Anda di halaman 1dari 4

MATERI

Pengertian Difteri
Difteri merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri basil
gram positif Corynebacterium diphteriae. Strain nontoksigenik juga dapat
menyebabkan penyakit, tetapi tidak seberat akibat strain toksigenik (Saunders &
Suarca, 2019). Difteri menjadi salah satu penyakit infeksi yang paling ditakuti
karena dapat menjadi epidemik dengan case fatality rate (CFR) tinggi, terutama pada
anak-anak. Sejak tahun 2011- 2015, Indonesia telah menjadi negara dengan insidens
difteri tertinggi kedua di dunia, yaitu sebanyak 3203 kasus.

Tanda dan Gejala Difteri


Penyakit difteri bisa tidak menimbulkan gejala apapun pada awalnya. Namun begitu,
tetap waspadai gejala awal yang mungkin muncul dari infeksi ini, seperti:
 Demam tinggi (di atas 38 derajat Celsius)
 Munculnya selaput berwarna keabuan di amandel, tenggorokan, dan hidung
 Nyeri saat menelan
 Pembengkakan di sekitar leher atau bull neck
 Sesak napas serta suara mengorok.
Jika Anda mencurigai anak Anda atau anggota keluarga Anda lainnya sudah
terjangkit difteri, jangan tunda pengobatan dan segera bawa ke rumah sakit terdekat
(Saunders & Suarca, 2019).

Pencegahan Difteri
Pencegahan secara umum dengan menjaga kebersihan dan memberikan
pengetahuan tentang bahaya difteria bagi anak. Pada umumnya, setelah seorang anak
menderita difteria, kekebalan terhadap penyakit ini sangat rendah sehingga perlu
imunisasi.
1. Pencegahan secara khusus terdiri dari imunisasi DPT dan pengobatan karier.
Imunisasi primer difteri diberikan bersama toksoid tetanus dan vaksin pertusis
dalam bentuk vaksin DTP sebanyak tiga kali dengan interval 4-6 minggu.
Imunisasi dasar DTP (DTP-1, DTP-2, dan DTP-3) diberikan 3 kali sejak usia 2
bulan (tidak boleh sebelum usia 6 minggu) dengan interval 4-8 minggu.
Imunisasi ulangan booster DTP (DTP4) diberikan satu tahun setelah DTP-3
(usia18-24 bulan) dan DTP-5 saat masuk sekolah usia 5 tahun. Apabila pada usia
5 tahun belum diberi DTP-5, vaksinasi booster diberi Td sesuai program Bulan
Imunisasi Anak Sekolah (BIAS, SD kelas 1, usia 7 tahun). Vaksinasi booster Td
diberikan 2 kali pada program BIAS (SD kelas2 dan 3). Dosis vaksinasi DTP
(DTWP, DTaP,DT, atau Td) adalah 0,5 mL intramuskular baik untuk imunisasi
dasar maupun ulangan.
Imunitas pasif diperoleh secara transplasental dari ibu yang kebal terhadap
difteria sampai 6 bulan dan suntikan antitoksin yang dapat bertahan selama 2-3
minggu. Imunitas aktif diperoleh setelah menderita aktif yang nyata atau
inapparent infection serta imunisasi toksoid difteria. Imunisasi DPT sangat
penting untuk mempertahankan kadar antibodi tetap tinggi diatas ambang
pencegahan dan imunisasi ulangan sangat diperlukan agar lima kali imunisasi
sebelum usia 6 tahun.
Imunitas terhadap difteria dapat diukur dengan uji Schick dan uji Moloney.
Apabila belum pernah mendapat DPT, diberikan imunisasi primer  DPT tiga
kali dengan interval masing-masing 4-6 minggu. Apabila imunisasi belum
lengkap segera dilengkapi (lanjutkan dengan imunisasi yang belum diberikan,
tidak perlu diulang), dan yang telah lengkap imunisasi primer (<1 tahun) perlu
dilakukan imunisasi DPT ulangan umur 18 bulan dan 5 tahun.
 DPT-HB-Hib untuk anak usia <5 tahun
 DT untuk anak usia 5 tahun sampai <7 tahun
 Td untuk usia 7 tahun keatas
Test kekebalan:
 Schick test : Menentukan kerentanan (suseptibilitas) terhadap difteri. Tes
dilakukan dengan menyuntikan toksin difteri (dilemahkan) secara
intrakutan. Bila tidak terdapat kekebalan antitoksik akan terjadi nekrosis
jaringan sehingga test positif.
 Moloney test : Menentukan sensitivitas terhadap produk kuman difteri. Tes
dilakukan dengan memberikan 0,1 ml larutan fluid diphtheri toxoidsecara
suntikan intradermal. Reaksi positif bila dalam 24 jam timbul eritema >10
mm. Ini berarti bahwa:
- pernah terpapar pada basil difteri sebelumnya sehingga terjadi reaksi
hipersensitivitas.
- pemberian toksoid difteri bisa mengakibatkan timbulnya reaksi yang
berbahaya.
2. Selain imunisasi, difteri dapat dicegah dengan mengenali penularannya. Cara
penularan difteri adalah sebagai berikut: Manusia sebagai reservoir infeksi,
transmisi terutama terjadi karena kontak dekat dengan kasus atau carier.
Penularan dari manusia ke manusia secara langsung umumnya terjadi melalui
droplet (batuk, bersin, berbicara) atau yang kurang umum melalui kontak dengan
discharge dari lesi kulit. Sedangkan secara tidak langsung melalui debu, baju,
buku dan barang-barang yang terkontaminasi karena bakteri cukup resisten
terhadap udara panas, suhu dingin dan kering (Fitriana & Novriani, 2014).
3. Mengenali tanda dan gejala difteri
4. Menerapkan gaya hidup sehat dan bersih
5. Untuk memaksimalkan langkah pencegah difteri perlu disertai dengan menjaga
kebersihan lingkungan serta menerapkan kebiasaan dan perilaku bersih sehat.
Beberapa cara mencegah difteri yang bisa Anda lakukan dalam, baik ketika
Anda terinfeksi difteri maupun tidak adalah (Fitriana & Novriani, 2014):
 Membiasakan diri mencuci tangan menggunakan sabun cuci tangan
sebelum dan setelah melakukan aktivitas yang memungkinkan Anda
terpapar bakteri penyakit.
 Membersihkan rumah secara rutin terutama pada ruangan dan furnitur yang
berpotensi menjadi sarang bakteri penyakit.
 Memastikan sirkulasi udara di ruangan mengalir dengan baik dengan
memasang ventilasi silang atau menggunakan penjernih udara.
 Membersihkan alat-alat rumah tangga yang digunakan oleh penderita
dengan pembersih antibakteri.
 Meningkatkan imunitas tubuh dengan menjalani diet sehat, olahraga rutin,
beristirahat dengan cukup, dan mengurangi konsumsi alkohol dan rokok.
 Menggunakan masker ketika mengalami gejala diteri seperti batuk dan
bersin-bersin.
 Membersihkan luka pada kulit yang mengalami infeksi secara rutin dan
menutupnya dengan bahan anti-air.
Daftar pustaka:
Fitriani, Novriani, H. 2014. Penatalaksanaan Difteri. J Indon Med Assoc, Volum: 64, Nomor:
12. 541-545
Hartoyo, E. 2018. Difteri Pada Anak. Sari Pediatri, 19 (5):300-306
Saunders R., Suarca I K. 2019. Diagnosis dan Tatalaksana Difteri. CKD, 46 (2): 98-101

Anda mungkin juga menyukai