Anda di halaman 1dari 71

BAB I

PENDAHULUAN

Kanker payudara (KPD) merupakan keganasan pada jaringan payudara


yang dapat berasal dari epitel ductus maupun lobulusnya. Kanker payudara
merupakan salah satu jenis kanker terbanyak di Indonesia. Berdasarkan
Pathological Based Registration di Indonesia, KPD menempati urutan pertama
dengan frekuensi relatif sebesar 18,6%. (Data Kanker di Indonesia Tahun 2010,
menurut data Histopatologik; Badan Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter
Spesialis Patologi Indonesia (IAPI) dan Yayasan Kanker Indonesia (YKI)).
Diperkirakan angka kejadiannya di Indonesia adalah 12/100.000 wanita,
sedangkan di Amerika adalah sekitar 92/100.000 wanita dengan mortalitas yang
cukup tinggi yaitu 27/100.000 atau 18 % dari kematian yang dijumpai pada
wanita. Penyakit ini juga dapat diderita pada laki - laki dengan frekuensi sekitar
1%. Di Indonesia, lebih dari 80% kasus ditemukan berada pada stadium yang
lanjut, dimana upaya pengobatan sulit dilakukan.1
Menurut data GLOBOCAN (IARC/ International Agency for Research on
Cancer) tahun 2012 diketahui bahwa kanker payudara merupakan penyakit
kanker dengan persentase kasus baru (setelah dikontrol oleh umur) tertinggi, yaitu
sebesar 43,3%, dan persentase kematian (setelah dikontrol oleh umur) akibat
kanker payudara sebesar 12,9%. Di Eropa Barat, Amerika Utara dan Negara maju
lain, insiden carcinoma mammae menempati posisi pertama dari kanker kaum
wanita. RRC walaupun tergolong Negara berinsiden rendah, tapi insidennya
menunjukkan tren meningkat jelas, di Beijing, Shanghai, Tianjin, dan Kota besar
lain insiden carcinoma mammae telah melonjak menempati posisi pertama dari
berbagai kanker wanita. Menurut statistik, setiap tahun di RRC terdapat 40.000
lebih wanita meninggal karenanya, maka kanker mammae telah menjadi salah
satu penyakit serius yang mengancam serius jiwa wanita Negara kita.2,3
Terdapat berbagai faktor yang diperkirakan meningkatkan risiko kanker
payudara, antara lain faktor usia genetik, dan familial, hormonal, gaya hidup,
lingkungan, dan adanya riwayat tumor jinak. Separuh dari orang yang memiliki

1
berbagai faktor-faktor di atas akan menderita kanker payudara. Gejala kanker
payudara sangat dipengaruhi oleh lokasi tumor dan ciri pertumbuhannya.
Berbagai gejala yang biasanya mendorong pasien untuk datang ke dokter antara
lain adanya benjolan di payudara yang tidak nyeri (66%); nyeri usik pada
payudara unilateral maupun bilateral; nyeri lokal di salah satu payudara; retraksi
kulit atau puting; keluarnya cairan dari puting; eksim, radang, atau ulserasi puting
susu; benjolan ketiak serta edema lengan.4
Penatalaksanaan kanker payudara telah mengalami kemajuan yang sangat
pesat, akan tetapi angka kematian dan angka kejadian kanker payudara masih
tetap tinggi karena penderita ditemukan pada stadium lanjut. Kanker payudara
akan mendapat penanganan yang secepatnya dan akan memberikan harapan
kesembuhan serta harapan hidup yang lebih baik apabila kanker payudara
dideteksi sejak dini. Hasil penelitian para ahli menunjukkan kanker payudara
ditemukan secara tidak sengaja oleh penderita, yakni sekitar 90% kanker payudara
ditemukan dengan pemeriksaan payudara sendiri. Dengan demikian, akan sangat
besar artinya bila pemeriksaan pada payudara sendiri lebih digalakkan terhadap
kaum wanita terutama yang lebih dari 30 tahun (cancer age) sehingga diharapkan
akan banyak dijaring kasus kanker secara dini.5
Berdasarkan hal tersebut di atas, perlu pemahaman tentang upaya
pencegahan, diagnosis dini, pengobatan kuratif maupun paliatif serta upaya
rehabilitasi yang baik, agar pelayanan pada penderita dapat dilakukan secara
optimal. Berikut ini akan disajikan laporan kasus “Carcinoma Mammae Stadium
IV” di bangsal RSU Anutapura.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Tumor adalah jaringan baru (neoplasma) yang timbul dalam tubuh
akibat pengaruh berbagai faktor penyebab tumor yang menyebabkan
jaringan setempat pada tingkat gen kehilangan kendali normal atas
pertumbuhannya. Tumor dapat dibagi menjadi tumor jinak dan tumor ganas.
Tumor jinak dapat mendesak jaringan organ sekitarnya, namun biasanya
tidak berinfiltrasi merusak jaringan sekitarnya, juga tidak bermetastasis,
sehingga bahayanya relatif kecil. Tumor ganas sering kali tumbuh dengan
pesat, bersifat invasif (menginfiltrasi jaringan sekitarnya) dan bermetastasis,
bila tidak mendapatkan terapi yang efektif biasanya membawa kematian.
Tumor ganas yang timbul dari epitel disebut sebagai carcinoma.1
Kanker payudara merupakan keganasan pada jaringan payudara yang
dapat berasal dari epitel ductus maupun lobulusnya. Kebanyakan kanker
payudara berasal dari ductus yang menyalurkan susu ke nipple (ductal
cancers). Beberapa juga berasal dari kelenjar yang menghasilkan susu
(lobular cancers). Sejumlah kecil kanker berawal dari jaringan lain pada
payudara, yang disebut sebagai sarcoma dan lymphoma dan sebenarnya
tidak tergolong sebagai kanker payudara. Carcinoma mammae stadium IV
merupakan carcinoma mammae yang telah mengalami metastasis ke organ
lain seperti otak, pleura, paru, hati atau ke tulang.3,4,6

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


1. Morfologi
Kelenjar mammae wanita dewasa belum pernah melahirkan
berupa benjolan berbentuk kerucut, wanita yang telah menyusui
bentuknya cenderung menurun dan mendatar; kelenjar mammae
wanita lanjut usia mengalami atrofi bertahap. Mammae kedua sisi
berukuran serupa, tapi tidak harus simetris. Kelenjar mammae wanita

3
sebagian besar terletak di anterior otot pectoralis major, sebagian kecil
dari bagian latero-inferiornya terletak di depan otot serratus anterior.
Batas superior, inferior terletak di antara sela iga 2-6 atau ke 3-7, batas
medial adalah linea parasternal, batas lateral adalah linea axillaris
anterior, kadang kala mencapai linea axillaris media. Beberapa
kelenjar mammae memiliki kutub latero-superior berekstensi hingga
fossa axilla, membentuk cauda axillar dari kelenjar mammae, disebut
juga ‘eminentia axillaris’.1

Gambar 2.1 Struktur anatomi payudara normal7,8

4
Gambar 2.2 Pembagian quadran payudara7,8

2. Struktur kelenjar mammae


Sentrum dari kelenjar mammae adalah papilla mammae,
sekelilingnya terdapat lingkaran areola mammae. Areola mammae
memiliki banyak tonjolan kelenjar areolar, waktu menyusui dapat
menghasilkan sebum yang melicinkan papilla mammae. Kelenjar
mammae memiliki 15-20 lobuli, tiap lobulus merupakan satu sistem
tubuli laktiferi (nipple-areola complex, NAC). Tiap sistem tubuli
laktiferi berawal dari papilla mammae tersusun memancar. Sistem
tubuli laktiferi dapat dibagi menjadi sinus laktiferi, ampulla ductus
laktiferi, ductus laktiferi besar, sedang, kecil, terminal, dan asinus
serta bagian lainnya. Sebagian ductus besar menjelang ke papilla
saling beranastomosis. Maka jumlah pori muara ductus laktiferi lebih
sedikit dari jumlah lobuli laktiferi. Dari pori ductus laktiferi hingga
sinus laktiferi dilapisi epitel squamous berlapis, dari distal sinus
laktiferi hingga ductus besar di bawah areola dilapisi sel torak berlapis
ganda, selanjutnya berbagai tingkat ductus dilapisi satu lapis sel epitel
torak, asinus dilapisi satu lapis sel epitel torak atau kubus.1,4

5
3. Fasia yang berkaitan dengan glandula mammae
Glandula mammae terletak di antara lapisan superfisial dan
lapisan profunda dari fasia superfisial subkutis. Serabut lapisan
superfisial fasia superfisial dan glandula mammae dihubungkan
dengan jaringan serabut pengikat, yang disebut dengan ligamentum
Cooper mammae. Jika ligament ini terinvasi tumor hingga menyusut,
di kulit bersangkutan akan timbul cekungan, secara klinis dikenal
dengan ‘tanda lesung’. Posterior dari glandula mammae adalah lapisan
profunda fasia superfisial subkutis, di anterior fasia M. pectoralis
major terdapat struktur yang longgar, disebut dengan celah posterior
glandula mammae, maka glandula mammae dapat digerakkan bebas di
atas permukaan otot pectoralis major. Jika tumor menginvasi fasia M.
pectoralis major atau M. pectoralis major, mobilitasnya akan
berkurang atau terfiksasi padanya.1

Gambar 2.4 Sistem fasia payudara10

4. Pemasokan darah
Pasokan darah kelenjar mammae terutama berasal dari cabang
arteri axillaris, ramus perforata intercostales 1-4 dari arteri mammaria
interna dan ramus perforata arteri intercostales 3-7. Cabang arteri
axillaris dari medial ke lateral adalah arteri thoracalis superior, arteri
thoracalis acromial, arteri thoracalis lateralis. Agak ke lateral dari
arteri thoracalis lateralis terdapat arteri subscapularis. Arteri ini

6
walaupun tidak memasok ke kelenjar mammae tapi pada operasi
mastektomi radikal untuk kanker mammae harus dibersihkan kelenjar
limfe sekitarnya, mudah rudapaksa waktu operasi, harus hati-hati bila
perlu boleh diligasi, dipotong.1

Gambar 2.5 Vaskularisasi payudara8

Vena dapat dibagi menjadi 2 kelompok, superfisial dan


profunda. Vena superfisial terletak di subkutis, mudah tampak,
bermuara ke vena mammaria interna atua vena superfisial leher. Vena
dalam berjalan seiring dengan arteri yang senama tersebut di atas,
secara terpisah bermuara ke vena axillaris, vena mammaria interna
dan vena azigos atau vena hemiazigos. Yang perlu diperhatikan
adalah, vena intercostales dan plexus venosus vertebral saling
berhubungan. Plexus venosus vertebral tak berkatup sehingga
tekanannya rendah, merupakan jalur penting menghubungkan vana
cava superior dan inferior. Sesuai perubahan tekanan vena vertebral,
darah di dalam vena vertebral sebelum bermuara ke vena cava dapat
mengalir bolak balik. Oleh karena itu, sel kanker mammae dapat

7
melalui vena intercostal masuk ke sistem vena vertebral, dan sebelum
masuk ke vena cava dapat mengalir ke segmen superior os femur,
pelvis, vertebra, scapula, cranium, dan tempat lain serta dapat
membentuk metastasis. Secara klinis disebut metastasis intercostal-
sistem vena vertebral.1

5. Drainase limfe
Saluran limfe kelenjar mammae terutama berjalan mengikuti
vena kelenjar mammae, drainasenya terutama meliputi: (1) Bagian
lateral dan sentral masuk ke kelenjar limfe fossa axillaris. (2) Bagian
medial masuk ke kelenjar limfe mammaria interna. Perlu diperhatikan
bahwa drainase limfe kelenjar mammae tidak memiliki batasan
absolut, ditambah lagi terdapat anastomosis di antara mereka, limfe
bagian medial dapat mengalir ke kelenajar limfe fossa axillaris, bagian
lateral dapat mengalir ke kelenjar limfe mammaria interna. Tapi
secara keseluruhan, kelenjar limfe fossa axillaris menerima sekitar
75% dari drainase limfe kelenjar mammae, sedangkan kelenjar limfe
mammaria interna hanya sekitar 20-25%. Selain itu, saluran limfe
subcutis kelenjar mammae umumnya masuk ke plexus limfatik
subareolar. Jika drainasenya terhambat, dapat mengalir ke kelenjar
mammae, kelenjar limfe fossa axillaris, dinding abdomen dan
subdiafragma kontralateral, dan lain-lain. Terdapat enam kelompok
kelenjar limfatik yang dikenali oleh ahli bedah yaitu kelompok
limfatik vena axillaris, mammaria eksterna, scapular, sentral,
subclavivular, dan interpectoral (Rotter’s group).1,4

8
Gambar 2.6 Drainase limfe payudara6,8

6. Persarafan
Kelenjar mammae dipersarafi oleh nervi intercostal ke 2-6 dan
3-4 rami dari plexus cervicalis. Sedangkan, saraf yang berkaitan erat
dengan terapi bedah adalah: (1) Nervus thoracalis lateralis. Kira-kira
di tepi medial M. pectoralis minor melintasi anterior vena axillaris
berjalan ke bawah masuk ke permukaan dalam M. pectoralis major.
(2) Nervus thoracalis medialis. Kira-kira 1 cm lateral dari nervus
thoracalis lateralis, tidak melintasi vena axillaris berjalan ke bawah
masuk ke M. pectoralis minor dan M. pectoralis major. Pada waktu

9
operasi radikal revisi jangan mencederai saraf ini, kalau terkena maka
pasca operasi otot pectorales akan atrofi. (3) Nervus thoracalis longus
dari plexus cervicalis. Menempel rapat pada dinding thorax berjalan
ke bawah, mempersarafi M. serratus anterior. Pada operasi radikal
harus menghindari rudapaksa. (4) Nervus thoracalis dorsalis dari
plexus brachialis. Berjalan bersama pembuluh darah subscapularis,
mempersarafi M. subscapularis, M. teres major. Pada oeprasi radikal
umumnya tak perlu direseksi. Tapi bila di sekitarnya terdapat kelenjar
limfe yang sulit dibersihkan maka saraf ini dapat dipotong.1

(a)

(b)

10
(c)
Gambar 2.7 (a) Persarafan payudara; (b) Gambaran skematik payudara dan
anterior (ACB) and lateral cutaneous branches (LCB) dari nervus intercostal
IV yang menginervasi nipple dan areola; (c) Persarafan area axilla.10,11

Fungsi fisiologis
Fungsi faal dasar dari kelenjar mammae adalah mensekresi susu,
menyusui bayi. Sekret pertama yang dikeluarkan kelenjar mammae sesudah
lahir disebut kolostrum. Kolostrum mengandung lebih sedikit lemak dan
lebih banyak protein daripada susu biasa dan kaya akan antibodi (terutama
IgA sekretorik) yang memberi neonatus sedikit kekebalan pasif, terutama di
dalam lumen ususnya. Bila seorang wanita menyusui, isapan anak akan
merangsang reseptor taktil pada puting susu, yang berakibat pelepasan
hormon oksitosin dari hipofisis posterior. Hormon ini menimbulkan
kontraksi sel-sel mioepitel pada alveoli dan ductus, yang berakibat
pengeluaran susu (milk-ejection reflex). Rangsangan emosional negatif,
seperti frustrasi, kegelisahan, atau amarah, dapat menghambat pelepasan
oksitosin dan mencegah terjadinya refleks tersebut.1,12
Fungsi lainnya adalah sebagi ciri seksual sekunder yang penting dari
wanita, termasuk organ tanda seks yang penting. Kelenjar mammae
merupakan target dari berbagai hormon, perkembangan, sekresi susu, dan
fungsi lainnya hanya dipengaruhi sistem endokrin dan cortex cerebri secara
tak langsung. Perkembangan dan hyperplasia ductuli glandulae mammae
terutama bergantung pada hormon gonadotropin dan estrogen, sedangkan

11
lobuli glandulae bergantung pada efek bersama dari progesterone dan
estrogen dengan proporsi sesuai barulah dapat berkembang baik.1
Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi
hormon. Perubahan pertama dimulai dari masa hidup anak melalui masa
pubertas, lalu masa fertilitas, sampai masa klimakterium, hingga
menopause. Sejak pubertas, pengaruh estrogen dan progesterone yang
diproduksi ovarium dan juga hormon hipofisis menyebabkan
berkembangnya ductus dan timbulnya asinus. Perubahan selanjutnya terjadi
sesuai dengan daur haid. Sekitar hari ke-8 haid, payudara membesar, dan
pada beberapa hari sebelum haid berikutnya terjadi pembesaran maksimal.
Kadang, timbul benjolan yang tidak nyeri dan tidak rata. Selama beberapa
hari menjelang haid, payudara meregang dan nyeri sehingga pemeriksaan
fisik, terutama palpasi, sulit dilakukan. Pada waktu itu, mamografi menjadi
rancau karena kontras kelenjar terlalu besar. Begitu haid mulai, semua hal
tersebut berkurang.4
Perubahan terakhir terjadi pada masa hamil dan menyusui. Pada
kehamilan, payudara membesar karena epitel ductus lobul dan ductus
alveolus berproliferasi, dan tumbuh ductus baru. Sekresi hormon prolactin
dari hipofisis anterior memicu laktasi. Air susu diproduksi oleh sel-sel
alveolus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui ductus ke puting
susu yang dipicu oleh oksitosin.4

C. HISTOLOGI PAYUDARA NORMAL


Setiap kelenjar payudara terdiri atas 15-25 lobus dari jenis
tubuloalveolar kompleks, yang berfungsi menyekresi air susu bagi neonatus.
Setiap lobus, yang dipisahkan satu sama lain oleh jaringan ikat padat dan
banyak jaringan lemak, sesungguhuya merupakan suatu kelenjar tersendiri
dengan ductus ekskretorius laktiferusnya sendiri. Ductus ini, dengan
panjang 2 - 4,5 cm, bermuara pada papilla mammae, yang memiliki 15 - 25
muara, masing-masing berdiameter 0,5 mm. Struktur histologi kelenjar

12
payudara bervariasi sesuai dengan jenis kelamin, usia, dan status
fisiologis.12

Gambar 2.8 Histologi payudara13

Gambar 2.9 Kelenjar mammae yang tidak aktif. Pulasan HE.14

Gambar 2.10 Kelenjar mammae selama laktasi Pulasan HE.14

13
D. EPIDEMIOLOGI
Menurut data GLOBOCAN (IARC) tahun 2012 diketahui bahwa
kanker payudara merupakan penyakit kanker dengan persentase kasus baru
(setelah dikontrol oleh umur) tertinggi, yaitu sebesar 43,3%, dan persentase
kematian (setelah dikontrol oleh umur) akibat kanker payudara sebesar
12,9%. Penyakit kanker terbanyak di RS Kanker Dharmais selama 4 tahun
berturut-turut adalah kanker payudara, serviks, paru, ovarium, rektum,
tiroid, usus besar, hepatoma, dan nasofaring. Selama tahun 2010-2013,
kanker payudara, kanker serviks dan kanker paru merupakan tiga penyakit
terbanyak di RS Kanker Dharmais, dan jumlah kasus baru serta jumlah
kematian akibat kanker tersebut terus meningkat.2

Gambar 2.11 Estimasi persentase kasus baru dan kematian akibat kanker
pada penduduk perempuan di Dunia tahun 20122

Tabel 2.1 Distribusi stadium klinis pasien kanker payudara di RSCM tahun
2007-201015

Variasi antara kelompok sangat menonjol


Penyakit ini terutama mengenai wanita, kanker mammae pria hanya
sekitar 1% dari kanker mammae.1

14
Usia timbulnya penyakit
Kebanyakan pada usia setengah baya dan lansia. Jarang terjadi pada
usia kurang 30 tahun, sedangkan yang kurang dari 20 tahun sangat jarang.
Data dari China hanya menemukan 3 kasus berusia kurang 20 tahun.
Menurut analisis data dari 6263 kasus di RS Kanker Universitas Zhongshan,
rentang usia pasien adalah 17-90 tahun, usia median 47 tahun. Dihitung
dengan selang usia 5 tahunan, pasien terbanyak berusia 45-49 tahun
(25,2%), disusul 40-44 tahun (15,8%), dan 54-59 tahun (15,6%).1
Dari seluruh kanker payudara, sekitar 50% tumbuh pada kuadran
lateral atas /upper outer quadrant, 10% pada ketiga kuadran yang lain, dan
20% di regio subareolar, karena lokasi ini banyak terdapat jaringan. Lesi
multifocal (misalnya yang timbul pada kuadran lain di luar massa tumor
utama) pada kurang lebih sepertiga pasien dan tidak jarang bilateral,
khususnya pada varian lobular carsinoma payudara. Sebagian besar kanker
payudara terjadi pada unit ductus terminal (kecuali yang menjadi penyakit
Paget dan carsinorna lobuler) dan perbedaan di antara tipe-tipe variasinya,
yang mempunyai gambaran patologi klinik tertentu, didasarkan pada
gambaran sitologik dan arsitektur individual.10,16

Gambar 2.12 Persentase area payudara yang sering terkena kanker17

E. ETIOLOGI
Etiologi carcinoma mammae masih belum jelas, tapi data
menunjukkan terdapat kaitan erat dengan faktor berikut:1
1. Riwayat keluarga dan gen terkait carcinoma mammae: penelitian
menemukan pada wanita dengan saudara primer menderita carcinoma
mammae, probabilitas terkena carcinoma mammae lebih tinggi 2-3

15
kali dibandingkan wanita tanpa riwayat keluarga. Penelitian dewasa
ini menunjukkan gen utama yang terkait dengan timbulnya carcinoma
mammae adalah BRCA-1 dan BRCA-2.1
2. Reproduksi: usia menarche kecil, henti haid lanjut dan siklus haid
pendek merupakan faktor risiko tinggi carcinoma mammae. Selain itu,
yang seumur hidup tidak menikah atau belum menikah, partus
pertama berusia lebih dari 30 tahun dan setelah partus belum
menyusui, berinsiden relatif tinggi.1
3. Kelainan kelenjar mammae: penderita kistadenoma mammae
hiperplastik berat berinsiden lebih tinggi. Jika satu mammae sudah
terkena kanker, mammae kontralateral risikonya meningkat.1
4. Penggunaan obat di masa lalu: penggunaan jangka panjang hormon
insidennya lebih tinggi. Terdapat laporan penggunaan jangka panjang
reserpine, metildopa, analgesik trisiklik, dan lainnya, dapat
menyebabkan kadar prolactin meninggi, berisiko karsinogenik bagi
mammae.1
5. Radiasi pengion: kelenjar mammae relatif peka terhadap radiasi
pengion, paparan berlebih menyebabkan peluang kanker lebih tinggi.1
6. Diet dan gizi: berbagai studi kasus-kelolah menunjukkan diet tinggi
lemak dan kalori berkaitan langsung dengan timbulnya carcinoma
mammae. Terdapat data menunjukkan orang yang gemuk sesudah usia
50 tahun berpeluang lebih besar terkena kanker mammae. Terdapat
laporan, bahwa minum bir dapat meningkatkan kadar estrogen dalam
tubuh, wanita yang setiap hari minum bir 3 kali ke atas berisiko
carcinoma mammae meningkat 50-70%. Penelitian lain menunjukkan
diet tinggi selulosa, vitamin A dan protein kedelai dapat menurunkan
insiden carcinoma mammae.1

F. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko yang erat kaitannya dengan peningkatan insiden kanker
payudara antara lain jenis kelamin wanita, usia > 50 tahun, riwayat keluarga

16
dan genetik (pembawa mutasi gen BRCA1, BRCA2, ATM atau TP53
(p53)), riwayat penyakit payudara sebelumnya (DCIS pada payudara yang
sama, LCIS, densitas tinggi pada mamografi), riwayat menstruasi dini (<12
tahun) atau menarche lambat (>55 tahun), menopouse (mati haid) setelah
umur 50 tahun, riwayat reproduksi (tidak memiliki anak, melahirkan anak
pertama sesudah umur 35 tahun dan tidak menyusui), hormonal, obesitas,
konsumsi alkohol, riwayat radiasi dinding dada, faktor lingkungan: merokok
dan terpapar asap rokok (perokok pasif), pola makan yang buruk (tinggi
lemak dan rendah serat, mengandung zat pengawet/pewarna).3,17

Tabel 2.2 Faktor risiko dan kelompok yang berisiko tinggi menderita kanker
payudara4

Tabel 2.3 Faktor risiko kanker payudara13,18


Gender Perempuan: Primary risk factor. Lifetime risk pada perempuan 1:8
dibandingkan laki-laki 1:1000. <1% pasien dengan kanker payudara adalah
laki-laki. Bagaimanapun juga, kanker payudara pada laki-laki yang
menunjukkkan ekspresi reseptor estrogen, progesterone dan androgen receptor
(ARs) dan pada laki-laki dengan Klinefelter's syndrome telah diamati memiliki
peningkatan kecenderungan untuk mengembagkan kanker payudara.
Usia Usia: risiko meningkat seiring usia. Risiko usia 40 tahun = 1:217 dan risiko
usia 80 tahun = 1:10. Penelitian menunjukkan bahwa kanker payudara sangat
jarang pada usia sebelum 20 tahun, tapi insiden meningkat secara bertahap
seiring dengan bertambahnya usia, dan pada usia 90 tahun, 1/5 wanita
menderita kanker payudara. Hal ini mengindikasikan bahwa hormon

17
reproduktif yang dihasilkan oleh glandula adrenal dan ovarium terlibat dalam
pathogenesis kanker payudara, karena kanker yang tidak responsive terhadap
hormon tidak akan menunjukkan perubahan yang cukup besar dari insiden
selama periode reproduksi wanita.
Tinggi dan Tinggi: wanita yang lebih tinggi, baik itu pre-dan postmenopausal, memiliki
berat badan risiko yang sedikit lebih tinggi; hal ini terkait dengan hormonal stimulation.
Berat badan: body-mass index (BMI) yang tinggi merupakan faktor risiko
untuk wanita postmenopausal, hal ini disebabkan oleh jaringan adipose yang
menghasilkan estrogen via aromatase, yang mana disintesis dari kolesterol.
BMI tinggi dapat berisiko lebih rendah pada premenopausal breast cancer
karena anovulasi dan menurunkan sirkulasi estrogen dan progesterone.
Penelitian menunjukkan bahwa risiko kanker payudara khususnya pada wanita
obese yang tidak menggunakan hormon replacement therapy (HRT), dan setiap
5 kg dari berat badan, meningkatkan risiko kanker payudara 8%.
Riwayat Riwayat dari benign proliferative breast disease: breast biopsy sebelumnya
medis menunjukkan perubahan proliferatif, khususnya dengan atypical epithelial
cells.
Riwayat kanker: riwayat kanker payudara, endometrium, atau ovarium.
Riwayat Menarche usia dini (<12) dan menopause usia lanjut (> 55): berkonstribusi
reproduksi terhadap durasi paparan efek karsinogen dari hormon sex (gonadal). Risiko
meningkat secara linear dengan jumlah kumulatif siklus ovulasi. Proliferasi
epitelium payudara terjadi pada fase luteal dari siklus ovulasi, sehingga
meningkatkan risiko promosi sel dimulai. Hal ini didukung oleh penelitian yang
menunjukkan risiko kanker payudara menurun 15-20% untuk setiap tahun dari
penundaan menarche, dan menopause terlambat pada usia 55 ke-atas
merupakan faktor risiko. Hal ini disebabkan menarche awal dan delayed
menopause akan meningkatkan durasi paparan estrogen selama tahun
reproduksi wanita, tetapi terdapat kolaborasi faktor genetic dan lingkungan
terhadap perkembangan kanker payudara.
Kelahiran full-term pertama pada usia lanjut (>35), nulliparity, dan ibu
yang tidak menyusui bayinya: kehamilan menginduksi diferensiasi terminal
dari sel luminal dengan terpaparnya jaringan terhadap human chorionic
gonadotrophin (hCG). Ekspresi gen payudara berubah secara permanen setelah
kehamilan, meningkatkan jalur repair DNA dan mengontrol penuh apoptosis.
Bagaimanapun juga, kehamilan itu sendiri menyebabkan risiko sementara dari
kanker payudara karena peningkatan paparan estrogen dan progesteron, yang
mendorong proliferasi pada sel inisiasi. Namun, baik pada usia awal (kurang
dari 20 tahun versus 30 tahun) pada full-term birth pertama dan paritas yang
tinggi menurunkan risiko kanker payudara terhadap setengah dari risiko wanita
yang tidak memiliki anak. Hal ini dikarenakan level estrogen lebih rendah pada
kehamilan dan pada wanita yang memiliki banyak anak.
Riwayat Hormon replacement therapy (HRT): gabungan terapi estrogen dan
paparan progesteron telah dikaitkan dengan terhadap perkembangan kanker payudara
pada wanita pascamenopause; tidak hanya estrogen saja. Kontrasepsi oral
(OCP) tidak meningkatkan risiko. Estrogen dan progesteron pada HRT
cenderung meningkatkan lesi preneoplastic daripada menginisiasi mereka.
Karena OCP digunakan pada wanita yang lebih muda, jumlah lesi preneoplastic
jauh lebih rendah dari pada wanita postmenopause, sehingga risiko OCP jauh
lebih rendah. Meta-analisis menunjukkan long-term HRT bertanggung jawab
untuk tumor payudara pada wanita usia 50 dan 70 tahun. Selain itu, penelitian

18
lain menunjukkan bahwa HRT terkait dengan peningkatan risiko kanker
payudara khususnya pada penggunaan estrogen ditambah progestin selama lima
tahun dan lebih lama. Bagaimanapun juga, HRT memiliki keuntungan,
termasuk meringankan vaginal dryness dan gatal, menurunkan tension
headache, mood swings dan depresi, menurunkan risiko osteoporosis dan
fraktur patologis, hal ini terkait dengan kondisi umum dari individu.
Radiasi pengion: Jaringan payudara sensitif terhadap efek karsinogenik dari
radiasi. Risiko tertinggi pada payudara yang sedang berkembang dan absen
setelah menopause.
Merokok: Merokok memungkinkan karsinogen tembakau untuk menginisiasi
sel-sel payudara sebelum stimulasi hormonal saat dewasa muda dan kehamilan.
Asap rokok mengandung sedikitnya 20 karsinogen yang diketahui dapat
mengubah sel payudara.
Alkohol: Alkohol telah terbukti meningkatkan jumlah estrogen yang beredar
dalam sirkulasi, kemungkinan dengan mengurangi metabolisme hepatik,
meningkatkan aktivitas aromatase, atau meningkatkan produksi hormon seks
adrenal.
Diet Well-cooked meat dan diet tinggi lemak: terkait dengan peningkatan insiden
kanker payudara, telah diteliti bahwa diet yang mengandung 35-40% lemak
dalam kalori memiliki mammary tumour-producing effect. Hal ini disebabkan
karena diet tinggi lemak kaya akan kolesterol, yang mana merupakan precursor
dalam sintesis estrogen dan hormon steroid lain, sehingga menyebabkan
payudara terpapar estrogen dalam jumlah tinggi, yang dapat menstimulasi
perkembangan kanker.
Diet serat: menghambat resorpsi intestinal dari estrogen dan hal ini
memberikan proteksi yang lebih tinggi dengan daily intake 35-45g diet serat.
Faktor diet lainnya seperti soya beans dan vitamin juga dapat menurunkan
insiden penyakit, tetapi mekanismenya belum dapat dijelaskan.
Riwayat Keluarga tingkat pertama: risiko meningkat seiring dengan jumlah kerabat
keluarga yang menderita kanker, terutama kanker payudara onset dini, kanker payudara
bilateral atau kanker payudara laki-laki.
*Autosomal Sindrom predisposisi kanker payudara
dominant Hereditary breast and ovarian cancer (HBOC) Sindrom: terkait mutasi
dan high germline dalam gen supresor tumor BRCA1* dan BRCA2* terlibat dalam repair
penetrance DNA homolog.
genes Li-Fraumeni syndrome: ditandai dengan kanker payudara onset awal, sarkoma,
tumor otak, tumor korteks adrenal dan leukemia akut. Terkait mutasi germline
dalam gen TP53*. (Risiko seumur hidup = 90%).
Cowden syndrome: ditandai dengan tingginya tingkat kanker payudara dan
temuan mukokutan, gangguan tiroid dan carcinoma endometrium. Mutasi
germline terkait pada gen PTEN*. (Risiko seumur hidup = 50%).
Mutasi 5-10% kasus kanker payudara dianggap berhubungan langsung dengan warisan
BRCA1/2 dari mutasi pada gen BRCA1 atau BRCA2. Wanita yang membawa mutasi pada
gen BRCA1/2 memiliki risiko kanker payudara seumur hidup 50-80%.
Gen BRCA1 terletak pada kromosom 17q21 dan diklasifikasikan sebagai gen
supresor tumor. Berfungsi sebagai suatu pleiotropic DNA damage repair
protein. Mutasinya dikaitkan dengan basal-like phenotype dari kanker
payudara, subtipe grade tinggi III, jumlah mitosis yang tinggi, dan carcinoma
triple negative (ER/PR/HER2).
Gen BRCA2 terletak pada kromosom 13q12 dan juga diklasifikasikan sebagai

19
gen supresor tumor; meskipun tidak homolog dengan gen BRCA1. Namun,
dapat berikatan dengan BRCA1 untuk berpartisipasi dalam jalur respon
kerusakan DNA. Fungsi protein BRCA2 sebagai mediator dari mekanisme inti
dari rekombinasi homolog. Mutasinya terkait dengan carcinoma payudara yang
ER dan PR positif. Meskipun jarang berhubungan dengan basal-like phenotype
tetapi masih terkait dengan grade yang lebih tinggi (II atau III) bila
dibandingkan dengan kasus sporadis sesuai-usia.
Sel yang kurang BRCA1/2 jauh lebih sensitif terhadap radiasi pengion,
menunjukkan peran BRCA1/2 dalam respon kerusakan DNA (DNA damage
response/DDR), khususnya dalam memperbaiki rusaknya untai-ganda (double-
strand breaks/DSB), yang merupakan lesi utama yang ditimbulkan oleh radiasi
pengion.

G. PATOGENESIS/PATOLOGI
Pengaruh hormonal
Ekspresi gen pada carcinoma payudara
Kanker yang bergantung pada hormon steroid termasuk kanker
payudara, prostat, testis, ovarium dan endometrium, yang dihasilkan dari
deregulasi sekresi hormon, signaling, dan aksi reseptor. Terdapat dua tipe
reseptor intra-selular spesifik estrogen, alpha (α) dan beta (β) (berturut-turut
ERα dan ERβ), yang mana dihasilkan dari gen dan function as ligand-
activated transcription factor. Berbagai jaringan mengekspresikan reseptor
tersebut dengan payudara, ovarium dan endometrium mengekspresikan
ERα, sedangkan ginjal, otak, paru-paru dan beberapa organ tubuh lainnya
mengekspresikan ERβ. Peran ERβ pada karsinogenesis masih kontroversial
sedangkan, kontribusi yang jelas dari protein ERα telah ditetapkan.13,18
Kedua subtipe ER membawa DNA binding domain dan terdapat di
dalam nucleus dan sitosol. Ketika estrogen memasuki sel, ia mengikat ER
dan kompleks bermigrasi ke dalam nukleus dan menyebabkan produksi
transkripsi protein yang menginduksi perubahan dalam sel. Oleh sebab itu,
dikarenakan sifat proliferasi estrogen, stimulasi selular-nya dapat memiliki
konsekuensi negatif pada pasien yang mengekspresikan jumlah besar dari
reseptor intraseluler tersebut.13
Peran estrogen dalam progresi kanker payudara dan pengembangan

20
Estrogen memiliki efek signifikan pada pertumbuhan, diferensiasi,
dan fungsional banyak jaringan seperti payudara, uterus, sistem
cardiovascular, otak, dan traktus urogenital baik itu pada pria dan wanita.
Perkembangan tumor organ reproduksi seperti kanker payudara dan prostat
sering bergantung pada aksi hormon sex (estrogen, progesterone, dan
androgen), yang memberikan sejumlah besar efek biologis baik itu pada
kondisi normal dan abnormal selular. Telah diamati pula bahwa sel stromal
payudara normal dapat memodulasi pertumbuhan sel epithelial payudara
normal dan sel epithelial payudara neoplastic dan dapat mensekresikan
faktor pertumbuhan diikuti dengan stimulasi hormon endogenous. Jaringan
adipose mengandung enzim aromatase, yang menghasilkan estradiol dari
kolesterol sirkulasi. Oleh karena proporsi yang lebih tinggi dari sel lemak
pada payudara wanita lanjut usia, level estradiol dalam jaringan payudara
wanita post-menopause lebih besar dibandingkan level plasmanya.
Kecenderungan ini meningkatkan jumlah insiden kanker payudara seiring
bertambahnya usia dan mendukung peran hormon steroid dalam
pathogenesis kanker payudara.18
Dua hipotesis utama mencoba untuk menjelaskan efek tumorigenic
estrogen: (i) efek genotoksik metabolit estrogen melalui generasi radikal
(inisiator) dan (ii) sifat hormonal estrogen yang merangsang proliferasi
kanker serta sel premalignant (promotor).13
Peran Human Epidermal Growth Factor Receptor 2 (HER2)
HER2 tergolong dalam family epidermal growth factor receptor
(EGFR) dari proto-onkogen dan saat ini tidak diketahui memiliki ligan.
Bagaimanapun juga, protein ini telah terbukti membentuk cluster dalam
membran sel pada tumor payudara malignant. Mekanisme karsinogenesis-
nya sebagian besar masih belum diketahui, namun lebih dikaitkan dengan
pertumbuhan cepat dari tumor, kelangsungan hidup lebih pendek,
peningkatan risiko kekambuhan setelah operasi, dan respon yang buruk
terhadap agen kemoterapi konvensional.13

21
Patologi
Terdapat dua jenis sel utama pada payudara orang dewasa; sel
mioepitel dan sel sekretorik lumen. Secara klinis dan histopatologis, terjadi
beragam tahap morfologis dalam perjalanan menuju keganasan.
Kebanyakan kanker payudara adalah carcinoma, yang merupakan tipe
kanker yang berasal dari sel epithelial. Selain itu, terdapat pula kanker
payudara yang disebut adenocarcinoma, yang merupakan tipe carcinoma
yang berasal dari jaringan glandular. Tipe lain dari kanker yang terjadi pada
payudara adalah seperti sarcoma yang berasal dari jaringan otot, lemak,
ataupun jaringan ikat.4,6
Hiperplasia ductal, ditandai oleh proliferasi sel-sel epitel poliklonal
yang tersebar tidak rata yang pola kromatin dan bentuk inti-intinya saling
bertumpang tindih dan lumen ductus yang tidak teratur, sering menjadi
tanda awal kecenderungan keganasan. Sel-sel di atas relatif memiliki sedikit
sitoplasma dan batas selnya tidak jelas dan secara sitologik jinak. Perubahan
dari hyperplasia ke hyperplasia atipik (klonal), yang sitoplasma selnya lebih
jelas, intinya lebih jelas dan tidak tumpang tindih, serta lumen ductus yang
teratur, secara klinis meningkatkan risiko kanker payudara.4
Setelah hyperplasia atipik, tahap berikutnya adalah timbulnya
carcinoma in situ, baik carcinoma ductal maupun lobular. Pada carcinoma in
situ, terjadi proliferasi sel yang memiliki gambaran sitologis sesuai dengan
keganasan, tetapi proliferasi sel tersebut belum menginvasi stroma dan
menembus membrane basal.4
Carcinoma in situ lobular biasanya menyebar ke seluruh jaringan
payudara (bahkan bilateral) dan biasanya tidak teraba dan tidak terlihat pada
pencitraan. Sebaliknya, carcinoma in situ ductal merupakan lesi ductus
segmental yang dapat mengalami kalsifikasi sehingga memberi penampilan
yang beragam.4

22
Tabel 2.4 Klasifikasi keganasan primer payudara4

Gambar 2.15 Tumorigenesis4

Gambar 2.16 Penyebaran kanker payudara. A. Kelenjar limfe regional: (1)


axilla level Berg I; (2) interpectoralis (nodus Rotter), level Berg II; (3) level
Berg III; (4) mammaria interna; (5) supraclavicular; B. Metastasis jauh: (1)
otak; (2) pleura dengan eksudat pleura; (3) paru; (4) hati; (5) tulang (a.
vertebra, b. tulang panjang c. iga); (6) kulit4

23
Tabel 2.5 Metastasis hematogen kanker payudara4

Jenis patologik
Carcinoma mammae umumnya berupa carcinoma campuran, sering
kali terdapat beberapa jenis morfologi sekaligus, prinsip klasifikasi
patologik sering kali memberikan nama atas dasar komponen yang
dominan. Pada tahun 2000 para patolog China membagi carcinoma
mammae menjadi 5 jenis, tahun 2003 WHO membagi kanker mammae
menjadi 4 jenis.1
Tabel 2.6 Perbandingan klasifikasi patologik carcinoma mammae1

24
Jalur penyebaran
1. Invasi lokal
Kanker mammae sebagian besar timbul dari epitel ductus
kelenjar. Tumor pada mulanya menjalar dalam ductus, lalu
menginvasi dinding ductus dan ke sekitarnya, ke anterior mengenai
kulit, posterior ke otot pectoralis hingga dinding thorax.1
2. Metastasis kelenjar limfe regional
Metastasis tersering carcinoma mammae adalah ke kelenjar
limfe axillar. Data di China menunjukkan: mendekati 60% pasien
kanker mammae pada konsultasi awal menderita metastasis kelenjar
limfe axillar. Semakin lanjut stadiumnya, diferensiasi sel kanker
makin buruk, angka metastasis makin tinggi. Kelenjar limfe
mammaria interna juga merupakan jalur metastasis yang penting.
Menurut observasi klinik patologik, bila tumor di sisi medial dan
kelenjar limfe axillar positif, angka metastasis kelenjar limfe
mammaria interna adalah 50%; jika kelenjar limfe axillar negatif,
angka metastasis adalah 15%. Karena vasa limfatik dalam kelenjar
mammae saling beranastomosis, ada sebagian lesi walaupun terletak
di sisi lateral, juga mungkin bermetastasis ke kelenjar limfe mammaria
interna. Metastasis di kelenjar limfe axillar maupun kelenjar limfe
mammaria interna dapat lebih lanjut bermetastasis ke kelenjar limfe
supraclavicular.1
Untuk standarisasi luasnya diseksi axilla, kelenjar axilla dibagi
menjadi tiga level. Lever Berg I terletak di sebelah lateral otot
pectoralis minor. Level Berg II terletak di balik otot pectoralis minor.
Level Berg III mencakup kelenjar limfatik subclavicula di sebelah
medial otot pectoralis minor.4
3. Metastasis hematogen
Sel kanker dapat melalui saluran limfatik akhirnya masuk ke
pembuluh darah, juga dapat langsung menginvasi masuk ke pembuluh

25
darah (melalui vena cava atau sistem vena intercostal-vertebral)
hingga timbul metastasis hematogen. Hasil autopsy menunjukkan
lokasi tersering metastasis adalah paru, tulang, hati, pleura dan
adrenal, serta lainnya.1
Seluruh kanker payudara kecuali tipe medulare harus dibuat gradasi
histologisnya. Sistim gradasi histologis yang direkomendasikan adalah
menurut “The Nottingham combined histologic grade” (menurut Elston-
Ettis yang merupakan modifikasi dari Bloom-Richardson). Gradasinya
adalah sebagai berikut:16
Gx : Grading tidak dapat dinilai.
G1 : Low grade (rendah).
G2 : Intermediate grade (sedang).
G3 : High grade (tinggi).

H. MANIFESTASI KLINIS
Massa tumor
Sebagian terbesar bermanifestasi sebagai massa mammae yang tidak
nyeri, sering kali ditemukan secara tidak sengaja. Lokasi massa kebanyakan
di kuadran lateral atas, umumnya lesi soliter, konsistensi agak keras, batas
tidak tegas, permukaan tidak licin, mobilitas kurang (pada stadium lanjut
dapat terfiksasi ke dinding thorax). Massa cenderung membesar bertahap,
dalam beberapa bulan bertambah besar secara jelas.1
Perubahan kulit
1. Tanda lesung: ketika tumor mengenai ligamen glandula mammae,
ligament itu memendek hingga kulit setempat menjadi cekung disebut
‘tanda lesung’.1
2. Perubahan kulit jeruk (peau d’orange): ketika vasa limfatik subkutis
tersumbat sel kanker, hambatan drainase limfe menyebabkan edema
kulit, folikel rambut tenggelam ke bawah tampak sebagai ‘tanda kulit
jeruk’.1

26
Gambar 2.17 Peau d’orange; panah biru menunjukkan eritema dan
edema; panah hitam menunjukkan peau d’orange dimpling11

3. Nodul satelit kulit: ketika sel kanker di dalam vasa limfatik subkutis
masing-masing membentuk nodul metastasis, di sekitar lesi primer
dapat muncul banyak nodul tersebar, secara klinis disebut ‘tanda
satelit’.1
4. Invasi, ulserasi kulit: ketika tumor menginvasi kulit, tampak
perubahan berwarna merah atau merah gelap. Bila tumor terus
bertambah besar, lokasi itu dapat menjadi iskemik, ulserasi
membentuk bunga terbalik, ini disebut ‘tanda kembang kol’.1
5. Perubahan inflamatorik: secara klinis disebut ‘carcinoma mammae
inflamatorik’, tampil sebagai keseluruhan kulit mammae berwarna
merah bengkak, mirip peradangan, dapat disebut ‘tanda peradangan’.
Tipe ini sering ditemukan pada kanker mammae waktu hamil atau
laktasi.1

Gambar 2.18 Manifestasi klinis kanker payudara inflamatorik11

Perubahan papilla mammae


1. Retraksi, distorsi papilla mammae: umumnya akibat tumor
menginvasi jaringan subpapillar.1

27
2. Secret papillar (umumnya sanguineus): sering karena carcinoma
papillar dalam ductus besar atau tumor mengenai ductus besar.1
3. Perubahan eksematoid: merupakan manifestasi spesifik dari kanker
eksematoid (penyakit Paget). Klinis tampak areola, papilla mammae
tererosi, berkrusta, secret, deskuamasi, sangat mirip eksim.1
Pembesaran kelenjar limfe regional
Pembesaran kelenjar limfe axillar ipsilateral dapat soliter atau
multipel, pada awalnya mobile, kemudian dapat saling berkoalesensi atau
adhesi dengan jaringan sekitarnya. Dengan perkembangan penyakit,
kelenjar limfe supraclavicular juga dapat menyusul membesar. Yang perlu
diperhatikan adalah ada sebagian sangat kecil pasien kanker mammae hanya
tampil dengan limfadenopati axillar tapi tak teraba massa mammae, disebut
sebagai carcinoma mammae tipe tersembunyi.1

Gambar 2.19 Gejala pada mammae4

Tabel 2.7 Beberapa tanda dan gejala kanker payudara13


Tanda dan Gejala Karakteristik

Benigna Malignant

Massa payudara-massa yang dominan adalah  Absence discrete lump  Discrete lump
massa yang berbeda yang asimetris dengan  Mobile  Fixed
payudara lainnya. Temuan jinak sering dikaitkan  Soft  Firm
dengan kista, fibroadenoma, atau perubahan  Smooth borders  Irregular

28
fibrokistik. Penyakit ganas sering memiliki  Tender borders
proliferasi sel yang abnormal dan kalsifikasi,  Non-tender
bermanifestasi sebagai terfiksasi, firm mass
dengan batas tidak teratur. Setiap massa dominan
yang mencurigakan harus menjalani tes
diagnostik.

Nipple discharge–biasanya jinak, tetapi discharge  Milky, green or yellow  Bloody or


dengan darah, dari ductus tunggal, atau  Multiple duct serous
berhubungan dengan massa payudara  Dihasilkan secara  Single duct
menimbulkan kemungkinan kanker. manual  Dihasilkan
secara
spontaneous
Mastalgia (breast pain)–jarang hadir sebagai  Bilateral  Focal
gejala kanker payduara.  Diffuse
 Memburuk selama late
luteal phase dari
menstrual cycle
Cyclic mastalgia: perubahan hormonal selama
 Reda dengan onset
siklus menstrual memicu peningkatan ukuran dan menstruasi
volume payudara.

SOB/dyspnea Penyakit metastatis pada paru


Bone pain dan gejala hypercalcemia Bone metastasis

Abdominal distention dan jaundice Metastasis peritoneal dan hepar

Altered cognitive function dan local neurological Brain metastasis


signs

I. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis
1. Anamnesis
Gejala klinis kanker payudara dapat berupa benjolan pada
payudara, erosi atau eksema puting susu, atau pendarahan putting
susu. Umumnya benjolan tidak nyeri dan awalnya kecil, makin lama
makin besar, lalu melekat pada kulit atau puting susu. Putting susu
menjadi tertarik ke dalam (retracted nipple), kulit oedema hingga
tampak seperti kulit jeruk (peau d’orange), mengkerut, atau timbul
borok (ulcus) pada payudara. Borok itu makin lama makin besar dan
dalam sehingga menghancurkan seluruh payudara, sering berbau
busuk, dan mudah berdarah. Rasa sakit atau nyeri pada umumnya baru

29
timbul bila tumor sudah besar, timbul borok, atau ada metastasis ke
tulang. Kemudian timbul pembesaran kelenjar getah bening di ketiak,
bengkak (edema) pada lengan, dan penyebaran kanker ke seluruh
tubuh.16
2. Pemeriksaan fisik
Mencakup pemeriksaan fisik menyeluruh (sesuai pemeriksaan
rutin) dan pemeriksaan kelenjar mammae. Kanker payudara lanjut
sangat mudah dikenali dengan mengetahui kriteria operabilitas
Heagensen sebagai berikut: terdapat edema luas pada kulit payudara
(lebih 1/3 luas kulit payudara); adanya nodul satelit pada kulit
payudara; kanker payudara jenis mastitis karsinomatosis; terdapat
nodul parasternal; terdapat nodul supraklavikula; adanya edema
lengan; adanya metastasis jauh; serta terdapat dua dari tanda-tanda
locally advanced, yaitu ulserasi kulit, edema kulit, kulit terfiksasi pada
dinding toraks, kelenjar getah bening aksila berdiameter lebih 2,5 cm,
dan kelenjar getah bening aksila melekat satu sama lain.16

Gambar 2.20 Pemeriksaan fisik payudara3

Kemudian dilakukan pencatatan hasil pemeriksaan fisik berupa:3


a) Status generalis (Karnofsky Performance Score)
b) Status lokalis:
1) Payudara kanan atau kiri atau bilateral

30
2) Massa tumor:
(a) Lokasi
(b) Ukuran
(c) Konsistensi
(d) Bentuk dan batas tumor
(e) Terfiksasi atau tidak ke kulit, M.pectoral atau
dinding dada
(f) Perubahan kulit
 Kemerahan, dimpling, edema/nodul satelit
 Peau de orange, ulserasi
c) Perubahan puting susu/nipple
1. Tertarik
2. Erosi
3. Krusta
4. Discharge
d) Status kelenjar getah bening
1. KGB axilla: Jumlah, ukuran, konsistensi, terfiksir terhadap
sesama atau jaringan sekitar.
2. KGB infraclavicula: idem
3. KGB supraclavicula: idem
e) Pemeriksaan pada daerah metastasis
1. Lokasi: tulang, hati, paru, otak
2. Bentuk
3. Keluhan

3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Imaging:16
1. Diharuskan (recommended)
a. USG payudara dan mamografi untuk tumor diameter 3 cm
b. Foto Thoraks
c. USG Abdomen

31
2. Optional (atas indikasi)
a. Bone scanning atau dan bone survey (bilamana sitologi +
atau klinis sangat mencurigai pada lesi > 5 cm)
b. CT scan
Pemeriksaan Histopatologik (Gold Standard Diagnostic)
Pemeriksaan dilakukan dengan potong beku dan/atau paraffin
dengan bahan diambil melalui:16
a. Core Biopsy
b. Biopsi eksisi (BE) untuk tumor <3 cm
c. Biopsi insisi (BI) untuk tumor operable >3 cm sebelum operasi
definitif dan inoperable
d. Spesimen mastektomi disertai dengan pemeriksaan kelenjar
getah bening.
Pemeriksaan imunohistokimia ER, PR, c-erb B-2 (HER-2 neu),
cathepsin-D, p53 bersifat optional.

Gambar 2.21 Pemeriksaan payudara8

32
Diagnosis banding
1. Fibroadenoma mammae: sering timbul pada wanita muda, tersering
berusia 18-25 tahun. Riwayat penyakit ini panjang, progresi lambat.
Tumor berbentuk bulat atau lonjong, konsistensi sedang, permukaan
licin, mobilitas baik.1
2. Hiperplasia kistik kelenjar mammae: umumnya pada wanita setengah
baya dan sering berkaitan dengan haid. Beberapa hari sebelum haid
mulai terasa kencang nyeri, setelah haid rasa kencang nyeri hilang dan
tumor menyusut. Pemeriksaan menemukan corpus glandula tebal
kasar atau berbentuk pita atau granular, ada yang teraba tumor kistik
(disebabkan secret dalam ductus kelenjar yang sangat melebar).1
3. Tumor papiliform intraductal besar: umumnya pada wanita setengah
baya. Gejala utama berupa secret papilla mammae (paling sering
cairan berwarna merah gelap), ini disebabkan tumor disertai infeksi
peradangan mengalami rembesan darah. Bila area areola atau agak ke
tepinya ditekan ringan secara cermat kadang kala teraba tumor, tapi
umumnya tidak jelas. Ketika lesi ditekan dapat tampak keluar secret
dari pori ductus laktiferi yang bersangkutan.1
4. Kista retensi susu: sering ditemukan pada fase pasca laktasi atau
setelah henti laktasi beberapa tahun. Dewasa ini dianggap dasar
penyakitnya adalah sumbatan ductus laktiferi. Sumbatan disebabkan
peradangan atau dapat juga kurang baiknya struktur kelenjar mammae
sejak lahir. Gejala klinis berupa benjolan bundar kelenjar mammae,
konsistensi sedang. Aspirasi jarum dapat menegaskan diagnostik.1
5. Tuberculosis kelenjar mammae: umumnya pada wanita setengah baya.
Tumor membesar secara lambat, seperti manifestasi radang kronis.
Sebagian pasien disertai tuberculosis kelenjar limfe axillar dan paru-
paru. Diagnosis bergantung pada patologi.1

33
J. KLASIFIKASI STADIUM
Dewasa ini memakai cara penggolongan TNM menurut Perhimpunan
Anti Kanker Internasional (edisi tahun 2000):1
Klasifikasi cTNM klinis
T : kanker primer
TX : tumor primer tidak dapat dinilai (misal telah direseksi)
T0 : tidak ada bukti lesi primer
Tis : carcinoma in situ. Mencakup carcinoma in situ duktal atau
carcinoma in situ lobular, penyakit Paget papilla mammae tanpa
nodul (penyakit Paget dengan nodul diklasifikasikan menurut ukuran
nodul).
T1 : tumor dengan ukuran diameter terbesarnya 2 cm atau kurang
Tmic : infiltrasi mikro ≤ 0,1 cm
T1a : diameter terbesar > 0,1 cm, tapi ≤ 0,5 cm
T1b : diameter terbesar > 0,5 cm, tapi ≤ 1 cm
T1c : diameter terbesar > 1 cm, tapi ≤ 2 cm
T2 : tumor dengan ukuran terbesarnya > 2 cm, tapi ≤ 5 cm
T3 : tumor dengan ukuran diameter terbesar > 5 cm
T4 : ukuran tumor berapapun dengan ekstensi langsung ke dinding thorax
atau kulit (dinding thorax termasuk tulang iga, M. intercostales dan
M. serratus anterior, tidak termasuk M. pectorales)
T4a : ekstensi ke dinding thorax
T4b : edema kulit mammae (termasuk peau d’orange) atau ulserasi, atau
nodul satelit di mammae ipsilateral
T4c : terdapat 4a dan 4b sekaligus
T4d : carcinoma mammae inflamatorik
Catatan:
(1) Lesi mikroinvasif multipel, diklasifikasi berdasarkan massa terbesar,
tidak atas dasar total massa lesi multipel tersebut.

34
(2) Terhadap carcinoma mammae inflamatorik (T4d), jika biopsi kulit
negatif dan tak ada tumor primer yang dapat diukurm klasifikasi
patologik adalah pTx.
N : kelenjar limfe regional
NX : kelenjar limfe regional tidak bisa dinilai (misal telah diangkat
sebelumnya)
N0 : tidak terdapat metastasis kelenjar limfe regional
N1 : di fossa axillar ipsilateral terdapat metastasis kelenjar limfe mobile
N2 : kelenjar limfe metastatik fossa axillar ipsilateral saling konfluen dan
terfiksasi dengan jaringan lain; atau bukti klinis menunjukkan
terdapat metastasis kelenjar limfe mammaria interna namun tanpa
metastasis kelenjar limfe axillar
N2a : kelenjar limfe axillar ipsilateral saling konfluen dan terfiksasi
dengan jaringan lain
N2b : bukti klinis menunjukkan terdapat metastasis kelenjar limfe
mammaria interna namun tanpa metastasis kelenjar limfe axillar
N3 : metastasis kelenjar limfe infraclavicular ipsilateral, atau bukti klinis
menunjukkan terdapat metastasis kelenjar limfe mamaria interna dan
metastasis kelenjar limfe axillar, atau metastasis kelenjar limfe
supraclavicular ipsilateral
N3a : metastasis kelenjar limfe infraclavicular ipsilateral
N3b : bukti klinis menunjukkan terdapat metastasis kelenjar limfe mamaria
interna dan metastasis kelenjar limfe axillar
N3c : metastasis kelenjar limfe supraclavicular ipsilateral
Catatan:
(1) Kelenjar limfe regional adalah kelenjar limfe axillar dan kelenjar
limfe mammaria interna. Kelenjar limfe mammaria interna secara
klinis dibagi menjadi kelompok infra-axillar atau level I, kelompok
intra-axillar atau level II dan kelompok supra-axillar atau level III.
Kelompok infra-axillar adalah kelenjar limfe lateral dari margo lateral
otot pectoralis minor, kelompok intra-axillar adalah kelenjar limfe di

35
antara margo medial dan lateral otot pectoralis minor (termasuk
kelenjar limfe di antara otot pectoralis major dan minor), kelompok
supra-axillar adalah kelenjar limfe di medial dari margo medial otot
pectoralis minor.
(2) Bukti klinis: menunjukkan bukti yang ditemukan dari pemeriksaan
klinis, pemeriksaan pencitraan (tidak termasuk pencitraan sintigrafi
kelenjar limfe), atau bukti dari pemeriksaan makroskopik patologik.
M : metastasis jauh
MX : metastasis jauh tak dapat dinilai
M0 : tidak terdapat metastasis jauh
M1 : terdapat metastasis jauh

Tabel 2.8 Klasifikasi stadium klinis1


Stadium 0 Tis N0 M0
Carcinoma in situ Tidak terdapat Tidak terdapat
metastasis kelenjar metastasis jauh
limfe regional

Stadium I T1 N0 M0
Tumor ukuran Tidak terdapat Tidak terdapat
diameter ≤ 2 cm metastasis kelenjar metastasis jauh
limfe regional

Stadium IIA T0 N1 M0
Tidak ada bukti Terdapat metastasis Tidak terdapat
lesi primer kelenjar limfe metastasis jauh
regional

T1 N1 M0
Tumor ukuran Terdapat metastasis Tidak terdapat
diameter ≤ 2 cm kelenjar limfe metastasis jauh
regional
T2 N0 M0
Tumor ukuran Tidak terdapat Tidak terdapat
diameter >2cm metastasis kelenjar metastasis jauh
tapi ≤5cm limfe regional

36
Stadium IIB T2 N1 M0
Tumor ukuran Terdapat metastasis Tidak terdapat
diameter >2cm kelenjar limfe metastasis jauh
tapi ≤5cm regional

T3 N0 M0

Tumor ukuran Tidak terdapat Tidak terdapat


diameter terbesar metastasis kelenjar metastasis jauh
> 5 cm limfe regional
Stadium IIIA T0 N2 M0
Tidak ada bukti Metastasis ke Tidak terdapat
lesi primer kelenjar limfe fossa metastasis jauh
axillar ipsilateral +
kelenjar limfe
mammae
T1 N2 M0
Tumor ukuran Metastasis ke Tidak terdapat
diameter ≤ 2 cm kelenjar limfe fossa metastasis jauh
axillar ipsilateral +
kelenjar limfe
mammae

T2 N2 M0
Tumor ukuran Metastasis ke Tidak terdapat
diameter >2cm kelenjar limfe fossa metastasis jauh
tapi ≤5cm axillar ipsilateral +
kelenjar limfe
mammae
T3 N1 M0

Tumor ukuran Terdapat metastasis Tidak terdapat


diameter terbesar kelenjar limfe metastasis jauh
> 5 cm regional

T3 N2 M0

Tumor ukuran Metastasis ke Tidak terdapat


diameter terbesar kelenjar limfe fossa metastasis jauh
> 5 cm axillar ipsilateral +
kelenjar limfe
mammae

Stadium IIIB T4 N0 M0

37
N2 Tidak terdapat Tidak terdapat
metastasis kelenjar metastasis jauh
Metastasis ke
kelenjar limfe limfe regional
fossa axillar
ipsilateral +
kelenjar limfe
mammae

T4 N1 M0

ukuran tumor Terdapat metastasis Tidak terdapat


berapapun kelenjar limfe metastasis jauh
dengan ekstensi regional
langsung ke
dinding thorax
atau kulit,
terdapat ulkus
T4 N2 M0

ukuran tumor Metastasis ke Tidak terdapat


berapapun kelenjar limfe fossa metastasis jauh
dengan ekstensi axillar ipsilateral +
langsung ke kelenjar limfe
mammae
dinding thorax
atau kulit,
terdapat ulkus
Stadium IIIC Tiap T N3 M0
Tumor dengan Metastasis ke Tidak terdapat
ukuran diameter kelenjar limfe fossa metastasis jauh
berapapun axillar ipsilateral +
kelenjar limfe
Atau
mammae + kelenjar
Terdapat ulkus limfe suprclavicular
ipsilateral + kelenjar
limfe infraclavicular
ipsilateral

Stadium IV Tiap T Tiap N M1


Tumor dengan Metastasis ke kelnjar terdapat metastasis
ukuran diameter limfe apapun jauh (pulmo,
berapapun hepar, limpa,
Atau intestinum,
vertebra, cerbral)

38
Terdapat ulkus

K. TERAPI
Modalitas terapi kanker payudara meliputi: operasi, radiasi,
kemoterapi, hormonal, dan molecular targeting therapy (biology therapy).16
1. Operasi:16
a. BCS (Breast Conserving Surgery).
b. Simpel mastectomy.
c. Modified radical mastectomy.
d. Radical mastectomy.

Gambar 2.22 (kiri) Modified Radical Mastectomy; (kanan) Mastektomi total19

39
2. Radiasi: primer, adjuvant, dan paliatif.16

Tabel 2.9 Indikasi radioterapi dalam tatalaksana kanker payudara4

3. Kemoterapi: kombinasi dari beberapa obat dengan regimen sebagai


berikut:16
a. AC (adriamycin, cyclofosfamid)
b. EC (epirubicin, cyclofosfamid)
c. CMF (cyclofosfamid, metothrexate, fluorouracil)
d. CAF (cyclofosfamid, adriamycin, fluorouracil)
e. CEF (cyclofosfamid, epirubicin, fluorouracil
f. Taxane + Doxorubicin
g. Capecetabin.
Kemoterapi yang diberikan dapat berupa obat tunggal atau
berupa gabungan beberapa kombinasi obat kemoterapi. Kemoterapi
diberikan secara bertahap, biasanya sebanyak 6 – 8 siklus agar
mendapatkan efek yang diharapkan dengan efek samping yang masih
dapat diterima. Hasil pemeriksaan imunohistokimia memberikan

40
beberapa pertimbangan penentuan regimen kemoterapi yang akan
diberikan. Beberapa kombinasi kemoterapi yang telah menjadi standar
lini pertama (first line) adalah: 3
a) CMF
 Cyclophospamide100 mg/m2, hari 1 s/d 14 (oral) (dapat
diganti injeksi cyclophosphamide 500 mg/m2, hari 1 & 8)
 Methotrexate 50 mg/m2 IV, hari 1 & 8
 5 Fluoro-uracil 500 mg/m2 IV,hari 1 & 8
Interval 3-4 minggu, 6 siklus
b) CAF
 Cyclophospamide 500 mg/m2, hari 1
 Doxorubin 50 mg/m2, hari 1
 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2, hari 1
Interval 3 minggu / 21 hari, 6 siklus
c) CEF
 Cyclophospamide 500 mg/m2, hari 1
 Epirubicin 70 mg/m2, hari 1
 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2, hari 1
Interval 3 minggu / 21 hari, 6 siklus
Regimen Kemoterapi
a) AC
 Adriamicin 80 mg/m2,hari 1
 Cyclophospamide 600 mg/m2,hari 1
Interval 3-4 minggu, 4 siklus
b) TA (Kombinasi Taxane – Doxorubicin)
 Paclitaxel 170 mg/m2, hari 1
 Doxorubin 90 mg/m2, hari 1
atau
 Docetaxel 90 mg/m2, hari 1
 Doxorubin 90 mg/m2, hari 1

41
Interval 3 minggu/21 hari, 4 siklus
c) ACT
TC
 Cisplatin 75 mg/m2 IV, hari 1
 Docetaxel 90 mg/m2, hari 1
Interval 3 minggu/21 hari, 6 siklus
Pilihan kemoterapi kelompok HER2 negatif
a) Dose Dence AC + paclitaxel
b) Docetaxel cyclophospamide
Pilihan kemoterapi Her2 positif
a) AC + TH
b) TCH
4. Hormonal:16
a. Ablative: bilateral Oovorectomy.
b. Additive: Tamoxifen.
c. Optional: Aromatase inhibitor, GnRH (Gonadotropin Releasing
Hormon)
Pemeriksaan imunohistokimia memegang peranan penting
dalam menentukan pilihan kemo atau hormonal sehingga diperlukan
validasi pemeriksaan tersebut dengan baik.3
1) Terapi hormonal diberikan pada kasus-kasus dengan hormonal
positif.3
2) Terapi hormonal bisa diberikan pada stadium I sampai IV.3
3) Pada kasus kanker dengan luminal A (ER+,PR+,Her2-) pilihan
terapi ajuvan utamanya adalah hormonal bukan kemoterapi.
Kemoterapi tidak lebih baik dari hormonal terapi.3
4) Pilihan terapi tamoxifen sebaiknya didahulukan dibandingkan
pemberian aromatase inhibitor apalagi pada pasien yang sudah
menopause dan Her2-.3
5) Lama pemberian ajuvan hormonal selama 5-10 tahun.3

42
Untuk penanganan kanker payudara locally advanced (lokal lanjut),
terdiri dari:16
1. Operable locally advanced: Simple mastectomy/MRM + radiasi
kuratif + kemoterapi adjuvant + hormonal.
2. Inoperable Locally advanced
a. Radiasi kuratif + kemoterapi + hormonal
b. Radiasi + operasi + kemoterapi + hormonal
c. Kemoterapi neo-adjuvant + operasi + kemoterapi + radiasi +
hormonal.
Sedangkan untuk kanker payudara yang sudah mengalami metastasis
jauh, prinsip penanganannya sebagai berikut:16
1. Sifat terapi paliatif
2. Terapi sistemik merupakan terapi primer (kemoterapi dan hormonal)
3. Terapi lokoregional (radiasi dan bedah) hanya apabila diperlukan
untuk mengurangi massa tumor dan bau yang tidak enak pada borok
kanker payudara.
Tatalaksana Menurut Stadium
1. Kanker payudara stadium 0 (TIS/T0, N0M0)
Terapi definitif pada T0 bergantung pada pemeriksaan
histopatologi. Lokasi didasarkan pada hasil pemeriksaan radiologik.3
2. Kanker payudara stadium dini /operabel (stadium I dan II)
a) Dilakukan tindakan operasi:3
Breast Conserving Therapy (BCT) (harus memenuhi
persyaratan tertentu)
b) Terapi adjuvan operasi:3
1) Kemoterapi adjuvant bila: Grade III, TNBC, Ki 67
bertambah kuat, Usia muda, Emboli lymphatic dan
vascular, KGB > 3.
2) Radiasi bila: Setelah tindakan operasi terbatas (BCT);
Tepi sayatan dekat/tidak bebas tumor; Tumor

43
sentral/medial; KGB (+ ) >3 atau dengan ekstensi
ekstrakapsuler.
Radiasi eksterna diberikan dengan dosis awal 50 Gy. Kemudian
diberi booster; pada tumor bed 10-20 Gy dan kelenjar 10 Gy.
c) Indikasi BCT:3
1) Tumor tidak lebih dari 3 cm
2) Atas permintaan pasien
3) Memenuhi persyaratan sebagai berikut:
 Tidak multipel dan/atau mikrokalsifikasi luas
dan/atau terletak sentral
 Ukuran T dan payudara seimbang untuk tindakan
kosmetik
 Bukan ductal carcinoma in situ (DCIS) atau lobular
carcinoma in situ (LCIS)
4) Belum pernah diradiasi dibagian dada
5) Tidak ada Systemic Lupus Erythematosus (SLE) atau
scleroderma
6) Memiliki alat radiasi yang adekuat
7)
3. Kanker payudara locally advanced (lokal lanjut)
a) Operabel (III A)
1) Mastektomi simpel + radiasi dengan kemoterapi adjuvant
dengan/tanpa hormonal, dengan/tanpa terapi target.3
2) Mastektomi radikal modifikasi + radiasi dengan
kemoterapi adjuvant, dengan/tanpa hormonal,
dengan/tanpa terapi target.3
3) Kemoradiasi preoperasi dilanjutkan dengan atau tanpa
BCT atau mastektomi simple, dengan/tanpa hormonal,
dengan/tanpa terapi target.3
b) Inoperabel (III B)

44
1) Radiasi preoperasi dengan/tanpa operasi + kemoterapi +
hormonal terapi.3
2) Kemoterapi preoperasi/neoadjuvan dengan/tanpa operasi +
kemoterapi + radiasi + terapi hormonal + dengan/tanpa
terapi target.3
3) Kemoradiasi preoperasi/neoadjuvan dengan/tanpa operasi
dengan/tanpa radiasi adjuvant dengan/kemoterapi +
dengan/tanpa terapi target.3
Radiasi eksterna pasca mastektomi diberikan dengan dosis awal
50 Gy. Kemudian diberi booster; pada tumor bed 10-20 Gy dan
kelenjar 10 Gy.3
4. Kanker payudara stadium lanjut
Prinsip:3
a) Sifat terapi paliatif
b) Terapi sistemik merupakan terapi primer (kemoterapi dan terapi
hormonal)
c) Terapi lokoregional (radiasi dan bedah) apabila diperlukan
d) Hospice home care

L. PENCEGAHAN
Pencegahan (primer) adalah usaha agar tidak terkena kanker payudara.
Pencegahan primer berupa mengurangi atau meniadakan faktor-faktor risiko
yang diduga sangat erat kaitannya dengan peningkatan insiden kanker
payudara. Pencegahan primer atau supaya tidak terjadinya kanker secara
sederhana adalah mengetahui faktor -faktor risiko kanker payudara, seperti
yang telah disebutkan di atas, dan berusaha menghindarinya. Pencegahan
sekunder adalah melakukan skrining kanker payudara. Skrining kanker
payudara adalah pemeriksaan atau usaha untuk menemukan abnormalitas
yang mengarah pada kanker payudara pada seseorang atau kelompok orang
yang tidak mempunyai keluhan. Tujuan dari skrining adalah untuk

45
menurunkan angka morbiditas akibat kanker payudara dan angka kematian.
Beberapa tindakan untuk skrining adalah:3,16
1. Periksa Payudara Sendiri (SADARI). Dilaksanakan pada wanita mulai
usia subur, setiap 1 minggu setelah hari pertama menstruasi terakhir.

Gambar 2.23 SADARI20

2. Periksa Payudara Klinis (SADANIS)


3. Mammografi skrining
a. Pada wanita 35-50 tahun: setiap 2 tahun.
b. Pada wanita > 50 tahun: setiap 1 tahun.
Pada daerah yang tidak ada mamografi ataupun fasilitas USG, untuk
deteksi dini dilakukan dengan SADARI dan pemeriksaan fisik saja.16

Tabel 2.10 Faktor risiko signifikan untuk kanker payudara dan rekomendasi
preventifnya4

46
M. PROGNOSIS
Seperti keganasan pada umumnya, prognosis kanker payudara
ditunjukkan oleh angka harapan hidup atau interval bebas penyakit.
Prognosis penderita keganasan payudara diperkirakan buruk jika usianya
muda, menderita kanker payudara bilateral, mengalami mutasi genetik, dan
adanya triple negative yaitu grade tumor tinggi dan seragam, reseptor ER
dan PR negatif, dan reseptor permukaan sel HER-2 juga negatif. Presentase
harapan hidup lima tahun penderita kanker payudara dapat dilihat pada
Tabel 2.11.4

Tabel 2.11 Stadium kanker payudara dan presentase harapan hidup 5 tahun4
Stadium Presentase harapan hidup 5 tahun

0 100%

I 100%

IIA 92%

IIB 81%

IIIA 67%

IIIB 54%

IIIC ?

IV 20%

47
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Umur : 53 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Gawalise
Pekerjaan : URT
Waktu masuk : Sabtu, 23 Maret 2018 pukul 15:20 WITA
Waktu pemeriksaan : Senin, 25 Maret 2018 pukul 10:00 WITA
Ruangan : Garuda Atas
Rumah Sakit : RSU Anutapura

B. ANAMNESIS
Keluhan utama
Sesak

Anamnesis terpimpin
Pasien Ny. R usia 52 tahun masuk RS dengan keluhan sesak yang
dirasakan sejak 1 minggu yang sebelum masuk rumah sakit. Sesak
memberat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Menurut pasien, sesak
tersebut tidak hilang dengan istirahat dan semakin memberat sehingga
mengganggu aktivitas sehari-hari pasien. Sesak disertai nyeri dada tembus
ke belakang dan batuk tidak berlendir. Demam (-), pusing (-), sakit kepala (-
), flu (-), mual (+), muntah (-), nyeri ulu hati (+), nafsu makan menurun (+),
BAK (+) Lancar, BAB (+) berwarna hitam sejak 1 minggu yang lalu.
Sebelum merasakan sesak, pasien memiliki riwayat benjolan sejak 1
tahun yang lalu, awalnya benjolan hanya sebesar kelereng pada payudara,
kemudian benjolan menyerupai kembang kol, menghitam, dan membentuk
banyak luka yang mulai mengeluarkan nanah, berdarah, serta berbau tidak

48
sedap yang menyebar luas pada payudara kanan hingga menyebar ke ketiak
kanan yang menurut pasien kadang-kadang berdarah, keluar nanah, dan
berbau tidak sedap. Saat datang ke Rumah sakit, payudara ditutup dengan
daun kunyit, yang menurut pasien merupakan salah satu pengobatan herbal
untuk penyakitnya. Sebelum menjadi luka yang menyebar, ini sudah
dirasakan ± 1 bulan terakhir dan pasien sempat berobat di RS Anutapura
pada awal bulan maret. Pasien juga mengeluhkan benjolan pada payudara
kiri, dirasakan sejak ± 6 bulan terakhir. Awalnya benjolan berukuran seperti
kelereng pada bagian kiri bawah sisi luar payudara pasien, tidak terasa nyeri
maupun gatal. Benjolan lama-kelamaan bertambah besar dan terdapat
benjolan-benjolan kecil di permukaan payudara dan terdapat perubahan
warna kemerahan pada permukaan payudara kiri, tampak puting susu
tertarik ke dalam dan kulit payudara tampak seperti kulit jeruk. Keluhan
juga disertai benjolan di area punggung kanan sisi atas bagi sejak ± 6 bulan
yang lalu, terdapat 5 benjolan yang dirasakan tidak nyeri dan tidak dapat
digerakkan (imobile), hal ini disertai dengan keluhan bengkak pada lengan
kanan yang nyeri dan tidak dapat digerakkan. Saat pemeriksaan, pasien juga
mengeluhkan nyeri/ngilu diseluruh badan dan juga mengakui sulit tidur dan
menurut pasien berat badannya berkurang drastis, dari 60 kg menjadi 35 kg

Riwayat penyakit sebelumnya


Sebelumnya, pasien telah terdiagnosis kanker payudara sejak 1 tahun
yang lalu dan dianjurkan berobat lanjut ke makassar namun pasien tidak
berobat lanjut.

Riwayat penyakit keluarga


Riwayat keluhan serupa pada kakak pasien yang telah meniggal
beberapa tahun yang lalu .

49
Riwayat pengobatan
Riwayat berobat herbal selama ± 1 tahun dan pernah mendapat
perawatan medis. Pasien telah mendapat anjuran untuk dirujuk berobat
lanjut di luar Sulawesi Tengah namun karena keterbatasan biaya, pasien
tidak berobat lanjut. Dan hanya mengandalkan pengobatan tradisional dan
kadang-kadang juga berobat dan kontrol di RS.

Riwayat obstetrics dan gynecology


Ketika remaja siklus menstruasi pasien teratur dan tidak ada masalah
terkait menstruasi pasien, satu tahun sebelum keluhan siklus haid pasien
mulai tidak teratur, dan saat ini pasien sudah tidak menstruasi lagi. Riwayat
menarche pasien pada usia 14 tahun. Pasien memiliki riwayat G2P2A0 dan
tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi. Riwayat persalinan pada kedua
anak normal. Anak pertama berjenis kelamin perempuan dan anak kedua
berjenis kelamin laki-laki. Usia pasien saat hamil pertama adalah 26 tahun
dan anak kedua usia 28 tahun.

Riwayat kebiasaan, lingkungan, sosial, & ekonomi


Pasien berasal dari keluarga kurang mampu. Tidak ada riwayat
terpapar radiasi pada pasien. Pasien merupakan perokok pasif dari suami
dan lingkungan sekitar pasien.

C. PEMERIKSAAN FISIS
Status generalisata
Keadaan umum : Sakit Berat
Kesadaran : GCS E4V5M6
Status gizi : Gizi baik
BB : 40 kg  60 kg
TB : 150 cm

50
Tanda vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 88 ×/menit, regular, kuat angkat
Respirasi : 30 ×/menit
Suhu axilla : 36,5ºC
Pemeriksaan kepala
Wajah : Tampak pucat (+), edema (-), efloresensi (-)
Bentuk : Normocephalus
Rambut : Warna hitam, distribusi normal, alopecia (-)
Deformitas : (-)
Mata : Konjungtiva : Anemis +/+
Sklera : Ikterus -/-
Pupil : Bentuk bulat, isokor, RCL +/+, RCTL +/+
Mulut : Bibir : Warna kesan normal, tampak kering
Lidah : Bentuk kesan normal, warna merah muda,
tremor (-), lidah kotor (-)
Tonsil : Ukuran T1/T1
Telinga : Secret (-)
Pemeriksaan leher
Kelenjar getah bening : Pembesaran (-), nyeri tekan (-)
Kelenjar tiroid : Pembesaran (-), nyeri tekan (-)
JVP : Peningkatan (-)
Massa : (-)
Thorax
Pemeriksaan Paru-Paru
Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral kanan = kiri, retraksi
interkosta (-), jejas (-), bentuk normochest, jenis
pernapasan thoraco-abdominal
Palpasi : Ekspansi dada simetris, vocal fremitus menurun terutama
pada sisi dextra, nyeri tekan (+).
Perkusi : Bunyi pekak mulai pada ICS 8 dextra dan ICS 5 sinistra

51
Auskultasi : Suara napas vesikuler di kedua lapang paru (melemah
pada bagian dextra)
Suara napas tambahan: Ronkhi (+/+) , Whezzing (-/-).
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Pulsasi ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas atas: SIC II linea sternalis sinistra
Batas kiri: SIC V linea midclavicula sinistra
Batas kanan: SIC IV linea sternalis dextra
Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler, bunyi tambahan
(-).
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, kesan normal,
Auskultasi : Bunyi peristaltik usus terdengar, frekuensi kesan normal.
Perkusi : Bunyi pekak pada kuadran kanan atas, kiri atas,(+).
Hepatomegali (+), splenomegali (+)
Palpasi : teraba hepar sejajar umbilikus. Teraba lien sejajar line
midclavicula sinistra (schufner II) Nyeri tekan (-).
Palpasi hepar dan lien tidak teraba. Palpasi ginjal tidak
teraba.
Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan ekstremitas
Ekstremitas superior
Kulit : Warna cokelat kesan normal, edema (+/-), akral hangat
(+/+), fungsi sensorik normal, efloresensi (-/-).
Otot : Bentuk eutrofi, tonus normal, kekuatan otot 4/5
Sendi : ROM dalam batas normal

52
Ekstremitas inferior
Kulit : Warna cokelat kesan normal, edema (-/-), akral hangat
(+/+), fungsi sensorik normal, efloresensi (-/-).
Otot : Bentuk eutrofi, tonus normal, kekuatan otot 5/5
Sendi : ROM dalam batas normal
Pemeriksaan tambahan
Tidak teraba pembesaran pada kelenjar limfe axilla, infraclavicular,
maupun supraclavicular.
Pada pemeriksaan regio dorsal dextra tampak lima buah benjolan
berukuran diameter ±3 cm, berwarna merah kecoklatan dan pada palpasi
benjolan berbatas tegas, konsistensi padat, terfiksir/immobile, dan tidak ada
nyeri tekan.
Status lokalis
Regio : mammae sinistra
Inspeksi : terdapat satu buah benjolan berukuran ± 5x5 cm, pada
bagian dalam payudara berbentuk seperti bola pingpong,
pada area luar permukaan payudara terdapat beberapa
nodul kecil ukuran ± 0,5 cm berwarna merah kecoklatan,
dan area sekitar benjolan mengalami hiperpigmentasi
dan beberapa tampak hiperemis. Tampak area
ulserasi/ulkus pada puting susu dan puting susu nampak
retraksi disertai tampakan peau’ de orange, tidak ada
cairan/discharge dari puting.
Palpasi : konsistensi padat dan keras, permukaan tidak rata atau
berbonjol-bonjol, berbatas tegas, terfiksir/immobile,
tidak ada nyeri tekan, tampak discharge ketika
penekanan pada mammae.

53
Gambar 3.1 Status lokalis regio mammae dextra

Gambar 3.2 Status lokalis regio mammae sinistra

54
Gambar 3.3 Status lokalis regio dorsalis dextra
D. RESUME
Pasien perempuan usia 53 tahun masuk RS dengan keluhan dyspneu
yang dirasakan sejak 1 minggu dan memberat sejak 3 hari terakhir. dyspneu
disertai dengan nyeri dada tembus belakang dan batuk tidak berdahak.
Pasien memiliki riwayat benjolan di mammae dextra sejak 1 tahun yang
lalu, Benjolan awalnya kecil kemudian terus membesar dan memburuk
membentuk ulkus disertai pus dan bleeding, berbau tidak sedap yang
menyebar luas pada payudara kanan hingga menyebar ke ketiak kanan.
Selain itu pada mammae sinistra terdapat benjolan seperti bola pingpong
yang diawali dengan benjolan berukuran seperti kelereng pada bagian kiri
bawah mammae pasien, tidak terasa nyeri maupun gatal dirasakan sejak 6
bulan yang lalu, terdapat nodul-nodul kecil di permukaan mammae sinistra
dan terdapat perubahan warna coklat kemerahan pada mammae sinistra,
tampak puting susu retraksi dan kulit payudara tampak seperti kulit jeruk
(peau de orange). Keluhan juga disertai dengan 5 benjolan pada bagian
punggung kanan sejak 6 bulan terakhir pada palpasi benjolan berbatas tegas,
konsistensi lunak, terfiksir/immobile, dan tidak ada nyeri tekan.
Riwayat penurunan berat badan, susah tidur, malaise, anorexia, nausea
dan vomiting. Konstipasi, riwayat melena sejak 1 minggu terakhir. BAK

55
biasa. Riwayat keluhan serupa pada kakak pasien yang telah meninggal.
Riwayat berobat herbal selama ± 1 tahun dan tidak rutin mendapat
perawatan medis.
Pemeriksaan fisis, keadaan umum sakit berat, vital sign dalam batas
normal, tampak pucat, konjungtiva anemis +/+. Pemeriksaan paru-paru:
vocal fremitus menurun terutama pada sisi dextra, perkusi pekak, auskultasi
ronkhi basah (+/+). Sistem organ lain ditemukan kelainan berupa
hepatomegali dan splenomegali. Tidak teraba pembesaran pada kelenjar
limfe axilla, infraclavicular, maupun supraclavicular.
Status lokalis
Regio : mammae dextra et sinistra
Inspeksi : tampak ulkus pada regio mammae dextra yang
disertai dengan jaringan nekrosis, darah, dan pus yang
menyebar hingga bagian aksila dextra.
terdapat satu buah benjolan berukuran ± 5x5 cm,
pada bagian dalam payudara berbentuk seperti bola
pingpong, pada area luar permukaan payudara terdapat
beberapa nodul kecil ukuran ± 0,5 cm berwarna merah
kecoklatan, dan area sekitar benjolan mengalami
hiperpigmentasi dan beberapa tampak hiperemis.
Tampak area ulserasi/ulkus pada puting susu dan puting
susu nampak retraksi disertai tampakan peau’ de orange,
tidak ada cairan/discharge dari puting.

Palpasi : konsistensi padat dan keras, permukaan tidak rata atau


berbonjol-bonjol, berbatas tegas, terfiksir/immobile,
tidak ada nyeri tekan, tidak tampak discharge ketika
penekanan pada mammae.

56
E. DIAGNOSA AWAL
Suspek carcinoma mammae dextra stadium IV + suspek metastasis paru

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
01/03/2018
Foto thorax PA:
- Perselubungan homogen pada lateral hemithorax kanan
- Tidak tampak proses spesifik
- Cor membesar, apex tertanam
- Sinus dan diafragma kiri baik
- Tulang-tulang intak
Kesan:
Efusi pleura dextra

Gambar 3.2 Foto thorax PA

23/03/2018
RBC : 4,0 × 106/ uL (4,7 - 6,1)
WBC : 11,6 × 103/uL (4,8 – 10,8)
HGB : 11,9 g/dl (14 - 18)

57
HCT : 35,7 % (42 – 52)
PLT : 320 × 103/uL (150 – 450)
MCV : 88,8 fl (80 – 99)
MCH : 21,2 pg (27 – 31)
MCHC : 30,6 g/dl (33 – 37)
NEUT% : 71,4 % (40 - 74)
LYM% : 14,9 % (19 - 48)
GDS : 122 mg/dL (80 – 199)

1/03/2018
Pemeriskaan FNAB
Makroskopik:
Dilakukan 2× puncture pada regio mammae bilateral dan punggung, ulcus
(+), aspirat darah
Mikroskopik:
Kedua Sediaan hapusan asal mammae menunjukkan gambaran yang sama
terdiri dari sel-sel bulat, inti ovoid, ada yang tersusun berkelompok dan ada
yang tersusun satu-satu, inti atipik, pleomorfik, kromatin kasar, nukleoli
prominent.
Sediaan hapusan asal punggung menunjukkan gambaran yang sama seperti
gambaran sediaan hapusan asal mammae.
Kesimpulan:
FNAB : Ductal Carcinoma Mammae bilateral yang kemungkinan
sudah metastase ke punggung.
Anjuran: konfirmasi histopatology

G. DIAGNOSIS AKHIR
Carcinoma Mammae Stadium IV

58
H. PENATALAKSANAAN
Terapi paliatif
Medikamentosa
O2 2-4 lpm via nasal canule
IVFD RL 20 gtt/menit
Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
Ranitidine 50 mg/12 jam/IV
Dexamethasone 10 mgl/8 jam/IV

Non medikamentosa
Rawat luka: Ganti Verban
Transfusi PRC jika Hb <10 g/dL
Prosedur tindakan: -

I. PROGNOSIS
Malam

J. FOLLOW UP
1. Senin, 26/03/2018
S: Sesak (+), batuk (+) tidak berdahak, lemas (+), nyeri pada dada
kanan(+), nafsu makan , belum BAB & BAK lancar.
O: TD: 120/80 mmHg; N: 88 ×/i; R: 30 ×/i; S: 36,5˚C
Tampak pucat; anemis +/+; Ikterus -/-; bibir tampak kering dan
pecah-pecah;, Rh basah +/+, BJ I & II murni regular; Abdomen:
peristaltik (+) kesan normal, organomegali (+). Telapak tangan
tampak pucat.
A: Ca mammae stadium IV
P: O2 2-4 lpm via nasal canule
IVFD RL 20 gtt/menit
Dexamethasone 1 ampul/8 jam/IV

59
Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
Ranitidine 50 mg/12 jam/IV

2. Selasa, 27/03/2018
S: Sesak (+), batuk (+) tidak berdahak, lemas (+), nyeri pada dada
kanan (+), nafsu makan , belum BAB & BAK lancar.
O: TD: 120/90 mmHg; N: 75 ×/i; R: 30 ×/i; S: 36,5˚C
Tampak pucat; anemis +/+; Ikterus -/-; bibir tampak kering dan
pecah-pecah; BP, Rh basah +/+, BJ I & II murni regular; Abdomen:
peristaltik (+) kesan normal, organomegali (+). Telapak tangan
tampak pucat.
A: Ca mammae stadium IV
P: Terapi paliatif
O2 2-4 lpm via nasal canule
IVFD RL 20 gtt/menit
Dexamethasone 1 ampul/8 jam/IV
Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
Ranitidine 50 mg/12 jam/IV
Drips Santagesik/8 jam/IV

3. Rabu, 28/03/2018
S: Sesak (+), batuk tidak berahak mulai berkurang , lemas (+), nyeri
pada benjolan (+), nafsu makan ( ), sudah BAB & BAK lancar.
O: TD: 110/80 mmHg; N: 80 ×/i; R: 30 ×/i; S: 36,4˚C
Tampak sesak; anemis + /+ ; Ikterus -/-; bibir tampak kering; BP,
Rh basah +/+, BJ I & II murni regular; Abdomen: peristaltik (+)
kesan normal, organomegali (+).
A: Ca mammae stadium IV
P: Terapi paliatif
O2 2-4 lpm via nasal canule
IVFD RL 20 gtt/menit

60
Dexamethasone 1 ampul/8 jam/IV
Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
Ranitidine 50 mg/12 jam/IV
Drips Santagesik/8 jam/IV
Planning: rawat luka

4. Kamis, 29/03/2018
S: Sesak (+), batuk tidak berdahak mulai berkurang , lemas (+), nyeri
dada kanan (+), nafsu makan ( ), belum BAB & BAK lancar.
O: TD: 110/80 mmHg; N: 76 ×/i; R: 28 ×/i; S: 36,0˚C
Tampak sesak; anemis +/+; Ikterus -/-; BP, Rh basah +/+, BJ I & II
murni regular; Abdomen: peristaltik (+) kesan normal,
organomegali (+).
A: Ca mammae stadium IV
P: Terapi paliatif
O2 2-4 lpm via nasal canule
IVFD RL 28 gtt/menit
Dexamethasone 1 ampul/8 jam/IV
Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
Ranitidine 50 mg/12 jam/IV
MST 15 mg (2x1)
Planning: -

5. Jumat, 30/03/2018
S: Sesak ( + ), batuk tidak berdahak mulai berkurang, lemas (+), nyeri
pada dada kanan (+), nafsu makan ( ), belum BAB & BAK lancar.
O: TD: 120/80 mmHg; N: 80 ×/i; R: 30 ×/i; S: 36,8˚C
Tampak sesak; anemis +/+; Ikterus -/-; BP, Rh basah +/+, BJ I & II
murni regular; Abdomen: peristaltik (+) kesan normal,
organomegali (+).
A: Ca mammae stadium IV

61
P: O2 2-4 lpm via nasal canule
IVFD RL 20 gtt/menit
Dexamethasone 1 ampul/8 jam/IV
Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
Ranitidine 50 mg/8 jam/IV
MST 15mgb (2x1)
Planning: rawat luka

6. Sabtu, 31/03/2018
S: Sesak ( + ), batuk tidak berdahak mulai berkurang, lemas (+), nyeri
pada dada kanan (+), nafsu makan ( ), belum BAB & BAK lancar.
O: TD: 120/80 mmHg; N: 80 ×/i; R: 32×/i; S: 36,8˚C
Tampak sesak; anemis +/+; Ikterus -/-; BP, Rh basah +/+, BJ I & II
murni regular; Abdomen: peristaltik (+) kesan normal,
organomegali (+).
A: Ca mammae stadium IV
P: O2 2-4 lpm via nasal canule
IVFD RL 20 gtt/menit
Dexamethasone 1 ampul/8 jam/IV
Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
Ranitidine 50 mg/8 jam/IV
MST 15mgb (2x1)

Keterangan: pasien pulang paksa dari RS hari Sabtu malam tanggal


31/03/2018

62
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis dengan carcinoma mammae stadium IV.
Diagnosis pada kasus tersebut ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Pada anamnesis didapatkan Ny. R, usia 53 tahun masuk RS
dengan keluhan dyspneu sejak 1 minggu terakhir sebelum masuk rs, dan terdapat
ulkus yang disertai pus dan perdarahan pada mammae dextra yang menyebar
hingga ke axilla. Riwayat penyakit sebelumya menunjukkan adanya benjolan di
regio mammae dextra, dirasakan sejak ± 1tahun yang lalu. Benjolan awalnya kecil
kemudian terus membesar dan memburuk membentuk ulkus disertai pus dan
bleeding. Keluhan juga disertai benjolan di mammae sinistra yang sekarang
berukuran seperti bola pingpong yang awalnya benjolannya juga seperti kelereng
dan dirasakan sejak 6 bulan terakhir, dan terdapat nodul-nodul kecil pada
permukaan payudara disertai dengan perubahan warna berupa hiperpigmentasi,
retraksi nipple dan tampakan seperti kulit jeruk (peau de orange), namun tidak
terdapat sekret yang keluar dari puting. Pada regio dorsal juga tampak 5 benjolan
yang dirasakan sejak 6 bulan terakhir, benjolan tersebut imobile, batas tegas, dan
tidak nyeri tekan. penurunan berat badan, susah tidur, malaise, batuk tidak
berdahak, anorexia, nausea dan vomiting, riwayat melena sejak minggu terakhir,
BAK biasa. Riwayat keluhan serupa pada kakak pasien. Riwayat berobat herbal
selama ± 1 tahun dan hanya beberapa kali berobat ke RS.
Secara teori, gejala klinis kanker payudara dapat berupa benjolan pada
payudara, erosi atau eksema puting susu, atau pendarahan putting susu.
Umumnya benjolan tidak nyeri dan awalnya kecil, makin lama makin besar,
lalu melekat pada kulit atau puting susu. Putting susu menjadi tertarik ke dalam
(retracted nipple), kulit oedema hingga tampak seperti kulit jeruk (peau
d’orange), mengkerut, atau timbul borok (ulcus) pada payudara. Borok itu
makin lama makin besar dan dalam sehingga menghancurkan seluruh
payudara, sering berbau busuk, dan mudah berdarah. Rasa sakit atau nyeri

63
pada umumnya baru timbul bila tumor sudah besar, timbul borok, atau ada
metastasis ke tulang. Kemudian timbul pembesaran kelenjar getah bening di
ketiak, bengkak (edema) pada lengan, dan penyebaran kanker ke seluruh tubuh.
Gejala klinis pada pasien ini, sudah sesuai dengan teori.
Faktor risiko yang erat kaitannya dengan peningkatan insiden kanker
payudara antara lain jenis kelamin wanita, usia > 50 tahun, riwayat keluarga
dan genetik (pembawa mutasi gen BRCA1, BRCA2, ATM atau TP53 (p53)),
riwayat penyakit payudara sebelumnya (DCIS pada payudara yang sama, LCIS,
densitas tinggi pada mamografi), riwayat menstruasi dini (<12 tahun) atau
menarche lambat (>55 tahun), menopouse (mati haid) setelah umur 50 tahun,
riwayat reproduksi (tidak memiliki anak, melahirkan anak pertama sesudah umur
35 tahun dan tidak menyusui), hormonal, obesitas, konsumsi alkohol, riwayat
radiasi dinding dada, faktor lingkungan: merokok dan terpapar asap rokok
(perokok pasif), pola makan yang buruk (tinggi lemak dan rendah serat,
mengandung zat pengawet/pewarna). Pasien ini memiliki faktor risiko kanker
payudara yaitu jenis kelamin wanita, riwayat keluarga (kakak pasien), dan
terpapar asap rokok (perokok pasif).
Keluarga yang memiliki riwayat penyakit kanker payudara. Anak
perempuan atau saudara perempuan (hubungan keluarga langsung) dari wanita
dengan kanker payudara, risikonya meningkat dua kali jika ibunya terkena kanker
sebelum berusia 60 tahun, risiko meningkat 4 sampai 6 kali jika kanker payudara
terjadi pada dua orang saudara langsung.
Pada pasien ini didapatkan juga keluhan sesak napas. Sesak tersebut tidak
dipengaruhi oleh aktivitas dan cuaca, dan tidak ada pula riwayat asma pada pasien
ataupun keluarga pasien. Dari pemeriksaan fisik paru didapatkan vocal fremitus
menurun di kedua paru terutama paru dextra, bunyi napas vesikuler di kedua
lapang paru namun melemah, ronkhi basah didapatkan pada kedua lapang paru.
Diduga bahwa carcinoma mammae ini telah mengalami metastasis ke paru-paru
atau pleura. Pada hasil pemeriksaan foto thorax PA, didapatkan tampak multiple
lesi micronodular yang tersebar pada kedua pulmo, tampak perselubungan
homogen yang menutupi kedua sinus dan diafragma dan batas kanan jantung,

64
serta memberikan gambaran meniscus sign. Kesan oleh radiolog yaitu gambaran
metastasis ke paru dan efusi pleura dextra.
Pada pasien ini didapatkan pula nausea, pada carcinoma mammae nausea
dapat diakibatkan oleh adanya metastasis ke hepar, begitupun riwayat melena
pada pasien dapat terkait dengan adanya perdarahan pada sistem gastrointestinal
bagian atas yang dapat dikaitkan dengan metastasis organ. Namun, pada pasien ini
tidak dilakukan USG abdomen oleh radiolog, akan tetapi pada pemeriksaan
palpasi abdomen menunjukkan adanya hepato-splenomegali.
Dari hasil pemeriksaan fisis pasien ditemukan keadaan umum sakit berat
sign dalam batas normal, tampak pucat, konjungtiva anemis +/+. Tidak teraba
pembesaran pada kelenjar limfe axilla, infraclavicular, maupun supraclavicular.
Status lokalis
Regio : mammae dextra et sinistra
Inspeksi : tampak ulkus pada regio mammae dextra yang
disertai dengan jaringan nekrosis, darah, dan pus yang
menyebar hingga bagian aksila dextra.
terdapat satu buah benjolan berukuran ± 5x5 cm,
pada bagian dalam payudara berbentuk seperti bola
pingpong, pada area luar permukaan payudara terdapat
beberapa nodul kecil ukuran ± 0,5 cm berwarna merah
kecoklatan, dan area sekitar benjolan mengalami
hiperpigmentasi dan beberapa tampak hiperemis.
Tampak area ulserasi/ulkus pada puting susu dan puting
susu nampak retraksi disertai tampakan peau’ de orange,
tidak ada cairan/discharge dari puting.

Berdasarkan teori, kanker payudara lanjut sangat mudah dikenali dengan


mengetahui kriteria operabilitas Heagensen sebagai berikut: terdapat edema luas
pada kulit payudara (lebih 1/3 luas kulit payudara); adanya nodul satelit pada kulit
payudara; kanker payudara jenis mastitis karsinomatosis; terdapat nodul
parasternal; terdapat nodul supraklavikula; adanya edema lengan; adanya

65
metastasis jauh; serta terdapat dua dari tanda-tanda locally advanced, yaitu
ulserasi kulit, edema kulit, kulit terfiksasi pada dinding toraks, kelenjar getah
bening aksila berdiameter lebih 2,5 cm, dan kelenjar getah bening aksila melekat
satu sama lain. Tanda-tanda tersebut beberapa ditemukan pada pasien ini.
Keluhan juga disertai benjolan di regio dorsal dextra, pada sisi atas sejak ± 6
bulan yang lalu, terdapat 5 benjolan yang dirasakan tidak nyeri dan tidak dapat
digerakkan (imobile), hal ini disertai dengan keluhan bengkak pada lengan kanan
yang nyeri dan tidak dapat digerakkan.. Teorinya, metastasis tulang merupakan
penyebaran sel-sel kanker dari kanker primernya ke tulang. Jarak antara tumor
primer dan dan munculnya metastasis bervariasi dan tidak menentu, misalnya
pada carcinoma mammae. Nyeri tulang adalah gejala yang paling sering dijumpai
pada proses metastasis ke tulang. Adanya metastasis ke tulang dapat
menyebabkan struktur tulang menjadi lebih rapuh dan beresiko untuk mengalami
fraktur. Ketika terjadi proses metastasis ke vertebra, maka medula spinalis
menjadi terdesak. Pendesakan medula spinalis tidak hanya menimbulkan nyeri
tetapi juga dapat menimbulkan paraplegi atau mati rasa pada ekstremitas,
gangguan miksi, atau mati rasa disekitar abdomen. Namun, pada pasien ini tidak
didapatkan nyeri ataupun kelumpuhan pada kedua tungkai bawahnya, dimana
dapat dinilai bahwa kekuatan kedua ekstremitas inferior adalah 5, hal ini
menunjukkan kemungkinan kanker belum bermetastasis jauh ke tulang vertebra
pasien.
Carcinoma mammae bermetastasis dengan penyebaran langsung kejaringan
sekitarnya, dan juga melalui saluran limfe (limfogen) dan aliran darah
(hematogen). Pada carcinoma mammae, metastasis yang sering terjadi adalah ke
paru, pleura, dan tulang. Manifestasi metastasis dari carcinoma payudara dapat
berupa nodul yang disebut “coin lesions” atau efusi pleura. Metastasis jauh pada
pasien ini adalah pada paru dan pleura. Kecurigaan metastasis pada sistem
gastrointestinal dan tulang vertebra pada pasien ini belum dapat dibuktikan.
Penatalaksanaan pada pasien carcinoma umumnya tergantung pada stadium
tumor. Tujuan pengobatan pada prinsipnya bersifat kuratif atau paliatif. Terapi
kuratif berarti masih ada harapan sembuh, sedang paliatif hanya menekan efek

66
tumor terhadap penderita untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pada stadium
T1 dan T2 dan kadang-kadang T3 dengan N0, N1 dan M0 yang dianggap tumor
operable, tujuan terapi adalah kuratif. Pada carcinoma stadium lanjut (inoperable)
maupun carcinoma dengan metastasis jauh (T0-4, N2-3, M1) adapun tujuan
terapinya adalah paliatif, terapi yang diutamakan adalah terapi sistemik yaitu
kemoterapi atau hormonal.
Pada pasien ini dapat dilihat bahwa sudah terdapat metastasis jauh yakni ke
paru, sehingga tergolong ke dalam stadium IV, atau stadium akhir. Pasien
ditatalaksana dengan terapi paliatif. Secara teori, prinsip terapi kanker payudara
stadium lanjut:
a. Sifat terapi paliatif
b. Terapi sistemik merupakan terapi primer (kemoterapi dan terapi hormonal)
c. Terapi lokoregional (radiasi dan bedah) apabila diperlukan
d. Hospice home care
Prognosis pasien ini adalah dubia ad malam, yang mana presentase harapan
hidup 5 tahun stadium IV adalah 20%.

67
BAB V
KESIMPULAN

a. Kanker payudara (carcinoma mammae) merupakan pertumbuhan yang


abnormal dari sel-sel jaringan payudara yang dapat mengakibatkan invasi ke
jaringan-jaringan normal.
b. Skrining kanker payudara berupa: 1. Pemeriksaan payudara sendiri
(SADARI); 2. Pemeriksaan payudara klinis (SADANIS); 3. Pemeriksaan
payudara klinis oleh petugas yang terlatih; 4. Mammografi skrining; 5.
Prevensi dan skrining bertujuan menemukan kemungkinan adanya kanker
payudara dalam stadium dini dan diharapkan akan menurunkan mortalitas.
c. Diagnosa pada kanker meliputi: diagnosa utama-diagnosa sekunder-
diagnosa komplikasi dan diagnosa patologi. Diagnosa utama diawali dengan
diagnosa klinis dan diteruskan dengan diagnosa pencitraan.
d. Penetapan stadium berdasarkan AJCC dan UICC. Penetapan stadium
berguna untuk a) Penetapan diagnose; b. Penetapan strategi terapi; c)
Prakiraan prognosa; d) Penetapan tindak lanjut setelah terapi (follow up); e)
Pengumpulan data epidemiologis dalam registrasi kanker (standarisasi); f)
Penilaian beban dan mutu layanan suatu institusi kesehatan.
e. Mastektomi dikerjakan pada stadium I,II dan III bisa berbentuk mastektomi
radikal modifikasi ataupun yang klasik
f. Kemoterapi yang diberikan dapat berupa obat tunggal atau berupa gabungan
beberapa kombinasi obat kemoterapi, biasanya diberikan secara bertahap
sebanyak 6 – 8 siklus agar mendapatkan efek yang diharapkan dengan efek
samping yang masih dapat diterima.
g. Terapi hormonal diberikan pada kasus-kasus dengan hormonal positif, dan
diberikan selama 5-10 tahun.
h. Berdasarkan anamnesis, dan pemeriksaan fisik didiagnosis dengan
carcinoma mammae stadium IV dengan faktor risiko utama adalah keluarga.
i. Masalah klinis pada carcinoma mammae stadium lanjut merupakan masalah
kompleks yang melibatkan beberapa organ akibat penyebaran tumor primer.

68
DAFTAR PUSTAKA

1. Mintian Y, Yi W. Carcinoma mammae. Editor: Desen W. In: Buku Ajar


ONKOLOGI KLINIS. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011. Hal
366-383.
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi Penyakit Kanker.
Jakarta: Pusat Data Dan Informasi Kementerian Kesehatan RI; 2015.
3. Komite Penanggulangan Kanker Nasional. Panduan Penatalaksanaan
Kanker Payudara. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;-.
4. Haryono SJ, Sukasah C, Swantari NM, Manuaba TW, Bisono. Payudara.
Editor: Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R, et
al.. In: Buku ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat-de Jong. Edisi 3. Jakarta: EGC;
2011. Hal 471-497.
5. Khasanah FT. Carcinoma Mammae Stadium IV Dengan Tanda-Tanda
Dyspnoe Dan Paraplegi Ekstremitas Inferior. Medula Unila. 2013; 1 (2): 43-
51.
6. American Cancer Society. Breast Cancer. American Cancer Society (Serial
Online). 2016 (Citied 2017 March 24); (127 Screens). Available from: <
https://old.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003090-
pdf.pdf>.
7. Barnes BA, Ho X. Breast anatomy and physiology unit 1. Santarosa.edu
(Serial Online). 2006 (Citied 2017 March 25); (50 Screens). Available from
<http://srjcstaff.santarosa.edu/~xho/Mammo/Unit%201%20-
%20Breast%20Anatomy%20and%20Physiology.pdf>.
8. Moore, Keith L, Dalley, Arthur F. Clinically Oriented Anatomy, 5th
Edition. Germany: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.
9. Tahir S. Surgery-Breast Problems. theprofesional (Serial Online). 2015
(Citied 2017 March 26); (265 Screens). Available from
<http://iph.theprofesional.com/images/books/4.pdf>.
10. Hamdi M, Würinger E, Schlenz I, Kuzbari R. Anatomy of the Breast: A
Clinical Application. Springer (Serial Online). 2005 (Citied 2017 March

69
25); (9 Screens). Available from <http://eknygos.lsmuni.lt/springer/477/1-
8.pdf>.
11. Hitachi Medical System America. MRI Anatomy and Positioning Series.
Twinsburg: Summit Commerce Park; 2015.
12. Junqueira LC, Carneiro J. Histologi dasar text & atlas. Edisi 10. Jakarta:
EGC; 2011.
13. Rossi M, Chaudhry S, Wong E. Breast Cancer. McMaster Pathophysiology
Review (Serial Online). 2012 (Citied 2017 April 01); (1 Screens). Available
from: <http://www.pathophys.org/breast-cancer/>.
14. Eroschenko VP. Atlas histologi diFiore dengan korelasi fungsional. Edisi
11. Jakarta: EGC; 2011.
15. Megawati. Gambaran ketahanan hidup lima tahun pasien kanker payudara
berdasarkan karakteristik demografi dan faktor klinis di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo tahun 2007-2010. Depok: Universitas Indonesia; 2012.
16. Sander MA. Profil penderita kanker payudara stadium lanjut baik lokal
maupun metastasis jauh di RSUP Hasan Sadikin Bandung. Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang. 2011;-(-):1-11.
17. CME/CE. Breast Cancer Module I: Breast Anatomy, Physiology, and
Pathology. Medscape (Serial Online). 2007 (Citied 2017 March 24); (9
Screens). Available from
<http://www.medscape.org/viewarticle/548921_3>.
18. Abdulkareem IH. Aetio-pathogenesis of breast cancer. Nigerian Medical
Journal. 2013; 54 (6): 371–375.
19. Comprehensive Cancer Center Breast Care Center Patient Education,
Surgical Oncology, Physical Therapy, Plastic and Reconstructive Surgery,
Medical Oncology and Radiation Oncology. Breast Cancer Surgery at the
University of Michigan Comprehensive Cancer Center. United States:
University of Michigan Comprehensive Cancer Center; 2008.
20. Kementerian Kesehatan RI. SADARI Periksa payudara sendiri. Jakarta:
Kementerian RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular; 2012.

70
71

Anda mungkin juga menyukai