Anda di halaman 1dari 34

TUGAS OBGYN

ABSES FOLIKEL RAMBUT ATAU


KELENJAR SEBASEA

Disusun Oleh :
Melinda Anastasya Irene Bella 20160811014006

Dosen Pengampu :
dr. Josef William Wattimury, Sp.OG

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
2020
ABSES FOLIKEL RAMBUT DAN KELENJAR SEBASEA

Anatomi Dan Fisiologi Folikel Rambut Dan Kelenjar Sebasea

ANATOMI

Kelenjer palit ( glandula sebasea) terletak dis eluruh permukaan kulit


manusia kecuali di telapak tangan dan kaki. Kelenjer palit disebut juga
kelenjer holokrin karena tidak berlumen dan sekret kelenjer ini berasal dari
dekomposisi sel- sel kelenjer. Kelenjer palit biasanya terdapat di samping
akar rambut dan muaranya terdapat pada lumen akar rambut ( folikel
rambut ). Sebum mengandung trigliserida, asam lemak bebas, skualen, wax
ester, dan kolesterol. Sekresi dipengaruhi oleh hormon androgen, pada
anak- anak jumlah kelenjer palit sedikit, pada pubertas menjadi lebih besar
dan banyak serta mulai berfungsi secara aktif.

Gambar 1. Letak folikel rambut dan kelenjar sebasea


HISTOLOGI

Kelenjar sebasea merupakan struktur unilobular atau multi lobular yang


biasanya berhubungan dengan folikel rambut. Kelenjar sebasea ini
mengandung kelenjar asini yang berhubungan dengan duktus eksretori
yang tersusun dari epitelium skuamosa yang berlapis-lapis. Kelenjar ini
dikelilingi oleh jaringan ikat.
Gambar 2. Histologi dari kelenjar sebasea
Lokasi
Kelenjar sebasea berhubungan dengan folikel yang berada di seluruh tubuh.
Bisa juga ditemukan ditempat yang tidak berambut, yaitu di kelopak mata
( kelenjar meibom), puting payudara ( kelenjar montgomery ),dan di sekitar
alat kelamin ( Kelenjar Tyson). Hanya di telapak tangan dan kaki yang
tidak ada folikel rambut dan kelenjar sebasea. Di lapisan epitel mulut
kadang teradapat kelenjar Fordyce’s yang dapat diihat dengan mata
telanjang karena ukurannya yang cukup besar (2-3 mm). Duktus dari
kelenjar sebasea terbuka secara langsung di permukaan epitel mulut.

FISIOLOGI

Sebum
Pada sebum manusia yang dihasilkan dari kelenjar sebasea, mengandung
squalen, kolesterol, ester kolesterol, wax ester, dan trigliserida. Enzim dari
bakteri yang menghidrolisis trigliserida menghasilkan asam lemak bebas,
sehingga lemak yang keluar dari saluran folikel rambut memiliki komposisi
yang berbeda dengan kelenjar sebasea ( adanya tambahan monogliserida
dan digliserida ). Berikut kompisisi dari sebum :

diambil dari : Akne and Its Teraphy by Guy F.Webster DAN


Antony V. Rawlings.

Fungsi Sebum
Fungsi sebum pada manusia sendiri belum diketahui. Tapi dapat dipasikan
bahwa Sebum merupakan faktor utama dari penyebab akne. Beberapa ahli
berpendapat bahwa sebum mengurangi terjadinya proses hilangnya cairan
dari kulit dan menghaluskan dan melembutkan kulit. Sebum telah terbukti
dapat melindungi kulit dari infeksi seperti bakteri, jamur, karena
mengandung imunoglobulin A yang disekresi dari kebanyakan kelenjar
eksorkrin.
Sekresi sebum meningkat saat mencapai pubertas yan dipengaruhi
oleh androgen dan seiring dengan pembesaran kelenjar sebasea. Pada pria
sekresi sebum dapat mencapai usia 80 tahun, pada wanita hanya sampai 60
tahun ( setelah menopause). Pada orang tua, kelenjar sebasea mengalami
hiperplasia tetapi sekresi sebum tidak meningkat.
a. Faktor perangsang produksi Sebum
 Androgen
Telah diketahui bahwa untuk produksi sebum, kelenjar
sebasea memerlukan hormon Androgen. Pasien yang
memiliki keadaan genetik pada androgen reseptor, tidak
mempunyai sebum dan akne.
 Retinoid
Isotretinoin adalah zat kimia yang paling ampuh dalam
menginhibisi produksi dari sebum. Hal ini dapat terlihat
hasilnya dalam 2 minggu setelah pemakaian. Kelenjar
sebasea menjadi kecil, dan lemak yang dihasilkan dari
kelenjar sebasea pun berkurang.
 Melanokortin
Pada binatang mencit melanokort meningkatkan produksi
sebum. Rekayasa genetik yang dilakukan pada tikus dengan
kekurangan reseptor melanokortin-5 mengalami hipoplasia
dari kelenjar sebasea sehingga produksi sebum berkurang.
Reseptor melanokortin-5 pada manusia telah teridentifikasi
pada kelenjar sebasea, dimana produksi sebum dapat
dimodulasi.
 Peroxisom Proliferator-Activated Receptors (PPRAs)
PPRAs mirip dengan reseptor retinoid. Setiap resepetor
membentuk heterodimer dengan reseptor retinoid X untuk
mentranskiripsikan gen-gen yang bersangkutan metabolisme
lemak dan proliferasi dan diferensiasi seluler.
 Fibroblast Growth Factor Receptors
FGFR 1 dan FGFR 2 terdapat di epidermis kulit dan
jaringan penyangga kulit. FGFR 2 memiliki peran penting
dalam embriogenesis pada formasi kulit. Mutasi pada FGFR
2 menyebabkan Apert syndrom yang biasanya disertai akne,
tetapi prosesnya sendiri masih tidak diketahui.
 Estrogen
Estrogen dapat mengurangi proses lipogenesis. Estrogen
sendiri bekerja sebagai inhibitor Androgen dan gonad via
hipofisis. Pada Terapi Pengganti Hormon (TPH) dapat
meningkatkan produksi lemak pada kulit, dimana tergantung
Hormon dominan mana yang diberikan.
TPH ini dapat merefleksikan efek dari Progesteron, dimana
Esterogen itu sendiri menekan produksi sebum.
 Progesteron
Efek progesteron terhadap produksi sebum masih
kontradiksi. Pada wanita menstruasi, peningkatan sekresi
sebum dianggap sebagai efek dari progesteron.

DEFINISI

Abses folikel rambut dan kelenjar sebasea yaitu suatu keadaan dimana
terdapatnya pus atau nanah pada folikel rambut dan kelenjar sebasea yang
disebabkan oleh proses perdangan atau inflamasi. Adanya beberapa
penyakit yang dapat menimbulkan abses pada foikel rambut dan kelenjar
sebasea yaitu folikulitis, furnkel dan karbunkel.

Folikulitis

Folikulitis adalah peradangan pada selubung akar rambut atau folikel


rambut, yang umumnya di sebabkan oleh bakteri gram positif
staphylococcus aureus. Berdasarkan lokasinya dalam jaringan, kulit
folikulitis folikulitis terbagi atas 2 jenis yaitu :

1. Folikulitis superfisialis

Folikulitis Superfisialis adalah radang folikel rambut dengan


pustul berdinding tipis pada orifisium folikel yang terbatas pada
epidermis.

2. Folikulitis Profunda
Folikulitis Profunda adalah radang folikel rambut dengan pustul
perifolikular kronik yang di tandai dengan adanya papul, pustul
dan sering terjadi rekurensi, merupakan folikulitis piogenik dengn
infeksi yang meluas kedalam folikel rambut sampai subkutan
Furunkel dan Karbunkel
Furunkel adalah peradangan pada folikel rambut dan jaringan
subkutan sekitarnya. Furunkel dapat terbentuk pada lebih dari satu
tempat. Jika lebih dari satu tempat disebut furunkulosis.
Furunkulosis dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain
akibat iritasi, kebersihan yang kurang, dan daya tahan tubuh yang
kurang. Infeksi dimulai dengan adanya peradangan pada folikel
rambut di kulit (folikulitis), kemudian menyebar kejaringan
sekitarnya.Karbunkel adalah satu kelompok beberapa folikel
rambut yang terinfeksi oleh Staphylococcus aureus, yang disertai
oleh peradangan daerah sekitarnya dan juga jaringan dibawahnya
termasuk lemak bawah kulit.Karbunkel merupakan gabungan
beberapa furunkel yang dibatasi oleh trabekula fibrosa yang berasal
dari jaringan subkutan yang padat.

Akne Vulgaris (AV)


Akne Vulgaris (AV) adalah peradangan kronis dari pilosebasea.
Pilosebasa sendiri termasuk Folikel rambut, duktus sebasea, dan
kelenjar sebasea. Akibat dari peradangan pada hal ini,
mengahasilkan komedo, papul, pustul, kista, bahkan sampai “skar”.
Lokalisasi dari AV sendiri bisa di wajah, punggung, dada, dan
daerah anogenital.

EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini sangat erat hubungannya dengan keadaan sosial-


ekonomi. Folikulitis dan furunkel dapat mengenai semua umur, tetapi
lebih sering di jumpai pada anak – anak dan juga tidak di pengaruhi oleh
jenis kelamin. Jadi pria dan wanita memiliki angka resiko yang sama
untuk terkena folikulitis dan furunkel, dan folkulitis lebih sering timbul
pada daerah panas atau beriklim tropis.
Furunkel dapat terjadi di seluruh bagian tubuh, insiden terbesar
penyakit ini pada wajah, leher, ketiak, pantat atau paha. Setiap orang
memiliki potensi terkena penyakit ini, namun beberapa orang dengan
penyakit diabetes, sistem imun yang lemah, jerawat atau problem kulit
lainnya memiliki resiko lebih tinggi.

Akne vulgaris biasanya mengenai remaja. Pria dan wanita


memiliki derajat yang sama biasanya mengenai usia 12 dan 14 tahun,
dimana wanita lebih pertama kali terkena lebih dahulu. Usia puncak untuk
derajat keparahan pada wanita adalah 16-17 tahun dan laki-laki 17-19
tahun. Pada penelitian yang lebih lanjut, AV bukan hanya dapat
menyerang remaja tetapi dapat menyerang bayi dan orang tua (usia 40
tahun).

ETIOLOGI

Folikulitis
Abses sebagian besar disebabkan oleh  Staphylococcus aureus. Infeksi
dimulai dengan adanya peradangan pada folikel rambut di kulit
(folikulitis), kemudian menyebar kejaringan sekitarnya. Setiap rambut
tumbuh dari folikel, yang merupakan suatu kantung kecil di bawah kulit.
Selain menutupi seluruh kulit kepala, folikel juga terdapat pada seluruh
tubuh kecuali pada telapak tangan, telapak kaki dan membrane mukosa
bibir. Folikulitis bisa di sebabkan oleh karena minyak ataupun pelumas
dan keringat berlebihan yang menutupi dan menyumbat saluran folikel
rambut. Bisa juga di sebabkan oleh gesekan saat bercukur atau gesekan
pakaian pada folikel rambut maupun trauma atau luka pada kulit. Hal ini
merupakan port de entry dari berbagai mikroorganisme terutama
staphylococcus aureus sebagai penyebab folikulitis. Folikulitis, dapat
disebabkan oleh berbagai faktor antara lain akibat iritasi, kebersihan yang
kurang, dan daya tahan tubuh yang kurang.

Furunkel dan karbunkel


Furunkel maupun karbunkel disebabkan oleh bakteri Staphylococcus
aureus. Bakteri ini merupakan flora normal pada kulit kadang-kadang
pada tenggorokan dan saluran hidung. Bakteri Staphylococcus aureus
berbentuk bulat (coccus), memiliki diameter 0,5 – 1,5 µm, memiliki
susunan bergerombol seperti anggur, tidak memiliki kapsul, nonmotil,
katalase positif dan pada pewarnaan gram tampak berwarna ungu.
S. aureus termasuk bakteri osmotoleran, yaitu bakteri yang dapat hidup di
lingkungan dengan rentang konsentrasi zat terlarut (contohnya garam)
yang luas, dan dapat hidup pada konsentrasi NaCl sekitar 3 Molar.
Habitat alami S. aureus pada manusia adalah di daerah kulit, hidung,
mulut, dan usus besar, di mana pada keadaan sistem imun normal, S.
aureus tidak bersifat patogen. Abses sebagian besar disebabkan oleh 
Staphylococcus aureus . Furunkulosis dapat disebabkan oleh berbagai
faktor antara lain akibat iritasi, kebersihan yang kurang, dan daya tahan
tubuh yang kurang. Infeksi dimulai dengan adanya peradangan pada
folikel rambut di kulit (folikulitis), kemudian menyebar kejaringan
sekitarnya. Penularannya dapat melalui kontak atau auto inokulasi dari lesi
penderita. Furunkulosis dapat menjadi kelainan sistemik karena faktor
predisposisi antara lain, alcohol, malnutrisi, diskrasia darah, iatrogenic
atau keadaan imunosupresi termasuk AIDS dan diabetes mellitus.

Akne vulgaris
1. Penebalan pada lapisan keratin dan tersumbatnya duktus sebasea
yang menyebabkan terjadinya komedo tertutup (whiteheads) atau
terbuka (blackheads) (berikut akan dijelaskan mengenai komedo).
2. Meningkatnya sekresi sebum.
3. Meningkatnya pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes pada
saluran sebasea.
4. Peradangan pada sekitar kelenjar sebasea.

Faktor Pencetus
Banyak faktor pencetus yang menyebabkan akne yaitu :
 Hormon
Hormon Androgen merupakan pencetus utama
meningkatnya sekresi sebum pada laki dan perempuan.
 Diet
Faktor makanan terutama makanan yang manis seperti
permen, coklat, dianggap oleh beberapa dokter dan pasien
sebgai pencetus terjadinya AV. Tetapi berdasarkan
penelitian tidak ada korelasi yang bermakna antara AV dan
diet. Menurut penelitian, coklat bukan sebagai faktor
pencetus AV. Studi lain mengatakan bahwa ada hubungan
antara intak susu dan AV.
 Berkeringat
Sampai 15% pada pasien dengan AV memiliki riwayat
bekeringat yang banyak terutama di tempat panasdan
pekerjaan; seperti koki.
 Faktor eksternal
Oil, seperti minyak sayur atau minyak oli yang dapat
menyebabkan terjadinya ‘folikulitis oil’. Menyebabkan
terjadinya lesi seperti AV. Ter, DDT, Kosmetik yang
mengandung komedogenik oil.
 Iatrogenik
Kortikosteroid, baik topikal maupun sistemik, dapat
menyebabkan hiperkeratosis pada pilosebaseus yang
akhirnya menyebabkan AV.
 Stress
Menurut hasil penelitian, sebanyak 55% dari pasien yang
datang dengan keadaan dermatologi, mengeluhkan adanya
AV yang meluas di wajah mereka yang berkaitan dengan
stress. Tidak ditemukannya adanya korelasi antara stress
dengan AV. Hasil data terbaru mengatakan bahwa kelenjar
sebasea memiliki reseptor neuropeptida, dimana reseptor ini
bertanggung jawab atas terjadinya inflamasi, proliferasi, dan
produksi dari sebum.
 Merokok
Beberapa Inverstigasi mengemukakan bahwa asap rokok
mengandung asam arakidonat yang tinggi dan aromatik
hidrokarbon polisiklik yang menginduksi jalur inflamasi
fosfolipase A2. Efek lebih lanjut dapat merangsang sintesis
asam arakidonat.
 Radiasi UV
Beberapa Inverstigasi mengemukakan bahwa asap rokok
mengandung asam arakidonat yang tinggi dan aromatik
hidrokarbon polisiklik yang menginduksi jalur inflamasi
fosfolipase A2. Efek lebih lanjut dapat merangsang sintesis
asam arakidonat.

PATOFISIOLOGI

Folikulitis
Secara umum, hampir 20% populasi manusia membawa bakteri
Staphylococcus aureus dalam tubuh mereka. Lokasi yang paling sering
adalah hidung, aksila dan perineum. Staphylococcus aureus memproduksi
beberapa toksin yang dapat meningkatkan kontribusi untuk invasi dan
membantu mempertahankan kehidupan stafilokokus dalam jaringan.
Produk-produk yang dihasilkan di dinding sel bakteri ini menimbulkan
berbagai efek pada sistem kekebalan tubuh penderita.
Produk-produk yang dihasilkan pada dinding sel ini adalah asam teichoic,
peptidoglycan dan protein A. Protein A ini membantu pelekatan bakteri
pada sel host. Selanjutnya, bakteri akan terikat pada porsi Fc dari IgG
sebagai tambahan pada fragmen Fab pada IgE. Pada follikulitis superfisial,
populasi sel neutrofil dapat memfiltrasi pada bagian infundibulum pada
folikel rambut dan mencetuskan suatu infeksi. Ini merupakan satu contoh
yang disebut sebagai suatu invasi secara langsung.

Gambar 3. Folikulitis

Furunkel dan Karbunkel


Kulit memiliki flora normal, salah satunya S.aureus yang merupakan flora
residen pada permukaan kulit dan kadang-kadang pada tenggorokan dan
saluran hidung. Predileksi terbesar penyakit ini pada wajah, leher, ketiak,
pantat atau paha. Bakteri tersebut masuk melalui luka, goresan, robekan
dan iritasi pada kulit. Selanjutnya, bakteri tersebut berkolonisasi di
jaringan kulit. Respon primer host terhadap infeksi S.aureus adalah
pengerahan sel PMN ke tempat masuk kuman tersebut untuk melawan
infeksi yang terjadi. Sel PMN ini ditarik ke tempat infeksi oleh komponen
bakteri seperti formylated peptides atau peptidoglikan dan sitokin TNF
(tumor necrosis factor) dan interleukin (IL) 1 dan 6 yang dikeluarkan oleh
sel endotel dan makrofag yang teraktivasi. Hal tersebut menimbulkan
inflamasi dan pada akhirnya membentuk pus yang terdiri dari sel darah
putih, bakteri dan sel kulit yang mati.
Wabah furunkulosis terbaru disebabkan oleh strain tertentu oleh
staphylococcus telah ditemukan. Kebanyakan dari ini dikaitkan dengan
infeksi staphylococcus pada komunitas. Pada suatu studi di Prancis, pasien
dengan furunkulosis menunjukkan adanya staphylococcus pada
kebanyakan pemeriksaan swab, dan 42% dari yang tersembunyi memiliki
gen Panton-Valentine-Leokucidin (PVL).Furunkel biasanya merupakan
vellus type. Mekanisme patologi pastinya bagaimana Staphylococcus
Aureus membentuk abses masih belum jelas, tapi injeksi PVL pada kulit
kelinci menghasilkan lesi nekrotik. Ini mengindikasikan bahwa produksi
sitotoksin dapat mempengaruhi terjadinya folikulitis.
Furunkel berawal sebagai benjolan keras berwarna merah yang
mengandung nanah. Lalu benjolan ini akan berfluktuasi dan tengahnya
menjadi putih atau kuning (membentuk pustula). Furunkel bisa pecah
spontan atau dipecahkan dan mengeluarkan nanahnya, kadang
mengandung sedikit darah.Pembentukan karbunkel terjadi lebih lambat
dibandingkan furunkel. Beberapa furunkel bersatu membentuk massa yang
lebih besar, yang memiliki beberapa titik pengaliran nanah. Infeksi ini
menular, bisa disebarkan ke bagian tubuh lainnya dan bisa ditularkan ke
orang lain.Karbunkel yang pecah akan mengeluarkan nanah lalu
mengering dan membentuk keropeng.1

Gambar 4. Klasifikasi dari infeksi bakterial pada folikel rambut.

Akne Vulgaris
Kelenjar Sebasa mengandung sel holokrin yang menghasilkan sebum.
Patogenis utama terjadinya AV adalah :
a. Penebalan pada lapisan keratin dan tersumbatnya duktus sebasea yang
menyebabkan terjadinya komedo tertutup (whiteheads) atau terbuka
(blackheads) (berikut akan dijelaskan mengenai komedo).
b. Meningkatnya sekresi sebum.
c. Meningkatnya pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes pada
saluran sebasea.
d. Peradangan pada sekitar kelenjar sebasea.

Gmb 5 : Kelenjar Pilosebasea

PEMBENTUKAN KOMEDO
Peristiwa yang pertama kali muncul pada jerawat adalah
pembentukan komedo, teradapatnya sumbatan pada folikel, dimana
disebut terbuka bila terlihat bintik putih di folikuler orifisea dan tertutup
bila tidak terlihat bintik hitam.
Gmb 6 : komedo hitam dan putih.

Komedo hitam sering disangka sebagai partikel debu oleh orang awam,
melainkan melanin yang teroksidasi. Pembentukan komedo dimulai dari
deskuamasi yang abnormal dari lapisan folikel. Epitel tidak rontok sebagai
partikel halus, melainkan terlepas dalam bentuk lembaran yang tidak bisa keluar
melalui lubang pada folikel, maka itu terjadi sumbatan. Penyebab terjadinya
deskuamasi epitel yang abnormal masih belum diketahui. Sekresi sebum bukan
faktor dari pembentukan komedo. Terdapat beberapa faktor yang diduga
sebagai pencetus komedo, yaitu agen fisik contohnya sinar matahari yang
pernah di teliti pada kuping kelinci;sunblock;cocoa powder, infeksi dari bakteri
yang menyebabkan inflamasi.
Gmb 6 : Deskuamasi yang abnormal dari lapisan folikel

BAKTERI
Mikroflora tergantung dari masa pubertas. Sebelum meningkatnya
produksi hormon kelenjar sebasea belum aktif dan populasi bakteri di kulit
masih rendah. Folikel yang steril menjadi tempat perkembangan dari dari
Propionibacterium acnes, anaerob, dan memetabolisme trigliserida yang
merupakan fraksi dari gliserol. Trigliserida merupakan sumber makanan
untuk populasi bakteri ini. P. Acnes ini tidak ditemukan pada hewan,
karena sebum pada hewan tidak mengandung Trigliserida.
P. acnes menimbulkan peradangan pada kulit yang merupakan
faktor terjadinya AV. Predileksi tempat dengan kelenjar sebasea yang
terbanyak dan paling aktif terletak di wajah, tubuh bagian atas, dan lengan.
Aktifitas kelenjar sebasea di extermenitas bawah sangat sedikit, sehingga
sangat sedikit sekali populasi dari P.acnes dan terjadinya AV, tidak ada.

PERADANGAN PADA KELENJAR SEBASEA


P. acnes merupakan aspek terpenting dalam menimbulkan reaksi
peradangan pada kelenjar sebasea. P.acnes membuat substansi kemotaktik
yang menarik neutrofil dan monosit, yang nantinya akan menghasilkan
peptida-petida dengan berat molekul yang kecil. Komponen ini menjadi
salah satu faktor terjadinya inflamasi. Lipase yang memecahkan
trigliserida di sebum juga merangsang datangnya leukosit.

MENINGKATNYA PRODUKSI SEBUM


Fungsi dari sebum pada manusia sebenarnya belum diketahui.
Beberapa peneliti mengatakan bahwa sebum berfungsi untuk mengurangi
terjadi hilangnya cairan dalam kulit dan menjaga kulit tetap lembut, halus.
Tetapi sebum ini merupakan faktor predisposisi terjadinya AV.

MANIFESTASI KLINIS
Folikulitis
Secara umum folikulitis menimmbulkan rasa gatal seperti terbakar pada
daerah rambut. Gejala konstitusional yang sedang juga dapat muncul pada
folikulitis seperti badan panas, malaise dan mual. Pada folikulitis superfisialis
gambaran klinisnya di tandai dengan timbulnya rasa gatal dan agak nyeri,
tetapi biasanya tidak terlalu menyakitkan hanya seperti gigitan serangga,
tergores atau akibat garukan dan trauma kulit lainnya. Kelainan di kulitnya
dapat berupa papul atau pustul yang erimatosa yang dan di tengahnya terdapat
rambut dan biasanya multiple serta adanya krusta di sekitar daerah inflamasi.
Tempat predileksi biasanya pada tungkai bawah. Folikulitis superfisialis ini
dapat sembuh sendiri setelah beberapa hari tanpa meninggalkan jaringan
parut. Pada folikulitis profunda gambaran klinisnya hampir sama seperti
folikulitis superfisialis. Folikulitis profunda ini terasa sangat gatal yang di
sertai rasa terbakar serta teraba infiltrat di subkutan yang akhirnya dapat
meninggalkan jaringan parut apabila taelah sembuh.
Gambar 7. Efloresensi folikulitis

Furunkel dan Karbunkel

Bakteri masuk ke dalam folikel rambut sehingga tampak sebagai


nodus kemerahan dan sangat nyeri. Pada bagian tengah lesi terdapat bintik
kekuningan yang merupakan jaringan nekrotik, dan disebut mata bisul
(core). Apabila higinis penderita jelek atau menderita diebetes militus,
furunkel menjadi sering kambuh. Predileksi penyakit ini biasanya pada
daerah yang berambut misalnya pada wajah, punggung, kepala, ketiak,
bokong dan ekstrimitas, dan terutama pada daerah yang banyak
bergesekan. Mula-mula nodul kecil yang mengalami keradangan pada
folikel rambut, kemudian menjadi pustule dan mengalami nekrosis dan
menyembuh setelah pus keluar dengan meninggalkan sikatriks. Awal juga
dapat berupa macula eritematosa lentikular setempat, kemudian menjadi
nodula lentikular setempat, kemudian menjadi nodula lentikuler-numular
berbentuk kerucut . Nyeri terjadi terutama pada furunkel yang akut, besar,
dan lokasinya di hidung dan lubang telinga luar. Bisa timbul gejala
kostitusional yang sedang, seperti panas badan, malaise, mual. Furunkel
dapat timbul di banyak tempat dan dapat sering kambuh. Predileksi dari
furunkel yaitu pada muka, leher, lengan, pergelangan tangan, jari-jari
tangan, pantat, dan daerah anogenital.
Akne Vulgaris

Riwayat perjalanan penyakit

Kebanyakan pasien dengan AV datang dengan lesi onset yang bertahap


saat memasuki masa puber. Beberapa kasus dapat ditemukan pada
neonatus atau bayi. Karena AV lesinya yang bertahap, onset yang tiba-
tiba, praktisi harus mencari dasar etiologi tersebut.

Lokasi

Tempat predileksi AV adalah di muka, bahu, dada bagian atas. Lokasi


kulit lain, misalnya leher, lengan atas, dan glutea kadang terkena. AV
memiliki lesi polimorfik. Lesi bisa inflamasi dan non inflamasi. Lesi Non-
inflamasi adalah komedo, dimana bisa terbuka (komedo hitam) atau yang
tertutup (komedo putih). Lesi Inflamasi yaitu papulopustular,
papulonodular, nodulokistik, Akne Konglobata. Komedo hitam tampak
sebagai lesi yang datar atau sedikit menonjol dengan bagian tengahnya
hitam. Komedo putih mungkin tampak sukar untuk dapat dilihat karena
letaknya lebih dalam dan tidak mengandung unsur melanin. Gambarannya
bisa pucat, sedikit menimbul, papul-papul kecil. Peregangan kulit dapat
membantu untuk mendeteksi lesi.

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS

Pada folikulitis superfisial biasanya inflamasi terkena pada folikel rambut


di daerah kulit kepala, dagu, ketiak dan ektremitas. Kelainan kulit diawali
dengan pustul pada folikel rambut. Pustul pecah diikuti pembentukan
krusta. Erupsi papulopustular umumnya terlokalisir. Sering disertai dengan
keluhan pruritus dan secara klinisnya penderita tidak akan merasakan nyeri
serta pustul yang tumbuh akan membaik sendiri.
Pemeriksaan lab
Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pewarnaan Gram, preparat KOH, dan
kultur. Pada pewarnaan Gram didapatkan coccus gram positif. Preparat KOH
digunakan untuk mengidentifikasi spesies jamur. Golongan dermatofit dapat
diidentifikasi dari gambaran hifa dan spora, M. furfur diidentifikasi dengan
adanya bentuk ragi multipel dan Candida dengan bentuk miselial. Kultur
digunakan untuk menentukan organisme penyakit, yaitu bakteri, jamur atau
pun virus. Untuk kasus folikulitis relaps yang kronis, perlu dilakukan kultur
dari swab hidung dan perianal untuk mengidentifikasi adanya S. aureus.
Pemeriksaan histopatologi
Secara histologis, pada kasus folikulitis superficial terdapat infiltrasi sel-sel
inflamasi di ostium folikuler dan di daerah folikel bagian atas. Dalam
kebanyakan kasus, peradangan awalnya terdiri dari neutrofil dan kemudian
menjadi lebih beragam dengan penambahan limfosit dan makrofag. Apabila
infeksi adalah penyebab terjadinya folikulitis, maka berbagai organisme dapat
diidentifikasi dalam folikel.
Gambar 10. Folikulitis Superficial dengan neutrofil terkonsentrasi pada bagian
atas folikel.

Furunkel dan Karbunkel


Diagnosis dapatditegakkan secara klinis, yaitu berdasarkan gambaran
klinisnya yang khas. Tetapi untuk lebih menegakkan diagnosis bias dari segi
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Furunkel dimulai dengan nodul folikulosentrik yang keras, lunak,
merah (kelainan berupa nodus eritematosa berbentuk kerucut, di tengahnya
terdapat pustul) pada daerah yang terdapat bulu (hair-bearing) dan
biasanya menjadi besar serta dirasakan nyeri. Biasanya akan menghilang
sendiri dalam masa 7-10 hari tanpa meninggalkan bekas (tidak menjadi
merah dan tidak nyeri). Apabila terjadinya ruptur, pus dan sel-sel nekrotik
akan keluar. Furunkel pada daerah bokong biasa ditemukan dalam bentuk
lesi yang soliter atau lesi yang multipel. Karbunkel biasanya pertama
muncul sebagai tonjolan yang nyeri, permukaannya halus, berbentuk
kubah dan berwarna merah. Tonjolan tersebut biasanya juga indurasi.
Ukuran tonjolan tersebut meningkat dalam beberapa hari dan dapat
mencapai diameter 3-10 cm atau bahkan lebih. Supurasi terjadi setelah
kira-kira 5-7 hari dan pus dikeluarkan melalui saluran keluar yang multipel
(multiple follicular orifices). Demam dan malaise sering muncul dan
pasien biasanya tampak sakit berat. Karbunkel yang pecah dan kering
kemudian membentuk lubang yang kuning keabuan ireguler pada bagian
tengah dan sembuh perlahan dengan granulasi.Walaupun beberapa
karbunkel menghilang setelah beberapa hari, kebanyakan memerlukan
waktu dua minggu untuk sembuh. Jaringan parut permanen yang terbentuk
biasanya tebal dan jelas.
Gambar 8. Furunkel pada bibir atas. Lesinya nodular dan sumbatan nekrotik pusat
ditutupi oleh kerak purulen. Beberapa pustul kecil terlihat di lateral pusat lesi
tersebut.

Gambar 9. Karbunkel. Lesi ini menampakkan multipel furunkel yang berkumpul


dan mengandung pus.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis furunkel dan karbunkel ialah
dermapatologi, pewarnaan Gram, kultur bakteri, dan sensitivitas
antibiotik.Furunkolosis dan karbunkel yang tidakbisamembaik di
hubungkan dengan penyakit leukositosis.

a) Furunkel
Terlihat abses perifolikuler setempat. Pembuluh darah setempat
mengalami dilatasi dan tempat terinfeksi diserang oleh leukosit
polimorfonuklear. Terjadi nekrosis kelenjar dan jaringan sekitar,
membentuk inti yang di kelilingi oleh daerah dilatasi vaskuler, leukosit,
dan limfosit.

Gambar 11. Histopatologi furunkel

b) Karbunkel

Terdapat abses folikuler dan perifolikuler multipel yang kemudian


membentuk massa nekrotik yang luas, terjadi reaksi radang yang jelas di
sekitar intinekrotik di dalam jaringan ikat yang mendasarinya dan di
dalam lemak subkutan.

Gambar 12. Histopatologi karbunkel

Pewarnaan gram akan menunjukkan sekelompok kokus berwarna ungu


(gram positif) dan kultur bakteri pada medium agar darah domba
memberikan gambaran koloni yang lebar (6-8 mm), permukaan halus,
sedikit cembung, dan warna kuning keemasan. Uji sensitivitas antibiotik
diperlukan untuk penggunaan antibiotik secara tepat.
.

Gambar 13. Hasil Kultur S. aureus dalam Medium MSA.

Akne Vulgaris
Diagnosa akne vulgaris ditegakkan atas dasar klinis dan
pemeriksaan ekskohlesasi sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum
dengan ekstraktor komedo (sendok Unna). Sebum dapat tampak
sebagai massa padat seperti lilin atau massa lunak seperti nasi yang
ujungnya kadang berwarna hitam. Pemeriksaan histopatologis tidak
memperlihatkan gambaran yang spesifik berupa sebukan sel radang
pada pilosebasea. Pemeriksaan mikrobiologi terhadap jasad renik yang
memiliki peran pada etiologi dan patogenesis penyakit dapat dilakukan
di laboratorium mikrobiologi. Namun hasilnya sering tidak
memuaskan.
Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit dapat
pula dilakukan untuk tujuan serupa. Pada akne vulgaris kadar asam
lemak bebas meningkat dan oleh karena itu pada pencegahan dan
pengobatan digunakan cara untuk menurunkannya.

2.4 PENATALAKSANAAN
Folikulitis
Folikulitis kadang dapat sembuh sendiri setelah dua atau tiga hari, tetapi
pada beberapa kasus yang persisten dan rekuren perlu penanganan.
1. Umum
Cukup dengan menjaga kebersihan diri terutama kulit,
menghindari garukan dan faktor pencetus seperti gesekan pakaian
atau mencukur dan luka atau trauma.
2. Khusus, terbagi 2 yaitu secara tropikal dan secara sistemik :
 Topikal, dapat di berikan antibiotik misalnya (2) :
1. Kemicetin salap 2 %
2. Kompres PK 1/ 5000 solusio sodium chloride 0,9 %
( jika ada eksudasi)
3. Salep natrium fusidat.

 Sistemik, dapat diberikan : (1)


Antibiotik (umumnya di berikan 7 – 10 hari) misalnya :
1. Penisilin dan semisintetiknya.
a. Penisilin G prokain injeksi 0,6 – 1,2 juta IU, IM
selama 7 – 14 hari, 1 – 2 kali/ hari.
b. Ampisilin 250 – 500 mg/ dosis, 4 kali/ hari
c. Amoksisilin, 250 – 500 mg/ dosis, 3 kali/ hari
d. Kloksasilin ( untuk staphylococcus yang kebal
penisilin), dosis 250 – 500 mg, 4 kali / hari.
e. Dikloksasilin ( untuk staphylococcus yang kebal
penisilin), dosis 125 – 250 mg, 3 -4 kali/ hari.
2. Eritromisin 250 – 500 mg 3 – 4 kali/ hari(dewasa) dan
12, 5 – 25 mg/kbBB/ dosis 3 – 4 kali/ hari(anak).
3. Klindamisin 150 – 300 mg 3 – 4 kali/ hari (dewasa) dan
8 – 20 mg/ kgBB/ dosis 3- 4 ksli/ hsri(anak).
Penggunaan antiseptik dapat di berikan sebagai terapi tambahan
( misalnya : Chlorhexidine) tetapi jangan di gunakan tanpa pemberian
antibiotik sistemik. Dianjurkan pemberian antibiotik sistemik dengan
harapan dapat mencegah terjadinya infeksi kronik.
Furunkel dan Karbunkel

1. Non Farmakologis

Pengobatan furunkel tergantung kepada lokasi dan kematangan lesi.


Lesi permulaan yang belum berfluktuasi dan belum bermata
dikompres panas dan diberi antibiotik oral. Kompres panas akan
memperkecil ukuran lesi dan mempercepat penyerapan.

Insisi terhadap lesi awal jangan dilakukan untuk mencegah


inokulasi lebih dalam infeksi tersebut. Jika lesi telah matang dan
bermata dilakukan insisi dan drainase. Insisi jangan dilakukan jika
lesi terdapat di kanalis auditorius external, bibir atas, hidung, dan
pertengahan dahi karena infeksi yang tidak ditangani dapat
menyebabkan trombosis sinus kavernosus. Sewaktu penderita
mendapat antibiotik, semua pakaian, handuk, dan alas kasur yang
telah mengenai daerah yang sakit harus dicuci dengan air panas.

2. Farmakologis

Pada dasarnya pengobatan karbunkel sama saja dengan pengobatan


furunkel.Karbunkel atau furunkel dengan selulitis di sekitarnya atau
yang disertai demam, harus diobati dengan antibiotik sistemik. Untuk
infeksi berat atau infeksi pada area yang berbahaya dosis antibiotik
maksimal harus diberikan dalam bentuk parenteral. Bila infeksi
berasal dari methicillinresistant Staphylococcus aureus (MRSA) atau
dicurigai infeksi serius dapat diberikan vankomisin (1-2 gram IV
setiap hari dalam dosis terbagi). Pengobatan antibiotik harus berlanjut
paling tidak selama satu minggu.
Setiap episode bisa diobati sistemik dengan flucloxacillin atau
antibiotik resisten penisilin. Antibakteri biotik mengurangi kombinasi
bakteri di kulit.

Pengobatan furunkel atau karbunkel:

a) Topikal:

 Mupirocin

Mupirocin dihasilkan oleh pseudomonas fluorescens. Berdaya


khusus terhadap kuman Gram-positif seperti Staphylococcus
aureus. Khasiatnya bersifat bakterisid (salep 2%) berdasarkan
penghambatan RNA-sintetase yang berakibat penghentian
sintesa protein kuman.

 Asam Fusidat

Antibiotikum dengan rumus steroida yang mirip dengan


struktur asam empedu yang dihasilkan oleh jamur fusidium,
spektrum kerjanya sempit dan terbatas pada kuman Gram-
positif, terutama stafilokok. Kuman Gram-negatif resisten
terkecuali Neisseria. Khasiatnya bersifat bakteriostatis
berdasarkan penghambatan sintesa protein kuman.

b) Sistemik:

 Ampisilin 4x500 mg/hari

 Amoksisilin 4x500 mg/hari

 Kloksasilin 3x250 mg/hari

 Linkomisin 3x500 mg/hari

 Klindamisin 4x150 mg/hari

 Eritromisin 4x500 mg/hari


 Sefadroksil 2x1000 mg/hari

Bila lesi besar, nyeri dan fluktuasi, insisi dan drainase diperlukan.
Bila infeksi terjadi berulang atau memiliki komplikasi dengan
komordibitas, kultur dapat dilakukan. Terapi anti mikrobial harus
dilanjutkan sampai semua bukti inflamasi berkurang dan berubah
apalagi ketika hasil kultur tersedia. Lesi yang di drainase harus
ditutupi untuk mencegah autoinokulasi dan mencuci tangan harus
sering dilakukan. Pasien dengan furunkolosis atau karbunkel berulang
memberikan masalah yang spesial dan sering menyulitkan.

Akne vulgaris

Pemahaman mengenai patofisiologis dari akne merupakan kunci dalam


penatalaksanaan terapi akne yaitu :

1. Perbaiki perubahan keratinisasi folikularis.


2. Mengurani produksi kelenjar sebasea.
2. Mengurangi populasi bakterialis folikularis, yaitu P. Acnes.
3. Menggunakan obat anti-inflamasi.

Terapi Lokal :
 Cleansing atau membersihkan wajah dengan sabun
antibakterial yang tidak menganggu pH kulit seperti bahan
yang mengandung triclosan.
 Benzoil peroxida merupakan preparat yang sering digunakan
dalam pengobatan topikal AV. Benzosil merupakan
antimikroba yang kuat dan menganggu proses hidrolisis
trigliserida.

 Topikal Antibiotik
Eritromisin dan Klindamisin merupakan antibiotik topikal
yang sering digunakan, dan biasanya merupakan kombinasi
dengan Benzosil peroxida. Tetapi akibat dari seringnya
penggunaan regimen ini, P. acne mulai resisten.
 Retinoid
Retinoid merupakan pengobatan topikal terpenting untuk akne.
Sekarang banyak tersedia preparat topikal dengan efek iritasi
yang rendah. Contohnya adapalene (Differin), tazarotene,
tretinoin (Retin-A, retin-A micro). Penggunaan selama 12
minggu untuk hasil yang maksimal. Retinoid merupakan obat
topikal yang satu-satunya dapat menormalkan keratinisasi
dalam infundibulum folikel dan mencegah terjadinya
pembentukan komedo.
P. akne menstimulasi reaksi peradangan pada kulit, tetapi
dengan retinoid reaksi peradangan tersebut dapat ditekan.
Terapi akne akan lebih baik bila dikombinasikan dengan obat
lainnya, contohnya Benzosil peroxida, atau topical antibiotik
lainnya.

Terapi Sistemik :
 Tetrasiklin merupakan antibiotik spektrum luas yang sering
digunakan dalam pengobatan akne. Walaupun tidak
mengurangi produksi sebum, tetapi mengurangi proses
terbentuknya asam lemak bebas yang merupakan indikator
aktifitas dari P. acne.
 Eritromisin, Clindamisin, dan Dapson.

Terapi Hormonal
Tujuan utama dari pengobatan ini adalah untuk meniadakan
efek androgen pada kelenjar sebasea. Hal ini dapat dicapai dengan
anti-androgen, atau agen-agen yang dapat mengruangi produksi dari
hormon androgen melalui indung telur, atau kelenjar adrenal.
 Agen yang memblok reseptor androgen
- Spironolakton.
- Ciproterone asetat.
- Flutamide.
 Inhibitor produksi androgen
- Glukokortikoid
 Inhibitor produksi androgen ovarium
Agonis Gonadotropin-releasing hormon. Seperti leuprolide
yang bekerja pada hipofise untuk mengganggu proses siklus
gonadotropin. Obat ini efektif untuk mengatasi akne dan
hirsutisme. Tetapi akibatnya pembentukan estrogen pun
terganggu, sehingga dapat menyebabkan gejala menopause
lebih awal. Obat kontrasespsi. Mengandung estrogen yang
dapat mensupresi produksi sebum.
 Isotretinoin
Isotretinoin merupakan retinoid yang digunakan untuk
pengobatan akne yang parah. Isotretinoin merupakan indikasi
untuk akne yang parah, bernodul, skar, dan untuk pengobatan
akne yang sebelumnya gagal. Isotretinoin juga efektif untuk
terapi pasien dengan hidradenitis supurativa, rosasea, dan akne
gram-negatif yang tidak respon terhadap terapi sebelumnya.
Isotretinoin merupakan bahan teratogen. Pada kehamilan
yang menggunakan isotretinoin, dapat mengalami keguguran
spontan, malformasi pada fetus. Efek samping lainnya adalah
keringnya pada kulit, bibir, dan mata, mukosa, malaise,
hipertrigliseridemia, dan depresi bahkan sampai bunuh diri.
Fototerapi dan Laser
Dari berbagai macam fototerapi sedang dalam penilitan yang
lebih lanjut. Sampai 70% pasien dengan akne yang terekspos dengan
sinar matahari mengalami perbaikan.
Sasaran dari penggunaan fototerapi ini adalah :
 Propionibacterium acnes jelas merupakan target dari
penggunaan fototerapi karena merupakan sumber reaksi
peradangan pada kelenjar sebasea. Organisme ini membentuk
porfirin, yang teradapat di folikel. Komponen fotoaktif ini
dapat diaktifkan dengan cahaya untuk mengaktifkan oksigen,
dimana sangat toxic untuk P. acne. Terapi harus dilakukan
sesering mungkin. Ada yang penelitian yang mengatakan
bahwa diperlukan waktu 30 menit.
 Produksi sebum. Sebum, dalam arti, merupakan faktor utama
dalam menyebabkan akne. Tanpa sebum, P.acnes tidak dapat
berploriferasi dan akne tidak akan terjadi. Isotetrionin
merupakan obat yang paling efektif dalam menurunkan sekresi
sebum. Terapi berbasis cahaya dengan sasaran produksi
kelenjar sebum memiliki potensi dalam menyembuhkan akne.
 Modulasi Keratinisasi. Sampai saat ini belum ada bukti
fototerapi dapat memodulasi keratin.
 Modulasi respon imun. TLRs telah terbukti ikut peran dalam
terbentuknya jerawat. Mungkinkah fototerapi ini dapat
memodulasi imunitas kulit Beberapa hasil penelitian bisa
terjadi. Hal ini juga dapat dijelaskan dengan sinar matahari dan
fototerapi yang mengurangi aktivasi dari sel Langerhans di
kulit.

Operasi pada akne


Operasi pada akne dilakukan untuk ekstraksi komedo, dan pustul
superfisial. Dahulu, tindakan ini sering dilakukan, tetapi dengan
perkembangan dalam pengobatan akne jarang dilakukan. Tindakan
ini dilakukan apabila penghilangan komedo tidak dapat dilakukan
oleh pengobatan sebelumnya. Kepatuhan pasien terhadap
pengobatan akne merupakan salah satu faktor penting dalam
penyembuhan akne. Beberapa hasil studi mengemukakan bahwa
pada pasien yang tidak kontrol dalam pengobatan akne diakibatkan
karena tidak mengertinya pasien tentang akne, cara pengobatan,
atau harapan pasien yang tidak realistis. Biasanya pasien akan lepas
kontrol setelah kunjungan 1 kali, dan juga setelah kunjungan yang
ke tiga kalinya. Kepatuhan pasien dengan tidak kontrol merupakan
hal yang berbeda. Banyak pasien yang tidak kontrol tetap
menggunakan obat yang telah diberikan, karena pengobatan yang
didapat efektif dan kulit mereka menjadi lebih bersih.
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, adhi Prof.Dr.dr.Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin.Edisi


Kelima.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta.2013
2. Weller R, Hunter J, Savin J, Dahl M. Sebaceous and sweat glands
disorders. In : Dermatology. Ed 4th. Oxford: Blackwell ; 2012.p.162-76
3. Suyoso, S. 2005. Furunkel. In: Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-3. Surabaya: Fakultas
Kedokteran Unair. Hal 29-32.
4. Rook, A. 2016. Texbook of Dermatology 4th. Oxford : Blackwell
Scientific Publication,: 739–51.
5. Siregar RS. Saripati Penyakit Kulit. Ed 2. Jakarta: EGC ; 2012.

Anda mungkin juga menyukai