Anda di halaman 1dari 43

Impetigo

Akademi Keperawatan Muhammadiyah Makassar


2014
IMPETIGO
A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Impetigo adalah salah satu contoh pioderma, yang menyerang lapisan epidermis
kulit (Djuanda, 56:2005). Impetigo biasanya juga mengikuti trauma superficial
dengan robekan kulit dan paling sering merupakan penyakit penyerta (secondary
infection)

dari

Pediculosis,

Skabies,

Infeksi

jamur,

(Tanpa

Gelembung

dan

pada Insect

bites (Beheshti, 2:2007).


2. Klasifikasi
a. Impetigo

Contagiosa

Cairan,

Dengan

Krusta/Keropeng/Koreng)
Impetigo krustosa hanya terdapat pada anak-anak, paling sering muncul di
muka, yaitu di sekitar hidung dan mulut.Kelainan kulit berupa eritema dan
vesikel yang cepat memecah sehingga penderita datang berobat yang terlihat
adalah krusta tebal berwarna kuning seperti madu. Jika dilepaskan tampak erosi
dibawahnya .Jenis ini biasanya berawal dari luka warna merah pada wajah anak,
dan paling sering di sekitar hidung dan mulut.Luka ini cepat pecah, berair dan
bernanah, yang akhirnya membentuk kulit kering berwarna kecoklatan.Bekas
impetigo ini bisa hilang dan tak menyebabkan kulit seperti parut.Luka ini bisa
saja terasa gatal tapi tak terasa sakit.Impetigo jenis ini juga jarang menimbulkan
demam pada anak, tapi ada kemungkinan menyebabkan pembengkakan kelenjar
getah bening pada area yang terinfeksi.Dan karena impetigo sangat mudah
menular, makanya jangan menyentuh atau menggaruk luka karena dapat
menyebarkan infeksi ke bagian tubuh lainnya.

b. Bullous Impetigo (Dengan Gelembung Berisi Cairan)


Impetigo jenis ini utamanya menyerang bayi dan anak di bawah usia 2 tahun.
Namun ada pendapat lain yang mengatakan bahwa Impetigo bulosa terdapat
pada anak dan juga pada orang dewasa, paling sering muncul di ketiak, dada,
dan punggung. Kelainan kulit berupa eritema, vesikel, dan bula.Kadang-kadang
waktu penderita datang berobat, vesikel atau bula telah pecah.Impetigo ini meski
tak terasa sakit, tapi menyebabkan kulit melepuh berisi cairan.Bagian tubuh
yang diserang seringkali badan, lengan dan kaki.Kulit di sekitar luka biasanya
berwarna merah dan gatal tapi tak terasa sakit. Luka akibat infeksi ini dapat
berubah menjadi koreng dan sembuhnya lebih lama ketimbang serangan
impetigo jenis lain
3. Etiologi
Impetigo disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau Group A Beta Hemolitik
Streptococcus (Streptococcus pyogenes).
Staphylococcus merupakan pathogen primer pada impetigo bulosa dan ecthyma
(Beheshti, 2:2007).
Staphylococcus merupakan bakteri sel gram positif dengan ukuran 1 m,
berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur,
kokus tunggal, berpasangan, tetrad, dan berbentuk rantai juga bisa didapatkan.
Staphylococcus

dapat

menyebabkan

penyakit

berkat

kemampuannya

mengadakan pembelahan dan menyebar luas ke dalam jaringan dan melalui


produksi beberapa bahan ekstraseluler. Beberapa dari bahan tersebut adalah
enzim dan yang lain berupa toksin meskipun fungsinya adalah sebagai enzim.
Staphylococcus dapat menghasilkan katalase, koagulase, hyaluronidase,
eksotoksin, lekosidin, toksin eksfoliatif, toksik sindrom syok toksik, dan
enterotoksin.
Streptococcus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat, yang mempunyai
karakteristik dapat berbentuk pasangan atau rantai selama pertumbuhannya.
Lebih dari 20 produk ekstraseluler yang antigenic termasuk dalam grup A,
(Streptococcus pyogenes) diantaranya adalah Streptokinase, streptodornase,

hyaluronidase, eksotoksin pirogenik, disphosphopyridine nucleotidase, dan


hemolisin.
4. Patofisiologi

Rasa gatal dengan lesi awal berupa makula eritematosa berukuran 1-2 mm,
kemudian berubah menjadi bula atau vesikel.Pada Impetigo contagiosa Awalnya
berupa warna kemerahan pada kulit (makula) atau papul (penonjolan padat
dengan diameter <0,5cm) yang berukuran 2-5 mm.
Lesi papul segera menjadi vesikel atau pustul (papula yang berwarna
keruh/mengandung nanah/pus) yang mudah pecah dan menjadi papul dengan
keropeng/koreng berwarna kunig madu dan lengket yang berukuran <2cm
dengan kemerahan minimal atau tidak ada kemerahan disekelilingnya, sekret
seropurulen kuning kecoklatan yang kemudian mengering membentuk krusta
yang berlapis-lapis.
Krusta mudah dilepaskan, di bawah krusta terdapat daerah erosif yang
mengeluarkan sekret, sehingga krusta akan kembali menebal. Sering krusta
menyebar ke perifer dan menyembuh di bagian tengah. Kemudian pada Bullous
impetigo bula yang timbul secara tiba tiba pada kulit yang sehat dari plak
(penonjolan datar di atas permukaan kulit) merah, berdiameter 1-5cm, pada
daerah dalam dari alat gerak (daerah ekstensor), bervariasi dari miliar sampai

lentikular dengan dinding yang tebal, dapat bertahan selama 2 sampai 3 hari.
Bila pecah, dapat menimbulkan krusta yang berwarna coklat, datar dan tipis.
5. Faktor Predisposisi
a.

Kontak langsung dengan pasien impetigo

b.

Kontak tidak langsung melalui handuk, selimut, atau pakaian pasien

impetigo
c.

Cuaca panas maupun kondisi lingkungan yang lembab

d.

Kegiatan/olahraga dengan kontak langsung antar kulit seperti gulat

e.

Pasien dengan dermatitis, terutama dermatitis atopik

(Sumber Beheshti, 2:2007).


6. Manifestasi Klinik
a.

Impetigo Krustosa

Tempat predileksi tersering pada impetigo krustosa adalah di wajah, terutama


sekitar lubang hidung dan mulut, karena dianggap sumber infeksi dari daerah
tersebut. Tempat lain yang mungkin terkena, yaitu anggota gerak (kecuali
telapak tangan dan kaki), dan badan, tetapi umumnya terbatas, walaupun
penyebaran luas dapat terjadi (Boediardja, 2005; Djuanda, 2005).
Biasanya mengenai anak yang belum sekolah. Gatal dan rasa tidak nyaman
dapat terjadi, tetapi tidak disertai gejala konstitusi. Pembesaran kelenjar limfe
regional lebih sering disebabkan oleh Streptococcus.
Kelainan kulit didahului oleh makula eritematus kecil, sekitar 1-2 mm.
Kemudian segera terbentuk vesikel atau pustule yang mudah pecah dan
meninggalkan erosi. Cairan serosa dan purulen akan membentuk krusta tebal
berwarna kekuningan yang memberi gambaran karakteristik seperti madu
(honey colour). Lesi akan melebar sampai 1-2 cm, disertai lesi satelit
disekitarnya. Lesi tersebut akan bergabung membentuk daerah krustasi yang
lebar. Eksudat dengan mudah menyebar secara autoinokulasi (Boediardja, 2005).
b. Impetigo Bulos

Tempat predileksi tersering pada impetigo bulosa adalah di ketiak, dada,


punggung. Sering bersama-sama dengan miliaria. Terdapat pada anak dan
dewasa. Kelainan kulit berupa vesikel (gelembung berisi cairan dengan diameter
0,5cm) kurang dari 1 cm pada kulit yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau
kemerahan. Pada awalnya vesikel berisi cairan yang jernih yang berubah
menjadi berwarna keruh. Atap dari bulla pecah dan meninggalkan gambaran
collarette pada pinggirnya. Krusta varnishlike terbentuk pada bagian tengah
yang jika disingkirkan memperlihatkan dasar yang merah dan basah. Bulla yang
utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh (Yayasan Orang Tua Peduli, 1:2008).
Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya maka, kelainan itu dapat
menyertai dermatitis atopi, varisela, gigitan binatang dan lain-lain. Lesi dapat
lokal atau tersebar, seringkali di wajah atau tempat lain, seperti tempat yang
lembab, lipatan kulit, ketiak atau lipatan leher. Tidak ada pembengkakan kelenjar
getah bening di dekat lesi. Pada bayi, lesi yang luas dapat disertai dengan gejala
demam, lemah, diare. Jarang sekali disetai dengan radang paru, infeksi sendi
atau tulang.
7. Pemeriksaan Penunjang
Bila diperlukan dapat memeriksa isi vesikel dengan pengecatan gram untuk
menyingkirkan diagnosis banding dengan gangguan infeksi gram negative. Bisa
dilanjutkan dengan tes katalase dan koagulase untuk membedakan antara
Staphylococcus dan Streptococcus.
8. Komplikasi
Sebenarnya impetigo tidaklah berbahaya, tapi kadang infeksi ini menyebabkan
komplikasi serius meski jarang terjadi, Impetigo biasanya sembuh tanpa penyulit
dalam 2 minggu walaupun tidak diobati. Komplikasi berupa radang
ginjal/Poststreptococcal glomerulonephritis (PSGN) pasca infeksi Streptococcus
terjadi pada 1-5% pasien terutama usia 2-6 tahun dan hal ini tidak dipengaruhi
oleh pengobatan antibiotic. Gejala berupa bengkak dan kenaikan tekanan darah,

pada sepertiga terdapat urine seperti warna teh. Keadaan ini umumnya sembuh
secara spontan walaupun gejala-gejala tadi muncul.
Komplikasi lainnya yang jarang terjadi adalah infeksi tulang (osteomielitis),
radang paru-paru (pneumonia), selulitis (merupakan infeksi serius yang
menyerang jaringan di bawah kulit dan dapat menyebar ke kelenjar getah bening
serta memasuki aliran darah, Jika tak ditangani, cellulitis dapat mengancam
jiwa), psoriasis, Staphylococcal scalded skin syndrome, radang pembuluh limfe
atau kelenjar getah bening serta Infeksi methicillin-resistant Staphylococcus
aureus (MRSA), kulit parut berubah warna terang atau gelap.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Kaji :
a.

Identitas penderita dan identitas orang tua (mencakup: nama, jenis kelamin,

umur, suku, agama, pekerjaan, alamat)


b.

Keluhan utama. Misalnya luka garukan di regio lumbal posterior dekstra.

c.

Riwayat penyakit sekarang. Misalnya : menurut ibu pasien mulai 10 hari

yang lalu pasien mengeluhkan gatal pada regio lumbal posterior dekstra, tanpa
adanya keluhan gatal di daerah lain. Awalnya muncul vesikel, karena gatal, lalu
digaruk oleh pasien kemudian vesikel pecah dan menimbulkan kerak.vesikelvesikel semakin lama semakin bertambah banyak dan menyebar.pasien sudah
dibawa berobat ke dokter, diberi salep dan tablet namun keluhan tidak
berkurang.akhirnya pasien berobat ke rsud.
d.

Riwayat penyakit dahulu. Misalnya : pasien tidak pernah menderita penyakit

seperti ini sebelumnya.


e.

Riwayat penyakit keluarga. Ada atau tidak yang menderita penyakit yang

sama dengan pasien.


f.

Riwayat pengobatan. Tanyakan, apakah pernah berobat ke dokter umum?

Apakah keluhan berkurang setelah diberi obat?.


g.

Riwayat alergi. Kaji apakah ada riwayat alergi makanan atau obat atau jenis

alergi lainnya.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Kesadaran: Komposmentis
Keadaan Umum: baik
Kepala/Leher: Dalam batas normal
Thorak
Cor : S1S2 tunggal, lain-lain dalam batas normal
Pulmo: Vesikuler, Rh-/-, Wh -/-, lain-lain dalam batas normal
Abdomen: Soepel, bising usus (+), lain-lain dalam batas normal

Ekstremitas: dalam batas normal


Genitalia: Dalam batas normal
b. Status Lokalis
Lokasi : regio lumbal dekstra bagian posterior
Efloresensi : Pada pemeriksaan didapatkan lesi kulit berupa papula berisi
cairan keruh, tidak dikelilingi daerah eritematus, selain itu juga ditemukan bekas
bula yang pecah berupa kulit yang eritematus dengan krusta tipis kecoklatan
pada bagian tepi.
3. Diagnosa Keperawatan
a.

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan cedera mekanik

(garukan pada kulit yang gatal)


b.

Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan Daya tahan tubuh menurun,

malnutrisi, proses inflamasi, dan prosedur infasif


c.

Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan

sekunder
d.

Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan kurang

pengetahuan mengenai penyakit.


4. Intervensi
a. Dx.I
1) Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan Selama .x 24

jam diharapkan lapisan kulit klien terlihat normal.


2) Kriteria Hasil :
Integritas kulit yang baik dapat dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur)
Tidak ada luka atau lesi pada kulit
Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit serta
perawatan alami
Perfusi jaringan baik
3) Rencana Tindakan

Intervensi
Anjurkan

Rasional
pasienmenggunakan

pakaian yang longgar.

Baju

yang

longgar

akan

mengurangi gesekan baju pada


kulit yang mengalami lesi.

Potong kuku dan jaga kebersihan

Kuku

yang

tangan klien.

mengurangi garukan pada impetigo


dan

pendek

menghindari

akan

keparahan

terjadinya lesi
Jaga kebersihan kulit agar tetap

Kulit yang bersih dan kering

bersih dan kering.

akan mengurangi penyebaran atau


perkembangbiakan dari bakteri
Untuk

Monitor

kulit

akan

adanya

kemerahan.

mengetahui

perkembangan

penyakit

dan

keefektifan tindakan yang telah


dilakukan
Air hangat akan mengurangi

Mandikan

pasien

dengan

air

hangat dan sabun (antiseptic).

ruam
Sabun

dan

membunuh

anti

mengurangi

bakteri.

septic
atau

dapat

membunuh

bakteri pada kulit.


Antibiotic topical dapat memtus
Kolaborasi

untuk

pemberian

antibiotic topical pada klien

atau

menghambat

pertumbuhan

bakteri

dari
stap

dan

kolaborasi dapat mmempercepat


proses pemulihan

b. Dx.2
1) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama . X24jam
diharapkan tidak terjadi infeksi pada klien.
2) Kriteria Hasil :
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Klien menunjukkan perilaku hidup sehat
Klien dapat mendeskripsikan proses penularan penyakit dan faktor yang
mempengaruhi penularan.
3) Rencana Tindakan
Intervensi
Monitor tanda dan gejala infeksi

Rasional
Untuk mengetahui ada atau tid
infeksi.

Ajarkan kepada klien tentang pola hidup

Agar

klien

dapat

mengetahui

bersih dan sehat.

mengaplikasikannya dalam kehidupan s


hari.

Jelaskan kepada klien/keluarga tentang

Agar klien/keluarga dapat mencega

proses penularan penyakit dan faktor yang

menghindari terjadinya penularan penya

mempengaruhi penularan.
c.

Dx. 3

1) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama . X24jam


diharapkan klien tidak mengalami gangguan citra diri.
2) Kreteria Hasil :
mengungkapan penerimaan atas penyakit yang di alaminya
mengakui dan memantapkan kembali system dukungan yang ada
3) Rencana Tindakan
Intervensi
Jelaskan kepada klien/keluarga tentang masalah

Rasional
Agar klien/kelarga dapat memaham

penanganandan proses penyakitnya.

proses

penyakit

dan

mengangg

bahwa hal yang terjadi pada dirin

Dorong

individu

untuk

perasaan

mengekspresikan
khususnya

adalah hal yang wajar bagi penderita


Agar klien dapat merasa diterima.

mengenai pikiran danpandangan dirinya.


d. Dx. 4
1) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama . X24jam
diharapkan klien tidak cemas lagi.
2) Kriteria Hasil :
Klien tidak resah
Klien tampak tenang dan mampu menerima kenyaataan
KLien mampu mengidentifiasi dan mengungkapkan gejala cemas
Postur tubuh ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
bekurangnya kecemasan.
3) Rencana Tindakan
Intervensi
Identifikasi kecemasan.

Rasional
Untuk mengetahui tingkat kecemasa
klien.

Gunakan

pendekatan

yang

menyenangkan.

Hal-hal

yang

menyenangkan

membuat klien lebih santai dan rileks.


Agar klien merasa diperhatikan.

Dorong

keluarga

untuk

memberikan

dukungan.
Referensi :
Djuanda, A. 2002. Pyoderma dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 4.
Penerbit FKUI : Jakarta
Beheshti. 2007. Impetigo, a brief review, Fasa-Iran: Fasa Medical School
Beheshti, 2007, Impetigo, a brief review, Fasa-Iran: Fasa Medical School
Djuanda. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Penerbit FKUI : Jakarta

dap

BAB

PENDAHULUAN
A.

Latar

Belakang

Latar belakang ilmu pengetahuan tentang impetigo cukup mendapat sorotan


tajam dan luas dari berbagai kalangan ilmu kedokteran. Problem impetigo ini
multi kompleks dan memerlukan usaha penelitian yang multi disipliner.
Penderita impetigo yang belum mendapat perawatan dan pengobatan secara
sempurna di poliklinik, Puskesmas merupakan proyek riset yang dilakukan, ini
berarti pengobatan dan perawatan yang lebih luas dikalangan masyarakat akan
mengurangi morbilitas disebabakan oleh impetigo.
B.

Tujuan

Adapun
1.

Untuk

tujuan

dari

memenuhi

Penulisan

penulisan

tugas

makalah

mahasiswa

dalam

ini
proses

adalah

pembelajaran.

2. untuk daapat mengetahui bila perlu menguasai konsep dari impetigo.


C.
1.
2.

Ruang

Lingkup

Konsep

Dasar

Konsep

Medis

Dasar

Keperawatan

3. Laporan Kasus
BAB

II

TINJAUAN TEORITIS
A.Tinjauan

Medis

1.

Pengertian

Impetigo adalah infeksi superficial dikulit oleh bakteri golongan streptococcus.


Atau impetigo contangiosa adalah suatu infeksi antar peradangan kulit luar
disebabkan oleh coagulase- positve stapilococi / oleh kelompok AB streptococci
hemolytic.
2.

Klasifikasi

Terbagi

atas

Klinik
3,

yaitu

.
:

a.

Impetigo

Krustosa

b.

Impetigo

Bullosa

c.

Impetigon

Neonatorum

3.

Etiologi

1.

Impetigo

Krustosa

Etiologi : biasanya streptococcus hemotilikus grup A (Streptococcus pyagenes)

Manifestasi

Klinik

Tidak disertai gejala umum hanya terdapat pada anak. Tempat predilaksi dimuka
yakni di sekitar lubang hidung dan mulut karena dianggap sumber infeksi dari
daerah

tersebut.

Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat parah sehingga jika
penderita datang berobat yang terlihat hanyalah krusta tebal berwarna kuning
seperti madu, jika dilepaskan tampak erosi dibawahnya sering krusta menyebar
ke

perifer

dan

sembuh

Komplikasi
Diagnosa

di

bagian

Banding

tengah.

Glomerulonefritis
Eritema

dan

Pengobatan

varisella
:

Jika Krusta sedikit, dilepaskan dan diberi salep antibiotik, kalau banyak diberi
pula

antibiotik

sistemik.

2.

Imeptigo

Bullosa

Sinonim
Etiologi

Impetigo

Vesiko

biasanya

Gejala

Bullosa,

cacar

Staphylococcus
Klinik

monyet
Aureus
:

Keadaaan umum tidak dipengaruhi tempat predilaksi di ketiak, dada, punggung.


Terdapat pada anak dan orang dewasa kelaianan kulit berupa eritema, bula dan
bula hipopion kadang-kadang waktu penderita datang berobat, vesikel /bula
telah memecah sehingga yang tampak hanya kolaret dan dasarnya masih
eritematosa, erosi dan askoriosi.

Diagnosa
Herpex

Banding
Simplex

Hoster

Impetigo

Krustosa
Dermatofitosis

Pengobatan

Jika terdapat hanya beberapa vesikel /bula, dipecahkan lalu diberi salep
antibiotik atau cairan anti septic kalau banyak diberi antibiotik sistemik, mencari
dan menghilangkan faktor predisposisi misalnya : memperbaiki hygiene.
3.

impetigo

Neonatorum

Penyakit ini merupakan Varian bullosa yang terdapat pada neonatus. Kelainan
kulit serupa impetigo Bullosa, hanya lokasinya menyeluruh, dapat disertai
demam.
Diagnosa Banding : Sifilis Kongenital

Pengobatan

Antibiotik dapat diberikan secara sistemik. Topikal dapat diberikan bedak salisil
2 %.
Patofisiologi impetigo yang berhubungan dengan KDM
Infeksi Streptococcus
Invasi kulit
Makula Eritematosa
Berkembang manjadi vesikel
Gangguan Integritas kulit Vesikel pecah dan menjadi krusta
Reaksi tubuh
Free Nervus Ending
Masuk RS Gatal Gangguan rasa nyaman gatal

Kecemasan

anak

dan

Orang

Reaksi

gatal

terjadi

tua

Timbul

bekas

garukan

Pada malam hari


Stimulasi RAS Kurang informasi
Perubahan pola tidur Kontak dengan orang
Resiko terjadinya penularan
B.

Tinjauan

Keperawatan

Dalam pembahasan ini, kami lebih membahas pada impetigo neonatorum yang
terjadi pada anak.
B.1.

Pengkajian

pada

Riwayat

klien

difokuskan

pengkajian,

pada

meliputi

Hygiene

Suhu

Pernah

di

keluarga

lingkungannya

kontak

yang

dengan

panas

penderita

impetigo

Keadaan gizi keluarga


B.2.

Pengelompokan

Data

DS

:
Pasien

mengeluh

gatal

pada

Pasien

Pasien

Pasien

merasa

malu

permukaan

kulit

merasa

nyeri

sulit

tidur

dengan

keadaannya

Pasien

merasa

demam

Selera

makan

kurang

Ibu

klien

sering

Ibu

klien

mengatakan

DO

bertanya

tentang

anaknya

rewel

penyakit
dan

anaknya
menangis
:

Suhu

Tekanan

darah

Denyut

nadi

Nampak

38,5

Klien

tanda-tanda
nampak

sering

x/menit
x/menit
pada

eritema

dan

infeksi/

peradangan
daerah

wajah
vesikel

pada
yang

kulit

terinferksi

Analisa

Terbagi
o

80
kulit

menggaruk

B.3.

mm/hg

20

lesi

Nampak

110/80
;

adanya

Adanya

Respirasi

atas

Data

actual,

terdiri

Data

data

dari

PES

(Problem,

Yaitu
Etiologi,

Symptom)

o Data potensial, terdiri dari PE (Problem, Etiologi)


B.4.

Diagnosa

Keperawatan

Berdasarkan analisa data, maka diagnosa yang dapat diangkat adalah :


1). Gangguan rasa nyaman ; gatal b/d adanya rangsangan free nervus ending
2).
3).

Gangguan
Gangguan

4).

pola
integritas

Kecemasan

tidur
kulit

b/d

b/d

b/d

gatal

adanya

eritema

efek

hospitalisasi

5). Resiko terjadinya penularan penyakit


B.5.

Tujuan
Rasa

nyaman

terpenuhi

Gangguan

(gatal

integritas

Pola

berkurang/hilang)
kulit

teratasi

tidur

terpenuhi

Kecemasan

tertatasi

Tidak terjadi penularan


B.6.

Intervensi

1).

Mengatasi

Kaji

Kaji

rasa
tingkat

faktor-faktor

dan
nyaman
rasa
yang

Implementasi
:

gatal

nyaman,

gatal

menimbulkan

gatal

Alihkan

perhatian

berikan

HE

anak/klien
pada

keluarga

Pelaklsanaan

2).

Mengatasi

Kaji

lanjutan

pola

tidur/

istrahat

kebiasaan

anak

tidur

anak

o Ciptakan suasana lingkungan yang tenang, nyaman dalam ruangan anak


o

Jadwalkan

3).

Mengatasi

Kaji

gangguan

tanda-tanda

Jaga

keutuhan

Jaga

besuk
integritas

adanya
kulit

HE

agar

pada

4).
Kaji
Ciptakan

Sediakan

artikel/

agar

orang

tua
kecemasan

orang

barang

tua

yang

Mencuci

tangan

Bersihkan

alat

Jaga

HE

dapat

sebelum

menarik

perawatan

setiap

anak
keluarga

penularan

sesudah

melakukan

tindakan

selesai

melakukan

tindakan

kebersihan
pada

anaknya

perhatian

resiko
dan

anak

menemani

pada

Mengatasi

anak
kecemasan

HE

5).

kering
salep/krim

tingkat

lingkungan

digaruk)

tetap

Mengatasi

kulit

jangan

Pengolesan

kulit

infeksi

(kulit

kulit

jam

lingkungan

anak

tua

anak

orang

B.7.

Evaluasi

Tidak merasa nyeri, postur tubuh rileks,tidak mengeluh nyeri serta gatal

Klien
Klien

tidak

nampak
mengeluh

bersih
susah

tidur

Klien mengungkapkan pernyataan posisitf tentang dirinya.


BAB
LAPORAN KASUS

III

Pengkajian
A.

Biodata

1.

Identitas

Nama

Umur

Jenis

Klien
An.

kelamin

tahun

Agama

perempuan

Alamat
2.
Nama

Islam

Wua-wua

Identitas

penanggung

Umur

Tn.

30

Agama

tahun

Islam

Pekerjaan

wiraswasta

Pendapatan/bulan ; 200.000,B.

Riwayat

1.

kesehatan

Riwayat

kesehatan

sekarang

Keluhann utama : rasa nyeri dan panas serta gatal pada kulit sejak dua minggu
yang lalu. Klien belum pernah dibawa ke puskesmas atau rumah sakit, dengan
sifat keluahan terus-menerus terutama pada sore dan malam hari dengan keluhan
lain,

demam,

2.

anak

kurang

Riwayat

tidur,

serta

kurang

kehamilan

nafsu

dan

makan.
persalinan

a.

Pre-natal

1. Selama hamil hamil ibu tidak mengalami keluhan yang mengganggu.


2.

Ibu

rutin

3.
4.

memeriksakan
Lamanya

Selama

hamil,

ibu

diri

yaitu

kali

hamil
selalu

mendapat

b.

selama

kehamilan

9
tablet

tambah

bulan
darah

(SF).
Natal

Tempat persalinan di RS Santa Anna, lahir spontan, bayi sehat dan tidak ada
trauma
c.

lahir.
Post

Natal

Keadaan ibu post-natal, baik bayi sehat dengan mendapatkan penanganan yang
baik.
3.

Riwayat

pertumbuhan

dan

perkembangan

Berat badan lahir 3,2 kg dengan PB 48 cm. Mulai tumbuh gigi pada umur 7
bulan,

gigi

tumbuh

bagus

4.

dengan

jumlahnya

sekarang

16

Pemeriksaan

1.

fisik

KU

2.

Tanda-tanda

vital

Suhu

buah.
baik

Nadi

100

x/menit

37,5

Rsp = 24 x/menit
3.

Kepala

Rambut
Kepela

dan

nampak

tidak

terdapat

kusut

benjolan,

leher
dan

kulit

kepala

kering

kurang

bersih

Mata : Tidak ada peradangan/ edema, penutupan kelopak mata baik, pada
sclera

dan

Telinga

tidak

konjungtiva

ada

serumen

atau

cairan,

baik.
pendengaran

baik.

Hidung : tidak ada cairan , ada eritem dan vesikel pada lubang hidung.
Mulut ; bibir kering, gigi tidak ada carries, gigi belum ada yang Tanggal,
terdapat

eritema

Leher

dan

4.

tidak

vesikel
ada

pada

pembesarah

Dada

sudut

mulut.

kelenjar

tiroid,

dan

pungggung

Inspeksi : Bentuk dada simetris kirir dan kanan, pernapasan dengan irama dan
bunyi

reguler.

Palpasi

Auskultasi

tidak

ada

bunyi

massa/

nyeri

nafas

tekan
vesikuler

5. Perut : tidak ada pembesaran pada perut dan peristaltic usus normal
6.
7.

Genetalia

dan

Muskuloskeletal

anus
;

tidak
pergerakan

ada
otot

kelaianan
baik

8. Kulit ; warna kulit pada daerah lubang hidung dan sudut mulut serta dada
nampak

merah

karena

adanay

kelianan

kulit.

5.

Pola

kegiatan

1.

sehari-hari

Nutrisi

Setelah sakit ; frekuensi makan 2 kali sehari dan porsi makan tidak dihabiskan.
2.

Pola

tidur

Subjektif

Setelah sakit ; klien sering terbangun.


PENGELOMPOKAN DATA
1.

Data
Ibu

klien

mengatakan

Klien

Klien

Ibu

Klien

Ibu

klien

malu

sering

mengeluh

mengeluh

parih

dan

anaknya

Nampak

gatal

sering

Nampak

penyakit
pada

anaknya.

daerah

terbangun/

eritem

adanya

adanya

keadaannya
infeksi

kurang

Objektif
ada

Nampak

demam

tentang

Data

tidur

dengan

bertanya

rasa

2.

nyeri

merasa

merasa

klien

menangis

sulit

Klien

dan

/merasa

Klien

rewel

mengeluh

anaknya

lesi

tanda-tanda

:
dan

kulit

infeksi/

tidur.
vesikel

pada

peradangan

wajah
pada

kulit

Klien nampak sering menggaruk pada daerah permuakaan kulit yang gatal.

Tekanan

darah

Suhu

Respirasi

110/80
;

mm/hg
38,5oC

20

x/menit

Nadi ; 80 x/menit
ANALISA DATA
Symptom

Etiologi

Problem

Ds

:
Klien

mengeluh

gatal

pada

permukaan

kulit

Klien mengeluh nyeri /perih pada permukaan kulit yang terinfeksi

Klien

merasa

demam

DO

Muncul

kemerahan

pada

daerah

adanya

lesi

kulit

Nampak

yang

terinfeksi

pada

wajah

Klien nampak sering menggaruk pada kulit yang terinfeksi


DS :

Klien
Ibu

mengeluh

klien

mengatakan

gatal

anaknya

rewel

dan
dan

sering

perih
menangis

DO

:
Nampak

adanya

Nampak
Klien

sering

lesi

adanya
menggaruk

kulit

pada

eritema
pada

daerah

wajah

dan
kulit

yang

vesikel
terinfeksi

Suhu 38,5oC
Ds

:
Klien

mengeluh

gatal

dan

perih

DO

Klien
Nampak

adanya

nampak
tanda-tanda

Nampak adanya lesi kulit pada wajah.


Infeksi streptococcus/staphylococcus
Erythematus mascule
Berkembang menjadi vesikel
Vesikel pecah dan menjadi krusta
Reaksi tubuh

selalu
infeksi/peradangan

menggaruk
di

kulit

Free nervus ending


Gatal
Lesi
Menyebar dan mengalami erosi
Menimbulkan rasa gatal
Merangsang RAS
Reaksi gatal timbul pada malam hari
Perubahan pola tidur
Invasi kulit
Makula eritematosa
Berkembang menjadi vesikel
Vesikel pecah menjadi krusta
Gangguan

integrita

kulit

Gangguan

rasa

nyaman : Gatal
Gangguan pola tidur
Gangguan integritas kulit
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman gatal b/d adanya rangsangan free nervusending yang
ditandai
DS

dengan

;
:

Klien

mengeluh

Klien

mengeluh

gatal
nyeri/

pada
perih

Klien

permukaan

pada

permukaan

merasa

Nampak
Klien

adanya

nampak

sering

2.

lesi

kulit

menggaruk

pada

pada

daerah

yang

Muncul
Perubahan

pola

tidur

b/d

rasa

gatal,

ditandai

Klien

mengeluh

gatal

Klien
Ibu

klien

pada

dengan

mengeluh

mengatakan

anaknya

rewel

permukaan

kulit

sulit

tidur

dan

sering

Do

terinfeksi

wajah
kemerahan

DS

kulit
demam

Do

kulit

menangis
:

Nampak
Klien

adanya

nampak

sering

lesi

kulit

menggaruk

pada

Suhu

Nampak

pada

daerah

yang

:38,5
eritema

wajah
terinfeksi
0C

dan

vesikel

3. Gangguan integritas kulit b/d terbentuknya krusta, ditandai dengan :


Ds

:
Klien

mengeluh

gatal

pada

permukaan

kulit

Klien mengeluh nyeri/perih pada permukaan kulit yang terinfeksi


Do

;
Nampak
Klien

adanya

nampak

sering

lesi

kulit

menggaruk

pada

pada

daerah

wajah
infeksi

Muncul kemerahan
INTERVENSI / IMPLEMETASI / RASIONALISASI
1.

Diagnosa

pertama

Gangguan rasa nyaman gatal b/d adanya rangsangan free nervus ennding

Kaji

tingkat

rasa

nyaman

gatal

Observasi

kulit

dan

TTV

Anjurkan klien untuk melakukan personal hygiene khususnya pada kulit wajah

Beri

HE

pada

klien

dan

keluarga

tentang

pentingnya

personal

Hygiene
Kolaborasi dengan tim medis pemberian antibiotik topical, penisilin oral
indikas jika ada lesi yang besar.
Rasional

Dengan mengkaji tingkat gatal /nyeri dapat mengetahui skalanya


Dengan mengobservasi kulit dan TTVdapat diketahui perubahan yang terjadi
pada

kulit

Dengan menganjurkan melakukan personal hygiene dapat mencegah


penyebaran

Dengan

bau,
pemberian

antibiotik

infeksi

dapat

mengurangi

rasa

gatal

Dengan memberikan HE klien dapat mengerti dan dapat bekerjasama.


2.

Diagnosa

Perubahan

pola
Kaji

ke
tidur

dua
b/d

rasa

kebiasaan

gatal

tidur

anak

Observasi

TTV

Beri posisi yang nyaman pada klien dengan kepala klien rendah kaku
Anjurkan klien atau keluarga untuk mengompres pada daerah yang gatal
Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian antibiotikbetadine
Rasional

Dengan mengobservasi TTV dapat diketahui pembuluh yang terjadi pada pola
tidur
Dengan posisi yang nyaman pada klien dengan kepala lebih rendah dari kaki
dapat

melancarkan

aliran

darah

ke

otak

Dengan menganjurkan untuk kompres pada daerah gatal maka dapat


mengurangi

Dengan

rasa
pemberian

antibiotik

dapat

gatal
mengurangi

rasa

gatal

3.

Diagnosa

Gangguan

integritas

ke
kulit

tiga

b/d

terbentuknya

krusta

Observasi

kulit

Observasi

TTV

Anjurkan

klien

untuk

tidak

menggaruk

Beri HE pada klien dan keluarganya tentang pentingnya personal


hygiene.,klien

tidak

Jaga

menggaruk

serta

kulit

agar

pemberian

obat

salep.

tetap

kering

Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian salep yang dioleskan 3 x sehari
dan

antiseptik

betadine.

Rasional

Dengan mengobservasi kulit dapat diketahui perubahan yang terjadi pada kulit
Dengan mengobservasi kulit dam TTv dapat diketahui perubahan suhu kulit
Dengan manganjurkan untuk tidak menggaruk dapat mencegah iritasi kulit

Dengan

pemberian

antiseptik

dapat

mengurangi

iritasi

kulit

Dengan memberikan HE klien dan keluarganya dapat mengerti dan


bekerjasama.
BAB

IV

PENUTUP
A.

Kesimpulan

Dari

makalah

ini

maka

kami

dapat

simpulkan

bahwa

Impetigo adalah suatu bentuk pioderma superfisialis yang terbagi atas :


Impetigo krustosa yang disebabkan oleh streptococcus hemodilikus

Impetigo

bullosa

yang

disebabkan

oleh

staphilococcu

aureus

Impetigo neonatorum yang merupakan varian bullosa yang terdapat pada


neonatorus.
Dari kelainan kulit impetigo ini, dapat diambil masalah keperawatan sbb :

Gangguan
Gangguan

Gangguan integritas kulit

rasa

nyaman
pola

gatal
tidur

B.

Saran

Makalah ini kami buat dengan harapan untuk dibaca dan dapat menambah
pengetahuan bagi para pembaca, untuk itu demi kesempurnaan makalah ini
segala kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK


DENGAN IMPETIGO
I.

DEFINISI

Impetigo adalah salah satu contoh pioderma, yang menyerang lapisan epidermis
kulit (Djuanda, 56:2005). Impetigo biasanya juga mengikuti trauma superficial
dengan robekan kulit dan paling sering merupakan penyakit penyerta (secondary
infection)

dari

Pediculosis,

Skabies,

Infeksi

jamur,

dan

pada insect

bites(Beheshti, 2:2007).
II. SINONIM
Impetigo krustosa juga dikenal sebagai impetigo kontangiosa, impetigo vulgaris,
atau impetigo Tillbury Fox. Impetigo bulosa juga dikenal sebagai impetigo
vesikulo-bulosa atau cacar monyet (Djuanda, 56-57:2005).
III. ETIOLOGI
Impetigo

disebabkan

oleh Staphylococcus

HemolitikStreptococcus (Streptococcus

aureus atau

Group

Beta

pyogenes). Staphylococcus merupakan

pathogen primer pada impetigo bulosa dan ecthyma (Beheshti, 2:2007).


Staphylococcus merupakan bakteri sel gram positif dengan ukuran 1 m,
berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur,
kokus

tunggal,

berpasangan,

tetrad,

dan berbentuk

rantai

juga

bisa

didapatkan.Staphylococcus dapat menyebabkan penyakit berkat kemampuannya


mengadakan pembelahan dan menyebar luas ke dalam jaringan dan melalui
produksi beberapa bahan ekstraseluler. Beberapa dari bahan tersebut adalah
enzim dan yang lain berupa toksin meskipun fungsinya adalah sebagai
enzim. Staphylococcus dapat menghasilkan katalase, koagulase, hyaluronidase,

eksotoksin, lekosidin, toksin eksfoliatif, toksik sindrom syok toksik, dan


enterotoksin. (Brooks, 317:2005).
Streptococcus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat, yang mempunyai
karakteristik dapat berbentuk pasangan atau rantai selama pertumbuhannya.
Lebih dari 20 produk ekstraseluler yang antigenic termasuk dalam grup A,
(Streptococcus pyogenes) diantaranya adalah Streptokinase, streptodornase,
hyaluronidase, eksotoksin pirogenik, disphosphopyridine nucleotidase, dan
hemolisin (Brooks, 332:2005).
IV. EPIDEMIOLOGI
Impetigo terjadi di seluruh Negara di dunia dan angka kejadiannya selalu
meningkat dari tahun ke tahun. Di Amerika Serikat Impetigo merupakan 10%
dari masalah kulit yang dijumpai pada klinik anak dan terbanyak pada daerah
yang jauh lebih hangat, yaitu pada daerah tenggara Amerika (Provider synergies,
2:2007). Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak
2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Sekitar 70% merupakan
impetigo krustosa (Cole, 1:2007).
Pasien dapat lebih jauh menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain setelah
menggaruk lesi. Infeksi seringkali menyebar dengan cepat pada sekolah atau
tempat penitipan anak atau juga pada tempat dengan hygiene buruk atau tempat
tinggal yang padat penduduk (Cole, 1:2007).
V.

FAKTOR PREDISPOSISI

Kontak langsung dengan pasien impetigo

Kontak tidak langsung melalui handuk, selimut, atau pakaian pasien

impetigo
o

Cuaca panas maupun kondisi lingkungan yang lembab

Kegiatan/olahraga dengan kontak langsung antar kulit seperti gulat

Pasien dengan dermatitis, terutama dermatitis atopik

(Sumber Beheshta, 2:2007).


VI. MANIFESTASI KLINIK
1). Impetigo Krustosa

Tempat predileksi tersering pada impetigo krustosa adalah di wajah, terutama


sekitar lubang hidung dan mulut, karena dianggap sumber infeksi dari daerah
tersebut. Tempat lain yang mungkin terkena, yaitu anggota gerak (kecuali
telapak tangan dan kaki), dan badan, tetapi umumnya terbatas, walaupun
penyebaran luas dapat terjadi (Boediardja, 2005; Djuanda, 2005).
Biasanya mengenai anak yang belum sekolah. Gatal dan rasa tidak nyaman
dapat terjadi, tetapi tidak disertai gejala konstitusi. Pembesaran kelenjar limfe
regional lebih sering disebabkan oleh Streptococcus.
Kelainan kulit didahului oleh makula eritematus kecil, sekitar 1-2 mm.
Kemudian segera terbentuk vesikel atau pustule yang mudah pecah dan
meninggalkan erosi. Cairan serosa dan purulen akan membentuk krusta tebal
berwarna kekuningan yang memberi gambaran karakteristik seperti madu
(honey colour). Lesi akan melebar sampai 1-2 cm, disertai lesi satelit
disekitarnya. Lesi tersebut akan bergabung membentuk daerah krustasi yang
lebar. Eksudat dengan mudah menyebar secara autoinokulasi (Boediardja, 2005).
2). Impetigo Bulosa
Tempat predileksi tersering pada impetigo bulosa adalah di ketiak, dada,
punggung. Sering bersama-sama dengan miliaria. Terdapat pada anak dan
dewasa. Kelainan kulit berupa vesikel (gelembung berisi cairan dengan diameter
0,5cm) kurang dari 1 cm pada kulit yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau
kemerahan. Pada awalnya vesikel berisi cairan yang jernih yang berubah
menjadi berwarna keruh. Atap dari bulla pecah dan meninggalkan gambaran
collarette pada pinggirnya. Krusta varnishlike terbentuk pada bagian tengah
yang jika disingkirkan memperlihatkan dasar yang merah dan basah. Bulla yang
utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh (Yayasan Orang Tua Peduli, 1:2008).
Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya maka, kelainan itu dapat
menyertai dermatitis atopi, varisela, gigitan binatang dan lain-lain. Lesi dapat
lokal atau tersebar, seringkali di wajah atau tempat lain, seperti tempat yang
lembab, lipatan kulit, ketiak atau lipatan leher. Tidak ada pembengkakan kelenjar
getah bening di dekat lesi. (Yayasan Orang Tua Peduli, 1:2008).

Pada bayi, lesi yang luas dapat disertai dengan gejala demam, lemah, diare.
Jarang sekali disetai dengan radang paru, infeksi sendi atau tulang. (Yayasan
Orang Tua Peduli, 1:2008).
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Bila diperlukan dapat memeriksa isi vesikel dengan pengecatan gram untuk
menyingkirkan diagnosis banding dengan gangguan infeksi gram negative. Bisa
dilanjutkan

dengan

tes

katalase

dan

koagulase

untuk

membedakan

antaraStaphylococcus dan Streptococcus (Brooks, 332:2005).

VII.
1.

DIAGNOSIS BANDING
Dermatitis atopi: keluhan gatal yang berulang atau berlangsung lama

(kronik) dan kulit kering; penebalan pada lipatan kulit terutama pada dewasa
(likenifikasi); pada anak seringkali melibatkan daerah wajah atau tangan bagian
dalam.
2.

Candidiasis (infeksi jamur candida): papul merah, basah; umumnya di

daerah selaput lender atau daerah lipatan.


3.

Dermatitis kontak: gatal pada daerah sensitive yang kontak dengan zat-zat

yang mengiritasi.
4.

Diskoid lupus eritematus: lesi datar(plak), batas tegas yang mengenai

sampai folikel rambut.


5.

Ektima: lesi berkrusta yang menutupi daerah ulkus (luka dengan dasar dan

dinding) dapat menetap selama beberapa minggu dan sembuh dengan jaringan
parut bila infeksi sampai jaringan kulit dalam (dermis).
6.

Herpes simpleks: vesikel berkelompok dengan dasar kemerahan yang

pecah menjadi lecet tertutupi oleh krusta, biasanya pada bibir dan kulit.
7.

Gigitan serangga: Terdapat papul pada daerah gigitan, dapat nyeri.

8.

Skabies: Papula yang kecil dan menyebar, terdapat terowongan pada sela-

sela jari, gatal pada malam hari.

9.

Varisela: Vesikel pada dasar kemerahan bermula di badan dan menyebar ke

tangan, kaki, dan wajah; vesikel pecah dan membentuk krusta; lesi terdapat pada
beberapa tahap (vesikel, krusta) pada saat yang sama (Cole, 3:2007).
IX. KOMPLIKASI
Impetigo biasanya sembuh tanpa penyulit dalam 2 minggu walaupun tidak
diobati. Komplikasi berupa radang ginjal pasca infeksi Streptococcus terjadi
pada 1-5% pasien terutama usia 2-6 tahun dan hal ini tidak dipengaruhi oleh
pengobatan antibiotic. Gejala berupa bengkak dan kenaikan tekanan darah, pada
sepertiga terdapat urine seperti warna the. Keadaan ini umumnya sembuh secara
spontan walaupun gejala-gejala tadi muncul (Yayasan Orang Tua Peduli,
4:2008).
Komplikasi lainnya yang jarang terjadi adalah infeksi tulang (osteomielitis),
radang paru-paru (pneumonia), selulitis, psoriasis, Staphylococcal scalded skin
syndrome, radang pembuluh limfe atau kelenjar getah bening (Yayasan Orang
Tua Peduli, 4:2008).
X.PENATALAKSANAAN
1.Terapi non medikamentosa
Menghilangkan krusta dengan cara mandikan anak selama 20-30 menit,
disertai mengelupaskan krusta dengan handuk basah
Mencegah anak untuk menggaruk daerah lecet. Dapat dengan menutup
daerah yang lecet dengan perban tahan air dan memotong kuku anak
Lanjutkan pengobatan sampai semua luka lecet sembuh
Lakukan drainase pada bula dan pustule secara aseptic dengan jarum suntik
untuk mencegah penyebaran local
Dapat dilakukan kompres dengan menggunakan larutan NaCl 0,9% pada
impetigo krustosa.
Lakukan pencegahan seperti yang disebutkan pada point XI di bawah
2.Terapi medikamentosa
a. Terapi topikal

Pengobatan topikal sebelum memberikan salep antibiotik sebaiknya krusta


sedikit dilepaskan baru kemudian diberi salep antibiotik. Pada pengobatan
topikal impetigo bulosa bisa dilakukan dengan pemberian antiseptik atau salap
antibiotik (Djuanda, 57:2005).
1). Antiseptik
Antiseptik yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pengobatan impetigo
terutama yang telah dilakukan penelitian di Indonesia khususnya Jember dengan
menggunakan Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah
triklosan 2%. Pada hasil penelitian didapatkan jumlah koloni yang dapat tumbuh
setelah kontak dengan triklosan 2% selama 30, 60, 90, dan 120 adalah
sebanyak 0 koloni (Suswati, 6:2003).
Sehingga dapat dikatakan bahwa triklosan 2%mampu untuk mengendalikan
penyebaran penyakit akibat infeksi Staphylococcus aureus (Suswati, 6:2003).

2). Antibiotik Topikal


Mupirocin
Mupirocin topikal merupakan salah satu antibiotik yang sudah mulai digunakan
sejak tahun 1980an. Mupirocin ini bekerja dengan menghambat sintesis RNA
dan protein dari bakteri. Pada salah satu penelitian yang telah dilakukan dengan
menggunakan mupirocin topikal yang dibandingkan dengan pemberian
eritromisin oral pada pasien impetigo yang dilakukan di Ohio didapatkan hasil
sebagai berikut:
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa penggunaan mupirocin topikal jauh lebih
unggul dalam mempercepat penyembuhan pasien impetigo, meskipun pada awal
kunjungan diketahui lebih baik penggunaan eritromisin oral, namun pada akhir
terapi dan pada evaluasi diketahui jauh lebih baik mupirocin topikal
dibandingkan dengan eritromisin oral dan penggunaan mupirocin topikal
memiliki sedikit failure (Goldfarb, 1-3).
Untuk penggunaan mupirocin topikal dapat dilihat pada tabel berikut:

Fusidic Acid
Tahun 2002 telah dilakukan penelitian terhadap fusidic acid yang dibandingkan
dengan plasebo pada praktek dokter umum yang diberikan pada pasien impetigo
dan didapatkan hasil sebagai berikut:
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa penggunaan plasebo jauh lebih baik
dibandingkan dengan menggunakan fassidic acid.
Ratapamulin
Pada tanggal 17 April 2007 ratapamulin telah disetujui oleh Food and Drug
Administration (FDA) untuk digunakan sebagai pengobatan impetigo. Namun
bukan untuk yang disebabkan oleh metisilin resisten ataupun vankomisin
resisten. Ratapamulin berikatan dengan subunit 50S ribosom pada protein L3
dekat dengan peptidil transferase yang pada akhirnya akan menghambat protein
sintesis dari bakteri (Buck, 1:2007).
Pada salah satu penelitian yang telah dilakukan pada 210 pasien impetigo yang
berusia diantara 9 sampai 73 tahun dengan luas lesi tidak lebih dari 100 cm2
atau >2% luas dari total luas badan. Kultur yang telah dilakukan pada pasien
tersebut didapatkan 82% dengan infeksi Staphylococcus aureus. Pada pasienpasien tersebut diberi ratapamulin sebanyak 2 kali sehari selama 5 hari terapi.
Evaluasi dilakukan mulai hari ke dua setelah hari terakhir terapi, dan didapatkan
luas lesi berkurang, lesi telah mengering, dan lesi benar-benar telah membaik
tanpa penggunaan terapi tambahan. Pada 85,6% pasien dengan menggunakan
ratapamulin didapatkan perbaikan klinis dan hanya hanya 52,1% pasien
mengalami perbaikan klinis yang menggunakan plasebo (Buck, 1:2007).
Dicloxacillin
Penggunaan dicloxacillin merupaka First line untuk pengobatan impetigo,
namun akhir-akhir ini penggunaan dicloxacillin mulai tergeser oleh penggunaan
ratapamulin topikal karena diketahui ratapamulin memiliki lebih sedikit efek
samping bila dibandingkan dengan dicloxacillin. Penggunaan dicloxacillin
sebagai terapi topical pada impetigo sebagai berikut:
(Sumber: Primary Clinical Care Manual 2007)
b.Terapi sistemik

1). Penisilin dan semisintetiknya (pilih salah satu)


a.Penicillin G procaine injeksi
Dosis: 0,6-1,2 juta IU im 1-2 x sehari
Anak: 25.000-50.000 IU im 1-2 x sehari
b.Ampicillin
Dosis: 250-500 mg per dosis 4 x sehari
Anak: 7,5-25 mg/Kg/dosis4x sehari ac
c.Amoksicillin
Dosis: 250-500 mg / dosis 3 x sehari
Anak: 7,5-25 mg/Kg/dosis 3 x sehari ac
d.Cloxacillin (untuk Staphylococcus yang kebal penicillin)
Dosis: 250-500 mg/ dosis, 4 x sehari ac
Anak: 10-25 mg/Kg/dosis 4 x sehari ac
e.Phenoxymethyl penicillin (penicillin V)
Dosis: 250-500 mg/dosis, 4 x sehari ac
Anak: 7,5-12,5 mg/Kg/dosis, 4 x sehari ac
2). Eritromisin (bila alergi penisilin)
Dosis: 250-500 mg/dosis, 4 x sehari pc
Anak: 12,5-50 mg/Kg/dosis, 4 x sehari pc
3). Clindamisin (alergi penisilin dan menderita saluran cerna)
Dosis: 150-300 mg/dosis, 3-4 x sehari
Anak > 1 bulan 8-20 mg/Kg/hari, 3-4 x sehari
4). Penggunaan terapi antibiotik sistemik lainnya
Pada penggunaan sistemik antibiotik lainnya yang dapat dipertimbangkan
adalah, sebagai berikut:
XI.PENCEGAHAN
Tindakan yang bisa dilakukan guna pencegahan impetigo diantaranya :
1.

Cuci tangan segera dengan menggunakan air mengalir bila habis kontak

dengan pasien, terutama apabila terkena luka.


2.

Jangan menggunakan pakaian yang sama dengan penderita

3.

Bersihkan dan lakukan desinfektan pada mainan yang mungkin bisa

menularkan pada orang lain, setelah digunakan pasien


4.

Mandi teratur dengan sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan,

namun dapat mengiritasi pada sebagian kulit orang yang kulit sensitif)
5.

Higiene yang baik, mencakup cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap

pendek dan bersih


6.

Jauhkan diri dari orang dengan impetigo

7.

Cuci pakaian, handuk dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari

yang lainnya. Cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar matahari atau
pengering yang panas. Mainan yang dipakai dapat dicuci dengan disinfektan.
8.

Gunakan sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat yang

terinfeksi dan cuci tangan setelah itu.


9.

(Sumber: Northern Kentucky Health Department, 1:2005).

XII.PROGNOSIS
Pada umumnya baik.

LAPORAN KASUS
SMF PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
I.IDENTITAS PENDERITA
Nama

:-

Jenis Kelamin

:-

Umur

:-

Suku

:-

Agama

:-

Pekerjaan

:-

Alamat

:-

II.Keluhan Utama
Luka garukan di regio lumbal posterior dekstra
1.

Riwayat Penyakit Sekarang


Menurut Mbah pasien mulai 10 hari yang lalu pasien mengeluhkan gatal pada
regio lumbal posterior dekstra, tanpa adanya keluhan gatal di daerah lain.
Awalnya muncul vesikel, karena gatal, lalu digaruk oleh pasien kemudian
vesikel pecah dan menimbulkan kerak. Vesikel-vesikel semakin lama semakin
bertambah banyak dan menyebar. Pasien sudah dibawa berobat ke dokter, diberi
salep dan tablet namun keluhan tidak berkurang. Akhirnya pasien berobat ke
RSUD dr. SOEBANDI Jember.

1.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.

1.

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga yang tinggal bersama pasien saat ini tidak ada yang menderita penyakit
seperti ini.

1.

Riwayat Pengobatan
Pernah berobat ke dokter umum, lalu diberi salep dan tablet, namun keluhan
tidak berkurang.

1.

Riwayat Alergi

Pasien tidak punya riwayat alergi obat maupun makanan, dan pasien tidak
pernah melakukan pemeriksaan alergi sebelumnya.
III.PEMERIKSAAN FISIK
1.

Status Generalis
Kesadaran: komposmentis
Keadaan Umum: baik
Kepala/Leher: dalam batas normal
Thorak
Cor: S1S2 tunggal, lain-lain dalam batas normal
Pulmo: Vesikuler, Rh-/-, Wh -/-, lain-lain dalam batas normal
Abdomen: Soepel, bising usus (+), lain-lain dalam batas normal
Ekstremitas: dalam batas normal
Genitalia: dalam batas normal

1.

Status Lokalis
Lokasi : regio lumbal dekstra bagian posterior
Efloresensi : Pada pemeriksaan didapatkan lesi kulit berupa papula berisi cairan
keruh, tidak dikelilingi daerah eritematus, selain itu juga ditemukan bekas bula
yang pecah berupa kulit yang eritematus dengan krusta tipis kecoklatan pada
bagian tepi.
IV.RESUME
Seorang anak laki-laki 16 bulan, dating dengan keluhan utama adanya luka
garukan di regio lumbal dekstra bagian posterior.
Awalnya muncul vesikel, karena gatal, lalu digaruk oleh pasien kemudian
vesikel pecah dan menimbulkan kerak. Vesikel-vesikel semakin lama semakin
bertambah banyak dan menyebar. Pasien sudah dibawa berobat ke dokter, diberi
salep dan tablet namun keluhan tidak berkurang. Akhirnya pasien berobat ke
RSUD dr. SOEBANDI Jember.
Pada pemeriksaan fisik status lokalis di region lumbal dekstra bagian posterior,
didapatkan lesi kulit berupa papula berisi cairan keruh, tidak dikelilingi daerah
eritematus, selain itu juga ditemukan bekas bula yang pecah berupa kulit yang
eritematus dengan krusta tipis kecoklatan pada bagian tepi.

IMPETIGO

2.1. Defenisi
Impetigo adalah infeksi kulit yang sering disebabkan oleh stafilokokus
aurea

atau

kadang-kadang oleh

streptococcus,

dan

mudah

menular.

(Nursalam,2005)
Impetigo adalah salah satu contoh pioderma, yang menyerang lapisan
epidermis kulit. (Djuanda, 56:2005).
Impetigo biasanya juga mengikuti trauma superficial dengan robekan kulit
dan paling sering merupakan penyakit penyerta (secondary infection) dari
Pediculosis, Skabies, Infeksi jamur, dan pada insect bites (Beheshti, 2:2007).
2.2. Anatomi Fisiologi
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,
merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar
16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5
1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm
tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak
mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit
tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu .
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar
adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan
lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang
merupakan suatu lapisan jaringan ikat.

Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel
berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel.
Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada
telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh
ketebalan

kulit.

Terjadi

regenerasi

setiap

4-6

minggu.

Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang
terdalam) :
1. Stratum Korneum. Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
2. Stratum Lusidum Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal
telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
3. Stratum GranulosumDitandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya
ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan
granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel
Langerhans.
4. Stratum Spinosum. Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril,
dianggap

filamen-filamen

tersebut

memegang

peranan

penting

untuk

mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis pada
tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan mempunyai stratum spinosum

dengan lebih banyak tonofibril. Stratum basale dan stratum spinosum disebut
sebagai lapisan Malfigi. Terdapat sel Langerhans.
5. Stratum Basale (Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang hebat
dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan.
Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini
tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang mengandung
melanosit.
Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin,
pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen
(sel Langerhans).
Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai
True Skin. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan
menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling
tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.
Dermis terdiri dari dua lapisan :

Lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.

Lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat.


Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan
bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal,
kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai
dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling bersilangan dalam jumlah besar dan
serabut elastin berkurang menyebabkan kulit terjadi kehilangan kelemasannya dan
tampak

mempunyai

banyak

keriput.

Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung


beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar
keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis di dalam
dermis.
Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan
shearing forces dan respon inflamasi
Subkutis

Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan
lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara
longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda
menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang
suplai

darah

ke

dermis

untuk

regenerasi.

Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan


kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.
2.3. Etiologi
Impetigo disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau Group A Beta
Hemolitik Streptococcus (Streptococcus pyogenes). Staphylococcus merupakan
pathogen primer pada impetigo bulosa dan ecthyma (Beheshti, 2:2007).
Staphylococcus merupakan bakteri sel gram positif dengan ukuran 1 m,
berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur, kokus
tunggal, berpasangan, tetrad, dan berbentuk rantai juga bisa didapatkan.
Staphylococcus dapat menyebabkan penyakit berkat kemampuannya mengadakan
pembelahan dan menyebar luas ke dalam jaringan dan melalui produksi Impetigo
adalah salah satu contoh pioderma, yang menyerang lapisan epidermis kulit
(Djuanda, 56:2005).
Impetigo biasanya juga mengikuti trauma superficial dengan robekan
kulit dan paling sering merupakan penyakit penyerta (secondary infection) dari
Pediculosis, Skabies, Infeksi jamur, dan pada insect bites (Beheshti, 2:2007).
beberapa bahan ekstraseluler. Beberapa dari bahan tersebut adalah enzim
dan yang lain berupa toksin meskipun fungsinya adalah sebagai enzim.
Staphylococcus

dapat

menghasilkan

katalase,

koagulase,

hyaluronidase,

eksotoksin, lekosidin, toksin eksfoliatif, toksik sindrom syok toksik, dan


enterotoksin. (Brooks, 317:2005).
Streptococcus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat, yang
mempunyai karakteristik dapat berbentuk pasangan atau rantai selama
pertumbuhannya. Lebih dari 20 produk ekstraseluler yang antigenic termasuk
dalam grup A, (Streptococcus pyogenes) diantaranya adalah Streptokinase,

streptodornase,

hyaluronidase,

eksotoksin

pirogenik,

disphosphopyridine

nucleotidase, dan hemolisin (Brooks, 332:2005)


Faktor Predisposisi
o Kontak langsung dengan pasien impetigo
o Kontak tidak langsung melalui handuk, selimut, atau pakaian pasien impetigo
o Cuaca panas maupun kondisi lingkungan yang lembab
o Kegiatan/olahraga dengan kontak langsung antar kulit seperti gulat
o Pasien dengan dermatitis, terutama dermatitis atopik
(Sumber Beheshta, 2:2007).
2.4. Manifestasi Klinis
1). Impetigo Krustosa
Tempat predileksi tersering pada impetigo krustosa adalah di wajah,
terutama sekitar lubang hidung dan mulut, karena dianggap sumber infeksi dari
daerah tersebut. Tempat lain yang mungkin terkena, yaitu anggota gerak (kecuali
telapak tangan dan kaki), dan badan, tetapi umumnya terbatas, walaupun
penyebaran luas dapat terjadi (Boediardja, 2005; Djuanda, 2005).
Biasanya mengenai anak yang belum sekolah. Gatal dan rasa tidak nyaman
dapat terjadi, tetapi tidak disertai gejala konstitusi. Pembesaran kelenjar limfe
regional lebih sering disebabkan oleh Streptococcus.
Kelainan kulit didahului oleh makula eritematus kecil, sekitar 1-2 mm.
Kemudian segera terbentuk vesikel atau pustule yang mudah pecah dan
meninggalkan erosi. Cairan serosa dan purulen akan membentuk krusta tebal
berwarna kekuningan yang memberi gambaran karakteristik seperti madu (honey
colour). Lesi akan melebar sampai 1-2 cm, disertai lesi satelit disekitarnya. Lesi
tersebut akan bergabung membentuk daerah krustasi yang lebar. Eksudat dengan
mudah menyebar secara autoinokulasi (Boediardja, 2005).
2). Impetigo Bulosa
Tempat predileksi tersering pada impetigo bulosa adalah di ketiak, dada,
punggung. Sering bersama-sama dengan miliaria. Terdapat pada anak dan dewasa.
Kelainan kulit berupa vesikel (gelembung berisi cairan dengan diameter 0,5cm)

kurang dari 1 cm pada kulit yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau
kemerahan. Pada awalnya vesikel berisi cairan yang jernih yang berubah menjadi
berwarna keruh. Atap dari bulla pecah dan meninggalkan gambaran collarette
pada pinggirnya. Krusta varnishlike terbentuk pada bagian tengah yang jika
disingkirkan memperlihatkan dasar yang merah dan basah. Bulla yang utuh jarang
ditemukan karena sangat rapuh (Yayasan Orang Tua Peduli, 1:2008).
Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya maka, kelainan itu dapat
menyertai dermatitis atopi, varisela, gigitan binatang dan lain-lain. Lesi dapat
lokal atau tersebar, seringkali di wajah atau tempat lain, seperti tempat yang
lembab, lipatan kulit, ketiak atau lipatan leher. Tidak ada pembengkakan kelenjar
getah bening di dekat lesi. (Yayasan Orang Tua Peduli, 1:2008).
Pada bayi, lesi yang luas dapat disertai dengan gejala demam, lemah,
diare. Jarang sekali disetai dengan radang paru, infeksi sendi atau tulang.
(Yayasan Orang Tua Peduli, 1:2008).
2.5. WOC/Patofisiologi
(Terlampir)
2.6. Komplikasi
Impetigo biasanya sembuh tanpa penyulit dalam 2 minggu walaupun
tidak diobati. Komplikasi berupa radang ginjal pasca infeksi Streptococcus terjadi
pada 1-5% pasien terutama usia 2-6 tahun dan hal ini tidak dipengaruhi oleh
pengobatan antibiotic. Gejala berupa bengkak dan kenaikan tekanan darah, pada
sepertiga terdapat urine seperti warna the. Keadaan ini umumnya sembuh secara
spontan walaupun gejala-gejala tadi muncul (Yayasan Orang Tua Peduli, 4:2008).
Komplikasi

lainnya

yang

jarang

terjadi

adalah

infeksi

tulang

(osteomielitis), radang paru-paru (pneumonia), selulitis, psoriasis, Staphylococcal


scalded skin syndrome, radang pembuluh limfe atau kelenjar getah bening
(Yayasan Orang Tua Peduli, 4:2008).
2.7. Penatalaksanaan
a. Medis

Salep, antibiotika dari dokter biasa digunakan agar cepat sembuh meskipun anda
harus menggunakan obat tersebut sampai infeksi benar-benar sembuh. Jika
antibiotika tidak juga dapat menyembuhkan, dokter anda mungkin akan
mengkultur luka dan memberikan penicilin selama lebih dari 10 hari jika
infeksinya di sebabkan oleh kuman streptococcus, atau antibiotika lainnya untuk
infeksi stafilococcus.
b. Keperawatan
Sterilisasi handuk dan sering mencuci tangan merupakan tindakan mencegah
kebagian tubuh lain dan penularan ke anggota keluarga lain.

Anda mungkin juga menyukai