3. DS: Herediter, Pola hidup, Konstipasi


 Defekasi kurang Hormonal
dari 2 kali dalam 1 ↓
minggu Myoma Uteri
 Pengeluaran feses ↓
lama dan sulit Tanda dan Gejala
 Mengejan saat ↓
defekasi Pembesaran Uterus
DO: ↓
 Feses keras Penekanan Organ Sekitar
 Peristaltik usus ↓
Menekan Vesica Urinaria dan
menurun
rektum
 Distensi abdomen ↓
 Kelemahan umum Pola Eliminasi Terganggu
 Teraba masssa ↓
pada rektal
Konstipasi

15
4. DS: Herediter, Pola hidup, Retensi Urine
 Sensasi penuh Hormonal
pada kandung ↓
kemih Myoma Uteri
 Dribbling ↓
DO: Tanda dan Gejala
 Disuria/anuria ↓
 Distensi Kandung Pembesaran Uterus
kemih ↓
 Inkontinensia Penekanan Organ Sekitar
berlebihan ↓
Menekan Vesica Urinaria dan
 Residu urine 150 rektum
ml atau lebih ↓
Pola Eliminasi Terganggu

Retensi Urine
5. DS: Herediter, Pola hidup, Risiko Syok
 (-) Hormonal
DO: ↓
 (-) Myoma Uteri

Tanda dan gejala

Perdarahan Pervagina

HB Turun

Tak Tertangani Dengan Cepat

Risiko Syok

6. DS: Herediter, Pola hidup, Risiko


 (-) Hormonal Kekurangan
DO: ↓ volume cairan
 (-) Myoma Uteri (hipovolemia)

Tanda dan gejala

Perdarahan Pervagina

Risiko Kekurangan Volume
Cairan (hipovolemia)

7, DS: Herediter, Pola hidup, Risiko Infeksi


 (-) Hormonal
DO: ↓
 (-) Myoma Uteri

Tanda dan gejala

Perdarahan Pervagina

Penurunan Imun

Risiko Infeksi

16
2) Post Operatif
N Data Etiologi Masalah
o
1. DS: Mioma Uteri Nyeri Akut:
 Mengeluh nyeri ↓ Miomektomi/histerektomi
Perdarahan,
DO: Pembesaran Uterus
 Tampak meringis ↓
 Bersikap protektif Agen pencedera fisik
(mis waspada, (Miomektomi atau
posisi Histerektomi)
menghindari ↓
nyeri) Luka Insisi/Operasi
 Gelisah ↓
 Frekuensi nadi Terputusnya
meningkat Kontinuitas Jaringan
 Sulit tidur ↓
Merangsang mediator
 Tekanan darah
kimia
meningkat

 Pola napas
Rangsangan diteruskan
berubah
ke Thalamus
 Nafsu makan ↓
berubah Kortek Serebri
 Proses berpikir ↓
terganggu Nyeri dipersepsikan
 Menarik diri ↓
 Menarik diri Nyeri
 Diaforesis

2. DS: Mioma Uteri Disfungsi Seksual


 Mengungkapkan ↓
aktivitas seksual Perdarahan,
berubah Pembesaran Uterus
 Merasakan ↓
hubungan Miomektomi atau
seksual tidak Histerektomi
memuaskan ↓
 Mengeluhkan Luka Insisi/Operasi
hasrat seksual ↓
berubah Hilangnya Uterus
 Mengungkapkan Ovarium
fungsi seksual ↓
berubah Estrogen Berkurang
 Mengeluh nyeri ↓
saat Produksi wanita ↓
berhubungan ↓
seksual Libido seksual menurun
(dispareunia) ↓
 Mengeluh Disfungsi Seksual
hubungan
seksual terbatas
DO:
 (-)

17
 (-)
3. DS: Mioma Uteri Gangguan Mobilitas
 (-) ↓ Fisik
 Nyeri saat Perdarahan,
bergerak Pembesaran Uterus
 Enggan ↓
melakukan Miomektomi atau
pergerakan Histerektomi
 Merasa cemas ↓
saat bergerak Luka Insisi/Operasi
DO: ↓
 (-) Terputusnya
 Gerakan terbatas Kontinuitas Jaringan

Merangsang mediator
kimia

Rangsangan diteruskan
ke Thalamus

Kortek Serebri

Nyeri dipersepsikan

Gangguan Mobilitas
Fisik

4. DS: Mioma Uteri Risiko Infeksi


 (-) ↓
DO: Perdarahan,
 (-) Pembesaran Uterus

Miomektomi atau
Histerektomi

Luka Insisi/Operasi

Luka Terbuka

Port de Entry

Risiko Infeksi

d. Diagnosa Keperawatan Sesuai Prioritas


Pre Operatif
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi
(mioma uteri)
2) Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
3) Konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen
4) Retensi urine berhubungan dengan peningkatan tekanan uretra

18
5) Risiko syok dibuktikan dengan kekurangan volume cairan
6) Risiko hipovolemia (kekurangan volume cairan) dibuktikan
dengan kehilangan cairan secara aktif
7) Risiko infeksi dibuktikan dengan ketidakadekuatan pertahanan
tubuh sekunder
Post Operatif
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik:
Miomektomi/histerektomi
2) Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan
fungsi/struktur tubuh (pembedahan)
3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
4) Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif

19
e. Intervensi Keperawatan
Pre Operatif
N
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
o
1. Nyeri akut berhubungan TUPAN: Manajemen nyeri
dengan agen pencedera Setelah dilakukan tindakan Tindakan
fisiologi (mioma uteri) keperawatan 3X24 jam 1. Observasi
ditandai dengan: nyeri hilang a. Identifikasi lokasi, karakteristik,
DS: TUPEN: durasi, frekuensi, kualitas, a. Perubahan dalam lokasi/intensitas
 Mengeluh nyeri Setelah dilakukan tindakan intensitas nyeri tidak umum dapat menunjukkan
 (-) keperawatan 1x24 jam terjadinya komplikasi. Nyeri
agen pencedera fisiologi cenderung menjadi konstan, lebih
DO: berkurang dengan kriteria hebat dan menyebar ke atas, nyeri
 Tampak meringis hasil: dapat lokal bila terjadi abses.
 Bersikap protektif  Keluhan nyeri Sehingga dapat memilih intervensi
(mis waspada, menurun b. Identifikasi skala nyeri yang tepat
posisi menghindari  Tidak tampak meringis b. Berguna dalam pengawasan
nyeri)  Sikap protektif keefektifan obat dan kemajuan
 Gelisah menurun c. Identifikasi respons nyeri non penyembuhan
 Gelisah menurun verbal c. Untuk mengetahui tingkat nyeri
 Frekuensi nadi
meningkat  Frekuensi nadi d. Identifikasi faktor yang
membaik memperberat dan memperingan d. Untuk menghindari terjadinya nyeri
 Sulit tidur
 Pola napas membaik nyeri
 Tekanan darah
e. Identifikasi pengetahuan dan
meningkat  Tekanan darah
keyakinan tentang nyeri
 Pola napas berubah membaik e. Karena nyeri dapat merupakan
 Nafsu makan  Nafsu makan faktor utama yang menghambat
berubah membaik kemampuan dan keinginan individu
f. Identifikasi pengaruh budaya
 Proses berpikir  Pola tidur membaik terhadap respon nyeri untuk pulih dari suatu penyakit
terganggu  Proses berpikir f. Karena keyakinan dan nilai-nilai
 Menarik diri membaik budaya mempengaruhi cara
individu dalam mengatasi nyeri.

20
 Diaforesis  Menarik diri menurun Ekspresi nyeri dapat dibagi ke
 Diaforesis menurun dalam dua kategori yaitu tenang
dan emosi.
Klien tenang umumnya akan diam
berkenaan dengan nyeri, mereka
memiliki sikap dapat menahan
nyeri sedangkan klien yang
emosional akan berekspresi secara
verbal dan akan menunjukkan
tingkah laku nyeri dengan merintih
g. Identifikasi pengaruh nyeri pada dan menangis
kualitas hidup g. Untuk mengetahui aktivitas apa
saja yang tidak bisa dilakukan klien
h. Monitor terapi komplementer pada saat nyeri
yang sudah diberikan h. Untuk mengetahui apakah terapi
komplementer tersebut efektif atau
2. Terapeutik tidaknya dalam mengatasi nyeri
a. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri a. Menghindari ketergantungan akan
(mis. Terapi musik, aromaterapi) obat farmakologis
b. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri b. Lingkungan yang nyaman akan
(mis.kebisingan, suhu ruangan, meningkatkan relaksasi pasien
pencahayaan) sehingga dapat menurunkan rasa
c. Fasilitasi istirahat dan tidur nyeri
c. Sebagai salah satu cara distraksi
sehingga pasien terhindar dari
d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
nyeri dalam pemilihan strategi d. Untuk memastikan bahwa nyeri
meredakan nyeri pasien post operasi dapat
3. Edukasi dibebaskan
a. Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri a. Agar pasien mengetahui
penyebab, periode dan pemicu

21
nyeri sehingga pasien dapat
menghindari hal tersebut
b. Jelaskan strategi meredakan b. Agar pasien mengetahui cara
nyeri untuk mengatasi nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri c. Agar pasien dapat langsung
secara mandiri melaporkan nyeri yang dirasakan
kepada perawat. Intervensi dini
pada kontrol nyeri memudahkan
pemulihan otot/jaringan dengan
menurunkan tegang otot dan
memperbaiki sirkulasi
d. Anjurkan menggunakan d. Nyeri berat/lama dapat
analgetik secara tepat meningkatkan syok dan lebih sulit
hilang, memerlukan dosis obat
lebih besar,yang dapat mendasari
masalah/komplikasi dan dapat
memperberat depresi pernapasan
e. Ajarkan teknik nonfarmakologis e. Untuk menghindari ketergantungan
untuk mengurangi rasa nyeri terhadap obat farmakologis
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu a. Untuk mengontrol/mengurangi
nyeri dan meningkatkan kerjasama
dengan aturan terapeutik

2. Ansietas berhubungan TUPAN: Reduksi ansietas


dengan kurang terpapar Setelah dilakukan tindakan Tindakan
informasi ditandai keperawatan 3x24 jam 1. Observasi
dengan: ansietas menurun a. Identifikasi saat tingkat ansietas a. Untuk mengetahui tingkat ansietas
DS: berubah (mis. Kondisi, waktu, pasien
 Merasa bingung TUPEN: stresor)
 Merasa khawatir Setelah dilakukan tindakan b. Identifikasi kemampuan b. Untuk mengetahui kemampuan

22
dengan akibat dari keperawatan 1x24 jam mengambil keputusan pasien dalam mengambil
kondisi yang informasi terpapar keputusan
dihadapi membaik dengan kriteria c. Monitor tanda-tanda ansietas c. Untuk mengetahui secara dini
 Sulit berkonsentrasi hasil: (verbal dan nonverbal) ansietas pasien sehingga
 Tampak gelisah intervensi yang dilakukan lebih
 Tampak tegang  Verbalisasi cepat
 Sulit tidur kebingungan menurun 2. Terapeutik
DO:  Verbalisasi khawatir a. Ciptakan suasana terapeutik a. Agar pasien dapat
 Mengeluh pusing akibat kondisi yang untuk menumbuhkan mengungkapkan ansietas yang
 Anoreksia dihadapi menurun kepercayaan dialaminya
 Palpitasi  Konsentrasi membaik b. Pahami situasi yang membuat b. Agar intervensi yang dilakukan
 Perilaku gelisah ansietas tepat
 Merasa tidak
menurun c. Dengarkan dengan penuh c. Agar pasien merasa di perhatikan
berdaya
 Perilaku tegang perhatian sehingga dapat menumbuhkan
 Frekuensi napas rasa pecaya pasien kepada
meningkat menurun
 Pola tidur membaik perawat
 Frekuensi nadi d. Gunakan pendekatan yang d. Membuat pasien merasa rileks dan
meningkat  Keluhan pusing
menurun tenang dan meyakinkan yakin bahwa perawat dapat
 Tekanan darah dipercaya
meningkat  Anoreksia menurun
3. Edukasi
 Diaforesis  Palpitasi menurun
a. Informasikan secara faktual a. Meningkatkan pengetahuan pasien
 Tremor  Perasaan
mengenai diagnosis, sehinga pasien mengetahui apa
 Muka tampak pucat keberdayaan
pengobatan dan prognosis yang diharapkan dan dapat
membaik
 Suara bergetar menurunkan ansietas pasien
 Frekuensi pernapasan
 Kontak mata buruk
menurun b. Anjurkan keluarga untuk tetap b. Agar pasien merasa tenang dan
 Sering berkemih
 Frekuensi nadi bersama pasien, jika perlu diperhatikan
menurun c. Anjurkan mengungkapkan c. Agar semua perasaan dapat
 Diaforesis menurun perasaan dan persepsi terungkapkan sehingga pasien
 Pucat menurun merasa rileks
 Kontak mata membaik d. Latih kegiatan pengalihan untuk d. Untuk meningkatkan relaksasi
 Pola berkemih mengurangi ketegangan pasie
membaik e. Latih teknik relaksasi e. Relaksasi dapat menurunkan

23
tingkat ansietas
4. Kolaborasi
a. Untuk menurunkan ansietas pasien
a. Kolaborasi pemberian
antiansietas, jika perlu
3. Konstipasi berhubungan TUPAN Manajemen Konstipasi
dengan kelemahan otot Setelah dilakukan tindakan Tindakan
abdomen ditandai keperawatan 3x24 jam 1. Observasi
dengan: konstipasi hilang. a. Periksa tanda dan gejala a. Untuk mengetahui apakah pasien
DS: TUPEN konstipasi mengalami konstipasi atau
 Defekasi kurang dari Setelah dilakukan tindakn tidaknya sehingga intervensi yang
2 kali dalam 1 keperawatan 1x24 jam dilakukan tepat
minggu kelemahan otot abdomen b. Periksa pergerakan usus, b. Untuk mendefinisikan masalah
 Pengeluaran feses berkurang dengan kriteria karakteristik feses diare atau konstipasi. Konstipasi
lama dan sulit hasil: adalah salah satu manifestasi
 Mengejan saat  Keluhan defekasi termudah dari neurotoksisitas
defekasi lama dan sulit 2. Terapeutik
DO: menurun a. Anjurkan untuk diet tinggi serat a. Melancarkan pencernaan. Serat
 Feses keras  Kontrol pengeluaran dapat meningkatkan berat dan
 Peristaltik usus feses meningkat ukuran dari feses karena ia
menurun  Mengejan saat menyerap air, membuat feses lebih
 Distensi abdomen defekasi menurun lunak sehingga lebih mudah untuk
 Konsistensi feses dikeluarkan melalui anus
 Teraba masssa pada
rektal membaik
 Peristaltik usus 3. Edukasi
membaik a. Jelaskan etiologi masalah dan a. Dapat menambah pengetahuan
 Distensi abdomen alasan tindakan pasien sehingga pasien mudah
menurun diajak kerjasama
b. Ajarkan cara mengatasi b. Agar intervensi yang dilakukan
 Tidak teraba massa
konstipasi lebih dini
pada rektal
4. Kolaborasi
a. Konsultasi dengan tim medis a. Sehingga intervensi yang dilakukan
tentang penurunan frekuensi lebih tepat
suara usus

24
b. Kolaborasi penggunaan obat b. Obat pencahar dapat melunakkan
pencahar tinja dan menstimulasi kerja usus
(mempercepat gerakan usus untuk
membuang tinja)
4. Retensi urine TUPAN Perawatan Retensi Urine
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Tindakan
peningkatan tekanan keperawatan 3x24 jam 1. Observasi
uretra ditandai dengan: retensi urine hilang a. Identifikasi penyebab retensi a. Untuk mengetahui penyebab
DS: TUPEN urine (peningkatan tekanan retensi urine sihingga intervensi
 Sensasi penuh pada Setelah dilakukan tindakan uretra) yang dilakukan lebih tepat
kandung kemih keperawatan 1x24 jam b. Monitor intake dan output cairan b. Dapat mengidentifikasi retensi
 Dribbling peningkatan tekanan uretra urine bila berkemih dengan sering
DO: berkurang dengan kriteria dalm jumlah sedikit/kurang
 Disuria/anuria hasil: (˂100ml)
 Distensi Kandung  Sensasi penuh pada c. Monitor tingkat distensi kandung c. Persepsi kandung kemih penuh,
kemih kandung kemih kemih dengan palpasi/perkusi distensi kandung kemih di atas
 Inkontinensia menurun simpisis pubis menunjukan retensi
berlebihan  Dribbling(urine urine
 Residu urine 150 ml menetes) menurun
atau lebih  Disuria/anuria 2. Tindakan
menurun a. Sediakan privasi untuk a. Meningkatkan relaksasi otot
 Distensi kandung berkemih perineal dan dapat mempermudah
kemih menurun upaya berkemih
 Inkontinensia b. Pasang kateter urine b. Untuk mengurangi retensi urine
menurun agar tidak terjadi atoni kandung
 Volume residu urine kemih
menurun
3. Edukasi
a. Jelaskan penyebab retensi a. Meningkatkan pengetahuan pasien
urine sehingga nanti pasien dapat
menghindari penyebab tersebut
b. Anjurkan pasien atau keluarga b. Untuk mengetahui adanya retensi
mencatat output urine urine atau tidak sehingga pasien
dan keluarga bisa langsung lapor

25
pada perawat

5. Risiko syok dibuktikan TUPAN Pencegahan Syok


dengan kekurangan Setelah dilakukan tindakan Tindakan
volume cairan keperawatan 3x24 jam 1. Observasi
risiko syok tidak terjadi a. Monitor status kardiopulmonal a. Memastikan tanda-tanda vital
TUPEN (frekuensi dan kekuatan nadi, pasien masih dalam batas normal
Setelah dilakukan tindakan frekuensi napas, TD, MAP)
keperawatan 1x24 jam b. Monitor status oksigenasi b. Memantau perkembangan
kekurangan volume cairan (Oksimetri nadi, AGD) pengobatan terhadap suatu jenis
tidak terjadi dengan kriteria penyakit tertentu melalui
hasil: pemeriksaan yang diperlukan
 Nadi kuat c. Monitor status cairan (turgor c. Mengetahui ada tidaknya dehidrasi
 Tidak ada penurunan kulit, CRT)
kesadaran d. Monitor tingkat kesadaran d. Mengetahui tingkat dehidrasi
 Saturasi oksigen
normal 2. Terapeutik
 Akral dingin tidak ada a. Berikan oksigen untuk a. Secara umum untuk mencegah
 Haus tidak ada mempertahankan saturasi dan memperbaiki hipoksia jaringan
 Frekuensi napas oksigen ˃94%
normal b. Pasang jalur IV b. Mempertahankan atau mengganti
cairan tubuh
 Tekanan darah normal
c. Pasang kateter urine untuk c. Untuk mengetahui tingkat dehidrasi
 MAP normal
menilai produksi urine,jika perlu
 Frekuensi nadi normal

3. Edukasi
a. Jelaskan penyebab/faktor risiko a. Meningkatkan pengetahun pasien
syok tentang penyebab dan faktor risiko
syok sehingga hat tersebut dapat
dihindari oleh pasien
b. Jelaskan tanda dan gejala awal b. Meningkatkan pengetahuan pasien

26
syok sehingga nanti intervensi lebih dini
c. Anjurkan memperbanyak c. Untuk menghindari terjadinya
asupan cairan oral jika pasien dehidrasi
sadar
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian IV, jika a. Mempertahankan atau mengganti
perlu cairan tubuh

6. Risiko hipovolemia TUPAN Manajemen hipovolemia


(kekurangan volume Setelah dilakukan tindakan Tindakan
cairan) dibuktikan keperawatan 3x24 jam 1. Observasi
dengan kehilangan risiko hipovolemia tidak a. Periksa tanda dan gejala a. Merupakan indikator dari tingkat
cairan secara aktif terjadi hipovolemia (mis. Frekuensi dehidrasi atau volume sirkulasi
TUPEN nadi meningkat,nadi teraba yang adekuat
Setelah dilakukan tindakan lemah, tekanan darah menurun,
keperawatan 1x24 jam tekanan nadi menyempit, turgor
kehilangan cairan secara kulit menurun, membaran
aktif tidak terjadi dengan mukosa kering, volume urin
kriteria hasil: menurun, hematokrit meningkat,
 Nadi kuat haus, lemah)
 Turgor kulit kembali b. Monitor intake dan output cairan b. Untuk mengetahui intake dan
kurang dari 2 detik output pasien seimbang atau
 Dispneu tidak ada tidaknya
 Keluhan haus tidak
ada
2. Terapeutik a. Untuk mengetahui apakah
 Frekuensi nadi normal
a. Hitung kebutuhan cairan kebutuhan cairan seimbang
 Tekanan darah normal
b. Untuk meningkatkan tekanan
 Tidak ada penurunan b. Berikan posisi modified pengisian kapiler ke jantung
kadar HB (HB normal) trendelenburg c. Untuk memenuhi kebutuhan cairan
 Suhu tubuh normal c. Berikan asupan cairan oral pasien
 Kadar hematokrit
normal
a. Agar kebutuhan cairan pasien

27
3. Edukasi terpenuhi
a. Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral

a. Agar intervensi lebih efektif


sehingga kebutuhan cairan cepat
4. Kolaborasi terpenuhi
a. Kolaborasi pemberian cairan IV b. Untuk meningkatkan volume cairan
isotonis (mis. NaCL, RL)

b. Kolaborasi pemberian produk


darah

7. Risiko infeksi dibuktikan TUPAN: Pencegahan infeksi


dengan Setelah dilakukan tindakan Tindakan
ketidakadekuatan keperawatan 3x24 jam 1. Observasi
pertahanan tubuh risiko infeksi tidak terjadi a. Monitor tanda dan gejala infeksi a. Untuk mengetahui tanda dan
sekunder TUPEN: lokal dan sistemik gejala infeksi pada pasien
Setelah dilakukan tindakan sehingga intervensi yang dilakukan
keperawatan 1x24 jam akan lebih tepat
ketidakadekuatan 2. Terapeutik
pertahanan tubuh a. Batasi jumlah pengunjung a. Menurunkan risiko terpajan
sekunder tidak terjadi pada/menambah infeksi sekunder
dengan kriteria hasil: pada pasien yang mengalami
 Demam tidak terjadi tekanan imun
 Kemerahan tidak ada b. Cuci tangan sebelum dan b. Menurunkan risiko terpajan
 Bengkak tidak ada sesudah kontak dengan pasien pada/menambah infeksi sekunder
 Cairan berbau busuk dan lingkungan pasien
tidak ada c. Pertahankan teknik aseptik pada c. Mencegah meluas dan membatasi
 Kadar sel darah putih pasien berisiko tinggi penyebaran organisme
normal infektif/kontaminasi silang

28
3. Edukasi
a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi a. Meningkatkan pengetahuan
tentang tanda dan gejala infeksi
sehingga mengetahui tindakan apa
yang harus dilakukan
b. Ajarkan cara mencuci tangan b. Agar dapat melakukan cuci tangan
yang benar yang benar sehingga dapat
mencegah penyebaran bakteri,
kontaminasi silang
c. Ajarkan etika batuk c. Untuk mencegah terjadinya infeksi
sekunder
d. Ajarkan cara memeriksa kondisi d. Agar mengetahui lukanya dalam
luka atau luka operasi kondisi luka atau luka operasinya
baik atau buruk sehingga dapat
melakukan tindakan yang tepat
e. Anjurkan meningkatkan asupan e. Karena pada pasien yang
nutrisi mengalami pembedahan
kebutuhan nutrisinya meningkat.
Nutrisi yang adekuat dapat
mempercepat proses
penyembuhan luka
f. Anjurkan meningkatkan asupan f. Karena apabila asupan cairan
cairan kurang akan menyebabkan
hipovolemia yang dapat
menyebabkan luka mengalami
iskemia dan proses
penyembuhannya terhambat
sehingga risiko terjadinya infeksi
pada luka menjadi besar.

29
Post Operatif
N Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
o
1. Nyeri akut berhubungan TUPAN: Manajemen nyeri
dengan agen pencedera Setelah dilakukan tindakan Tindakan
fisik:Miomektomi/histerek keperawatan 3x24 jam
tomi nyeri hilang 1. Observasi a. Perubahan dalam lokasi/intensitas
yang ditandai dengan: TUPEN: a. Identifikasi lokasi, karakteristik, tidak umum dapat menunjukkan
DS: Setelah dilakukan tindakan durasi, frekuensi, kualitas, terjadinya komplikasi. Nyeri
 Mengeluh nyeri keperawatan 1x24 jam intensitas nyeri cenderung menjadi konstan, lebih
agen pencedera fisiologi hebat dan menyebar ke atas, nyeri
DO: berkurang dengan kriteria dapat lokal bila terjadi abses.
 Tampak meringis hasil: Sehingga dapat memilih intervensi
 Bersikap protektif  Keluhan nyeri yang tepat
(mis waspada, menurun b. Berguna dalam pengawasan
posisi menghindari  Tidak tampak meringis b. Identifikasi skala nyeri keefektifan obat dan kemajuan
nyeri)  Sikap protektif penyembuhan
 Gelisah menurun c. Untuk mengetahui tingkat nyeri
 Gelisah menurun c. Identifikasi respons nyeri non
 Frekuensi nadi
verbal d. Untuk menghindari terjadinya nyeri
meningkat  Frekuensi nadi
d. Identifikasi faktor yang
 Sulit tidur membaik
memperberat dan memperingan
 Tekanan darah  Pola napas membaik
nyeri e. Karena nyeri dapat merupakan
meningkat  Tekanan darah e. Identifikasi pengetahuan dan faktor utama yang menghambat
 Pola napas berubah membaik keyakinan tentang nyeri kemampuan dan keinginan individu
 Nafsu makan  Nafsu makan
untuk pulih dari suatu penyakit

30
berubah membaik f. Karena keyakinan dan nilai-nilai
 Proses berpikir  Pola tidur membaik f. Identifikasi pengaruh budaya budaya mempengaruhi cara
terganggu  Proses berpikir terhadap respon nyeri individu dalam mengatasi nyeri.
 Menarik diri membaik Ekspresi nyeri dapat dibagi ke
 Diaforesis  Menarik diri menurun dalam dua kategori yaitu tenang
 Diaforesis menurun dan emosi. Klien tenang umumnya
akan diam berkenaan dengan
nyeri, mereka memiliki sikap dapat
menahan nyeri sedangkan klien
yang emosional akan berekspresi
secara verbal dan akan
menunjukkan tingkah laku nyeri
dengan merintih dan menangis
g. Untuk mengetahui aktivitas apa
g. Identifikasi pengaruh nyeri pada saja yang tidak bisa dilakukan klien
kualitas hidup pada saat nyeri
h. Untuk mengetahui apakah terapi
h. Monitor terapi komplementer komplementer tersebut efektif atau
yang sudah diberikan tidaknya dalam mengatasi nyeri

2. Terapeutik a. Menghindari ketergantungan akan


a. Berikan teknik nonfarmakologis obat farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. Terapi musik,
aromaterapi) b. Lingkungan yang nyaman akan
b. Kontrol lingkungan yang meningkatkan relaksasi pasien
memperberat rasa nyeri sehingga dapat menurunkan rasa
(mis.kebisingan, suhu ruangan, nyeri
pencahayaan) c. Sebagai salah satu cara distraksi
c. Fasilitasi istirahat dan tidur sehingga pasien terhindar dari
nyeri
d. Untuk memastikan bahwa nyeri
d. Pertimbangkan jenis dan pasien post operasi dapat

31
sumber nyeri dalam pemilihan dibebaskan
strategi meredakan nyeri

3. Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode a. Agar pasien mengetahui penyebab,
dan pemicu nyeri periode dan pemicu nyeri sehingga
pasien dapat menghindari hal
tersebut
b. Jelaskan strategi meredakan b. Agar pasien mengetahui cara untuk
nyeri mengatasi nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri c. Agar pasien dapat langsung
secara mandiri melaporkan nyeri yang dirasakan
kepada perawat. Intervensi dini
pada kontrol nyeri memudahkan
pemulihan otot/jaringan dengan
menurunkan tegang otot dan
memperbaiki sirkulasi
d. Anjurkan menggunakan d. Nyeri berat/lama dapat
analgetik secara tepat meningkatkan syok dan lebih sulit
hilang, memerlukan dosis obat
lebih besar,yang dapat mendasari
masalah/komplikasi dan dapat
memperberat depresi pernapasan
e. Ajarkan teknik nonfarmakologis e. Untuk menghindari ketergantungan
untuk mengurangi rasa nyeri terhadap obat farmakologis

4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu a. Untuk mengontrol/mengurangi
nyeri dan meningkatkan kerjasama
dengan aturan terapeutik

32
2. Disfungsi seksual TUPAN Konseling Seksualitas
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Tindakan
perubahan fungsi/struktur keperawatan 3x24 jam 1. Observasi
tubuh (pembedahan) disfungsi seksual hilang a. Identifikasi tingkat pengetahuan, a. Untuk mengetahui pengetahuan
yang ditandai dengan: TUPEN masalah seksualitas. pasien mengenai masalah
DS: Setelah dilakukan tindakan seksualitas yang dirasakannya
 Mengungkapkan keperawatan 1x24 jam b. Identifikasi waktu disfungsi b. Untuk mengetahui kapan disfungsi
aktivitas seksual fungsi/struktur tubuh seksual dan penyebab seksual itu terjadi dan apa
berubah membaik dengan kriteria penyebabnya
 Merasakan hasil: 2. Terapeutik
hubungan seksual  Kepuasan hubungan a. Fasilitasi komunikasi antara a. Komunikasi terbuka dapat
tidak memuaskan seksual meningkat pasien dan pasangan mengidentifikasi area penyesuaian
 Mengeluhkan hasrat  Verbalisasi aktivitas atau masalah dan meningkatkan
seksual berubah seksual berubah diskusi dan resolusi sehingga
 Mengungkapkan menurun pasangan akan saling mengerti
fungsi seksual  Verbalisasi fungsi 3. Edukasi
berubah seksual berubah a. Jelaskan efek a. Untuk meningkatkan pengetahuan
 Mengeluh nyeri saat menurun pengobatan,kesehatan dan pasien sehingga lebih mudah
berhubungan  Verbalisasi nyeri saat penyakit terhadap disfungsi diajak kerjasama untuk mencapai
seksual berhubungan seksual seksual tujuan yang sama
(dispareunia) menurun b. Informasikan pentingnya b. Untuk meningkatkan kenyamanan
 Mengeluh hubungan  Keluhan hubungan modifikasi pada aktivitas pasien dalam berhubungan
seksual terbatas seksual terbatas seksual sehingga hasrat/kepuasan pasien
DO: menurun dalam melakukan hubungan akan
meningkat
 (-)
4. Kolaborasi
 (-)
a. Kolaborasi dengan spesialis a. Mungkin dibutuhkan bantuan
seksologi, jika perlu tambahan untuk meningkatkan
kepuasan hasil karena ditangani
oleh orang yang lebih berkompeten
3. Gangguan mobilitas fisik TUPAN Dukungan Mobilisasi
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Tindakan
nyeri yang ditandai keperawatan 3x24 jam 1. Observasi

33
dengan: gaangguan mobilitas fisik a. Identifikasi adanya nyeri
DS: hilang a. Untuk mengetahui keterbatasan
 Nyeri saat bergerak TUPEN b. Identifikasi toleransi fisi klien dalam mobilisasi
 Enggan melakukan Setelah dilakukantindakan melakukan pergerakan b. Untuk mengetahui kemampuan
pergerakan keperawatan 1x24 jam 2. Terapeutik klien
 Merasa cemas saat nyeri berkurang dengan a. Libatkan keluarga untuk
bergerak kriteria hasil: membantu pasien dalam a. Untuk memotivasi klien dalam
DO:  Nyeri menurun meningkatkan pergerakan mobilisasi
 Gerakan terbatas  Gerakan terbatas 3. Edukasi
menurun a. Jelaskan tujuan dan prosedur
 Kecemasan menurun mobilisasi a. Agar klien memahami tujuan
ambulasi sehingga timbul
kerjasama untuk mencapai
b. Ajarkan mobilisasi sederhana harapan yang sama
yang harus dilakukan (mis, b. Klien memahami mobilisasi seperti
duduk di tempat tidur, duduk di apa yang harus dilatih terlebih
sisi tempat tidur, pindah dari dahulu yang mudah dilakukan oleh
tempat tidur ke kursi) pasien

4. Risiko infeksi dibuktikan TUPAN: Pencegahan infeksi


dengan efek prosedur Setelah dilakukan tindakan Tindakan
invasif keperawatan 3x24 jam
risiko infeksi tidak terjadi 1. Observasi a. Untuk mengetahui tanda dan gejala
TUPEN: a. Monitor tanda dan gejala infeksi infeksi pada pasien sehingga
Setelah dilakukan tindakan lokal dan sistemik intervensi yang dilakukan akan
keperawatan 1x24 jam lebih tepat
efek prosedur invasif tidak
terjadi dengan kriteria a. Menurunkan risiko terpajan
hasil: 2. Terapeutik pada/menambah infeksi sekunder
 Demam tidak terjadi a. Batasi jumlah pengunjung pada pasien yang mengalami
 Kemerahan tidak ada tekanan imun
b. Menurunkan risiko terpajan

34
 Bengkak tidak ada pada/menambah infeksi sekunder
 Cairan berbau busuk b. Cuci tangan sebelum dan
tidak ada sesudah kontak dengan pasien c. Mencegah meluas dan membatasi
 Kadar sel darah putih dan lingkungan pasien penyebaran organisme
normal c. Pertahankan teknik aseptik infektif/kontaminasi silang
pada pasien berisiko tinggi

a. Meningkatkan pengetahuan
3. Edukasi tentang tanda dan gejala infeksi
a. Jelaskan tanda dan gejala sehingga mengetahui tindakan apa
infeksi yang harus dilakukan
b. Agar dapat melakukan cuci tangan
yang benar sehingga dapat
b. Ajarkan cara mencuci tangan mencegah penyebaran bakteri,
yang benar kontaminasi silang
c. Untuk mencegah terjadinya infeksi
sekunder
c. Ajarkan etika batuk d. Agar mengetahui lukanya dalam
kondisi luka atau luka operasinya
d. Ajarkan cara memeriksa kondisi baik atau buruk sehingga dapat
luka atau luka operasi melakukan tindakan yang tepat
e. Karena pada pasien yang
mengalami pembedahan
e. Anjurkan meningkatkan asupan kebutuhan nutrisinya meningkat.
nutrisi Nutrisi yang adekuat dapat
mempercepat proses
penyembuhan luka
f. Karena apabila asupan cairan
kurang akan menyebabkan
f. Anjurkan meningkatkan asupan hipovolemia yang dapat
cairan menyebabkan luka mengalami
iskemia dan proses
penyembuhannya terhambat
sehingga risiko terjadinya infeksi

35
pada luka menjadi besar.

36
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, Y, R. 2007. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: TIM

Doenges, Marilynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta:


EGC.

Nurarif, Amin Huda. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Edisi Revisi Jilid 2.
Jogjakarta: Mediaction.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Edisi 1 Cetakan II. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi 1 Cetakan II. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi
1 Cetakan II. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

37

Anda mungkin juga menyukai