Anda di halaman 1dari 43

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak merupakan mahluk rentan dan tergantung yang selalu dipenuhi

rasa ingin tahu, aktif, serta penuh harapan. Masa anak-anak suatu awal

kehidupan untuk masa-masa berikutnya (Nursalam,2013.), tapi dalam

kenyataannya tidak semua anak mengalami masa yang menyenangkan, anak

juga mengalami sakit (Pieter, 2011). Anak yang dirawat dalam dua dekade

terakhir telah mengalami peningkatan yang cukup pesat. Presentase anak-

anak yang dirawat di rumah sakit mengalami masalah yang lebih serius dan

kompleks dibandingkan dengan masalah hospitalisasi pada tahun-tahun

sebelumnya (wong,2009).

Hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam bagi setiap

anak dimana suatu proses seorang anak diharuskan untuk tinggal di rumah

sakit dalam keadaan darurat dan akan menjalani perawatan sampai

pemulanngannya kembali ke rumah (Asmadi, 2008). Hospitalisasi pada anak

merupakan pengalaman yang penuh dengan stress baik bagi anak sendiri

maupun orang tuanya. Stressor yang dialami anak ketika menjalani

hospitalisasi menimbulkan dampak negatif yang mengganggu perkembangan

anak. Lingkungan rumah sakit dapat menjadi penyebab stress dan kecemasan

pada anak (Utami, 2014). Lingkungan rumah sakit yang dapat menimbulkan

trauma pada anak adalah lingkungan fisik rumah sakit, tenaga kesehatan baik

dari sikap maupun pakaian putih, alat-alat yang digunakan dan lingkungan

1
2

social antar sesama pasien. Efek hospitalisasi pada anak dipengaruhi oleh

sifat dan keparahan masalah kesehatan, kondisi anak dan derajat perbedaan

aktifitas serta rutinitas dari kehidupan sehari-hari (Kyle&Carman,2015).

Proses hospitalisasi pada anak dapat menimbulkan perasaan cemas, marah,

sedih, takut dan rasa bersalah (Wong,2009). Pada anak dengan usia pra

sekolah reaksi utama yang timbul akibat hospitalisasi adalah kecemasan

akibat perpisahan (Supriatini,2011).

Kecemasan adalah kekhawatiran yang berlebihan yang merupakan

respon emosional terhadap penilaian individu terhadap subjektif, yang

dipengaruhi oleh alam sadar dan tidak diketahui secara pasti penyebabnya

(Dalami,2009). Dalam menjalankan peran yang dimiliki seringkali orang tua

dihadapkan pada kondisi sulit yang dapat menyebabkan kecemasan. Terlebih

lagi apabila ada anggota keluarga yang sakit, sementara pada saat yang

bersamaan juga dituntut untuk menjalankan peran penting ditempat yang lain.

Konflik sering muncul, apakah berada di rumah atau menunggui anaknya

yang sedang dirawat di rumah sakit atau hospitalisasi (Supartini, 2004).

Respon kecemasan merupakan hal yang paling umum yang dialami

orang tua ketika ada masalah kesehtan pada anaknya, karena anak adalah

bagian dari kehidupan orang tuanya sehingga apabila ada pengalaman yang

mengganggu kehidupan anak maka orang tua pun merasa cemas atau stress

(Suparni, 2004). Hasil penelitian yang dilakukan Geraw (2008) dikutip oleh

kumayah (2011) menyatakan bahwa di New York Amerika Serikat diperoleh


3

hasil dari 50 ribu orang tua yang anaknya dirawat dibeberapa rumah sakit di

kota New York,30% mengalami kecemasan berat.

Kecemasan ini dapat meningkat apabila orangtua merasa kurang

informasi terhadap penyakit anaknya dari rumah sakit terkait sehingga dapat

menimbulkan reaksi tidak percaya apabila mengetahui tiba-tiba penyakit

anaknya serius. Reaksi-reaksi cemas yang timbul akibat hospitalisasi berbeda

pada setiap orang, karena tinggal dirumah sakit bukanlah suatu pengalaman

yang menyenangkan,dimana klien harus mengikuti peraturan serta rutinitas

ruangan (Sukoco, 2002).

Keperawatan dan caring merupakan suatu hal yang tak terpisahkan.

Pada saat yang sama mengindikasikan bahwa beberapa aktifitas praktik harus

didasarkan pada prilaku caring. Perawat memerlukan kemampuan untuk

memperhatikan orang lain, keterampilan intelektual, teknikal dan

interpersonal yang tercermin dalam prilaku caring atau kasih sayang dalam

menjalankan fungsi dan perannya. Perawat menjalankan fungsi dan perannya

untuk memberikan asuhan keperawatan secara holistic kepada anak yang

didasarkan pada prilaku caring. Anak akan mengeluh apabila prilaku caring

yang dirasakan tidak memberikan nilai kepuasan. Kepuasan pasien

merupakan salah satu indikator dari mutu pelayanan keperawatan, oleh

karena itu prilaku caring perawat dibutuhkan dalam pemberian asuhan

keperawatan kepada anak. (Gaghiwu, Ismanto, & Babakal,2013).

Peran perawat sebagai care giver ini sangat penting dalam penyusunan

intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau


4

mengurangi masalah-masalah anak. Sebagai pelaku/pemberi asuhan

keperawatan perawat dapat memberikan pelayanan keperawatan secara

langsung maupun tidak langsung kepada klien, menggunakan pendekatan

proses keperawatan yang meliputi: melaksanakan pengkajian dalam upaya

mengumpulkan data dan informasi yang benar, menegakan diagnosis

keperawatan berdasarkan analisa data, merencanakan intervensi keperawatan

sebagai upaya mengatasi masalah yang muncul dan membuat langkah/cara

pemecahan masalah, melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan

rencana yang ada dan melakukan evaluasi berdasarkan respon hasil

(Muchlisin,2012).

Trask, et, al (2003) dalam penelitiannya tentang koping dan dukungan

social keluarga bahwa perawat memiliki peran dan fungsi yang penting

dalam membantu koping orang tua selama hospitalisasi. Sarajarvi et al (2006)

meneliti dukungan tentang emosional dan informasi untuk keluarga saat anak

sakit, terutama pada orang tua yang anaknya lama mendapatkan perawatan.

Prevalensi anak yang menjalani perawatan di rumah sakit menurut

UNICEF tahun 2012 sekitar 84%. Di Indonesia angka kesakitan anak yang

dirawat dirumah sakit cukup tinggi sekitar 35% per 1000 anak menderita

sakit yang ditunjukan dengan selalu penuhnya ruangan anak baik dirumah

sakit pemerintah maupun swasta. Data yang didapat dari ruang anak RSUD

Sumbawa Besar bahwa jumlah anak yang dirawat di ruang perawatan anak

selama tiga tahun terakhir mengalami peningkatan segnifikan dari tahun 2020

sampai tahun 2022 yaitu pada tahun 2020 pasien anak yang dirawat
5

berjumlah 1135 anak, tahun 2021 berjumlah 1144 anak, dan pada bulan

januari sampai agustus 970 anak. Jumlah perawat ruang anak RSUD

Sumbawa diketahui berjumlah 24 perawat, untuk perawat yang telah

menempuh jenjang ners berjumlah 9 perawat sedangkan sisanya masih

jenjang D3 keperawatan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan di ruang anak

RSUD Sumbawa Besar diperoleh data bahwa separuh orang tua yang

anaknya mengalami perawatan dirumah sakit mengalami kecemasan.

Kecemasan tersebut ditunjukan dengan reaksi wajah tampak sedih, sering

bertanya kepada perawat dan dokter yang jaga, agresip, marah dan menangis.

Penyebab cemas karena orang tua khawatir biaya rumah sakit, orang tua

khawatir karena anaknya sudah lama dirawat dan disebutkan bahwa

informasi yang kurang tentang penyakit anaknya adalah penyebab stress yang

paling dirasakan oleh orang tua. Hasil dari penelitian tersebut yaitu orang tua

sangat menginginkan untuk didengar oleh perawat. Dimana setiap tindakan

keperawatan ( care giver) perawat membutuhkan dukungan dan kerja sama

orang tua, untuk itu perawat juga bisa mengurangi cemas orang tua anak agar

kerja sama dengan orang tua pasien dalam hal merawat anak selama

hospitalisasi dapat maksimal, berdasarkan uraian diatas maka saya

mengambil penelitian yang berjudul Hubungan peran perawat sebagai care

giver dengan kecemasan orang tua anak hospitalisasi diruang anak RSUD

Sumbawa Besar.
6

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah pada

penelitian ini adalah “Adakah hubungan peran perawat sebagai care giver

dengan kecemasan oaringtua anak hospitalisasi di ruang Anak RSUD

Sumbawa Besar.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara peran perawat sebagai care

giver dengan kecemasan orang tua anak hospitalisasidi ruang Anak

RSUD Sumbawa Besar.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi peran perawat sebagai care giver pada anak

hospitalisasi di ruang Anak RSUD Sumbawa.

b. Mengidetifikasi kecemasan orang tua anak hospitalisasi di ruang

Anak RSUD Sumbawa Besar.

c. Menganalisis hubungan peran pearawat sebagai care giver dan

kecemasan orang tua Anak Hospitalisasi di ruang Anak RSUD

Sumbawa Besar.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Keilmuan

Diharapkan manfaat bagi keilmuan pada penelitian ini adalah

agar data ini dapat memperkaya pengembangan ilmu khususnya ilmu


7

keperawatan. Menambah literature bidang ilmu kerawatan sehingga

dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi dan perbandingan bagi

pihak yang akan melakukan penelitian selanjuntya.

1.4.2 Metodologis

Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat melakukan penelitian

lebihi lanjut pada variabel lain yang dapat mempengaruhi tingkat

kecemasan orang tua terhadap peran perawat, seperti peran perawat

sebagai pendidik, sebagai pembaharu, sebagai pengamat kesehatan,

pengorganisir pelayanan kesehatan, sebagai role model dan sebagai

fasilisator.

1.4.3 Aplikatif

Berdasarkan penelitian ini, diharapkan dapat mengetahui sejauh

mana peran perawat sebagai care giver atau pelaksana dapat

mengurangi tingkat kecemasan orang tua yang anaknya dirawat

sehingga dapat diupayakan perawat meningkatkan kemampuan

keterampilan intelektual, kemampuan untuk memperhatikan orang lain,

teknikal dan interpersonal.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perawat

2.1.1 Definisi Perawat

Perawat (nurse) berasal dari bahasa lain yaitu kata nutrix yang

berarti merawat atau memelihara. Munurut Kusnanto (2003) perawat

adalah seorang professional yang mempunyai kemampuan, tanggung

jawab dan kewenangan melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan

pada berbagai jenjang keperawatan.

Bedasarkan Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor : 647/Menkes/SK/XI/2001 dijelaskan bahwa perawat adalah

orang yang telah lulus dari pendidikan perawat, baik di dalam maupun

di luar negeri, sesuai ketentuan peraturan perundang – undangan yang

berlaku. Definisi ini masih belum mempunyai batasan yang tegas

karena hanya didasarkan pada sesorang yang telah lulus dari

pendidikan keperawatan sesuai dengan peraturan perundang –

undangan yang berlaku (dalam asmadi,2008).

Perawat adalah profesi yang sifat pekerjaannya selalu berada

dalam situasi yang menyangkut hubungan antar manusia, terjadi proses

intraksi saling mempengaruhi dan dapat memberikan dampak terhadap

tiap-tiap individu yang bersangkutan (Suhaemi,2003).

Perawat adalah suatu profesi yang mempunyai fungsi autonomi

yang didefinisikan sebagai fungsi professional keperawatan. Fungsi

8
9

professional yaitu membantu mengenali dan menemukan kebutuhan

pasien yang bersifat segera. Hal ini merupakan tanggung jawab perawat

untuk mengetahui kebutuhan pasien dan membantu memenuhinya.

2.1.2 Tugas dan Peran Perawat

Tugas perawat secara umum untuk memenuhi kebutuhan dasar.

tugas perawat dalam menjalankan perannya sebagai pemberi asuhan

keperawatan ini dapat dilaksanakan sesuai dengan tahapan dalam

proses keperawatan.

Peran dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang

diharapakan oleh individu sesuai dengan status sosialnya. Jadi seorang

perawat memiliki peran yang harus dijalankan sesuai lingkup

kewenangan perawat (Asmadi,2008). Peran perawat dipengaruhi oleh

keadaan social baik dari dalam maupun dari luar profesi keperawatan

dan bersifat konstan (Kusnanto,2004).

Menurut Liliweri (2002), peran adalah tingkah laku yang

diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan posisi

atau kedudukannya dalam suatu system.

Menurut lokakarya Nasional (1996) peran perawat adalah sebagai

pelaksana pelayanan keperawatan, pengelola pelayanan keperawatan

dan institusi pendidikan, sebagai pendidik dalam keperawatan,

penelitian, pengembang keperawatan. Hal ini dipengaruhi oleh keadaan

social baik dari dalam maupun dari luar propesi keperawatan dan

bersifat konstans.
10

Adapun peran perawat menurut Lokakarya Nasional

Keperawatan 1996 yaitu :

a. Peran perawat sebagai Educator (pendidik)

Merupakan dasar dari Health Education yang berhubungan

dengan semua tahap kesehatan dan tingkat pencegahan. Selain itu

juga perawat harus mampu memberikan pendidikan kesehatan pada

pasien dan keluarga terkait pencegahan penyakit, pemulihan,

menyusun program Health Education serta perawat memberikan

informasi tentang kesehatan. Dalam memberikan asuhan

keperawatan pada pasien, perawat harus mampu berperan sebagai

pendidik, sebab beberapa pesan dan cara mengubah prilaku pada

pasien atau keluarga harus selalu dilakukan dengan pendidikan

kesehatan khususnya dalam keperawatan. Melalu pendidikan ini

diupayakan pasien tidak lagi mengalami gangguan yang sama dan

dapat mengubah prilaku yang tidak sehat. Contoh dari peran

perawat sebagai pendidik yaitu keseluruhan tujuan penyuluhan

pasien dan keluarga adalah meminimalkan stress pasien dan

keluarga, mengajarkan mereka tentang terapi dan asuhan

keperawatan di rumah sakit, dan memastikan keluarga dapat

memberikan asuhan yang sesuai dirumah saat pulang

(Keyle&Charman,2015).

b. Peran perawat sebagai Pengamat Kesehatan


11

Artinya perawat harus melaksanakan pengawasan terhadap

perubahan yang terjadi pada individu, keluarga, kelompok dan

masyarakat terkait dengan masalah kesehatan melalui kunjungan ke

rumah, pertemuan, melakukan obsevasi dan pengumpulan data.

c. Peran perawat sebagai Koordinator Pelayanan Kesehatan

Yaitu perawat yang mekoordinir seluruh kegiatan upaya

pelayanan kesehatan masyarakat dalam lingkup rumah sakit,

puskesmas, maupun tempat layanan kesehatan lainnya untuk

mencapai tujuan kesehatan dengan bekerjasama dengan tim

kesehatan lainnya.

d. Peran perawat sebagai pembaharu

Yaitu perawat harus berperan sebagai innovator terhadap

individu, keluarga dan masyarakat dalam merubah perilaku serta

pola hidup yang sangat berkaitan dengan pelaksanaan dan

pemeliharaan kesehatan.

e. Peran perawat sebagai Pengorganisir pelayanan kesehatan

Perawat memberikan motivasi atau dukungan untuk

meningkatkan keikutsertaan individu, keluarga, kelompok dalam

uapaya pelayanan kesehatan.

f. Peran perawat sebagai Role Model

Merupakan perilaku yang ditampilkan oleh perawat sehingga

dapat dijadikan sebagai patuhan atau contoh bagi individu,

keluarga, masyarakat maupun lingkungan di mana perawat berada.


12

g. Peran sebagai Fasilitator

Merupakan tempat bagi masyarakat untuk bertanya mengenai

pencegahan masalah kesehatan sehingga diharapkan perawat dapat

memberikan solusi mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi.

h. Peran perawat sebagai pelaksana (care giver)

Yaitu memberikan pelayanan kesehatan kepada individu,

keluarga, kelompok maupun masyarakat berupa asuhan

keperawatan yang komprehensif yang meliputi pemberian asuhan

keperawatan, memberikan bantuan langsung kepada individu/

pasien dan keluarga/ masyarakat yang mengalami masalah dengan

kebutuhan rasa aman. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan

dapat dilakukan dengan mempertahankan keadaan kebutuhan dasar

manusia melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan

menggunakan proses keperawatan mulai dari pengkajian, penentuan

diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan tindakan yang

tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan kemudian dapat dievaluasi

tingkat perkembangannya (Mubarrak dan Chayatin, 2009).

Peran utama perawat adalah memberikan pelayanan

keperawatan sebagai perawat, pemberian pelayanan keperawatan

dapat dilakukan dengan memenuhi kebutuhan asah, asih, dan asuh.

Contoh pemeberian asuhan keperawatan meliputi tindakan yang

membantu klien secara fisik maupun psikologis sambil tetap

memelihara martabat klien. Tindakan keperawatan yang dibutuhkan


13

dapat berupa asuhan total, asuhan persial bagi pasien dengan

tingkat ketergantungan sebagian dan perawatan suportif – edukatif

untuk membantu klien mencatat kemungkinan tingkat kesehatan

dan kesejahteraan tertinggi (Berman, 2010). Perencanaan

keperawatan yang efektif pada pasien yang dirawat haruslah

berdasarkan pada identifikasi kebutuhan pasien dan keluarga.

Menurut Puspita (2014) peran perawat dalam memberikan

asuhan keperawatan secara konprehensif sebagai upaya

memberikan kenyamanan dan kepuasan pada pasien, meliputi:

1) caring, Merupakan suatu sikap rasa peduli, hormat menghargai

orang lain, artinya memberi perhatian dan mempelajari

kesukaan – kesukaan seseorang dan bagaimana seseorang

berfikir dan bertindak.

2) Sharing artinya perawat senantiasa berbagi pengalaman dan

ilmu atau berdiskusi dengan pasiennya.

3) Laughing, artinya senyum menjadi modal utama bagi seorang

perawat untuk meningkatkan rasa nyaman pasien.

4) Crying artinya perawat dapat menerima respon emosional baik

dari pasien maupun perawat lain sebagai suatu hal yang bisa

disaat senang ataupun duka.

5) Touching artinya sentuhan yang bersifat fisik maupun

psikologis merupakan komunikasi simpatis yang memiliki

makna.
14

6) Helping artinya perawat siap membantu dengan asuhan

keperawatan.

7) Believing in others artinya perawat meyakini bahwa orang lain

memiliki hasrat dan kemampuan untuk selalu meningkatkan

derajat kesehatannya.

8) Learning artinya perawat selalu belajar dan mengembangkan

diri dan keterampilannya.

9) Respecting artinya memperlihatkan rasa hormat dan

penghargaan terhadap orang lain dengan menjaga kerahasiaan

pasien kepada yang tidak berhak mengetahuinya.

10) Listening artinya mau mendengar keluhan pasien.

11) Feeling artinya perawat dapat menerima, merasakan, dan

memahami perasaan duka, senang, frustasi dan rasa puas

pasien.

2.1.3 Fungsi Perawat

Fungsi peran perawat adalah salah satunya dapat menjalankan

atau melaksanakan perannya secara mandiri, tidak tergantung pada

orang lain atau tim kesehatan lainnya. Pearawat dapat memberikan

bantuan terhadap adanya penyimpangan atau tidak terpenuhi kebutuhan

dasar manusia baik bio, psiko-sosial/kultur maupun spiritual.perawat

bertanggung jawab serta bertanggung gugat atas rencana dan

tindakannya. Tugas perawat berdasarkan fungsi perawat yaitu:


15

a. Fungsi independen merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung

pada orang lain. Dimana perawat dalam mejalankan tugasnya

dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam

melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia.

b. Fungsi dependen merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan

kegiatan atas pesan atau instruksi perawat lain.

c. Fungsi interdependent fungsi ini dilakukan dalam tim yang bersifat

saling ketergantungan diantara anggota tim satu dengan anggota tim

lain.

Fungsi perawat dalam melakukan pengkajian pada individu yang

dilakukan berguna untuk pemulihan kesehatanberdasarkan pengetahuan

yang dimiliki, aktifitas ini dilakukan dengan berbagai cara untuk

mengembalikan kemandirian pasien secepat mungkin dalam bentuk

proses keperawatan yang terdiri atas tahap pengkajian, identifikasi

masalah (diagnose keperawatan), perencanaan, implementasi dan

evaluasi (Sudarman, 2008).

2.2 Kecemasan

2.2.1 Pengertian

Kecemasan setiap orang pasti mengalaminya. Kecemasan

merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak bisa dipisahkan.

Kecemasan adalah respon emosional tanpa objek yang spesifik secara

interpersonal. Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada


16

suatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan

dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya

(Susilawati,2005).

Kecemasan merupakan perasaan gelisah yang tidak jelas akan

ketidaknyamanan atau ketakutan yang disertai respon otonom,

sumbernya sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu

perasaan takut terhadap sesuatu karena mengantisipasi bahaya

(Townsed,2009).

Kecemasan akibat terpajan pada peristiwa traumatic yang dialami

individu yang mengalami, menyaksikan atau menghadapi satu atau

beberapa peristiwa yang melibatkan kematian actual atau ancaman

kematian atau cidera serius atau mengancam integritas fisik diri sendiri

(Doengoes,2006).

Perasaan cemas merupakan dampak dari tindakan perawat

sebagai care giver yang di alami oleh anak dan orang tua karena

menghadapi stressor yang ada di lingkungan rumah sakit pada

umumnya reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan.

2.2.2 Etiologi

Penyebab rasa cemas dapat dikelompokan pula menjadi 3 faktor

(Asmadi, 2009) yaitu :

1. Faktor biologis dan psikologis berupa ancaman kekurangan

makanan, minuman, perlindungan,dan keamanan.


17

2. Faktor psikososial yaitu ancaman terhadap konsep diri,kehilangan

orang atau benda yang dicintai, perubahan status social atau

ekonomi.

3. Faktor perkembangan yaitu ancaman pada masa bayi, anak, remaja.

2.2.3 Tingkat kecemasan dan karakteristik

Menurut tiap tingkatan kecemasan mempunyai karakteristik atau

manifestasi yang berbeda satu sama lain. Manifestasi kecemasan terjadi

tergantung pada kematangan pribadi, pemahaman dalam menghadapi

ketegangan, harga diri, dan mekanisme koping yang digunakannya.

1. Rentang Responden Kecemasan

Menurut rentang respon sehat sakit dapat dipakai untuk

menggambarkan respons adaptif – maladaptive pada kecemasan

(Stuart,2007).

2. Tingkat kecemasan

Menurut stuart dan sudden tahun 2002, cemas dibagi menjadi

tiga tahapan yaitu:

a. Cemas Ringan

Cemas ringan berhubungan dengan ketegangan atas

peristiwa kehidupan sehari-hari. Pada tahap ini lahan persepsi

melebar dan individu akan berhati-hati dan waspada.individu

terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan

dan kreativitas. Respon yang biasa ditujukan pada cemas ringan


18

di antaranya nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, tidak

dapat tenang dan suara kadang-kadang meninggi.

b. Cemas Sedang

Pada tahap ini lahan persepsi terhadap lingkungan

menurun, individu lebih memfokuskan pada hal penting saat itu

dan mengesampingkan hal lain. Respon yang ditunjukan pada

cemas sedang adalah anorexsia,diare,konstipasi,gelisah,

berfokus pada apa yang menjadi perhatiaannya, gerakan

tersentak-sentak (meremas tangan) bicara banyak dan lebih

cepat.

c. Cemas Berat

Pada tahap ini lahan persepsi menjadi lebih sempit.

Individu cendrung memikirkan hal kecil saja dan mengabaikan

hal lain. Individu tidak mampu berfikir berat lagi dan

membutuhkan banyak pengarahan dan tuntutan. Respon yang

ditunjukan pada cemas berat diantaranya nafas pendek, nadi dan

tekanan darah naik, berkeringat dan sakit kepala.

d. Panik

Pada tingkat ini persepsi sudah terganggu sehingga

individu sudah tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak

dapat melakukan apa-apa walaupun sudah diberi

pengarahan/tuntunan. Respon yang ditunjukan pada panic

adalah nafas pendek, rasa tercekik dan berdebar, sakit dada,


19

pucat dan hipotensi. Respon prilaku dan emosi yaitu agitasi,

mengamuk, marah, ketakutan, berteriak-teriak, blocking dan

persepsi kacau.

3. Respons Fisiologis, Perilaku, Kognitif dan Afektif Terhadap

Kecemasan dapat diekspresikan seacara langsung melalui

perubahan fisiologis dan perilaku dan secara tidak langsung melalui

timbulnya gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk

melawan kecemasan. Intensitas perilaku akan meningkat sejalan

dengan tingkat kecemasan (Stuart,2007).

a. Respons fisiologis terhadap kecemasan

1) Kardiovaskular : jantung berdebar, tekanan darah meninggi,

rasa mau pingsan, tekanan darah menurun, denyut nadi

menurun.

2) Pernafasan : nafas cepat, nafas pendek, tekanan pada dada,

nafas dangkal, pembengkakan pada tengkorak, sensasi

tercekik, terengah-engah.

3) Neuromuscular : reflex meningkat, reaksi kejutan, mata

berkedip-kedip, insomnia, tremor,rigiditas, gelisah, wajah

tegang, kelemahan umum, kaki goyah, gerakan yang jangal.

4) Gastrointestinal : kehilangan nafsu makan, menolak

makanan, rasa tidak nyaman pada abdomen, mual, rasa

terbakar pada jantung, diare.


20

5) Traktur urinarius : tidak dapat menahan kencing, sering

berkemih.

6) Kulit : wajah kemerahan, berkeringat setempat (telapak

tangan), gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah

pucat, berkeringat seluruh tubuh.

b. Respon perilaku, Kognitif dan afektif terhadap kecemasan.

1) Perilaku : gelisah ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara

cepat, kurang koordinasi, cendrung mendapat cidera,

menarik diri dari hubungan interpersonal, menghalangi,

melarikan diri dari masalah, menghindari, hiperventilasi.

2) Kognitif : perhatian terganggu, kosentrasi buruk, pelupa,

salah dalam memberikan penilaian, hambatan berfikir,

bidang persepsi menurun, kreativitas menurun, bingung,

sangat waspada, kesadaran diri meningkat, kehilangan

objektivitas, takut kehilangan control, takut pada gambar

visual, takut cedera atau kematian.

3) Afektif : mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang,

nervus, ketakutan, alarm, terror, gugup, gelisah.

2.2.4 Faktor-factor Yang Mempengaruhi Kecemasan

Menurut Perry & Potter tahun 2005 faktor kecemasan

diantaranya antara lain :

1. Jenis kelamin
21

Umumnya perempuan dalam merespon stimulus atau

rangsangan yang berasal dari luar lebih kuat dan lebih intensif

daripada laki-laki ( kartono, 2002).

2. Umur

Kartono tahun 2002 menyatakan semakin tua seseorang

semakin baik dalam mengendalikan emosinya.

3. Lama hari rawat

Lama hari rawat dapat mempengaruhi seseorang yang

sedang dirawat juga keluarga dari klien tersebut (Utama, 2003)

2.2.5 Upaya-upaya Untuk Mengatasi kecemasan

Menurut Wong tahun 2002, upaya untuk mengatasi kecemasan

pada anak antara lain :

1. Melibatkan orang tua anak, agar orang tua anak berperan aktif

dalam perawatan anak dengan cara membolehkan mereka untuk

tinggal bersama anak selama 24 jam. Jika tidak mungkin beri

kesempatan orang untuk melihat anak setiap saat dengan maksud

untuk mempertahankan kontak antara mereka.

2. Memodifikasi lingkungan rumah sakit, agar tetap merasa nyaman

dan tidak asing dengan lingkungan baru.

3. Peran dari petugas kesehatan rumah sakit ( Dokter, Perawat )

Dimana diharapkan petugas kesehatan khususnya perawat harus

menghargai sikap anak karena selain orang tua perawat adalah

orang yang paling dekat dengan anak selama perawatan dirumah


22

sakit. Sekalipun menolak orang asing ( perawat), namun perawat

harus tetap memberikan dukungan dengan meluangkan waktu

secara fisik dekat dengan anak dan orang tuanya.

2.2.6 Alat Ukur Kecemasan

Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang

apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali digunakan alat ukur

yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale For. Alat ukur ini

terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing- masing kelompok dirinci

lagi dengan gejala – gejala yang lebih spesifik. Masing-masing

kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0-4 yang artinya

nilai 0 berarti tidak ada gejala, nilai 1 gejala ringan, nilai 2 gejala

sedang, nilai 3 gejala berat, nilai 4 gejala berat sekali.

Masing-masing nilai angkat (score) ke 14 kelompok gejala

tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang yaitu total nilai

(score) < 14 tidak ada kecemasan, nilai 14-20 kecemasan ringan, nilai

21-27 kecemasan sedang, nilai 28-41 kecemasan berat dan nilai 42-56

kecemasan berat sekali (Hawari, 2008).

Rincian penilaian menggunakan Alat Ukur HRS-A (Hamilton

Rating scale For Anxiety) adalah sebagai berikut :

1. Perasaan cemas : pirasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah

tersinggung.

2. Ketegangan : merasa tegang, gelisah, gemetar, muda terganggu

dan lesu.
23

3. Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila

tinggal sendiri dan takut pada binatang besar.

4. Gangguan tidur : sukar memulai tidur terbangun pada malam hari,

tidur tidak pulas, mimpi buruk.

5. Gangguan kecerdasan : penurunan daya ingat, muda lupa dan sulit

konsentrasi.

6. Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan

pada hobby, sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.

7. Gejala somatic : nyeri otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara

tidak stabil dan kedutan otat.

8. Gejala sensorik : perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka

merah dan pucat, serta merasa lemah.

9. Gejala kardiovaskuler : takikardi, nyeri di dada, denyut nadi

mengeras dan detak jantung hilang sekejap.

10. Gejala pernafasan: rasa tertekan didada, perasaan tercekik, sering

menarik nafas panjang dan merasa nafas pendek.

11. Gejala Gastroentistinal : sulit menelan, obstipasi, berat badan

menurun, mual dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah

makan, perasaan panas diperut.

12. Gejala Urogenital : sering kencing, tidak dapat menahan kencing,

aminorea, ereksi lemah atau impotensi.

13. Gejala vegetative : mulut kering, mudah berkeringat,, muka

merah, bulu roma berdiri, pusing atau sakit kepala.


24

14. Perilaku sewaktu wawancara : gelisah, jari-jari gemetar,

mengkerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot

meningkat dan nafas pendek dan cepat.

2.2.7 Pengukuran Kecemasan

Skala kecemasan juga dapat dilihat dari perilaku sewaktu

wawancara yaitu ditandai dengan gelisah, tidak tenang, jari gemetar,

mengerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat,

nafas pendek dan cepat, muka merah.

Dari 14 item kecemasan tersebut kemudian diberikan penilaian

0-4 dengan penilaian sebagai berikut :

1. Nilai 0 : tidak ada ( tidak ada gejala sama sekali)

2. Nilai 1 : gejala ringan (satu gejala dari pilihan yang ada)

3. Nilai 2 : gejala sedang (separuh dari gejala yang ada)

4. Nilai 3 : gejala berat (lebih dari separuh gejala yang ada)

5. Nilai 4 : gejala sangat berat (semua gejala yang ada)

Selanjutnya untuk menetukan skor penilaian ditentukan dengan

menjumlahkan nilai skor item 1 sampai 14 :

1. <6 : tidak ada kecemasan

2. 6-14 : Kecemasan ringan

3. 15-27 : Kecemasan sedang

4. >27 : Kecemasan berat


25

2.3 Konsep Hospitalisasi

2.3.1 Pengertian

Hospitalisasi adalah masuknya seseorang penderita kedalam

rumah sakit, atau masa selama di rumah sakit (Subardiah, 2009).

Beberapa literature juga menyebutkan hal yang sama bahwa

hospitalisasi merupakan suatu proses yang meyebabkan seorang anak

dirawat dirumah sakit apakah secara terencana, akibat kegawatan atau

trauma, dimana kondisi ini membuat anak-anak pada semua usia dan

keluarganya mengalami stress, dan melakukan proses adaptasi

terhadap lingkungan yang baru (Hockenberry & Wilson 2007).

Hospitalisasi merupakan pengalaman penuh stress baik bagi

anak maupun keluarganya, stressor utama yang dialami dapat berupa

perpisahan dengan keluarga, kehilangan kendali, pelukan tubuh, dan

rasa nyeri. Reaksi anak dapat dipengaruhi oleh perkembangan usia

anak, pengalaman terhadap sakit dan perpisahan, diagnosis penyakit,

system dukungan dan koping terhadap stress (Susilaningrum,2005).

Hospitalisasi merupakan sebuah hal yang dapat menimbulkan

terjadinya stress bagi semua orang tidak terkecuali juga pada anak.

Pada anak mengalami hospitalisasi, mereka akan menghadapi

lingkungan dan rutinitas baru, perpisahan dari orang-orang yang

dicintai serta tindakan medis dan perawat. Hal tersebut akan

menyebabkan kecemasan dan ketakutan yang dialami oleh anak dapat

mengganggu proses tumbuh kembang dan kelancaran pelaksanaan


26

asuhan sehingga bisa berdampak terhadap lamanya waktu rawat serta

tingkat keseriusan penyakit. Respon emosional, fisik, dan psikologis

yang sering diperlihatkan oleh seorang anak ketika ketakutan

beragam, tergantung dari karakteristik anak, keluarga dan lingkungan

yang menyertainya (Ramdaniati,2011).

Hospitalisasi merupakan suatu keadaan krisis pada anak, saat

anak sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak

berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan baru dan asing yaitu

rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi factor stressor bagi

anak baik terhadap anak, orang tua dan keluarga (Wong,2001).

2.3.2 Manfaat Hospitalisasi

Walaupun hospitalisasi sangat membuat stress bagi anak dan

keluarga, tetapi hal tersebut juga membantu untuk memfasilitasi

perubahan kearah positif antara anak dan anggota keluarganya

(Utami,2005). Manfaat hospitalisasi yang paling nyata adalah pulih

dari sakit, tetapi hospitalisasi juga dapat memberi kesempatan pada

anak untuk mengatasi stress dan merasa kompten dalam kemampuan

koping mereka (Wong 2001; Hockenberry & Wilson 2007). Manfaat

lain hospitalisasi antara lain :

1. Membantu perkembangan hubungan orang tua dan anak

Hospitalisasi memberikan kesempatan kepada orang tua

untuk belajar mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak.

Jika orang tua mengetahui reaksi anak terhadap stress, seperti


27

reaksi agresif, maka mereka cepat akan memberikan dukungan.

Hal tersebut juga akan memperluas pandangan orang tua dalam

merawat anak yang sakit.

2. Memberikan kesempetan untuk pendidikan

Hospitalisasi memberikan kesempatan kepada anak dan

anggota keluarga untuk belajar mengenai profesi keperawatan.

3. Meningkatkan pengendalian diri

Pengalaman menghadapi krisis seperti penyakit atau

hospitalisasi akan memberikan untuk pengendalian diri. Anak

yang lebih muda termasuk balita mempunyai kesempatan untuk

menguji pantasinya melawan realita yang menakutkan. Mereka

menyadari bahwa mereka tidak sendirian dan tidak dihukum.

Pada kenyataannya mereka dicintai dan dirawat.

4. Memberikan kesempatan untuk sosialisasi

Jika anak yang dirawat dalam satu rungan usianya sebaya,

maka hal tersebut akan membantu anak untuk belajar menegenai

diri mereka. Sosialisasi juga dapat dilakukan dengan petugas

kesehatan. Selain itu, orang tua juga memperoleh kelompok social

baru dengan orang tua anak yang mempunyai masalah yang sama.

2.3.3 Reaksi anak terhadap hospitalisasi

Anak menunjukan berbagai reaksi perilaku sebagai reaksi

terhadap pengalaman hospitalisasi. Reaksi tersebut bersifat individual,

dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak,


28

pengalaman sebelumnya terhadap sakit, keseriusan diagnose, system

pendukung dan tersedia dan kemampuan koping yang dimilikinya

(Hockenberry & Wilson, 2007). Menurut Wong, ( 2001) reaksi anak

terhadap hospitalisasi adalah kecemasan karena perpisahan,

kehilangan kendali, dan cedera tubuh dan nyeri :

1. Kecemasan akibat perpisahan

Perpisahan merupakan factor prnyebab terjadinya cemas

pada anak yang dirawat, sebab pada masa ini anak mempunyai

ketergantungan yang besar terhadap orang tua

(Hockenberry&Wilson,2007).

Kecemasan anak terdapat 2 fase yaitu fase protes, dimana

fase ini anak bereaksi agresif terhadap perpisahan dengan orang

tua, anak menangis dan berteriak memanggil orang tua, menolak

perhatian dari orang lain dan tidak dapat ditenangkan, fase kedua

yaitu fase putus asa dimana anak berhenti menangis dan anak

muncul depresi, berikutnya fase penyangkalan/pelepasan, dimana

anak mulai menyesuaikan diri terhadap kehilangan dan mulai

tertarik dengan lingkungan sekitarnya

2. Kehilangan control

Kehilangan control merupakan salah satu dari factor stress

yang dirasakan pada anak yang dirawat. Kurang kendali akan

meningkatkan persepsi ancaman dan dapat mempengaruhi

keterampilan koping anak-anak (Wong,2001). Banyak situasi


29

rumah sakit yang menurunkan jumlah control yang dirasakan anak

seperti cahaya, suara dan bau.

3. Cedera tubuh dan nyeri

Dalam merawat anak perawat harus menghormati

kekhawatiran anak terhadap cidera dan reaksi terhadap nyeri

sesuai dengan periode perkembangan.

Takut akan cedera tubuh dan nyeri sering terjadi diantara

anak-anak. Konsekuensi rasa takut ini dapat sangat mendalam,

orang dewasa yang mengalami lebih banyak rasa takut dan nyeri

akan merasa lebih takut terhadap nyeri dimasa dewasa dan

cenderung menghindari perawatan medis (Wong, 2001).


30

2.4 Kerangka Teori

Reaksi anak terhadap hospitalisasi :

Kecemasan akibat perpisahan Peran perawat sebagai care giver


Kehilangan kontrol
Cedera tubuh dan nyeri

Peran perawat meliputi :


Tingkat kecemasan
orang tua
Pengkajian
Penetapan diagnose
Perencanaan
Implementasi
Evaluasi
Cemas :

Ringan
Sedang
berat

Penurunan tingkat kecemasan

Gambar 2.1
Kerangka Teori Hubungan Peran Perawat Sebagai Care Giver dengan Kecemasan
Orang Tua Anak Hospitalisasi di Ruang Anak RSU Sumbawa Besar.

Sumber : Kusnanto 2003, Asmadi 2008, Suhaemi 2003, Kusnanto 2004,


Wong 2011.
31

2.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu bilangan atau kaitan antara konsep atau

terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin di teliti.

Variabel Independen Variabel Dependen

Peran Perawat
Sebagai pelaksana (care giver)
Sebagai pengamat kesehatan
Sebagai koordinator pelayanan
kesehatan Kecemasan orang tua yang anaknya
Sebagai pembaharu di rawat
Sebagai pengorganisir pelayanan
kesehatan
Sebagai role model
Sebagai educator (pendidik)

Gambar 3.1

Bagan Kerangka Konsep Hubungan Peran Perawat sebagai Care Giver


dengan Kecemasan Orang Tua Anak Hospitalisasi di Ruang Anak RSUD
Sumbawa Besar

2.6 Variabel Penelitian

Variabel adalah karakteristik yang diamati yang mempunyai variasi

nilai dan merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat di teliti

secara empiris atau ditemukan tingkatannya (Setiadi, 2012).

1. Variabel Bebas (Independent Variabel)

Variabel bebas adalah variabel yang dimanipulasi oleh peneliti

untuk menciptakan suatu dampak pada dependent variabel (Setiadi,

2012). Variabel bebas pada penelitian ini adalah perawat sebagai

pelaksana (care giver).


32

2. Variabel Terikat (Dependent Variabel)

Variabel terikat adalah variabel respon atau output (Setiadi, 2012).

Variebl terikat pada penelitian ini adalah tingkat kecemasan orang tua

yang anaknya dirawat.

2.7 Hipotesis Penelitian

Hipotesa penelitian adalah jawaban sementara dari suatu penelitian

(Setiadi, 2012).

HI : Tidak ada hubungan peran perawat sebagai care giver dengan

kecemasan orang tua anak hospitalisasi di ruang anak RSUD Sumbawa

Besar

H0 : Ada hubungan peran perawat sebagai care giver dengan kecemasan

orang tua anak hospitalisasi di ruang anak RSUD Sumbawa Besar

2.8 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Parameter Alat Cara Hasil Skala


Operasional Ukur Ukur Ukur
1. Variabel Peran Peran perawat Lembar Mengisi Baik Ordinal
independe perawat sebagai observas observasi apabila
n sebagai pelaksana (care i skor> 14
pelaksana giver) dalam Cukup,
Peran (care giver) asuhan apabila
Perawat yaitu keperawatan skor 7-14
sebagai memberikan pada pasien, Kurang
pelaksana pelayanan meliputi : apabila
(care kesehatan a. Pengkajian skor <7
giver) kepada b. Penetapan
individu, diagnosa
keluarga c. Rencana
kelompok tindakan
maupun d. Implementasi
masyarakat e. Evaluasi
berupa a.
33

asuhan
keperawatan
yang
komprehensif
yang
meliputi
pemberian
asuhan
keperawatan,
memberikan
bantuan
langsung
kepada
individu/
pasien dan
keluarga/
masyarakat
yang
mengalami
masalah
dengan
kebutuhan
rasa aman.
2. Variabel Tingkat Kecemasan : Lembar Mengisi Skor <6 Ordinal
Dependent kecemasan 1. Tidak cemas kuisioner lembar tidak ada
orang tua 2. Ringan kuisioner cemas 6-14
Tingkat selama 3. Sedang HARS kecemasan
kecemasan anaknya 4. Berat ringan 15-
orang tua dirawat di RS 27
selama Kecemasa
anaknya n sedang
dirawat di >27
RS Kecemasa
n Berat
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Perawat

Penelitian ini merupakan jenis penelitian desain anailitik korelasional.

Berdasarkan cara pengumpulan data menggunakan kuesioner dan wawancara

secara langsung terhadap responden yang akan diteliti (Notoadmodjo, 2010).

Pendekatan penelitian ini dengan studi cross sectional dilakukan

pengukuran dan pengumpulan data pada variabel dependen dan variabel

independen pada satu waktu secara bersamaan (Arikunto, 2006), yaitu berupa

kuisioner, yang akan menggambarkan hubungan peran perawat sebagai care

giver dengan kecemasan orang tua anak hospitalisasi di RSUD Sumbawa

Besar.

3.2 Lokasi Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Tempat yang digunakan untuk melaksanakan penelitian ini adalah di

Ruang Anak RSUD Sumbawa Besar.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari Tahun 2022. Adapun

jadwal rencana kegiatan penelitian terlampir.

3.3 Populasi dan Sampel

1. Populasi

34
35

Populasi adalah seluruh subyek atau obyek yang dengan

karakteristik tertentu yang akan diteliti, bukan hanya obyek atau subyek

yang dipelajari saj tapi keseluruhan karakteristik atau sifat yang dimiliki

subyek atau obyek tersebut. Populasi dikatakan sebagai kumpulan orang,

individu, atau obyek yang akan diteliti sifat-sifat dan karakteristiknya

(Sugiyono, 2009).

Populasi dalam penelitian ini adalah semua orang tua yang anaknya

di rawat di ruang anak RSUD Sumbawa Besar adalah 110 orang yang

didapat dari rata-rata jumlah pasien anak yang di rawat selama 3 bulan

terakhir tahun 2018.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Aimul, 2010).

Sampel adalah bagian dari populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam,

2009).

Sampel penelitian ini adalah orang tua yang anaknya diberikan care

giver di anak RSUD Sumbawa Besar sebanyak 52 orang.

a. Sampling

Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel

(Sugiono, 2010). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini

adalah non probably sampling dengan purposive sampling yaitu suatu

tehnik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara


36

populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah

dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili

karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya.

Peneliti mengambil sampel dari total sampling anak yang

diberikan care giver yang di rawat di ruang anak RSUD Sumbawa

Besar.

b. Besar Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah populasi yang memiliki

karakteristik dari populasi tersebut. Sampel yang diambil haruslah

representative, artinya sampel harus memiliki dan mencerminkan sifat

populasi (Azwar, 2010).

Untuk menentukan ukuran sampel dari populasi, peneliti

menggunakan rumus Slovin tahun 1960 sebagai berikut :

N
n=
1+ N (e2 )

Keterangan :

n : Ukuran sampel

N : Ukuran populasi

Dalam pengambian data sampel ini, maka hasil yang diperoleh

melalui perhitungan denan nilai kritis (batas ketelitian) sebesar 10%

adalah sebagai berikut :

110
n= 2
1+110( 0,1 )

110
n=
1+110( 0,01)
37

110
n=
1+1,1

110
n=
2,1

n=52,3

n=52

Berdasarkan hasil tersebut, maka jumlah sampel minimal adalah

sebanyak 52.

c. Kriteria Sampel

1) Kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat

dimasukkan atau layak untuk diteliti. Kriteria inklusi dalam

penelitian ini adalah :

a) Orang tua yang anaknya pertama kali dirawat di rumah sakit.

b) Orang tua anak yang bersedia menjadi responden.

c) Anak yang dirawat baru di rawat 1-2 hari.

2) Kriteria ekslusi adalah karakter sampel yang tidak dimasukkan

atau diteiti. Kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah :

a) Anak yang saat penelitian dijaga oleh keluarga lain

b) Anak yang sudah rencana boleh pulang hari itu.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrument penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan peneliti

dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih

baik (Arikunto, 2013).


38

Instrument penelitian yang digunakan untuk pengambilan data variabel

independen adalah lembar observasi yang menggambarkan hubungan peran

perawat sebagai care giver dengan kecemasan orang tua. Secara umum

lembar observasi berisi tentang perubahan tingkat kecemasan yang muncul

pada anak saat perawat melakukan care giver. Instrument observasi yang

digunakan merupakan instrument yang dikembangkan dari HARS yang dapat

mengobservasi apakah orang tua mengalami takut akan pikiran sendiri,

mudah tersinggung, gelisah, jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi atau kening

dan nafas cepat dan pendek.

Alat ukur terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing

kelompok dirinci lebih spesifik penilaian angka (score) adalah :

0 = Tidak ada (tidak ada gejala)

1 = Ringan (satu gejala dari pilihan yang ada)

2 = Sedang (lebih dari separuh gejala yang ada)

3 = Berat (lebih dari separuh gejala yang ada)

4 = Sangat berat (semua gejala)

Dari masing-masing angka (score) ke 14 (empat belas) kelompok gejala

tersebut dijumlahkan dan hasil penjumlahan data diketahui derajat kecemasan

yaitu :

1. < 6 = Tidak ada kecemasan

2. 6 - 14 = Kecemasan ringan

3. 15 - 27 = Kecemasan sedang

4. > 27 = Kecemasan berat


39

3.5 Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan subjek dan proses

pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian

(Nursalam, 2011).

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh dari responden dan

dikumpulkan menggunakan lembar kuesioner dengan cara menyebarkan

kuesioner kepada responden untuk menjawab penelitian yang dilakukan

oleh peneliti, meliputi :

1) Data tentang identitas responden meliputi nama, umur, pendidikan

dan pekerjaan, yang dikumpulkan dengan kuesioner.

2) Data tingkat kecemasan responden yang dikumpulkan dengan

kuesioner.

3) Data penilaian tingkat cemas orang tua anak hospitalisasi di ruang

anak RSUD Sumbawa Besar dengan kuesioner.

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang sudah dikumpulkan oleh pihak lain dan

datanya sudah ada. Adapun data sekunder yang dikumpulkan yaitu :

1) Data anak yang dirawat di ruang anak RSUD Sumbawa Besar.

2) Data tentang gambaran umum tempat penelitian meliputi data perawat

di ruang anak RSUD Sumbawa Besar.

c. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data penelitian ini adalah sebagai berikut :


40

a) Peneliti meminta izin untuk melakukan penelitian kepada kepala

ruangan anak RSUD Sumbawa Besar.

b) Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian, meminta

persetujuan orang tua dan menjelaskan penelitian ini tidak merugikan

responden.

c) Peneliti mendapatkan persetujuan responden.

d) Peneliti membagikan kuesioner kepada responden dan menjelaskan

bagaimana mengisinya.

e) Peneliti mempersilahkan responden untuk mengisi kuesioner.

f) Peneliti mengumpulkan kuesioner yang telah diisi dan mengecek

kembali kelengkapannya, apabila terdapat kekurangan maka

responden meminta melengkapi kembali.

g) Melakukan analisa data dengan bantuan program SPSS.

3.6 Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan salah satu upaya untuk memprediksi data

dan menyiapkan data sedemikian rupa agar dapat dianalisa lebih lanjut dan

mendapatkan data siap untuk disajikan (Riyanto, 2009).

1. Editing

Sebelum data diolah lebih lanjut, sangat perlu dilakukan

pemeriksaan (Editing) data untuk menghindari kekeliruan atau kesalahan

data. Langkah-langkah yang dilakukan dalam editing adalah memeriksa

kembali matriks pengumpulan data yang telah terkumpul mengenai

identitas responden. Apabila ada data yang belum lengkap, maka data
41

diperbaiki, diperjelas dan bila ditemukan kejanggalan maka segera mintai

keterangan kepada responden yang bersangkutan.

2. Coding

Coding merupakan proses pengklasifikasi dengan cara memberikan

kode tertentu pada data yang terkumpul, untuk memudahkan proses

pengolahan data. Data dari penelitian ini menggunakan data ordinal. Pada

skala ini dilakukan pengkodean, data hasil interperetasi item tingkat

kecemasan, kode (1) terdapat 1 gejala, kode (2) separuh gejala yang ada,

kode (3) lebih dari separuh gejala yang ada, kode (4) berarti semua gejala

ada.

3. Entry atau Processing (memasukkan data)

Entry data atau jawaban-jawaban dari masing-masing responden

yang dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan kedalam

program atau “software“ computer (Notoadmojo, 2012).

4. Cleaning (pemberihan data)

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai

dimasukkan, perlu di cek kembali untuk melihat kemungkinan-

kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode ketidak kelengkapan dan

sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau korelasi (Notoatmojo,

2012).
42

3.7 Analisa Data

Data yang telah terkumpul diolah dengan menggunakan program

komputer, untuk mengetahui hubungan peran perawat sebagai care giver

dengan kecemasan orang tua pada skala masing-masing variabel.

1. Analisis Univariat

Analisa univariat adalah analisa yang dilakukan terhadap tiap

variabel dari hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk frekuensi yang

dinarasikan (Notoadmojo, 2012). Dalam penelitian ini distribusi frekuensi

terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan. Selain itu

juga dianalisis tingkat kecemasan responden setelah dilakukan care giver.

2. Analisis Bivariate

Analisa bivariate dilakukan untuk mengetahui interaksi antar

variabel, baik bersifat komparatif, asosiatif ataupun korelatif pada dua

variabel (Saryono, 2011). Analisa data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah korelasi Sperman Bank yang merupakan sumber data untuk

kedua variabel yang akan dikonversikan dapat berasal dari sumber yang

tidak sama, jenis data yang dikorelasikan adalah data ordinal, serta data

dari kedua variabel tidak harus membentuk distribusi normal. Jadi

korelasi Spearman Rank adalah bekerja dengan data ordinal atau

berjenjang, dan bebas distribusi (Sugiyono, 2008).

Rumus Uji Korelasi Spearman Rank adalah :


43

6∑ 2
Rs = D
2
N ( N −1)

Keterangan :

Rs : Nilai korelasi Spearman Rank

D2 : Selisih setiap rank

N = Jumlah pasang D2

Dalam analisa data uji statistik ini menggunakan alat bantu Software

SPSS For Windows versi 16.0 jika hasil Rho hitung ternyata lebih besar dari

Rho tabel untuk taraf kesalahan 0,05% hal ini berarti Ha diterima H0 ditolak

(Sugiyono, 2008).

Anda mungkin juga menyukai