Anda di halaman 1dari 52

MODUL URTIKARIA

Pembimbing : Prof. Dr. dr. Irma D.


Roesyanto, Sp.KK(K)
dr. Fitri Puspita
dr. Rudi Chandra
dr. Tengku N. Dayang B.S

Divisi Alergi Imunologi


RSUP H. Adam Malik
Medan
Urtikaria = hives = kaligata = biduran kelainan
kulit berupa reaksi vaskular biasanya disebabkan
oleh reaksi alergi

Gambaran klinis  eritema dengan sedikit


penonjolan kulit berbatas tegas  timbul secara
cepat setelah dicetuskan oleh faktor presipitasi
dan menghilang perlahan-lahan
Epidemiolo
gi
Manifesta
si Klinis
Urtikaria Fisik
Gambar Dermographisme.
Tampak urtikaria dengan linear
wheal
diturunkan
Cold
Urticaria dari cold
(herediter)
urticaria/angioedema.

• Idiopathic atau primary acquired cold


urticaria 
sakit kepala, hipotensi, sinkop, wheezing,
shortness
of breath, palpitasi, nausea, vomiting,
dan diare
.
• Serangan terjadi dalam hitungan menit
setelah
paparan yang meliputi perubahan dalam
• Jika seluruh tubuh dingin, seperti dalam
keadaan
berenang, hipotensi dan sinkop, yang
berpotensi
mematikan dapat terjadi.

• Bentuk yang jarang dari acquired cold


urticaria 
systemic cold urticaria, localized cold
urticaria, cold-
induced cholinergic urticaria, cold-
dependent
dermographism, dan localized cold reflex
autoinflammatory
syndrome)  kelainan autosomal dominan
dengan genetic
linkage terhadap kromosom 1q44.

• Erupsi  makula eritematous disertai rasa


panas seperti
terbakar dan pruritus dan jarang dengan
biduran, demam,
nyeri kepala, conjunctivitis, arthralgia, dan
neutrophilic
leukocytosis

• Jarak antara paparan dingin dan onset


munculnya gejala
adalah kurang lebih 2,5 jam, dan rata-rata
• Delayed cold urticaria  lesi eritematous,
oedem,
dan pembengkakan lebih dalam yang
muncul 9-18
jam setelah paparan dingin.

• Biopsi kulit  oedem dengan sedikit


jumlah sel
mononuclear; sel-sel mast tidak
mengalami
degranulasi; dan protein komplemen,
immunoglobulin, dan fibrin tidak
ditemukan.
Gambar 3. Cold urticaria
Urtikaria
• Terjadi setelah peningkatan suhu inti tubuh,
Kolinergi
seperti selama
k
mandi dengan air hangat, olahraga, atau
episode demam.

•Prevalensi tertinggi  usia 23-28 tahun.


Erupsi  biduran bentuk papular, bulat, ukuran
kecil kira-
kira 2-4 mm yang dikelilingi oleh flare eritema
sedikit atau
luas; kadang lesi dapat menjadi konfluen, atau
angioedema
dapat terjadi.

• Gejala sistemik  pusing, nyeri kepala, sinkop,


flushing,
pada kira-kira
1/3 pasien.

• Perubahan dalam fungsi pulmonal telah


didokumentasikan
selama percobaan exercise challenge atau
setelah inhalasi
acetylcholine.

• Kasus-kasus familial telah dilaporkan hanya


pada laki-laki
dalam empat keluarga  kecenderungan
kelainan
autosomal dominan inheritance.

• Setelah exercise challenge, histamin dan faktor


Gambar 4. Cholinergic
urticaria
Local
Heat
• Bentuk yang jarang dimana biduran terjadi
Urticaria
dalam beberapa
menit setelah paparan dengan panas secara
lokal.

• Histamin, neutrophil aktivitas chemotactic, dan


PGD 2
ditemukan dalam sirkulasi pada penelitian
experimental.

• Bentuk familial delayed dari local heat urticaria


dimana
urtikaria terjadi 1-2 jam setelah challenge test
dan
menitSolar
Urticaria
setelah paparan dengan sinar matahari atau
sumber cahaya
buatan.

• Nyeri kepala, sinkop, pusing, wheezing, dan


nausea
merupakan gambaran sistemik.

• 48% pasien mempunyai riwayat atopi.


• Solar urtikaria dapat berhubungan dengan SLE&
PMLE 
idiopatik.

• Histamin dan faktor kemotaktik untuk eosinofil


dan neutrofil
Exercise-Induced
Anaphylaxis
•  Gejala klinis yang kompleks  pruritus, urtikaria,
angioedema (kutaneus, laringeal, dan intestinal),
dan sinkop yang berbeda dari cholinergic urticaria.
• biduran tidak mempunyai punctate tetapi dengan
ukuran yang normal.
• Variasi tipe dari sindroma ini exercise-induced
anaphylaxis, food-dependent exercise-induced
anaphylaxis, bentuk varian dimana biduran punctata
timbul setelah exercise.
• Pada exercise-induced anaphylaxis, tes fungsi paru
normal, specimen biopsi menunjukkan degranulasi
sel mast, dan pelepasan histamin dan tryptase ke
dalam sirkulasi.
• Adrenergic urticaria
 timbul sebagai biduran dikelilinngi oleh white halo
yang terjadi selama stress emosional. Lesi dapat
ditemukan dengan injeksi norepinefrin
intrakutaneus.

• Aquagenic urticaria and aquagenic pruritus


• Kontak kulit dengan air pada temperatur
berapapun dapat menghasilkan pruritus sendirian
atau, lebih.
• Erupsi  biduran-biduran kecil yang mirip dengan
cholinergic urticaria. Pasien-pasien dengan
aquagenic pruritus sebaiknya dievaluasi untuk
menyingkirkan kelainan hematologik.
URTIKARIA KONTAK
• Urtikaria dapat terjadi setelah kontak langsung
dengan beberapa substansi  disebabkan faktor
immunologik yang dimediasi IgE atau
nonimmunologik.
• Transient eruption muncul dalam beberapa menit
ketika dimediasi oleh IgE  Protein dari produk-
produk latex
• Kelompok risiko didominasi oleh pekerja biomedis
dan orang-orang dengan frekuensi kontak dengan
latex yang sering.
• Bulu-bulu arthropoda & bahan-bahan kimia dapat
melepaskan histamin secara langsung dari sel-sel
mast.
• Papular urtikaria terjadi sebagai lesi
papular urtikaria dengan diameter 3-10
mm, distribusi simetris, serangan episodik
yang berasal dari reaksi hipersensitif
terhadap gigitan serangga, seperti nyamuk,
kutu, dan bedbugs.
• Kondisi ini muncul terutama pada anak-
anak. Lesi cenderung muncul pada
kelompok area yang terekspose, seperti
aspek ekstensor dari ekstremitas.
• Pada wanita hamil dapat muncul erupsi
papular urtikaria dan plak disertai gatal yang
dikenal dengan “Pruritic Urticarial Papules
and Plaques of Pregnancy” (PUPP)
• Insidensi kira-kira 1 dari 160 kehamilan.
• Sering muncul pada primigravida pada
trimester III akhir atau segera dalam periode
post partum.
• Erupsi muncul secara tiba-tiba dengan 90% di
abdomen, dan dalam beberapa hari dapat
menyebar secara simetris dengan tidak
melibatkan wajah.
erupsi menetap dan intensitasnya dapat
meningkat, hilang pada kebanyakan kasus
sebelum atau dalam 1 minggu post partum.
Diduga disebabkan reaksi terhadap distensi
abdomen.
Rasa gatal dapat diredakan dengan
pemberian topikal steroid sedang dan
antihistamin. Prednisone (40 mg/hari)
mungkin diperlukan jika pruritus sukar hilang.
Gambar 5. PUPP
URTIKARIA AUTOIMUN
Sirkulasi autoantibodi telah diketahui berada di
dalam serum pada beberapa pasien dengan
urtikaria idiopatik kronik  autoimmune
urticaria.
Antibodi-antibodi ini diperkirakan ada pada
sedikitnya 35-40% dari pasien dengan
urtikaria idiopatik kronik.
Pasien-pasien dengan autoantibodi
mempunyai jumlah biduran yang lebih banyak
dengan distribusi yang lebih luas, pruritus lebih
berat, dan gambaran sistemik dari nausea,
nyeri abdomen, diare, dan flushing.
Dimediasi oleh Sistem Komplemen
dan Sistem Efektor Plasma
Lainnya
•  ANGIOEDEMA HEREDITER DAN DIDAPAT
• Angioedema herediter  kelainan yang diturunkan
secara dominan yang ditandai dengan serangan
berulang/rekuren angioedema yang melibatkan kulit dan
membran mucus saluran respirasi dan gastrointestinal.
Terdapat defisiensi fungsional dari inhibitor komponen
first activated dari sistem komplemen (C1INH).
• Angioedema didapat dengan deplesi C1INH mempunyai
dua bentuk  1. berhubungan dengan keganasan
(limfoma sel B ), Bentuk yang lain berhubungan dengan
autoantibodi secara langsung melawan molekul C1INH.
• Gambaran klinis diantaranya angioedema tanpa
urtikaria, oedem laring, dan nyeri abdomen dengan
muntah-muntah. Serangan dapat terjadi selama
kehamilan dan dengan pemberian estrogen eksogen.
Gambar 6. Angioedema
herediter.

• Tampak wajah penderita yang sangat kontras


saat dalam serangan dan di luar serangan
VENULITIS URTIKARIA
• Urtikaria kronik dan angioedema dapat
sebagai manifestasi dari cutaneous
necrotizing venulitis, yang dikenal sebagai
urticarial venulitis.
• Gambaran klinis  demam, malaise,
arthralgia, nyeri abdomen, dan lebih
jarang, konjungtivitis, uveitis, diffuse
glomerulonephritis, penyakit paru
obstruktif dan restriktif, hipertensi
intrakranial benigna.
Gambar 7. Vasculitis urticaria.
Purpura muncul setelah urtikaria
hilang
URTIKARIA AKIBAT SERUM
SICKNESS
• Serum sickness  efek samping yang
disebabkan oleh pemberian serum
heterologus kepada manusia, dapat terjadi
setelah pemberian obat-obatan.
• terjadi 7-21 hari setelah pemberian serum
heterolog (transfusi darah, plasma) 
ditandai dengan demam, urtikaria,
limfadenopati, myalgia, arthralgia, dan
arthritis.
• self-limited dan berlangsung sampai 4-5
hari.
URTIKARIA AKIBAT REAKSI
TRANSFUSI PRODUK DARAH
diakibatkan  pembentukan kompleks
imun  dibentuk dari antigen dalam
produk darah donor  berupa IgA yang
bereaksi dengan antibodi-antibodi dalam
tubuh resipien + aktivasi komplemen 
perubahan vaskular dan otot polos secara
langsung atau tidak langsung, via
anafilatoksin, atau dengan pelepasan
mediator-mediator sel mast.
URTIKARIA AKIBAT INFEKSI
Berhubungan dengan infeksi virus saluran
pernafasan  sering pada anak-anak
Urtikaria hilang dalam 3 minggu
URTIKARIA YANG BERHUBUNGAN
DENGAN TERAPI (ACE) INHIBITOR
• Angioedema berhubungan dengan obat ACE
inhibitor
• Mengenai daerah kepala, leher, mulut, lidah
faring dan laring
• Gambaran klinis : batuk dan angioedema
• Kontraindikasi : riwayat angioedema
idiopatik, herediter, dan defisiensi C1INH
• Hipotesis : bradinkinin secara normal
didegradasi sebagian oleh ACE 
terakumulasi dalam jaringan karena obat ACE
inhibitor
URTIKARIA/ANGIOEDEMA
IDIOPATIK
 70% pasien urtikaria/angioedema (paling sering)
penyebab tidak diketahui
 Penyebab : Infeksi, kelainan metabolic, dan hormonal,
keganasan, dan faktor emosi
 Meta-analysis : urtikaria dan infeksi H.pylori 
perbaikan empat kali lebih tinggi jika diberi antibiotik
 Cyclic episodic angioedema  berubungan dengan
demam, pertambahan berat badan, tidak adanya
kerusakan organ dalam, perjalanan klinis yang
benigna, dan eosinofilia.
 Biopsi  ↑ kadar eosinophils, eosinophil granule
proteins, dan CD4 HLA-DR, IL-1, soluble IL-2 receptor,
dan IL-5
PATOGENESIS
Sel mast kutaneus terstimulasi mengeluarkan C5a,
morfin, dan kodein, neuropeptida substansi P (SP),
vasoactive intestinal peptide (VIP), dan somatostatin,
neurokinin A dan B, bradikinin, dan calcitonin gene–
related peptide (CGRP)  melepaskan histamin
Histamin, bradikinin, leuketrien C4, prostaglandin D2
dari sel mast dan basofil di kulit  aktivasi reseptor
histamin H1 pada sel endotel dan otot polos, serta
aktivasi reseptor histamin H2 pada arteriol dan
venula permeablitas ↑  Menyebabkan
ekstravasasi cairan ke kulit  urtikaria
Pelepasan histamin  intensitas pruritus
• Proses patogenesis disebabkan :
• Respon alergi tipe I IgE diinisiasi oleh kompleks
imun antigen-mediated IgE yang mengikat dan
cross-link reseptor Fc pada permukaan sel-sel
mast dan basofil  pelepasan histamin
• Respon alergi tipe II dimediasi oleh sel-sel T
sitotoksik  deposit Ig, komplemen, dan fibrin
di sekitar pembuluh darah  vaskulitis
urtikaria
• Kompleks imun tipe III  SLE dan penyakit
autoimun  urtikaria.
• Komplemen-mediated urtikaria disebabkan oleh
infeksi bakteri dan virus, serum sickness, dan
reaksi transfusi (produk donor bereaksi dengan
antibodi IgE resepien)
• Obat opioids, vecuronium, succinylcholine,
vancomycin, agen-agen radiokontras  degranulasi
sel mast melalui mediasi non Ig-E  urtikaria
• Urtikaria fisik  immediate pressure urticaria,
delayed pressure urticaria, cold urticaria, dan
cholinergic urticaria. 
• Urtikaria kronik idiopatik  penyebab tidak dapat
ditemukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Anamnesis : penyebab
 Pemeriksaan fisik :
 Urtikaria kolinergik  biduran kecil dengan flare
eritematosa besar
 Urtikaria dermographism  biduran linier
 Urtikaria karena paparan cahaya, panas dan dingin 
lokalisasi lesi pada daerah mudah terpapar
 Physical test :
 “brisk stroke” atau tes dengan goresan tajam 
dermographism
 Pemakaian bebat  delayed pressure urticaria
 Aplikasi stimulus dingin atau panas cold-induced
urticaria dan localized heat urticaria.
 Melakukan aktivitas berat cholinergic urticaria
 Phototest  solar urticaria
Pemeriksaan laboratorium
• Tidak ada rekomendasi evaluasi diagnostic
laboratorium untuk urtikaria/angioedema
kronik
• Cryoprotein  acquired cold urticaria.
• Tes antinuclear antibody  solar urticaria.
• Autoantibodi terhadap thyroglobulin dan
peroxidase  penyakit tiroid autoimun dan
urtikaria/angioedema
• Serum complement protein  urticarial
venulitis dan defisiensi C1INH herediter dan
didapat.
Biopsi kulit dari lesi urtikaria kronik 
urticarial venulitis.
Prick skin tes rutin atau radioallergosorbent
test (RAST)  specific IgE-mediated
antigen sensitivity pada urtikaria kronik.
• Prinsip terapi utama urtikaria adalah
mengindari pajanan antigen.
• Antihistamin penghambat reseptor H1
– Diphenhydramin dan hydroxyzin adalah H1
blocker yang paling sering digunakan  potensi
sedatif
– H1 blocker efektif dalam meredakan pruritus dan
rash dari urtikaria akut.
• H1 blocker sedative minimal yang lebih baru
seperti fexofenadine, loratadine, desloratadine,
cetirizine, dan levocetirizine manajemen
urtikaria kronik dari pada akut
• Antihistamin H2, seperti cimetidine,
famotidine, dan ranitidine dapat
dikombinasikan dengan antihistamin H1 
efek sinergis dan sering memberikan hasil
yang lebih cepat dan resolusi lengkap
• Doxepin adalah antidepressant dan
antihistamin yang menghambat reseptor
H1 dan H2 dan mungkin efektif pada kasus
yang sulit disembuhkan dalam dosis 25-50
mg saat tidur atau 10-25 mg 3-4 kali per
hari.
• Glukokortikoid dapat menstabilisasi membran sel mast
dan menghambat pelepasan histamin lebih lanjut. Ia juga
mengurangi efek inflamasi dari histamin dan mediator
lainnya.  
– Pada dewasa, prednisone 40-60 mg/hari selama 5 hari. Pada
anak-anak, terapi 1 mg/kg/hari selama 5 hari. Tapering off
dosis kortikosteroid tidak diperlukan pada kebenyakan kasus
urtikaria akut.
• Keefektifan epinefrin pada urtikaria akut adalah
kontroversial. Jika angioedema tampak disertai dengan
urtikaria, epinefrin 0.3-0.5 mg dapat diberikan secara
i.m. , kecuali ACE-inhibitor–induced angioedema (tidak
dimediasi IgE)
• Penggunaan methotrexate, colchicine, dapsone,
indomethacin, dan hydroxychloroquine dapat efektif
dalam manajemen vasculitic urticaria
TATALAKSANA URTIKARIA
• Tanda atau gejala reaksi alergi: urtikaria,
angioedema, atau syok anafilaksis.
• Jika angioedema tampak menyertai urtikaria,
pemberian 0.3-0.5 mg epinefrin i.m.
• Jika bronkospasme muncul, nebulisasi
bronkodilator
• Periksa EKG serial, monitoring tekanan darah
dan pulse oximetry  Kristaloid i.v dan
oksigen.
• Diphenhydramine (25 mg IV atau 50 mg IM or
PO) atau hydroxyzine (50 mg IM atau PO)

Anda mungkin juga menyukai