Anda di halaman 1dari 11

MOLUSKUM KONTAGIOSUM

PENDAHULUAN
Moluskum kontagiosum (MK) merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh
Molluscum contagiosum virus (MCV); famili Poxviridae dan genus Molluscipoxvirus. MCV
merupakan virus DNA rantai ganda dan memiliki empat subtipe utama, yaitu MCV I, MCV
II, MCV III, dan MCV IV.1 Keempat subtipe tersebut menimbulkan gejala klinis yang khas
berupa papul yang memiliki umbilikasi sentral (delle) dengan badan moluskum yang disebut
Henderson-Patterson body.2
Kelompok yang berisiko tinggi terkena MK adalah anak-anak, usia dewasa dengan
aktivitas seksual aktif, dan orang dengan imunokompromais. Penularan dapat melalui kontak
langsung dengan lesi aktif, berupa kontak kulit, membran mukosa, dan seksual.3
Prevalensi MCV I lebih tinggi dibandingkan ketiga subtipe lain, yaitu sebesar 76-97%,
sedangkan pada pasien dengan penurunan status imun didapatkan prevalensi MCV II sebesar
60%.4 Angka kejadian MK di seluruh dunia diperkirakan sebesar 2%-8%, dengan prevalensi
5%-18% pada pasien HIV/AIDS.3 Prevalensi MK tertinggi di dunia terdapat di Afrika Timur
sebesar 52%. Di Indonesia, prevalensi MK juga tergolong tinggi, yaitu sebesar 40,4% dari
penyakit kulit lain.5
Angka prevalensi MK di Indonesia yang tinggi membuat penulis tertarik untuk
membahas mengenai infeksi MK. Tujuan penulisan referat ini untuk memahami infeksi MK
agar pengobatan dan pencegahan lebih efektif dan efisien, sehingga diharapkan mampu
mengurangi angka kejadian MK di Indonesia. MK merupakan penyakit dengan standar
kompetensi 4A yang berarti lulusan dokter harus mampu membuat diagnosis klinik dan
melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas. Oleh karena itu,
diharapkan penulisan referat ini dapat bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai
gambaran gejala klinis dan penatalaksanaan MK kepada tenaga medis, khususnya dokter
umum di layanan primer.

PEMBAHASAN

1
Definisi
Moluskum kontagiosum adalah penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Poxvirus.14
Moluskum kontagiosum merupakan infeksi virus yang ringan namun tetap menjadi masalah
terutama pada anak-anak usia sekolah. Karakteristik MK adalah papul yang memiliki
umbilikasi sentral (delle) dengan badan moluskum yang disebut Henderson-Patterson body.
Pasien yang terinfeksi akan merasa sangat terganggu karena MK dapat bertahan selama
berbulan-bulan bahkan sampai bertahun-tahun. Moluskum kontagiosum perlu diperhatikan
pada orang dengan imunokompromais dan dermatitis atopik, karena orang dengan keadaan
tersebut memiliki periode infeksi yang panjang. Moluskum kontagiosum dapat menular
melalui hubungan seksual, terutama pada orang dewasa.6
Epidemiologi
Prevalensi MK di seluruh dunia mencapai 2-8% dengan prevalensi tertinggi sebesar
52%, yaitu di Afrika Timur. Di Indonesia, prevalensi MK juga tergolong tinggi, yaitu sebesar
40,4% dari penyakit kulit lain.5 Dalam sebuah penelitian di Amerika Serikat, terdapat
peningkatan prevalensi MK sebanyak 11 kali lipat dalam rentang waktu dua dekade.6
Tiga kelompok umur yang berisiko tinggi terkena MK adalah anak-anak (1-4 tahun),
dewasa yang aktif secara seksual (20-29 tahun), dan orang imunokompromais, contohnya
pasien HIV.7 Pasien dengan HIV memiliki risiko tinggi terkena infeksi yang lama. Pasien
yang memiliki riwayat atopi juga memiliki masa infeksi yang lama dan lesi yang banyak.
Transmisi terjadi melalui kontak kulit, kontak membran mukosa, ataupun hubungan seksual.
Handuk, kolam renang dan bak mandi telah dilaporkan sebagai sumber infeksi. Orang yang
berolahraga dengan kontak jarak dekat, seperti gulat, juga berisiko tinggi.6
Etiologi
Virus yang menjadi penyebab MK adalah virus yang diklasifikasikan ke dalam famili
Poxviridae, genus Molluscipoxvirus dan spesies Molluscum contagiosum virus (MCV). Pada
umumnya terdapat empat subtipe MCV, yaitu MCV-I sampai MCV-IV.2 Meskipun proporsi
infeksi berbeda-beda berdasarkan letak geografisnya, namun di seluruh dunia infeksi MCV-I
adalah penyebab yang paling sering terjadi. Hampir semua infeksi MK pada anak disebabkan
oleh MCV-I. Pada dewasa, MCV-II paling sering dijumpai dan kemungkinan besar
disebabkan melalui hubungan seksual. Pada pasien yang terinfeksi HIV, MCV-II
menyebabkan sebagian besar infeksi, yaitu sekitar 60%.7

2
Patogenesis
Ketika infeksi pada manusia terjadi, keratinosit epidermis diserang. Replikasi virus
terjadi dalam sitoplasma sel yang terinfeksi, menghasilkan badan inklusi sitoplasma. Secara
histologis, badan inklusi terlihat dalam stratum granulosum dan stratum korneum pada
epidermis. Hiperproliferasi epidermis juga terjadi karena peningkatan proliferasi dua kali lipat
dalam sel stratum basal epidermis.4
Terdapat tiga pola penyakit berbeda dalam populasi pasien yang disebabkan oleh
MCV, yaitu anak, dewasa yang imunokompeten, dan orang dengan imunokompromais. Anak
tertular MK dapat melalui kontak langsung kulit atau kontak tidak langsung dengan benda
yang terkontaminasi seperti peralatan olahraga dan pemandian umum.1 Orang dewasa dengan
imunokompeten sebagian besar menunjukkan beberapa lesi di perineum, genital, perut bagian
bawah, atau pantat yang dihubungkan dengan penularan melalui hubungan seksual. Pasien
imunokompromais, seperti pasien Human immunodeficiency virus (HIV), memiliki perjalanan
penyakit panjang dengan lesi lebih luas, jumlahnya mencapai ratusan dan atipikal.6
Rata-rata masa inkubasi antara 2 hingga 7 minggu. Infeksi MCV menyebabkan
hiperplasia dan hipertrofi epidermis. Inti virus ditemukan di semua lapisan epidermis.
Replikasi virus berpusat pada lapisan sel granuler dan malpighi. Badan moluskum berisi
virion dewasa dalam jumlah yang besar. Virion berisi struktur seperti kantung kaya akan lipid
dan kolagen sehingga dapat menghalangi reaksi imunologi oleh pejamu.3 Virus bereplikasi
dalam sitoplasma di sel epitel. Sel yang telah terinfeksi akan bereplikasi sebanyak dua kali
dari rata-rata.6

Manifestasi Klinis
Lesi khas MK berupa papul dengan umbilikasi sentral yang berisi delle (badan
moluskum) berwarna putih Lesi tidak nyeri, namun bisa gatal atau iritasi. Autoinokulasi virus
menyebabkan penyebaran infeksi pada kulit sekitar. Garukan atau goresan lesi menyebabkan
timbul lesi baru (Fenomena Koebner). Lesi ini dapat berkembang menjadi tumor jinak.2
Lokasi predileksi MK terutama pada anak adalah wajah, dada, lengan, kaki, dan
intertriginosa, seperti aksilla, fossa poplitea, dan panggul.1 Pada hampir semua kasus yang
mengenai orang dewasa dengan imunokompeten, pasien menunjukan lesi pada perineum,
genital, perut bagian bawah, atau pantat, yang juga dapat berkembang pada anak meskipun

3
pada anak jarang ditularkan melalui hubungan seksual. Eritema dan eksema dapat muncul di
sekitar lesi atau disebut moluskum dermatitis. Pasien dengan imunokompromais dapat
memperlihatkan lesi yang besar dan luas, baik di daerah genital maupun ekstragenital.6
(Gambar 1 dan 2)

A B C
D D D
is is is
t t
Gambar 1. (A) Distribusi moluskum kontagiosum pada anak t
(B) Distribusi moluskum kontagiosum
r pada dewasa
r (C) Distribusi moluskum kontagiosum pada pasien HIV 8 r
i i i
b b b
u u u
si si si
m m m
o o o
l l l
u u u
s s s
k k k
u A u B C u
m D m D D m
Gambar 2. (A) Moluskum kontagiosum pada wajah, sering ditemukan pada anak
is
(B) Moluskum kontagiosum pada perianal, sering ditemukan
is is
pada dewasa imunokompeten
t k
(C) Giant molluscum contagiosum pada pasien HIV 9 t k
k t
o r o r r o
n i n i i n
t b t b bt
a u a ua
u
g si g si si g
i m i mi
m
o o o o oo
s l s l s
l
u u u uu
u
m s m s m 4
s
k k k
p u p up
u
a m a m ma
Diagnosis
Pada anamnesis, perlu ditanyakan adanya kontak dengan orang yang terinfeksi MK,
baik kontak kulit maupun hubungan seksual.6 Pada pemeriksaan dermatologikus, ditemukan
papul berbentuk kubah, diameter 3-5 mm atau bahkan lebih yang disebut giant lesions,
terdapat umbilikasi pada tengah papul berisi badan moluskum yang merupakan karakteristik
MK. Lesi yang mengalami iritasi dapat menjadi krusta dan bahkan pustul, yang menjadi awal
dari infeksi bakteri sekunder. Lesi bisa sembuh spontan dan ruptur ke dalam dermis, serta
menimbulkan reaksi inflamasi supuratif yang ditandai dengan adanya abses.7
Pemeriksaan Giemsa terhadap massa putih dari bagian tengah papul menunjukkan
badan inklusi moluskum di dalam sitoplasma. Pemeriksaan histopatologi dilakukan apabila
gambaran lesi tidak khas. Pada pemeriksaan histopatologi, tampak gambaran epidermis yang
mengalami hipertrofi dan hiperplasia. Di atas lapisan basal, terdapat inklusi intrasitoplasma
yang disebut Henderson-Patterson body atau badan moluskum (Gambar 3). Bagian ini akan
menjadi lebih jelas dan bertambah besar ketika mencapai stratum korneum.6

Gambar 3. Henderson-Patterson body 6

Diagnosis Banding

Diagnosis banding MK yaitu hiperplasia sebasea, veruka vulgaris, granuloma


pyogenik,dan basal cell carsinoma (BCC).6 Pada pasien imunokompromais perlu
dipertimbangkan infeksi jamur yaitu kriptokosis, histoplasmosis, dan penisilosis.14 Diagnosis
banding dapat dilihat pada Tabel 1.

5
Tabel 1. Diagnosis Banding Moluskum Kontagiosum

Diagnosis Banding Gambaran Klinis Gambar

Moluskum kontagiosum Lesi berupa papul dengan


umbilikasi sentral berwarna putih.

Hiperplasia sebasea Lesi berupa papul dengan


permukaan halus berwarna sama
dengan kulit dan tidak memiliki
umbilikasi.

Veruka vulgaris Lesi berupa papul verukosa,


berskuama, sewarna kulit, soliter
atau diskret, dome-shape, dan
filiformis.

Granuloma piogenik Lesi berupa papul atau nodul


berwarna merah terang, dengan
atau tidak bertangkai, rapuh, dan
mudah berdarah.

Karsinoma sel basal Bervariasi, dapat berupa nodul,


superfisial, morphea-form, dan
pigmented BCCs and
fibroepithelioma of Pinkus (FEP).
Apabila dilakukan penyinaran,
terlihat translusen seperti mutiara.

Penatalaksanaan
Penderita MK yang imunokompeten akan sembuh tanpa pengobatan dalam beberapa
bulan sampai tahun. Salah satu transmisi penularan MK adalah melalui kontak seksual, maka
perlu dilakukan terapi juga pada pasangan seksualnya.6 Prinsip pengobatan MK adalah

6
mengeluarkan massa yang mengandung badan moluskum. Tatalaksana MK, baik secara
umum maupun khusus, adalah sebagai berikut.

A. Umum
Edukasi yang diberikan kepada pasien adalah menerangkan sifat dan proses penularan
penyakit agar dapat mengurangi transmisi MK kepada orang lain, yaitu dengan menghindari
kontak seksual dan kontak kulit pada bagian tubuh yang terkena lesi. Selain itu, pasien
dianjurkan untuk tidak menggaruk lesi karena bisa menimbulkan infeksi sekunder.3
Penjelasan kepada orang tua/orang terdekat pasien:
MK dapat sembuh sendiri dalam beberapa bulan/tahun tanpa pengobatan.
Tetapi dalam kurun waktu tersebut, MK dapat meluas ke seluruh tubuh dan
menularkan ke orang lain, timbul infeksi sekunder, serta menimbulkan
gangguan kosmetik.14
Moluskum dapat diobati dengan obat topikal, tetapi memerlukan ketekunan
dan kesabaran serta memakan waktu lama.14
B. Khusus
1. Tindakan Bedah Kuretase/Enukleasi
Kuretase dan cryotherapy adalah pengobatan dengan tindakan bedah yang
efektif. Metode ini dapat menghancurkan sebagian besar lesi dalam 1 hingga 3 sesi
pengobatan dengan interval 1 atau 2 minggu. Metode ini jarang menghasilkan
bekas luka, sehingga menjadi lini pertama pengobatan. Sebagian besar anak tidak
dapat mentolerasi rasa sakit pada cryotherapy. Anastesi topikal dapat digunakan
untuk menghilangkan rasa sakit. Prosedur pada tindakan ini adalah sebagai berikut.
- Lesi kulit dibersihkan dengan alkohol 70%.
- Bila perlu diberi anestesi krim EMLA 5% dioleskan pada tiap lesi.
- Tutup plester dan biarkan 1-2 jam.
- Dengan memakai pinset mata, lesi moluskum dijepit agar isi keluar. Alternatif
alat lain yang dapat dipakai adalah alat ekstraktor komedo, jarum suntik, ujung
skalpel, atau kuret.
- Luka diolesi dengan salep antibiotik. Sebuah bekas luka kecil dapat terbentuk;
tidak disarankan pada kosmetik area.10

7
Cara lain dapat digunakan elektrokauterisasi atau bedah beku dengan CO2, N2
dan sebagainya.10
2. Terapi Topikal
Cantharidin adalah obat golongan phospodiesterase inhibitor yang merupakan
ekstrak dari serangga Cantaharis vesicatoria yang bekerja merangsang vesikulasi
pada dermoepidermal.11 Cantharidin dioleskan pada lesi dan dibiarkan selama 3
hingga 4 jam, setelah itu dicuci. Dalam 1 hingga 2 hari timbul lepuh yang akan
pecah menimbulkan erosi atau eksoriasi. Pengobatan ini dilakukan sebulan sekali
sampai lesi tidak ada lagi dan tidak dianjurkan penggunaan pada wajah atau daerah
genital. Pemberian antibiotik topikal dianjurkan untuk mencegah infeksi sekunder.10
Marsal JR dkk melakukan penelitian yang menunjukkan KOH atau potasium
hidroksida topikal 10 %-15% dapat berpotensi menjadi pengobatan yang efektif dan
aman bagi pasien. Keuntungan terapi KOH adalah mudah diaplikasikan, efek
samping minimal, dan murah.12 Pengobatan terapi topikal lainnya adalah cidofovir
topikal (gel 1%, 3% atau krim 1%,3%) yang digunakan pada pasien MK dengan
imunokompromais.13
3. Terapi Sistemik
Terapi sistemik diberikan pada pasien imunokompromais, seperti HIV. Terapi
yang bisa digunakan antara lain simetidin 20-40 mg/kg/hari terbagi dalam tiga dosis
dengan dosis maksimal 800 mg.6

Komplikasi dan Prognosis


Komplikasi yang sering terjadi pada MK yaitu infeksi sekunder. Kongjugtivitis dan
keratitis dapat timbul sebagai komplikasi pada lesi di sekitar kelopak mata. Dermatitis atopi
atau kondisi imunokompromais memudahkan penyebaran lesi dan infeksi sekunder.4
Prognosis MK adalah baik karena bersifat self limiting disease.2

8
Bagan Alur14

Kelainan berupa papul kemerahan


sewarna kulit atau putih mutiara
pada kulit atau mukosa sangat
mungkin suatu MK

DIAGNOSIS TIDAK Pemeriksaan Penunjang


Apakah gambaran Giemsa
klinis sesuai MK? Histopatologis

YA

Non Medikamentosa YA TIDAK


Konfirmasi DIAGNOSIS
Terapi Topikal
MK? BANDING
Terapi Sistemik

KESIMPULAN
Moluskum kontagiosum (MK) merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh
Molluscum contagiosum virus (MCV); famili Poxviridae dan genus Molluscipoxvirus. Lesi
khas MK berupa papul dengan umbilikasi sentral (delle) yang berisi badan moluskum
berwarna putih. Lesi tidak nyeri, namun bisa gatal atau iritasi. Garukan atau goresan lesi
menyebabkan timbul lesi baru. Moluskum kontagiosum menyerang tiga kelompok yang
berisiko tinggi, yaitu anak-anak (1-4 tahun), dewasa yang aktif secara seksual (20-29 tahun),
dan orang dengan imunokompromais, contohnya pasien HIV. Lokasi predileksi MK adalah
wajah, dada, lengan, kaki, perineum, genital, perut bagian bawah, pantat, dan intertriginosa,
seperti aksilla, fossa poplitea, serta panggul. Transmisi terjadi melalui kontak kulit, kontak
membran mukosa, ataupun kontak seksual. Diagnosis MK dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik yang meliputi pemeriksaan dermatologikus, dan pemeriksaan
penunjang yang meliputi pemeriksaan Giemsa dan histopatologi. Prinsip pengobatan adalah
mengeluarkan massa yang mengandung badan moluskum, melalui beberapa metode antara
lain tindakan bedah kuretase, pengobatan topikal, dan sistemik. Prognosis MK adalah baik
karena bersifat self limiting disease.

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Chen X, Anstey AV, Bugert JJ. Molluscum Contagiosum Virus Infection. Lancet Infect
Dis, 2013; 13(10): p.877-85.
2. Basak S, Rajurkar MN. Molluscum Contagiosum. Ind Med Gaz, 2013; 147(7): p.276-8.
3. Hanson D, Diven DG. Molluscum Contagiosum. Dermatol Online J, 2003; 9(2): p.2.
4. Sterling JC. Viral infections. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors.
Rooks Textbook of Dermatology. 9th Ed. Cichester: Wiley-Blackwell Inc, 2016; 1(25):
p.582-5.
5. Runtuwene N, Niode N, Pandaleke T. Profil MK di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari 2013-Desember 2015. E-Clinic, 2016;
4(2): p.1-6.
6. Tom W, Friedlander SF, Piggott C. Poxvirus Infections. In: Wolff K, Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatricks Dermatology in
General Medicine. 8th Ed. New York: McGraw-Hill Medicine Inc, 2012; 2(195):
p.2417-9.
7. James WD, Berger TG. Viral diseases. In: James WD, Berger TG, Elston DM, editors.
Andrews Disease of The Skin: Clinical Dermatology. 12th Ed. Canada: Elsevier Inc,
2016: p.388-90.
8. Trozak DJ, Teenenhouse DJ, Russel JJ. Molluscum Contagiosum. Dermatology Skills
for Primary Care: An Illustrated Guide. New Jersey: Humana Press Inc, 2006; p.51-7.
9. Douglas JM, Unger ER. Genital Human Papillomavirus Infections. In: Morse SA,
Holmes KK, Ballard RC, Moreland AA, editors. Atlas of Sexually Transmtted Diseases
and AIDS. 4th Ed. Canada: Elsevier Inc, 2010; p.186-202.
10. Nguyen HP, Tyring SK. An Update on The Clinical Management of Cutaneous
Molluscum Contagiosum. Skin Therapy Lett, 2014; 19(2): p.5-8.
11. Mathes EF, Frieden IJ. Treatment of Molluscum Contagiosum with Cantharidin: A
Practical Approach. Pediatric Ann, 2010; 39(3): p.124-130.
12. Marsal JR, Cruz IT, Diez O, Martinez M, Galindo G, et al. Efficacy an Tolerance of
The Topical Application of The Potassium Hhydroxide (10% and 15%) in the
Treatment of Molluscum Contagiosum: Randomized Clinical Trial: Research Protocol.
BMC Infect Dis, 2011; 11: p.278.
13. Callista D. Topical Cidofovir for Severe Cutaneous Human Papillomavirus and
Molluscum Contagiosum Infections in Patients with HIV/AIDS: A Pilot Study. J Eur
Acad Dermatol Venereol, 2000;14(6):p.484-8.

10
14. PERDOSKI. 2014. Panduan Layanan Klinis Dokter Spesialis Dermatologi dan
Venerologi. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamion Indonesia. Jakarta.

11

Anda mungkin juga menyukai