Anda di halaman 1dari 22

REFERAT ILMU BEDAH

MENINGIOMA

Disusun Oleh:
Angeline Budiman
07120120042

Pembimbing:
dr. Anton, Sp. BS.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


SILOAM HOSPITALS LIPPO VILLAGE RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH DR. DRADJAT PRAWIRANEGARA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE 25 SEPTEMBER 2017 3 DESEMBER 2017
TANGERANG
1.1 Definisi
Meningioma adalah tumor pada meningens yang merupakan selaput
pelindung yang melindungi otak dan medulla spinalis. Meningoma merupakan tumor
jinak tersering yang berasal dari arachnoid cap cells duramater dan umumnya
tumbuh secara lambat.1

1.2 Anatomi Selaput Otak


Meninges membentang di bawah lapisan dalam dari tengkorak dan merupakan
membran pelindung dari otak. Meniges terdiri dari 3 lapisan yaitu dura mater,
arakhnoid, dan pia mater.2 Duramater terdiri dari dua lapisan jaringan penyambung
fibrosa yang kuat. Lapisan luar dura mater kranialis adalah periosteum di dalam
tengkorak. Lapisan dalam adalah lapisan meningeal yang sesungguhnya, membentuk
batas terluar ruang subdural yang sangat sempit. Kedua lapisan dura terpisah satu
sama lain di sinus durae. . Lamina meningialis mempunyai permukaan yang licin dan
dilapisi oleh suatu lapisan sel, dan membentuk empat buah septa, yaitu falx cerebri,
tentorium cerebeli, falx cerebeli, dan diafragma sellae. Di bawah lapisan duramater,
terdapat araknoid mater. Araknoid mater membentuk tonjolan-tonjolan kecil yang
disebut granulasi araknoid, yang masuk ke dalam sinus venosus, terutama sinus
sagitallis superior. Lapisan di sebelah profunda, meluas ke dalam girus serebri dan
diantara folia serebri membentuk tela koroidea ventikuli. Dibentuk oleh serabut-
serabut retikularis dan elastik, ditutupi oleh pembuluh-pembuluh darah serebral. Di
bawah lapisan araknoid mater terdapat pia mater. Ruangan yang terbentuk di antara
keduanya, disebut juga ruang subaraknoid, berisi cairan serebrospinal dan bentangan
serat trabekular (trabekula arachnoideae). Pia mater menempel erat pada permukaan
otak dan mengikuti bentuk setiap sulkus dan girus otak.2, 3

2
Gambar 1. Meninges otak2

Sel asal meningioma diyakini dari arachnoid cap cell. Vili araknoid menonjol ke
dalam sinus vena. Endotelium vena mengalami kontak dengan semua atau sebagian
dari vili araknoid. Pada kasus akhir, sel-sel ini disebut arachnoid cal cells. Sisa
granulasi diselubungi oleh kapsul fibrosa. Vili araknoid paling banyak berada pada
sinus sagital superior,lalu pada tuberkulum sella, lamina kribosa, foramen magnum
dan torcular Herophili. Granulasi araknoid dan badan pacchonian adalah vili araknoid
dalam versi lebih besar dan lebih jelas.4

3
Gambar 2. Granulasi araknoid menunjukkan hubungannya dengan sinus sagitalis
superior (sinus vena).4

1.3 Epidemiologi
Meningioma merupakan tumor otak primer yang paling sering ditemukan,
meliputi 33,8% dari seluruh tumor otak primer dan sistem saraf pusat. Angka insiden
adalah 6/100.000. Kejadian meningioma meningkat secara progresif seiring dengan
bertambahnya usia, dengan kebanyakan asus terjadi pada individu yang lebih tua.
Meningioma jarang terjadi pada anak-anak, kecuali pada anak yang memiliki sindrom
keturunan seperti neurofibromatosis tipe 2 (NF-2) atau terapi radiasi terapeutik
sebelumnya.5, 6
Secara keseluruhan meningioma lebih sering terjadi pada wanita, dengan
perbandingan antara perempuan dan laki-laki sekitar 2-3: 1. Untuk meningioma
tulang belakang yang merupakan 10% dari keseluruhan meningioma, rasio
perempuan dibandingan laki-laki meningkat hingga 9:1. Predominansi prempuan ini
kurang signifikan pada kasus meningioma atipik atau anaplastik, pada anak-anak, dan
pada meningioma yang diinduksi radiasi.6

4
1.4 Etiologi dan Faktor Risiko
Etiologi dan faktor risiko meningioma yang sebenarnya masih tidak diketahui
dengan pasti. Meningioma berasal dari arachnoid cap cells dari vili araknoid di
meninges, yang menyelimuti otak dan sumsum tulang belakang. 7 Meskipun 95%
meningioma memiliki patofisiologi jinak, meningioma selalu diakibatkan oleh hasil
klonal yang berasal dari sel tunggal. Meningioma sporadik biasanya berkaitan dengan
satu atau lebih delesi kromosom fokal, dan atipikal atau stadium ganas cenderung
memiliki beberapa perubahan salinan kromosom yang konsisten dengan mutasi
mutator yang memicu ketidakstabilan genom.5
Hingga saat ini paparan radiasi pengion merupakan faktor risiko yang utama
dalam terjadinya meningioma. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi lainnya seperti
penggunaan telepon genggam, paparan kerja, merokok, dan trauma kepala masih
belum dipastikan. Sedangkan faktor yang tidak dapat dimodifikasi termasuk
bertambahnya usia, jenis kelamin perempuan, faktor genetic dan keluarga.5,7,8
1.4.1 Ionizing Radiation (IR)
Radiasi pengion telah dikaitkan erat sebagai faktor risiko meningioma yang
tinggi berdasarkan data cohort pada penderita tinea kapitis, korban bom atom, pasien
yang terpapar radiografi gigi, dan terpapar radioterapi untuk penyakit medis lainnya.
IR memiliki risiko enam hingga sepuluh kali lipat mengembangkan meningioma.
Radiation-associated meningioma dapat memiliki periode latensi yang panjang,
dengan kejadian terus meningkat dalam berjalannya waktu dan memiliki periode
latensi lebih pendek pada dosis radiasi yang lebih tinggi dan usia lebih muda saat
terpapar. Radiatopn-associated meningioma cenderung lebih bersifat atipikal atau
ganas dan multifokal.5,8
1.4.2 Jenis kelamin Perempuan
Hubungan antara hormone wanita dan risiko meningioma telah dikemukakan
oleh adanya pengamatan bahwa kejadian meningioma lebih tinggi pada wanita
dengan usia subur, ekspresi tumor dengan reseptor hormone, berhubungan dengan
kanker payudara, perubahan ukuran meningioma saat kehamilan, siklus menstruasi,
dan menopause. Berbagai penelitian masih menganggap suatu konflik bahwa

5
meningioma berhubungan dengan usia menarke, menopause, paritas, dan kehamilan.
Namun penggunaan kontrasepsi oral dan terapi pengganti hormone terbukti memiliki
risiko lebih tinggi mengembangkan meningioma pada wanita pascamenopause.
Estrogen dan progesterone diduga merupakan salah satu penyebab timbulnya
meningioma karena angka prevalensi yang lebih tinggi pada wanita. Reseptor
estrogen ditemukan pada meningioma, yakni ikatan pada reseptor tipe 2 walaupun
tingkat afinitasnya terhadap estrogen tidak sekuat reseptor yang ditemukan pada
kanker payudara. Sebagai perbandingan, reseptor progesterone diekspresikan pada
80% wanita penderita meningioma dan 40% pada pria. Lokasi ikatan dengan
progesterone lebih jarang pada meningioma yang agresif. Cara kerja reseptor-reseptor
ini masih belum diketahui, namun inhibitor estrogen dan progesterone telah dicoba
sebagai terapi walaupun belum ada bukti keberhasilan.5,8
1.4.3 Asosiasi Genetik
Penelitian genetic molecular telah menunjukan beberapa penyimpangan, yang
paling sering adalah hilangnya 22q pada 80% penderita meningioma sporadic. Hal ini
mengakibatkan hilangnya NF-2 gen supresor tumor yang berlokasi di 22q11 dan
berkurangnya produk protein merlin yang bertanggung jawab terhadap interaksi sel.
Sehingga NF2 merupakan kondisi genetic yang paling sering diasosiasikan dengan
meningkatnya risiko meningioma dan swanoma. Kebanyakan pasien NF2 memiliki
meningioma dengan karakter muncul lebih awal, dengan lesi multipel pada kasus
sporadik.5,8

1.5 Klasifikasi
Klasifikasi dari WHO bertujuan untuk memprediksi perbedaan karakteristik klinis
dari meningioma dengan grading secara histologis berdasarkan statisik korelasi
klinikopatologis yang signifikan. Berdasarkan tingkat keganasannya meningioma
dibagi menjadi 3, yaitu jinak (WHO grade 1), atipikal (WHO grade II), dan
anaplastik (WHO grade III).8,9,10

6
Gambar 3. Tipe meningioma berdasarkan pengelompokan WHO9

Gambar 4. Kriteria grading secara histologi menurut WHO9

7
Gambar 5. WHO Grading System10

1.5.1 Benign meningioma (WHO Grade I)


Sekitar 80% dari seluruh meningioma merupakan tumor yang tumbuh lambat.
Meningioma jinak yang tergolong dalam grade 1 WHO dapat menginvasi duramater,
sinus dura, tulang tengkorak, dan kompartmen ekstrakranial seperti bola mata,
jaringan lunak, dan kulit. Meskipun invasi ini membuat mereka semakin sulit
direseksi, mereka tidak termasuk meningioma atipikal maupun malignan. Sebaliknya,
invasi otak dihubungkan dengan angka kekambuhan dan kematian yang hampir sama
dengan meningioma atipikal secara umum, meskipun tumor nampak jinak.9,10

Gambar 5. Histologi meningioma grade 1 WHO9 Meningothelial, terdapat synctial


growth of meningoepithelial cells (A), fibrous, terdapat fascicular growth of fibroblast-;ile
spindle cells (B), transisional, terdapat pembentukan multiple meningeal whorls (C),
pasammomatous, terdapat numerous calcified psamomma bodies (D), angiomatous, terdapat
numerous densely packed blood vessels (E), microcystic, prominent microcystic degeneration

8
(F), secretory, production of periodic acid Schiff positive pseudopsammoma bodies (G),
lumphoplasmacyte-rich, terdapat extensive chronic inflammatory infiltrates (H), dan
metaplastic, terdapat xanthomatous changes of tumor cells (I).

1.5.2 Atypical Meningioma and Others (WHO Grade II)


Angka kejadian meningioma atipikal (grade 2 WHO) berkisar antara 15-20%
dari keseluruhan meningioma. Setelah reseksi total, meningioma jinak dihubungkan
dengan angka kekambuhan dalam waktu 5 tahun sebanyak 5%. Sebaliknya, angka
kekambuhan untuk meningioma atipikal yang direseksi total adalah sekitar 40%
dalam waktu 5 tahun dan meningkat seiring berjalannya waktu pemantauan. Dengan
demikian, diagnosis dari meningioma atipikal memperpendek jangka waktu
pemantauan post operasi.9

Gambar 4. Histologi meningioma grade II WHO9 Atypical meningioma with increased


mitotic activity (A), clear cell meningioma with clear, glycogen rich cytoplasm (B), dan
chordoid meningioma showing chordoma-like growth of tumor cells in a myxoid matric (C).

1.5.3 Anaplastic (malignant) Meningioma (WHO Grade III)


Meningioma anaplastik terhitung sebanyak 1-3% kasus dari keseluruhan
kasus meningioma. Tumor ini memiliki karakteristik klinik serupa dengan neoplasma
ganas lainnya, yang dapat menginfiltrasi jaringan sekitarnya secara luas dan
membentuk deposit metastasis. Meningioma anaplastik dikaitkan dengan angka
kekambuhan sekitar 50-80% setelah tindakan reseksi secara bedah dan nilai median
harapan hidup kurang dari 2 tahun. Secara histologis, meningioma anaplastik
memiliki gambaran keganasan dengan index mitosis sebesar 20 atau lebih mitosis per
10 lapang pandang mikroskopis. Beberapa meningioma anaplastik sulit dikenali
sebagai neoplasma meningotelial karena mereka dapat menyerupai sarkoma,
karsinoma atau bahkan melanoma. Meningioma anaplastik biasanya memiliki daerah
nekrosis yang amat luas. Meskipun demikian, embolisasi terapeutik (iatrogenik)
harus dikecualikan sebagai penjelasan alternatif sebelum dilakukan penilaian.9,10

9
Gambar 5. Histologi meningioma grade III WHO9
Anaplastic meningioma with cellular anaplasia and numerous mitotic figures (A),
rhabdoid meningioma containing large rounded tumour cells with eccentric nuclei (B), and
papillary meningioma that shows a pseudopapillary growth pattern (C )

1.6 Patogenesis
Terdapat bukti yang kuat bahwa perubahan gen merupakan kejadian awal pada
tumorigenesis meningioma. Pada meningioma atipikal dan anaplastic, mutasi gen
NF2 terjadi pada jumlah kasus yang sama seperti pada meningioma WHO Grade I
yang jinak, menunjukkan bahwa NF2 terlibat dalam inisiasi meningioma dan bukan
progresi. Namun perubahan genetic terkait atipikal dan anaplastic meningioma adalah
kompleks, dengan banyak kehilangan genom, kelebihan, dan amplifikasi.

Gambar 6. Genetic alterations associated with meningioma initiation and


progression9

10
1.7 Manifestasi Klinis
Meningioma menghasilkan gejala melalui beberapa mekanisme, yaitu
mengiritasi korteks yang mendasarinya, menekan otak atau saraf kranial,
menghasilkan hyperostosis dan menyerang jaringan lunak di atasnya, atau
menyebabkan luka vascular ke otak. Tanda dan gejla sekunder akibat meningioma
dapat muncul atau bertambah parah selama kehamilan namun biasanya mereda atau
membaik pada masa postpartum.
- Iritasi : dengan mengiritasi korteks yang mendasarinya, meningioma dapat
menyebabkan kejang.
- Kompresi : nyeri kepala local atau nonspesifik. Kompresi otak yang mendasari
dapat menyebabkan disfungsi serebral fokal atau lebih umum, seperti yang
ditunjukkan oleh kelemahan fokal, disfasia, apati, dan/atau mengantuk
- Stereotip : meningioma di lokasi tertentu dapat menimbulkan gejala stereotip yang
tercantum dalam table 1. Gejala stereotipik ini tidak patognomonik meningioma di
lokasi ini, namun dapat terjadi akibat kondisi atau lesi lain. Sebaliknya meningioma
di lokasi ini mungkin tetap asimtomatik atau menghasulkan gejala yang tak terdapat
dalam table.
- Vaskular : Meskipun jarang, meningioma pada dasar tengkorak dapat
mempersempit dan menutup arteri serebral yang penting, sehingga memungkinkan
episode seperti transient ischemic attack (TIA) atau stroke.
- Miscellaneous :
o Meningioma intraventrikular dapat menyebabkan hidrosefalus obstruktif.
o Meningioma di sekitar sella tursika dapat menghasilkan panhipoputuitarism
o Meningioma yang mengkompres jalur visual menghasilkan berbagai gangguan
lapang pandang tergantung lokasinya
o Meningioma korkoid dapat menyebabkan gangguan hematologi yaitu Sindrom
Castleman, namun meningioma ini jarang terjadi. 11

11
Tumor meningioma paling sering ditmeukan di dekat bagian atas dan
lekukanluar otak. Tumor juga dapat terbentuk pada dasar tengkorak. Gejala/sindrom
yang ditimbulkan tergantung pada lokasi tumor.12,13

Gambar 7. Lokasi Tumor Meningioma12

Gambar 8. Sindrom Klinis Meningioma Intrakranial13

1.8 Diagnosis
1.8.1 Anamnesis
Meningioma dalah tumor yang tumbuh secara lambat, gejala yang ditemukan
saat presentasi jarang terjadi, namun sering bersifat membahayakan. Nyeri kepala
dengan onset baru yang perlahan-lahan bertambah berat biasanya terjadi dan tidak
terkait dengan gejala lain yang memberi tekanan pada tekanan intracranial yang
meningkat, mencerminkan pertumbuhan tumor yang lambat. Riwayat kejang parsial

12
dan riwayat perubahan kepribadian (demensia atau depresi) dapat terjadi apabila
terjadi meningioma di bagian inferor. Sejumlah sindrom tumor sesuai anatomi
topografi yang sudah dijelaskan di gambar 8 dapat membantu mengidentifikasi lokasi
tumor. Namun sindrom ini tidak spesifik secara etiologis karena berbagai lesi
intracranial fokal (misal granuloma, glioma, kista) dapat hadir dengan sindroma yang
sama.9,12,13
1.8.2 Pemeriksaan Fisik
Temuan fisik mencerminkan gejala yang disebutkan di atas dan tanda-tanda
tekanan intracranial yang meningkat, keterlibatan saraf kranial, kompresi parenkim
yang mendasari, dan keterlibatan jaringan tulang dan subkutan oleh meningioma.
Tekanan intracranial yang meningkat menyebabkan papilledema, penurunan
kesadaran dan hingga herniasi otak. Keterlibatan saraf kranial dapat menyebabkan
anosmia, defek lapang pandang, atrofi optic, diplopia, penurunan sensasi wajah,
paresis wajah, penurunan pendengaran, penyimpangan uvula, dan hemiatrofi lidah.
Kompresi parenkim dapat menimbulkan gejala pyramida berupa hiperrefleks, tanda
Hoffman positif, Babinski positif. Sindroma lobus parietal terjadi jika lobus pareietal
dikompresi. Kompresi lobus parietal dominan menyebabkan sindrom Gerstmann
yaitu agrafia, akalkulia, disorientasi kanan kiri, dan agnosia jari. Kompresi lobus
parietal nondominan menyebabkan kepunahan taktil dan visual serta neglect sisi
kontralateral. Kompresi lobus oksipital menyebabkan hemianopsia homonym
kongruen. Meningioma spinal dapat menyebabkan sindrom Brown-Sequard (sensasi
nyeri turun kontralateral, kelemahan ipsilateral, penurunan sensasi posisi), kelemahan
sfingter, dan kuadriparesis atau paraparesis13
1.8.3 Pemeriksaan Penunjang
Meningioma sering baru terdeteksi setelah muncul gejala. Diagnosis dari
meningioma dapat ditegakan berdasarkan manifestasi klinis pasien dan gambaran
radiologis. Meskipun demikian, diagnosis pasti serta grading dari meningioma hanya
dapat dipastikan melalui biopsi dan pemeriksaan histologi.

13
CT Scan
Pada CT scan, tumor terlihat isodens atau sedikit hiperdens jika dibandingkan
dengan jaringan otak normal. Seringkali tumor juga memberikan gambaran berlobus
dan kalsifikasi pada beberapa kasus. Edema dapat bervariasi dan dapat tidak terjadi
pada 50% kasus karena pertumbuhan tumor yang lambat, tetapi dapat meluas. Edema
lebih dominan terjadi di lapisan white matter dan mengakibatkan penurunan densitas.
Perdarahan, cairan intratumoral, dan akumulasi cairan dapat jelas terlihat. Invasi
sepanjang dura serebri sering muncul akibat provokasi dari respon osteblas yang
menyebabkan hiperostosis pada 25% kasus. Gambaran CT scan paling baik untuk
menunjukan kalsifikasi dari meningioma. Penelitian membuktikan bahwa 45% proses
kalsifikasi adalah meningioma.1

Gambar 9. Hasil CT scan meningioma parasagital1

Gambar 10. Hasil CT scan meningioma sphenoid dan meningioma konveksitas1

14
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pada MRI, tumor terlihat isointens pada 65% kasus dan hipointens pada
sisanya jika dibandingkan dengan jaringan otak normal.1 Kelebihan MRI adalah
mampu memberikan gambaran meningioma dalam bentuk resolusi 3 dimensi,
membedakan tipe jaringan ikat, kemampuan multiplanar dan rekonstruksi. MRI dapat
memperlihatkan vaskularisasi tumor, pembesaran arteri, invasi sinus venosus, dan
hubungan antara tumor dengan jaringan sekitarnya.1,14

Gambar 12. Meningioma dengan gambaran radiologis tipikal.14


A. Bone window CT Scan serebral menunjukkan hiperostosis akibat tumor. B. MRI kepala
menunjukkan tumor sedikit hiperintense. Edema daari parenkim ditunjukkan dengan panah.
C. MRI T2 pada penampang koronal menunjukkan cairan serebrospinal interposed antara
tumor dan parenkim, menunjukkan natur ekstra-aksial dari tumor. D. MRI T1 setelah injelsi
gadolinium menunjukkan kontak luas antara tumor dengan duramater dan penebalan
duramater di sekitarnya.

Angiografi
Angiografi secara khusus mampu menunjukan massa hipervaskular, menilai
aliran darah sinus dan vena. Angiografi dilakukan hanya jika direncakan dilakukan
embolisasi preoperasi untuk mengurangi resiko perdarahan intraoperatif.1

15
1.9 Penatalaksanaan
Modalitas terapi meningioma meliputi medikamentosa, pembedahan, dan
radioterapi, kemoterapi.Pemilihan modalitas terapi ditentukan oleh jenis
histopatologis tumor. Jenis histopatologis tumor dapat diperkirakan dari gambaran
imaging dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologi.15,16
1.9.1 Medikamentosa
1.9.1.1 Pemberian kortikosteroid
Steroid memberikan efek anti edema, lebih bermakna pada tumor otak
metastase dibandingkan dengan tumor otak primer seperti meningioma. Dosis
dexamethason yang digunakan
- Pasien yang belum mendapat steroid sebelumnya
Dewasa : 10 mg loading intravena, diikuti dosis rumatan 6 mg peroral atau
intravena tiap 6 jam. Pada kasus dengan edema vasogenik yang berat maka dosis
dapat ditingkatkan sampai 10 mg tiap 4 jam.
Anak :0,5 - 1 mg/kg loading intravena, dilanjutkan dosis rumatan 0,25 0,5
mg/kg/hari (peroral/intravena) dalam dosis terbagi tiap 6 jam. Hindari pemberian
jangka panjang karena efek menghambat pertumbuhan.
- Pasien dengan terapi kortikosteroid sebelumnya :
Pada kondisi penurunan kesadaran akut, maka perlu dicoba diberikan dosis dua kali
lipat dari dosis yang biasa diberikan.15
Jenis kortikosteroid yang dapat digunakan dengan equivalen dosis sebagai berikut :
Tabel 1. Kortikosteroid15
Glucocorticoid
Relative Mineralo
Nama Obat Approximate Biologic Half
Corticoid Activity
Equivalent Dose
Cortisone 25 mg 8 - 12 ++
Hydrocortisone 20 mg 8 - 12 ++
Prednisolone 5 mg 18 - 36 +
Prednisone 5 mg 18 - 36 +
Methylprednisolone 4 mg 18 - 36 0

16
1.9.1.2 Pemberian profilasis anti kejang
Pasien dengan riwayat kejang yang berhubungan dengan tumor otak,
direkomendasikan pemberian obat anti kejang. Pasien tumor otak tanpa riwayat
kejang dan tidak ada riwayat pembedahan, tidak direkomendasikan pemberian
profilaksis anti kejang. Pasien tumor otak tanpa riwayat kejang dan dilakukan
pembedahan, direkomendasikan pemberian profilaksis anti kejang.15 Obat antiepilepsi
seharusnya dimulai sebelum operasi untuk operasi pembedahan supratentorial dan
diteruskan paling tidak selama 3 bulan.16
1.9.2 Embolisasi endovaskular
Dilakukan embolisasi terhadap pembuluh darah yang mensuplai tumor,
dapat menggunakan coil atau glue. Dilakukan biasanya sebelum tindakan
pembedahan, yang bertujuan mengurangi resiko perdarahan yang banyak saat
operasi. Embolisasi dapat menyebabkan nekrosis dari lesi meningioma, yang dapat
meragukan dalam pemeriksaan patologi anatomi dari spesimen tumor setelah
operasi. Embolisasi ini tidak direkomendasikan, namun dapat memfasilitasi
pembedahan pada kasus tertentu seperti meningioma petroklival, yang dapat
diembolisasi melalui meningeal trunk of ascending pharyngeal artery.16
1.9.3 Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer untuk meningioma. Tujuan
utama microsurgery adalah pengangkatan tumor yang lengkap termasuk dura yang
terlibat, disebut gross total resection. Indikasi pembedahan adalah:
- Massa tumor yang menimbulkan gejala dan atau tanda penekanan maupun destruksi
parenkim otak adan asesibel untuk dilakukan pembedahan
-
Pada pemeriksaan imaging serial didapatkan tanda pertumbuhan tumor dan atau
didapatkan gejala akibat lesi tumor yang tidak dapat terkontrol dengan
medikamentosa.15
Faktor-faktor yang berperan dalam pembedahan meliputi lokasi dari tumor,
defisit nervus kranialis preoperasi, vaskularitas, invasi dari sinus venosus, dan
keterlibatan arteri. Reseksi sebagian dapat menjadi pilihan jika pengangkatan seluruh
tumor dapat mengakibatkan kehilangan banyak fungsi otak.1

17
Prinsip utama teknik operasi meningioma :
-
Mengidentifikasi batas tumor dengan parenkim normal
-
Menghentikan suplai darah ke tumor (devaskularisasi)
-
Dekompresi massa tumor (dengan ultrasonic aspirator, cautery loop, atau gunting)
-
Diseksi/memisahkan kapsul tumor dari jaringan otak dengan memperhatikan batas
arakhnoid
-
Diupayakan capaian eksisi se-radikal mungkin ( Simpsons grade 1 ) dengan
membuang seluruh tulang dan dura yang melekat pada tumor.15

1.9.4 Radioterapi
Radioterapi digunakan pada reseksi tumor inkomplit, rekuren meningioma,
atau high grade meningioma dengan atipikal sel dan sel yang anaplastik. Radioterapi
digunakan sebagai terapi primer jika tumor tidak dapat dicapai melalui pembedahan
atau ada kontraindikasi untuk dilakukan pembedahan. Penggunaan radioterapi
dikaitkan dengan outcome yang lebih baik. Sebuah penelitian didapatkan stereotactic
radiosurgery dihubungkan dengan kontrol tumor yang lebih baik dan komplikasi
yang lebih kecil. Tatalaksana radiasi pada meningioma :
- Meningioma WHO grade I diterapi dengan radiasi konformal terfraksinasi, dosis
45-54 Gy
- Meningioma WHO grade II yang diradiasi, terapi langsung pada gross tumor (jika
ada) atau pada tumor bed dengan margin 1-2 cm, dosis 54- 60 Gy dalam fraksi 1,8-
2 Gy. Pertimbangkan pembatasan ekspansi margin pada parenkim otak jika tidak
ada bukti adanya invasi otak.
- Meningioma WHO grade III diterapi seperti tumor ganas, langsung pada gross
tumor (jika ada) dan surgical bed dengan margin 2-3 cm , dosis 59,4 Gy dalam
1,8-2 Gy/fraksi
- Meningioma WHO grade I juga dapat diterapi dengan SRS dosis 12- 16 Gy dalam
fraksi tunggal.15

18
1.9.5 Kemoterapi
Kemoterapi sejauh ini memberikan hasil yang kurang memuaskan,
dipertimbangkan hanya bila tindakan operasi dan radioterapi gagal dalam mengontrol
kelainan.Agen kemoterapi termasuk hidroksiurea, telah digunakan tapi dengan
angka keberhasilan yang kecil.Obat lain yang sedang dalam penelitian termasuk
temozolamid, RU-468 dan alfa interferon, juga memberikan hasil yang kurang
memuaskan.16

Berikut merupakan flow chart untuk menggambarkan algoritma keputusan


dalam pengobatan meningioma. Diagram ini memperhitungkan faktor-faktor paling
penting bagi keputusan pembedahan, observasi, radiasi, atau kombinasi radiasi dan
operasi. Lokasi tumor, deficit neurologis, ukuran, keterlibaatn saraf kranial adalah
parameter yang dipertimbangkan. Meningioma konveksitas dengan deficit neurologis
adalah indikasi jelas untuk pembedahan sedangkan meningioma konveksitas tanpa
deficit neurologis dapat diobservasi. Meningioma tipikal ini (apabila tidak disertai
deficit neurologis) tidak berukuran besar. Meningioma ke sinus kavernosa sebaiknya
diobati dengan radiasi atau radiasi dan reseksi sebagian dalam operasi.17

Gambar 13. Algoritma Tatalaksana Meningioma17

19
Gambar 14. Terapi berdasarkan Grade system WHO14

1.10 Prognosis
Reseksi total dari tumor biasanya memberikan prognosis yang sangat baik.
Angka harapan hidup 5 tahunan untuk meningioma tipikal lebih dari 80%, dan turun
menjadi 60% pada meningioma malignan dan atipikal. Luasnya tumor yang di eksisi
adalah factor yang utama dalam menentukan rekurensi dari meningioma. Rekurensi
setelah gross total reseksi muncul pada 11 15 % kasus, dan 29% kasus pada reseksi
inkomplet. Rata- rata rekurensi dalam 5 tahun setelah reseksi partial adalah 37% -
85%. Overall recurrence rate selama 20 tahun adalah 19% dan dalam laporan lain
adalah 50%. Meningioma malignant memiliki angka rekurensi lebih tinggi
dibandingkan yang lainnya.15,16
Tabel Sistem Derajat Simpson untuk Pengambilan Tumor15
Derajat Derajat Pengambilan/Eksisi
Komplit eksisi secara makroskopik, termasuk : durameter,
I
tulang yang tidak normal, dan dura sinus yang terkena.
Komplit eksisi secara makroskopik, dengan koagulasi
II
durameter dengan Bovie atau laser.
Komplit eksisi secara makroskopik, tanpa reseksi atau
III koagulasi durameter atau ekstensi ektradural (misalnya tulang
yang hiperostosis)
IV Parsial eksisi, meninggalkan sebagian tumor.
V Dekompresi sederhana, biopsy.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Rowland, Lewis P, ed. 2005. Merritts Neurology. 11th ed. New York : Lippincott
Williams & Wilkins.

2.Waxman SG. Meniges and Submeningeal Space. Dalam: Waxman SG, penyunting.
Clinical Neuroanatomy. Ed ke-27. New York: McGraw-Hill; 2010. H. 150-2.

3. Rohkamm, Reinhard. 2004. Color Atlas of Neurology. Stuttgart : Thieme.

4. AlMetty O, Saleem IA, Georges FH. Meningiomas. 2015. Clinicalgate. Diambil


dari: https://clinicalgate.com/meningiomas-2/ Diakses 18 November 2017.

5. Wiemels J, Margaret W, Elizabeth BC. Epidemiology and etiology of meningioma.


J Neurooncol. 2010; 99: 307-14.

6. Park JL, Peter MB, Margaret W. Meningioma: Epidemiology, risk factors, and
pathology.Uptodate. 2011. Diambil dari : http://ekstern.infonet.regionsyddanmark.dk
/files/Formularer/Upload/2011/11/Meningioma_epidemiology%20risk%20factors%2
0and%20pathology.pdf. Diakses 15 November 2017.

7 .Wu JC. Risk factors of meningioma. Journal of The Chinese Medical Association.
2014; 77: 451-2.

8. Saraf S. Bridget JM, Lee V. Update on menigiomas. The Oncologist. 2011; 16:
1604-13.

9. Riemenschenider M, Arie P, Guido R. Histological classification and molecular


genetics of meningiomas. Lancet Neurol. 20016; 5: 1045-54.

10. Louis DN dkk. The 2016 World Health Organization Classifications of Tumors of
the Central Nervous System: a summary. Acta Neuropathol. 2016; 131: 803-20.

21
11 . Haddad G. Meningioma. Medscape. 2017. Diambil dari: https://emedicine.
medscape.com/article/1156552-clinical#b1. Diakses 19 November 2017.

12. American Brain Tumor Association. Meningioma. ABTA. 2014. Diambil dari:
http://www.abta.org/brain-tumor-information/types-of-tumors/meningioma.html.
Diakses 19 November 2017.

13. Rockhill J, Maciej M, Marc CC. Intracranial meningiomas: an overview of


diagnosis and treatment. Neurosurg Focus. 2007; 23: 1-7.

14. Goldbrunner R dkk. EANO guidelines for the diagnosis and treatment of
meningiomas. Lancet Oncol. 2016; 17: 383-91.

15. Perhimpunan Spesialis Bedah Saraf Indonesia. Pedoma nasional pelayanan


kedokteran ilmu bedah saraf. 2016. PSBSI. Diambil dari :
http://braintumorcenter.id/wp-content/uploads/2017/09/PNPK-Bedah-Saraf-
2016-1.pdf. Diakses 18 November 2017.

16. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia [Kemenkes]. Pedoman nasional


pelayanan kedokteran tumor otak. 2017. Kemenkes. Diambil dari:
http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PNPKOtak.pdf. Diakses 18 November
2017.

17. Petridis AK, Joost T, Friedhelm B, Dan M, Martin S. Perspectives in


meningioma treatment. J Neurol Disord. 2015; 3: 1-4.

22

Anda mungkin juga menyukai