Anda di halaman 1dari 9

SKRIPSI

PENGARUH TERAPI BERMAIN POP IT UNTUK MENURUNKAN


KECEMASAN HOSPITALISASI PADA PASIEN ANAK
USIA PRA SEKOLAH DI RSUD M.YUNUS
KOTA BENGKULU

Disusun oleh:

EUIS NUR FARIDAH


NPM: 1926010029

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2023
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan dambaan setiap pasangan yang sudah

berkeluarga. Setiap Keluarga menginginkan anaknya tumbuh dan

berkembang dengan sebaik-baiknya (mental, fisik, kognitif dan sosial)

sehingga dapat membanggakan keluarganya dan berguna bagi negara dan

bangsa. Anak adalah milik negara dan harus dihargai sejak anak dalam

kandungan hingga dewasa. Anak merupakan aset kehidupan Bangsa yang

akan menjadi generasi penerus keturunan bagi orang tua. Anak berakhlak

dan cerdas tentu harus sehat secara jasmani dan rohaninya (Pawiliyah,

2019).

Anak usia prasekolah merujuk pada anak usia 3-6 tahun. Usia pra

sekolah merupakan masa yang sangat penting dalam perkembangan anak,

oleh karena itu dinamakan golden age. Anak usia prasekolah berada pada

tahap pertumbuhan dan perkembangan fisik serta mental tercepat mereka.

Anak prasekolah belajar dengan caranya sendiri. Usia 3-6 tahun

merupakan masa sensitif anak, yaitu masa dimana fungsi tertentu perlu

distimulasi dan dibimbing agar perkembangannya tidak terhambat

(Indanah & Yulisetyaningrum, 2019).

Anak usia prasekolah terkadang mengalami berbagai masalah yaitu

anak usia 3-6 tahun sering mengalami masalah seperti penolakan,


perlawanan, dan temper tantrum yang berkaitan dengan upayanya

mengembangkan kemandirian. Sebagian besar anak mengalami masa

penolakan untuk mematuhi figur otoritas, argumen, dan sesekali

berbohong. Perilaku ini biasanya dimulai ketika seorang anak mulai

menunjukkan kebutuhan akan otonomi dan kontrol. Meskipun perilaku ini

tergolong negatif, namun tidak memerlukan perhatian klinis jika hanya

terjadi sesekali pada situasi atau keadaan tertentu (Paramita et al., 2019).

Masa kecil merupakan dasar kehidupan seseorang. Pengalaman tidak

menyenangkan yang dialami anak usia pra sekolah akan mendorong anak

mengalami hambatan dalam penyesuaian diri, terutama pada saat anak

menjalani proses hospitalisasi (Prima et al., 2020).

Hospitalisasi merupakan alasan terencana/mendesak bagi seorang

anak untuk tetap tinggal di rumah sakit untuk pengobatan dan perawatan

sampai ia kembali ke rumah. Selama proses ini, anak mengalami berbagai

peristiwa atau pengalaman yang sangat traumatis dan menegangkan.

Merawat anak di rumah sakit dapat menimbulkan kecemasan dengan

memaksa anak dipisahkan dari lingkungan yang dicintainya yaitu keluarga

dan kelompok sosialnya (Santoso & Suprapti, 2019). Di rumah sakit anak

akan menghadapi lingkungan yang asing, petugas (dokter dan perawat)

yang tidak dikenal dan gangguan terhadap gaya hidup mereka. Mereka

terkadang harus menjalani prosedur yang tidak menyenangkan dan

menimbulkan rasa nyeri ketika (disuntik, diinfus dan sebagainya). Bagi

seorang anak, keadaan sakit dan hospitalisasi menimbulkan stress bagi


kehidupannya. Anak sering menjadi tidak kooperatif terhadap perawatan

dan pengobatan di rumah sakit, anak menjadi sulit atau menolak untuk

didekati oleh petugas apalagi berinteraksi. Mereka akan menunjukkan

sikap marah, menolak makan, menangis, berteriak-teriak, bahkan berontak

saat melihat perawat atau dokter datang menghampirinya (Putry

Rahmanita et al., 2020).

Hospitalisasi sering kali menjadi krisis pertama yang harus

dihadapi anak usia prasekolah, terutama selama tahun-tahun awal, sangat

rentan terhadap krisis penyakit seperti demam dan hospitalisasi karena

stress akibat perubahan dari keadaan sehat biasa dan rutinitas lingkungan.

Reaksi anak terhadap krisis-krisis tersebut dipengaruhi oleh usia

perkembangan mereka, pengalaman mereka sebelumnya dengan penyakit,

perpisahan, atau hospitalisasi, keterampilan koping yang mereka miliki

dan dapatkan, keparahan diagnosis dan sistem pendukung yang ada

(Akhriansyah, 2018). Tindakan perawatan yang diberikan dapat

menimbulkan masalah psikologi baik bersifat emosional, kognitif, maupun

sosial pada anak. Masalah yang biasa muncul yaitu rasa takut, marah, rasa

nyeri, dan cemas (Zulfa Tesaningrum, 2014).

Cemas merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang

tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam

kehidupan sehari-hari. Respon anak terhadap lingkungan baru dapat

beraneka ragam, perasaan cemas dapat timbul karena menghadapi sesuatu

yang baru dan lingkungan yang tampak menakutkan dengan banyaknya


orang yang tampak kesakitan. Respon anak terhadap perlukaan bisa

menimbulkan kecemasan yang akan memperlihatkan ketidakmauan anak

tersebut untuk dilakukan perlukaan, sehingga akhirnya anak akan

berontak, menangis, menjerit dan tidak sedikit anak untuk minta pulang

walaupun dalam kondisi yang sakit (Pragholapati et al., 2019).

Kecemasan merupakan suatu keadaan patologik yang ditandai oleh

perasaan ketakutan disertai tanda somatik pertanda sistem saraf otonom

yang hiperaktif, dibedakan dari rasa takut yang merupakan respon

terhadap suatu penyebab yang jelas. Penyebab dari cemas dipengaruhi

oleh berbagai faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter, dan tenaga

kesehatan lainnya), lingkungan baru, maupun keluarga yang mendampingi

selama perawatan (Aryani & Zaly, 2021).

Perawatan pada anak yang berkualitas dengan memperhatikan

tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak akan dapat mengurangi

kecemasan dan ketakutan yang terjadi karena bila kecemasan dan

ketakutan tidak ditangani akan membuat anak menolak tindakan

perawatan dan pengobatan yang diberikan. Penolakan perawatan maupun

terapi oleh anak akan mempengaruhi lamanya perawatan, memperberat

kondisi anak bahkan menyebabkan kematian pada anak (Prima et al.,

2020). Untuk mengurangi dampak kecemasan akibat hospitalisasi yang

dialami anak usia prasekolah diperlukan suatu media yang dapat

mengurangi rasa cemas pada anak, salah satunya yaitu terapi bermain.
Terapi bermain merupakan kegiatan yang dapat membantu proses

penyembuhan anak dan sarana dalam melanjutkan perkembangan yang

optimal (Aryani & Zaly, 2021). Bermain merupakan dasar pendidikan dan

aplikasi terapeutik yang membutuhkan pengembangan pada pendidikan

anak usia dini (Tekin and Sezer, 2010 dalam Aryani & Zaly, 2021). Salah

satu fungsi bermain adalah sebagai terapi dimana dengan melakukan

permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya.

Melalui kegiatan bermain, anak dapat mengalihkan rasa sakitnya pada

permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan

permainan tersebut (Aryani & Zaly, 2021).

Terapi Bermain merupakan suatu kegiatan dengan menggunakan

alat yang menimbulkan pemahaman, dan sebagai alat bagi anak usia pra

sekolah untuk bermain sesuai dengan tahap perkembangan dan usianya

(Zulfa Tesaningrum, 2014). Salah satu terapi bermain yang sesuai dengan

usia anak prasekolah adalah terapi bermain Pop It. Memilih pop it sebagai

alat bermain diharapkan dapat membantu menurunkan tingkat kecemasan

pada anak usia pra sekolah. Mainan Pop It dapat mengurangi kecemasan,

stres, bahkan ketidakmampuan belajar seperti ADHD yang sering dialami

anak-anak selama masa pertumbuhan dan perkembangannya. Meski tidak

mencegah atau menghilangkan masalah, mainan ini bisa membantu

menenangkan anak, seperti saat anak cemas dan gelisah saat berada di

rumah sakit.
Hasil penelitian memperlihatkan wawancara peneliti dengan

Kepala Ruangan dan perawat yang bertugas padatanggal 16 Januari 2019,

perawat mengatakan bahwa terdapat 30 tempat tidur yang tersebar di

ruangan kelas I (Kamar IV dan Kamar I), Kelas II (Kamar XIII), Kelas III

(Kamar II) dan Kamar V (Isolasi) di Ruang Edelweis RSUD dr. M. Yunus

Bengkulu. Berdasarkan data yang diperoleh pada tanggal 31 Januari 2019

dari Rekam Medis Ruang Edelweis RSUD dr. M. Yunus Bengkulu, data

pasien di bulan OktoberDesember 2018 sejumlah 399 orang, sedangkan

pada Januari 2019 sejumlah 153 orang. Untuk program terapi bermain

sudah pernah diterapkan di Ruang Edelweis. Pelaksanaan terapi bermain

sendiri belum maksimal karena belum ada tindakan keperawatan khusus.

Kegiatan bermain pernah dilakukan oleh mahasiswa profesi yang sedang

praktek di ruang tersebut (Putry Rahmanita et al., 2020).

Hasil penelitian memperlihatkan Dari 20 orang sampel sebagian

besar responden adalah anak perempuan yaitu 13 orang (65%) dangan

rentang usia lebih dari setengan 5-6 tahun yaitu 11 orang (55,5%) dan

sebagian besar anak tidak pernah di rawat di rumah sakit sebelumnya yaitu

sebanyat 15 orang (75 %). Dari 20 orang sampel diketahui sebagian besar

sampel memiliki kecemasan berat yaitu 85% sebelum dilakukan terapi

mendongeng. Sedangkan setelah dilakukan terapi bermain skor kecemasan

anak sebgain besar turun menjadi cemas sedang sebanyak 60% anak

(Pawilliyah, 2019).
B. Rumusan Masalah

Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada

Pengaruh Terapi Bermain Pop It Untuk Menurunkan Kecemasan

Hospitalisasi Pada Pasien Anak Usia Pra Sekolah Di RSUD M.Yunus

Kota Bengkulu?”.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari Pengaruh Terapi

Bermain Pop It Untuk Menurunkan Kecemasan Hospitalisasi Pada Pasien

Anak Usia Pra Sekolah Di RSUD M.Yunus Kota Bengkulu”.

D. Manfaat Penelitian

a. Bagi STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu

Menambah ilmu dan wawasan bagi peneliti lain yang

memerlukan masukan berupa data atau pengembangan penelitian

dengan judul yang sama demi kesempurnaan penelitian ini dan sebagai

sumber informasi pada institusi Sekolah Tinggi Kesehatan Tri Mandiri

Sakti Bengkulu agar dijadikan dokumentasi ilmiah untuk merangsang

minat peneliti selanjutnya.

b. Bagi Mahasiswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan dibidang keperawatan mengenai Pengaruh Terapi Bermain

Pop It Untuk Menurunkan Kecemasan Hospitalisasi Pada Pasien Anak

Usia Pra Sekolah Di RSUD M.Yunus Kota Bengkulu”.


c. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti dalam

rangka menambah wawasan keilmuan, dan dapat dijadikan referensi

untuk penelitian selanjutnya dengan menggunakan variable yang

berbeda, sehingga hasil penelitian selanjutnya lebih bervariasi untuk

menyelesaikan masalah pada kecemasan hospitalisasi.

Anda mungkin juga menyukai