1) Definisi
Anemia ialah berkurangnya jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin atau kadar
hematokrit dalam darah tepi di bawah nilai normal sesuai umur dan jenis kelamin
penderita, sehingga eritrosit tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen
dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer.
Anemia hemolitik auto imun (AHAI) merupakan salah satu penyakit imunologi
didapat yang mana eritrosit pasien diserang oleh autoantibodi yang diproduksi sistem
imun tubuh pasien sendiri, sehingga mengalami hemolisis.
2) Etiologi
a. Intrinsik
Kelainan membrane seperti sferostiosis hereditis, hemoglobinuria makturnal
pamosimal.
Kelainan glikolisis
Kelainan enzim, seperti defisiensi glukosa 6-fosfat dehydrogenase (GEDP)
b. Ekstrinsik
Gangguan system imun
Infeksi
Luka bakar
3) Epidemiologi
Prevalensi dan angka kejadian anemia hemolitik antara laki-laki
dan perempuan memiliki jumlah yang sama. Angka kejadian tahunan anemia hemolit
ik autoimun dilaporkan mencapai 1/100.000 orang pada populasi secara umum.
Sferositosis herediter (SH) merupakan anemia hemolitik yang paling sering
dijumpai, angka kejadiannya mencapai 1/5000 orang di negara Eropa, di Indonesia
belum diketahui dengan pasti.
4) Klasifikasi
Penyakit anemia hemolitik dapat dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu
a. Gangguan intrakorpuskular
Kelainan ini umumnya disebabkan karena adanya gangguan metabolisme dalam
eritrosit itu sendiri. Keadaan ini dapat digolongkan menjadi 3, yaitu:
1. Gangguan pada struktur dinding eritrosit, terbagi menjadi:
a. Sferositosis
b. Ovalositosis (eliptositosis)
c. A-beta lipoproteinemia
d. Gangguan pembentukan nukleotida
2. Gangguan enzim yang mengakibatkan kelainan metabolisme dalam eritrosit.
a. Defisiensi glucose-6-Phosphate-Dehydrogenase (G6PD)
b. Defisiensi Glutation reduktase
c. Defisiensi Glutation
d. Defisiensi Piruvatkinase
e. Defisiensi Triose Phosphate Isomerase
f. Defisiensi Difosfogliserat Mutase
g. Defisiensi Heksokinase
h. Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
b.Gangguan ekstrakorpuskuler
Gangguan ini biasanya didapat (acquired ) dan dapat disebabkan oleh:
1. Obat-obatan, racun ular, jamur, bahan kimia (bensin, saponin, air), toksin (hemolisin)
streptococcus, virus, malaria, luka bakar.
2. Hipersplenisme. Pembesaran limpa apapun sebabnya dapat
menyebabkan penghancuran eritrosit.
3. Anemia oleh karena terjadinya penghancuran eritrosit akibat terjadinya reaksi
antigen-antibodi seperti:
a. Inkompatibilitas ABO atau Rhesus.
b. Alergen yang berasal dari luar tubuh, kemudian menimbulkan reaksi antigen-
antibodi yang menyebabkan hemolisis.
c. Hemolisis akibat proses autoimun.
5) Faktor Risiko
6) Patofisiologi/Patogenesis
Pada anemia hemolitik terjadi peningkatan hasil pemecahan eritrosit dalam tubuh
(hemolisis). Berdasarkan tempatnya dibagi menjadi 2, yaitu
a. Hemolisis Ekstravaskuler
Hemolisis ekstravaskuler lebih sering dijumpai dibandingkan dengan hemolisis
intravaskuler. Hemolisis terjadi pada sel makrofag dari sistem retikuloendothelial (RES)
terutama pada lien, hepar dan sumsum tulang karena sel ini mengandung enzim heme
oxygenase. Hemolisis terjadi karena kerusakan membran (misalnya akibat reaksi antigen-
antibodi), presipitasi. Hemoglobin dalam sitoplasma, dan menurunnya fleksibilitas
eritrosit. Kapiler lien dengan diameter yang relatif kecil dan suasana relatif hipoksik
akan memberi kesempatan destruksi sel eritrosit, mungkin melalui mekanisme fragmentasi.
Pemecahan eritrosit ini akan menghasilkan globin yang akan dikembalikan ke
protein pool, serta besi yang dikembalikan ke makrofag (cadangan besi) selanjutnya akan
dipakai kembali, sedangkan protoporfirin akan menghasilkan gas karbonmonoksida (CO) dan
bilirubin. Bilirubin dalam darah berikatan dengan albumin menjadi bilirubin indirek,
mengalami konjugasi dalam hati menjadi bilirubin direk kemudian dibuang melalui empedu
sehingga meningkatkan sterkobilinogen dalam feses dan urobilinogen dalam urine.
Sebagian hemoglobin akan menuju ke plasma dan diikat oleh haptoglobin sehingga kadar
haptoglobin juga menurun, tetapi tidak serendah pada hemolisis intravaskuler.
b. Hemolisis Intravaskuler
Pemecahan eritrosit intrvaskuler menyebabkan lepasnya
hemoglobin bebas ke dalam plasma. Hemoglobin bebas ini akan diikat oleh haptoglobin (sua
tu globulin alfa) sehingga kadar haptoglobin plasma akan menurun. Kompleks hemoglobin-
haptoglobin akan dibawa oleh hati dan RES dalam
beberapa menit. Apabila kapasitas haptoglobin dilampaui maka akan terjadilah hemoglobin
bebas dalam plasma yang disebut sebagai hemoglobinemia. Hemoglobin bebas akan
mengalami oksidasi menjadi methemoglobin sehingga terjadi methemoglobinemia. Heme
juga diikat oleh hemopeksin (suatu glikoprotein beta-1) kemudian ditangkap oleh
sel hepatosit. Hemoglobin bebas akan keluar melalui urine sehingga terjadi hemoglobinuria.
Sebagian hemoglobin dalam tubulus ginjal akan diserap oleh sel epitel kemudian besi
disimpan dalam bentuk hemosiderin, jika epitel mengalami deskuamasi maka hemosiderin
dibuang melalui urine (hemosiderinuria), yang merupakan tanda hemolisis intravaskuler
kronik.
7) Manifestasi Klinis
Hemolisis
Ikterus
Splenomegali
Berdasarkan manisfestasi klinis di atas dapat ditarik kesimpulan tanda dan gejala
anemia secara umum.
a. Tanda-tanda
Pucat
Takikardia
Tekanan nadi yang melebar dengan pulsasi kapiler
Murhoemik, tanda-tanda jantung kongestif
Perdarahan
Penonjolan retina
Demam ringan
Gangguan fungsi ginal ringan
b. Gejala
Lesu, mudah lela, dispnea
Palpitasi, angina
Sakit kepala, vertigo, kepala terasa ringan
Gangguan penglihatan, perasaan mengantuk
Anoreksia nausea, gangguan pencernaan
Hilangnya lipidos
8) Diagnosis
Anemia hemolitik ditegakkan berdasarkan anmnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis anemia hemolitik dapat dibedakan menjadi 2 gol
ongan yaitu secara umum dan khusus berdasarkan etiologinya
i. Manifestasi atau gejala klinik
Secara umum penyakit hemolitik dapat didasarkan atas 3 proses yang juga merupakan
bukti bahwa ada hemolisis, yaitu
1. Kerusakan pada eritrosit
Fragmentasi dan kontraksi sel darah merah
mikrosferosit
2. Katabolisme hemoglobin yang meninggi
Hiperbilirubinemia sehingga muncul ikterus
Hemoglobinemia
Urobilinogenuria atau urobilinuri
Hemoglobinuri atau methemoglobinuri
Hemosiderinuri
Haptoglobin menurun
3. Eritropoesis yang meningkat (regenerasi sumsum tulang)
a. Darah tepi
Retikulositosis sebagai derajat hemolisis
Normoblastemia atau eritroblastemia
b. Sumsum tulang
Hiperplasia eritroid
Rasio mieloid: eritroid menurun atau terbalik
Hiperplasia sumsum tulang
Perubahan tulang-tulang (tengkorak dan panjang)
Anemia hemolitik kongenital
c. Eritropoesis ekstramedular
Splenomegali atau hepatomegali
d. Absorpsi Fe yang meningkat
ii. Pemeriksaan fisis
1. Tampak pucat dan ikterus
2. Tidak ditemukan perdarahan dan limfadenopati
3. Dapat ditemukan hepatomegali dan splenomegali
iii. Pemeriksaan penunjang
Hemoglobin, hematokrit, indeks eritrosit, DDR, hapusan darah
tepi, retikulosit, analisis Hb, Coomb’s test, tes fragilitas osmotik, urin
rutin, feses rutin, pemeriksaan enzim-enzim.
9) Diagnosis Banding
Anemia hemolitik
Anemia pasca perdarahan akut
Anemia aplastic
Anemia akibat penyakit kronik
Anemia pada gagal ginjal kronik
Anemia pada sindrom mielodisplastik
Anemia pada keganasaan hematologic
10) Tatalaksana
Terapi suportif-simtomatik untuk anemia hemolitik diberikan untuk menekan proses
hemolisis, terutama di limpa (lien). Obat golongan kortikosteroid seperti prednison dapat
menekan sistem imun untuk membentuk antibodi terhadap sel darah merah. Jika tidak
berespon terhadap kortikosteroid, maka dapat diganti dengan obat lain yang dapat
menekan sistem imun misalnya rituximab dan siklosporin. Pada anemia hemolitik kronik
dianjurkan pemberian asam folat 0,15-0,3 mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastic.
11) KIE
Banyak jenis anemia tidak dapat dicegah. Namun, anda dapat membantu
menghindari anemia kekurangan zat besi dan anemia kekurangan vitamin dengan
makanan yang sehat, variasi makanan temasuk:
Besi
Folat
Vitamin 12
Vitamin c
12) Prognosis
Prognosis pada anemia hemolitik tergantung pada etiologi dan deteksi dini. Prognosis
jangka panjang pada pasien dengan penyakit ini baik. Splenektomi dapat mengontrol
penyakit ini atau paling tidak memperbaikinya. Pada anemia hemolitik autoimun, hanya
sebagian kecil pasien mengalami penyembuhan dan sebagian besar memiliki perjalanan
penyakit yang kronik. Sebagai contoh penderita dengan hemolisis autoimun akut biasanya
datang dengan keadaan yang buruk dan dapat meninggal akibat hemolisis berlebihan.
13) Komplikasi 6, 9
Anemia hemolitik dapat menimbulkan komplikasi yang berat berupa gagal ginjal akut
(GGA). Pada malaria yang berat dapat menimbulkan komplikasiseperti: hiperpireksia,
kolaps sirkulasi (renjatan), hemoglobinuria (black water fever), hipogikemi (gula
darah < 40 mg/dl).
14) SKDI
3A