Identitas Pasien
Nama
: Tn. I
Usia
: 34 tahun
Jenis Kelamin
: Laki - laki
Alamat
: Kebondalem
No. RM
: 181xxx
Tgl. MRS
II.
: 29 Desember 2014
Genteng
dilakukan
dengan
transfusi
keluhan
darah.
lemas.
Namun
Pasien
keluhan
dirawat
dirasa
dan
membaik
Pemeriksaan fisik
Tanda vital : TD : 120/70 mmhg
K/L :
An +/+
Ict -/-
N : 80x/m RR : 15x/m
Ed -/-
Cy -/-
Tho : C/ s1s2 single murmur (-) gallop (-). Ictus cordis teraba ICS V
MCL (S)
P/ rhonki -/- wheezing -/- suara nafas vesikular
Abd : BU (+) N, Hepar tidak teraba, , troube space dullnes, Lien
teraba schuffner II, nyeri tekan (-)
Ext :
IV.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah lengkap
Hb
: 7.0 gr %
Hct
: 24 %
Trombosit
: 140.000 mm3
Leukosit
: 5.600 / mm3
Hitung jenis
1 / 71 / 21 /
Pemeriksaan khusus
Coombs test
Ham test
: (+)
: (+)
VI.
Diagnosis kerja
Anemia Hemolitik Autoimun
Penatalaksanaan
Rencana diagnosis
Cek lab pre dan 12 jam post transfusi
Rencana terapi
MRS
Pro transfusi PRC 2 kolf
IVFD NS 20 tpm
Inj. Cefotaxime 2 x 1 gr
Inj. Dexamethasone 3 x 1 ampul
P.O Antasida tab 4 x 1
Terapi setelah KRS
Prednisone 3 x 5 mg
Fe Sulfat 3 x 1 mg
Daftar Pustaka
2006. Hoffbrand AV, Moss PAH, Pettit JE. Haemolytic Anemias. dalam :
Hoffbrand AV, Moss PAH, Pettit JE : Essential Hematology 6th ed.
Blackwell Publishing Ltd; Victoria. Hal : 66 68
2009. Bakta IM. Pendekatan Terhadap Pasien Anemia. . dalam : Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI. InternaPublishing; Jakarta. Hal :
622 625
2009. Parjono E, Widayati K. Anemia Hemolitik Autoimun. dalam : Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI. InternaPublishing; Jakarta. Hal :
650 651
VIII.
Hasil Pembelajaran
1. Diagnosis banding pada kasus anemia
2. Memahami tanda dan gejala pada anemia hemolitik autoimun
3. Merencanakan pemeriksaan penunjang pada kasus anemia
hemolitik autoimun
4. Terapi farmakologis dan non farmakologis pada kasus anemia
hemolitik autoimun
5. Evaluasi kepatuhan pasien terhadap terapi
IX.
2. Obyektif
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien ditemukan
beberapa tanda seperti konjungtiva anemis dan pembesaran lien
schuffner II. Pembesaran lien pada proses anemia dikaitkan dengan
proses hemolisis. Secara anatomis lien merupakan organ yang sangat
mendukung untuk terjadinya proses hemolisis. Proses hemolisis yang
terjadi pada lien tersebut lama kelamaan akan membuat lien semakin
membesar dan dapat teraba pada palpasi abdomen.
Anemia hemolitik secara umum akan memberikan gambaran
klinis pucat, ikterus, dan pembesaran lien. Jika pada pasien didapatkan
ketiga tanda ini, sangat mungkin pasien menderita AIHA.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada pasien ini adalah
cek
darah
lengkap.
Dari
hasil
laboratorium
didapatkan
kadar
serum
pasien
direaksikan
dengan
sel
sel
reagen.
Immunoglobulin yang beredar pada serum akan melekat pada sel sel
reagen dan dapat dideteksi dengan antiglobulin sera dengan terjadinya
aglutinasi.
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan adalah kadar
bilirubin total, indirek, dan pemeriksaan urine lengkap. Pemeriksaan
kadar bilirubin pada kasus ini dapat diharapkan terjadi peningkatan,
dan pada pemeriksaan urine lengkap dapat ditemukan adanya
hemoglobinuria.
3. Assessment (Penalaran Klinis)
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan
jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya
untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer
(penurunan
oxygen
carrying
capacity).
Secara
praktis
anemia
jalur
klasik
maupun
jalur
alternatif.
Komplemen
yang
15
mg/hari
(80
mg/m 2),
perbaikan
pada
beberapa
pasien,
namun
dilaporkan terapi ini juga tidak efektif pada beberapa pasien lain.
Jadi terapi ini diberikan bersama terapi lain dan responsnya
f.
dapat
diberikan,
sambil
menunggu
steroid
dan