“Sferositosis Herediter”
Anemia hemolitik dapat terjadi dikarenakan oleh cacat atau defek molekuler,
abnormalitas pada struktur dan fungsi membran serta faktor lingkungan seperti trauma
mekanik atau autoantibodi.1 Anemia hemolisis dibedakan menjadi dua yaitu hemolisis yang
berhubungan dengan imun dan hemolisis yang tidak berhubungan dengan imun.2 Anemia
hemolitik imun dan non imun dibagi lagi berdasarkan beberapa sub bagian berhubungan
dengan etiologi atau penyebab terjadinya anemia hemolitik tersebut. Pada tinjauan pustaka ini
yang dibahas hanya anemia hemolisis non imun yang termasuk anemia hemolisis herediter
yang terjadi karena defek membran (membranopati) yaitu sferositosis herediter. 1
Definisi
Sferositosis herediter merupakan gangguan atau kelainan pada membran sel eritrosit,
di mana terjadi kelainan rangkaian struktur protein penyusun membran sel darah merah,
sehingga menyebabkan hilangnya luas permukaan membran eritrosit. Hal tersebut
mengakibatkan sel-sel darah merah berbentuk bulat (sferis), hiperkromik dan kemampuan
deformitas yang buruk dengan rentang hidup yang lebih pendek dibandingkan sel eritrosit
normal.3
Gambar2
Epidemiologi
Etiologi
Manifestasi klinis
Laboratoris
Diagnosis
Terapi
Pengobatan
Gambar3
Patogenesis
Pada sferositosis herediter, struktur penyusun yang paling sering terkena mutasi
adalah ankirin, pita 3 dan spektrin baik α maupun β. Mutasi yang terjadi pada struktur-
struktur tersebut menyebabkan melemahnya interaksi vertikal antara kerangka membran
dengan protein intrinsik pada membran. Defek yang terjadi membuat lapisan lipid bilayer
menjadi tidak stabil dan akan menyebabkan pelepasan vesikel-vesikel membran ke dalam
aliran darah. Proses tersebut menghasilkan sel eritrosit yang kehilangan sitoplasma dan
menyebabkan mengecilnya rasio antara luas permukaan dengan volume sel secara progresif,
hal inilah penyebab dari terbentuknya sel eritrosit yang berbentuk bulat (sferis). Limpa
merupakan organ yang berperan penting dalam penghancuran sel-sel eritrosit yang tidak
normal (sferosit). Sel eritrosit normal akan merubah bentuknya (deformitas) secara ekstrem
agar dapat melewati limpa. Sel sferosit sendiri memiliki kemampuan yang terbatas dalam
deformitas sehingga menyebabkan sekuestrasi atau terperangkapnya sel eritrosit di dalam
limpa dan dihancurkan oleh makrofag yang berada pada limpa.5
Gambar5
Gambar3
Pada pemeriksaan hapusan darah tepi ditemukan sel eritrosit kecil, tampak merah
padat dan berbentuk bulat dengan bagian tengah sel berwarna pucat. Pengukuran MCV
biasanya normal atau sedikit mengalami penurunan. Pengukuran MCHC mengalami
peningkatan dari kadar normal yaitu sekitar 350-400 gr/dl.1 Pengujian fragilitas (kerapuhan)
menunjukkan terjadinya peningkatan dengan uji fragilitas osmotik. Sel eritrosit dimasukkan
ke dalam larutan hipotonik yaitu NaCl, diuji dengan konsentrasi yang dinaikkan bertingkat,
dimulai dari 0,1%-0,9%.5
Mudah untuk mendiagnosis Anemia Hemolitik Non Imun atau NIHA (hasil yang
didapatkan negatif untuk human immunoglobulin test). Namun, sulit untuk
mengidentifikasikan termasuk ke dalam sub bagian mana dari anemia hemolitik non imun
sendiri. Hal ini dikarenakan, NIHA kadang-kadang memiliki manifestasi klinis dan
hematologi yang sama pada sub-sub bagian nya (klasifikasi NIHA). Oleh karena itu,
dibutuhkan anamnesis pribadi dan keluarga yang mendalam dari pasien. Kemudian
dilanjutkan dengan mempertimbangkan apakah hemolisis, termasuk gejala klinis, atau tanda-
tanda lain, seperti trombositopenia, atau patologi lingkungan. Setelah diketahui apakah NIHA
diturunkan (bawaan) atau diperoleh, maka pemeriksaan selanjutnya yaitu laboratorium
hematologi khusus. Metode diagnostik / investigasi laboratorium beragam dan termasuk
mikroskopi untuk pengamatan morfologi sel darah merah, metode biokimia seperti HPLC
atau elektroforesis untuk analisis hemoglobin, pengukuran aktivitas enzimatik, analisis darah
merah oleh aliran cytometry, studi membran eritrosit, dan akhirnya analisis gen eritroid pada
tingkat molekuler. Gambar di bawah menunjukkan algoritma yang diusulkan untuk
digunakan pada pasien baru yang berkonsultasi dengan dokter untuk penyakit NIHA.2
Gambar2
Terapi
Terapi atau pengobatan untuk anemia sferositosis herediter tidak ada yang spesifik.
Pengangkatan limpa atau splenektomi dapat memperbaiki gejala anemia. Splenektomi harus
dipertimbangkan manfaatnya dengan cermat, karena pengangkatan limpa dapat menyebabkan
seseorang mudah terkena infeksi terutama pada anak-anak. Pemilihan splenektomi partial
dapat dipertimbangkan karena memberikan hasil yang lebih baik, gejala anemia dapat
teratasi dan perlindungan terhadap infeksi akan tetap dapat terjaga.5
Gambar6
DAFTAR PUSTAKA
1
Setiati, S, Alwi, I, Sudoyo, A. W, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 2 Edisi 6.
Jakarta: Interna publishing. 2014. 2616, 2621-2622 p
2
Beris, P, Picard Veronique.Non immune hemolysis:diagnostic consideration. J seminars
hematology. 2015 Oct:52(4):287, 289-299, 292, 300-301.
3
Christensen, R.D, Yaish, H.M, Gallagher, P.G. A pediatrician practical guide to diagnosing
and treating hereditary spherocytosis in neonates. J Pediatrics. 2015 June:135(6):1107-1109
4
Wang, C, Cui, Y, Li, Y, et al. A systematic review of hereditary spherocytosis reported in
chinese biomedical journals from 1978 to 2013 and estimation of the prevalence of the
disease using a disease model. Intractable & Rare Diseases Research Advance Publication.
2015 March 31;(1): [1 p].
5
Kumar, V,Abbas, A.K, Aster J.C. Buku ajar patologi robbins edisi 9. Elsevier saunders.
2015. 403-405 p
6
Lolascon, A, Andolfo, I, Barcellini W, et al. Recommendations regarding splenectomy in
hereditary hemolytic anemias. European Hematology Association. 2017 May 26:102(8):1307