Anda di halaman 1dari 10

Nama: Ni’matush Sholeha

NIM: 131611133009
Tema: Dampak Hospitality Pada Anak pre school

Terapi Bermain Untuk Menurunkan Tingkat Kecemasan Pada Anak Usia


Prasekolah Akibat Dampak Hospitalisasi

Anak merupakan karunia dari Allah SWT kepada orang tua yang tidak dapat dinilai
secara soasial ekonomi, melainkan penerus masa depan bangsa yang berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan yang terjamin secara individual. Anak adalah
individu yang masih membutuhkan orang dewasa yang dapat membantu untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya seperti memandikan, memberi makan, mengganti
popok, dan lain-lain serta membutuhkan lingkungan untuk belajar mandiri. Usia masa
prasekolah merupakan usia dimana anak mulai belajar dalam mengembangkan
kemampuannya berbahasa dan berinteraksi kepada orang lain sebagai proses sosial
pada anak. Usia anak prasekolah adalah anak dari usia 3-5 tahun yang pada usia ini
perkembangan motorik anak berjalan terus – menerus .

Banyak terdapat kasus yang terjadi pada anak salah satunya seperti kekurangan gizi
yang mengharuskan anak untuk dirawat di Rumah sakit. Dimana hal tersebut membuat
anak harus terpisah dengan keluarga, beradaptasi dengan lingkungan baru yang jauh
dari kata nyaman seperti di rumah, merasakan nyeri akibat perlakuan dan kebebasan
anak untuk melakukan sesuatu seperti bermain berkurang. Hal ini membuat anak
merasaka takut, cemas, sepi, gelisah, dan stress. Kecemasan merupakan dampak yang
paling umum yang sering dialami oleh anak selama menjalani hospitalisasi. Kecemasan
dapat menimbulkan respon fisiologis mapun respon psikologis. Perasaan cemas dapat
timbul atu terjadi akibat dari hospitalisasi yang dialami oleh anak karena menghadapi
stressor yang ada di rumah sakit. Cemas dan stress yang dialami oleh anak dapat terjadi
karena adanya perbedaan atau perubahan yang dirasakan oleh anak ketika dia sehat
maupun ketika sakit. Hal tersebut disebut sebagai proses hospitalisasi pada anak.
Dimana hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam bagi anak karena
stressor yang dihadapi dapat menimbulkan perasaan tidak aman selama menjalani
perawatan di Rumah Sakit.

Terdapat beberapa Faktor yang menyebabkan anak usia pre school mengalami stressor
selama menjalani hospitalisasi, diantaranya: yang pertama yaitu faktor lingkungan
Rumah Sakit yang dapat menjadi tempat yang begitu menakutkan bagi anak akibat
suasana rumah sakit yang terasa sangat asing seperti bau khas rumah sakit dan bunyi
mesin dan alat rumah sakit serta wajah-wajah yang terasa asing bagi anak, kedua yaitu
faktor berpisah dengan orang yang sangat berarti, ketiga yaitu faktor kurangnya
informasi yang didapatkan anak dan orang tua ketika akan menjalani hospitalisasi
Nama: Ni’matush Sholeha
NIM: 131611133009
Tema: Dampak Hospitality Pada Anak pre school
dikarenakan mengingat hospiltalisasi tidak dialami oleh semua anak dan juga proses
hospitalisasi merupakan proses rumit dengan berbagai prosedur yang dilakukan,
keempat yaitu faktor kehilangan kebebasan dan kemandirian anak dikarenakan adanya
rutinitas rumah sakit sebagai bagian dari proses medis seperti pemasangan infus dan
proses medis lainnya. Ketika anak dirawat di rumah sakit selalu diperintahkan untuk
terus beristirahat dan tidak terlalu banyak bergerak yang hal ini dapat membuat anak
menjadi kecewa dan makin meningkatkan kecemasan pada anak, kelima yaitu faktor
pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan; semakin sering anak
berhubungan dengan rumah sakit maka semakin rendah tingkat kecemasan yang
dialami oleh anak begitu juga sebaliknya, dan yang terakhir yaitu faktor perilaku atau
interaksi dengan petugas rumah sakit, khususnya adalah perawat.

Pada umumnya reaksi anak pada masa prasekolah (3-5 tahun) terhadap hospitalisasi
adalah menolak makan, menangis secara diam-diam ketika orang tua mereka pergi,
sering bertanya mengenai keadaan diri mereka, sering mengalami kesulitan untuk tidur,
tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan saat dilakukan tindakan keperawatan.
Sehingga menyebabkan perawatan di rumah sakit menjadi kehilangan kontrol dan
pembatasan aktivitas. Seringkali hospitalisasi diartikan oleh anak sebagai hukuman,
sehingga ada perasaan malu, takut yang menimbulkan reaksi agresif, marah, berontak,
dan tidak mau bekerja sama dengan perawat.

Di Indonesia jumlah anak usia prasekolah (3–5 tahun) berdasarkan survei ekonomi
nasional tahun 2001 sebesar 20, 72% dari jumlah penduduk Indonesia (Badan
Perencanaan Nasional 2004, dalam Purwandari, 2009, 2). Dan diperkirakan 35 per 100
anak menjalani hospitalisasi (Sumaryoko, 2008, dalam Purwandari, 2009, 2).
Berdasarakan dari jurnal yang saya analisis, di Rumah Sakit Umum Daerah Tugurojo
didapatkan data pada tahun 2006 jumlah anak yang prasekolah yang mengalami
hospitalisasi sebanyak 122 anak, tahun 2007 jumlah anak 642, tahun 2008 jumlah anak
977, tahun 2009 jumlah anak 929, tahun 2010 jumlah anak 223, tahun 2011 jumlah
anak 181. Selama proses hospitaliasi orang tua dan anak dapat mengalalami
pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan kecemasan, dan merupakan hal
yang paling umum terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo yang dapat
berdampak negatif pada anak.

Dampak negatif hospitalisasi pada anak usia prasekolah adalah gangguan psikis, fisik,
sosial, adaptasi dengan lingkungan baru serta perasaan cemas. Dampak negatif dari
efek hospitalisasi sangat berpengaruh terhadap upaya perawatan dan pengobatan yang
diberikan kepada anak terutama dampak dari kecemasan yang apabila tidak segera
ditangani akan memberikan penolakan terhadap tindakan perawatan yang diberikan
sehingga mempengaruhi lamanya hari rawat anak dan dapat memperberat kondisi
Nama: Ni’matush Sholeha
NIM: 131611133009
Tema: Dampak Hospitality Pada Anak pre school
penyakit yang diderita oleh anak . Reaksi yang ditumbulkan oleh setiap anak berbeda.
Bagi anak yang pernah mengalami perawatan di rumah sakit telah memiliki pengalaman
terhadap kegiatan yang ada di rumah sakit, sehingga kemungkinan tingkat kecemasan
pada anak sangat kecil. Sedangkan anak yang baru pertama kali dirawat di rumah sakit
memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi. Perawat anak mempunyai peran penting
untuk mengurangi tingkat kecemasan pada anak yang mengalami hospitalisasi.
Sehingga perawat perlu suatu tindakan untuk mengurangi tingkat kecemasan pada anak
yang dapat membuat anak menjadi lebih kooperatif, mudah beradaptasi, dan tidak
terjadi penurunan pada sistem imun yang lain.

Salah satu media atau bentuk kegiatan yang paling efektif yang dapat dilakukan untuk
mengurangi tingkat kecemasan pada anak adalah dengan terapi bermain. Terapi
bermain adalah sarana untuk proses penyembuhan pada anak dan sarana untuk
melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan anak dengan optimal. Perkembangan
anak yang paling menonjol pada usia prasekolah yaitu perkembangan motoik halus.
Jenis Permaianan yang diberikan harus disesuaikan dengan usia anak. Permainan yang
dilakukan untuk terapi bermain tidak boleh bertentangan dengan perawatan dan
pengobatan anak dan harus sesuai dengan tahap perkembangan anak. Bermain
merupakan salah satu sarana sebagai alat komunikasi yang natural bagi anak–anak dan
dapat menjadi bahasa yang paling universal meskipun tidak dimasukkan sebagai salah
satu bahasa yang ada di dunia. Pemberian aktivitas bermain pada anak di rumah sakit
memiliki nilai terapeutik yang akan sangat berperan dalam menghilangkan stress dan
ketegangan pada anak yang membutuhkan pengembangan untuk pendidikan anak usia
dini . Melaui kegiatan bermain, anak- anak dapat mengalihan rasa sakitnya pada
permainannya dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan dan juga
dapat mengalihkan perasaan cemas dan takut yang dialami oleh anak selama dirawat di
rumah sakit. Bermain adalah aktivitas yang sangat penting. Memalui bermain anak akan
mengembangkan kemampuan motoriknya, kemampuan kognitifnya, melalui kontak
dengan dunia nyata, menjadi eksis di lingkungannya, menjadi percaya diri, mampu
mengembangkan potensi kreavitas dari anak itu sendiri dan banyak manfaat lainnya.
Bermain merupakan hal yang sangat menyenangkan dan mengasikkan terutama bagi
anak. Bermain juga menjadi terapi yang baik untuk anak-anak bermasalah selain
berguna untu mengembangkan potensi anak. Dengan terapi bermain ini, diharapkan
mampu mengurangi tingkat kecemasan, menghilangkan batasan, hambatan dalam diri,
stress, frustasi serta masalah emosional yang terjadi pada anak sehingga menjdikan
anak lebih mampu untuk bekerja sama dengan petugas kesehatan.

Ada banyak sekali terapi bermain yang bisa dilakukan pada anak. Berdasarkan dari
jurnal yang saya anilisis salah satunya adalah terapi bermain dengan teknik bercerita
Nama: Ni’matush Sholeha
NIM: 131611133009
Tema: Dampak Hospitality Pada Anak pre school
atau teknik story telling sehingga membuat anak lebih kooperatif lagi. Cerita bisa
digunakan sebagai sarana obat untuk menyembuhkan sakit dan merupakan teknik yang
paling efektif untuk mengalihkan perhatian anak terhadap kecemasan. Dengan bercerita
kita bisa menyampaikan pesan tertentu kepada anak. Cerita yang membawakannya
dengan ceria mampu membuat anak–anak memiliki semangat, suggesti, dan sedikit
hipnotis yang mapu mendorong anak–anak yag dirawat di rumah sakit bisa sembuh.
Cerita yang akan digunakan adalah cerita dongeng yang merupakan cerita tentang tokoh
yang mengalami suka dan duka kehidupan. Beberapa kekuatan dari cerita yaitu mampu
menumbuhkan sikap disiplin, membangkitkan emosi, memberi inspirasi, memunculkan
perubahan, menumbuhkan kekuatan pikiran tubuh, menyembuhkan (George W. Burn).
Selain itu cerita juga dapat memberikan pengaruh besar terhadap pikiran dan emosional
apabila cerita tersebut benar –benar terjadi atau menjadi kenyataan (Antonio, 2008 )

Berdasarkan jurnal yang saya analisis, tujuan dari penilitian tersebut yaitu untuk
mengetahui pengaruh terapi bermain pada anak usia pre school (3-5) tahun terhadap
tingkat kecemasan pada anak yang mengalami hospitalisasi di Rumah Sakit Umum
Daerah Tugurejo. Dalam penilitian tersebut, metode yang digunakan adalah metode
eksperimen yaitu dengan pendekatan one group pre dan post test. Penguji melakukan
observasi dengan membandingkan perubahan-perubahan yang terjadi setelah
dilakukannya eksperimen. Sampel anak pre school yang mengalami hospitalisasi
diobservasi dan dinilai terlebih dahulu bagaimana kecemasannya sebelum diberikan
teknik bermain dengan bercerita kemudian setelah diberikan perlakuan, sampel tersebut
diobservasi dan dinilai lagi apakah ada perubahan setelah diberikan teknik bermain
dengan bercerita. Teknik yang digunakan yaitu menggunakan total sampling,
diperkirakan jumlah anak yang mengalami hospitalisasi adalah sebanyak 15 orang.
Sedangkan Pengumpulan datanya menggunakan alat kuesioner, berupa kuesioner
tertutup dengan dengan 2 alternative jawaban yaitu (ya / tidak). Skala pengukuran
pengetahuannya jika Ya diberi nilai 1 jika Tidak diberi nilai 0. Untuk uji nomatilas data
menggunakn uji one–Sample–Kolmogorow– Sirminov–Test. Sedangkan uji hipotesa
menggunankan uji Paired Sample T-test.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa frekeuensi berdasarkan umur responden di


ruang melati Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo diketahui paling banyak berumur 3
tahun yaitu 7 (46,6%) pasie, yang berumur 4 tahun sebanyak 5 (33,3%) pasien. Dari
frekuensi berdasarkan jenis kelamin responden di ruang melati Rumah Sakit Umum
Daerah Tugurejo pada 15 anak yang dilakukan penelitian diketahui yaitu 12 (80%)
responden laki-laki, dan 3 (20%) responden perempuan. Dari frekuensi berdasarkan
kategori kecemasan sebelum diberikan terapi di ruang melati Rumah Sakit Umum
Daerah Tugurejo diketahui bahwa kecemasan sebelum diberikan terapi bermain
Nama: Ni’matush Sholeha
NIM: 131611133009
Tema: Dampak Hospitality Pada Anak pre school
sebanyak 12 anak termasuk kategori cemas (80%) dan sebanyak 3 (20%) anak temsuk
kategori cemas berat. Dan yang terakhir dari frekuensi berdasarkan kategori kecemasan
setelah diberikan terapi di ruang melati Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo diketahui
bahwa sebanyak 13 (86,7%) anak termasuk kategori cemas ringan, dan sebanyak 2
(13,3%) anak termasuk kategori cemas sedang. Berdarsarkan hasil penilitian tersebut,
ada perubahan yang signifikan terhadap tingkat kecemasan anak usia pre school yang
ada di Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo setelah diberikan terapi bermain.

Kemampuan anak untuk mengahadapi hospitalisasi dipengaruhi oleh berberapa faktor


diantaranya yaitu tingkat perkembangan umur, pengalaman sakit sebelumnya,
perpisahan, serta dukungan dari lingkungan sekitar terutama dukungan dari keluarga.

Terapi bermain dengan teknik bercerita atau story telling tidak hanya diteliti dan
diterapkan di Rumah sakit Umum Daerah Tugurejo, tetapi juga diteliti dan diterapakan di
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi dan di Ruang Anak RS TK. III. R. W. Mongosidi
Manado. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSUD kota bekasi terdapat
pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kecemasan pada anak sebelum dan sesudah
diberikannya story telling yaitu dari yang awalnya tingkat kecemasan terbesar berada
pada tingkat kecemasan sedang dengan jumlah 22 anak (56,4%), menjadi berada pada
tingkat kecemasan ringan dengan jumalh 21 anak (53,8%). Dan berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan di Ruang Anak RS TK. III. R. W. Mongosidi Manado
menunjukkan bahwa respon kecemasan anak yang diberikan terapi bermain dengan
bercerita pada 17 responden dimana didapat nilai rata-rata sebelum diberikan terapi
bercerita yaitu sebesar 37,71 dan setelah diberikan terapi bercerita didapatkan niai rata-
rata yaitu sebesar 31,12. Hal ini membuktikan bahwa ada perbedaan bermakna sebelum
dan setelah diberikan terapi bercerita yang dapat menurunkan tingkat kecemasan pada
anak usia prasekolah yang menjalani hospitalisasi.

Selain terapi bermain dengan bercerita, banyak sekali terapi bermain lainnya yang bisa
digunakan untuk mengurangi tingkat kecemasan anak akibat dampak dari hospitalisasi
diantaranya yaitu: terapi bermain mewarnai atau menggambar dan origami. Dimana
permainan ini cocok untuk anak yamg mulai mengenal dan menyukai warna serta
mengenal bentuk-bentuk benda di sekelilingnya. Mewarnai atau menggambar adalah
kegiatan yang dapat bermanfaat untuk melatih motorik, kreativias, dan daya imajinasi
anak. Dengan menggambar, anak dapat mengekspresikan perasaannya dan
menggambar juga termasuk salah satu cara anak untuk berkomunikasi tanpa kata.
Fungsi warna dan bentuk yang berbeda dalam bermain dapat memberikan stimulus pada
anak. Bermain origami merupakan suatu kegiatan melipat kertas dengan menggerakkan
tangan sambil berfikir. Bermain origami bermanfaat untuk melatih motorik halus anak-
anak pada masa perkembangannya, serta menumbuhkan motivasi, kreativitas,
Nama: Ni’matush Sholeha
NIM: 131611133009
Tema: Dampak Hospitality Pada Anak pre school
keterampilan, serta ketekunan. Penelitian tersebut dilakukan pada anak usia prasekolah
yang menjalani hospitalisasi di Ruang Cempaka di Rumah Sakit Umum Daerah dr. R.
Goetheng Taroenadibrata Purbalingga , di Ruang Aster Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi
Jember, serta di Ruangan Irina E BLU RSU P. Prof. DR. R. D. Kandau manado dengan
mengambil sample sebanyak 30 anak. Berdasarkan hasil penelitian di Ruang Cempaka
di Rumah Sakit Umum Daerah dr. R. Goetheng Taroenadibrata Purbalingga
menunjukkan bahwa ada perbedan terhadap tingkat kecemasan anak usia prasekolah
sebelum diberikan terapi bermain mewarnai dan origami dan setelah diberikan terapi
bermain mewarnai dan origami yaitu denagn p= o,001 pada signifikan a= 0,05.
Berdasarkan hasil penilitian di Ruang Aster Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi Jember
yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hasil
penelitian menunjukkan ada perbedaan tingkat kecemasan anak usia prasekolah
sebelum diberikan terpai bermain origami dan setelah diberan terapi bermain origami
dengan p value sebesar 0,001 dan tidak ada perbedaan terhadap pre dan pos t test
tingkat kecemasan anak usia prasekolah pada kelompok kontrol dengan p value sebesar
1,157 . Berdasarkan hasil peniltian di Ruangan Irina E BLU RSU P. Prof. DR. R. D.
Kandau manado menunjukkan rata-rata tingkat kecemasaan anak usia prasekolah
seblum diberikan terapi bermain mewarnai sebesar 42,43 dan setelah diberikan terapi
bermain mewarnai diperoleh rata-rata sebesar 37,17 yang berati menunjukkan
terjadinya penurunan tingkat kecemasan terhadapa anak usia prasekolah sebesar
5,26.Berdasarkan dari uraian hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat
kecemasan anak mengalami penurunan setelah diberikannya terpai bermain mewarnai
atau menggambar dan terapi bermain origami. Hal ini berarti bahwa pemberian terapi
bermain mewarnai dan bermain origami mampu mengalihkan perhatian anak terhadap
objek yang membuatnya merasa cemas.

Selanjutnya adalah terapi bermain lilin yang merupakan jenis permainan skill play yang
menggunakan kemampuan motorik anak dan dapat diakukan di atas tempat tidur anak
sehingga tidak mengganggu proses pemulihan kesehatan anak (Ngastiyah, 2005).
Penelitian ini dilakukan pada anak usia prasekolah yang menjalani hospitalisasi di RSUD
dr. Soedarso Pontianak dengan menggunakan sample sebanyak 20 anak yang terdiri
dari 14 anak laki-laki dan 6 anak perempuan. Sample ini mengambil kriteria anak umur
2-6 tahun yang sudah mampu berbicara dan tidak menagalami gangguan sensorik
maupun motorik. Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat
kecemasan anak sebelum diberikan terapi bermain lilin berada pada tingkat kecemasan
yang sangat berat yaitu dengan jumlah responden 18 dengan presentase 90%, setelah
diberikannya terapi bermain lilin tingkat kecemasan anak berada pada tingkat
kecemasan sedang yaitu dengan jumlah responden 7 dengan prosentase 35%. Hal ini
Nama: Ni’matush Sholeha
NIM: 131611133009
Tema: Dampak Hospitality Pada Anak pre school
membuktikan bahwa terapi bermain lilin berpengaruh terhadap penurunan tingkat
kecemasan anak akibat dampak dari hospitaliasi di RSUD dr. Soedarso Pontianak. Terapi
bermain lilin juga diberikan kepada anak prasekolah (3-6) tahun yang menjalani
hospitalisasi di RSUD Banjarbaru dengan mengambil sample sebanyak 26 anak yang
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 13 anak untuk kelompok eksperimen da 13 anak untuk
kelompok kontrol. Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan pengaruh terapi bermain lilin terhadap tingkat kecemasan anak antara
kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol pada anak prasekolah (3-6) tahun yang
menjalani hospitalisasi di RSUD Banjarbaru yaitu dilihat dari menurunnya skor rata-rata
tingkat kecemasan pada kelompok eksperimen sebesar 5,30 dengan standar deviasi
2,65 dan menurunnya skor rata-rata tingkat kecemasan pada kelompok kontrol sebesar
0,53 dengan standar deviasi 2,29. Yang ketiga adalah terapi bermain walkie talkie atau
topeng kaleng. Permaianan ini tidak mengharuskan untuk membeli semua bahannya,
sehingga mampu mengasah imajinasi dan kreativitas dalam membuatnya (zellawati,
2011). Permainan walkie talkie dapat menumbuhkan kemampuan untuk berinteraksi
dengan teman sebayanya atau dengan orang lain. Dengan permain walkie talkie dapat
mengasah kemampuan anak untuk mampu berkomunikasi dan dan mampu berbaahasa
dengan melakukan percakapan dengan dua orang atau lebih sehingga nantinya mampu
menyusun kalimat yang lebih kompleks. Penelitian ini dilakukan pada anak usia
prasekolah yang menjaani hospitalisasi di RSUD Dr. Moewrdi Surakarta. Dan yang
terakhir adalah terapi bermain puzzle yang merupakan permainan yang dapat
mengembangkan kemampuan dalam menyamakan dan membedakan koordinasi motorik
kasar dan halus dalam mengontrol emosi. Penelitian ini dilakukan pada anak usia
prasekolah yang menjalani hospitalisasi di RS Tk. III R. W. Mongisi di Manado dengan
mengambil sample sebanyak 17 anak. Berdasarkan hasil penelitian tersebut didapatkan
rata-rata skor sebelum diberikan terapi bermain puzzle yaitu 34,71 dan setelah diberikan
terapi bermain puzzle yaitu 28,71. Hal ini menunjukkkan bahwa respon kecemasan pada
anak yang menjalani hospitalisasi di RSUD Tk. III. R. W. Mongisi di Manado saat
diberikan terapi bermain puzzle pada 17 responden sangat efektif untuk menurunkan
tingkat kecemasan anak usia prasekolah selama menjalani hospitalisasi. Kecemasan
terbesar yang dialami oleh anak usia prasekolah adalah kecemasan akan kerusakan
tubuhnya.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dampak hospitalisasi yang paling umum
dilami oleh anak usia prasekolah yaitu kecemasan. Kecemasan anak prasekolah selama
menjalani hospitalisasi disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya yaitu usia
perkembangan, jenis kelamin, lama dirawat, pengalaman dirawat sebelumnya, sistem
pendukung, dan mekanisme kopping. Pada anak usia prasekolah kecemasan yang paling
Nama: Ni’matush Sholeha
NIM: 131611133009
Tema: Dampak Hospitality Pada Anak pre school
besar yang dilami adalah ketika pertama kali anak masuk rumah sakit dan belum ada
pengalaman dirawat sebelumnya. Apabila anak mengalami kecemasan yang tinggi saat
dirawat di rumah sakit maka besar kemungkinan dapat mempengaruhi proses
penyembuhan anak yang bisa memakan waktu yang lama dan anak akan mengalami
disfungsi perkembangan. Reaksi anak usia prasekolah ketika menjalani hospitalisasi
pada umumnya yaitu hilangnya kontrol, bersikap agresi atau menyangkal, menarik diri,
bertingkah laku protes, serta lebih peka dan bersikap pasif seperti menolak makan dan
lainnya. Untuk mengurangi tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah, cara yang
paling efektif adalah dengan memberikan terapi bermain pada anak. Terapi bermain
yang diberikan haruslah permainan yang sesuai dengan umur anak dan haruslah
permainan yang dapat membuat anak merasa nyaman dan senang dalam melakukan
permainan itu. Dan permainan yang cocok untuk anak usia prasekolah adalah pemainan
yang mampu membuat anak dapat mengembangkan kemampuan menyamakan dan
membedakan koordinasi motorik kasar dan halus dalam mengontrol emosi. Sehingga
permainan tersebut mampu membuat anak mengalihkan rasa sakitnya dan membantu
mempercepat proses penyembuhan pada anak. Pemberian terapi bermain pada anak
diharapkan mampu membuat anak menjadi berperilaku lebih kooperatif. Dan dengan
terapi bermain diharapkan mampu mengubah tingkah laku anak yang tidak sesuai
menjadi tingkah laku seperti yang diharapkan serta dapat mengurangi perasaan takut,
cemas, tegang, sedih, dan nyeri.
Nama: Ni’matush Sholeha
NIM: 131611133009
Tema: Dampak Hospitality Pada Anak pre school

Daftar Pustaka

Fricilia Euklesia Wowiling, Amatus Yudi Ismanto, Abram Babakal. (2014). Pengaruh Terapi Bermain
Mewarnai Gambar Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah Akibat
Hospitalisasi Di Ruangan Irina E BLU RSU P. Prof. DR. R. D. Kandou Manado.

Inggrith Kaluas, Amatus Yudi Ismanto, Rina Margareta Kundre. (2015). Perbedaan Terapi Bermain
Puzzle Dan Bercerita Terhadap Kecemasan Anak Usia Prasekolah (3-5 tahun) selama
Hospitalisasi Di Ruang anak RS. TT. III. R. W. Mongosidi Manado.

Nor Ella Dayani, Lia Yulia Budiarti, Dhian Riri Lestari. (2015). Terapi Bermain CLY Terhadap
Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah (3-6 tahun) Yang Menjalani Hospitalisasi Di RSUD
Banjarbaru.

Ririn Halimatus Sa’diah, Ratna Sari Hardiani, RRhondianto. (2014). Pengaruh Terapi Bermain Origami
Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Anak Prasekolah Yang Menjalani Hospitalisasi Di Ruang
Aster RSD dr. Soebandi Jember.

Ikbal Fradianto. (2014). Pengaruh Terapi Bermain Lilin Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pada
Anak Usia Prasekolah Yang Mengalami Hospitalisasi Di RSUD dr. Soedarso Pontianak.

Katinawati, Ns. Sri Haryani, S.kep, Ns. Syamsul Arif, S.kep., M.kes, Biomed. Pengaruh Terapi Bermain
Dalam Menurunkan Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah (3-5 tahun) Yang Mengalami
Hospitalisasi Di Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang.

Lenny Irmawaty. (2013). Pengaruh Story Telling Terhadap Tingkat Kecemasan Akibat Hospitalisasi
Pada Anak Usia Prasekolah Di RSUD Kota Bekasi.

Suryanti, Sodikin, Mustiah Yulistiani . (2013). Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Dan Origami
Terhadap Tingkat Kecemasan Sebagai Efek Hospitalisasi Pada Anak Usia Prasekolah Di RSUD
dr. R. Goetheng Tarunadibrata Purbalingga.

Rahmawati Dewi Handayani, Ni Putu Dewi Puspitasari. Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Tingkat
Kooperatif Selama menjalani Perawatan Pada Anak Usia Prasekolah (3-5 tahun) Di Rumah
Sakit panti Rapih Yogyakarta.
Nama: Ni’matush Sholeha
NIM: 131611133009
Tema: Dampak Hospitality Pada Anak pre school

Anda mungkin juga menyukai