Anda di halaman 1dari 70

BAB I

PENDAHULUAN

Carcinoma mammae atau kanker payudara merupakan salah satu tumor


ganas paling sering ditemukan pada wanita. Menurut data GLOBOCAN (IARC/
International Agency for Research on Cancer) tahun 2012 diketahui bahwa kanker
payudara merupakan penyakit kanker dengan persentase kasus baru (setelah
dikontrol oleh umur) tertinggi, yaitu sebesar 43,3%, dan persentase kematian
(setelah dikontrol oleh umur) akibat kanker payudara sebesar 12,9%. Di Eropa
Barat, Amerika Utara dan Negara maju lain, insiden carcinoma mammae
menempati posisi pertama dari kanker kaum wanita. RRC walaupun tergolong
Negara berinsiden rendah, tapi insidennya menunjukkan tren meningkat jelas, di
Beijing, Shanghai, Tianjin, dan Kota besar lain insiden carcinoma mammae telah
melonjak menempati posisi pertama dari berbagai kanker wanita. Menurut statistik,
setiap tahun di RRC terdapat 40.000 lebih wanita meninggal karenanya, maka
kanker mammae telah menjadi salah satu penyakit serius yang mengancam serius
jiwa wanita Negara kita.1,2
Kanker payudara (KPD) merupakan keganasan pada jaringan payudara
yang dapat berasal dari epitel ductus maupun lobulusnya. Kanker payudara
merupakan salah satu jenis kanker terbanyak di Indonesia. Berdasarkan
Pathological Based Registration di Indonesia, KPD menempati urutan pertama
dengan frekuensi relatif sebesar 18,6%. (Data Kanker di Indonesia Tahun 2010,
menurut data Histopatologik; Badan Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter
Spesialis Patologi Indonesia (IAPI) dan Yayasan Kanker Indonesia (YKI)).
Diperkirakan angka kejadiannya di Indonesia adalah 12/100.000 wanita, sedangkan
di Amerika adalah sekitar 92/100.000 wanita dengan mortalitas yang cukup tinggi
yaitu 27/100.000 atau 18 % dari kematian yang dijumpai pada wanita. Penyakit ini
juga dapat diderita pada laki - laki dengan frekuensi sekitar 1%. Di Indonesia, lebih
dari 80% kasus ditemukan berada pada stadium yang lanjut, dimana upaya
pengobatan sulit dilakukan.3

1
Terdapat berbagai faktor yang diperkirakan meningkatkan risiko kanker
payudara, antara lain faktor usia genetik, dan familial, hormonal, gaya hidup,
lingkungan, dan adanya riwayat tumor jinak. Separuh dari orang yang memiliki
berbagai faktor-faktor di atas akan menderita kanker payudara. Gejala kanker
payudara sangat dipengaruhi oleh lokasi tumor dan ciri pertumbuhannya. Berbagai
gejala yang biasanya mendorong pasien untuk datang ke dokter antara lain adanya
benjolan di payudara yang tidak nyeri (66%); nyeri usik pada payudara unilateral
maupun bilateral; nyeri lokal di salah satu payudara; retraksi kulit atau puting;
keluarnya cairan dari puting; eksim, radang, atau ulserasi puting susu; benjolan
ketiak serta edema lengan.4
Penatalaksanaan kanker payudara telah mengalami kemajuan yang sangat
pesat, akan tetapi angka kematian dan angka kejadian kanker payudara masih tetap
tinggi karena penderita ditemukan pada stadium lanjut. Kanker payudara akan
mendapat penanganan yang secepatnya dan akan memberikan harapan kesembuhan
serta harapan hidup yang lebih baik apabila kanker payudara dideteksi sejak dini.
Hasil penelitian para ahli menunjukkan kanker payudara ditemukan secara tidak
sengaja oleh penderita, yakni sekitar 90% kanker payudara ditemukan dengan
pemeriksaan payudara sendiri. Dengan demikian, akan sangat besar artinya bila
pemeriksaan pada payudara sendiri lebih digalakkan terhadap kaum wanita
terutama yang lebih dari 30 tahun (cancer age) sehingga diharapkan akan banyak
dijaring kasus kanker secara dini.5
Berdasarkan hal tersebut di atas, perlu pemahaman tentang upaya
pencegahan, diagnosis dini, pengobatan kuratif maupun paliatif serta upaya
rehabilitasi yang baik, agar pelayanan pada penderita dapat dilakukan secara
optimal. Berikut ini akan disajikan laporan kasus Carcinoma Mammae Stadium
IV di bangsal RSU Anutapura.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Tumor adalah jaringan baru (neoplasma) yang timbul dalam tubuh
akibat pengaruh berbagai faktor penyebab tumor yang menyebabkan jaringan
setempat pada tingkat gen kehilangan kendali normal atas pertumbuhannya.
Tumor dapat dibagi menjadi tumor jinak dan tumor ganas. Tumor jinak dapat
mendesak jaringan organ sekitarnya, namun biasanya tidak berinfiltrasi
merusak jaringan sekitarnya, juga tidak bermetastasis, sehingga bahayanya
relatif kecil. Tumor ganas sering kali tumbuh dengan pesat, bersifat invasif
(menginfiltrasi jaringan sekitarnya) dan bermetastasis, bila tidak
mendapatkan terapi yang efektif biasanya membawa kematian. Tumor ganas
yang timbul dari epitel disebut sebagai carcinoma.1
Kanker payudara merupakan keganasan pada jaringan payudara yang
dapat berasal dari epitel ductus maupun lobulusnya. Kebanyakan kanker
payudara berasal dari ductus yang menyalurkan susu ke nipple (ductal
cancers). Beberapa juga berasal dari kelenjar yang menghasilkan susu
(lobular cancers). Sejumlah kecil kanker berawal dari jaringan lain pada
payudara, yang disebut sebagai sarcoma dan lymphoma dan sebenarnya tidak
tergolong sebagai kanker payudara. Carcinoma mammae stadium IV
merupakan carcinoma mammae yang telah mengalami metastasis ke organ
lain seperti otak, pleura, paru, hati atau ke tulang.3,4,6

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Anatomi aplikatif
1. Morfologi dan ruang lingkup
Kelenjar mammae wanita dewasa belum pernah melahirkan
berupa benjolan berbentuk kerucut, wanita yang telah menyusui
bentuknya cenderung menurun dan mendatar; kelenjar mammae wanita
lanjut usia mengalami atrofi bertahap. Mammae kedua sisi berukuran

3
serupa, tapi tidak harus simetris. Kelenjar mammae wanita sebagian
besar terletak di anterior otot pectoralis major, sebagian kecil dari
bagian latero-inferiornya terletak di depan otot serratus anterior. Batas
superior, inferior terletak di antara sela iga 2-6 atau ke 3-7, batas medial
adalah linea parasternal, batas lateral adalah linea axillaris anterior,
kadang kala mencapai linea axillaris media. Beberapa kelenjar
mammae memiliki kutub latero-superior berekstensi hingga fossa
axilla, membentuk cauda axillar dari kelenjar mammae, disebut juga
eminentia axillaris.1

Gambar 2.1 Struktur anatomi payudara normal7,8

4
Gambar 2.2 Pembagian quadran payudara7,8

2. Embriologi
Jaringan payudara manusia mulai berkembang pada minggu ke-
enam kehidupan fetus berupa penebalan ectodermal di sepanjang linea
axilla dan meluas ke groin atau regio inguinal (disebut sebagai milk
ridge). Pada minggu ke-sembilan kehidupan fetus, mengalami regresi
atau kembali ke area dada, menjadi dua breast buds pada setengah
bagian atas dada. Baik itu pada bayi laki-laki dan perempuan memiliki
payudara kecil, dan dapat terjadi pembesaran unilateral atau bilateral
diikuti dengan nipple discharge selama beberapa hari pertama setelah
kelahiran. Keadaan yang disebut mastitis neonatorum ini disebabkan
oleh berkembangnya sistem ductus dan tumbuhnya asinus serta
vaskularisasi pada stroma yang dirangsang secara tidak langsung oleh

5
tingginya kadar estrogen ibu dalam sirkulasi darah bayi. Setelah lahir,
terjadi penurunan kadar estrogen yang merangsang hipofisis untuk
memproduksi prolactin. Prolactin inilah yang menimbulkan perubahan
pada payudara.4,6

Gambar 2.3 Milk ridges atau milk line (usia gestasi 37 hari)9

3. Struktur kelenjar mammae


Sentrum dari kelenjar mammae adalah papilla mammae,
sekelilingnya terdapat lingkaran areola mammae. Areola mammae
memiliki banyak tonjolan kelenjar areolar, waktu menyusui dapat
menghasilkan sebum yang melicinkan papilla mammae. Kelenjar
mammae memiliki 15-20 lobuli, tiap lobulus merupakan satu sistem
tubuli laktiferi (nipple-areola complex, NAC). Tiap sistem tubuli
laktiferi berawal dari papilla mammae tersusun memancar. Sistem
tubuli laktiferi dapat dibagi menjadi sinus laktiferi, ampulla ductus
laktiferi, ductus laktiferi besar, sedang, kecil, terminal, dan asinus serta
bagian lainnya. Sebagian ductus besar menjelang ke papilla saling
beranastomosis. Maka jumlah pori muara ductus laktiferi lebih sedikit
dari jumlah lobuli laktiferi. Dari pori ductus laktiferi hingga sinus
laktiferi dilapisi epitel squamous berlapis, dari distal sinus laktiferi
hingga ductus besar di bawah areola dilapisi sel torak berlapis ganda,
selanjutnya berbagai tingkat ductus dilapisi satu lapis sel epitel torak,
asinus dilapisi satu lapis sel epitel torak atau kubus.1,4
4. Fasia yang berkaitan dengan glandula mammae
Glandula mammae terletak di antara lapisan superfisial dan
lapisan profunda dari fasia superfisial subkutis. Serabut lapisan
6
superfisial fasia superfisial dan glandula mammae dihubungkan dengan
jaringan serabut pengikat, yang disebut dengan ligamentum Cooper
mammae. Jika ligament ini terinvasi tumor hingga menyusut, di kulit
bersangkutan akan timbul cekungan, secara klinis dikenal dengan
tanda lesung. Posterior dari glandula mammae adalah lapisan
profunda fasia superfisial subkutis, di anterior fasia M. pectoralis major
terdapat struktur yang longgar, disebut dengan celah posterior glandula
mammae, maka glandula mammae dapat digerakkan bebas di atas
permukaan otot pectoralis major. Jika tumor menginvasi fasia M.
pectoralis major atau M. pectoralis major, mobilitasnya akan berkurang
atau terfiksasi padanya.1

Gambar 2.4 Sistem fasia payudara10

5. Pemasokan darah
Pasokan darah kelenjar mammae terutama berasal dari cabang
arteri axillaris, ramus perforata intercostales 1-4 dari arteri mammaria
interna dan ramus perforata arteri intercostales 3-7. Cabang arteri
axillaris dari medial ke lateral adalah arteri thoracalis superior, arteri
thoracalis acromial, arteri thoracalis lateralis. Agak ke lateral dari arteri
thoracalis lateralis terdapat arteri subscapularis. Arteri ini walaupun
tidak memasok ke kelenjar mammae tapi pada operasi mastektomi
radikal untuk kanker mammae harus dibersihkan kelenjar limfe

7
sekitarnya, mudah rudapaksa waktu operasi, harus hati-hati bila perlu
boleh diligasi, dipotong.1

Gambar 2.5 Vaskularisasi payudara8

Vena dapat dibagi menjadi 2 kelompok, superfisial dan profunda.


Vena superfisial terletak di subkutis, mudah tampak, bermuara ke vena
mammaria interna atua vena superfisial leher. Vena dalam berjalan
seiring dengan arteri yang senama tersebut di atas, secara terpisah
bermuara ke vena axillaris, vena mammaria interna dan vena azigos
atau vena hemiazigos. Yang perlu diperhatikan adalah, vena

8
intercostales dan plexus venosus vertebral saling berhubungan. Plexus
venosus vertebral tak berkatup sehingga tekanannya rendah, merupakan
jalur penting menghubungkan vana cava superior dan inferior. Sesuai
perubahan tekanan vena vertebral, darah di dalam vena vertebral
sebelum bermuara ke vena cava dapat mengalir bolak balik. Oleh
karena itu, sel kanker mammae dapat melalui vena intercostal masuk ke
sistem vena vertebral, dan sebelum masuk ke vena cava dapat mengalir
ke segmen superior os femur, pelvis, vertebra, scapula, cranium, dan
tempat lain serta dapat membentuk metastasis. Secara klinis disebut
metastasis intercostal-sistem vena vertebral.1
6. Drainase limfe
Saluran limfe kelenjar mammae terutama berjalan mengikuti
vena kelenjar mammae, drainasenya terutama meliputi: (1) Bagian
lateral dan sentral masuk ke kelenjar limfe fossa axillaris. (2) Bagian
medial masuk ke kelenjar limfe mammaria interna. Perlu diperhatikan
bahwa drainase limfe kelenjar mammae tidak memiliki batasan absolut,
ditambah lagi terdapat anastomosis di antara mereka, limfe bagian
medial dapat mengalir ke kelenajar limfe fossa axillaris, bagian lateral
dapat mengalir ke kelenjar limfe mammaria interna. Tapi secara
keseluruhan, kelenjar limfe fossa axillaris menerima sekitar 75% dari
drainase limfe kelenjar mammae, sedangkan kelenjar limfe mammaria
interna hanya sekitar 20-25%. Selain itu, saluran limfe subcutis kelenjar
mammae umumnya masuk ke plexus limfatik subareolar. Jika
drainasenya terhambat, dapat mengalir ke kelenjar mammae, kelenjar
limfe fossa axillaris, dinding abdomen dan subdiafragma kontralateral,
dan lain-lain. Terdapat enam kelompok kelenjar limfatik yang dikenali
oleh ahli bedah yaitu kelompok limfatik vena axillaris, mammaria
eksterna, scapular, sentral, subclavivular, dan interpectoral (Rotters
group).1,4

9
Gambar 2.6 Drainase limfe payudara6,8

7. Persarafan
Kelenjar mammae dipersarafi oleh nervi intercostal ke 2-6 dan 3-
4 rami dari plexus cervicalis. Sedangkan, saraf yang berkaitan erat
dengan terapi bedah adalah: (1) Nervus thoracalis lateralis. Kira-kira di
tepi medial M. pectoralis minor melintasi anterior vena axillaris
berjalan ke bawah masuk ke permukaan dalam M. pectoralis major. (2)
10
Nervus thoracalis medialis. Kira-kira 1 cm lateral dari nervus thoracalis
lateralis, tidak melintasi vena axillaris berjalan ke bawah masuk ke M.
pectoralis minor dan M. pectoralis major. Pada waktu operasi radikal
revisi jangan mencederai saraf ini, kalau terkena maka pasca operasi
otot pectorales akan atrofi. (3) Nervus thoracalis longus dari plexus
cervicalis. Menempel rapat pada dinding thorax berjalan ke bawah,
mempersarafi M. serratus anterior. Pada operasi radikal harus
menghindari rudapaksa. (4) Nervus thoracalis dorsalis dari plexus
brachialis. Berjalan bersama pembuluh darah subscapularis,
mempersarafi M. subscapularis, M. teres major. Pada oeprasi radikal
umumnya tak perlu direseksi. Tapi bila di sekitarnya terdapat kelenjar
limfe yang sulit dibersihkan maka saraf ini dapat dipotong.1

(a)

(b)

11
(c)
Gambar 2.7 (a) Persarafan payudara; (b) Gambaran skematik payudara dan
anterior (ACB) and lateral cutaneous branches (LCB) dari nervus intercostal IV
yang menginervasi nipple dan areola; (c) Persarafan area axilla.10,11

Fungsi fisiologis
Fungsi faal dasar dari kelenjar mammae adalah mensekresi susu,
menyusui bayi. Sekret pertama yang dikeluarkan kelenjar mammae sesudah
lahir disebut kolostrum. Kolostrum mengandung lebih sedikit lemak dan
lebih banyak protein daripada susu biasa dan kaya akan antibodi (terutama
IgA sekretorik) yang memberi neonatus sedikit kekebalan pasif, terutama di
dalam lumen ususnya. Bila seorang wanita menyusui, isapan anak akan
merangsang reseptor taktil pada puting susu, yang berakibat pelepasan
hormon oksitosin dari hipofisis posterior. Hormon ini menimbulkan
kontraksi sel-sel mioepitel pada alveoli dan ductus, yang berakibat
pengeluaran susu (milk-ejection reflex). Rangsangan emosional negatif,
seperti frustrasi, kegelisahan, atau amarah, dapat menghambat pelepasan
oksitosin dan mencegah terjadinya refleks tersebut.1,12
Fungsi lainnya adalah sebagi ciri seksual sekunder yang penting dari
wanita, termasuk organ tanda seks yang penting. Kelenjar mammae
merupakan target dari berbagai hormon, perkembangan, sekresi susu, dan
fungsi lainnya hanya dipengaruhi sistem endokrin dan cortex cerebri secara
tak langsung. Perkembangan dan hyperplasia ductuli glandulae mammae
12
terutama bergantung pada hormon gonadotropin dan estrogen, sedangkan
lobuli glandulae bergantung pada efek bersama dari progesterone dan
estrogen dengan proporsi sesuai barulah dapat berkembang baik.1
Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi hormon.
Perubahan pertama dimulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, lalu
masa fertilitas, sampai masa klimakterium, hingga menopause. Sejak
pubertas, pengaruh estrogen dan progesterone yang diproduksi ovarium dan
juga hormon hipofisis menyebabkan berkembangnya ductus dan timbulnya
asinus. Perubahan selanjutnya terjadi sesuai dengan daur haid. Sekitar hari
ke-8 haid, payudara membesar, dan pada beberapa hari sebelum haid
berikutnya terjadi pembesaran maksimal. Kadang, timbul benjolan yang tidak
nyeri dan tidak rata. Selama beberapa hari menjelang haid, payudara
meregang dan nyeri sehingga pemeriksaan fisik, terutama palpasi, sulit
dilakukan. Pada waktu itu, mamografi menjadi rancau karena kontras kelenjar
terlalu besar. Begitu haid mulai, semua hal tersebut berkurang.4
Perubahan terakhir terjadi pada masa hamil dan menyusui. Pada
kehamilan, payudara membesar karena epitel ductus lobul dan ductus
alveolus berproliferasi, dan tumbuh ductus baru. Sekresi hormon prolactin
dari hipofisis anterior memicu laktasi. Air susu diproduksi oleh sel-sel
alveolus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui ductus ke puting
susu yang dipicu oleh oksitosin.4

Gambar 2.8 Perubahan siklus payudara13

13
C. HISTOLOGI PAYUDARA NORMAL
Setiap kelenjar payudara terdiri atas 15-25 lobus dari jenis
tubuloalveolar kompleks, yang berfungsi menyekresi air susu bagi neonatus.
Setiap lobus, yang dipisahkan satu sama lain oleh jaringan ikat padat dan
banyak jaringan lemak, sesungguhuya merupakan suatu kelenjar tersendiri
dengan ductus ekskretorius laktiferusnya sendiri. Ductus ini, dengan panjang
2 - 4,5 cm, bermuara pada papilla mammae, yang memiliki 15 - 25 muara,
masing-masing berdiameter 0,5 mm. Struktur histologi kelenjar payudara
bervariasi sesuai dengan jenis kelamin, usia, dan status fisiologis.12

Gambar 2.9 Histologi payudara13

Gambar 2.10 Kelenjar mammae yang tidak aktif. Pulasan HE.14

14
Gambar 2.11 Kelenjar mammae selama laktasi Pulasan HE.14

D. EPIDEMIOLOGI
Menurut data GLOBOCAN (IARC) tahun 2012 diketahui bahwa
kanker payudara merupakan penyakit kanker dengan persentase kasus baru
(setelah dikontrol oleh umur) tertinggi, yaitu sebesar 43,3%, dan persentase
kematian (setelah dikontrol oleh umur) akibat kanker payudara sebesar
12,9%. Penyakit kanker terbanyak di RS Kanker Dharmais selama 4 tahun
berturut-turut adalah kanker payudara, serviks, paru, ovarium, rektum, tiroid,
usus besar, hepatoma, dan nasofaring. Selama tahun 2010-2013, kanker
payudara, kanker serviks dan kanker paru merupakan tiga penyakit terbanyak
di RS Kanker Dharmais, dan jumlah kasus baru serta jumlah kematian akibat
kanker tersebut terus meningkat.2

Gambar 2.12 Estimasi persentase kasus baru dan kematian akibat kanker pada
penduduk perempuan di Dunia tahun 20122

15
Gambar 2.13 Estimasi jumlah kasus baru dan jumlah kematian akibat kanker di RS
Kanker Dharmais tahun 2010-20132

Tabel 2.1 Distribusi stadium klinis pasien kanker payudara di RSCM tahun
2007-201015

Variasi antara kelompok sangat menonjol


Penyakit ini terutama mengenai wanita, kanker mammae pria hanya
sekitar 1% dari kanker mammae.1
Usia timbulnya penyakit
Kebanyakan pada usia setengah baya dan lansia. Jarang terjadi pada
usia kurang 30 tahun, sedangkan yang kurang dari 20 tahun sangat jarang.
Data dari China hanya menemukan 3 kasus berusia kurang 20 tahun. Menurut
analisis data dari 6263 kasus di RS Kanker Universitas Zhongshan, rentang
16
usia pasien adalah 17-90 tahun, usia median 47 tahun. Dihitung dengan selang
usia 5 tahunan, pasien terbanyak berusia 45-49 tahun (25,2%), disusul 40-44
tahun (15,8%), dan 54-59 tahun (15,6%).1
Dari seluruh kanker payudara, sekitar 50% tumbuh pada kuadran lateral
atas /upper outer quadrant, 10% pada ketiga kuadran yang lain, dan 20% di
regio subareolar, karena lokasi ini banyak terdapat jaringan. Lesi multifocal
(misalnya yang timbul pada kuadran lain di luar massa tumor utama) pada
kurang lebih sepertiga pasien dan tidak jarang bilateral, khususnya pada
varian lobular carsinoma payudara. Sebagian besar kanker payudara terjadi
pada unit ductus terminal (kecuali yang menjadi penyakit Paget dan
carsinorna lobuler) dan perbedaan di antara tipe-tipe variasinya, yang
mempunyai gambaran patologi klinik tertentu, didasarkan pada gambaran
sitologik dan arsitektur individual.10,16

Gambar 2.14 Persentase area payudara yang sering terkena kanker17

E. ETIOLOGI
Etiologi carcinoma mammae masih belum jelas, tapi data menunjukkan
terdapat kaitan erat dengan faktor berikut:1
1. Riwayat keluarga dan gen terkait carcinoma mammae: penelitian
menemukan pada wanita dengan saudara primer menderita carcinoma
mammae, probabilitas terkena carcinoma mammae lebih tinggi 2-3 kali
dibandingkan wanita tanpa riwayat keluarga. Penelitian dewasa ini
menunjukkan gen utama yang terkait dengan timbulnya carcinoma
mammae adalah BRCA-1 dan BRCA-2.1

17
2. Reproduksi: usia menarche kecil, henti haid lanjut dan siklus haid
pendek merupakan faktor risiko tinggi carcinoma mammae. Selain itu,
yang seumur hidup tidak menikah atau belum menikah, partus pertama
berusia lebih dari 30 tahun dan setelah partus belum menyusui,
berinsiden relatif tinggi.1
3. Kelainan kelenjar mammae: penderita kistadenoma mammae
hiperplastik berat berinsiden lebih tinggi. Jika satu mammae sudah
terkena kanker, mammae kontralateral risikonya meningkat.1
4. Penggunaan obat di masa lalu: penggunaan jangka panjang hormon
insidennya lebih tinggi. Terdapat laporan penggunaan jangka panjang
reserpine, metildopa, analgesik trisiklik, dan lainnya, dapat
menyebabkan kadar prolactin meninggi, berisiko karsinogenik bagi
mammae.1
5. Radiasi pengion: kelenjar mammae relatif peka terhadap radiasi
pengion, paparan berlebih menyebabkan peluang kanker lebih tinggi.1
6. Diet dan gizi: berbagai studi kasus-kelolah menunjukkan diet tinggi
lemak dan kalori berkaitan langsung dengan timbulnya carcinoma
mammae. Terdapat data menunjukkan orang yang gemuk sesudah usia
50 tahun berpeluang lebih besar terkena kanker mammae. Terdapat
laporan, bahwa minum bir dapat meningkatkan kadar estrogen dalam
tubuh, wanita yang setiap hari minum bir 3 kali ke atas berisiko
carcinoma mammae meningkat 50-70%. Penelitian lain menunjukkan
diet tinggi selulosa, vitamin A dan protein kedelai dapat menurunkan
insiden carcinoma mammae.1

F. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko yang erat kaitannya dengan peningkatan insiden kanker
payudara antara lain jenis kelamin wanita, usia > 50 tahun, riwayat keluarga
dan genetik (pembawa mutasi gen BRCA1, BRCA2, ATM atau TP53 (p53)),
riwayat penyakit payudara sebelumnya (DCIS pada payudara yang sama,
LCIS, densitas tinggi pada mamografi), riwayat menstruasi dini (<12 tahun)

18
atau menarche lambat (>55 tahun), menopouse (mati haid) setelah umur 50
tahun, riwayat reproduksi (tidak memiliki anak, melahirkan anak pertama
sesudah umur 35 tahun dan tidak menyusui), hormonal, obesitas, konsumsi
alkohol, riwayat radiasi dinding dada, faktor lingkungan: merokok dan
terpapar asap rokok (perokok pasif), pola makan yang buruk (tinggi lemak
dan rendah serat, mengandung zat pengawet/pewarna).3,17

Tabel 2.2 Faktor risiko dan kelompok yang berisiko tinggi menderita kanker
payudara4

Tabel 2.3 Faktor risiko kanker payudara13,18


Gender Perempuan: Primary risk factor. Lifetime risk pada perempuan 1:8
dibandingkan laki-laki 1:1000. <1% pasien dengan kanker payudara adalah
laki-laki. Bagaimanapun juga, kanker payudara pada laki-laki yang
menunjukkkan ekspresi reseptor estrogen, progesterone dan androgen receptor
(ARs) dan pada laki-laki dengan Klinefelter's syndrome telah diamati memiliki
peningkatan kecenderungan untuk mengembagkan kanker payudara.
Usia Usia: risiko meningkat seiring usia. Risiko usia 40 tahun = 1:217 dan risiko
usia 80 tahun = 1:10. Penelitian menunjukkan bahwa kanker payudara sangat
jarang pada usia sebelum 20 tahun, tapi insiden meningkat secara bertahap
seiring dengan bertambahnya usia, dan pada usia 90 tahun, 1/5 wanita
menderita kanker payudara. Hal ini mengindikasikan bahwa hormon
reproduktif yang dihasilkan oleh glandula adrenal dan ovarium terlibat dalam
pathogenesis kanker payudara, karena kanker yang tidak responsive terhadap
hormon tidak akan menunjukkan perubahan yang cukup besar dari insiden
selama periode reproduksi wanita.

19
Tinggi dan Tinggi: wanita yang lebih tinggi, baik itu pre-dan postmenopausal, memiliki
berat badan risiko yang sedikit lebih tinggi; hal ini terkait dengan hormonal stimulation.
Berat badan: body-mass index (BMI) yang tinggi merupakan faktor risiko
untuk wanita postmenopausal, hal ini disebabkan oleh jaringan adipose yang
menghasilkan estrogen via aromatase, yang mana disintesis dari kolesterol.
BMI tinggi dapat berisiko lebih rendah pada premenopausal breast cancer
karena anovulasi dan menurunkan sirkulasi estrogen dan progesterone.
Penelitian menunjukkan bahwa risiko kanker payudara khususnya pada wanita
obese yang tidak menggunakan hormon replacement therapy (HRT), dan
setiap 5 kg dari berat badan, meningkatkan risiko kanker payudara 8%.
Riwayat Riwayat dari benign proliferative breast disease: breast biopsy sebelumnya
medis menunjukkan perubahan proliferatif, khususnya dengan atypical epithelial
cells.
Riwayat kanker: riwayat kanker payudara, endometrium, atau ovarium.
Riwayat Menarche usia dini (<12) dan menopause usia lanjut (> 55): berkonstribusi
reproduksi terhadap durasi paparan efek karsinogen dari hormon sex (gonadal). Risiko
meningkat secara linear dengan jumlah kumulatif siklus ovulasi. Proliferasi
epitelium payudara terjadi pada fase luteal dari siklus ovulasi, sehingga
meningkatkan risiko promosi sel dimulai. Hal ini didukung oleh penelitian
yang menunjukkan risiko kanker payudara menurun 15-20% untuk setiap
tahun dari penundaan menarche, dan menopause terlambat pada usia 55 ke-
atas merupakan faktor risiko. Hal ini disebabkan menarche awal dan delayed
menopause akan meningkatkan durasi paparan estrogen selama tahun
reproduksi wanita, tetapi terdapat kolaborasi faktor genetic dan lingkungan
terhadap perkembangan kanker payudara.
Kelahiran full-term pertama pada usia lanjut (>35), nulliparity, dan ibu
yang tidak menyusui bayinya: kehamilan menginduksi diferensiasi terminal
dari sel luminal dengan terpaparnya jaringan terhadap human chorionic
gonadotrophin (hCG). Ekspresi gen payudara berubah secara permanen setelah
kehamilan, meningkatkan jalur repair DNA dan mengontrol penuh apoptosis.
Bagaimanapun juga, kehamilan itu sendiri menyebabkan risiko sementara dari
kanker payudara karena peningkatan paparan estrogen dan progesteron, yang
mendorong proliferasi pada sel inisiasi. Namun, baik pada usia awal (kurang
dari 20 tahun versus 30 tahun) pada full-term birth pertama dan paritas yang
tinggi menurunkan risiko kanker payudara terhadap setengah dari risiko wanita
yang tidak memiliki anak. Hal ini dikarenakan level estrogen lebih rendah pada
kehamilan dan pada wanita yang memiliki banyak anak.
Riwayat Hormon replacement therapy (HRT): gabungan terapi estrogen dan
paparan progesteron telah dikaitkan dengan terhadap perkembangan kanker payudara
pada wanita pascamenopause; tidak hanya estrogen saja. Kontrasepsi oral
(OCP) tidak meningkatkan risiko. Estrogen dan progesteron pada HRT
cenderung meningkatkan lesi preneoplastic daripada menginisiasi mereka.
Karena OCP digunakan pada wanita yang lebih muda, jumlah lesi
preneoplastic jauh lebih rendah dari pada wanita postmenopause, sehingga
risiko OCP jauh lebih rendah. Meta-analisis menunjukkan long-term HRT
bertanggung jawab untuk tumor payudara pada wanita usia 50 dan 70 tahun.
Selain itu, penelitian lain menunjukkan bahwa HRT terkait dengan
peningkatan risiko kanker payudara khususnya pada penggunaan estrogen
ditambah progestin selama lima tahun dan lebih lama. Bagaimanapun juga,
HRT memiliki keuntungan, termasuk meringankan vaginal dryness dan gatal,

20
menurunkan tension headache, mood swings dan depresi, menurunkan risiko
osteoporosis dan fraktur patologis, hal ini terkait dengan kondisi umum dari
individu.
Radiasi pengion: Jaringan payudara sensitif terhadap efek karsinogenik dari
radiasi. Risiko tertinggi pada payudara yang sedang berkembang dan absen
setelah menopause.
Merokok: Merokok memungkinkan karsinogen tembakau untuk menginisiasi
sel-sel payudara sebelum stimulasi hormonal saat dewasa muda dan
kehamilan. Asap rokok mengandung sedikitnya 20 karsinogen yang diketahui
dapat mengubah sel payudara.
Alkohol: Alkohol telah terbukti meningkatkan jumlah estrogen yang beredar
dalam sirkulasi, kemungkinan dengan mengurangi metabolisme hepatik,
meningkatkan aktivitas aromatase, atau meningkatkan produksi hormon seks
adrenal.
Diet Well-cooked meat dan diet tinggi lemak: terkait dengan peningkatan insiden
kanker payudara, telah diteliti bahwa diet yang mengandung 35-40% lemak
dalam kalori memiliki mammary tumour-producing effect. Hal ini disebabkan
karena diet tinggi lemak kaya akan kolesterol, yang mana merupakan precursor
dalam sintesis estrogen dan hormon steroid lain, sehingga menyebabkan
payudara terpapar estrogen dalam jumlah tinggi, yang dapat menstimulasi
perkembangan kanker.
Diet serat: menghambat resorpsi intestinal dari estrogen dan hal ini
memberikan proteksi yang lebih tinggi dengan daily intake 35-45g diet serat.
Faktor diet lainnya seperti soya beans dan vitamin juga dapat menurunkan
insiden penyakit, tetapi mekanismenya belum dapat dijelaskan.
Riwayat Keluarga tingkat pertama: risiko meningkat seiring dengan jumlah kerabat
keluarga yang menderita kanker, terutama kanker payudara onset dini, kanker payudara
bilateral atau kanker payudara laki-laki.
*Autosomal Sindrom predisposisi kanker payudara
dominant Hereditary breast and ovarian cancer (HBOC) Sindrom: terkait mutasi
dan high germline dalam gen supresor tumor BRCA1* dan BRCA2* terlibat dalam
penetrance repair DNA homolog.
genes Li-Fraumeni syndrome: ditandai dengan kanker payudara onset awal,
sarkoma, tumor otak, tumor korteks adrenal dan leukemia akut. Terkait mutasi
germline dalam gen TP53*. (Risiko seumur hidup = 90%).
Cowden syndrome: ditandai dengan tingginya tingkat kanker payudara dan
temuan mukokutan, gangguan tiroid dan carcinoma endometrium. Mutasi
germline terkait pada gen PTEN*. (Risiko seumur hidup = 50%).
Mutasi 5-10% kasus kanker payudara dianggap berhubungan langsung dengan
BRCA1/2 warisan dari mutasi pada gen BRCA1 atau BRCA2. Wanita yang membawa
mutasi pada gen BRCA1/2 memiliki risiko kanker payudara seumur hidup 50-
80%.
Gen BRCA1 terletak pada kromosom 17q21 dan diklasifikasikan sebagai gen
supresor tumor. Berfungsi sebagai suatu pleiotropic DNA damage repair
protein. Mutasinya dikaitkan dengan basal-like phenotype dari kanker
payudara, subtipe grade tinggi III, jumlah mitosis yang tinggi, dan carcinoma
triple negative (ER/PR/HER2).
Gen BRCA2 terletak pada kromosom 13q12 dan juga diklasifikasikan sebagai
gen supresor tumor; meskipun tidak homolog dengan gen BRCA1. Namun,
dapat berikatan dengan BRCA1 untuk berpartisipasi dalam jalur respon

21
kerusakan DNA. Fungsi protein BRCA2 sebagai mediator dari mekanisme inti
dari rekombinasi homolog. Mutasinya terkait dengan carcinoma payudara yang
ER dan PR positif. Meskipun jarang berhubungan dengan basal-like phenotype
tetapi masih terkait dengan grade yang lebih tinggi (II atau III) bila
dibandingkan dengan kasus sporadis sesuai-usia.
Sel yang kurang BRCA1/2 jauh lebih sensitif terhadap radiasi pengion,
menunjukkan peran BRCA1/2 dalam respon kerusakan DNA (DNA damage
response/DDR), khususnya dalam memperbaiki rusaknya untai-ganda
(double-strand breaks/DSB), yang merupakan lesi utama yang ditimbulkan
oleh radiasi pengion.

G. PATOGENESIS/PATOLOGI
Pengaruh hormonal
Ekspresi gen pada carcinoma payudara
Kanker yang bergantung pada hormon steroid termasuk kanker
payudara, prostat, testis, ovarium dan endometrium, yang dihasilkan dari
deregulasi sekresi hormon, signaling, dan aksi reseptor. Terdapat dua tipe
reseptor intra-selular spesifik estrogen, alpha () dan beta () (berturut-turut
ER dan ER), yang mana dihasilkan dari gen dan function as ligand-
activated transcription factor. Berbagai jaringan mengekspresikan reseptor
tersebut dengan payudara, ovarium dan endometrium mengekspresikan ER,
sedangkan ginjal, otak, paru-paru dan beberapa organ tubuh lainnya
mengekspresikan ER. Peran ER pada karsinogenesis masih kontroversial
sedangkan, kontribusi yang jelas dari protein ER telah ditetapkan.13,18
Kedua subtipe ER membawa DNA binding domain dan terdapat di
dalam nucleus dan sitosol. Ketika estrogen memasuki sel, ia mengikat ER dan
kompleks bermigrasi ke dalam nukleus dan menyebabkan produksi
transkripsi protein yang menginduksi perubahan dalam sel. Oleh sebab itu,
dikarenakan sifat proliferasi estrogen, stimulasi selular-nya dapat memiliki
konsekuensi negatif pada pasien yang mengekspresikan jumlah besar dari
reseptor intraseluler tersebut.13
Peran estrogen dalam progresi kanker payudara dan pengembangan
Estrogen memiliki efek signifikan pada pertumbuhan, diferensiasi, dan
fungsional banyak jaringan seperti payudara, uterus, sistem cardiovascular,
otak, dan traktus urogenital baik itu pada pria dan wanita. Perkembangan

22
tumor organ reproduksi seperti kanker payudara dan prostat sering
bergantung pada aksi hormon sex (estrogen, progesterone, dan androgen),
yang memberikan sejumlah besar efek biologis baik itu pada kondisi normal
dan abnormal selular. Telah diamati pula bahwa sel stromal payudara normal
dapat memodulasi pertumbuhan sel epithelial payudara normal dan sel
epithelial payudara neoplastic dan dapat mensekresikan faktor pertumbuhan
diikuti dengan stimulasi hormon endogenous. Jaringan adipose mengandung
enzim aromatase, yang menghasilkan estradiol dari kolesterol sirkulasi. Oleh
karena proporsi yang lebih tinggi dari sel lemak pada payudara wanita lanjut
usia, level estradiol dalam jaringan payudara wanita post-menopause lebih
besar dibandingkan level plasmanya. Kecenderungan ini meningkatkan
jumlah insiden kanker payudara seiring bertambahnya usia dan mendukung
peran hormon steroid dalam pathogenesis kanker payudara.18
Dua hipotesis utama mencoba untuk menjelaskan efek tumorigenic
estrogen: (i) efek genotoksik metabolit estrogen melalui generasi radikal
(inisiator) dan (ii) sifat hormonal estrogen yang merangsang proliferasi
kanker serta sel premalignant (promotor).13
Peran Human Epidermal Growth Factor Receptor 2 (HER2)
HER2 tergolong dalam family epidermal growth factor receptor
(EGFR) dari proto-onkogen dan saat ini tidak diketahui memiliki ligan.
Bagaimanapun juga, protein ini telah terbukti membentuk cluster dalam
membran sel pada tumor payudara malignant. Mekanisme karsinogenesis-
nya sebagian besar masih belum diketahui, namun lebih dikaitkan dengan
pertumbuhan cepat dari tumor, kelangsungan hidup lebih pendek,
peningkatan risiko kekambuhan setelah operasi, dan respon yang buruk
terhadap agen kemoterapi konvensional.13
Patologi
Terdapat dua jenis sel utama pada payudara orang dewasa; sel mioepitel
dan sel sekretorik lumen. Secara klinis dan histopatologis, terjadi beragam
tahap morfologis dalam perjalanan menuju keganasan. Kebanyakan kanker
payudara adalah carcinoma, yang merupakan tipe kanker yang berasal dari

23
sel epithelial. Selain itu, terdapat pula kanker payudara yang disebut
adenocarcinoma, yang merupakan tipe carcinoma yang berasal dari jaringan
glandular. Tipe lain dari kanker yang terjadi pada payudara adalah seperti
sarcoma yang berasal dari jaringan otot, lemak, ataupun jaringan ikat.4,6
Hiperplasia ductal, ditandai oleh proliferasi sel-sel epitel poliklonal
yang tersebar tidak rata yang pola kromatin dan bentuk inti-intinya saling
bertumpang tindih dan lumen ductus yang tidak teratur, sering menjadi tanda
awal kecenderungan keganasan. Sel-sel di atas relatif memiliki sedikit
sitoplasma dan batas selnya tidak jelas dan secara sitologik jinak. Perubahan
dari hyperplasia ke hyperplasia atipik (klonal), yang sitoplasma selnya lebih
jelas, intinya lebih jelas dan tidak tumpang tindih, serta lumen ductus yang
teratur, secara klinis meningkatkan risiko kanker payudara.4
Setelah hyperplasia atipik, tahap berikutnya adalah timbulnya
carcinoma in situ, baik carcinoma ductal maupun lobular. Pada carcinoma in
situ, terjadi proliferasi sel yang memiliki gambaran sitologis sesuai dengan
keganasan, tetapi proliferasi sel tersebut belum menginvasi stroma dan
menembus membrane basal.4
Carcinoma in situ lobular biasanya menyebar ke seluruh jaringan
payudara (bahkan bilateral) dan biasanya tidak teraba dan tidak terlihat pada
pencitraan. Sebaliknya, carcinoma in situ ductal merupakan lesi ductus
segmental yang dapat mengalami kalsifikasi sehingga memberi penampilan
yang beragam.4

Tabel 2.4 Klasifikasi keganasan primer payudara4

24
Gambar 2.15 Tumorigenesis4

Gambar 2.16 Penyebaran kanker payudara. A. Kelenjar limfe regional: (1)


axilla level Berg I; (2) interpectoralis (nodus Rotter), level Berg II; (3) level Berg
III; (4) mammaria interna; (5) supraclavicular; B. Metastasis jauh: (1) otak; (2)
pleura dengan eksudat pleura; (3) paru; (4) hati; (5) tulang (a. vertebra, b.
tulang panjang c. iga); (6) kulit4

Tabel 2.5 Metastasis hematogen kanker payudara4

Jenis patologik
Carcinoma mammae umumnya berupa carcinoma campuran, sering
kali terdapat beberapa jenis morfologi sekaligus, prinsip klasifikasi patologik
sering kali memberikan nama atas dasar komponen yang dominan. Pada
tahun 2000 para patolog China membagi carcinoma mammae menjadi 5 jenis,
tahun 2003 WHO membagi kanker mammae menjadi 4 jenis.1

25
Tabel 2.6 Perbandingan klasifikasi patologik carcinoma mammae1

Jalur penyebaran
1. Invasi lokal
Kanker mammae sebagian besar timbul dari epitel ductus
kelenjar. Tumor pada mulanya menjalar dalam ductus, lalu menginvasi
dinding ductus dan ke sekitarnya, ke anterior mengenai kulit, posterior
ke otot pectoralis hingga dinding thorax.1
2. Metastasis kelenjar limfe regional
Metastasis tersering carcinoma mammae adalah ke kelenjar limfe
axillar. Data di China menunjukkan: mendekati 60% pasien kanker
mammae pada konsultasi awal menderita metastasis kelenjar limfe
axillar. Semakin lanjut stadiumnya, diferensiasi sel kanker makin

26
buruk, angka metastasis makin tinggi. Kelenjar limfe mammaria interna
juga merupakan jalur metastasis yang penting. Menurut observasi
klinik patologik, bila tumor di sisi medial dan kelenjar limfe axillar
positif, angka metastasis kelenjar limfe mammaria interna adalah 50%;
jika kelenjar limfe axillar negatif, angka metastasis adalah 15%. Karena
vasa limfatik dalam kelenjar mammae saling beranastomosis, ada
sebagian lesi walaupun terletak di sisi lateral, juga mungkin
bermetastasis ke kelenjar limfe mammaria interna. Metastasis di
kelenjar limfe axillar maupun kelenjar limfe mammaria interna dapat
lebih lanjut bermetastasis ke kelenjar limfe supraclavicular.1
Untuk standarisasi luasnya diseksi axilla, kelenjar axilla dibagi
menjadi tiga level. Lever Berg I terletak di sebelah lateral otot pectoralis
minor. Level Berg II terletak di balik otot pectoralis minor. Level Berg
III mencakup kelenjar limfatik subclavicula di sebelah medial otot
pectoralis minor.4
3. Metastasis hematogen
Sel kanker dapat melalui saluran limfatik akhirnya masuk ke
pembuluh darah, juga dapat langsung menginvasi masuk ke pembuluh
darah (melalui vena cava atau sistem vena intercostal-vertebral) hingga
timbul metastasis hematogen. Hasil autopsy menunjukkan lokasi
tersering metastasis adalah paru, tulang, hati, pleura dan adrenal, serta
lainnya.1
Seluruh kanker payudara kecuali tipe medulare harus dibuat gradasi
histologisnya. Sistim gradasi histologis yang direkomendasikan adalah
menurut The Nottingham combined histologic grade (menurut Elston-Ettis
yang merupakan modifikasi dari Bloom-Richardson). Gradasinya adalah
sebagai berikut:16
Gx : Grading tidak dapat dinilai.
G1 : Low grade (rendah).
G2 : Intermediate grade (sedang).
G3 : High grade (tinggi).

27
Gambar 2.17 Patogenesis kanker payudara13

28
H. MANIFESTASI KLINIS
Massa tumor
Sebagian terbesar bermanifestasi sebagai massa mammae yang tidak
nyeri, sering kali ditemukan secara tidak sengaja. Lokasi massa kebanyakan
di kuadran lateral atas, umumnya lesi soliter, konsistensi agak keras, batas
tidak tegas, permukaan tidak licin, mobilitas kurang (pada stadium lanjut
dapat terfiksasi ke dinding thorax). Massa cenderung membesar bertahap,
dalam beberapa bulan bertambah besar secara jelas.1
Perubahan kulit
1. Tanda lesung: ketika tumor mengenai ligamen glandula mammae,
ligament itu memendek hingga kulit setempat menjadi cekung disebut
tanda lesung.1
2. Perubahan kulit jeruk (peau dorange): ketika vasa limfatik subkutis
tersumbat sel kanker, hambatan drainase limfe menyebabkan edema
kulit, folikel rambut tenggelam ke bawah tampak sebagai tanda kulit
jeruk.1

Gambar 2.18 Peau dorange; panah biru menunjukkan eritema dan


edema; panah hitam menunjukkan peau dorange dimpling11

3. Nodul satelit kulit: ketika sel kanker di dalam vasa limfatik subkutis
masing-masing membentuk nodul metastasis, di sekitar lesi primer
dapat muncul banyak nodul tersebar, secara klinis disebut tanda
satelit.1
4. Invasi, ulserasi kulit: ketika tumor menginvasi kulit, tampak perubahan
berwarna merah atau merah gelap. Bila tumor terus bertambah besar,

29
lokasi itu dapat menjadi iskemik, ulserasi membentuk bunga terbalik,
ini disebut tanda kembang kol.1
5. Perubahan inflamatorik: secara klinis disebut carcinoma mammae
inflamatorik, tampil sebagai keseluruhan kulit mammae berwarna
merah bengkak, mirip peradangan, dapat disebut tanda peradangan.
Tipe ini sering ditemukan pada kanker mammae waktu hamil atau
laktasi.1

Gambar 2.19 Manifestasi klinis kanker payudara inflamatorik11

Perubahan papilla mammae


1. Retraksi, distorsi papilla mammae: umumnya akibat tumor menginvasi
jaringan subpapillar.1
2. Secret papillar (umumnya sanguineus): sering karena carcinoma
papillar dalam ductus besar atau tumor mengenai ductus besar.1
3. Perubahan eksematoid: merupakan manifestasi spesifik dari kanker
eksematoid (penyakit Paget). Klinis tampak areola, papilla mammae
tererosi, berkrusta, secret, deskuamasi, sangat mirip eksim.1
Pembesaran kelenjar limfe regional
Pembesaran kelenjar limfe axillar ipsilateral dapat soliter atau multipel,
pada awalnya mobile, kemudian dapat saling berkoalesensi atau adhesi
dengan jaringan sekitarnya. Dengan perkembangan penyakit, kelenjar limfe
supraclavicular juga dapat menyusul membesar. Yang perlu diperhatikan
adalah ada sebagian sangat kecil pasien kanker mammae hanya tampil dengan
limfadenopati axillar tapi tak teraba massa mammae, disebut sebagai
carcinoma mammae tipe tersembunyi.1

30
Gambar 2.20 Gejala pada mammae4

Tabel 2.7 Beberapa tanda dan gejala kanker payudara13


Tanda dan Gejala Karakteristik
Benigna Malignant
Massa payudara-massa yang dominan adalah Absence discrete lump Discrete lump
massa yang berbeda yang asimetris dengan Mobile Fixed
payudara lainnya. Temuan jinak sering dikaitkan Soft Firm
dengan kista, fibroadenoma, atau perubahan Smooth borders Irregular
fibrokistik. Penyakit ganas sering memiliki Tender borders
proliferasi sel yang abnormal dan kalsifikasi, Non-tender
bermanifestasi sebagai terfiksasi, firm mass
dengan batas tidak teratur. Setiap massa dominan
yang mencurigakan harus menjalani tes
diagnostik.
Nipple dischargebiasanya jinak, tetapi Milky, green or yellow Bloody or
discharge dengan darah, dari ductus tunggal, atau Multiple duct serous
berhubungan dengan massa payudara Dihasilkan secara Single duct
menimbulkan kemungkinan kanker. manual Dihasilkan
secara
spontaneous
Mastalgia (breast pain)jarang hadir sebagai Bilateral Focal
gejala kanker payduara. Diffuse
Memburuk selama late
Cyclic mastalgia: perubahan hormonal selama luteal phase dari
siklus menstrual memicu peningkatan ukuran dan menstrual cycle
volume payudara. Reda dengan onset
menstruasi
SOB/dyspnea Penyakit metastatis pada paru
Bone pain dan gejala hypercalcemia Bone metastasis
Abdominal distention dan jaundice Metastasis peritoneal dan hepar
Altered cognitive function dan local neurological Brain metastasis
signs
31
I. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis
1. Anamnesis
Gejala klinis kanker payudara dapat berupa benjolan pada
payudara, erosi atau eksema puting susu, atau pendarahan putting susu.
Umumnya benjolan tidak nyeri dan awalnya kecil, makin lama makin
besar, lalu melekat pada kulit atau puting susu. Putting susu menjadi
tertarik ke dalam (retracted nipple), kulit oedema hingga tampak seperti
kulit jeruk (peau dorange), mengkerut, atau timbul borok (ulcus) pada
payudara. Borok itu makin lama makin besar dan dalam sehingga
menghancurkan seluruh payudara, sering berbau busuk, dan mudah
berdarah. Rasa sakit atau nyeri pada umumnya baru timbul bila tumor
sudah besar, timbul borok, atau ada metastasis ke tulang. Kemudian
timbul pembesaran kelenjar getah bening di ketiak, bengkak (edema)
pada lengan, dan penyebaran kanker ke seluruh tubuh.16
2. Pemeriksaan fisik
Mencakup pemeriksaan fisik menyeluruh (sesuai pemeriksaan
rutin) dan pemeriksaan kelenjar mammae. Kanker payudara lanjut
sangat mudah dikenali dengan mengetahui kriteria operabilitas
Heagensen sebagai berikut: terdapat edema luas pada kulit payudara
(lebih 1/3 luas kulit payudara); adanya nodul satelit pada kulit
payudara; kanker payudara jenis mastitis karsinomatosis; terdapat
nodul parasternal; terdapat nodul supraklavikula; adanya edema lengan;
adanya metastasis jauh; serta terdapat dua dari tanda-tanda locally
advanced, yaitu ulserasi kulit, edema kulit, kulit terfiksasi pada dinding
toraks, kelenjar getah bening aksila berdiameter lebih 2,5 cm, dan
kelenjar getah bening aksila melekat satu sama lain.16

32
Gambar 2.21 Pemeriksaan fisik payudara3

Kemudian dilakukan pencatatan hasil pemeriksaan fisik berupa:3


a) Status generalis (Karnofsky Performance Score)
b) Status lokalis:
1) Payudara kanan atau kiri atau bilateral
2) Massa tumor:
(a) Lokasi
(b) Ukuran
(c) Konsistensi
(d) Bentuk dan batas tumor
(e) Terfiksasi atau tidak ke kulit, M.pectoral atau dinding
dada
(f) Perubahan kulit
Kemerahan, dimpling, edema/nodul satelit
Peau de orange, ulserasi
c) Perubahan puting susu/nipple
1. Tertarik
2. Erosi
3. Krusta
4. Discharge
d) Status kelenjar getah bening

33
1. KGB axilla: Jumlah, ukuran, konsistensi, terfiksir terhadap
sesama atau jaringan sekitar.
2. KGB infraclavicula: idem
3. KGB supraclavicula: idem
e) Pemeriksaan pada daerah metastasis
1. Lokasi: tulang, hati, paru, otak
2. Bentuk
3. Keluhan

3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Imaging:16
1. Diharuskan (recommended)
a. USG payudara dan mamografi untuk tumor diameter 3 cm
b. Foto Thoraks
c. USG Abdomen
2. Optional (atas indikasi)
a. Bone scanning atau dan bone survey (bilamana sitologi +
atau klinis sangat mencurigai pada lesi > 5 cm)
b. CT scan
Pemeriksaan Histopatologik (Gold Standard Diagnostic)
Pemeriksaan dilakukan dengan potong beku dan/atau paraffin
dengan bahan diambil melalui:16
a. Core Biopsy
b. Biopsi eksisi (BE) untuk tumor <3 cm
c. Biopsi insisi (BI) untuk tumor operable >3 cm sebelum operasi
definitif dan inoperable
d. Spesimen mastektomi disertai dengan pemeriksaan kelenjar getah
bening.
Pemeriksaan imunohistokimia ER, PR, c-erb B-2 (HER-2 neu),
cathepsin-D, p53 bersifat optional.

34
Gambar 2.22 Pemeriksaan payudara8

Diagnosis banding
1. Fibroadenoma mammae: sering timbul pada wanita muda, tersering
berusia 18-25 tahun. Riwayat penyakit ini panjang, progresi lambat.
Tumor berbentuk bulat atau lonjong, konsistensi sedang, permukaan
licin, mobilitas baik.1
2. Hiperplasia kistik kelenjar mammae: umumnya pada wanita setengah
baya dan sering berkaitan dengan haid. Beberapa hari sebelum haid
mulai terasa kencang nyeri, setelah haid rasa kencang nyeri hilang dan
tumor menyusut. Pemeriksaan menemukan corpus glandula tebal kasar
atau berbentuk pita atau granular, ada yang teraba tumor kistik
(disebabkan secret dalam ductus kelenjar yang sangat melebar).1
3. Tumor papiliform intraductal besar: umumnya pada wanita setengah
baya. Gejala utama berupa secret papilla mammae (paling sering cairan
berwarna merah gelap), ini disebabkan tumor disertai infeksi
peradangan mengalami rembesan darah. Bila area areola atau agak ke
tepinya ditekan ringan secara cermat kadang kala teraba tumor, tapi
umumnya tidak jelas. Ketika lesi ditekan dapat tampak keluar secret
dari pori ductus laktiferi yang bersangkutan.1

35
4. Kista retensi susu: sering ditemukan pada fase pasca laktasi atau setelah
henti laktasi beberapa tahun. Dewasa ini dianggap dasar penyakitnya
adalah sumbatan ductus laktiferi. Sumbatan disebabkan peradangan
atau dapat juga kurang baiknya struktur kelenjar mammae sejak lahir.
Gejala klinis berupa benjolan bundar kelenjar mammae, konsistensi
sedang. Aspirasi jarum dapat menegaskan diagnostik.1
5. Tuberculosis kelenjar mammae: umumnya pada wanita setengah baya.
Tumor membesar secara lambat, seperti manifestasi radang kronis.
Sebagian pasien disertai tuberculosis kelenjar limfe axillar dan paru-
paru. Diagnosis bergantung pada patologi.1

J. KLASIFIKASI STADIUM
Dewasa ini memakai cara penggolongan TNM menurut Perhimpunan
Anti Kanker Internasional (edisi tahun 2000):1
Klasifikasi cTNM klinis
T : kanker primer
TX : tumor primer tidak dapat dinilai (misal telah direseksi)
T0 : tidak ada bukti lesi primer
Tis : carcinoma in situ. Mencakup carcinoma in situ duktal atau carcinoma
in situ lobular, penyakit Paget papilla mammae tanpa nodul (penyakit
Paget dengan nodul diklasifikasikan menurut ukuran nodul).
T1 : tumor dengan ukuran diameter terbesarnya 2 cm atau kurang
Tmic : infiltrasi mikro 0,1 cm
T1a : diameter terbesar > 0,1 cm, tapi 0,5 cm
T1b : diameter terbesar > 0,5 cm, tapi 1 cm
T1c : diameter terbesar > 1 cm, tapi 2 cm
T2 : tumor dengan ukuran terbesarnya > 2 cm, tapi 5 cm
T3 : tumor dengan ukuran diameter terbesar > 5 cm
T4 : ukuran tumor berapapun dengan ekstensi langsung ke dinding thorax
atau kulit (dinding thorax termasuk tulang iga, M. intercostales dan
M. serratus anterior, tidak termasuk M. pectorales)

36
T4a : ekstensi ke dinding thorax
T4b : edema kulit mammae (termasuk peau dorange) atau ulserasi, atau
nodul satelit di mammae ipsilateral
T4c : terdapat 4a dan 4b sekaligus
T4d : carcinoma mammae inflamatorik
Catatan:
(1) Lesi mikroinvasif multipel, diklasifikasi berdasarkan massa terbesar,
tidak atas dasar total massa lesi multipel tersebut.
(2) Terhadap carcinoma mammae inflamatorik (T4d), jika biopsi kulit
negatif dan tak ada tumor primer yang dapat diukurm klasifikasi
patologik adalah pTx.
N : kelenjar limfe regional
NX : kelenjar limfe regional tidak bisa dinilai (misal telah diangkat
sebelumnya)
N0 : tidak terdapat metastasis kelenjar limfe regional
N1 : di fossa axillar ipsilateral terdapat metastasis kelenjar limfe mobile
N2 : kelenjar limfe metastatik fossa axillar ipsilateral saling konfluen dan
terfiksasi dengan jaringan lain; atau bukti klinis menunjukkan terdapat
metastasis kelenjar limfe mammaria interna namun tanpa metastasis
kelenjar limfe axillar
N2a : kelenjar limfe axillar ipsilateral saling konfluen dan terfiksasi dengan
jaringan lain
N2b : bukti klinis menunjukkan terdapat metastasis kelenjar limfe
mammaria interna namun tanpa metastasis kelenjar limfe axillar
N3 : metastasis kelenjar limfe infraclavicular ipsilateral, atau bukti klinis
menunjukkan terdapat metastasis kelenjar limfe mamaria interna dan
metastasis kelenjar limfe axillar, atau metastasis kelenjar limfe
supraclavicular ipsilateral
N3a : metastasis kelenjar limfe infraclavicular ipsilateral
N3b : bukti klinis menunjukkan terdapat metastasis kelenjar limfe mamaria
interna dan metastasis kelenjar limfe axillar

37
N3c : metastasis kelenjar limfe supraclavicular ipsilateral
Catatan:
(1) Kelenjar limfe regional adalah kelenjar limfe axillar dan kelenjar limfe
mammaria interna. Kelenjar limfe mammaria interna secara klinis
dibagi menjadi kelompok infra-axillar atau level I, kelompok intra-
axillar atau level II dan kelompok supra-axillar atau level III. Kelompok
infra-axillar adalah kelenjar limfe lateral dari margo lateral otot
pectoralis minor, kelompok intra-axillar adalah kelenjar limfe di antara
margo medial dan lateral otot pectoralis minor (termasuk kelenjar limfe
di antara otot pectoralis major dan minor), kelompok supra-axillar
adalah kelenjar limfe di medial dari margo medial otot pectoralis minor.
(2) Bukti klinis: menunjukkan bukti yang ditemukan dari pemeriksaan
klinis, pemeriksaan pencitraan (tidak termasuk pencitraan sintigrafi
kelenjar limfe), atau bukti dari pemeriksaan makroskopik patologik.
M : metastasis jauh
MX : metastasis jauh tak dapat dinilai
M0 : tidak terdapat metastasis jauh
M1 : terdapat metastasis jauh

Tabel 2.8 Klasifikasi stadium klinis1


Stadium 0 Tis N0 M0
Stadium I T1 N0 M0
Stadium IIA T0 N1 M0
T1 N1 M0
T2 N0 M0
Stadium IIB T2 N1 M0
T3 N0 M0
Stadium IIIA T0 N2 M0
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
Stadium IIIB T4 N0 M0
T4 N1 M0
T4 N2 M0
Stadium IIIC Tiap T N3 M0
Stadium IV Tiap T Tiap N M1

38
K. TERAPI
Modalitas terapi kanker payudara meliputi: operasi, radiasi,
kemoterapi, hormonal, dan molecular targeting therapy (biology therapy).16
1. Operasi:16
a. BCS (Breast Conserving Surgery).
b. Simpel mastectomy.
c. Modified radical mastectomy.
d. Radical mastectomy.

Gambar 2.23 (kiri) Modified Radical Mastectomy; (kanan) Mastektomi total19

2. Radiasi: primer, adjuvant, dan paliatif.16

Tabel 2.9 Indikasi radioterapi dalam tatalaksana kanker payudara4

39
3. Kemoterapi: kombinasi dari beberapa obat dengan regimen sebagai
berikut:16
a. AC (adriamycin, cyclofosfamid)
b. EC (epirubicin, cyclofosfamid)
c. CMF (cyclofosfamid, metothrexate, fluorouracil)
d. CAF (cyclofosfamid, adriamycin, fluorouracil)
e. CEF (cyclofosfamid, epirubicin, fluorouracil
f. Taxane + Doxorubicin
g. Capecetabin.
Kemoterapi yang diberikan dapat berupa obat tunggal atau berupa
gabungan beberapa kombinasi obat kemoterapi. Kemoterapi diberikan
secara bertahap, biasanya sebanyak 6 8 siklus agar mendapatkan efek
yang diharapkan dengan efek samping yang masih dapat diterima. Hasil
pemeriksaan imunohistokimia memberikan beberapa pertimbangan
penentuan regimen kemoterapi yang akan diberikan. Beberapa
kombinasi kemoterapi yang telah menjadi standar lini pertama (first
line) adalah: 3
a) CMF
Cyclophospamide100 mg/m2, hari 1 s/d 14 (oral) (dapat
diganti injeksi cyclophosphamide 500 mg/m2, hari 1 & 8)
Methotrexate 50 mg/m2 IV, hari 1 & 8
5 Fluoro-uracil 500 mg/m2 IV,hari 1 & 8
Interval 3-4 minggu, 6 siklus
b) CAF
Cyclophospamide 500 mg/m2, hari 1
Doxorubin 50 mg/m2, hari 1
5 Fluoro Uracil 500 mg/m2, hari 1
Interval 3 minggu / 21 hari, 6 siklus
c) CEF
Cyclophospamide 500 mg/m2, hari 1

40
Epirubicin 70 mg/m2, hari 1
5 Fluoro Uracil 500 mg/m2, hari 1
Interval 3 minggu / 21 hari, 6 siklus
Regimen Kemoterapi
a) AC
Adriamicin 80 mg/m2,hari 1
Cyclophospamide 600 mg/m2,hari 1
Interval 3-4 minggu, 4 siklus
b) TA (Kombinasi Taxane Doxorubicin)
Paclitaxel 170 mg/m2, hari 1
Doxorubin 90 mg/m2, hari 1
atau
Docetaxel 90 mg/m2, hari 1
Doxorubin 90 mg/m2, hari 1
Interval 3 minggu/21 hari, 4 siklus
c) ACT
TC
Cisplatin 75 mg/m2 IV, hari 1
Docetaxel 90 mg/m2, hari 1
Interval 3 minggu/21 hari, 6 siklus
Pilihan kemoterapi kelompok HER2 negatif
a) Dose Dence AC + paclitaxel
b) Docetaxel cyclophospamide
Pilihan kemoterapi Her2 positif
a) AC + TH
b) TCH
4. Hormonal:16
a. Ablative: bilateral Oovorectomy.
b. Additive: Tamoxifen.
c. Optional: Aromatase inhibitor, GnRH (Gonadotropin Releasing
Hormon)
41
Pemeriksaan imunohistokimia memegang peranan penting dalam
menentukan pilihan kemo atau hormonal sehingga diperlukan validasi
pemeriksaan tersebut dengan baik.3
1) Terapi hormonal diberikan pada kasus-kasus dengan hormonal
positif.3
2) Terapi hormonal bisa diberikan pada stadium I sampai IV.3
3) Pada kasus kanker dengan luminal A (ER+,PR+,Her2-) pilihan
terapi ajuvan utamanya adalah hormonal bukan kemoterapi.
Kemoterapi tidak lebih baik dari hormonal terapi.3
4) Pilihan terapi tamoxifen sebaiknya didahulukan dibandingkan
pemberian aromatase inhibitor apalagi pada pasien yang sudah
menopause dan Her2-.3
5) Lama pemberian ajuvan hormonal selama 5-10 tahun.3
Untuk penanganan kanker payudara locally advanced (lokal lanjut),
terdiri dari:16
1. Operable locally advanced: Simple mastectomy/MRM + radiasi kuratif
+ kemoterapi adjuvant + hormonal.
2. Inoperable Locally advanced
a. Radiasi kuratif + kemoterapi + hormonal
b. Radiasi + operasi + kemoterapi + hormonal
c. Kemoterapi neo-adjuvant + operasi + kemoterapi + radiasi +
hormonal.
Sedangkan untuk kanker payudara yang sudah mengalami metastasis
jauh, prinsip penanganannya sebagai berikut:16
1. Sifat terapi paliatif
2. Terapi sistemik merupakan terapi primer (kemoterapi dan hormonal)
3. Terapi lokoregional (radiasi dan bedah) hanya apabila diperlukan untuk
mengurangi massa tumor dan bau yang tidak enak pada borok kanker
payudara.
Tatalaksana Menurut Stadium
1. Kanker payudara stadium 0 (TIS/T0, N0M0)

42
Terapi definitif pada T0 bergantung pada pemeriksaan
histopatologi. Lokasi didasarkan pada hasil pemeriksaan radiologik.3
2. Kanker payudara stadium dini /operabel (stadium I dan II)
a) Dilakukan tindakan operasi:3
Breast Conserving Therapy (BCT) (harus memenuhi persyaratan
tertentu)
b) Terapi adjuvan operasi:3
1) Kemoterapi adjuvant bila: Grade III, TNBC, Ki 67
bertambah kuat, Usia muda, Emboli lymphatic dan
vascular, KGB > 3.
2) Radiasi bila: Setelah tindakan operasi terbatas (BCT); Tepi
sayatan dekat/tidak bebas tumor; Tumor sentral/medial;
KGB (+ ) >3 atau dengan ekstensi ekstrakapsuler.
Radiasi eksterna diberikan dengan dosis awal 50 Gy. Kemudian
diberi booster; pada tumor bed 10-20 Gy dan kelenjar 10 Gy.
c) Indikasi BCT:3
1) Tumor tidak lebih dari 3 cm
2) Atas permintaan pasien
3) Memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Tidak multipel dan/atau mikrokalsifikasi luas
dan/atau terletak sentral
Ukuran T dan payudara seimbang untuk tindakan
kosmetik
Bukan ductal carcinoma in situ (DCIS) atau lobular
carcinoma in situ (LCIS)
4) Belum pernah diradiasi dibagian dada
5) Tidak ada Systemic Lupus Erythematosus (SLE) atau
scleroderma
6) Memiliki alat radiasi yang adekuat
3. Kanker payudara locally advanced (lokal lanjut)
a) Operabel (III A)

43
1) Mastektomi simpel + radiasi dengan kemoterapi adjuvant
dengan/tanpa hormonal, dengan/tanpa terapi target.3
2) Mastektomi radikal modifikasi + radiasi dengan kemoterapi
adjuvant, dengan/tanpa hormonal, dengan/tanpa terapi
target.3
3) Kemoradiasi preoperasi dilanjutkan dengan atau tanpa BCT
atau mastektomi simple, dengan/tanpa hormonal,
dengan/tanpa terapi target.3
b) Inoperabel (III B)
1) Radiasi preoperasi dengan/tanpa operasi + kemoterapi +
hormonal terapi.3
2) Kemoterapi preoperasi/neoadjuvan dengan/tanpa operasi +
kemoterapi + radiasi + terapi hormonal + dengan/tanpa
terapi target.3
3) Kemoradiasi preoperasi/neoadjuvan dengan/tanpa operasi
dengan/tanpa radiasi adjuvant dengan/kemoterapi +
dengan/tanpa terapi target.3
Radiasi eksterna pasca mastektomi diberikan dengan dosis awal
50 Gy. Kemudian diberi booster; pada tumor bed 10-20 Gy dan
kelenjar 10 Gy.3
4. Kanker payudara stadium lanjut
Prinsip:3
a) Sifat terapi paliatif
b) Terapi sistemik merupakan terapi primer (kemoterapi dan terapi
hormonal)
c) Terapi lokoregional (radiasi dan bedah) apabila diperlukan
d) Hospice home care

L. PENCEGAHAN
Pencegahan (primer) adalah usaha agar tidak terkena kanker payudara.
Pencegahan primer berupa mengurangi atau meniadakan faktor-faktor risiko

44
yang diduga sangat erat kaitannya dengan peningkatan insiden kanker
payudara. Pencegahan primer atau supaya tidak terjadinya kanker secara
sederhana adalah mengetahui faktor -faktor risiko kanker payudara, seperti
yang telah disebutkan di atas, dan berusaha menghindarinya. Pencegahan
sekunder adalah melakukan skrining kanker payudara. Skrining kanker
payudara adalah pemeriksaan atau usaha untuk menemukan abnormalitas
yang mengarah pada kanker payudara pada seseorang atau kelompok orang
yang tidak mempunyai keluhan. Tujuan dari skrining adalah untuk
menurunkan angka morbiditas akibat kanker payudara dan angka kematian.
Beberapa tindakan untuk skrining adalah:3,16
1. Periksa Payudara Sendiri (SADARI). Dilaksanakan pada wanita mulai
usia subur, setiap 1 minggu setelah hari pertama menstruasi terakhir.

Gambar 2.24 SADARI20

2. Periksa Payudara Klinis (SADANIS)


3. Mammografi skrining
a. Pada wanita 35-50 tahun: setiap 2 tahun.
b. Pada wanita > 50 tahun: setiap 1 tahun.
Pada daerah yang tidak ada mamografi ataupun fasilitas USG, untuk
deteksi dini dilakukan dengan SADARI dan pemeriksaan fisik saja.16

45
Tabel 2.10 Faktor risiko signifikan untuk kanker payudara dan rekomendasi
preventifnya4

M. PROGNOSIS
Seperti keganasan pada umumnya, prognosis kanker payudara
ditunjukkan oleh angka harapan hidup atau interval bebas penyakit. Prognosis
penderita keganasan payudara diperkirakan buruk jika usianya muda,
menderita kanker payudara bilateral, mengalami mutasi genetik, dan adanya
triple negative yaitu grade tumor tinggi dan seragam, reseptor ER dan PR
negatif, dan reseptor permukaan sel HER-2 juga negatif. Presentase harapan
hidup lima tahun penderita kanker payudara dapat dilihat pada Tabel 2.11.4

Tabel 2.11 Stadium kanker payudara dan presentase harapan hidup 5 tahun4
Stadium Presentase harapan hidup 5 tahun
0 100%
I 100%
IIA 92%
IIB 81%
IIIA 67%
IIIB 54%
IIIC ?
IV 20%

46
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Desa Maranata Dusun V RT V
Pekerjaan : URT
Waktu masuk : Sabtu, 04 Februari 2017 pukul 15:20 WITA
Waktu pemeriksaan : Selasa, 07 Februari 2017 pukul 16:00 WITA
Ruangan : Garuda Atas
Rumah Sakit : RSU Anutapura

B. ANAMNESIS
Keluhan utama
Benjolan pada payudara kiri

Anamnesis terpimpin
Pasien Ny. R usia 42 tahun masuk RS dengan keluhan benjolan pada
payudara kiri, dirasakan sejak 5 tahun yang lalu. Awalnya benjolan
berukuran seperti kelereng pada bagian kiri bawah sisi luar payudara pasien,
tidak terasa nyeri maupun gatal. Benjolan lama-kelamaan bertambah besar
dan semakin memburuk (timbul luka serta menjadi borok) sejak 2 tahun
yang lalu, benjolan menyerupai kembang kol, menghitam, dan membentuk
banyak luka yang mulai mengeluarkan nanah, berdarah, serta berbau tidak
sedap. Keluhan disertai benjolan di area punggung sisi atas bagian tengah
sejak 2 tahun yang lalu, dirasakan tidak nyeri dan dapat digerakkan. Disertai
pula rasa sesak sejak 2 bulan yang lalu (bulan Desember) yang tidak
dipengaruhi akivitas maupun faktor pencetus lain, penurunan berat badan
drastis, susah tidur selama 7 hari sebelum masuk ke RS Torabelo. Saat

47
pemeriksaan, pasien mengeluhkan nyeri pada benjolan, terasa sesak, badan
terasa ngilu-ngilu dan lemas, batuk berdahak sekali-sekali, nafsu makan
menurun, terasa mual dan sempat muntah. Pasien tidak mengeluhkan adanya
benjolan lain di area tubuh, demam, nyeri kepala, kejang, nyeri perut,
kelemahan ataupun kelumpuhan anggota gerak. BAB tidak lancar (terakhir 3
hari yang lalu tanggal 04/02/2017) warna hitam, konsistensi agak encer,
volume banyak. BAK biasa.

Riwayat penyakit sebelumnya


Pasien mengaku belum pernah mengalami keluhan serupa ataupun
merasa ada benjolan saat masih muda dahulu. Tidak ada riwayat penyakit
paru, alergi, ataupun penyakit lainnya pada pasien.

Riwayat penyakit keluarga


Riwayat keluhan serupa pada ibu dan nenek pasien.

Riwayat pengobatan
Riwayat berobat herbal selama 5 tahun dan tidak pernah mendapat
perawatan medis dengan alasan ekonomi. Pasien baru sempat di rawat di RS
Torabelo selama 4 malam sebelum di rujuk ke RSU Anutapura. Pasien
mengaku tidak pernah dirawat dan mengkonsumsi obat-obatan lain.

Riwayat obstetrics dan gynecology


Ketika remaja siklus menstruasi pasien teratur dan tidak ada masalah
terkait menstruasi pasien, satu tahun sebelum keluhan siklus haid pasien
mulai tidak teratur, dan saat ini pasien sudah tidak menstruasi lagi. Riwayat
menarche pasien pada usia 14 tahun. Pasien memiliki riwayat G2P2A0 dan
tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi. Riwayat persalinan pada kedua
anak normal. Anak pertama berjenis kelamin perempuan dan anak kedua
berjenis kelamin laki-laki. Usia pasien saat hamil pertama adalah 22 tahun
dan anak kedua usia 30 tahun.

48
Riwayat kebiasaan, lingkungan, sosial, & ekonomi
Pasien berasal dari keluarga kurang mampu. Tidak ada riwayat terpapar
radiasi pada pasien. Tidak ada kebiasaan makan dan minum pasien yang
menyimpang. Pasien merupakan perokok pasif dari suami dan lingkungan
sekitar pasien.

C. PEMERIKSAAN FISIS
Status generalisata
Keadaan umum : Sakit Berat (Indeks Karnofsky: 20% (jelek); status
penampilan WHO: 3)
Kesadaran : GCS E4V5M6
Status gizi : Gizi baik
BB : 45 kg 58 kg
TB : 150 cm
IMT : 20,0 kg/m2 (normal)
Tanda vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 88 /menit, regular, kuat angkat
Respirasi : 28 /menit
Suhu axilla : 36,5C
Pemeriksaan kepala
Wajah : Tampak pucat (+), edema (-), efloresensi (-)
Bentuk : Normocephalus
Rambut : Warna hitam, distribusi normal, alopecia (-)
Deformitas : (-)
Mata : Konjungtiva : Anemis +/+
Sklera : Ikterus -/-
Pupil : Bentuk bulat, isokor, RCL +/+
Mulut : Bibir : Warna kesan normal, tampak kering

49
Lidah : Bentuk kesan normal, warna merah muda,
tremor (-), lidah kotor (-)
Tonsil : Ukuran T1/T1
Telinga : Secret (-)
Pemeriksaan leher
Kelenjar getah bening : Pembesaran (-), nyeri tekan (-)
Kelenjar tiroid : Pembesaran (-), nyeri tekan (-)
JVP : Peningkatan (-)
Massa : (-)
Thorax
Pemeriksaan Paru-Paru
Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral kanan = kiri, retraksi
interkosta (-), jejas (-), bentuk normochest, jenis
pernapasan thoraco-abdominal, pola pernapasan kesan
normal.
Palpasi : Ekspansi dada simetris, vocal fremitus menurun terutama
pada sisi dextra, nyeri tekan (-).
Perkusi : Bunyi pekak mulai pada ICS 8 dextra dan ICS 5 sinistra
Auskultasi : Suara napas vesikuler di kedua lapang paru (melemah)
kecuali di SIC I dan II
Suara napas bronchovesicular di SIC I dan II
Suara napas bronchial di manubrium sterni
Suara napas tracheal di trachea
Suara napas tambahan: Ronkhi basah (+/+) mulai pada
ICS 8 dextra dan ICS 5 sinistra. Whezzing (-).
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Pulsasi ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas atas: SIC II linea sternalis sinistra
Batas kiri: sulit dinilai
Batas kanan: SIC IV linea sternalis dextra

50
Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler, bunyi tambahan
(-).
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, kesan normal,
Auskultasi : Bunyi peristaltik usus terdengar, frekuensi kesan normal.
Perkusi : Bunyi timpani (+). Pembesaran lien & hepar (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-). Palpasi hepar dan lien tidak teraba. Palpasi
ginjal tidak teraba.
Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan ekstremitas
Ekstremitas superior
Kulit : Warna cokelat kesan normal, edema (-/-), akral hangat
(+/+), fungsi sensorik normal, efloresensi (-/-).
Otot : Bentuk eutrofi, tonus normal, kekuatan otot 5/5
Sendi : ROM dalam batas normal
Ekstremitas inferior
Kulit : Warna cokelat kesan normal, edema (-/-), akral hangat
(+/+), fungsi sensorik normal, efloresensi (-/-).
Otot : Bentuk eutrofi, tonus normal, kekuatan otot 5/5
Sendi : ROM dalam batas normal
Pemeriksaan tambahan
Tidak teraba pembesaran pada kelenjar limfe axilla, infraclavicular,
maupun supraclavicular.
Pada pemeriksaan regio vertebra, pada linea paravertebralis dextra
tampak satu buah benjolan berukuran diameter 0,5 cm, berwarna merah
kehitaman dan pada palpasi benjolan berbatas tegas, konsistensi lunak,
terfiksir/immobile, dan tidak ada nyeri tekan.
Status lokalis
Regio : mammae sinistra

51
Inspeksi : tampak satu buah benjolan berukuran 1815 cm,
berbentuk seperti bunga terbalik tidak beraturan
(kembang kol), berwarna merah kehitaman, dan area
sekitar benjolan mengalami hiperpigmentasi dan beberapa
tampak hiperemis. Tampak area ulserasi/ulkus pada
benjolan disertai pus yang sudah mulai mengering dan
tampak hipervascularisasi. Puting/nipple sulit
diidentifikasi dalam hal ini mengalami retraksi ke dalam
mammae. Kedua mammae tampak tidak simetris, yang
mana mammae sinistra mengalami pembesaran.
Palpasi : konsistensi padat dan keras, rapuh dan mudah berdarah,
permukaan tidak rata atau berbonjol-bonjol, berbatas
tegas, terfiksir/immobile, tidak ada nyeri tekan, tampak
discharge ketika penekanan pada mammae.

Gambar 3.1 Status lokalis regio mammae sinistra

D. RESUME
Pasien perempuan usia 42 tahun masuk RS dengan keluhan benjolan di
regio mammae sinistra, dirasakan sejak 5 tahun yang lalu. Benjolan
awalnya kecil kemudian terus membesar dan memburuk membentuk ulkus
disertai pus dan bleeding. Keluhan disertai benjolan di regio vertebra sejak

52
2 tahun yang lalu, penurunan berat badan, dyspnea sejak 2 bulan yang lalu,
susah tidur, malaise, batuk berdahak sekali-sekali, anorexia, nausea dan
vomiting. Konstipasi, riwayat melena. BAK biasa. Riwayat keluhan serupa
pada ibu dan nenek pasien. Riwayat berobat herbal selama 5 tahun dan tidak
pernah mendapat perawatan medis. Pemeriksaan fisis, keadaan umum sakit
berat (Indeks Karnofsky: 20% (jelek); status penampilan WHO: 3), GCS
E4V5M6, vital sign dalam batas normal, tampak pucat, konjungtiva anemis
+/+. Pemeriksaan paru-paru: vocal fremitus menurun terutama pada sisi
dextra, perkusi pekak, auskultasi ronkhi basah (+/+). Sistem organ lain tidak
ditemukan kelainan. Tidak teraba pembesaran pada kelenjar limfe axilla,
infraclavicular, maupun supraclavicular. Pada pemeriksaan regio vertebra,
pada linea paravertebralis dextra tampak satu buah benjolan berukuran
diameter 0,5 cm, berwarna merah kehitaman dan pada palpasi benjolan
berbatas tegas, konsistensi lunak, terfiksir/immobile, dan tidak ada nyeri
tekan.
Status lokalis
Regio : mammae sinistra
Inspeksi : tampak satu buah benjolan berukuran 1815 cm,
berbentuk seperti bunga terbalik tidak beraturan
(kembang kol), berwarna merah kehitaman, dan area
sekitar benjolan mengalami hiperpigmentasi dan beberapa
tampak hiperemis. Tampak area ulserasi/ulkus pada
benjolan disertai pus yang sudah mulai mengering dan
tampak hipervascularisasi. Puting/nipple sulit
diidentifikasi dalam hal ini mengalami retraksi ke dalam
mammae. Kedua mammae tampak tidak simetris, yang
mana mammae sinistra mengalami pembesaran.
Palpasi : konsistensi padat dan keras, rapuh dan mudah berdarah,
permukaan tidak rata atau berbonjol-bonjol, berbatas
tegas, terfiksir/immobile, tidak ada nyeri tekan, tampak
discharge ketika penekanan pada mammae.

53
E. DIAGNOSA AWAL
Suspek carcinoma mammae sinistra stadium IV + suspek metastasis paru

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
01/02/2017
Foto thorax PA:
- Tampak multiple lesi micronodular yang tersebar pada kedua pulmo
- Tampak perselubungan homogen yang menutupi kedua sinus dan
diafragma dan batas kanan jantung, serta memberikan gambaran
meniscus sign
Kesan:
- Gambaran metastasis ke paru
- Efusi pleura bilateral
Usul: MSCT scan thorax dengan kontras

Gambar 3.2 Foto thorax PA

04/02/2017
RBC : 5,0 106/ uL (4,7 - 6,1)
WBC : 7,9 103/ uL (4,8 10,8)
54
HGB : 10,6 g/dl (14 - 18)
HCT : 34,6 % (42 52)
PLT : 320 103/uL (150 450)
MCV : 69,3 fl (80 99)
MCH : 21,2 pg (27 31)
MCHC : 30,6 g/dl (33 37)
NEUT% : 71,4 % (40 - 74)
LYM% : 14,9 % (19 - 48)
GDS : 122 mg/dL (80 199)

06/02/2017
USG Abdomen
Cairan bebas pada kedua cavum pleura
Kesan: efusi pleura bilateral

Gambar 3.3 Foto USG abdomen

55
08/02/2017
Pemeriskaan FNAB
Makroskopik:
Dilakukan 2 puncture pada regio mammae sinistra, ulcus (+), aspirat darah
Mikroskopik:
Sediaan hapusan cukup seluler terdiri dari kelompokan sel-sel bulat, ovoid,
inti atipik, pleomorfik, nucleoli prominent, kromatin berpasir
Kesimpulan:
Nodul regio mammae, FNAB: adenocarcinoma mammae
Anjuran: konfirmasi open biopsy

G. DIAGNOSIS AKHIR
Carcinoma Mammae Stadium IV

H. PENATALAKSANAAN
Terapi paliatif
Medikamentosa
O2 2-4 lpm via nasal canule
IVFD RL 28 gtt/menit
Drips Adona/12 jam
Drips Santagesik/8 jam/IV (ekstra)
Ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV
Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
Ranitidine 50 mg/12 jam/IV
Dexamethasone 10 mgl/8 jam/IV
Bisolvon 8 mg/8 jam/IV
Non medikamentosa
Rawat luka: Ganti Verban
Transfusi PRC jika Hb <10 g/dL
Prosedur tindakan: -

56
I. PROGNOSIS
Dubia ad malam

J. FOLLOW UP
1. Selasa, 07/02/2017
S: Sesak (+), batuk (+) berdahak sekali-kali, lemas (+), nyeri pada
benjolan (+), nafsu makan , belum BAB & BAK lancar.
O: TD: 130/80 mmHg; N: 88 /i; R: 28 /i; S: 36,5C
Tampak pucat; anemis +/+; Ikterus -/-; bibir tampak kering dan
pecah-pecah; BP, Rh basah +/+, BJ I & II murni regular; Abdomen:
peristaltik (+) kesan normal, organomegali (-). Telapak tangan
tampak pucat.
A: Ca mammae stadium IV
P: O2 2-4 lpm via nasal canule
IVFD RL 28 gtt/menit
Cefrtriaxone 1 gr/12 jam/IV
Bisolvon 1 ampul/8 jam/IV
Dexamethasone 1 ampul/8 jam/IV
Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
Ranitidine 50 mg/12 jam/IV
Planning: FNAB
2. Rabu, 08/02/2017
S: Sesak (+), batuk (+) berdahak sekali-kali, lemas (+), nyeri pada
benjolan (+), nafsu makan , belum BAB & BAK lancar.
O: TD: 140/90 mmHg; N: 75 /i; R: 24 /i; S: 36,5C
Tampak pucat; anemis +/+; Ikterus -/-; bibir tampak kering dan
pecah-pecah; BP, Rh basah +/+, BJ I & II murni regular; Abdomen:
peristaltik (+) kesan normal, organomegali (-). Telapak tangan
tampak pucat.
Darah rutin
RBC : 4,16 106/ uL (4,0 - 6,0)

57
WBC : 8,4 103/ uL (4,0 10,0)
HGB : 8,6 g/dl (12 - 16)
HCT : 29,1 % (37 47)
PLT : 246 103/ uL (150 400)
MCV : 70 fl (80 100)
MCH : 20,7 pg (27 32,0)
MCHC : 29,6 g/dl (32,0 36,0)
NEUT% : 78,5 % (52,0 75,0)
LYM% : 15,8 % (0,0 99,9)
A: Ca mammae stadium IV
P: Terapi paliatif
O2 2-4 lpm via nasal canule
IVFD RL 28 gtt/menit
Cefrtriaxone 1 gr/12 jam/IV
Bisolvon 1 ampul/8 jam/IV
Dexamethasone 1 ampul/8 jam/IV
Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
Ranitidine 50 mg/12 jam/IV
Planning: Transfusi PRC 250 cc, Gamti Verban
3. Kamis, 09/02/2017
S: Sesak (+), batuk ( ), lemas (+), nyeri pada benjolan (+), nafsu makan
( ), belum BAB & BAK lancar.
O: TD: 140/80 mmHg; N: 80 /i; R: 24 /i; S: 36,4C
Tampak sesak; anemis / ; Ikterus -/-; bibir tampak kering; BP, Rh
basah +/+, BJ I & II murni regular; Abdomen: peristaltik (+) kesan
normal, organomegali (-). Post transfusi PRC 250 cc
A: Ca mammae stadium IV
P: Terapi paliatif
O2 2-4 lpm via nasal canule
IVFD RL 28 gtt/menit
Cefrtriaxone 1 gr/12 jam/IV

58
Bisolvon 1 ampul/8 jam/IV
Dexamethasone 1 ampul/8 jam/IV
Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
Ranitidine 50 mg/12 jam/IV
Planning: -
4. Jumat, 10/02/2016
S: Sesak (+), batuk (-), lemas (+), nyeri pada benjolan (+), nafsu makan
(+), belum BAB & BAK lancar.
O: TD: 140/100 mmHg; N: 76 /i; R: 22 /i; S: 36,0C
Tampak sesak; anemis -/-; Ikterus -/-; BP, Rh basah +/+, BJ I & II
murni regular; Abdomen: peristaltik (+) kesan normal, organomegali
(-).
A: Ca mammae stadium IV
P: Terapi paliatif
O2 2-4 lpm via nasal canule
IVFD RL 28 gtt/menit
Cefrtriaxone 1 gr/12 jam/IV
Bisolvon 1 ampul/8 jam/IV
Dexamethasone 1 ampul/8 jam/IV
Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
Ranitidine 50 mg/12 jam/IV
Planning: -
5. Sabtu, 11/02/2017
S: Sesak ( ), batuk (-), lemas (+), nyeri pada benjolan (+), nafsu makan
(+), belum BAB & BAK lancar.
O: TD: 130/90 mmHg; N: 80 /i; R: 28 /i; S: 36,8C
Tampak sesak; anemis -/-; Ikterus -/-; BP, Rh basah +/+, BJ I & II
murni regular; Abdomen: peristaltik (+) kesan normal, organomegali
(-).
Darah rutin
RBC : 5,4 106/ uL (4,7 - 6,1)

59
WBC : 10,6 103/ uL (4,8 10,8)
HGB : 12,4 g/dl (14 - 18)
HCT : 40,4 % (42 52)
PLT : 227 103/ uL (150 450)
MCV : 75,5 fl (80 99)
MCH : 23,2 pg (27 31)
MCHC : 30,7 g/dl (33 37)
NEUT% : 71,3 % (40 - 74)
LYM% : 13,7 % (19 - 48)
A: Ca mammae stadium IV
P: O2 2-4 lpm via nasal canule
IVFD RL 28 gtt/menit
Cefrtriaxone 1 gr/12 jam/IV
Bisolvon 1 ampul/8 jam/IV
Dexamethasone 1 ampul/8 jam/IV
Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
Ranitidine 50 mg/8 jam/IV
Planning: Ganti Verban

Keterangan: pasien keluar RS hari Kamis 22/02/2017, namun sejak tanggal


12/02/2017 hingga pasien keluar RS, pemeriksa tidak
berkesempatan melakukan follow up langsung pada pasien.

60
Gambar 3.4 Foto Follow up pasien tanggal 07/02/2017. (Kiri) Perbandingan mammae
kiri dan kanan; (Kanan) regio vertebra pasien, pada linea paravertebralis dextra
tampak satu buah benjolan berukuran diameter 0,5 cm, berwarna merah
kehitaman dan pada palpasi benjolan berbatas tegas, konsistensi lunak, terfiksir,
immobile, dan tidak ada nyeri tekan.
.

Gambar 3.5 Foto Follow up pasien tanggal 10/02/2017

61
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis dengan carcinoma mammae stadium IV.
Diagnosis pada kasus tersebut ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pada anamnesis didapatkan Ny. R, usia 42 tahun masuk RS dengan keluhan
benjolan di regio mammae sinistra, dirasakan sejak 5 tahun yang lalu. Benjolan
awalnya kecil kemudian terus membesar dan memburuk membentuk ulkus disertai
pus dan bleeding. Keluhan disertai benjolan di regio vertebra sejak 2 tahun yang
lalu, penurunan berat badan, dyspnea sejak 2 bulan yang lalu, susah tidur, malaise,
batuk berdahak sekali-sekali, anorexia, nausea dan vomiting. Konstipasi, riwayat
melena. BAK biasa. Riwayat keluhan serupa pada ibu dan nenek pasien. Riwayat
berobat herbal selama 5 tahun dan tidak pernah mendapat perawatan medis.
Secara teori, gejala klinis kanker payudara dapat berupa benjolan pada
payudara, erosi atau eksema puting susu, atau pendarahan putting susu. Umumnya
benjolan tidak nyeri dan awalnya kecil, makin lama makin besar, lalu melekat
pada kulit atau puting susu. Putting susu menjadi tertarik ke dalam (retracted
nipple), kulit oedema hingga tampak seperti kulit jeruk (peau dorange),
mengkerut, atau timbul borok (ulcus) pada payudara. Borok itu makin lama
makin besar dan dalam sehingga menghancurkan seluruh payudara, sering
berbau busuk, dan mudah berdarah. Rasa sakit atau nyeri pada umumnya
baru timbul bila tumor sudah besar, timbul borok, atau ada metastasis ke tulang.
Kemudian timbul pembesaran kelenjar getah bening di ketiak, bengkak (edema)
pada lengan, dan penyebaran kanker ke seluruh tubuh. Gejala klinis pada pasien
ini, sudah sesuai dengan teori.
Faktor risiko yang erat kaitannya dengan peningkatan insiden kanker
payudara antara lain jenis kelamin wanita, usia > 50 tahun, riwayat keluarga dan
genetik (pembawa mutasi gen BRCA1, BRCA2, ATM atau TP53 (p53)), riwayat
penyakit payudara sebelumnya (DCIS pada payudara yang sama, LCIS, densitas
tinggi pada mamografi), riwayat menstruasi dini (<12 tahun) atau menarche lambat
(>55 tahun), menopouse (mati haid) setelah umur 50 tahun, riwayat reproduksi

62
(tidak memiliki anak, melahirkan anak pertama sesudah umur 35 tahun dan tidak
menyusui), hormonal, obesitas, konsumsi alkohol, riwayat radiasi dinding dada,
faktor lingkungan: merokok dan terpapar asap rokok (perokok pasif), pola
makan yang buruk (tinggi lemak dan rendah serat, mengandung zat
pengawet/pewarna). Pasien ini memiliki faktor risiko kanker payudara yaitu jenis
kelamin wanita, riwayat keluarga (ibu dan nenek pasien), dan terpapar asap
rokok (perokok pasif).
Keluarga yang memiliki riwayat penyakit kanker payudara. Anak perempuan
atau saudara perempuan (hubungan keluarga langsung) dari wanita dengan kanker
payudara, risikonya meningkat dua kali jika ibunya terkena kanker sebelum berusia
60 tahun, risiko meningkat 4 sampai 6 kali jika kanker payudara terjadi pada dua
orang saudara langsung.
Pada pasien ini didapatkan juga keluhan sesak napas. Sesak tersebut tidak
dipengaruhi oleh aktivitas dan cuaca, dan tidak ada pula riwayat asma pada pasien
ataupun keluarga pasien. Dari pemeriksaan fisik paru didapatkan vocal fremitus
menurun di kedua paru terutama paru dextra, bunyi napas vesikuler di kedua lapang
paru namun melemah, ronkhi basah didapatkan pada kedua lapang paru. Diduga
bahwa carcinoma mammae ini telah mengalami metastasis ke paru-paru atau
pleura. Pada hasil pemeriksaan foto thorax PA, didapatkan tampak multiple lesi
micronodular yang tersebar pada kedua pulmo, tampak perselubungan homogen
yang menutupi kedua sinus dan diafragma dan batas kanan jantung, serta
memberikan gambaran meniscus sign. Kesan oleh radiolog yaitu gambaran
metastasis ke paru dan efusi pleura bilateral.
Pada pasien ini didapatkan pula nausea, pada carcinoma mammae nausea
dapat diakibatkan oleh adanya metastasis ke hepar, begitupun riwayat melena pada
pasien dapat terkait dengan adanya perdarahan pada sistem gastrointestinal bagian
atas yang dapat dikaitkan dengan metastasis organ. Namun, pada pasien ini menurut
hasil pembacaan USG abdomen oleh radiolog tidak memberikan gambaran adanya
tanda-tanda metastasis pada organ-organ terkait, hanya berupa temuan cairan bebas
pada kedua cavum pleura yang mana memberi kesan efusi pleura bilateral.

63
Dari hasil pemeriksaan fisis pasien ditemukan keadaan umum sakit berat
(Indeks Karnofsky: 20% (jelek); status penampilan WHO: 3), GCS E4V5M6, vital
sign dalam batas normal, tampak pucat, konjungtiva anemis +/+. Tidak teraba
pembesaran pada kelenjar limfe axilla, infraclavicular, maupun supraclavicular.
Status lokalis
Regio : mammae sinistra
Inspeksi : tampak satu buah benjolan berukuran 1815 cm, berbentuk seperti
bunga terbalik tidak beraturan (kembang kol), berwarna merah
kehitaman, dan area sekitar benjolan mengalami hiperpigmentasi dan
beberapa tampak hiperemis. Tampak area ulserasi/ulkus pada benjolan
disertai pus yang sudah mulai mengering dan tampak
hipervascularisasi. Puting/nipple sulit diidentifikasi dalam hal ini
mengalami retraksi ke dalam mammae. Kedua mammae tampak tidak
simetris, yang mana mammae sinistra mengalami pembesaran.
Palpasi : konsistensi padat dan keras, rapuh dan mudah berdarah, permukaan
tidak rata atau berbonjol-bonjol, berbatas tegas, terfiksir/immobile,
tidak ada nyeri tekan, tampak discharge ketika penekanan pada
mammae.
Berdasarkan teori, kanker payudara lanjut sangat mudah dikenali dengan
mengetahui kriteria operabilitas Heagensen sebagai berikut: terdapat edema luas
pada kulit payudara (lebih 1/3 luas kulit payudara); adanya nodul satelit pada
kulit payudara; kanker payudara jenis mastitis karsinomatosis; terdapat nodul
parasternal; terdapat nodul supraklavikula; adanya edema lengan; adanya
metastasis jauh; serta terdapat dua dari tanda-tanda locally advanced, yaitu
ulserasi kulit, edema kulit, kulit terfiksasi pada dinding toraks, kelenjar getah
bening aksila berdiameter lebih 2,5 cm, dan kelenjar getah bening aksila melekat
satu sama lain. Tanda-tanda tersebut beberapa ditemukan pada pasien ini.
Pada pemeriksaan regio vertebra, pada linea paravertebralis dextra tampak
satu buah benjolan berukuran diameter 0,5 cm, berwarna merah kehitaman dan
pada palpasi benjolan berbatas tegas, konsistensi lunak, terfiksir/immobile, dan
tidak ada nyeri tekan. Teorinya, metastasis tulang merupakan penyebaran sel-sel

64
kanker dari kanker primernya ke tulang. Jarak antara tumor primer dan dan
munculnya metastasis bervariasi dan tidak menentu, misalnya pada carcinoma
mammae. Nyeri tulang adalah gejala yang paling sering dijumpai pada proses
metastasis ke tulang. Adanya metastasis ke tulang dapat menyebabkan struktur
tulang menjadi lebih rapuh dan beresiko untuk mengalami fraktur. Ketika terjadi
proses metastasis ke vertebra, maka medula spinalis menjadi terdesak. Pendesakan
medula spinalis tidak hanya menimbulkan nyeri tetapi juga dapat menimbulkan
paraplegi atau mati rasa pada ekstremitas, gangguan miksi, atau mati rasa disekitar
abdomen. Namun, pada pasien ini tidak didapatkan nyeri ataupun kelumpuhan pada
kedua tungkai bawahnya, dimana dapat dinilai bahwa kekuatan kedua ekstremitas
inferior adalah 5, hal ini menunjukkan kemungkinan kanker belum bermetastasis
jauh ke tulang vertebra pasien.
Carcinoma mammae bermetastasis dengan penyebaran langsung kejaringan
sekitarnya, dan juga melalui saluran limfe (limfogen) dan aliran darah (hematogen).
Pada carcinoma mammae, metastasis yang sering terjadi adalah ke paru, pleura, dan
tulang. Manifestasi metastasis dari carcinoma payudara dapat berupa nodul yang
disebut coin lesions atau efusi pleura. Metastasis jauh pada pasien ini adalah pada
paru dan pleura. Kecurigaan metastasis pada sistem gastrointestinal dan tulang
vertebra pada pasien ini belum dapat dibuktikan.
Penatalaksanaan pada pasien carcinoma umumnya tergantung pada stadium
tumor. Tujuan pengobatan pada prinsipnya bersifat kuratif atau paliatif. Terapi
kuratif berarti masih ada harapan sembuh, sedang paliatif hanya menekan efek
tumor terhadap penderita untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pada stadium
T1 dan T2 dan kadang-kadang T3 dengan N0, N1 dan M0 yang dianggap tumor
operable, tujuan terapi adalah kuratif. Pada carcinoma stadium lanjut (inoperable)
maupun carcinoma dengan metastasis jauh (T0-4, N2-3, M1) adapun tujuan
terapinya adalah paliatif, terapi yang diutamakan adalah terapi sistemik yaitu
kemoterapi atau hormonal.
Pada pasien ini dapat dilihat bahwa sudah terdapat metastasis jauh yakni ke
paru, sehingga tergolong ke dalam stadium IV, atau stadium akhir. Pasien

65
ditatalaksana dengan terapi paliatif. Secara teori, prinsip terapi kanker payudara
stadium lanjut:
a. Sifat terapi paliatif
b. Terapi sistemik merupakan terapi primer (kemoterapi dan terapi hormonal)
c. Terapi lokoregional (radiasi dan bedah) apabila diperlukan
d. Hospice home care
Prognosis pasien ini adalah dubia ad malam, yang mana presentase harapan
hidup 5 tahun stadium IV adalah 20%.

66
BAB V
KESIMPULAN

a. Kanker payudara (carcinoma mammae) merupakan pertumbuhan yang


abnormal dari sel-sel jaringan payudara yang dapat mengakibatkan invasi ke
jaringan-jaringan normal.
b. Skrining kanker payudara berupa: 1. Pemeriksaan payudara sendiri
(SADARI); 2. Pemeriksaan payudara klinis (SADANIS); 3. Pemeriksaan
payudara klinis oleh petugas yang terlatih; 4. Mammografi skrining; 5.
Prevensi dan skrining bertujuan menemukan kemungkinan adanya kanker
payudara dalam stadium dini dan diharapkan akan menurunkan mortalitas.
c. Diagnosa pada kanker meliputi: diagnosa utama-diagnosa sekunder-diagnosa
komplikasi dan diagnosa patologi. Diagnosa utama diawali dengan diagnosa
klinis dan diteruskan dengan diagnosa pencitraan.
d. Penetapan stadium berdasarkan AJCC dan UICC. Penetapan stadium berguna
untuk a) Penetapan diagnose; b. Penetapan strategi terapi; c) Prakiraan
prognosa; d) Penetapan tindak lanjut setelah terapi (follow up); e)
Pengumpulan data epidemiologis dalam registrasi kanker (standarisasi); f)
Penilaian beban dan mutu layanan suatu institusi kesehatan.
e. Mastektomi dikerjakan pada stadium I,II dan III bisa berbentuk mastektomi
radikal modifikasi ataupun yang klasik
f. Kemoterapi yang diberikan dapat berupa obat tunggal atau berupa gabungan
beberapa kombinasi obat kemoterapi, biasanya diberikan secara bertahap
sebanyak 6 8 siklus agar mendapatkan efek yang diharapkan dengan efek
samping yang masih dapat diterima.
g. Terapi hormonal diberikan pada kasus-kasus dengan hormonal positif, dan
diberikan selama 5-10 tahun.
h. Berdasarkan anamnesis, dan pemeriksaan fisik didiagnosis dengan carcinoma
mammae stadium IV dengan faktor risiko utama adalah keluarga.
i. Masalah klinis pada carcinoma mammae stadium lanjut merupakan masalah
kompleks yang melibatkan beberapa organ akibat penyebaran tumor primer.

67
DAFTAR PUSTAKA

1. Mintian Y, Yi W. Carcinoma mammae. Editor: Desen W. In: Buku Ajar


ONKOLOGI KLINIS. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011. Hal 366-
383.
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi Penyakit Kanker.
Jakarta: Pusat Data Dan Informasi Kementerian Kesehatan RI; 2015.
3. Komite Penanggulangan Kanker Nasional. Panduan Penatalaksanaan Kanker
Payudara. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;-.
4. Haryono SJ, Sukasah C, Swantari NM, Manuaba TW, Bisono. Payudara.
Editor: Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R, et
al.. In: Buku ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat-de Jong. Edisi 3. Jakarta: EGC;
2011. Hal 471-497.
5. Khasanah FT. Carcinoma Mammae Stadium IV Dengan Tanda-Tanda
Dyspnoe Dan Paraplegi Ekstremitas Inferior. Medula Unila. 2013; 1 (2): 43-
51.
6. American Cancer Society. Breast Cancer. American Cancer Society (Serial
Online). 2016 (Citied 2017 March 24); (127 Screens). Available from: <
https://old.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003090-
pdf.pdf>.
7. Barnes BA, Ho X. Breast anatomy and physiology unit 1. Santarosa.edu
(Serial Online). 2006 (Citied 2017 March 25); (50 Screens). Available from
<http://srjcstaff.santarosa.edu/~xho/Mammo/Unit%201%20-
%20Breast%20Anatomy%20and%20Physiology.pdf>.
8. Moore, Keith L, Dalley, Arthur F. Clinically Oriented Anatomy, 5th Edition.
Germany: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.
9. Tahir S. Surgery-Breast Problems. theprofesional (Serial Online). 2015
(Citied 2017 March 26); (265 Screens). Available from
<http://iph.theprofesional.com/images/books/4.pdf>.

68
10. Hamdi M, Wringer E, Schlenz I, Kuzbari R. Anatomy of the Breast: A
Clinical Application. Springer (Serial Online). 2005 (Citied 2017 March 25);
(9 Screens). Available from <http://eknygos.lsmuni.lt/springer/477/1-8.pdf>.
11. Hitachi Medical System America. MRI Anatomy and Positioning Series.
Twinsburg: Summit Commerce Park; 2015.
12. Junqueira LC, Carneiro J. Histologi dasar text & atlas. Edisi 10. Jakarta: EGC;
2011.
13. Rossi M, Chaudhry S, Wong E. Breast Cancer. McMaster Pathophysiology
Review (Serial Online). 2012 (Citied 2017 April 01); (1 Screens). Available
from: <http://www.pathophys.org/breast-cancer/>.
14. Eroschenko VP. Atlas histologi diFiore dengan korelasi fungsional. Edisi 11.
Jakarta: EGC; 2011.
15. Megawati. Gambaran ketahanan hidup lima tahun pasien kanker payudara
berdasarkan karakteristik demografi dan faktor klinis di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo tahun 2007-2010. Depok: Universitas Indonesia; 2012.
16. Sander MA. Profil penderita kanker payudara stadium lanjut baik lokal
maupun metastasis jauh di RSUP Hasan Sadikin Bandung. Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang. 2011;-(-):1-11.
17. CME/CE. Breast Cancer Module I: Breast Anatomy, Physiology, and
Pathology. Medscape (Serial Online). 2007 (Citied 2017 March 24); (9
Screens). Available from
<http://www.medscape.org/viewarticle/548921_3>.
18. Abdulkareem IH. Aetio-pathogenesis of breast cancer. Nigerian Medical
Journal. 2013; 54 (6): 371375.
19. Comprehensive Cancer Center Breast Care Center Patient Education,
Surgical Oncology, Physical Therapy, Plastic and Reconstructive Surgery,
Medical Oncology and Radiation Oncology. Breast Cancer Surgery at the
University of Michigan Comprehensive Cancer Center. United States:
University of Michigan Comprehensive Cancer Center; 2008.

69
20. Kementerian Kesehatan RI. SADARI Periksa payudara sendiri. Jakarta:
Kementerian RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular; 2012.

70

Anda mungkin juga menyukai