Anda di halaman 1dari 6

Sarcoptes scabiei

a. Signalement

Jenis Hewan : Kucing

Warna Hewan : Putih

Lokasi : Telinga Kucing

Tempat Pengambilan Sampel : TPA Dharmahusada Indah, Surabaya

Tanggal Pengambilan : Rabu, 13 Desember 2017

b. Hasil Pengamatan

Gambar 3.1 Sarcoptes scabiei (Sumber : Dokumentasi pribadi)

c. Taksonomi

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Arachnida

Ordo : Acarina
Famili : Sarcoptidae

Genus : Sarcoptes

Spesies : Sarcoptes scabiei

d. Morfologi

Sarcoptes scabiei Sarcoptes scabiei merupakan tungau kecil berbentuk oval,


memiliki punggung yang cembung, dan bagian perutnya rata. Tungau ini
translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata.Tungau betina dewasa
berukuran 300 - 500 x 230 - 340 μm sedangkan yang jantan berukuran 213 - 285
x 160 - 210 μm. Permukaan tubuhnya bersisik dan dilengkapi dengan kutikula
serta banyak dijumpai garis-garis paralel yang berjalan transversal Stadium larva
mempunyai tiga pasang kaki sedangkan dewasa dan nimpa mempunyai empat
pasang kaki dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Morfologi Sarcoptes Scabiei (Doane, 1910)

e. Siklus Hidup

Tungau jantan dan betina berkopulasi pada terowongan yang dangkal pada
kulit, setelah melakukan kopulasi S.scabei jantan akan mati, kadang-kadang
masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh yang
betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum
korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan
telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Pada suhu
35oC dengan kelembapan 100 %, telur akan menetas dalam waktu 2-3 hari
dan hidup sebagai larva di lorong-lorong lapisan tanduk kulit. Larva akan
meninggalkan lorong, bergerak ke lapisan permukaan kulit, membuat saluran-
saluran lateral dan bersembunyi di dalam folikel rambut. Larva akan berubah
menjadi 2 bentuk , yaitu protonimpa dan tritonimpa dalam waktu 2-3 hari .
Tritonimpa menjadi dewasa dalam waktu 2-3 hari. Seluruh siklus hidup, sejak
telur sampai menjadi dewasa memerlukan waktu antara 10-14 hari. Tungau
pada anjing dan manusia dapat bertahan hidup selama 24-36 jam pada suhu
ruang 21oC (Airlian dan Vyszenki, 1988).

Gambar 3.3 Siklus hidup Sarcoptes scabiei (Tan, 2017)

f. Patogenesa

Tungau Sarcoptes spp merupakan parasit yang lebih menyukai tempat


atau permukaan tubuh yang jarang rambutnya. Misalnya pada muka , daun
telinga, moncong, pangkal ekor, kaki. Kadang pada sebagian anjing dapat
menginfestasi keseluruh tubuh. Akibat yang ditimbulkan oleh tungau ini hanya
sedikit yang mengalami perubahan pada berat badan dan efisiensi makanan,
biasanya hanya merubah vitalitas dan kondisi hewan karena penampilannya
terpengaruh atau buruk. Tungau menembus kulit, menghisap cairan limfe dan
memakan sel-sel epidermis. Rasa gatal yang sangat bias dialami oleh hospes dan
jika digosok-gosokan atau digaruk akan menyebabkan rasa gatal dan sakitnya
bertambah. Eksudat yang merembes keluar, menggumpal dan mongering
membentuk sisik-sisik dipermukaan kulit. Selanjutnya terjadi keratinisasi dan
poliferasi jaringan ikat, yang menyebabkan kulit menebal dan berkerut serta tidak
lagi rata. Kejadian ini menyebakan rambut jadi jarang bahkan dapat hilang sama
sekali (Tan, 2017)

g. Gejala Klinis

Gejala klinis yang ditimbulkan oleh manifestasi ektoparasit ini memiliki


masa inkubasi bervariasi antara 10-42 hari. Pada awal infestasi, kulit mengalami
erithema, kemudian akan berlanjut dengan terbentuknya papula, vesikula dan
akhirnya terjadi peradangan yang diikuti oleh pembentukan eksudat karena
adanya iritasi. Hewan penderita tampak gelisah karena rasa gatal, menggaruk atau
menggesek tubuhnya sehingga terjadi luka dan perdarahan. Eksudat mengendap
pada permukaan kulit dan terbentuk keropeng atau kerak (Rodiah, 2001)
Proses selanjutnya, akan terjadi keratinasi dan proliferasi yang berlebihan
dari jaringan ikat sehingga menyebabkan penebalan kulit dan pengeriputan.
Perubahan ini mengakibatkan kerontokan bulu yang pada seluruh permukaan
tubuh. Nafsu makan penderita terganggu sehingga menjadi kekurusan dan
akhirnya mati karena kurang gizi (malnufisi). Apabila pengobatan tidak dilakukan
secara tuntas, maka sering terjadi infeksi sekunder akibat bakteri atau jamur
sehingga timbul abses dan bau busuk. Pada hewan muda, angka kematian dapat
mencapai lebih dari 50% bila diikuti oleh infeksi sekunder (Rodiah, 2001)
Perjalanan penyakit terbagi dalam 3 (tiga) fase. Fase pertama, terjadi 1-2
hari setelah infestasi. Pada fase ini tungau mulai menembus lapisan epidermis
sehingga pada permukaan kulit terdapat banyak lubang kecil. Pada fase kedua,
tungau telah berada di bawah lapisan keratin, permukaan kulit telah ditutup oleh
kerak atau keropeng yang tebal dan kerontokan bulu. Fase kedua ini terjadi 4-7
minggu setelah infestasi. Adapun pada fase ketiga yang terjadi 7-8 minggu setelah
infestasi, kerak mulai mengelupas sehingga pada permukaan kulit kembali terlihat
lubang kecil dan pada saat itu beberapa tungau meninggalkan bekas lubang
tersebut (Rodiah, 2001)
Bentuk lesi scabies sama pada berbagai jenis hewan sama, namun lokasi
lesi bervariasi. Pada kambing, lesi umumnya mulai dari daerah hidung lalu
menyebar keseluruh tubuh. Pada babi, lesi umumnya pada daun telinga,mulut,
bagian dorsal dan leher, bahu, bagian dalam dari paha, sepanjang punggung,
pangkal ekor dan pada kaki. Pada sapi, lesi banyak dijumpai pada kulit di daerah
leher, punggung dan pangkal ekor. Pada penderita scabies yang kronis lesi
dijumpai pada kulit di daerah abdomen dan ambing (Rodiah, 2001)

g. Pencegahan dan Pengobatan


Pengobatan tidak hanya dipusatkan pada tungaunya saja tetapi harus
diarahkan secara keseluruhan terhadap faktor-faktor yang memicu terjadinya
imunosupresi (rendahnya daya tahan tubuh), seperti kurangnya nutrisi, situasi
manajemen pemeliharaan yang penuh dengan tekanan. Ada beberapa macam
pengobatan yang dapat diberikan, antara lain dengan pengobata yang sifanta
supportif, pengobatan dengan antibiotic, serta dengan penggunaan anti inflamasi
(Dan, 1999)
Pengobatan dapat dilakukan dengan cara sistemik maupun topical.
Pengobatan sistematik dilakukan dengan menggunakan ivermectin dengan dosis
200 µg/kg berat badan secara subkutam dengan interval dua minggu, selain
pengobatan dengan ivermectin dapat dilakukan juga terapi sistemik dengan
pemberian antibiotik lincomycin (dosis 25 mg/kg berat badan, peroral, diberikan 2
kali sehari). Secara topikal dapat digunakan sulfur, amitraz, lindane, benzyl
benzoate. Terapi amitraz dan benzyl benzoate harus digunakan secara hato-hati.
Ivermectin merupakan antiparasit yang berspektrum luas, aplikasi pengobatan ini
dapat dilakukan secara oral atau injeksi. Pengobatan dengan antibiotik
lincomycin digunakan mengobati infeksi sekunder dan kortikosteroid dapat
digunakan untuk mengurangi rasa gatal dan inflamasi (Rodiah, 2001).
Tindakan pencegahan penyakit scabiosis dapat dicegah dengan melakukan
pemberian obat antiparasit. Melakukan grooming teratur dan selalu menjaga
kebersihan. Menjaga kesehatan dengan meningkatkan daya tahan tubuh dan
pemberian pakan yang baik. Selain dengan pengobatan dapat diberikan makanan
yang baik dan latihan untuk mencapai kesembuhan yang maksimal (Rodiah,
2001).

Daftar Pustaka

Airlian, L.G dan Vyszenki- Moher, D.L. 1988. Life Cycle of Sarcoptes Scabiei var
canis. Journal Parasitology 74-427-430.
Dan. 1999. Sarcoptic Mange- You Can Get It . http://dr-dan.com/sarcopt.htm
Doane, R.W. 1910. Insect and Disease. The Quinn and Boden Co.Press. Standford
University . California
Rodiah, D. 2001 Studi Kasus Skabies Pada Kucing Di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Agustus 1997 – Juli 2000. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Tan, S. T., Angeline, J., dan Krisnataligan. 2017. Terapi Berdasarkan Siklus Hidup
Scabies. Continuing Medical Education. CDK-254/vol.44 No.7 . Fakultas
Kedokteran Universitas Tarumanegara, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai