Anda di halaman 1dari 13

REFERAT

Anemia Defisiensi Besi

Oleh :

Irma Suryani

11.2019.131

Pembimbing :

dr. Edi Setiawan, Sp.PD

KEPANITRERAAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA

1
Daftar Isi
Daftar Isi..............................................................................................................................................2

Definisi..................................................................................................................................................3

Pemeriksaan Penunjang......................................................................................................................3

Diagnosis Banding...............................................................................................................................5

Epidemiologi........................................................................................................................................6

Proses Pembentukan Heme................................................................................................................7

Etiopatofisiologi...................................................................................................................................8

Tata Laksana.....................................................................................................................................10

Prognosis............................................................................................................................................11

Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………………………………………………………12

2
Definisi
Anemia diakibatkan karena kurangnya keadaan yang ditandai dengan berkurangnya
hemoglobin dalam tubuh d. Hemoglobin adalah suatu metaloprotein yaitu protein yang
mengandung zat besi di dalam sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen
dari paru-paru ke seluruh tubuh. Anemia defisiensi besi adalah anemia akibat berkurangnya
zat besi dalam darah sebagai bahan utama sintesis hemoglobin.1

Anemia defisiensi besi yang kronik dapat disebabkan oleh perdarahan samar akibat
lesi pada traktus gastrointestinal seperti misalnya ulkus peptik, diverticulitis, polyp, IBD.
Pada negara-negara berkembang, infeksi cacing tambang juga menjadi pertimbangan seperti
misalnya infeksi Trichuris trichiura, Necator americanus, maupun infeksi dari parasit lain
seperti misalnya Plasmodium dan H. pylori.2

Pemeriksaan Penunjang
- Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit
Didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin
mulai dari ringan sampai berat. MCV dan MCH menurun. MCV <70 fl hanya didapatkan
pada anemia defisiensi besi dan thalassemia major. MCHC menurun pada defisiensi yang
lebih berat dan berlangsung lama. Anisositosis merupakan tanda awal defisiensi besi.
Peningkatan anisositosis ditandai oleh peningkatan RDW (red cell distribution width).
Dulu dianggap pemeriksaan RDW dapat dipakai untuk membedakan ADB dengan anemia
akibat penyakit kronik, tetapi sekarang RDW pada kedua jenis ini hasilnya sering tumpang
tindih.3,4

- Hapusan darah tepi


Pada pemeriksaan sediaan darah, didapatkan sel pensil dengan eritrosit yang
mikrositik hipokrom. Sel pensil sebenarnya merupakan variasi hipokromik dari eliptositosis
dan memiliki setidaknya tiga kali panjang sel eritrosit normal. Sel pensil umumnya memang
ditemukan pada kasus anemia defsiensi besi, namun tidak menutup kemungkinan juga
ditemukan sel pensil pada kasus thalassemia β dan anemia penyakit kronis3,4

- Konsentrasi besi serum dan Total Iron Binding Capacity (TIBC)


Konsentrasi besi serum dan Total Iron Binding Capacity (TIBC) meningkat. TIBC
menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi, sedangkan saturasi transferin
dihitung dari besi serum dibagi TIBC dikalikan 100%. Untuk kriteria diganosis ADB, kadar

3
besi serum menurun <50µg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat >350µg/dl,
dan saturasi transferin <15%. 3,4

- Ferritin serum
Feritin serum merupakan indikator cadangan besi yang sangat baik kecuali pada
keadaan inflamasi dan keganasan tertentu. Titik pemilah (cutt off point) untuk feritin serum
pada ADB dipakai angka <12µg/l. Feritin serum merupakan pemeriksaan laboratorium untuk
diagnosis ADB yang paling kuat oleh karena itu banyak dipakai baik di klinik maupun di
lapangan karena cukup reliabel dan praktis. 3,4

- Protoporfirin (FEP)
Protoporfirin merupakan bahan antara dalam pembentukan heme. Apabila sintesis
heme terganggu, misalnya karena defisiensi besi, maka protoporfirin akan menumpuk
dalam eritrosit. Angka normal adalah kurang dari 30 mg/dl. Untuk defisiensi besi,
protoporfirin bebas adalah lebih dari 100mg/dl. Keadaan yang sama juga didapatkan pada
anemia akibat penyakit kronik dan keracunan timah hitam.3,4

- Kadar reseptor transferrin


Kadar reseptor transerin dalam serum meningkat pada defisiensi besi. Kadar
normal dengan cara immunologi adalah 4-9µg/L. Pengukuran reseptor transferin terutama
digunakan untuk membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit kronik. Akan lebih
baik lagi bila dipakai rasio reseptor teransferin dengan log feritin serum. Ratio >1,5
menunjukkan ADB dan rasio <1,5 sangat mungkin anemia karena penyakit kronik.3,4

- Hitung retikulosit
Pemeriksaan hitung retikulosit dapat digunakan untuk melihat efektivitas
eritropoiesis. Retikulosit merupakan sel darah merah yang masih muda, dan merefleksikan
jumlah sel darah merah yang diproduksi di sumsum tulang dan memasuki aliran darah
perifer. Pada orang normal dan sehat, nilai retikulosit secara normal memang rendah (0.5 –
1.5% pada bayi dan dewasa, dan 2 – 6% pada neonatus). 3,4
Diagnosis

Diagnosis anemia defisiensi besi ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan laboratorium.

Kriteria diagnosis ADB menurut lanzowsky5

4
1. Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi dengan MCV
MCH, dan MCHC yang menurun
2. Red cell distribution width (RDW) >17%
3. FEP meningkat
4. Feritin serum menurun
5. Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST<10%
6. Respon terhadap pemberian preparat besi
a. Retikulositosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian besi
b. Kadar hemoglobin meningkat rata-rata 0,25-0,4 g/dl/hari atau PCV meningkat
1%/ hari
7. Sumsum tulang
a. Tertundanya maturase sitoplasma
b. Pada pewarnaan sumsum tulang tidak ditemukan besi atau besi berkurang

Diagnosis Banding
1. Anemia penyakit kronis
Anemia penyakit kronis (Anemia of Chronic Disease, ACD) sering dijumpai
pada pasien dengan infeksi atau inflamasi kronis maupun keganasan. Anemia ini
umumnya ringan atau sedang, disertai oleh rasa lemah dan penurunan berat badan dan
disebut sebagai anemia pada penyakit kronis. Pada umumnya anemia pada penyakit
kronis ditandai oleh kadar Hb berkisar 7-11 g/dl, kadar Fe serum menurun disertai
TIBC (Total Iron Binding Capacity) yang rendah, cadangan Fe yang tinggi di jaringan
serta produksi sel darah merah berkurang. Selain itu, indeks dan morfologi eritrosit
yang normositik normokromik atau hipokrom ringan (MCV jarang <75 fL).6,7
Karena anemia yang terjadi umumnya derajat ringan, sering kali gejalanya tertutup
oleh gejala penyakit dasarnya, karena kadar Hb yang terjadinya adalah sekitar 8-10
g/dL dan ini umumnya asimtomatik. Temuan klinis pada anemia jenis ini bergantung
pada penyebabnya Semakin berat penyakitnya, maka akan semakin berat anemia yang
terjadi.8
2. Talasemia
Thalassemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel
darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120
hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya
pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi

5
berulang. Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk
protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin sebagaimana mestinya.
Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada di dalam sel darah merah
dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh
bagian tubuh yang membutuhkannya sebagai energi. Apabila produksi hemoglobin
berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan
fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan tidak
mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal. Thalasemia adalah sekelompok
penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah
satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin.9

Tabel 1. Diagnosis banding anemia defisiensi besi

Anemia Anemia akibat Trait Anemia


Defisiensi Besi Penyakit Kronik Thalassemia Sideroblastik
Derajat Anemia Ringan sampai Ringan Ringan Ringan sampai
berat berat
MCV  /N  /N
MCH  /N  /N
Besi Serum  < 30  < 50 N/ N/
TIBC  > 360  < 300 N/ N/
Saturasi  < 15 %  / N 10 – 20 %  > 20 %  > 20 %
transferin
Besi Sumsum Negatif Positif Positif kuat Positif dengan
Tulang ring sideroblast
Protoporfirin   Normal Normal
eritrosit
Feritin serum  < 20 g/I N 20 -200 g/I  > 50 g/I  > 50 g/I
Elektroforesis Normal Normal Hb A2 Normal
HB

Epidemiologi
Diperkirakan sebanyak 25% orang di dunia memiliki anemia, dengan jenis terbanyak
adalah anemia defisiensi besi yaitu sekitar 50% dari total penderita anemia. Prevalensi
anemia defisiensi besi lebih tinggi pada negara berkembang dibanding negara maju.

6
Prevalensi anemia defisiensi besi lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki. Prevalensi
anemia pada wanita hamil adalah 30,2%.10,11

Prevalensi anemia pada anak usia kurang dari 4 tahun diperkirakan terdapat 43%.
Survei Nasional di Indonesia (1992) mendapatkan bahwa 56% anak di bawah umur 5 tahun
menderita anemia, pada survey tahun 1995 ditemukan 41% anak di bawah 5 tahun dan 24-
35% dari anak sekolah menderita anemia1

Sebuah studi yang dilakukan di Italia, Belgium, Jerman dan Spanyol menyatakan
bahwa insidensi anemia defisiensi besi secara tahunan berkisar dari 7.2 – 13.96% per 1000
orang. Angka ini lebih tinggi pada perempuan, pasien dengan penyakit pencernaan, wanita
hamil dan perempuan dengan riwayat menometrorrhagia, dan juga pengguna aspirin atau
antasida.12

Proses Pembentukan Heme


Besi dapat diterima oleh tubuh dengan cara mengonsumsi pangan yang mengandung
unsur tersebut: pangan nabati untuk ikatan ferri (Fe3+) dan pangan hewani untuk ikatan ferro
(Fe2+). Ketika sudah memasuki tubuh, besi akan disebarkan ke berbagai bagian dari tubuh
sesuai dengan fungsinya.12 Sebaran besi paling banyak adalah ke dalam hemoglobin darah
(bertujuan untuk pengikatan O2) dan yang kedua terbanyak adalah sebagai cadangan besi di
dalam hati berupa ferritin dan hemosiderin.13

Besi yang sudah masuk ke dalam tubuh akan lebih dahulu melalui tahap reduksi oleh
enzim HCl lambung bila besi tersebut masuk dalam bentuk ikatan ferri. Proses reduksi
tersebut bertujuan memudahkan penyerapan ferro (ferri yang sudah terreduksi) oleh sel
mukosa di intestin. Ferro yang sudah diserap oleh sel mukosa ini kemudian akan dioksidasi
kembali menjadi ferri untuk kemudian bergabung dengan apoferitin dan membentuk protein
yang mengandung besi yaitu ferritin. Ferritin di sini bertujuan untuk memasukkan besi ke
dalam darah karena untuk masuk ke dalam plasma darah, besi harus dilepaskan dari ferritin
dalam bentuk ferro. Ferro yang sudah masuk ke dalam plasma darah, akan segera dioksidasi
dengan adanya O2 yang terlarut secara fisik di dalam plasma. Hasil oksidasi ferro tersebut
adalah ferri yang kemudian akan berikatan dengan protein spesifik pembawa besi yaitu
transferrin.13,14

Banyaknya besi yang digunakan untuk pembentukan hemoglobin adalah sekitar 20-25
mg per harinya. Adapun proses pembentukan hemoglobin dilakukan oleh retikulosit pada

7
sumsum tulang yang didahului dengan terbentuknya molekul hem sebagain pusat dari satu
rantai polipeptida hemoglobin. Proses terbentuknya hem tersebut diawali dengan
bergabungnya delapan molekul suksinil KoA dengan delapan molekul asam amino glisin.
Gabungan molekul-molekul tersebut akan meransang terbentuknya sebuah kaskade yang
akan berujung pada pada terbentuknya hem setelah ditambah dengan Fe2+.14

Hemoglobin adalah sejenis protein yang dapat ditemukan di dalam sel darah merah.
Salah satu fungsi hemoglobin itu sendiri adalah sebagai pengikat molekul oksigen (O 2) yang
kemudian disebarkan ke seluruh tubuh bersamaan dengan sel darah merah. 14 Hemoglobin
sendiri merupakan protein yang tersusun atas empat rantai polipeptida yang masing-masing
memiliki molekul heme sebagai pengikat oksigen yang dibawa.15

Gambar 1 Struktur kuartener hemoglobin

Etiopatofisiologi
Terdapat beberapa etiologi dari anemia defisiensi besi yaitu:16

1. Peningkatan penggunaan zat besi

Penggunaan zat besi terbanyak selama percepatan pertumbuhan pada bayi dan
remaja. Bayi yang lahir dari ibu yang anemia memiliki cadangan besi yang rendah
dalam tubuh. Air susu ibu merupakan sumber zat besi yang utama bagi bayi.

2. Kehilangan darah fisiologik


Contoh kehilangan zat besi fisiologis adalah pada menstruasi dan kehamilan.
Menstruasi melipatgandakan kebutuhan besi setiap harinya. Pada kehamilan aterm,

8
sekitar 900 mg zat besi hilang dari ibu kepada fetus, plasenta dan pendarahan waktu
partus. Untuk mengkompensasi kebutuhan besi, tubuh meningkatkan absorpsi di
gastrointestinal.
3. Kehilangan darah patologis
Saluran makanan paling sering bertanggung jawab terhadap kehilangan darah
patologis dan selanjutnya menyebabkan anemia defisiensi besi. Penyebab umum
kehilangan darah dari gastrointestinal secara kronik termasuk ulkus lambung,
gastritis, adenokarsinoma kolon. Pada daerah tropis, cacing tambang merupakan
penyebab utama kehilangan darah. Selain itu, pendarahan paru akibat bronkiektasis
juga dapat menyebabkan anemia defisiensi besi
4. Penurunan absorpsi zat besi
Setelah gastrektomi parsial atau total, asimilasi zat besi dari makanna
terganggu, terutam akibat peningkatan motilitas dan by pass usus halus proksimal
yang menjadi tempat utama absorpsi zat besi. Pasien dengan diare kronis dan
malabsorpsi usus halus juga dapat menyebabkan defisiensi zat besi terutama jika
duodenum dan jejunum proksimal terlibat.

Manifestasi Klinis

Gejala umum yang ditemukan pada anemia defisiensi besi badan lemah, lesu, cepat
lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Tanda khas dari anemia defisiensi
besi adalah5

1. Koilonychias/ spoon nail/ kuku sendok, kuku berubah menjadi rapuh dan bergaris-
garis vertical dan menjadi cekung sehingga mirip dengan sendok
2. Terjadinya atrofi lidah yang menyebabkan hilangnya papil lidah sehingga permukaan
lidah tampak licin dan mengkilap
3. Angular cheilitis yaitu adanya peradangan pada sudut mulut sehingga tampak bercak
keputihan
4. Disfagia yang disebabkan kerusakan epitel hipofaring

Anemia defisiensi besi pada anak dan remaja dapat menyebabkan penurunan fungsi
intelektual. Pica, suatu kelainan untuk mengonsumsi benda-benda yang tidak seharusnya
dimakan, dan pagophagia yaitu keinginan memakan es berlebih, juga menjadi gejala
simptomatik dari defisiensi besi. Pica juga dapat membuat pasien memakan benda yang
mengandung timbal sehingga dapat mengakibatkan keracunan timbal.17

9
Tata Laksana
1. Terapi besi oral
Terdapat 2 kategori yaitu besi dalam bentuk ferrous dan bentuk ferri, namun
yang lebih banyak digunakan adalah bentuk ferrous karena lebih mudah diabsorpsi.
Terdapat 3 jenis ferrous yang umumnya digunakan yaitu ferrous fumarate, ferrous
sulfate dan ferrous gluconate. Ferrous sulfat yang mengandung 50 mg elemen zat besi
per tablet 325 mg diberikan 3 kali sehari. Zat besi paling baik dikonsumsi di antara
waktu makan. Terapi besi oral biasa menyebabkan ketidaknyamanan abdominal yang
ditandai dengan kembung, rasa penuh dan sakit. 16,18
2. Terapi besi Intravena
Pada pasien yang membutuhkan koreksi defisiensi besi lebih cepat diberikan
melalui intravena. Sebanyak 500 mg zat besi dekstran dicampur dengan 100 ml saline
steril dan memasukkan dosis percobaan sebanyak 1 ml. Jika tidak terjadi reaksi yang
tidak diinginkan, sisa solusi dapat diberikan dalam 2 jam. Pemberian intravena hingga
4g zat besi dalam satu keadaan memungkinkan korekasi defisiensi zat besi dalam satu
sesi. 16,18
3. Transfusi darah
Diberikan apabila gejala anemia disertai resiko terjadinya gagal jantung yaitu
pada kadar Hb 5-8g/dL. Komponen darah yang diberikan berupa PRC. Transfusi
darah juga dianjurkan untuk wanita hamil dengan kadar Hb <6g/dL karena dapat
menganggu oksigenasi dari fetus.1,19

10
Anemia Terapi Keterangan

Defisiensi besi Sulfas ferosus PO 3xx200 mg


Dosis pemeliharaan : 100-
(dewasa) 200 mg/hari

Defisiensi besi Sulfas ferosus 3-6 Selama 4-30 hari setelah


mg/kg/BB/hari dalam 2 Hb dan MCV normal.
( bayi dan anak)
dosis, 30 menit sebelum Maksimal 5 bulan dimulai
makan pagi dan malam dengan dosis terkecil

Dedisiensi besi Besi sukrosa IM/IV pelan 50 mg besi elemental/mL


500-1000 mg/hari Bukan pilihan utama,
(parenteral) dikerjakan atas indikasi
Anak : drip 100 mg/kali
khusus
Remaja : drip 200 mg/kali

Tabel 2. Dosis dan lama pemberian suplementasi besi untuk anak dan remaja

Keterangan : dosis maksimal bayi adalah 15 mg/hari (dosis tunggal), *khusus remaja
perempuan ditambah asam folat 400 ug

Edukasi
Berikut beberapa edukasi yang dapat diberikan ke pasien:20

1. Mengkonsumsi makanan tinggi besi seperti daging, sayuran hijau, produk kedelai
2. Untuk memaksimalkan absorpsi besi, tidak mengkonsumsi teh dan kopi
3. Minum vitamin C atau konsumsi buah tinggi vitamin C dapat meningkatkan absorpsi
besi

11
Prognosis
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekuarnagn besi saja dan
diketahui penyebab serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan
manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat besi.5

Daftar Pustaka

1. Amalia A, Tjiptaningrum A. Diagnosis dan tatalaksana anemia defisiensi besi.


Majority. 2016;5(5): 166-9
2. Lerner NB, Sills R. Iron-deficiency anemia. In: Kliegman RM, Stanton BF, Shor NF,
Geme JW, Behrman RE. Nelson textbook of pediatrics. 19 th ed. Philadelphia:
Saunders Elsevier 2011;h.1655-6
3. Widiada PA. Iron deficiency anemia a review of diagnosis and management. Intisari
Sains Medis.2020;11(1):92-96
4. Kowalak, Welsh, Mayer. Sistem hematologi. Dalam: Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta:
EGC; 2011. h. 444-51.
5. Fitriany J, Saputri AI. Anemia defisiensi besi. Jurnal Averrous.2018;4(2): 1-14
6. Hoffbrand, A.V. Kapita Selekta Hematologi. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2013.
7. Liwang, F. dkk. Kapita selekta kedokteran. Edisi 5. Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius; 2020.h.143-157
8. Madu AJ, Ughasoro MD. Anaemia of chronic disease an in depth review. Medical
Principal and Practice.2017;26:1-9
9. Setiati, S. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jilid 1. Jakarta: Interna
Publishing; 2014.
10. Warner MJ. Kamran MT. Iron deficiency anemia. Statpearls;2020 August. Access on
5 November 2020. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448065/
11. Aljamea L, Woodman A, Elnagi EA, Alamri SS, Alzahrani AA, et al. Prevalence of
iron deficiency anemia and its associated risk factor in female undergraduate students
at prince sultan military college of health sciences. Journal of Applied Hematology.
2019;10(4):126-33

12
12. Harper JL. Iron deficiency anemia. 2020. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/202333-overview
13. Camascehella A, Nai A, Silvestri L. Iron metabolism and iron disorders revisited in
the hepcidin era. Haematologica. February 2020.105(2): 260-272
14. Kontoghiorghes GJ. Kontoghiorghe CN. Iron and chelation in biochemistry and
medicine. Cells.2020 Jun;9(6):1456
15. Hazelwood L. Can’t live without it: The story of hemoglobin in sickness and in
health. Huntington: Nova Science Publishers Inc. 2013;h.2-5
16. Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL. Harrison
prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi 13. Kakarta: EGC;2017: h.1918-20
17. Lerner NB, Sills R. Iron-deficiency anemia. In: Kliegman RM, Stanton BF, Shor NF,
Geme JW, Behrman RE. Nelson textbook of pediatrics. 19 th ed. Philadelphia:
Saunders Elsevier 2011;h.1655-6
18. Wimbley TD, Graham DY. Diagnosis and management of iron deficiency anemia in
the 21st century. Therapeutic Advances in Gastroenterology. 2011 May; 4(3): 177-84
19. Short MW, Domagalski JE. Iron deficiency anemia evaluation and management.
American Family Physician.2013 Jan;87(2):98-104
20. Auerbach M. Patirnt education anemia caused by low iron in adults. Accessed on 5
November 2020. Available at https://www.uptodate.com/contents/anemia-caused-by-
low-iron-in-adults-beyond-the-basics#H22

13

Anda mungkin juga menyukai