Vitamin merupakan kelompok nutrien organik yang diperlukan dalam takaran yang
sedikit atau kecil yang berperan dalam berbagai fungsi biokimia dan pada umumnya tidak
dapat disintesis oleh tubuh, sehingga perlu pemasukan dari luar tubuh seperti lewat makanan
(Murray et.al, 2016). Vitamin asal mulanya dari kata vitamine yang digunakan oleh Cashimir
Funk untuk pertama kalinya di Polandia pada tahun 1912. Saat itu, untuk menemukan zat
yang mampu menyembuhkan penyakit beri-beri di dalam dedak beras, Cashimir Funk
menyimpulkan bahwa penyakit beri-beri disebabkan oleh kekurangan suatu zat di dalam
makanan. Zat tersebut dibutuhkan manusia untuk hidup (vita) dan memiliki unsur nitrogen
(amine) di dalamnya. Oleh karenanya disebut dengan vitamine. Namun, penelitian
selanjutnya membuktikan bahwa tidak semua vitamine memiliki amine, sehingga kata
vitamine diubah menjadi vitamin (Almatsier, 2010).
Vitamin dibedakan menjadi dua yaitu vitamin larut lipid dan vitamin larut air.
Vitamin larut lipid merupakan senyawa hidrofobik yang dapat diserap oleh tubuh secara
efisien jika penyerapan lemak berlangsung normal karena vitamin larut lipid diabsorpsi
bersama lemak lain (Murray et.al, 2016). Sedangkan vitamin larut air merupakan komponen
sistem enzim yang terlibat dalam metabolisme energi. Vitamin larut air tidak disimpan di
dalam tubuh dan biasanya dikeluarkan melalui urin (Almatsier, 2010). Walaupun vitamin
merupakan salah satu mikronutrien, namun vitamin memiliki manfaat yang tidak dapat
dipandang sebelah mata, seperti vitamin A yang berperan dalam penglihatan dan
pertumbuhan. Selain itu ada vitamin D yang berperan dalam pertumbuhan, dan masih banyak
lagi fungsi dari vitamin-vitamin lainnya (Arisman, 2014).
Melihat betapa berperannya vitamin bagi tubuh manusia, maka pemasukan vitamin
secara adekuat diperlukan. Defisiensi atau kekurangan dari pemasukan vitamin akan
menyebabkan berbagai macam penyakit, misalnya seseorang yang mengalami defisiensi
vitamin A akan menyebabkan gangguan pada penglihatan dan pertumbuhan. Namun perlu
diperhatikan bahwa vitamin merupakan mikronutrien yaitu nutrien yang diperlukan sedikit
atau tidak terlalu banyak, oleh karenanya kadar yang masuk tidak boleh melebihi dari standar
yang telah ditentukan. Jika terjadi kelebihan mengkonsumsi vitamin tertentu, maka akan
menimbulkan penyakit (Russel et. Al, 2000). Pada esai ini akan dibahas mengenai konsumsi
berlebih vitamin yaitu vitamin A yang disebabkan dari mengonsumsi suplemen vitamin A
dan kaitannya dengan terjadinya hipervitaminosis vitamin A pada anak.
Vitamin A merupakan vitamin larut lipid yang pertama kali ditemukan. Vitamin A
dalam bentuk aktif erdapat dalam pangan hewani. Selain dalam bentuk aktif, terdapat
provitamin A atau merupakan prekursor dari vitamin A yang disebut dengan karotenoid.
Karoten ini terdapat pada pangan nabati. Karena vitamin A merupakan salah satu
mikronutrien yang tidak dapat disintesis oleh tubuh maka untuk memenuhi kebutuhan tubuh
diperlukan pemasukan dari luar. Sumber vitamin A yang berasal dari pangan hewani meliputi
kuning telur, hati, susu yang terdapat lemak di dalamnya, minyak hati ikan, dan mentega.
Sumber karoten dapat diperoleh dari pangan nabati yang meliputi sayuran berwarna hijau tua
seperti daun singkong, daun kacang, kangkung, bayam, kacang panjang, dan buncis. Selain
itu terdapat juga pada buah-buahan yang berwarna kuning-jingga seperti wortel, tomat,
jagung kuning, pepaya, mangga, nagka matang, dan jeruk (Almatsier, 2010). Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel.
Pemasukan vitamin A yang melebihi dari standar yang telah ditentukan dapat
menyebabkan keracunan atau menjadi toksik. Hal ini dikarenakan vitamin terdapat dalam
jumlah yang berlebih di dalam tubuh, sehingga dapat menimbulkan gejala-gejala yang tidak
diinginkan. Kejadian tersebut dinamakan dengan hipervitaminosis vitamin A.
Hipervitaminosis vitamin A terjadi apabila mengkonsumsi vitamin A sebagai suplemen
dalam takaran yang tinggi atau berlebihan (Hety, 2016). Hipervitaminosis terbagi menjadi
dua yaitu hipervitaminosis akut dan kronis. Pada keadaan akut, toksisitas timbul setelah
mengkonsumsi sejumlah besar vitamin A dalam waktu singkat, biasanya dalam beberapa jam
atau hari (Kim, 2015). Sedangkan toksisitas kronis timbul saat mengkonsumsi vitamin A
dosis tinggi yang dikonsumsi secara berulang-ulang dan tersimpan dalam jangka waktu lama
di tubuh (Hety, 2016). Hipervitaminosis banyak ditemukan pada anak dengan gejala mudah
menangis, bengkak di sekitar tulang-tulang yang panjang, kulit kering, dan gatal.
Hipervitaminosis A akut dikarenakan konsumsi ≥ 25.000 IU per kg. Tanda dan gejala muncul
setelah 8-24 jam dan manifestasi klinis berupa mual, muntah, diare, gangguan pada
penglihatan (iritasi mata, terlihat kantuk, berkunang-kunang, dan mata lesu), sakit kepala,
gangguan kulit, pengelupasa kulit di sekitar area mulut yang dapat diamati satu sampai
beberapa hari setelah konsumsi berlebih dan dapat menyebar ke seluruh tubuh.
Hipervitaminosis A kronis dikarenakan konsumsi 4.000 IU/kg setiap hari selama 6 sampai 15
bulan dapat menyebabkan demam, sakit kepala, kelelahan, mudah marah, anoreksia dan
kehilangan berat badan, muntah dan gangguang saluran pencernaan lainnya, perubahan kulit
(kulit berwarna kuning, kulit kering, sensitif terhadap sinar matahari, bibir berdarah, kuku
raph, dan rambut rontok), anemia, hiperkalemia, pembengkakan subkutan, nyeri pada tulang
dan persendian. Gejala lainnya dapat berupa tinitus yaitu papiledema, telinga berdering,
kebutaan dan pembengkakan tulang panjang (World Healt Organization, 2016).
Dalam mencegah overdosis dari vitamin A dapat dilakukan dengan cara mengikuti
rekomendasi dosis sesuai umur. Untuk hipervitaminosis akut dapat dirujuk ke rumah sakit
dan sebaiknya rawat inap. Untuk hipervitaminosis kronis, konsumsi suplemen vitamin A
dihentikan dan sebaiknya melakukan perawatan. Toksisitas secara perlahan akan berkurang
(World Health Organization, 2016)
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Aprilia, L. 2013. Persepsi Orang Tua Tentang Pemberian Vitamin Pada Anak di Taman
Kanak-Kanak Agripina Surabaya. (Jurnal Ilmiah Mahasiswa, Universitas
Surabaya. Terdapat pada:
<http://download.portalgaruda.org/article.php?article=153324&val=5455&title=PE
RSEPSI%20ORANG%20TUA%20TENTANG%20PEMBERIAN%20VITAMIN
%20PADA%20ANAK%20DI%20TAMAN%20KANAK-
KANAK%20AGRIPINA%20SURABAYA>(Diakses pada 3 Mei 2017)
Arisman. 2014. Buku Ajar Ilmu Gizi: Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan RI. 2000. Pedoman Pemberian Kapsul Vitamin A Dosis Tinggi [Pdf]
Terdapat pada:
<http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/123456789/1374/1/BK2000-
Sep29.pdf> (Diakses pada 3 Mei 2017)
Departemen Kesehatan RI. 2016. Menkes Canangkan Crash Program Campak Diintegrasikan
Bulan Pemberian Kapsul Vitamin A dan Obat Cacing [Pdf] Terdapat pada:
http://www.depkes.go.id/article/print/16080600002/menkes-canangkan-crash-
program-campak-diintegrasikan-bulan-pemberian-kapsul-vitamin-a-dan-obat-
cacin.html>(Diakses pada 3 Mei 2017)
http://www.who.int/immunization/programmes_systems/interventions/Adverse_events_vitA.
pdf>(Diakses pada 3 Mei 2017)
http://www.who.int/immunization/programmes_systems/interventions/vitamin_A/en/
(Diakses pada 3 Mei 2017)
L, Kristina., Penniston, Tanumihardjo. 2007. The acute and chronic toxic effects of vitamin
A[pdf] Terdapat pada:<
http://www.med.cmu.ac.th/dept/nutrition/DATA/COMMON/vitamin%20A.pdf>(D
iakses pada 3 Mei 2017)
Russell, R et al. 2000. Dietary Reference Intakes for Vitamin A, Vitamin K, Arsenic, Boron,
Chromium, Copper, Iodine, Iron, Manganese, Molybdenum, Nickel, Silicon,
Vanad ium , and Zinc. Washington, D.C: National Academies Press. Terdapat
pada:<
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK222310/pdf/Bookshelf_NBK222310.pdf
> >(Diakses pada 3 Mei 2017)
Tabita, I. A et al. 2012. Faktor Ibu dalam Pemberian Siplemen pada Anak Prasekolah. Jurnal
Gizi Klinik Indonesia Terdapat pada:
http://www.ijcn.or.id/download/Vol8No4April2012/ineka.pdf>(Diakses pada 3
Mei 2017)