EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini jarang ditemukan atau sekitar satu dari 5000 hingga 50.000 kunjungan
pasien ke dermatologis. Di RS Cipto Mangunkusumo, data menunjukan hanya satu kasus baru
ditemukan pada waktu 2013. Kepustakaan menyebutkan bahwa laki-laki dan perempuan
insidennya sama.1
ETIOPATOGENESIS
GAMBARAN KLINIS
Terdapat skuama moderat pada kulit kepala, diikuti perluasan ke dahi dan telinga,
kemudian timbul hiperkeratosis palmo plantaris yang jelas berangsur – angsur menjadi papul
folikularis disekeliling tangan dan menyebar kekulit berambut.6
Distribusi penyakit ini biasanya simetris dan sisa kulit normalnya menyerupai gambaran pulau
kecil, eksfoliasi dapat terus meluas sehingga gambaran papul tidak jelas lagi membentuk
gambaran eritroderma, kulit menjadi kemerahan, sensitif terhadap perubahan temperatur dan
pada bagian penonjolan tulang dapat menjadi ulserasi.1 Hiperkeratosis pada palmoplantar,
biasanya disertai dengan fisura terutama pada plantar pedis hiperkeratosis pada telapak tangan
dan meluas ke pinggiran dan sangat padat sehingga memberikan kesan menyerupai sandal.1
1
Kuku tampak suram, kasar, tebal, mudah patah, dan retak. Rambut dan gigi tidak ditemukan
kelainan, sedangkan pada mulut mengenai mukosa bukal berupa plak putih dan erosi.6
PEMERIKSAN PENUNJANG:
Pemeriksaan histopatologi
Pada pemeriksaan histopatologi ptyriasis rubra pilaris dilapisan epidermis akan tampak
adanya hyperkeratosis, folikular plug dan parakeratosis fokal pada orifisium folikel
yang memberikan efek bahu(shoulder effect), stratum basal akan mengalami degenerasi
liquefaksi. Di lapisan dermis akan ditemukan infiltrasi sel sel inflamasi yang ringan
yang terdiri atas sel mononuclear. Tidak di temukan abses munro.5
Pemeriksaan kadar vitamin A serum
Penyakit phytiriasis rubra pilaris dapat disebabkan oleh karena defisiensi vitamin A
atau malfungsi metabolisme daripada vitamin A. Hal ini terlihat dari penurunan kadar
CRBP(Celular retinoid binding protein) Dan CRABP(cellular retinoid acid binding
protein).5
2
Pemeriksaan PCR.6
Pemeriksaan PCR berperan dalam mencari mutasi gen CARD14 pada penderita
phytiriasis rubra pilaris.
DIAGNOSIS BANDING
Dermatitis seboroik
Psoriasis
Eritroderma
TATALAKSANA
Pada tahun terakhir ini, pengobatan pitiriasis rubra pilaris telah banyak perubahan,
tetapi pengobatan sistemik tetap diutamakan. Hal ini karena penyebab masih belum diketahui.
Medikamentosa:
Sistemik:
3
Pada zaman dahulu, digunakan vitamin A dosis tinggi dengan dosis 300.000 samapai
500.000 IU per hari atau dapat dikombinasi dengan vitamin E 400 IU, 2 atau 3 kali sehari. Obat
ini lebih dimungkinkan untuk dewasa, tetapi isotretionin lebih dianjurkan terutama pada aitan
usia dewasa dengan dosis 1 sampai 2 mg/kgBB/hari. Golongan asitretin 0,5-0,75
mg/kgBB/hari disebutkan memberikan hasil lebih baik.1 Mungkin diperlukan waktu 6-9 bulan
untuk dapat sembuh sepenuhnya, tappering off dapat mencegah kekambuhan. 7
Metrotreksat 10-20mg/minggu juga dapat memperbaiki penyakit ini. Akan tetapi,
kombinasi metrotreksat dengan asitretin memberikan hasil lebih baik. Demikian juga
kombinasi UVB sprektrum sempit dengan asitretin. Kepustakaan lain menyebutkan bahwa
fototerapi tidak memberikan hasil yang baik, hanya satu pasien yang memberikan efek yang
baik dengan penggunanaan PUVA dikombinasikan dengan Re-PUVA.1
Penggunaan Kortikosteroid sistemik hanya bermanfaat pada pengobatan jangka pendek
fase akut, tapi tidak disarankan pada fase kronik. 7
Topikal:
Penggunanaan emolien atau yang berisi zat aktif, seperti propilrn glikol atau asam laktat
dengan oklusi menggunakan bahan plastik selama 2 atau 4 jam dan diikuti dengan salap
kortikosteroid yang dioklusi selama 2 atau 8 jam, dapat memperbaiki kelainan kulit pada
penyakit ini.1
Kalsipotriol salap 50µg/g, 2 kali sehari dapat memperbaiki pitiriasis rubra pilaris
dengan cara menekan poliferasi epidermal. Pemaikaiannya bervariasi dari beberapa minggu
sampai beberapa bulan.1
Dapat diberikan keratolitik seperti asam salisilat dan urea.1
DAFTAR PUSTAKA:
4
3. Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rook's textbook of dermatology. 7th
ed. Massachusetts : Blackwell science ; 2004. hal. 34.64.
4. Hunter J, Savin J, Dahl M. Clinical Dermatology. 3 Thed. London: Blackwell
Science; 2002. hal. 67.